ASUHAN KEPERAWATAN
RETINOBLASTOMA
Kelompok 3
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiarat Tuhan yang maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya kepada
kami sehinggga kami bisa menyelesaikan Asuhan Keperawatan Retinoblastoma, dan kami
menyadari bahwa Asuhan Keperawatan Retinoblastoma ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran oleh semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan Retinoblastoma ini.
Kelompok 3
2
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B. Tujuan.................................................................................................................................4
BAB II KONSEP
A. Defenisi................................................................................................................................5
B. Etiologi.................................................................................................................................5
C. Manifestasi Klinis................................................................................................................5
D. Patofisiologi.........................................................................................................................6
E. Klasifikasi............................................................................................................................6
F. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................................7
G. Penatalaksanaan Terapeutik.................................................................................................7
A. Pengkajian..........................................................................................................................11
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi..............................................................................13
C. Implementasi......................................................................................................................19
D. Evaluasi..............................................................................................................................19
A. Contoh Kasus.....................................................................................................................20
B. Pengkajian..........................................................................................................................20
C. Analisis Data......................................................................................................................23
D. Diagnosa Keperawatann.....................................................................................................24
E. Intervensi...........................................................................................................................24
F. Implementasi......................................................................................................................32
G. Evaluasi..............................................................................................................................37
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................................39
B. Saran...................................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................40
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retinoblastoma merupakan tumor neuroblastik intraokuler ganas, terjadi pada
masa anak-anak, bersifat herediter (40%). Gejala yang paling sering adalah leukokoria
(50-62%), strabismus (20%), hifema spontan, dan amaurotic cat eye. Diagnosa
biasanya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sinar X, USG, ST scan, atau MRI, dan
LDH. Konseling genetik juga diperlukan dalam pemeriksaan pasien retinoblastoma.
Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada retinoblastoma intraokular ialah
klasifikasi Reese-Elworsth. Terapi retinablastoma harus dilakuka saat anak
terdiagnosis. Yang menjadi kontrafersi apakah akan dilakukan pembedahan atau
kemoterapi terlebih dahulu karena masing-masing tindakan ini mempunyai efek
menguntungkan dan merugikan. Anak-anak dengan retinablastoma intraokular
terlokalisasi yang mendapatkan terapi moderen mempunyai prognosis yang baik ntuk
bertahan hidup dengan presentase melebihi 95%. Sekitar 90% anak-anak dapat
bertahan lebih dari 5 tahun seelah terdiagnosis retinoblastoma. (Rares, 2016)
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Retinoblastoma
2. Untuk mengetahui etiologi dari Retinoblastoma
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Retinoblastoma
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Retinoblastoma
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Retinoblastoma
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Retinoblastoma
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan terapeutik dari Retinoblastoma
4
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas yang mengenai retina pada satu atau
kedua mata. (yuliani, 2010)
Retinoblastoma adalah tumor endookuler pada anak yang mengenai saraf
embrionik retina. (Apriany, 2016)
B. Etiologi
a. Secara pasti belum diketahui
b. Faktor herediter, dihubungkan dengan penyimpangan kromosom (yuliani, 2010)
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu bilateral atau
unilateral dan diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan
selalu unilateral, sedangkan 90% kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan
unilateral sebanyak 10% kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral
sebanyak 10%.
Gen retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan
sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak
terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker
bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalui saraf penglihatan/nervus
optikus). (Apriany, 2016)
C. Manifestasi Klinis
a. Tumor intraokuler, tergantung ukuran dan posisi
b. Refleks mata boneka “ cat eye reflex ” atau leukokoria, pupil keputihan
c. Strabismus
d. Radang orbital
e. Hyphema
f. Pandangan hilang unilateral tidak dikeluhkan oleh anak
g. Sakit kepala
h. Muntah, amorexia, dan berat badan menurun. (yuliani, 2010)
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor
dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin
membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di
vitreus (Vitreous seeding) yang menyerupai endoftalmitis. Bila sel-sel tumor
terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau
tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau hifema.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor
melalui nervus optikus ke otak, melalui sklera ke jaringan orbita dan sinus
paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada
fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Di
5
permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal.
Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preurikular dan submandibula
dan, hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati. Kanker retina ini
pemicunya adalah faktor genetik atau pengaruh lingkungan dan infeksi virus.
Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di
bagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena
cahaya. Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan
terganggu atau mata kelihatan juling. Tapi apabila stadium berlanjut mata
tampak menonjol. Jadi apabila terilihat tanda-tanda berupa mata merah, berair,
bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi gelap terlihat
seolah bersinar seperti kuncing jadi anak tersebut bisa terindikasi penyakit
retinoblastoma. (Apriany, 2016)
D. Patofisiologi
a. Retinoblastoma adalah tumor neuroblastik yang ganas pada lapisan nukleus
retina
b. Tumor tersebut muncul dalam lapisan internal nukleus retina dan tumbuh ke
dalam kapasitas vitreous (type endophytic)
c. Tipe exophytic muncul dalam lapisan eksternal nukleus dan tumbuh ke dalam
rongga subretina, dengan detachment retina
d. Sering kali tumbuh secara kombinasi endophtytic dan exophytic
e. Keberadaan tumor dapat terjadi dalam koroid, sklera dan saraf optik penyebaran
tumor secara hematogen; bone marrow, skletal, nodus lymphe dan hati. (yuliani,
2010)
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor
yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda
peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas
dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda
peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat
menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak,
sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum
tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat,
dapat menonjol ke badan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan
perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara hematogen ke sumsum
tulang dan visera. (Apriany, 2016)
E. Klasifikasi
Menurut Reese-Ellsworth, retinoblastoma digolongkan menjadi :
1. Golongan I
a. Tumor soliter / multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4 dd, dan terdapat pada atau
dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator.
6
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator.
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada di depan ekuator atau tumor soliter berukaran >10
diameter pupil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian >10 diameter
b. Beberapa lesi menyebar keanterior ke ora serrata
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari stengah retina
b. Penyebaran ke vitreous
Menurut Grabowski dan Abrahamson, membagi penderajatan berdasarkan tempat
utama dimana retinoblastoma menyebar sebagai berikut :
1. Derajat I intraokular
a. Tumor retina
b. Penyebaran kelaina fibrosa
c. Penyebaran ke Eva
2. Derajat II orbita
a. Tumor orbita : sel-sel episklera yang terbesar, tumor terbukti dengan
biopsi
b. Nerfus optikus
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik; opthalmoscopy bilateral
b. CT scan atau MRI
c. Aspirasi bone marrow. (yuliani, 2010)
Evaluasi metastatik harus mencakup pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal
serta aspirasi dan biopsi sumsum tulang. Namun retinoblastoma sangat jarang
menyebar ke cairan spinal atau sumsum tulang tanpa penyebaran ekstraokular.
Evaluasi metastatik harus meliputi CT scan orbita untuk menentukan perluasan
ekstraokular dan keterlibatan nervus optikus. CT scan atau MRI kepala harus
dikerjakan pada kasus-kasus bilateral untuk mencari retinoblastoma yang
mengenai kelenjar epifisi (retinoblastoma trilateral). (Apriany, 2016)
G. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Tergantung stadium dan diagnosis
b. Stadium I, II, III biasanya dengan external irradiasi
c. Tujuan pengobatan adalah untuk membasmi tumor dan mempertahankan
pandangan
d. Radiasi biasanya diberikan di atas 3-4 minggu
e. Pembedahan (enukleasi) adalah pilihan karena pertumbuhan tumor, khususnya
pada saraf yang terlibat
7
f. Chemoterapy pada kasus extraokuler, regional atau sudah metastase. Obatnya
diantaranya; cytoxon, vincristine (oncovin), dactinomycin, doxorubicin,
cisplaxin, infosfamide, methotrexate. (yuliani, 2010)
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah
pengobatan lokal untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik
untuk jenis ekstraokular, regional, dan metastatis. Hanya 17% pasien dengan
retinoblastoma bilateral kedua matanya masih terlindung. Gambaran seperti ini
lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena diagnosis
biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien dengan retinoblastoma bilateral
kedua matanya terambil atau keluar karena penyakit intraocular yang sudah
lanjut, baik pada waktu masuk atau setelah gagal pengobatan lokal. (Apriany,
2016)
Eradikasi tumor dengan enuklasi tergantung pada potensi penglihatannya.
Karena sebagai besar tumor unilateral mengenai lebih dari setengah retina pada
saat diagnosa, enukleasi merupakan ajuran yang paling umum. Untuk lesi yang
lebih kecil dengan penglihatan yang mungkin dapat dipertahankan, krioterapi,
fotokoagulasi, atau radioterapi telah dikerjakan dengan sukses.
Kemoterapi kombinasi harus diberikan untuk pasien-pasien dengan
penyebaran regional atau penyebaran ekstraokular jauh. Evaluasi oftalmologik
pada mata yang masih baik harus dilakukan dengan interval yang teratur selama
beberapa tahun untuk mendektesi adanya penyakit bilateral dini.
Dibawah ini merupakan penatalaksanaan pada rtinoblastoma yaitu:
1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk
retinoblastoma. Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu
setelah prosedur ini, untuk meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun,
apabila enukleasi dilakukan pada dua tahun pertama kehidupan, asimetri
wajah akan terjadi karena hambatan pertumbuhan orbita. Bagaimanapun,
jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan konservatif
mungkin bisa diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi gloukoma, invasi ke rongga
naterior, atau trjadi rubeosis iridis, dan apabila terapi lokal tidak dapat
dievaluasi karena katarak atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap
atau teratur. Enuklasi dapat ditunda atau ditangguhkan pada saat diagnosa
tumor sudah meyebar ke ekstraokular. Massa orbita harus dihindari.
Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada
pasien retinoblastoma, karena akan menaikkan relaps orbita.
a) External beam radiotherapy (EBRT)
Retinoblastoma merupakan tumor yang radiosensitif dan
radioterapi meruapakan terapi efektif lokal untuk khusus ini. EBRT
menggunakan eksalator linier dengan dosis 40-45 Gy dengan
pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi
mudah harus di bawah anestesi dan imobilisasi selama prosedur ini,
dan harus ada kerja sama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter
8
radioterapi untuk membuat perencanaan. Keberhasilan EBRT tidak
hanya ukuran tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran
regresi setelah radiasi akan terlihat dengan fotokoagulasi. Efek
samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan. Seperti
enuklease, dapat terjadi komplikasi hambatan pertumbuhan tulang
orbita, yang akhirnya akan menyebabkan gangguan kosmetik. Hal
yang lebih penting adalah terjadi malignasi sekunder.
b) Radioterapi Plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I
sekarang makin sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma.
Cara itu biasanya digunakan untuk tumor yang ukurannya kecil sampai
sedang yang tidak setuju dengan kryo atau fotokoagulasi, pada kasus
yang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir ini juga digunakan pada
terapi awal, khususnya setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa
cara ini menimbulkan malignasi sekunder.
c) Kryo atau fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5
mm) dan dapat diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan
dapat diulang beberapa kali sampai kontrol lokal terapi. Kryoterapi
biasanya ditunjukan untuk tumor bagian depan dan dilakukan dengan
pertanda kecil yang diletakkan di konjungtiva. Sementara
fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang
baik menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh
diberikan pada tumor dekat makula atau diskus optikus, karena bisa
meninggalkan jaringan parut yang nantinya akan menyebabkan
ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau sedikit menyebabkan
komplikasi jangka panjang.
d) Modalitas yang lebih baru
Pada beberapa tahun terakhir, banyak kelompok yang
menggunakan kemoterapi sebagai terapi awal untuk kasus intraokular,
dengan tujuan untuk mengurangi ukuran tumor dan membuat tumor
biasa diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah dibuktikan tidak berguna
untuk kasus intraocular, tetapi dengan menggunakan obat yang lebih
baru dan lebih bisa panetrasi ke mata, obat ini muncul lagi. Pendekatan
ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan EBICT atau
enukleasi, khususnya kasus yang telah lanjut. Carboplatin baik sendiri
atau dikombinasi dengan vincristine dan VP16 atau VM26 setelah
digunakan. Sekarang kemoreduksi dilakukan sebagai terapi awal kasus
retinoblastoma bilateral dan mengancam fungsi mata.
2. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovesial. Belum ada
penelitian yang luas, prospektif dan random. Sebagai besar penelitian
didasarkan pada sejumlah kecil pasien dengan perbedaan risiko relaps.
Selain itu juga karena kurang diterimanya secara luas sistem stadium yang
9
dibandingkan dengan berbagai macam variasi. Sebagian besar penelitian
didasarkan pada gambaran faktor risiko secara histopatologi. Penentuan
stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk
menentukan risiko relaps.
Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk pasien-pasien
retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko potensial seperti
nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor undifferentiated, atau invasi ke
nervus optikus prelaminar. Kemoterapi intratekal dan radiasi intrakranial
untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan. Obat yang digunakan
adalah carboplatin, cisplatin, etoposid, teniposid, sikofosfamid, ifosfamid,
vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah dikombinasi dengan
danurubisin.
Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi keluar orbita dan
limfonodi preauricular dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian
besar pasien ini akan mencapai harapan hidup yang panjang dengan
pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun
remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai
kehidupan pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang
berlebihan p 170 glikopretein pada retinoblastoma, yang dihubungkan
dengan multidrug resistaSnce terhadap kemoterapi. (Apriany, 2016)
10
BAB III
A. Pengkajian
1. Biodata
a) Identitas klien meliputi nama, agama jenis kelamin, pendidikan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan diagnosa medis.
b) Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia, pendidikan,
pekerjaan/sumber penghasilan, agama, alamat.
c) Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin, hubungan dengan
klien, dan status kesehatan.
2. Keluhan utama
Keluhan utama berupa perubahan persepsi penglihatan, deman, kurang nafsu
makan, gelisah, cengeng, nyeri pada luka post operasi, terjadi infeksi pada luka post
op, serta perawatan dan pengobatan lanjutan dari tindakan operasi.
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa berupa bintik putih pada mata tepatnya
pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan besar.
b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan kemungkinan memakan
makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi di tempat lain misal : pernapasan.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Berkaitan erat dengan keturunan dalam keluarga, misalnya ada anggota keluarga
yang pernah menderita penyakit yang sama.
4. Pemeriksaan sistem
a) Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
biasanya.
Tanda : kelelahan otot, peningkatan kebutuhan tidur, samnolen.
b) Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : takikardi, mur-mur jantung, kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf
kranial, dan/ atau tanda perdarahan cerebral.
11
c) Eliminasi
Gejala : diare ; nyeri tekan perianal, nyeri, darah merah terang pada tisu, feses hitam,
darah pada urine, penurunan haluaran urine.
d) Integritas ego
Gejala : perasaan tak berdaya/ tak ada harapan.
Tanda : depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangasang perubahan
alam perasaan, kacau.
e) Makanan/cairan
Gejala : kehilngan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan rasa/penyimpangan
rasa, penurunan berat badan.
f) Neurosensori
Gejala : kurang/penurunan koordinasi, petubahan alam perasaan, kacau, disorientasi,
ukuran konsisten, pusing, kebas, kesemutan parastesi.
Tanda : otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
g) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri orbital, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal, kram otot.
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri sendiri.
h) Pernapasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk, gemercik, ronchi, penurunan bayi nafas.
i) Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh, gangguan penglihatan/kerusakan,
perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi, kemerahan, purpur, perdarahan retinal, perdarahan gusi
epistaksis, pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dnegan infasi
jaringan), pupil edema dan eksoflamus.
j) Seksualitas
Gejala : perubahan libido, perubahan aliran menstruasi, menoragia.
k) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat terpajan pada kimiawi, misalnya : benzene, fenilbutazone dan
kloramfenikol (kadar ionisasi radiasi berlebihan, pengobatan kemoterapi sebelumnya,
khusunya agen pengkilat), gangguan kromosom, contoh sindrom down atau anemia
fanconi aplastik.
12
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi : penglihatan berhubungan dengan kekeruhan lensa mata.
2. Risiko cidera berhubungan dengan penuruanan ketajaman penglihatan.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit.
5. Nyeri berhubungan dengan proses penyakitnya.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan gangguan penglihatan.
C. Rencana Keperawatan
13
4. Orientasi pada
orang , tempat,
waktu dan
situasi dalam
setiap interaksi.
5. Yakinkan
pasien/keluarga
bahwa defisit
persepsi/sensori
adalah
sementara.
6. Identifikaasi diri
orang yang
masuk ke area
pasien.
7. Jangan
memindahkan
barang-barang
di dalam kamar
pasien tanpa
memberitahukan
pasien.
2. Risiko cedera 1. Cedera akibat 1. Orientasikan
berhubungan penuruanan kembali pasien
dengan ketajaman terhadap realitas
penuruanan penglihatan tidak lingkungan bila
ketajaman terjadi. dibutuhkan,
penglihatan. 2. Bantu pasien
dengan
ambulansi,
sesuai dengan
kebutuhan.
3. Gunakan alarm
14
untuk
mengingatkan
pemberi
perawatan bila
pasien bangun
dari tempat tidur
atau
meninggalkn
ruangan.
4. Tempatkan bel
atau lampu
panggil pada
tempat yang
mudah
dijangkau oleh
pasien.
5. Ajarkan pasien
untuk meminta
bnatuan dengan
gerakan.
6. Jauhi bahaya
lingkungan,
berikan
pencahayaan
yang adekuat.
7. Jangan lakukan
perubahan yang
tidak diperlukan
oleh lingkungan
fisik.
8. Gunakan alas
kaki yang
sesuai, yang
15
tidak tinggi dan
tali terikat
dengan aman.
9. Naikkan
penghalang
tempat tidur.
3. Kecemasan 1. Pasien 1. Kaji tingkat
berhubungan mengungkapkan kecemasan
dengan perubahan dan mendiskusikan pasien dan catat
status kesehatan. rasa adanya tanda-
cemas/takutnya. tanda verbal dan
2. Pasien tampak nonverbal.
rileks tidak tegang 2. Berikan
dan melaporkan kesempatan
kecemasan pasien untuk
berkurang. mengungkapkan
isi pikiran dan
perasaan
takutnya.
3. Observasi tanda-
tanda vital dan
peningkatan
respons fisik
pasien.
4. Beri penjelasan
pasien tentang
prosedur
tindakan
operasi, harapan
dan akibatnya.
5. Berikan
penjelasan dan
support pada
16
setiap
melakukan
prosedur
tindakan.
6. Lakukan
orientasi dan
perkenalan
terhadap
ruangan,
petugas, dan
peralatan yang
akan digunakan.
7. Kolaborasi
tentang
penggantian
lensa.
4. Gangguan citra 1. Mengidentifikasi 1. Dorong pasien
tubuh perasaan dan untuk
berhubungan metode untuk mengungkapkan
dengan proses kooping terhadap perasaannya.
penyakit. spersepsi diri 2. Hindari
negatif. membuat
2. Persepsi yang penilaian moral
positif terhadap tentang pola
penampilan dan hidup.
fungsi tubuh 3. Diskusikan efek
sendiri. penyakit pada
faktor ekonomi
pasien/orang
terdekat.
4. Anjurkan pasien
memakai
pakaian yang
17
berwarna merah
terang,
biru/hitam.
18
hari secara mandiri hemodinamik)
3. Keseimbangan 3. Bantu untuk
aktivitas dan mendapatkan alat bantu
istirahat aktivitas (kursi roda)
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan diri.
D. Implementasi
Didalam implementasi, perawat menjalankan rencana-rencana keperawatan yang
sebelumnya telah dimuat dalam Intervensi dalam bentuk Asuhan Keperawatan kepada
klien.
E. Evaluasi
Setelah mengimplementasikan perencanaan yang telah dibuat, selanjutnya perawat
harus mengevaluasi apakah Asuhan keperawatan yang telah diberikan telah berhasil
ataukah Intervensi harus dilanjutkan.
19
BAB IV
Anak F, perempuan, umur 5 tahun dilarikan kerumah sakit karena mengalami bintik
putih pada mata, mata merah, berair, bengkak, juling, dan pengihatan kabur. Ibu klien
mengatakan mata klien sudah merah sejak 10 hari yang lalu dan telah diberi obat tetes mata,
namun tidak terdapat perubahan. Gejala yang dialami klien juga disertai demam, mual
muntah, diare, dan kurang nafsu makan.
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : An. F
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Alamat : Jl. Pendidikan no.103 Pemalang
Tanggal masuk RS : 19 November 2019
Tanggal pengkajian : 19 November 2019
No. Register : 10315627
Diagnosa Medik : Retinoblastoma
2. Identitas Orang tua
Nama Ayah : Tn. B
Usia : 35 tahun
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pendidikan no.103 Pemalang
Nama Ibu : Ny. R
Usia : 29 tahun
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pendidikan no.103 Pemalang
20
3. Keluhan utama : Penglihatan kabur
4. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengalami bintik putih pada mata, mata merah, berair, bengkak, juling,
dan pengihatan kabur, demam, mual muntah, diare, dan kurang nafsu makan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien belum pernah mengalami penyakit mata sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Nenek buyut klien juga memiliki penyakit yang sama yaitu Retinoblastoma.
5. Pemeriksaan sistem
l) Aktivitas : klien nampak lelah, malaise, lemah, dan tidak mampu untuk
melakukan aktivitas.
m) Sirkulasi : klien mengalami takikardi dan membran mukosa pucat.
n) Eliminasi : klien mengalami diare dan penurunan frekuensi BAK.
o) Integritas ego : klien nampak tak berdaya/ tak ada harapan, menarik diri, ansietas,
sering menangis dan mudah terangsang perubahan alam perasaan.
p) Makanan/cairan : klien mengalami kehilngan nafsu makan, anoreksia, muntah,
penurunan berat badan.
q) Neurosensori : klien mengalami kurang/penurunan koordinasi, pusing, kebas,
kesemutan parastesi.
r) Nyeri/ketidaknyamanan : klien mengalami nyeri orbital, sakit kepala, kram otot.
Tanda : klien nampak selalu berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus pada diri
sendiri, dan menangis.
s) Pernapasan : klien mengalami dispnea, batuk, ronchi
t) Keamanan: klien mengalami gangguan penglihatan sehingga beresiko cedera.
21
B. Analisa Data
22
3. DO Status kesehatan Kecemasan
- Klien tampak gelisah menurun: Nyeri berhubungan
- Klien kesulitan untuk tidur ↓ dengan
- Klien sering menangis Klien sulit tidur perubahan status
DS ↓ kesehatan.
- Klien mengatakan takut Cemas
karena munculnya tanda
dan gejala penyakit
23
DS Neuvaskularisasi dan dengan nyeri
- Ibu klien mengatakan perdarahan dan gangguan
klien dibantu saat berjalan ↓ penglihatan
karena merasa sakit kepala Lemah, sakit kepala
dan pandangan klien ↓
kabur. Nyeri
↓
Intoleransi aktivitas
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi : penglihatan berhubungan dengan kekeruhan lensa mata.
2. Risiko cidera berhubungan dengan penuruanan ketajaman penglihatan.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit.
5. Nyeri berhubungan dengan proses penyakitnya.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan gangguan penglihatan.
D. Rencana Keperawatan
24
gangguan peningkatan
sensori dan interksi
berkompensasi sosial,
terhadap perubahan sediakan
3. Mengidentifikasi radio,
memperbaiki televisi, dan
potensi jam dinding
bahaya dalam dengan
lingkungan. angka-
angka).
3. Kurangi
jumlah
stumulus
untuk
mencapai
input sensori
yan sesuai
(misalnya,
lampu redup)
4. Orientasi
pada orang ,
tempat,
waktu dan
situasi dalam
setiap
interaksi.
5. Yakinkan
pasien/keluar
ga bahwa
defisit
persepsi/sens
ori adalah
sementara.
25
6. Identifikaasi
diri orang
yang masuk
ke area
pasien.
7. Jangan
memindahka
n barang-
barang di
dalam kamar
pasien tanpa
memberitahu
kan pasien.
2 Kamis, 21 November Setelah dilakukan tindakan 1. Orientasikan
2019 08.00 WIB keperawatan selama 3 x 24 kembali
jam diharapkan nyeri dapat pasien
berkurang. terhadap
Kriteria hasil : realitas
Cedera akibat penuruanan lingkungan
ketajaman penglihatan bila
tidak terjadi dibutuhkan,
2. Bantu pasien
dengan
ambulansi,
sesuai
dengan
kebutuhan.
3. Gunakan
alarm untuk
mengingatka
n pemberi
perawatan
bila pasien
26
bangun dari
tempat tidur
atau
meninggalkn
ruangan.
4. Tempatkan
bel atau
lampu
panggil pada
tempat yang
mudah
dijangkau
oleh pasien.
5. Ajarkan
pasien untuk
meminta
bnatuan
dengan
gerakan.
6. Jauhi bahaya
lingkungan,
berikan
pencahayaan
yang
adekuat.
7. Jangan
lakukan
perubahan
yang tidak
diperlukan
oleh
lingkungan
fisik.
27
8. Gunakan alas
kaki yang
sesuai, yang
tidak tinggi
dan
tali terikat
dengan
aman.
Naikkan
penghalang
tempat tidur
3 Jumat, 22 November Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat
2019 08.00 WIB keperawatan selama 3 x 24 kecemasan
jam diharapkan nyeri dapat pasien dan
berkurang. catat adanya
Kriteria hasil : tanda-tanda
1. Pasien verbal dan
mengungkapkan nonverbal.
dan mendiskusikan 2. Berikan
rasa kesempatan
cemas/takutnya. pasien untuk
2. Pasien tampak mengungkap
rileks tidak tegang kan isi
dan melaporkan pikiran dan
kecemasan perasaan
berkurang takutnya.
3. Observasi
tanda-tanda
vital dan
peningkatan
respons fisik
pasien.
4. Beri
28
penjelasan
pasien
tentang
prosedur
tindakan
operasi,
harapan dan
akibatnya.
5. Berikan
penjelasan
dan support
pada setiap
melakukan
prosedur
tindakan.
6. Lakukan
orientasi dan
perkenalan
terhadap
ruangan,
petugas, dan
peralatan
yang akan
digunakan.
7. Kolaborasi
tentang
penggantian
lensa.
4 Sabtu, 23 November Setelah dilakukan tindakan 1. Dorong
2019 08.00 WIB keperawatan selama 3 x 24 pasien untuk
jam diharapkan nyeri dapat mengungkap
berkurang. kan
Kriteria hasil : perasaannya.
29
1. Mengidentifikasi 2. Hindari
perasaan dan membuat
metode untuk penilaian
kooping terhadap moral tentang
spersepsi diri pola hidup.
negatif. 3. Diskusikan
2. Persepsi yang efek penyakit
positif terhadap pada faktor
penampilan dan ekonomi
fungsi tubuh pasien/orang
sendiri. terdekat.
4. Anjurkan
pasien
memakai
pakaian yang
berwarna
merah terang,
biru/hitam.
5 Minggu,24 November Setelah dilakukan tindakan 1. Kolaborasi
2019 08.00 WIB keperawatan selama 3 x 24 dengan
jam diharapkan nyeri dapat individu
berkurang. untuk
Kriteria hasil : menjlaskan
1. Pasien metode apa
mengungkapkan yang
nyeri digunakan
berkurang/hilang. untuk
2. Tidak merintih atau menurunkan
menangis. intensitas
3. Ekspresi wajah nyeri
rileks. (relaksasi/dis
4. Klien mampu traksi)
beristirahat dengan 2. Kolaborasi
30
baik. dengan tim
5. Skala nyeri : 1-3. dokter untuk
memberikan
analgesik
pada
penurunan
rasa nyeri
yang optimal.
3. Pantau
tekanan
darah setiap
4 jam.
6 Senin, 25 November Setelah dilakukan tindakan 1. monitor nutrisi
2019 08.00 WIB keperawatan selama 3 x 24 dan sumber energi
jam diharapkan nyeri dapat yangg ade kuat
berkurang. 2. monitor respon
Kriteria hasil : kardiavaskuler
terhadap aktivitas
1. Berpartisipasi (takikardi,distritmia,
dalam aktivitas pucat, perubahan
fisik tanpa disertai hemodinamik)
peningkatan 3. Bantu untuk
tekanan darah, mendapatkan alat
nadi, dan RR bantu aktivitas (kursi
2. Mampu melakukan roda)
aktivitas sehari- 4. Bantu pasien
hari secara mandiri untuk
3. Keseimbangan mengembangkan
aktivitas dan motivasi diri dan
istirahat penguatan diri.
31
E. Implementasi
Nama Pasien : An. F No Reg. : 10315627
Umur : 5 tahun Ruangan : Melati
No Paraf &
Tgl/Jam Tindakan Keperawatan Respon Hasil
Dx NamaJelas
32
6. Mengidentifikaasi diri
orang yang masuk ke
area pasien.
7. Tidak memindahkan
barang-barang di
dalam kamar pasien
tanpa
memberitahukan
pasien.
33
gerakan.
6. Menjauhi bahaya
lingkungan, berikan
pencahayaan yang
adekuat.
7. Tidak melakukan
perubahan yang tidak
diperlukan oleh
lingkungan fisik.
8. Menggunakan alas
kaki yang
sesuai, yang tidak
tinggi dan tali terikat
dengan aman.
9. Menaikkan
penghalang tempat
tidur.
34
4. Memberi penjelasan
pasien tentang
prosedur tindakan
operasi, harapan dan
akibatnya.
5. Memberikan
penjelasan dan
support pada setiap
melakukan prosedur
tindakan.
6. Melakukan
orientasi dan
perkenalan terhadap
ruangan, petugas, dan
peralatan yang akan
digunakan.
7. Mengolaborasi
tentang penggantian
lensa.
35
memakai pakaian
yang berwarna merah
terang, biru/hitam.
36
aktivitas (kursi roda. istirahat
F. Evaluasi
Nama Pasien : An. F No Reg. : 10315627
Umur : 5 tahun Ruangan : Melati
No.
Tgl Catatan Perkembangan Paraf
Dx
37
24 3 S : Pasien mengatakan kecemasannya berkurang
November O : Pasien terlihat rileks dan nyaman
2019 A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
38
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Defenisi
Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas yang mengenai retina pada satu atau kedua
mata. (yuliani, 2010)
Retinoblastoma adalah tumor endookuler pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. (Apriany, 2016)
b. Etiologi
a. Secara pasti belum diketahui
b. Faktor herediter, dihubungkan dengan penyimpangan kromosom (yuliani, 2010)
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu bilateral atau
unilateral dan diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan
selalu unilateral, sedangkan 90% kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan
unilateral sebanyak 10% kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral
sebanyak 10%.
B. Saran
Semoga makalah yang kami susun ini dengan judul Asuhan Keperawatan Retinoblastoma
dapat di mengerti oleh pembaca dan kami butuh ktitikan mengenai makalah kami atau
materi yang akan kami bahas di presentase.
39
DAFTAR PUSTAKA
Apriany, D. (2016). asuhan keperawatan anak dengan keganasan. Bandung: PT Refika Aditama.
Yuliani, s. &. (2010). Asuhan keperawatan pada anak. jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
40