Dosen Pembimbing:
Ilya Krisnana, S.Kep, Ns, M.Kep.
Disusun oleh:
Kelompok 10
Kelas A3/2018
1. Ahmad Junaidi (131811133140)
2. Realvan Margaret Eindhitya (131811133146)
3. Dewi Retno Ningsih (131811133139)
4. Nur ‘Aeni Maghfiroh (131811133150)
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT. karena berkat hidayah, ampunan, dan
karunia-Nya makalah ini dapat kami selesaikan dengan cukup baik namun pasti tidak sempurna.
Sholawat serta salam semoga tercurah kepada manusia terbaik sepanjang masa, junjungan kita,
Nabi Muhammad SAW.
Adapun penyusunan makalah ini adalah untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai
mata kuliah keperawatan onkologi, yaitu asuhan keperawatan anak dengan gangguan onkolog
pada system perkemihan (Wilm tumor) dan system musculoskeletal (osteosarcoma). Besar
harapan kami bahwa makalah kami dapat diterima oleh banyak orang dan dapat memberikan
manfaat bagi siapapun yang membacanya.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini memang masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat membuka pintu serta mengharapkan kritik, saran, serta informasi yang
sekiranya dapat berguna untuk kelengkapan dan kesempurnaan makalah kami.
Wassalamu’alaikum Wr . Wb.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN
2.1.1 Definisi........................................................................................................... 7
2.1.2 Etiologi........................................................................................................... 7
2.1.3 Patofisiologi................................................................................................... 8
2.1.4 Klasifikasi...................................................................................................... 9
2.1.6 Penatalaksanaan............................................................................................. 12
2.1.8 Komplikasi..................................................................................................... 16
2.4 OSTEOSARKOMA
2.1.1 Definisi........................................................................................................... 27
3
2.1.2 Etiologi........................................................................................................... 28
2.1.3 Klasifikasi...................................................................................................... 28
2.1.4 Hispatologi..................................................................................................... 33
2.1.6 Prognosis........................................................................................................ 34
2.1.7 Patofisiologi................................................................................................... 36
2.1.9 Penatalaksanaan............................................................................................. 38
2.1.10 Komplikasi................................................................................................... 40
BAB 3 WOC.................................................................................................................. 50
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................................................... 68
5.2 Saran......................................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 69
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
BerdasarkanRisetKesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi penyakit sendi
berdasarkan diagnosis di Indonesiasebesar 11,9% sedangkan di Sumatera Barat
mencapai 12,7%.
Maka dari itu dibutuhkan tenaga kesehatan terutama peran perawat untuk dapat
melakukan asuhan keperawatan dengan baik dan menghasilkan kebutuhan dasar pasien
yang mengalami gangguan system perkemihan dan system musculoskeletal terpenuhi.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 SISTEM PERKEMIHAN
Sistem perkemihan merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-
sisa metabolisma makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama senyawaan nitrogen seperti
urea dan kreatinin, bahan asing dan produk sisanya. Sampah metabolisma ini dikeluarkan
(disekresikan) oleh ginjal dalam bentuk urin. Urin kemudian akan turun melewati ureter
menuju kandung kemih untuk disimpan sementara dan akhirnya secara periodik
akan dikeluarkan melalui uretra. Sistem perkemihan (Gb-1) terdiri atas: kedua ginjal (ren,
kidney), ureter, kandung kemih (vesika urinaria/urinary bladder/ nier) dan uretra.
2. 2 WILM TUMOR
2. 2.1 Definisi
Wilms’ tumor atau nefroblastoma merupakan keganasan ginjal tersering pada
anak. Insidensinya mencapai 6% dari seluruh kasus keganasan pada anak. Gejala
klinis pada mayoritas kasus Wilms’ tumor berupa asimtompatik massa pada
abdomen, namun 20-30 persen dari kasus memberikan gejala nyeri abdomen,
malaise, atau hematuria mikroskopik ataupun makroskopik. Gambaran umum dari
Wilms’ tumor adalah adanya pseudocapsule yang mengelilingi tumor. Modalitas
terapi untuk Wilms’ tumor adalah pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi.
2. 2.2 Etiologi
7
Tumor bisa tumbuh cukup besar, tetapi biasanya tetap berada dalam
kapsulnya. Tumor bisa menyebar ke bagian tubuh lainnya. Tumor Wilms bersifat
kongenital. Satu persen dari tumor wilms ditemukan familial dan diturunkan secara
dominan autosomal. Onkogen tumor wilms telah berlokasi pada kromosom 11 p13.
Timbul dalam parenkim ginjal, mungkin dari sisa-sisa blastoma nefrogen dan
biasanya dari fokus tunggal, kadang-kadang lebih dari 1 area. Tumor Wilms dapat
muncul dalam 3 gambaran klinik. Gambaran klinik tersebut antara lain :
a. Sporadic
b. Berhubungan dengan sindrom genetic
c. Familial.
Tumor Wilms berasal dari proliferasi patologik blastema metanefron akibat
tidak adanya stimulasi yang normal dari duktus metanefron untuk menghasilkan
tubuli dan glomeruli yang berdiferensiasi baik. Perkembangan blastema renalis
untuk membentuk struktur ginjal terjadi pada umur kehamilan 8-34 minggu.
Sehinga diperkirakan bahwa kemampuan blastema primitif untuk merintis jalan ke
arah pembentukan tumor Wilms, apakah sebagai mutasi germinal atau somatik, itu
terjadi pada usia kehamilan 8-34 minggu. Sekitar 1,5% pasien mempunyai saudara
atau anggota keluarga lain yang juga menderita tumor Wilms. Hampir semua kasus
unilateral tidak bersifat keturunan yang berbeda dengan kasus tumor bilateral.
Sekitar 7-10% kasus Tumor Wilms diturunkan secara autosomal dominan.
Mekanisme genetik yang berkaitan dengan penyakit ini, belum sepenuhnya
diketahui. Pada pasien sindrom WAGR (tumor Wilms, aniridia, malformasi genital
dan retardasi mental) memperlihatkan adanya delesi sitogenetik pada kromosom 11.
Pada beberapa pasien, ditemukan gen WT1 pada lengan pendek kromosom 11,
daerah pl3. Gen WT1 secara spesifik berekspresi di ginjal dan dikenal sebagai
faktor transkripsi yang diduga bertanggung jawab untuk berkembangnya tumor
Wilms.
2. 2.3 Patofisiologi
Tumor Wilm’s ini terjadi pada parenchym renal. Tumor tersebut tumbuh
dengan cepat di lokasi yang dapat unilateral atau bilateral. Pertumbuhan tumor
8
tersebut akan meluas atau menyimpang ke luar renal. Mempunyai gambaran khas
berupa glomerulus dan tubulus yang primitif atau abortif dengan ruangan bowman
yang tidak nyata, dan tubulus abortif di kelilingi stroma sel kumparan.
Pertama-tama jaringan ginjal hanya mengalami distorsi,tetapi kemudian di
invasi oleh sel tumor. Tumor ini pada sayatan memperlihatkan warna yang putih
atau keabu-abuan homogen,lunak dan encepaloid (menyerupai jaringan
ikat ).Tumor tersebut akan menyebar atau meluas hingga ke abdomen dan di
katakan sebagai suatu massa abdomen. Akan teraba pada abdominal dengan di
lakukan palpasi.
Wilms Tumor seperti pada retinoblastoma disebabkan oleh 2 trauma mutasi
pada gen supresor tumor. Mutasi pertama adalah inaktivasi alel pertama dari gen
suppressor tumor yang menyangkut aspek prozigot dan postzigot. Mutasi kedua
adalah inaktivasi alel kedua dari gen tumor supresor spesifik.
Gen WT1 pada kromosom 11p13 adalah gen jaringan spesifik untuk sel
blastema ginjal dan epitel glomerolus dengan dugaan bahwa sel precursor kedua
ginjal merupakan lokasi asal terjadinya Wilms Tumor. Ekspresi WT1 meningkat
pada saat lahir dan menurun ketika ginjal telah makin matur. WT1 merupakan
onkogen yang dominan sehingga bila ada mutasi yang terjadi hanya pada 1 atau 2
alel telah dapat menimbulkan Wilms Tumor. Gen WT2 pada kromosom 11p15
tetap terisolasi tidak terganggu.
Gambaran klasik tumor Wilms bersifat trifasik, termasuk sel epitel, blastema
dan stroma. Berdasarkan korelasi histologis dan klinis, gambaran histopatologik
tumor Wilms dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu tumor risiko rendah
(favourable), dan tumor risiko tinggi (unfavourable).
Munculnya tumor Wilm’s sejak dalam perkembangan embrio dan aka tumbuh
dengan cepat setelah lahir. Pertumbuhan tumor akan mengenai ginjal atau
pembuluh vena renal dan menyebar ke organ lain.
2. 2.4 Klasifikasi
a. Berdasarkan Gambaran Histologi
9
Tumor Wilms dapat dibedakan menjadi dua kelompok prognostik dengan dasar
histopatologinya, yaitu :
a) Histologi baik (favorable histology)
Pada jenis ini didapatkan tumor yang menyerupai perkembangan
ginjal normal dengan tiga tipe sel, yaitu blastemal, epitelial (tubulus), dan
stromal. Tidak semua tumor mengandung ketiga jenis sel secara
bersamaan, tetapi dapat pula ditemukan tumor yang hanya mengandung
satu jenis sel yang membuat diagnosis menjadi lebih sulit .
b) Histologi anaplastik (anaplastic histology)
Pada jenis ini didapatkan pleomorfisme dan atipia yang hebat pada
sel-sel tumor yang dapat bersifat fokal maupun difus. Anaplasia fokal
tidak selalu berhubungan dengan prognosis yang buruk, tetapi anaplasia
difus selalu mempunyai prognosis yang buruk (kecuali pada stadium I).
Anaplasia berhubungan pula dengan resistensi terhadap kemoterapi dan
masih dapat terdeteksi setelah kemoterapi preoperatif.
b. Berdasarkan Stadium
Stadium tumor Wilms ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan pencitraan,
terapi operatif dan pemeriksaan patologis yang didapatkan pada saat nefrektomi.
Tumor dengan histologi baik dan histologi anaplastik memiliki stadium penyakit
yang sama sehingga dalam mendiagnosis tumor Wilms, kedua kriteria klasifikasi
(misalnya: stadium II dengan histologi baik atau stadium II dengan histologi
anaplastik) harus disebutkan. Sistem klasifikasi berdasarkan stadium penyakit ini
dibuat oleh National Wilm’s’ Tumor Study Group yang ke-V (NWTSG-V),
sebagai berikut:
a) Stadium I (43% pasien)
Untuk tumor Wilms stadium I, harus didapatkan satu atau lebih
kriteria di bawah ini:
Tumor terbatas pada ginjal dan telah dieksisi seluruhnya.
Permukaan kapsula renalis intak.
Tumor tidak ruptur atau telah dibiopsi (biopsy terbuka atau biopsi
jarum) sebelum pengangkatan.
10
Tidak ada keterlibatan pembuluh darah sinus renalis.
Tidak ada sisa tumor yang terlihat di belakang batas-batas eksisi.
b) Stadium II (23% pasien)
Untuk tumor Wilms stadium II, harus didapatkan satu atau lebih
kriteria di bawah ini:
Tumor meluas ke luar dari ginjal tetapi telah dieksisi seluruhnya.
Terdapat ekstensi regional tumor (misalnya penetrasi ke kapsula
renalis atau invasi ekstensif ke sinus renalis).
Pembuluh darah sinus renalis dan/atau di luar parenkim ginjal
mengandung tumor.
Tumor sudah pernah dibiopsi sebelum pengangkatan atau terdapat
bagian tumor yang pecah selama operasi yang mengalir ke
pinggang, tetapi tidak melibatkan peritoneum.
c) Stadium III (23% pasien)
Terdapat tumor residual non hematogen dan melibatkan abdomen
dengan satu atau lebih dari kriteria di bawah ini dapat ditemukan:
Tumor primer tidak dapat direseksi karena adanya infiltrasi lokal
ke struktur-struktur vital.
Metastasis ke kelenjar getah bening abdominal atau pelvis (hilus
renalis, paraaorta, atau di belakangnya).
Tumor telah berpenetrasi ke permukaan peritoneum.
Dapat ditemukan implan-implan tumor di permukaan peritoneum.
Tetap ditemukan tumor baik secara makroskopis maupun
mikroskopis pasca operasi.
Pecahnya tumor yang melibatkan permukaan peritoneum baik
sebelum atau saat operasi, atau trombus tumor yang transeksi.
d) Stadium IV (10% pasien)
Tumor Wilms stadium IV didefinisikan sebagai adanya metastasis
hematogen (paru-paru, hepar, tulang, atau otak), atau metastasis kelenjar
getah bening di luar regio abdominopelvis.
e) Stadium V (5% pasien)
11
Tumor Wilms stadium V didefinisikan sebagai ditemukannya
keterlibatan ginjal bilateral pada saat seseorang didiagnosis pertama
kalinya. Pada pasien dengan tumor Wilms bilateral, stadium untuk
masing-masing ginjal sesuai dengan criteria di atas (stadium I - III) harus
ditentukan berdasarkan luasnya penyakit sebelum dilakukan biopsi.
2. 2.5 Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering didapatkan pada tumor Wilms adalah massa abdominal
yang asimtomatik, yang dilaporkan oleh orang tua pasien atau ditemukan saat
pemeriksaan fisik untuk penyakit lain.
a. Massa biasanya lunak, serta jarang melewati garis tengah.
b. Sekitar 50% pasien mengeluh nyeri abdomen dan muntah.
c. Pada 5 - 30% pasien, dapat ditemukan adanya hipertensi, gross hematuria, dan
demam.
d. Gejala hipotensi, anemia, dan febris dapat ditemukan pada sebagian kecil
pasien yang mengalami perdarahan.
e. Pasien dengan penyakit stadium lanjut dapat datang dengan gejala gangguan
saluran pernapasan, yang berhubungan dengan adanya metastasis ke paru.
f. Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa abdomen yang dapat dipalpasi.
Pemeriksaan terhadap massa abdomen harus dilakukan dengan hati-hati,
karena palpasi yang terlalu berlebihan dapat berakibat rupturnya tumor yang
besar ke kavum abdomen.
g. Temuan kelainan-kelainan yang terdapat pada sindroma WAGR dan sindroma
Denys-Drash yang dapat terjadi bersamaan dengan tumor Wilms, seperti
aniridia, malformasi genitourinarius, dan tanda-tanda pertumbuhan yang
berlebihan.
2. 2.6 Penatalaksanaan
Terdapat 2 modalitas utama yang dapat menjadi pilihan dalam tatalaksana Wilms’
tumor yakni nefrektomi dan kemoterapi. Pemilihan tatalaksana inisial sangat
bergantung dari pemilihan protokol yang dilakukan. Baik protokol inisial terapi
dengan kemoterapi pre operasi yang diajukan oleh SIOP ataupun nefrektomi tanpa
12
didahului oleh kemoterapi yang diajukan oleh COG, keduanya menunjukkan hasil
yang tidak berbeda secara bermakna. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan adalah subtipe histologi dan stadium tumor. Kedua hal tersebut
mempengaruhi pemberian jenis dan jumlah kemoterapi, serta rencana tatalaksana
ajuvan pasca inisial terapi.
a. Pembedahan
Pembedahan merupakan tatalaksana terpenting dalam tatalaksana Wilms’
tumor disamping kemoterapi. Prosedur operasi yang dijalankan dengan
akurat dapat menentukan staging dari Wilms’ tumor dengan tepat serta
rencana tatalaksana selanjutnya. Insiden terjadinya Wilms’ tumor bilateral
diperkirakan hanya lima persen dari kasus Wilms’ tumor. Pada bilateral
Wilms’ tumor, pendekatan terbaru mulai bergeser dari radikal nefrektomi
menjadi operasi ginjal dengan preservasi ginjal yang sehat. Pemberian
kemoterapi preoperasi dapat meningkatkan keberhasilan operasi reservasi
ginjal.
b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan suatu modalitas yang berperan penting dalam
tatalaksana Wilms’ tumor. Terdapat beberapa obat-obatan antineoplastik yang
dapat dipilih dalam tatalaksana Wilms’ tumor antara lain dactino-mycin,
vincristine, doxorubicin, cyclophosphamide, etoposide dan carboplatin.
Pemberian dosis bergantung pada berat badan anak dan stadium dari
pasien.15 Penentuan pemberian obat kemoterapi pada kasus Wilms’ tumor
bergantung dari protokol yang digunakan. Ada dua protokol yang digunakan
secara luas, yaitu protokol SIOP dan COG. Pada Wilms’ tumor rekuren,
prognosis dan terapi bergantung pada terapi sebelumnya, histologi tumor,
serta tempat terjadinya rekurensi. Pada beberapa kondisi seperti histologi
favourable, inisial stadium I atau II, terapi inisial hanya dengan vincristine
dan actinomycin, tidak terdapat riwayat terapi radiasi sebelumnya,
memberikan prognosis yang lebih baik.4 Terapi umum pada kasus rekurensi
adalah operasi jika memungkinkan, dilanjutkan radiasi pada daerah yang
belum mendapatkan radiasi sebelumnya serta kemoterapi dengan regimen
13
yang berbeda. Pada kasus rekurensi, disarankan penggunaan kemoterapi yang
lebih agresif seperti regimen ICE (ifosfamide, carboplatin, etoposide) atau
kemoterapi jenis lain yang sedang berada dalam clinical trial. Pemberian
kemoterapi dosis tinggi yang diikuti dengan transplantasi stem cell (transplan
sumsum tulang belakang) dapat menjadi pilihan opsi pada kasus rekurensi
Wilms’ tumor.
c. Radioterapi
Peran radioterapi untuk Wilms’ tumor mulai meningkat pada era 1940.
Radioterapi dianggap sanggup meningkatkan angka kesembuhan mencapai
50% dari 15-30% pada penggunaan modalitas nefrektomi saja. Penambahan
kemoterapi regimen tunggal pada era 1950 meningkatkan survival dua
tahunan mencapai 60% - 80%.
Pemberian dosis standar radiasi mulai diperkenalkan oleh National Wilms’
Tumor Study Group pada tahun 1969. Dengan standar terapi nefrektomi,
radiasi diberikan pada tumor bed yaitu bagian flank sebanyak 18-40 Gy yang
diikuti dengan kemoterapi ajuvan dactinomycin atau vincristine.
Pada studi NWTSG selanjutnya, difokuskan untuk menekan toksisitas
lanjut dari radiasi. NWTSG-1 dan NWTSG-2 meneliti kemungkinan subtitusi
peran radiasi dengan menggunakan kemoterapi pada pasien Wilms’ tumor
histologi favourable yang telah dilakukan reseksi total. Dari hasil penelitian
NWTSG, didapatkan bahwa pasien dengan histologi favourable dapat
dilakukan subtitusi peran radiasi dengan kemoterapi dengan hasil yang tidak
berbeda secara bermakna.
Radiasi sendiri merupakan pilihan terapi yang dihindarkan pada Wilms’
tumor mengingat efek samping akut dan lanjut radiasi. NWTS sendiri
membagi efek samping akut dan lanjut pada radiasi. Efek samping akut
berupa diare, kelelahan serta rasa mual. Sedangkan efek samping lanjut pada
radiasi berupa perlengketan dari usus besar, infertilitas yang sering terjadi
pada wanita terutama pada radiasi whole abdomen dengan melibatkan
ovarium dan uterus, skoliosis atau pemendekkan korpus vertebra, hipertensi
karena terjadinya fibrosis arteri renalis kontralateral, gagal ginjal, gagal
14
jantung kongesif, gagal hepar,dan malignansi sekunder. Angka kejadian
malignansi sekunder sekitar 1.6 % sedangkan angka terjadinya gagal jantung
kongestif sekitar 4% pada Wilms’ tumor yang mendapat terapi adriamycin.
Angka kejadian gagal ginjal dapat ditekan apabila dilakukan radiasi dengan
lapangan flank.
Dosis radiasi yang diberikan sangat bergantung pada stadium, jenis
histologi, dan keterlibatan organ sekitarnya. Tabel 6 merupakan rangkuman
dosis yang direkomendasikan pada Wilms’ tumor oleh Viswa-nath.
15
Memberi beberapa keuntungan dalam mengevaluasi tumor Wilms. Ini
meliputi konfirmasi mengenai asal tumor intrarenal yang biasanya
menyingkirkan neuroblastoma; deteksi massa multipel; penentuan perluasan
tumor, termasuk keterlibatan pembuluh darah besar dan evaluasi dari ginjal
yang lain. Pada gambar CT-Scan Tumor Wilms pada anak laki-laki usia 4
tahun dengan massa di abdomen.
CT scan memperlihatkan massa heterogenus di ginjal kiri dan
metastasis hepar multiple.
CT scan dengan level yang lebih tinggi lagi menunjukkan metastasis
hepar multipel dengan thrombus tumor di dalam vena porta.
e. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat menunjukkan informasi penting untuk menentukan perluasan
tumor di dalam vena cava inferior termasuk perluasan ke daerah
intarkardial. Pada MRI tumor Wilms akan memperlihatkan hipointensitas
(low density intensity) dan hiperintensitas (high density intensity)
f. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium yang penting yang menunjang untuk
tumor Wilms adalah kadar lactic dehydrogenase (LDH) meninggi dan Vinyl
mandelic acid (VMA) dalam batas normal. Urinalisis juga dapat
menunjukkan bukti hematuria, LED meningkat, dan anemia dapat juga
terjadi, terlebih pada pasien dengan perdarahan subkapsuler. Pasien dengan
metastasis di hepar dapat menunjukkan abnormalitas pada analisa serum.
2. 2.8 Komplikasi
a. Tumor Bilateral
b. Ekstensi Intracaval dan atrium
c. Tumor lokal yang lanjut
d. Obstruksi usus halus
e. Tumor maligna sekunder
f. Perkontinuitatum
16
Penyebaran langsung melalui jaringan lemak perirenal lalu ke peritoneum dan
organ-organ abdomen (ginjal kontralateral, hepar, dan lain-lain)
a. Hematogen
Terjadi setelah pertumbuhan tumor masuk ke dalam vasa renalis,
selanjutnya menyebar melalui aliran darah ke paru-paru (90%), otak, dan
tulang-tulang
b. Limfogen
Penyebaran limfogen terjadi pada kelenjar regional sekitar vasa para aortal
atau dalam mediastinum.
17
Eliminasi fekal tidak ada gangguan, sedangkan eliminasi urin : gangguan
pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi
dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai
anuria ,proteinuri, hematuria.
Pola Aktifitas dan latihan
Pada klien dengan kelemahan, malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam proses perawatan klien perlu
istirahat selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan darah
sudah normal selama 1 minggu.
Pola tidur dan istirahat
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus.
Persepsi diri
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah, edema, dan
perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti
semula
Hubungan peran
Lingkungan perawatann yang baru dan kondisi penyakit yang kritis
menyebabkan anak banyak diam.
f. Pada penderita tumor wilm pengkajian dilakukan dengan melihat adanya
Massa tumor pada abdomen
Kaji manifestasi tumor wilms
Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
g. Analisa Data
18
Gelisah
Sulit tidur
Nafsu makan beruah
Tekanan darah meningkat
Data subjektif :
Anak mengatakan tidak mau
makan
Kram/nyeri abdomen Defisit Nutrisi
Data objektif :
Terjadi penurunan berat badan
Makanan tidak di habiskan
Data subjektif :
Anak mengatakan merasa lemah
Data objektif :
Terbaring lemas di tempat tidur Intoleransi aktivitas
Anak kurang bersemangat dalam
beraktivitas
Malaise
i. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Intervensi
Hasil
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tind Manajemen Nyeri (1.08238)
pencedera fisiologis akan keperawatan Observasi
19
(neoplasma) d.d selama … x 24 jam Identifikasi lokasi nyeri,
mengeluh nyeri maka tingkat nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
(D.0077) menurun (L.08066) kualitas, intensitas nyeri
dengan kriteria hasil: Identtifikasi skala nyeri
a. Keluhan Nyeri (5) Identifikasi respon nyeri nn
b. Meringis (5) verbal
c. Gelisah (5) Identifikasi pengaruh nyeri pada
d. Kesulitan tidur (5) kualitas hidup
e. Tekanan darah (5) Terapeutik
f. Nafsu makan (5) Berikan teknik non
g. Pola tidur (5) farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Kobalorasi
Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
20
b. Nyeri abdomen (5) Sajikan makanan secara menarik
c. Berat badan (5) Edukasi
d. Indeks Massa Anjurkan posisi duduk, jika
Tubuh (IMT) (5) mampu
e. Nafsu makan (5) Kolaborasi
Kolabirasi pemberian medikasi
sebelum makan (pereda nyeri),
jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tind Manajemen Energi (1.05178)
b.d kelemahan d.d akan keperawatan Observasi
merasa lemah selama … x 24 jam Identifikasi gangguan fungsi
(D.0056) maka toleransi tubuh yang mengakibatkan
aktifitas meningkat kelemahan
(L.05047) Monitor pola dan jam tidur
a. Kemudahan Monitor lokasi dan
melakukan ketidaknyamanan selama
aktivitas sehari- melakukan aktfitas
hari (5) Terapeutik
b. Keluhan lemah (5) Fasilitasi duduk disisi tempat
c. Perasaan lemah (5) tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
Kobalorasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
21
asupan makanan
j. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan dari asuhan keperawatan pada p
asien dengan Tumor Wilms di antaranya yaitu mengimplementasikan dari
intervensi yang sudah disusun.
k. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang dapat diperoleh dari asuhan keperawatan pada pasien
dengan Tumor Wilms di antaranya yaitu:
Keluhan nyeri menurun
Kesulitan tidur menurun
Nafsu makan meningkat
Pola tidur membaik
Nyeri abdomen menurun/ hilang
Berat badan membaik
Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik
Keluhan lemah menurun
Perasaan lemah menurun/hilang
22
2. 3 SISTEM MUSKULOSKELETAL
1. Anatomi dan Fisiologi Muskuloskeletal
Muskulo/otot
23
inti yang tersusun di bagian perifer.Kontraksi otot rangka sangat cepat, kuat,
sebentar dan cepat lelah. Struktur mikroskopis otot rangka yakni:
Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-
serabut berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber/ serabut otot.
Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai
banyak nukleus ditepinya
Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan
bermacam-macam organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang
disebut dengan myofibril.
Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda
ukurannya. Jenis yang kasar terdiri dari protein myosin sedangkan yang
halus terdiri dari protein aktin.
b) Otot polos
Merupakan otot tidak berlurik dan involunter.jenis otot ini dapat ditemukan
pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding
tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan
sistem sirkulasi darah. otot polos adalah serabut otot berbentuk spindel dengan
nukleus sentral, berukuran kecil berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh
darah) sampai 0,5 mm pada uterus wanita hamil. kontraksi otot polos kuat dan
lambat.
Otot polos unit ganda, ditemukan pada dindng pembuluh darah besar, pada
jalan udara besar traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan
lensa dan menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot erektor pili rambut.
Otot polos unit tunggal (viseral), ditemukan tersusun dalam lapisan
dinding organ berongga atau visera.
c) Otot jantung
Otot jantung merupakan otot lurik, disebut juga otot seran lintang
involunter.otot ini hanya terdapat pada jantung. otot jantung bekerja terus
menerus ssetiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa
24
istirahat, yaitu setiap kali berdenyut. inti otot jantung berada di tengah, serabut
ototnya bercabang dan bersatu dengan serabut disebelahnya, kontraksi otot
jantung otomatis dan ritmis.
Skeletal / tulang
Fungsi tulang
a) Penunjang (support)
- Tulang-tulang ekstremitas inferior, cingulum pelvicum, columna vertebralis.
- Mandibula pada gigi.
- Tulang lainnya yang menunjang organ dan jaringan
b) Perlindungan (protection)
- Cranium melindungi otak
- Costae dan sternum yang melindungi paru-paru dan jantung
- Vertebrae melindungi corda spinalis.
c) Pergerakan (movement)
d) Penyimpanan mineral dan jaringan lemak (adiposa)
25
- 99% kalsium tubuh
- 85% fosfor
- Jaringan adipose terdapat pada cavum medullare tulang-tulang tertentu.
e) Hematopoiesis
- Pembentukan sel-sel darah di cavum medullare
Sendi
Fungsi sendi
26
Berdasarkan fungsinya, persendian dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) Sendi mati (sinatrosis)
Merupakan pertemuan atau persambungan antar tulang yang tidak dapat
digerakkan, contohnya tengkorak. Sendi ini umumnya dibungkus oleh
jaringan ikat fibrosa dan kartilago.
2) Sendi kaku (amfiartrosis)
Merupakan pertemuan atau persambungan antar tulang yang memiliki gerak
terbatas, contohnya tulang pergelangan tangan.
3) Sendi gerak (diartrosis/synovial)
Merupakan pertemuan atau persambungan antar tulang yang memungkinkan
tulang melakukan gerak secara bebas, contohnya sendi peluru, sendi engsel,
sendi putar, sendi geser, dan sendi pelana.
2.4 OSTEOSARKOMA
2.4.1 Definisi
Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada
anak-anak. Osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering terserang
tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.(Prince 2012)
Osteosarkoma adalah kanker tulang dan dapat terjadi pada tulang apapun,
biasanya pada ekstremitas tulang panjang dekat lempeng pertumbuhan metafise.
27
Tempat yang paling umum adalah femur (42% dan sebesar 75% di femur distal),
tibia (19% dan sebesar 80% di tibia proksimal), dan humerus (10% dan sebesar 90%
di humerus proksimal).
2) Trauma
Sekitar 30% kasus keganasan pada jaringan lunak mempunyai riwayat trauma.
Walaupun sarkoma timbul pada jaringan sikatrik lama, luka bakar, dan riwayat
trauma, semua ini tidak pernah dapat dibuktikan.
3) Radiasi, dihubungkan dengan sarcoma sekunder pada orang yang pernah
mendapatkan radiasi untuk terapi kanker.
4) Virus : Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang merupakan
proto-onkogen, virus FBJ yang mengandung proto-onkogen c-Fos yang
menyebabkan kurang responsif terhadap kemoterapi.
5) Limfedemakronis.
Limfedemakronis akibat oprasi atau radiasi dapat menimbulkan
limfangisarkoma dan kasus limfangiosarkoma pada ekstremitas superior
ditemukan pada klien karsinoma mamma yang dapat radio terapi pasca-
mastektomi.
6) Infeksi.
Keganasan pada jaringan lunak dan tulang juga dapat di sebabkan oleh tulang
infeksi parasit, yaitu filariasis.
28
2.4.3 Klasifikasi Klinis Osteosarkoma
Secara umum kanker tulang dibedakan menjadi 2 bagian besar yaitu:
1) Kanker tulang metastasik atau kanker tulang sekunder
Merupakan kanker dari organ lain yang menyebar ke tulang, jadi kankernya
bukan berasal dari tulang. Contohnya kanker paru-paru yang menyebar ke
tulang, dimana sel-sel kankernya menyerupai sel paru dan bukan merupakan
sel tulang.
2) Kanker tulang primer
Merupakan kanker yang berasal dari tulang. Yang termasuk ke dalam kanker
tulang primer adalah myeloma multiple, osteosarcoma, fibrosarkoma dan
histiositoma fibrosa maligna, kondrosarkoma, tumor ewing, limfoma tulang
maligna.
29
prognosis dari
osteosarkoma tersebut.
Osteosarkom Derajat keganasan sangat
a tinggi dan sangat agresif.
hemoragi/ Prognosis baik dengan
telangektasis pengobatan yang sama
seperti osteosarcoma klasik
dan sangat resposif terhadap
adjuvant chemotherapy.
30
ke paru-paru.
Osteosarkom Terjadi dari lesi jinak pada
a sekunder tulang, yang mengalami
mutasi sekunder dan
biasanya terjadi pada umur
lebih tua, misalnya bisa
berasal dari paget’s
disease.
Prognosis dari pagetic
osteosarcoma sangat buruk
dengan five
yearssurvivalrate rata-rata
hanya 8%
Osteosarkom Tipe ini sangat jarang dan
a merupakan variasi
intrameduler osseofibrous derajat rendah
derajat rendah yang terletak intrameduler.
Osteosarkoma tipe ini
mempunyai prognosis yang
baik dengan hanya
melakukan lokal eksisi saja
Osteosarkom Dapat terjadisetelah
a akibat mendapatkan radiasi
radiasi melebihi dari 30Gy.
Onsetnya biasanya sangat
lama berkisar antara 3 – 35
tahun, dan
derajatkeganasannya sangat
tinggi dengan prognosis
jelek dengan angka
metastasenya tinggi.
31
Multifokal Variasi inisangat jarang Terdapat tumor ganas pada
osteosarkoma yaitu terdapatnya lesi tumor tulang femur distal, tibia
yang secara bersamaan pada proksimal, tulang pinggul,
lebih dari satu tempat. tulang ilium, dan tulang
Prognosis baik dengan sacrum secara bersamaan.
kemoterapi karena pada tipe
ini tingkat keganasannya
lebih rendah.
32
Sistem klasifikasi sadium osteosarkoma AJCC edisi ke 7:
(1) IA derajat keganasan rendah, ukuran ≤ 8
(2) IB derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau adanya diskontinuitas
(3) IIA derajat keganasan tinggi, ukuran ≤ 8
(4) IIB derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
(5) III derajat keganasan tinggi, adanya diskontinuitas
(6) IVA metastasis paru.
(7) IVB metastasis lain
No Letak Gambar
33
1. Lengan
2. Kaki
3. Panggul
2.4.6 Prognosis
34
Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien osteosarkoma
1. Tumor related:
• Lokasi tumor
• Ukuran tumor
• Histopatologi (high grade, low grade)
• Luasnya (infiltrati, kelenjar regional, penyebaran/metastasis lokal,/jauh)
• Respon terhadap pengobatan
Respon histologi terhadap kemoterapi ( Huvos )
• Tipe dan margin operasi
• ALP dan LDH level : menggambarkan luasnya lesi
• D dimer (hiperkoagulasi)
2. Patient related
Usia
Status gizi (BMI)
Performonce status
Komorbiditas (mis. TB,Hepatitis, gagal ginjal, gagal jantung.)
3. Management related
Delay diagnosis, dan terapi
Pengalaman tenaga medis (operasi,kemoterapi , radiasi dan suprtif terapi)
Fasilitas kurang (tenaga,dan alat)
35
panjang terutama distal femur, diikuti proksimal tibia dan proksimal humerus
dimana growth plate paling proliferatif. Pada tulang panjang sering pada bagian
metafisis (90%) kemudian diafisis (9%), dan jarang pada epifisis.
Osteosarkoma bertumbuh cepat dengan ekspansi lokal, doubling time
sekitar 34 hari. Penyebaran hematogen paling sering terjadi pada awal penyakit
dan biasanya ke paru-paru dan tulang sedangkan metastasis ke kelenjar limfe
jarang. Penyebaran transartikuler juga jarang dan dapat terjadi pada sendi dengan
mobilitas rendah. Pada stadium lanjut, berat badan umumnya menurun dan
menjadi kaheksia.
36
Ujung distal tulang femur.
Ujung proximal tibial
Ujung proximal humerus.
Ujung proximal femur.
Untuk tulang pipih yang sering diserang adalah illium
Puncak dari osteosarkoma ialah terjadi pada dewasa dengan pertumbuhan yang
cepat, sering pada regio growth plate tulang (pertumbuhan tulang yang paling
cepat). Proliferasi yang meningkat pada sisi ini dapat merupakan predisposisi untuk
mutasi yang mengatur perkembangan osteosarcoma.
37
biopsi tulang (CT guided bone biopsy). CT scan thoraks berguna untuk
mengidentifikasi adanya
metastasis mikro pada paru dan organ thoraks. Biopsi terbuka menentukan
jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi, eksisi, biopsi jarum
dan lesi-lesi yang dicurigai.
c. Scanning tulang untuk melihat penyebaran tumor.
d. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin
fosfatase.
e. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya.
f. Skintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”.
39
b. Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan
pemberian cairan salin normal intravena, diuretika, mobilisasi dan
obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin, atau kartikosteroid.
40
Data psikologis : keadaan psikologis klien setelah mengetahui
diagnosa media yang ditegakkan.
Data sosial : teman tinggal klien saat di rumah.
Data ekonomi : penghasilan klien.
8) Pemeriksaan fisik :
TTV : suhu 37oC, nadi 90x/menit, tekanan darah 120/100 mmHg, dan
RR 24x/menit
Sistem pernapasan : tidak ada suara napas tambahan dan tidak
menggunakan alat bantu napas, namun umumnya akan terjadi
perubahan pola napas
Sistem kardiovaskuler : terjadi peningkatan nadi dan tekanan darah,
keadaan ini tergantung dari nyeri yang dirasakan
Sistem persyarafan : kaji fungsi cerebral, kranial, dan sensori.
Umumnya akan terjadi nyeri superfisial, peningkatan dan/atau
penurunan sensasi suhu dan sensasi posisi
Sistem perkemihan : kaji keluhan nyeri tekan saat berkemih
Sistem pencernaan : kaji keadaan mulut, gigi, bibir, dan abdomen untuk
mengetahui peristaltik usus. Umumnya akan terjadi bising usus
hiperaktif
Sistem pengelihatan : tidak ada gangguan pada klien osteosarkoma
Sistem pendengaran : tidak ada gangguan pada klien osteosarkoma
Sistem muskuloskeletal : kekuatan otot klien menurun dan muncul
nyeri saat klien melakukan pergerakan
Sistem integumen : muncul luka dengan panjang tergantung dengan
luas luka, terdapat kemerahan pada area sekitar luka, dan memiliki
kemungkinan terjadi pembesaran pada area luka
Sistem endokrin : tidak ada gangguan pada klien osteosarkoma
9) Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap, yang meliputi Hb,
Ht, leukosit, trombosit, PT, dan APTT.
41
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d.agen pencedera (membesarnya massa di tulang)
d.d.mengeluh nyeri (D.0077).
2. Defisit Nutrisi b.d.faktor psikologis (enggan untuk makan)d.d. mual
muntah, nafsu makan menurun (D. 0019).
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d. penurunan hemoglobin d.d. anemia (D.
0009).
4. Gangguan Mobilitas Fisik b.d. destruksi tulang, fraktur tulang, dan
osteoporosis d.d. kelemahan otot dan gerakan terbatas (D. 0054).
5. Gangguan Integritas Kulit b.d. medikamentosa d.d. alergi, kerusakan kulit
dan/atau jaringan (D. 0083).
6. Risiko Infeksi b.d. leukopenia d.d. penurunan sistem imun (D. 0142).
Rencana Intervensi
42
dengan nilai 80x/menit Edukasi :
- Tekanan darah membaik
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
dengan nilai 110/80
- Anjurkan monitor nyeri secara
mmHg
mandiri
- Pola napas membaik
- Ajarkan terapi untuk mengurangi
dengan nilai 18x/menit
rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi :
43
- Kolaborasi pemberian obat
pereda nyeri sebelum makan, jika
perlu
Kolaborasi :
44
BAB 3
WEB OF CAUTION
Tumor berdiferensiasi
MK.Ansietas Laserasi
Gangguan keseimbangan
Disfungsi ginjal Hematoma
asam dan basa
kelelahan
MK.Intoleransi aktivitas
46
3.2 WOC OSTEOSARKOMA
Etiologi
Kerusakan gen
Osteosarkoma
Neoplasma
B1 B2
Pertumbuhan sel-sel
Proses hematopoitek terganggu
tulang abnormal
dan ganas
Leukopenia Trombopenia Anemia
Metastase ke paru-
paru melalui jalur
limfogen dan Imun Gangguan Hemoglobin
hematogen menurun koagulasi menurun
darah
Massa jaringan baru D. 0142 Suplai
di paru Risiko Infeksi oksigen
D. 0039
Risiko Syok menurun
Komplikasi panyakit paru
D. 0009
Pefusi Perifer
Tidak Efektif
Osteolitik meningkat
Hiperkalasemia
B2 B3 B4 B5 B6
Anoreksia
D. 0019
Defisit
Nutrisi
Penatalaksanaan medis
Pembedahan : Kemoterapi
eksisi, amputasi
Radiasi Medikamentosa
D. 0083 Alergi
Gangguan
Integritas
D. 0083
Kulit/Jaringan
Gangguan
Integritas
Kulit/Jaringan
49
BAB 4
TINJAUAN KASUS
Hari rawat ke :1
IDENTITAS
1. Nama Pasien : An. Y
2. Umur: 2 tahun2 bulan
3. Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan :-
6. Pekerjaan :-
7. Alamat : Surabaya
8. Sumber Biaya : Mandiri (ayah kandung)
KELUHAN UTAMA
Keluhan utama: Pembengkakan abdomen sejak 2 bulan yang lalu
3. Riwayat alergi:
Obat ya tidak jenis tidak ada
50
Makanan ya tidak jenis tidak ada
2. Sistem Pernafasan
a. RR: 24x /menit
b. Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk produktif tidak produktif
51
Sekret: tidak ada Konsistensi :tidak ada
Crackles
52
c. Refleks patologis babinsky brudzinsky kernig
d. Keluhan pusing ya tidak
P : tidak ada
S : tidak ada
T : tidak ada
5. Sistem perkemihan
Masalah Keperawatan:
a. Kebersihan genetalia: Bersih Kotor
Tidak ada masalah
b. Sekret: Ada Tidak
keperawatan
c. Ulkus: Ada Tidak
d. Kebersihan meatus uretra: Bersih Kotor
e. Keluhan kencing: Ada Tidak
f. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu, sebutkan: tidak ada
Jenis : tidak ada
Ukuran :tidak ada
Hari ke :-
g. Produksi urine : ml/jam
Warna : kuning disertai kemerahan
Bau :bau khas amonia
h. Kandung kemih : Membesar ya tidak
i. Nyeri tekan ya tidak
j. Intake cairan oral : 500 cc/hari parenteral : 0 cc/hari
k. Balance cairan: seimbang
n. Lain-lain: adanya hematuria
53
6. Sistem pencernaan
a. TB : 84,5 cm BB : 9 Kg Masalah Keperawatan :
b. IMT : 12,6 Interpretasi : Gizi Kurang
c. LOLA : 16,25 1. Defsit Nutrisi
2. Nyeri akut
d. Mulut: bersih kotor berbau
e. Membran mukosa: lembab kering stomatitis
f. Tenggorokan:
sakit menelan kesulitan menelan Tidak ada kelainan tenggorokan
pembesaran tonsil nyeri tekan
g. Abdomen: tegang kembung ascites Cekung/normal
h. Nyeri tekan: ya tidak
P: sakit bertambah saat posisi terlentang
Q: Seperti ditusuk-tusuk
R: Pada perut
S: Skala 5
T: hilang timbul
i. Luka operasi: ada tidak
Tanggal operasi : tidak ada
Jenis operasi : tidak ada
Lokasi : tidak ada
Keadaan : tidak ada
Drain : ada tidak
- Jumlah :.tidak ada
- Warna : tidak ada
- Kondisi area sekitar insersi : tidak ada
j. Peristaltik: 5 x/menit
k. BAB: .1 x/hari Terakhir tanggal : 29 oktober 2020
l. Konsistensi: keras lunak cair lendir/darah
m. Diet: lunak cair Padat
n. Diet Khusus: tidak ada
o. Nafsu makan: baik menurun Frekuensi: 2x/hari
p. Porsi makan: habis tidak Keterangan: tidak ada
q. Lain-lain: tidak ada
7. Sistem penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior:
OD OS
6/6 Visus 6/6
54
6 mmHg TIO 6 mmHg
OD OS
Bersih Aurcicula Bersih
+ Rinne +
9. Sistem muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi: bebas terbatas
b. Kekuatan otot: 5 5
55
5 5
56
c. Pitting edema: negatif grade:tidak ada
d. Ekskoriasis: ya tidak
Masalah Keperawatan :
e. Psoriasis: ya tidak
Tidak ada masalah
f. Pruritus: ya tidak
g. Urtikaria: ya tidak Keperawatan
h. Lain-lain: tidak ada
Jika ya:
- Tahun :tidak ada
- Lokasi :tidak ada
f. ABI: normal
g. Lain-lain: Perut Semakin Membesar
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya:
Anak belum mengerti tentang penyakitnya karena faktor usia, Ibu klien merasa khawatir terutama dengan
keasaan perut anaknya yang semakin membesar
Masalah keperawatan :
Tidak ada masalah
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya keperawan
Murung/diam gelisah tegang marah/menangis
a. Kebersihan diri:
Penampilan klien bersih, pakaian rapih, rambut bersih, mulut bersih dan tidak berbau
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
- Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah tidak ada masalah
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah keperawatan
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah: tidak ada
Pemeriksaan Laboratorium
HITUNG JENIS
Eosinofil 1.70 % 0.00 – 4.00 Normal
Basofil 0.00 % 0.00 – 1.00 Normal
Netrofil 79.20 % 29.00 – 72.00 High
Limfosit 10.30 % 36.00 – 52.00 Low
Monosit 7.30 % 0.00 – 5.00 High
LUC/AMC 1.50 % - -
KIMIA KLINIK
Creatinine 0.2 mg/dl 0,3 – 0,7 Low
Ureum 28 mg/dl <48 Normal
Biopsi USG
58
Klinis : Wilm’s Tumor
USG Guilding :
Flank area dextra :
Tampak massa tumor, solid, lobulated, dengan komponen jaringan nekrotik,
jarak dari subkutan +/-2 cm. Dilakukan guiding, jarum masuk di masa tumor
padat.
Kesimpulan : Tumor di flank area dextra
TERAPI
TTD
(Ners)
ANALISIS DATA
DO:
Hematoma
Menyebar ke abdomen
59
Pola napas tidak efektif
DO:
Menyebar ke abdomen
Nyeri Akut
DO
Asidosis metabolik
60
Defisit Nutrisi
Tumor Wilms
Hematoma
Menyebar ke paru-paru
Kelelahan
Intoleransi Aktvitas
1) Diagnosa Keperawatan
1. Pola Napas tidak efektif b.d penurunan energi d.d sesak napas, RR 35x/menit,
pernapasan cuping hidung, pola napas Chynestokes
2. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik (neoplasma) d.d klien mnegeluh nyeri,
frekuansi nadi 120x/menit, gelisah
3. Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolism d.d Nafsu makan
menurun, berat badan underweight, IMT 12,6
4. Keletihan b.d Kondisi Fisiologis (Tumor Wilms) d.d lemas, mengelu lelah, klien
tampak lesu dan anak lemas walaupun sudah tidur.
61
INTERVENSI KEPERAWATAN
HARI/ DIAGNOSIS KEPERAWATAN
WAKTU INTERVENSI
TANGGAL (Tujuan, Kriteria Hasil)
30 Oktober 07.15 Pola Napas tidak efektif b.d penurunan energi d.d Manajemen Jalan Napas (I.01011)
2020 sesak napas, RR 35x/menit, pernapasan cuping
Observasi
hidung, pola napas Chynestokes
1. Monitor pola napas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
2. Monitor RR
jam, diharapkan Pola Napas (L.01004) membaik
3. Monitor otot bantu napas
dengan kriteria hasil:
Terapeutik
1. Sesak napas menghilang
2. RR 25-30 4. Posisikan semifowler
3. Pola napas Eupneu 5. Berikan oksigen
4. Pernapasan cuping hidung menghilang 6. Berikan air hangat
Edukasi
7. Ajarkan keluraga untuk dapat memposisikan semi
fowler atau fowler
07.20 Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik (neoplasma) Mananjemen Nyeri (I.08238)
d.d klien mnegeluh nyeri, frekuansi nadi
30 Oktober Observasi
120x/menit, gelisah, skala nyeri 5
2020
1. Monitoir Skala Nyeri
Setelah dilakakukan asuhan keperawatan selama 8
2. Monitor respon nyeri non verbal (meringis)
jam maka Tingkat Nyeri (L.08066) menurun dengan
kriteria hasil: Terapeurik
1. Keluhan Nyeri Menurun 5. Berikan teknik nonfaramakologis (Terapi musik)
2. Skala Nyeri1-3 6. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
3. Frekuensi nadi 60-100x/menit 7. Fasilitasi istirahat tidur
62
4. Gelisah hilang Edukasi
8. Ajarkan teknik non farmakologis (terpai musik)
kepada keluarga
9. Jelaskan startegi meredakan nyeri kepada kelarga
Kolaborasi
10. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik
07.30 Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan Manajemen Nutrisi (I.03120)
metabolism d.d Nafsu makan menurun, berat badan
30 Oktober Observasi
underweight, IMT 12,6
2020
1. Monitor Berat Badan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
2. Monitor asuapan makanan
selama 3 x 24 jam diharapkan status nutrisi
3. Monitor IMT
membaik dengan kriteria hasil:
Terapeutik
1. Berat badan 10 -15 Kg
2. IMT 13,7 – 18,8 4. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
3. Nafsu makan membaik 5. Berikan suplemen makanan
Edukasi
6. Anjurkan posisi duduk
7. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
9. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk
penentuan jumlah kalori, jenis nutrient dan
pedoman diet yang dibutuhkan klien
63
30 Oktober 09.00 Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antar Manajemen Energi (I.05178)
2020 suplai dan kebutuhan oksigen d.d mengeluh lelah,
Observasi
lemah
1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Setelah dilakukam asuhan keperawatan selama 1 x
2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
24 jam diharapkan, Toleransi Ativitas (L.05047)
melakukan aktivitas
meningkat dengan kriteria hasil
Terapeutik
5. Kelulahan lelah menurun
6. Perasaan lemah menurun 3. Sediakan lingkungan yang nyaman dan renidah
stimulus
4. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
Edukasi
5. Anjurkan tirah baring
6. Anjurkan melakukan aktivitas selama bertahap
7. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
8. Kolabrasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
64
FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari, Tangal No. DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
65
√ Intervensi Menejemen √
Nyeri No 1, 4, 7, 8
√
Jumat, Defisit Nutrisi 08.00 1. Monitor Berat Badan 13.00 S : Klien mengataka
Respon: Berat Badan Belum naik
√ √
30 Oktober b.d nafsu makannya
2. Monitor asuapan makanan
2020 peningkatan Respon: makanan habis dan nafasu √ membaik
kebutuhan makan klien membaik setelah √
diberikan obat sakit kepala O : Porsi makan Habis,
metabolism 3. Monitor IMT BB 9, IMT 18,3
d.d Nafsu Respon: IMT 12,6 √
4. Berikan makanan tinggi kalori tinggi √
makan protein √ A : Masalah teratasi
menurun, berat Respon: makanan habis
sebagian √
5. Berikan suplemen makanan
badan
Respon: Suplemen makanan masuk
underweight, P : Laanjutkan
dengan baik/ tidak dimuntahkan
atau dikeluarkan √ Intervensi menejemen
IMT 12,6
6. Memposisikan klien duduk
nutrisi no 1,2,3, 4,5,8
Respon: kooperatif √
7. mengajarkan diet yang
diprogramkan √
Respon: klien kooperatif
8. Memberikan obat sakit kepala/
obat nyeri sebelum klien makan
Respon: klien makan dengan lahap
dan porsi habis
√
9. Memberikan makanan sesuai
program diet yang telah dianjurkan
oleh ahli gizi
66
Respon: Klien menerima dan
kooperatif
√
Jumat, Intoleransi 10.00 1. Memonitor kelelahan fisik dan √ 13.00 S: - √
Aktivitas b.d emosional
30 Oktober ketidakseimba 2. Memonitor lokasi dan O: klien masih
2020 ngan antar ketidaknyamanan selama melakukan
√
mersakan lemah
suplai dan aktivitas
kebutuhan 3. Sediakan lingkungan yang nyaman √ namun lesu √
oksigen d.d dan rendah stimulus menurun
mengeluh 4. Berikan aktivitas distraksi yang √ √
lelah, lemah menyenangkan A: Masalah Teratasi
5. Anjurkan tirah baring √ sebagian
√
6. Anjurkan melakukan aktivitas
selama bertahap √ P: Lanjutkan intervensi
7. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan 3,4, 5,6,7
8. Kolabrasi dengan ahli gizi tentang
√
cara meningkatkan asupan makanan
√
67
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Wilms’ tumor atau nefroblastoma merupakan keganasan ginjal tersering pada anak.
Insidensinya mencapai 6% dari seluruh kasus keganasan pada anak. Gejala klinis pada
mayoritas kasus Wilms’ tumor berupa asimtompatik massa pada abdomen, namun 20-30
persen dari kasus memberikan gejala nyeri abdomen, malaise, atau hematuria mikroskopik
ataupun makroskopik. Penyebabnya dari Tumor Wilms belum diketahui, tetapi diduga
melibatkan faktor genetik.
Osteosarkoma adalah kanker tulang dan dapat terjadi pada tulang apapun, biasanya
pada ekstremitas tulang panjang dekat lempeng pertumbuhan metafise. Faktor risiko yang
dapat menyebabkan osteosarkoma yaitu pertumbuhan tulang yang cepat, faktor lingkungan,
dan predisposisi genetik.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan ialah diharapkan perawat dapat melaksanakan
perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan pada kasus ganguan system perkemihan dan
system muscolosekeletal dengan sebaik baiknya sehingga tercapai tujuan masalah
keperawatannya teratasi dan kelompok sasaran dapat meningkatkan derajat kesehatannya.
68
DAFTAR PUSTAKA
Hartanto, S., & Supriana, N. (2014). Tatalaksana Tumor Wilms. Radioterapi & Onkologi
Indonesia, 61-69
Loho, L. L. (2014). OSTEOSARKOMA. JURNAL BIOMEDIK: JBM, 6(3).
Nurhikmayanti, A., & Winarti, Y. (2016). Asuhan Keperawatan pada Anak F yang Mengalami
Osteosarkoma di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie.
Qin, L. F., Fang, H., Qin, L. H., Guo, X. N., & Peng, D. (2013). Synchronous multifocal
osteosarcoma with hypocalcemia. The Libyan Journal of Medicine, 8.
Rahmi, U., Kp, S., UR, M. K., & LA, L. A. R. OK307 ANATOMI FISIOLOGI.
RSU Dr. Cipto Mangunkusumo. 2018. Panduan Praktik Klinis Ostesarkoma. Jakarta : Pelayanan
Onkologi Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Seger, R. W. (2014). Studi kasus Osteosarkoma Metastase. JURNAL WIDYA MEDIKA, 2(2), 73-
81.
Sutedja, T., & Supriana, N. (2017). Radioterapi pada Wilms’ Tumor. Radioterapi & Onkologi
IndonesiaI, 84-92.
Tim Pokja SDKI PPNI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI
69
Tim Pokja SIKI PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI
Wijaya Andra Saferi, Putri Yessie Mariza.2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta :
Nuha Medika
70