Anda di halaman 1dari 23

PATOFISIOLOGI KEGANASAN PADA SISTEM SENSORI DAN

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) RETINOBLASTOMA

Disusun Oleh :

Nita Sara Saragih 1814201044


Wahyu Aldo Gunawan 1814201045
Wan Siti Khairun Nazmi 1814201046
Weny Andriany Sinaga 1814201047

Prodi S1 Keperawatan
STiKes Flora Medan
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-nya kepada kami sehingga makalah yang berjudul “
Makalah Patofiologi Keganasan pada system sensori dan Asuhan
keperawatan (ASKEP) Retinoblastoma” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini kelompok buat berdasarkan kebutuhan tindakan dari seorang
perawat dalam merawat kliennya. Kelompok berterima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah
ini selesai pada waktunya.

MEDAN, DESEMBER 2020

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumus Masalah...........................................................................................1
1.3Tujuan...........................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................2
TINJAU TEORI....................................................................................................2
2.1 Defenisi........................................................................................................2
2.2 Etiologi........................................................................................................2
2.3 Manifestasi Klinis........................................................................................2
2.4 Patofisiologi.................................................................................................3
2.5 Klasifikasi Stadium.....................................................................................3
2.6 Penatalaksanaan...........................................................................................4
BAB III..................................................................................................................6
TINJAUAN KASUS.............................................................................................6
3.1 Pengkajian...................................................................................................6
3.2 Analis Data..................................................................................................7
3.3 Diagnosa keperawatan.................................................................................8
3.4 Intervensi.....................................................................................................9
BAB IV................................................................................................................13
PENUTUP...........................................................................................................13
4.1 Kesimpulan................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retinoblastoma adalah salah satu penyakit kanker primer pada mata yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan kebutaan,
melainkan juga kematian. Di negara berkembang, upaya pencegahan dan deteksi dini belum
banyak dilakukan oleh para orang tua. Salah satu sebabnya adalah pengetahuan yang masih
minim mengenai penyakit kanker tersebut.
Dalam penelitian menyebutkan bahwa 5-10% anak usia prasekolah dan 10% anak usia
sekolah memiliki masalah penglihatan. Namun seringkali anak-anak sulit menceritakan
masalah penglihatan yang mereka alami. Karena itu, skrining mata pada anak sangat
diperlukan untuk mendeteksi masalah penglihatan sedini mungkin. Skrining dan pemeriksaan
mata anak sebaiknya dilakukan pada saat baru lahir, usia 6 bulan, usia 3-4 tahun, dan
dilanjutkan pemeriksaan rutin pada usia 5 tahun ke atas. Setidaknya anak diperiksakan ke
dokter mata setiap 2 tahun dan harus lebih sering apabila telah ditemukan masalah spesifik
atau terdapat faktor risiko.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan tentang
penyakit retina blastoma ke masyarakat luas yang mana di negara Indonesia masih kurang di
perhatikan. Dan kami sebagai perawat perlu memahami  dan mengetahui mengenai asuhan
keperawatan terhadap pasien dengan retino blastoma.

1.2 Rumusan Masalalah

1. Bagaimanakah konsep teori retino blastoma?


2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan retinoblastoma?

1.3 Tujuan 

Tujuan Umum:
            Mengetahui secara umum mengenai penyakit retini blastoma serta asuhan
keperawatan yang tepat terhadap penyakit retino blastoma tersebut.
Tujuan khusus :

1. Mengetahui Pengertian dari  penyakit retino blastoma.


2. Mengetahui etiologi dari penyakit retino blastoma.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit retina blastoma.
4. Mengetahui patofisiologi dari penyakit retino blastoma.
5. Mengetahui  penatalaksanaan terhadap pasien retino blastoma.
6. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien retino blastoma
7. Mengetahui Web Of Caution (WOC) dari penyakit Retinoblastoma
BAB 2
TINJAUAN  PUSTAKA
 
2.1  Definisi
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia klien
saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus bilateral.
Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang
lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk memeriksa
klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya
pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo, 2006 ).
 
2.2  Etiologi
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yag berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan
diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu unilateral, sedangkan
90 % kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral sebanyak 10%. Gen
retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur
pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor,
yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat
somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom
dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu saraf
penglihatan/nervus optikus).
 
2.3  Manifestasi klinis
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor
dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan
memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di vitreus (Vitreous seeding) yang
menyerupai endoftalmitis. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata ,
akan menyebabkan glaucoma atau tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau hifema.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui nervus
optikus ke otak, melalui sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke
sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat
menonjol kebadan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris
tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikular dan submandibula
dan, hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati.
Kanker retina ini pemicunya adalag faktor genetik atau pengaruh lingkungan dan
infeksi virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di
bagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena cahaya.
Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata
kelihatan juling. Tapi apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila terihat
tanda-tanda berupa mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan
pada kondisi gelap terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut bisa terindikasi
penyakit retinoblastoma.
 
2.4  Patofisiologi
             Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang
semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan vitreus
yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior
mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus
optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh kesumsum
tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat
menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris
tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan submandibula
serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera , terutati.

2.5  Klasifikasi Stadium

Menurut Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi


1. Golongan I
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd,dan terdapat pada atau dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian besar > 10 dd
b. Beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora serrata
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari setengah retina
b. Penyebaran ke vitreous

Tumor menjadi lebih besar, bola mata memebesar menyebabakan eksoftalmus kemudian
dapt pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya. Menurut
Grabowski dan Abrahamson, membagi penderajatan berdasarkan tempat utama dimana
retinoblastoma menyebar sebagai berikut :
1. Derajat I intraokular
a. tumor retina.
b. penyebaran ke lamina fibrosa.
c. penyebaran ke ueva.
2. Derajat II orbita
a. Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan    biopsi.
b. Nervous optikus.
2.6  Penatalaksanaan
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah pengobatan
local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk jenis ekstrokular,
regional, dan metastatic.
Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih terlindungi.
Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena
diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua
matanya terambil atau keluar karena penyakit intraocular yang sudah lanjut, baik pada
waktu masuk atau setelah gagal pengobatan local.
 

Jenis terapi

1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma.
Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha prosedur ini, untuk
meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua tahun
pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi karena hambatan pertumbuhan orbita.
Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan konservatif
mungkin bisa diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau terjadi
rubeosis iridis, dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak atau gagal untuk
mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enuklasi dapat ditunda atau ditangguhkan pada
saat diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular. Massa orbita harus dihindari.
Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma,
karena akan menaikkan relaps orbita.

2. External beam radiotherapy (EBRT)


Retinoblastroma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi merupakan terapi
efektif lokal untuk khasus ini. EBRT mengunakan eksalator linjar dengan dosis 40-45 Gy
dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi mudah harus
dibawah anestesi dan imobilisasi selama prosedur ini, dan harus ada kerjasama yang erat
antara dokter ahli mata dan dokter radioterapi untuk memubuat perencanan. Keberhasilan
EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi
setelah radiasi akan terlihat dengan fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari
radioterapi harus diperhatikan. Seperti enuklease, dapat terjadi komplikasi hambatan
pertumbuhantulang orbita, yang akhirnya akan meyebabkan ganguan kosmetik. Hal yang
lebih penting adalah terjadi malignasi skunder.

3. Radioterapi plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin sering
digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya digunakan untuk tumoryang
ukurannya kecil sa,pai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau fotokoagulasi, pada kasus
yang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir ini juga digunakan pada terapi awal, khusunya
setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa cara ini menimbulkan malignansi sekunder.

4. Kryo atau fotokoagulasi


Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat diambil.
Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai kontrol lokal
terapi.  Kryoterapi biasanya ditujukan unntuk tumorbagian depan dan dilakukan dengan
petanda kecil yang diletakkan di konjungtiva. Sementara fotokoagulasi secara umum
digunakan untuk tumor bagian belakang baik menggunakan laser argon atau xenon.
Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada tumor dekat makula atau diskus optikus, karena
bisa meninggalkan jaringan parut yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini
tidak akan atau sedikit menyebabkan komplikasi jangka panjang.

5. Modalitas yang lebih baru


Pada beberapa tahun terakhir,banyak kelompok yang menggunakan kemoterapi sebagai
terapi awal untuk kasus interaokular, dengan tujuan untuk mengurabgi ukuran tumor dan
membuat tumor bisa diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah dibuktikan tidak berguna untuk
kasus intraocular, tetapi dengan menggunakan obat yang lebih baru dan lebih bisa penetrasi
ke mata, obat ini muncul lagi. Pendekatan ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak
dilakukan EBICT atau enukleasi, khususnya kasus yang telah lanjut. Carboplatin baaik
sendiri atau dikombinasi dengan vincristine dan VP16 atau VM26 setelah digunakan.
Sekarang kemoreduksi dilakukan sebagai terspi awal kasus retinoblastoma bilateral dan
mengancam fungsi mata.

6. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian yang luas,
prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah kecil pasien
dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya secra luas sistem
stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam variasi. Sebagian besar penelitian
didasarkan pada gambaran factor risiko secara histopatologi.
Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk menentukan
risiko relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk pasien-pasien
retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko potensial seperti nervus optikus yang
pendek (< 5 mm), tumor undifferentiated, atau invasi ke nervus optikus prelaminar.
Kemoterapi ingtratekal dan radiasi intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak
dianjurkan.
Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal dianjurkan.
Obat yang digunakan adalah carboplatin, cis;platin, etoposid, teniposid, sikofosfamid,
ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah dikombinasi dengan idarubisin.
Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi keluar orbita dan limfonodi preauricular
dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan
hidup yang panjang dengan pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi.
Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan
pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang belebihan p 170 glikoprotein pada
retinoblastoma, yang dihubungkan dengan multidrug resistance terhadap kemoterapi.
 
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
RETINO BLASTOMA

Kasus Retino Blastoma Pada Anak


Anak T umur 3 tahun di diagnosa  retino blastoma pada mata  kanannya setahun yang
lalu. Lima  bulan yang lalu, mata kanan anak  T di lakukan  oprasi pengangkatan tumor . Saat
ini anak T masuk rumah sakit karena di mata kirinya terdapat bercak putih di mata tengahnya.
Matanya  menonjol terdapat  stabismus.  Anak  T mata kirinya visusnya 1/60 dan dari hasil
pemriksaan patologi anatomi d temukan metastase ke otak dan mata kiri. Dari keterangan
keluarga, ternyata nenek pasien pernah menderita kanker servix.

3.1 Pengkajian
Anamnesa:
1. Identitas pasien
                   a. Nama : T
                   b. Usia : 3 Tahun
                   c. Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Keluhan Utama :
Keluhan utama yang di rasakan pasien adanya penurunan fungsi penglihatan
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Satu tahun yang lalu pasien mengalami retino blastoma di mata sebelah kanan. Kemudian
dilakukan tindakan operasi pengangkatan mata. Saat ini di mata kiri pasien terdapat retino
blastoma. Terdapat bintik putih pada mata tepatnya pada retina, terjadi penonjolan,dan
terdapat stabismus.          
4. Riwayat penyakit keluarga
Dari keterangan keluarga di temukan data bahwa nenek dari pasien pernah menderita
kanker servix.
5. Riwayat penyakit masa lalu

 Pemeriksaan Fisik

 B1               : Breathing (Respiratory System)


Normal

 B2               : Blood (Cardiovascular system)


                          Normal

 B3                   : Brain (Nervous system)nyeri kepala, visus 1/60, strabismus, bola mata
menonjol
 B4               : Bladder (Genitourinary system)
                      Normal

 B5               : Bowel (Gastrointestinal System)


                     Normal
B6               : Bone (Bone-Muscle-Integument)
Gejala           : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas.

Biopsikososial spiritual

Gejala          : Perasaan tidak percaya diri ,berbeda dengan teman sebayanya.
Tanda          : murung, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung

3.2 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


1. Data Subjektif : Gangguan penerimaan Gangguan persepsi
sensori pada lapisan sensori penglihatan
 Pasien mengeluh buram fotoreseptor
saat melihat sesuatu. ↓
Data objektif : Ketajaman penglihatan
menurun
 Visus mata kiri 1/60

2. Data subjektif: Keterbatasan lapang Resiko cedera


pandang (trauma)
 Klien mengeluh ↓
pandanganya kabur Resiko tinggi cedera
Data objektif :

 Tajam penglihatan
menurun
3. Data subjektif : Retinoblastoma Nyeri  Kronis

 Mengeluh nyeri di bagian
mata kiri Metastase lewat aliran darah
 Keluhan nyeri saat ↓
menggerakan mata Ke otak
Data objektif :

 Ekspresi meringis
 Sering menangis
 Bola mata menonjuol
4. Data subjektif : Perubahan penampilan Gangguan citra diri
setelah operasi
 Klien mengeluh malu ↓
 Klien mengeluh takut Malu
Data objektif : ↓
Gangguan citra diri
 Rasa percaya diri
berkurang
 Menutup diri
5. Data objektif : Pembatasan aktivitas Risiko keterlambatan
↓ perkembangan
Fungsi motorik terganggu
 Kurang percaya diri ↓
 Suka menyendiri Kurang percaya diri

Risiko keterlambatan
perkembangan

 
 
3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan


sensori dari mata
2. Resiko tinggi cidera, berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang
3. Nyeri berhubungan dengan metastase ke otak, penekanan tumor ke arah otak.
4. d.      Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan pasca
operasi 
5. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan pembatasan aktivitas.
 
3.4 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Goal Statement (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


o Keperawat
an
1. Gangguan  Mempertahankan
persepsi lapang ketajaman
sensori penglihatan tanpa  Orientasikan pasien  Dengan
penglihata kehilangan lebih terhadap lingkungan, mengetahui
n lanjut. staf, orang lain di ekspresi
  Tentukan ketajaman areanya. perasaan
penglihatan, catat  Letakkan barang yang pasien dapat
apakah satu atau dibutuhkan/posisi bel mempermud
kedua mata terlibat. pemanggil dalam ah tindakan
jangkauan. keperawatan
 Dorong klien untuk selanjutnya
mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan/kemungkina
n kehilangan
penglihatan.
 Lakukan tindakan untuk
membantu pasien untuk
menangani keterbatasan
penglihatan, contoh, atur
perabot/mainan, perbaiki
sinar suram dan masalah
penglihatan malam
o  Ketajaman
penglihatan
dapat digunakan
untuk
mengetahui
gangguan
penglihatan yang
terjadi
o Orientasi akan
mempercepat
penyesuaian diri
pasien di
lingkungan baru
o Mempermudah
pengambilan
barang jika
dibutuhkan
2. Nyeri akut  Rasa nyeri yang ri
rasakan pasien
berkurang / hilang  Berikan tindakan
o  Tentukan kenyamanan dasar  Persetujuan
riwayat nyeri, (misalnya: reposisi) dan klien dan
misalnya aktifitas hiburan keluarga
lokasi nyeri, (misalnya: mudik, akan
frekuensi, telefisi). mempermud
durasi, dan  Bicarakan dengan ah
intensitas individu dan keluarga pelaksanaan
(skala 0 – 10) penggunaan terapi terapi
dan tindakan distraksi, serta metode
penghilangan pereda nyeri lainnya. Untuk selanjutnya
yang  Ajarkan tindakan pereda klien dapat
digunakan nyeri melakukan tindakan
 Beri individu pereda pereda nyeri secara
rasa sakit yang optimal mandiri
dengan analgesik
 Dengan mengetahui
skala nyeri penderita 
maka dapat ditentukan
tindakan yang sesuai
untuk menghilangkan
rasa nyeri tersebut
 Tindakan kenyamanan
dasar dapat menurunkan
rasa nyeri
3 Cemas  Kecemasan dapat
berhubung segera teratasi.
an dengan  Kaji tingkat ansietas,
penyakit derajat pengalaman
yang nyeri/timbulnya
diderita gejala tiba – tiba dan
klien. pengetahuan kondisi
saat ini.
 Berikan informasi
yang akurat dan jujur.
Diskusikan dengan
keluarga bahwa
pengawasan dan
pengobatan dapat
mencegah kehilangan
penglihatan
tambahan.
 Dorong pasien untuk
mengakui masalah
dan mengekspresikan
perasaan.
 Identifikasi
sumber/orang yang
menolong.
 Untuk mempermudah
rencana tindakan
keperawatan yang
akan diberikan
selanjutnya
 Kolaborasi dengan
keluarga pasien akan
mempercepat proses
penyembuhan.
4 Resiko  Resiko cedera
cidera berkurang.
trauma.  Orientasikan pasien
klien terhadap  Dukungan
lingkungan, staf, dan keluarga
orang lain yang ada penting
di areanya. dalam proses
 Anjurkan keluarga penyembuha
memberikan mainan n pasien
yang aman (tidak
pecah), dan
pertahankan pagar
tempat tidur.
 Arahkan semua alat
mainan yang  Mempermud
dibutuhkan klien ah
pada tempat sentral pengambilan
pandangan klien dan mainan
mudah untuk
dijangkau.
 Orientasi akan
mempercepat
penyesuaian diri
pasien di lingkungan
baru
5 Risiko  Proses
keterlamba perkembangan klien
tan berjalan dengan
perkemban normal.
gan  Berikan  kesempatan
anak mengambil
keputusan dan  Orang tua
melibatkan orang tua berperan
dalam perencanaan penting
kegiatan. dalam
o Melibatkan tumbuh
orang tua kembang
berperan aktif anak
dalam  Cara paling
perawatan mudah dan
anak efektif unuk
o Lakukan anak-anak
pendekatan
melalui
metode
permainan.
o Buat jadwal
untuk
prosedur
terapi dan
latihan.
o Upaya
meningkatkan
pola pikir
klien
BAB 4
PENUTUP
 
Kesimpulan

Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel
batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan
pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina
embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral
bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
            Pasien dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara intensif dan perlunya
pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit tersebut tidak mengalami komplikasi. Dan
kita sebagai perawat harus mampu memberikan edukasi tentang gejala dini retinoblastoma
agar dapat segera diobati.
 
Daftar Pustaka
 
(Anonim Oktober 2010,09:00)
(Anonim) retinoblastoma.com/retinoblastoma/frameset1.htm
(07 Oktobebr 2010,10:00)
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Voughan, Dale. 2000. Oftalmologi umum. Jakarta :widya medika.
Permono, Bambang, dkk. 2006. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Jakarta:Badan Penerbit
IDAI.
WOC ASKEP RETINOBLASTOMA

Eksogen Endogen

Kesalahan replikasi Lingkungan berpolusi,


gerakan atau perbaikan bahan kimia, sinar UV,
sel radiasi

Mutasi pada sel retina

Retino blastoma

Endofitik Eksofiatik

Tumor tumbuh ke Tumbuh keluar lapisan


dalam vitrenous retina / sub retina
Leukocaria Tumor mencapai Peningkatan massa Pembatasan aktivitas
area macular

Penurunan visus mata Peningkatan TIO


Strabismus Proses sosialisasi
terganggu

Gangguan penglihatan Ketidakmampuan Mata menonjol


untuk fiksasi Resiko
perkembangan
Nyeri Akut terganggu
Perubahan persepsi
sensori penglihatan Mata mengalami
deviasi

Penurunan lapang
pandang

Gangguan persepsi
sensori penglihatan

Resiko tinggi cidera


Metastase

Melalui aliran darah

Mata kiri Otak

Mata
Strabismus Leucocaria Gangguan pada Nyeri kepala
menonjol Gangguan pada
cerebelum N. Optikus

Gangguan Gangguan persepsi


ingatan sensori penglihatan
Kemoterapi Operasi

Mual /muntah Alopesia Degradasi Kulit Pre Operasi Post Operasi


sumsum tulang hiperpigmentasi

Kurangnya Kurang Perubahan


Nutrisi Gangguan
Degradasi kulit pengetahuan pengetahuan fisik mata
berkurang konsep diri Produksi
menurun mengenai perawatan
eritrosit
prosedur/ post operasi
terganggu
tindakan
operasi Perubahan
Resiko body image
Kekurangan
eritrosit (anemia) infeksi

Anda mungkin juga menyukai