Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KEPERAWATAN ONKOLOGI

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERSYARAFAN DENGAN


PASIEN MENINGIOMA INTRAKRANIAL”

Dosen :
Lailatun Ni’mah, S.Kep.,Ns., M.Kep.

Kelompok 9 / AJ1 / B21


Agus Da Silva 131811123059
Heny Kurniawati 131811123012
Umi Fatun Amalia 131811123049

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah Small
Group Discussion (SGD) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Sistem
Persyarafan Dengan Pasien Meningioma Intrakranial” sebagai tugas mata ajar
Keperawatn Onkologi dengan baik.

Kami menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:


1. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku Dekan yang senantiasa
memacu, dan memotivasi mahasiswa untuk selalu bersemangat dalam
belajar.
2. Lailatun Ni’mah, S.Kep.,Ns., M.Kep., selaku fasilitator yang memberikan
bimbingan serta arahan dalam penyelesaian makalah ini dan
3. Teman-teman yang telah bekerjasama dalam penyelesaian tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran yang
dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih
baik lagi. Penyusun juga berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
secara pribadi dan bagi yang membutuhkannya.

Surabaya, 10 September 2019

(Penyusun)

ii
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................3
1.3 Tujuan ............................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi.......................................................................4
2.2 Definisi .............................................................................................6
2.3 Klasifikasi..........................................................................................6
2.4 Etiologi..............................................................................................8
2.5 Manisfestasi Klinis..........................................................................10
2.6 Patofisiologi.....................................................................................11
2.7 WOC................................................................................................13
2.8 Komplikasi.......................................................................................14
2.9 Pemeriksaan Penunjang...................................................................14
2.10 Penatalaksanaan.............................................................................16
2.11 Konsep Askep................................................................................18
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
3.1 Pengkajian .......................................................................................34
3.2 Analisis Data....................................................................................44
3.3 Masalah Keperawatan......................................................................45
3.4 Intervansi Keperawatan...................................................................46
3.5 Implementasi dan Evaluasi..............................................................48
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................50
4.2 Saran................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................51

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor intracranial termasuk juga lesi desak ruang (lesi organ


yang karena proses pertumbuhannya dapat mendesak organ yang ada
disekitarnya,sehingga organ tersebut dapat mengalami gangguan) jinak
maupun ganas, yang tumbuh diotak meningen dan tengkorak (Ariyani,
2012). Meningioma adalah tumor pada meningen, yang merupakan
selaput pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis.
Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak
maupun medula spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak
di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign).
Meningioma malignant jarang terjadi. Meningioma merupakan tumor
jaringan meninges, tumor otak primer yang paling sering terdiagnosis.
Prevalensi meningiomia secara umum berkisar 0,7%, dengan insidensi
2−7 per 100.000 penduduk (Barnholtz−Sloan and Kruchko, 2007).
Namun di antara tumor intrakarnial, meningioma merupakan tumor
dengan prevalensi paling tinggi. Penelitian sebelumnya menyebutkan
bahwa 20% dari seluruh tumor intrakranial dan 33,8% dari seluruh
tumor sistem saraf pusat adalah meningioma (Bendszus et al., 2000).
Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria
terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan
kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu
keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis kurang meyakinkan. Pada
umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari
glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang
sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan dura mater yang menutupi radiks.
Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah
parasagital yang terletak di Krista Sphenoidal, Parasellar, dan Baso-
Frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Bila meningioma terletak

1
infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di
dekat sudut serebelopontis. Meningioma spinalis mempunyai
kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8.
Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang
tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis.
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan
dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai
dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40% meningioma
berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma
lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala
ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apatis,
disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan
ketidakmampuan mengatur mood.
Meningioma merupakan tumor jinak namun dapat menyebabkan
kematian jika terletak di intrakranial (Benson et al., 2010). Akibat dari
meningioma dapat menjadi sangat spesifik tergantung dari lokasinya.
Apabila meningioma orbita terjadi, paling sering mengakibatkan
kebutaan karena menekan langsung nervus optikus, jaringan
intraorbita, jaringan yang berada dalam fisura orbita superior, sinus
kavernosus, dan jaringan yang berada dalam lobus frontalis maupun
temporalis (Benson et al., 2008). Kebutaan yang disebabkan oleh
meningioma bersifat ringan sampai sedang, namun di beberapa negara
maju hal ini berakibat penderita tidak bisa mendapatkan lisensi
mengemudi sehingga aktivitas menjadi terhambat (Bor−Shavit et al.,
2015). Kehilangan lapang pandang yang berat serta kebutaan
dilaporkan paling banyak ditemukan pada meningioma yang terletak di
tuberkulum sella dan yang menekan kiasma (Santarius et al., 2014).
Penatalaksanaan meningioma intrakranial yang perlu
diperhatikan adalah usia, general health, klasifikasi serta lokasi.
Metode yang dapat digunakan antara lain: CT scan dan MRI,
pemeriksaan cairan serebrospinal. Seorang perawat berperan untuk
membuat asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien dengan

2
meningioma intrakranial serta mengimplementasikannya secara
langsung mulai dari pengkajian hingga evaluasi yang harus diberikan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Meningoma Intrakranial ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada kasus Meningoma


Intrakranial.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui anatomi Meningoma Intrakranial
2. Mengetahui definisi Meningoma Intrakranial
3. Mengetahui etiologi Meningoma Intrakranial
4. Mengetahui manifestasi Meningoma Intrakranial
5. Mengetahui patofisiologi Meningoma Intrakranial
6. Mengetahui penatalaksanaan Meningoma Intrakranial
7. Mengetahui komplikasi Meningoma Intrakranial
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan teori
9. Mengetahui asuhan keperawatan kasus Meningoma Intrakranial

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak


Meningens membentang di bawah lapisan dalam dari tengkorak dan
merupakan membrane pelindung dari otak. Terdiri dari duramater,
arachmoideamater dan piamater yang letaknya berurutan dari superfisial ke
profunda. Perikranium yang masih merupakan bagian dari lapisan dalam
tengkorak dan duramater bersama-sama disebut juga pachymeningens.
Sementara piamater dan arachnoideamater disebut juga leptomeningens.

Gambar. 1 Potongan melintang tengkorak dan meningens

Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih,


terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Duramater dipersarafi
oleh nervus trigeminus dan nervus vagus. Nervus trigeminus mempersarafi
fosa posterior. Nyeri dapat dirasakan jika ada rangsangan langsung terhadap
duramater, sementara jaringan otak sendiri tidak sensitive terhadap rangsang
nyeri. Beberapa nervus kranial dan pembuluh darah yang mensuplai ke otak
berjalan melintasi duramater dan berada di atasnya sehingga disebut juga
segmen extradural intracranial. Sehingga beberapa nervus dan pembuluh
darah tersebut dapat dijangkau saat operasi tanpa harus membuka duramater.

Di bawah lapisan duramater, terdapat arachnoideamater. Ruangan yang


berbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subdural, berisi

4
pembuluh darah kapiler, vena penghubung dan cairan limfe. Jika terjadi
cedera dapat terjadi perdarahan subdural. Arachnoideamater yang
membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus
facies superior cerebri tipis dan transparent. Arachnoideamater membentuk
tonjolan-tonjolan kecil yang disebut granulation arachoidea, masuk kedalam
sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior. Lapisan disebelah
profunda, meluas kedalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri.
Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut
reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral.

Di bawah lapisan arachnoideamater terdapat piamater. Ruangan yang


terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subarachnoid, berisi
cairan serebrospinal dan bentangan serat trabecular (trabekula
arachnoideae). Piamater menempel erat pada permukaan otak dan mengikuti
bentuk setiap sulkus dan girus otak. Pembuluh darah otak memasuki otak
dengan menembus lapisan piamater. Kecuali pembuluh kapiler, semua
pembuluh darah yang memasuki otak dilapisi oleh selubung pial dan
selanjutnya membrane glial yang memisahkan mereka dari neuropil.
Ruangan perivaskuler yang dilapisi oleh membran ini berisi cairan
serebrospinal.

Gambar. 2 Patologi Anatomi pada system saraf

5
2.2 Definisi
Meningioma secara umum adalah tumor padat yang berasal dari
mesodermal yang muncul sebagai lesi intrakranial atau intraspinal. Pada
kedua subtipe, ada dominasi wanita yang lebih ditekankan pada meningioma
intraspinal. Rasio perempuan dan laki-laki di Indonesia yang mebgalami
meningioma intrakranial adalah 2: 1, tetapi rasio ini meningkat menjadi 4: 1
di meningioma intraspinal. Meningioma jarang terjadi selama masa kanak-
kanak dan remaja tetapi lebih sering terjadi pada orang-orang yang berusia
pertengahan dan lanjut usia (Uduma and Emejulu, 2013).
Meningioma adalah tumor yang tumbuh lambat, yang umumnya
dianggap jinak. Meningioma menyumbang 15-20% dari semua tumor
intrakranial, dan dua kali lebih mungkin terjadi pada wanita (Wang, Su and
Zhang, 2015). Lesi Meningioma umumnya memiliki batas yang jelas, tapi
dapat saja memberikan gambaran lesi yang difus, sebagai contoh adalah
meningioma yang tumbuh di sphenoid ridge dan disebut meningioma en
plaque. Meningioma dapat tumbuh intrakranial maupun pada kanalis
spinalis (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2010). Tumor
intracranial termasuk juga lesi desak ruang (lesi organ yang karena proses
pertumbuhannya dapat mendesak organ yang ada disekitarnya,sehingga
organ tersebut dapat mengalami gangguan) jinak maupun ganas,yang
tumbuh diotak meningen dan tengkorak (Ariyani,2012).

2.3 Klasifikasi
Sistem tersering yang digunakan menurut klasifikasi WHO :
1. Grade I (umumnya jinak ) : meningotelia, psamomatosa, sekretorik,
fibroblastik, angiomatosa, limfoplasmosit, transisional, mikrokistik, dan
metaplastik.
2. Grade II (memiliki angka rekurensi yang tinggi, terutama bila tindakan
reseksi tidak berhasil mengangkat tumor secara total) : clear-cell,
chordoid, atipikal. Tipe chordoid biasanya disertai dengan penyakit
Castleman ( kelainan proliferasi limfoid).

6
3. Grade III (anaplastik) : papiler (jarang dan tersering pada anak-anak),
rhabdoid dan anaplastik. Grade III ini merupakan meningioma malignan
dengan:
a. Angka invasi lokal yang tinggi
b. Rekurensi tinggi.
c. Metastasis (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2010).

Berdasarkan lokasi meningioma intrakranial dibagi menjadi (Wahyuhadi, et


al, 2016) :

1. Meningioma Konveksitas: Meningioma pada semua daerah di


konveksitas, paling sering pada daerah sutura coronaria dan dekat
parasagital
2. Meningioma Spheno-Orbita: Meningioma yang tumbuh dari dura di
sphenoid wing dan bisa meluas ke sinus cavernosus, Fissura Orbitalis
Superior, atap orbita, dan konveksitas.
3. Meningioma Supra Sella dan Anterior Skull Base:

a. Meningioma Olfactory Groove: Meningioma yang tumbuh dari


daerah sutura frontosphenoid sampai dengan crista gali dan lamina
cribriformis

b. Meningioma Tuberculum Sellae: Meningioma yang tumbuh dari


daerah

limbussphenoidale, sulcus chiasmatikus dan diaphragma

4. Meningioma Parasagital: Meningioma yang tumbuh di sudut


parasagital tanpa adanya jaringan otak yang membatasi tumor dan Sinus
Sagitalis Superior
5. Meningioma Falx: Meningioma yang tumbuh dari falx cerebri,
terlingkupi penuh dengan jaringan otak
6. Meningioma Clinoid: Meningioma yang tumbuh dari area processus
anterior clinoid
7. Meningioma Cavernous: Meningioma yang tumbuh dari sinus
cavernosus

7
dan bisa meluas ke meckel’s cave, anterior,medial dan infra temporal
fossa

8. Meningioma Cerebello-Pontine Angle: Meningioma yang tumbuh dari


permukaan posterior tulang temporal, di sebelah lateral dari nervus
trigeminus
9. Meningioma Foramen Magnum: Meningioma yang tumbuh terbatas di
foramen magnum, atau sekunder dari perkembangan meningioma di
regio lain
10. Meningioma Petroclival: Meningioma yang tumbuh dari permukaan
posterior tulang temporal, di sebelah medial dari nervus trigeminus
11. Meningioma Tentorial: Meningioma yang tumbuh dari tentorium dan
bagian posterior dari falx cerebri
12. Meningioma Spinal: Meningioma yang berlokasi dibawah vertebra C2

13. Meningioma Ventrikel Lateral: Meningioma yang tumbuh dari


choroid plexus
14. Meningioma Ventrikel 3: Meningioma yang tumbuh dari arachnoid
cap cells di atap dari ventrikel 3
15. Meningioma Ventrikel 4: Meningioma yang tumbuh dari choroid
plexus dan tela choroidea, paling banyak di daerah midline dalam
ventrikel

16. Meningioma Optic Nerve Sheath: Meningioma yang berlokasi di orbita


atau kanalis optikus atau ekstensi dari intrakranial meningioma

2.4 Etiologi

Wahyuhadi, et al (2016), para ahli tidak memastikan apa


penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan
sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang
meyebabkan timbulnya meningioma. Selain itu faktor risiko yang
meningkatkan kejadian meningioma adalah :

8
1. Trauma
Penelitian oleh Philips (2002), risiko kejadian meningioma meningkat
pada pasien dengan risiko kejadian meningioma. Pada beberapa kasus
ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat
timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya
kanker tersebut adalah trauma.
2. Radiasi
Ionisasi Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat paparan
radiasi disebabkan oleh perubahan produksi base-pair dan kerusakan
DNA yang belum diperbaiki sebelum replikasi DNA. Penelitian pada
orang yang selamat dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki
menemukan bahwa terjadi peningkatan insiden meningioma yang
signifikan (Calvocoressi & Claus, 2010).
3. Genetik
Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang
timbul pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan
penderita tumor otak jenis apapun. Sindroma genetik turunan yang
memicu perkembangan meningioma hanya beberapa dan jarang.
Meningioma sering dijumpai pada penderita dengan
Neurofibromatosis type 2 (NF2), yaitu kelainan gen autosomal
dominan yang jarang dan disebabkan oleh mutasi germline pada
kromosom 22q12 (Smith, 2011).
4. Hormon
Angka kejadian meningioma meningkat pada wanita karena adanya
pengaruh hormon, atau penggunaan kontrasepsi. Penelitian-penelitian
pada paparan hormon endogen memperlihatkan bahwa resiko
meningioma berhubungan dengan status menopause, paritas, dan usia
pertama saat menstruasi meningkat (Wiemels, 2010). Pada sekitar 2/3
kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone.Tidak hanya
progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini
termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet
derived growth factor.

9
2.5 Manifestasi Klinis
1. Tanda dan Gejala Umum (Wahyuhadi, et al, 2016)

a. Asimtomatis (terutama meningioma di daerah midline, silent area,


tumbuh lambat dan tumor dengan ukuran kecil, diameter <3 cm).

b. Gejala atau tanda akibat peningkatan tekanan intrakranial: nyeri


kepala, mual muntah, kejang, penurunan visus sampai kebutaan.
Keluhan bersifat intermiten dan progresif.
c. Gejala dan tanda akibat kompresi atau destruksi struktur otak,
berupa defisit neurologis: kelemahan ekstremitas, kelumpuhan
saraf kranial, penurunan penglihatan, gangguan afektif dan
perubahan perilaku serta penurunan kesadaran (bradipsike,
depresi, letargi, apatis, confusion, koma) dan kejang.
Gejala menyerupai “TIA” atau stroke

d. False localizing sign: penekanan saraf kranialis, saraf kranialis ke 6.

2. Tanda dan Gejala Khusus

Akibat kompresi atau destruksi parenkim otak berdasar lokasi tumor


(Wahyuhadi, et al, 2016) :

Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Khusus Meningioma Intrakranial


(Wahyuhadi, et al, 2016)
Lokasi Gejala khusus
Konveksitas
Frontal Gangguan afektif.
Parietal Kejang, gangguan motorik, dan sensoris,
hemiparesis dan hemiestesia.
Temporal Gangguan bicara, gangguan memori.
Parasagital Gangguan motorik dan sensoris.
Olfaktorius Gangguan penciuman, gangguan afektif,
gangguan penglihatan.
Tubercullum sellae Gangguan lapang pandang, tajam
penglihatan, dan gangguan hormonal
Prosesus clinoideus Gangguan lapang pandang, tajam
penglihatan, dan gangguan hormonal.
Sinus cavernous Diplopia, ofthalmoplegia, penurunan visus,

10
facial pain, rasa tebal pada wajah, occular
venous congestion.
Optic sheath meningioma Gangguan penglihatan
Meningioma orbita Exophthalmos
Sphenoid wing Gangguan penglihatan, diplopia, psikomotor
medial meningioma seizure.
Sphenoid wing Gangguan bicara, gangguan lapang pandang.
lateral meningioma
Tentorial Peningkatan TIK, kejang, gangguan lapang
pandang.
Cerebelar Ataksia, vertigo, hidrosefalus.
Foramen magnum Gejala penekanan pada batang otak sisi
dorsal, lateral atau ventral. Gangguan saraf
kranial multipel dan penurunan kesadaran
Cerebellopontine Gangguan fungsi saraf kranial unilateral
angle meningioma terutama saraf
no 7,8,9
Petroclival atau clivus Gangguan saraf kranial unilateral atau
bilateral, penekanan batang otak sisi ventral
Intraventrikel Peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial)

2.6 Patofisiologi
Muttaqin (2008), Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis yang
progresif yang disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor
dan kenaikan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila
terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah
akibat tekanan yang ditimbulakn tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis
jaringan otak yang mengakibatkan terjadi kehilangan fungsi secara akut dan
dapat diperparah dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang
sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat kompresi, invasi dan
perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor
seperti bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan
otak yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang

11
menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar di otak menimbulkan peningkatan volume
intrakranial dan meningkatkan TIK (Batticca, 2008).
Peningkatakan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan
intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah
intrakranial, volume CSS, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel
parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan menimbulkan
herniasi unkus serebellum. Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus
melalui insisura tentorial karena adanya lobus temporalis bergeser ke inferior
melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf
otak ke 3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum bergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior.Kompresi medulla
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis yang
terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah bradikardi progresif,
hipertensi sistemik dan gangguan pernafasan (Batticca, 2008).

2.7 WOC (sunddart & Brunert)

Idiopatik

Tumor Otak
Penekanan jaringan otak
Bertambahnya masa
Invasi jaringan otak Nekrosis jar.otak
Penyerapan cairan otak
Kerusakan jar. Neuron
Gangguan 12 Hipoksia
(Nyeri) Obstruksi vena di otak
supai darah jaringan

kejang Gangguann
eurologisfo Gangguan Gangguan Odema
jaringan
Peningkatan Hidrosevalus
Defisit Gangguan TIK
neurologis fungsi otak
Aspirasi
sekresi
Obstruksi Disorientasi
jalan
nafas
Dyspnea Resti.Cidera Perubahan
Henti Proses piikir
nafas
Bicara Hernialis
Bradikardi progesif, tergang ulkus
hipertensi sistemik gu
gang. pernafasan Gang. Komunikasi Manisefal
verbal on
Gg.
Tekanan
Bersihan jalan Ancaman Kesadaran
nafas tidak kematian Mual, muntah,
efektif papileodema,
pandangan kabur,
Cemas penurnan fungsi
pendengaran, nyeri
kepala
Gang. Rasa
nyaman nyeri

2.8 Komplikasi
Komplikasi tumor otak menurut Ariani (2012) :
1. Edema serebral
2. Hidrosefalus
3. Herniasi otak
4. Epilepsi
5. Metastase ketempat lain.

13
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang menurut Batticaca (2008) :
1. CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging).
CT scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasien yang diduga menderita tumor intrakranial. Sensitifitas CT Scan
untuk mendeteksi tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan
terletak pada basis kranii. Gambaran CT Scan pada tumor intrakranial
umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong
struktur otak disekitarnya. Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel.
Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena
densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi
mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang
hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada
waktu pemeriksaan CT scan disertai dengan pemberian zat kontras. Efek
terhadap tulang berdekatan misalnya hiperostosis akibat meningioma.
Lesi yang multiple kemungkinan adanya metastasis.
MRI lebih unggul dibanding CT scan dengan kontras karena MRI
lebih baik dalam memperlihatkan jaringan lunak. MRI juga lebih sensitif
dalam mendeteksi tumor kecil, memberikan visualisasi yang lebih detil,
terutama untuk daerah dasar otak, batang otak, dan daerah fossa
posterior.

CT Scan meningioma

2. Biopsi stereotatik

14
Biopsi stereotaktik dapat dikerjakan pada lesi yang letak dalam.
Pada operasi biopsi stereotaktik dilakukan penentuan lokasi target
dengan komputer dan secara tiga dimensi (3D scanning).
3. Angiografi serebral
Angiografi bisa menampilkan blush tumor atau pergeseran
pembuluh yang diperlukan untuk melengkapi hasil CT scan. Pada
beberapa kasus diperlukan untuk informasi prabedah seperti mengetahui
pembuluh darah yang terkena atau konstriksi pembuluh darah utama
oleh tumor.
4. EEG (elektroensefalogram)
Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
5. Cairan serebrospinal
Pemeriksaan sitologi pada cairan serebrospinal sangat membantu
menegakkan diagnosis bila berhasil mendapatkan sel tumor secara
definitif. Hal ini terutama bila lokasi tumor pada jaringan otak tidak
mudah dicapai, misalnya pada tumor di daerah pineal. Pemeriksaan
cairan serebrospinal juga dapat dilakukan untuk melihat adanya tumor
marker. Meskipun tidak spesifik, beberapa tumor marker dapat
mengarahkan pada adanya tumor metastasis. Punksi lumbal dilakukan
harus benar-benar diyakini terlebih dahulu bahwa tidak ada peningkatan
tekanan intrakranial. Bila didapatkan adanya tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial, maka punksi lumbal tidak boleh dilakukan karena
akan memberikan resiko besar terjadinya herniasi otak.
Pemeriksaan cairan serebrospinal tidak rutin dilakukan, terutama
pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis
histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai
cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi
seperti abses serebri.
2.10 Penatalaksanaan
Modalitas terapi meningioma meliputi: medikamentosa,
pembedahan, dan radioterapi. Pemilihan modalitas terapi ditentukan oleh
jenis histopatologis tumor. Jenis histopatologis tumor dapat diperkirakan

15
dari gambaran imaging dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi
(Wahyuhadi, et al, 2016).

1. Medikamentosa

a. Pemberian kortikosteroid (Dexamethason)

Steroid memberikan efek anti edema, lebih bermakna pada tumor


otak metastase dibandingkan dengan tumor otak primer seperti
meningioma.
1) Dosis dexamethason :

a) Pasien yang belum mendapat steroid sebelumnya

Dewasa : 10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan


6 mg peroral atau intravena tiap 6 jam. Pada kasus
dengan edema vasogenik yang berat maka dosis dapat
ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4 jam.
Anak : 0,5 - 1 mg/kg loading intravena, dilanjutkan
dosis rumatan 0,25 – 0,5 mg/kg/hari (peroral/intravena)
dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Hindari pemberian
jangka panjang karena efek menghambat pertumbuhan.
b) Pasien dengan terapi kortikosteroid sebelumnya :

Pada kondisi penurunan kesadaran akut, maka perlu


dicoba diberikan dosis dua kali lipat dari dosis yang
biasa diberikan.

b. Pemberian profilasis anti kejang

1) Pasien dengan riwayat kejang yang berhubungan dengan


tumor otak, direkomendasikan pemberian obat anti kejang.
2) Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan tidak ada
riwayat pembedahan, tidak direkomendasikan pemberian
profilaksis anti kejang.
3) Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan dilakukan
pembedahan, direkomendasikan pemberian profilaksis anti
kejang.

16
c. Pemberian anti ulcer berupa H2 Blocker maupun PPI dan
simtomatik anti nyeri kepala bila diperlukan
2. Pembedahan
Indikasi pembedahan adalah :

a. Massa tumor yang menimbulkan gejala dan atau tanda


penekanan maupun destruksi parenkim otak dan asesibel untuk
dilakukan pembedahan.
b. Pada pemeriksaan imeging serial didapatkan tanda pertumbuhan
tumor dan atau didapatkan gejala akibat lesi tumor yang tidak
dapat terkontrol dengan medikamentosa.
3. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam
penatalaksanaan proses keganasan. Radioterapi memiliki banyak
peranan pada berbagai jenis tumor otak. Radioterapi diberikan pada
pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai adjuvant pasca operasi, atau
pada kasus rekuren yang sebelumnya telah dilakukan tindakan
operasi.Pada dasarnya teknik radioterapi yang dipakai adalah 3D
conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga digunakan untuk
pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery/ radiotherapy
(Kemenkes RI, 2015).
4. Terapi lain sifatnya suportif guna meningkatkan ketahanan dan
meningkatkan kualitas hidup.
5. Kemoterapi
Kemoterapi pada kasus tumor otak saat ini sudah banyak digunakan
karena diketahui dapat memperpanjang survival rate dari pasien
terutama pada kasus oligodendroglioma. Kemoterapi menggunakan obat
untuk membunuh sel kanker. Obat-obatan umum termasuk
Temozolmide atau Carmustine, BCNU. RU-468 dan alfa interferon,
Obat kemoterapi dapat diambil secara oral atau disuntikkan ke pembuluh
darah sehingga mereka memasuki aliran darah dan melakukan perjalanan
ke seluruh tubuh untuk menghancurkan sel kanker. Namun, mereka juga
bisa merusak sel sehat dan bisa menyebabkan efek samping seperti

17
muntah, pusing, rambut rontok, kelelahan dan infeksi.
Kemoterapi pada tumor otak tidak bersifat kuratif, tujuan utama dari
kemoterapi adalah untuk menghambat pertumbuhan tumor dan
meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien selama mungkin
(Kemenkes RI, 2015).
6. Edukasi
Edukasi untuk pasien dan keluarganya: Selain gejala nonfokal (seperti
gejala dan tanda tumor supra dan infratentorial), terdapat kemungkinan
terjadi defisit neurologis fokal yang berhubungan dengan lokasi
meningioma dan akibat prosedur pembedahan.
2.11 Konsep Askep
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis pada pasien dengan meningioma intrakranial dapat
dilakukan sebagai berikut :
1) Data demografi
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan,
alamat, penanggung jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan pasien untuk
meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan
peningkatan TIK dan adanya gangguan fokal sepeti nyeri kepala
hebat, muntah-muntah, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual, muntah, kejang
dan penurunan tingkat keasadaran dengan pendekatan
PQRST.Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam
intrakranial.Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi.Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak

18
responsif dan koma.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya.Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
saat ini dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan
untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
apakah ada yang memiliki riwayat tumor otak atau tidak.
6) Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Dikaji apakah pasien mengerti tentang penyakitnya dan
bagaimana pengambilan keputusan saat sakit
b) Pola nutrisi metabolic
Nafsu makan hilang, adanya mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan,
kesulitan menelan gangguan pada refleks palatum dan
faringeal
c) Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih dan buang air besar
d) Pola aktifitas dan latihan
Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan
tingkat kesadaran, resiko trauma karena epilepsi, hemiparesis,
ataksia, gangguan penglihatan dan merasa mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Susah untuk beristirahat atau mudah tertidur
f) Pola persepsi kognitif dan sensori
Pusing, sakit kepala, kelemahan, tinitus, afasia motorik,
gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan,
penurunan memori, pemecahan masalah, kehilangan
kemampuan masuknya rangsang visual, menurunan
kesadaran sampai dengan koma, tidak mampu merekam

19
gambar, tidak mampu membedakan kanan/kiri
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya dan putus asa, emosi labil dan
kesulitan untuk mengekspresikan
h) Pola peran dan hubungan dengan sesame
Masalah bicara dan ketidakmampuan dalam berkomunikasi
(kehilangan komunikasi verbal/ bicara pelo).
i) Reproduksi dan seksualitas
Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
atau pengaruh/ hubungan penyakit terhadap seksualitas
j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Adanya perasaan cemas, takut, tidak sabar ataupun marah,
perasaan tidak berdaya, putus asa, respon emosional pasien
terhadap status saat ini, mudah tersinggung, mekanisme
koping yang biasa digunakan dan orang yang membantu
dalam pemecahan masalah
k) Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu atau
tidak.
7) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Keadaan umum pasien diamati mulai saat pertama kali
bertemu dengan pasien dilanjutkan mengukur TTV,
kesadaran pasien diamati sadar sepenuhnya (komposmentis,
apatis, somnolen, delirium semi koma, koma, keadaan sakit
diamati apakah berat, sedang, ringan atau tampak tidak sakit.
b) Pengkajian saraf kranial
 Saraf I
Pada pasien tumor meningeal yang tidak mengalami
kompresi saraf ini tidak memiliki kelainan pada fungsi
penciuman.
 Saraf II

20
Gangguan lapang pandang disebabakan lesi pada bagian
tertentu dari lintasan visual. Pada pemeriksaan
funduskopi dapat ditemukan adanya papiledema. Tanda
yang menyertai papailedema dapat terjadi gangguan
penglihatan termasuk pembesaran bintik buta dan
amaurosis fugaks (saat ketika penglihatan berkurang).
 Saraf III, IV, dan VI
Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf VI
memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya
glioblastoma multiforms

Gambar 2.1 Glioblastoma Multiforms

 Saraf V

Pada meningioma tidak menekan saraf trigeminus, tidak


ada kelainan pada fungsi saraf ini.

 Saraf VII

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah


asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat

 Saraf VIII

Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor


lobus temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi
pendengaran yang mungkin diakibatkan iritasi korteks
pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan

 Saraf IX dan X

Kemampuan menelan kurang baik dan terdapat kesulitan

21
membuka mulut

 Saraf XI

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan


trapezius

 Saraf XII

Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan


fasikulasi, indra pengecapan normal
c) Pengkajian sistem motorik
Keseimbangan dan koordinasi, lesi serebellum
mengakibatkan gangguan pergerakan. Gangguan ini
bervariasi bergantung pada ukuran dan lokasi spesifik tumor
dalam serebellum. Gangguan yag paling sering dijumpai
yang kurang mencolok tetapi memiliki karakteristik yang
sama dengan tumor serebellum adalah hipotonia (tidak ada
resistensi normal terhadap regangan dan perpindahan anggota
tubuh dari sikap aslinya) dan hiperekstenbilitas sendi.
Gangguan dalam koordinasi berpakaian merupakan ciri khas
pada pasien dengan tumor lobus temporalis.
d) Pengkajian reflex
Gerakan involunter: pada lesi tertentu yang memberikan
tekanan pada area fokal kortikal tertentu, biasanya
menyebabkan kejang umum.

e) Pengkajian sistem sensorik


Mungkin nyeri kepala merupakan gejala umum yang
paling sering dijumpai pada pasien tumor otak. Nyeri dapat
digambarkan bersifat dalam, terus-menerus, tumpul, dan
kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat waktu
pagi hari dan menjadi lebih hebat oleh aktivitas yang
biasanya meningkatkan tekanan intrakranial, seperti
membungkuk, batuk dan mengejan. Nyeri kepala dapat

22
berkurang bila diberi aspirin dan kompres air dingin di daerah
yang sakit. Nyeri kepala digambarkan dalam atau meluas atau
dangkal tetapi terus menerus.
Tumor frontal menghasilkan sakit kepala pada
frontal bilateral, tumor kelenjar hipofisis menghasilkan
nyeri yang menyebar antara 2 pelipis, tumor serrebelum
menghasilkan nyeri daerah suboksipital bagian belakang
kepala. Nyeri kepala oksipital merupakan gejala pertama
pada tumor fosa posterior. Kira-kira sepertiga lesi
supratentorial menyebabkan nyeri kepala frontal.

8) Pemeriksaan fisik (B1-B6)


a. B1 (Breathing)
Inspeksi pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya
kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya
gangguan pernafasan seperti irama nafas meningkat, dispnea,
potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
b. B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada
medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi.
c. B3 (Brain)
Tumor otak sering menyebabkan berbagai defisit neurologi
tergantung dari gangguan fokal dan adanya peningkatan TIK.
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem
lainnya. Trias klasik pada tumor kepala adalah nyeri kepala,
muntah dan papiledema.
d. B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis yang luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut.Mual dan muntah

23
terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla
oblongata.Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan
berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
disertai pergeseran batang otak.Muntah dapat terjadi tanpa
didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
f. B6 (Bone)
Adanya gangguan beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
9) Pemeriksaan penunjang
a. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi
prosedur data awal ketika penderita menunjukkan gejala yang
progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal
dan salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala
tumor.

Gambaran Meningioma
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini
tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di
otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan
melalui pemeriksaan patologi anatomi sebagai cara yang
tepat untuk membedakan tumor dengan proses- proses infeksi
(abses cerebri).

24
c. Biopsi
Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam
dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi
prognosis
d. Angiografi Serebral
Tujuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan
letak tumor serebral.
e. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang
ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk megevaluasi
lobus temporal pada waktu kejang.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan tumor


meningeal atau meningioma adalah sebagai berikut:

a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kompresi pada


pusat pernapasan di medulla oblongata, kelemahan otot-otot
pernapasan, kegagalan fungsi pernapasan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan kompresi/ penekanan jaringan
otak dan peningkatan tekanan intrakranial
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan muntah dan peningkatan tekanan
intrakranial
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan oklusi vena
sentral dan peningkatan tekanan intrakranial
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
terkait penyakit
f. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan
dengan gangguan suplai darah ke otak
g. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan dan
papiledema

25
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No. Intervensi Keperawatan (NIC) Rasional
Keperawatan Hasil (NOC)
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas dan
pola napas tindakan keperawatan monitor pernapasan
berhubungan dengan selama ..x 24 jam pasien 1. Monitor respirasi dan status 1. Mengetahui status respirasi
kompresi pada pusat menunjukkan keefektifan O2 sebagai dasar untuk
pernapasan di pola nafas, dibuktikan melakukan tindakan
medulla oblongata, dengan kriteria hasil: keperawatan
kelemahan otot-otot 1. Suara nafas yang 2. Pantau frekuensi, irama, 2. Distres pernapasan dan
pernapasan, bersih, tidak ada kedalaman pernafasan. perubahan pada tanda vital
kegagalan fungsi sianosis dan dapat terjadi sebagai akibat
pernapasan. dyspneu stres fisiologi dan dapat
2. Irama nafas, menunjukkan terjadinya syok
frekuensi sehubungan dengan hipoksia.
pernafasan dalam 3. Berikan posisi yang 3. Meningkatkan inspirasi
rentang normal (16- nyaman yaitu semifowler maksimal, meningkatkan
20x/menit) ekspansi paru
3. TTV dalam batas 4. Anjurkan pasien untuk 4. Memaksimalkan oksigen pada
normal (TD: 120/80, melakukan nafas dalam. darah arteri dan membantu
RR 16-20x/mnt, dalam pencegahan hipoksia
Nadi 80-100x/mnt, 5. Kolaborasi dengan dokter 5. Memenuhi oksigen dalam
Suhu 36,5-37,5oC) untuk pemberian terapi tubuh.
oksigen.

2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri
kompresi/ penekanan selama ...x24 jam pasien secara komprehensif

26
jaringan otak dan dapat mengontrol nyeri termasuk lokasi, 1. Mengetahui karakteristik
peningkatan tekanan dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, nyeri untuk pemilihan
intracranial 1. Menggunakan metode frekuensi, kualitas dan faktor intervensi
non-analgetik untuk presipitasi
mengurangi nyeri 2. Observasi reaksi non-verbal 2. Mengetahui reaksi pasien
2. Menggunakan dari ketidaknyamanan terhadap nyeri yang
analgetik sesuai 3. Gunakan teknik komunikasi dirasakan
kebutuhan terapeutik untuk mengetahui 3. Guna memilih intervensi
3. Melaporkan nyeri pengalaman nyeri pasien yang tepat yang dapat
sudah terkontrol 4. Lakukan manajemen nyeri digunakan
sesuai skala nyeri misalnya 4. Meningkatkan rasa nyaman
pengaturan posisi fisiologis dengan mengurangi sensasi
5. Kontrol lingkungan yang tekan pada area yang sakit
dapat mempengaruhi nyeri 5. Mengurangi faktor yang
seperti suhu ruangan, dapat memperparah nyeri
pencahayaan, dan kebisingan pasien
6. Ajarkan teknik non-
farmakologi untuk mengatasi 6. Mengurangi nyeri tanpa obat-
nyeri seperti relaksasi nafas obatan
dalam, distraksi, dan
kompres)
7. Kolaborasi pemberian
analgetik 7. Pemberian analgesik dapat
mengurangi nyeri dan dapat
diselingi dengan melakukan
teknik manajemen nyeri non
farmakologi
3. Risiko ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitoring TIK
perfusi jaringan otak tindakan keperawatan 1. Pantau tanda dan gejala 1. Trias klasik meningkatan
berhubungan dengan selama ...x24 jam pasien peningkatan TIK yaitu TIK yaitu muntah, nyeri
gangguan suplai darah terbebas dari risiko mengkaji GCS pasien, kepala, dan papil edema
ke otak
tanda-
27
ketidakefektifan perfusi tanda vital, respon pupil,
jaringan otak dengan dancatat adanya muntah,
kriteria hasil: sakit kepala, perubahan
1. Tidak ada tanda tersebunyi (mis; letargi,
peningkatan gelisah, perubahan mental
TIK 2. Hindarkan situasi atau 2. Fleksi / rotasi leher
2. Pasien mampu bicara manuever yang dapat berlebihan, stimulasi panas
dengan jelas, meningkatkan TIK (fleksi / dingin, menahan nafas,
menunjukkan rotasi leher berlebihan, mengejan, perubahan posisi
konsentrasi, perhatian stimulasi panas dingin, yang cepat, mengejan, batuk
dan orientasi baik menahan nafas, mengejan, dapat meningkatkan tekanan
3. Peningkatan tingkat perubahan posisi yang intrakranial
kesadaran (GCS 15, cepat) 3. Panas merupakan reflek dari
tidak ada gerakan 3. Monitor lingkungan yang hipotalamus.Peningkatan
involunter) dapat menstimulus kebutuhan metabolisme dan
4. TTV dalam batas peningkatan TIK O₂ akan menunjang
normal (TD: 120/80, peningkatan TIK
RR 16-20x/mnt, Nadi 4. Memberikan suasana yang
80-100x/mnt, Suhu 4. Berikan lingkungan yang tenang dapat mengurangi
36,5-37,5oC). tenang respon psikologis dan
memberikan istirahat untuk
mempertahankan TIK yang
rendah
5. Steroid untuk mengurangi
5. Kolaborasi pemberian obat inflamasi dan mengurangi
sesuai indikasi seperti edema
steroid dexametason

28
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan
intervensi keperawatan. (Kozier, 2011). Implementasi merupakan
langkah keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh
perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu pasien untuk
mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Zaidin Ali,
2014).
Tujuan Implementasi Keperawatan (Kozier, 2011) :

• Membantu pasien dalam mencapa itujuan yang telah ditetapkan

• Mencakup peningkatan kesehatan

• Pencegahan penyakit

• Pemulihan kesehatan dan


memfasilitasi koping

Proses Implementasi
1. Mengkaji kembali pasien

2. Menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan

3. Mengimplementasikan intervensi keperawatan

4. Melakukan supervise terhadap asuhan yang didelegasikan

5. Mendokumentasikan
tindakan keperawatan

Metode Implementasi
1. Membantu dalam aktifitas kehidupan sehari-sehari
Aktifitas kehidupan sehari-hari adalah aktifitas yang biasanya
dilakukan dalam sepanjang hari normal: mencakup ambulasi,
makan, berpakaian, menyikat gigi, berhias.
2. Konseling
3. Konseling adalah metode implementasi yang mebantu pasien
menggunakan proses pemecahan masalah untuk mengenali dan

29
menangani stres dan yang memudahkan hubungan interpersonal
antara pasien, keluarganya, dan tim perawatan kesehatan. Ini
berjtujuan untuk membantu pasien menerima perubahan yang akaan
terjadi yang diakibatkan stres berupa dukungan emosional,
intelektual, spiritual, dan psikologis.

4. Penyuluhan

Penyuluhan adalah metode implementasi yang digunakan untuk


menyajiakn prinnsip , prosedur, dan teknik yang tepat tentang
perawatn kesehatan untuk pasien dan untuk menginformasikan
pasien tentang status kesehatannya.
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung.

6. Kompensasi untuk reaksi yang merugikan.

7. Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan


menyiapkan pasien untuk prosedur.
8. Mencapai tujuan perawatan.

9. Mengawasi dan mengevaluasi kerja dari anggota staf lain

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan.
Format evaluasi yang sering dipakai adalah format SOAP, dalam format
ini kita dapat mengetahui perkembangan keadaan pasien. Apakah
masalah keperawatannya sudah terselesaikan atau belum (Potter &
Perry, 2009). Evaluasi keperawatan yang mungkin dicapai dalam
pemberian asuhan keperawatan dalah sebagai berikut:
a. Pola nafas kembali efektif

b. Nyeri akut berkurang

c. Nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh

d. Gangguan persepsi sensori teratasi

e. Pengetahuan tentang penyakit bertambah

30
f. Tidak terjadi ketidakefektifan perfusi jaringan otak

g. Tidak terjadi cedera.

Discharger Planning
Pemberian informasi pada pasien dan keluarga tentang (Potter & Perry, 2009) :
a. Obat
Beritahu pasien dan keluarga tentang daftar nama obat, dosis, cara, dan
waktu pemberian obat
b. Diit yang dianjurkan
Pasien disarankan untuk banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung Omega-3 (salmon, tuna dan tenggiri) yang bermanfaat dalam
menguransi resistensi tumor pada terapi. Omega-3 juga membantu
mempertahankan dan menaikan daya tahan tubuh dalam menghadapi
proses pengobatan tumor otak seperti kemotrapi. Omega-9 yang ada di
minyak zaitun pun dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sekaligus
mengurangi pembengkakan dan menguransi sakit saat pengobatan tumor
otak.Serat dari roti gandum, sereal, buah segar, sayur dan suku kacang-
kacangan membantu mengatur tingkat gula. Sel kanker cenderung
mengkonsumsi gula 10-15 kali lipat daripada sel normal sehingga semakin
meradang. Folic acid yang dikenal sebagai vitamin B9 bisa mencegah
menyebarnya sehinga bisa membantu pengobatan tumor otak atau bagian
lainnya. Vitamin B9 dapat ditemukan di sayuran dengan daun hijau tua
(bayam, asparagus dan daun selada), kacang polong, kuning telur dan biji
bunga matahari. Antioksidandikenal sebagai salah satu senjata untuk
membantu pengobatan tumor otak. Antioksidan dapat di temukan di
keluarga beri (strawberi, rasberi dan blueberi), anggur, tomat, brokoli,
jeruk, persik, apricot, bawang putih, gandum, telur, ayam, kedelai dan
ikan. Makanan yang harus dihindari penderita kanker dan tumor otak
adalah gula dan karbohidrat harus dihindari karena merupakan makanan
utama sel kanker.

31
32

Anda mungkin juga menyukai