Anda di halaman 1dari 19

Trauma Medula Spinalis

Nama anggota :

Annisya Zalzabilah (201911004)

Elka Septiani Cahaya Putri (201911019)

Marcella Cici Nelviany (201911032)

Veronika Reni (201911059)

Rangga Wijayantoro (20191104)

S1 KEPERAWATAN A

STIK SINT CAROLUS

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah dengan mata kuliah Keperwatan gawat
darurat yang berjudul “Trauma Medula Spinalis” dengan lancar dan tepat waktu.
Terimakasi kepada teman-teman kelompok yang sudah berkontribusi mengerjakan dan
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terimakasih juga kepada ibu dosen yang telah
mmberikan kami tugas sebagai bahan penilaian, semoga dengan adanya tugas ini penulis
dan pembaca semakin bertambah pengetahuannya. Dalam mengerjakan makalah ini
penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan kami. Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mohon kritik
dan saran untuk memperbaiki makalah sehingga lebih baik lagi.

Jakarta, 8 September 2022

(kelompok 5)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I.....................................................................................................................................
PENDAHULUAN................................................................................................................
1. Latar belakang ...........................................................................................................
2. Tujuan penulisan........................................................................................................
BAB II...................................................................................................................................
TINJAUAN TEORITIS.......................................................................................................
A. Definisi Trauma Medula Spinalis .............................................................................
B. Anatomi dan Fisiologi................................................................................................
C. Etiologi dan Faktor Resiko........................................................................................
D. Patofisiologi...............................................................................................................
E. Tanda dan Gejala.......................................................................................................
F. Komplikasi.................................................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................
H. Penetalaksanaan.........................................................................................................
I. Konsep Keperawatan.................................................................................................
1. Pengkajian ...........................................................................................................
2. Diagnosa Keperawatan........................................................................................
3. Intervensi..............................................................................................................
BAB III..................................................................................................................................
PENUTUP.............................................................................................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Trauma medula spinalis (TMS) merupakan kerusakan pada medulla spinalis yang
terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung. Akibat dari kejadian ini dapat
mengakibatkan kerusakan fungsi motoric, sensorik dan reflek pada tubuh (Gondowardaja
& Purwata, 2014). Trauma pada medula spinalis dapat terjadi pada bagian servikal dan
torakolumbal. Penyebab dari cedera medula spinalis yaitu kecelakaan lalu linta, jatuh dari
ketinggian, terkena tembakan, cedera saat berolahraga dan kecelakaan kerja. Trauma pada
medulla spinalis dapat dinilai menggunakan pemeriksaan fisis dari International
Standards for Neurological and Functional Classification of Spinal Cord Injury
Patitets yaitu panduan Americal Spinal Injury Association (ASIA) Impairment scale atau
biasa disebut dengan AIS. Panduan AIS sangat berguna untuk menilai fungsi motoric dan
sensorik pada pasien yang mengalami trauma medulla spinalis. Hasil dari pemeriksaan
ditulis pada formular AIS dalam bentuk skala dan memiliki 5 kategori skor ASIA yaitu,
ASIA A merupakan cedera komplit, ASIA B, C dan D cedera inkomplit dan ASIA E
merupakan kategori normal.
Orang dengan cedera kepala 5% juga megalami TMS, sebaliknya orang yang
terkena TMS 25% mengalami cedera kepala ringan sampai berat. Kejadian TMS 55%
terjadi pada daerah servikal, 15% di torakal, 15% torakolumbal, dan 15% di lumbosacral.
Negara jepang penderita TMS paling banyak pada umur 50 sampai 59 tahun, 41% terjadi
akibat jatuh. Data WHO, 2013 terdapat 250.000 sampai 500.000 orang mengalami TMS
dan 90% merupakanan kasus traumatic. WHO mengatakan tahun 2018 prevelensonya
meningkat 2 kali lipat. Data dari The Us National SCI Statics Center memperkirakan
273.000 orang di Amerika mengala TMS. Kasus TMS di Indonesia mencapai 40 sampai
80 kasus per 1 juta setiap tahunnya, kejadian TMS 90% teradi akibat kecelakaan lalu
lintas (50%), jatuh dari ketinggian (25%) dan olahraga (10%). Angka kejadian mortalitas
sebesar 48% dalam 24 jam pertama dan 80% orang meninggal ditempat karena vertebra
servikalis yang memiliki resiko trauma paling besar.
Penanganan untuk medulla spinalis harus segera ditangani di tempat kejadian
berupa imobilisasi yang baik dan benra. Sekitar 3 sampai 25% TMS terjadi pada sat
trauma awal, baik saat kejadian atau tatalaksana awal yang diberikan. TMS sering sekali
menyebabkan gangguan pada jantung dan pernapasan yang dapat menyebabkan kematian,
hal ini dapat di cegah dengan fase primer dan sekunder. Fase primer dengan melakukan
resusitasi airway dengan melakukan imobilisasi servikal spinal, breathing dan circulation
dengan mencegah perdarahan dan syok neurogenic. Selanjutnya dilakukan fase sekunder
yaitu dengan melakukan pemberian anastesi dan Tindakan pembedahan untuk
dekompresi. Tindakan ini berguna untuk mencegah kerusakan paa medulla spinalis,
menjaga struktur tulang sehingga dapat dilakukan pemulihan secara maksimal.
Tatalaksana pasien dengan TMS dmemerlukan penanganan multidisiplin yang meliputi
dokter bedah saraf atau bedah ortopedi, dokter saraf, dan fisioterapi.

2. Tujuan Penelitian

…………………………………………………………………………………
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Trauma Medula Spinalis


Trauma medula spinalis (TMS) merupakan kerusakan pada medulla spinalis yang
terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung. Akibat dari kejadian ini dapat
mengakibatkan kerusakan fungsi motoric, sensorik dan reflek pada tubuh (Gondowardaja
& Purwata, 2014). Trauma medula spinalis merupakan cedera yag terjadi pada tulang
belakang baik secara langsung maupun tidak langsung yang dapat menyebabkan
kecacatan dan kematian (Pertiwi & Berawi, 2017). Cedera medulla spinalis merupakan
trauma yang terjadi pada medulla spinalis yang dapat menyebabkan perubahan sementara
ayau permanen fungsi motoric, sensorik dan otonom (Atmadja , Sekeon , & Ngantung,
2021).

B. Anatomi dan Fisiologi


Medulla Spinalis adalah masa jaringan saraf yang berbentuk silindris
memanjang dan menempati 2/3 atas canalis vertebra yaitu dari batas superior atlas
(C1) sampai batas atas vertebra lumbalis kedua (L2), kemudian medulla spinalis akan
berlanjut menjadi medulla oblongata.Pada waktu bayi lahir, panjang medulla spinalis
setinggi ± Lumbal ketiga (L3). Medulla spinalis dibungkus oleh duramater, arachnoid,
dan piamater.
Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasi antara otak dan
semua bagian tubuh dan bergerak refleks.
Medulla spinalis berawal dari ujung oblongata di foramen magnum. Pada
dewasa biasanya berakhir disekitar L1 berakhir menjadi konus medularis, selanjutnya
akan berlanjut menjadi kauda equina yang lebih tahan terhadap cedera. Dari berbagai
tractus di medulla spinalis, ada 3 traktur yang telaj di pelajari secara klinis, yaitu
traktus kortikospinalis, traktus sphinotalamikus, dan kolumna posterior.

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Trauma spinalis disebabkan adanya benturan dan hepasan yang membuat
cedera pada medulla spinalis, olahraga, seperti jatuh dari ketinggian kecelakaan saat
berkendaran, terkena luka tusuk atau tembak, dsg. Dari kejadian tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis sehingga dapat mengganggu fungsi-
fungsi tubuh seperti fungsi gerak (motorik), perasaan (sensorik), dan fungsi organ
dalam (otonom).

D. Patofisiologi
Spinal cord injury akut biasanya terjadi karena trauma mendadak pada tulang
belakang, mengakibatkan fraktur dan dislokasi vertebra. Tahap awal segera setelah
cedera dikenal sebagai cedera primer, dengan ciri khas fragmen tulang dan robekan
ligamen tulang belakang (Ciatawi, 2022).
Kerusakan yang terjadi pada medula spinalis dapat terlihat pada dua fase, yaitu
fase primer dan sekunder. Fase primer muncul pada kerusakan mekanis awal sebagai
akibat adanya traksi dan kompresi karena tonjolan atau fragmen tulang, herniasi
diskus vertebralis maupun ligament. Selain itu, fase primer juga dapat terjadi karena
adanya kontusi, laserasi atau perdarahan yang segera terjadi setelah trauma. Fase
sekunder terlihat selama periode jam, hari dan bulan, melibatkan perubahan fisiologis
sel-sel lesi yang progresif, dimulai dari substansia grisea dan berkembang ke
substansia alba. Fase sekunder ini disebabkan karena trauma, hipoksia dan iskemia.
Kerusakan vaskular yang terjadi setelah lesi diawali dengan adanya perdarahan yang
menyebar ke kompartemen lainnya dan berhubungan dengan rongga epidural,
subdural, subarachnoid dan intramedullar (Maulina & Kalanjati, 2018).
Kerusakan ini selanjutnya dapat menimbulkan iskemia, ruptur akson dan
membran sel saraf. Iskemia menyebabkan hilangnya autoregulasi dan spinal shock
yang mengakibatkan hipotensi sistemik dan memperparah iskemia pada jaringan otak
(Maulina & Kalanjati, 2018). Fase sekunder yang terjadi setelah trauma medula
spinalis traumatik tidak hanya berhubungan dengan kerusakan pembuluh darah secara
makro, tetapi juga melibatkan respon kompleks yang meliputi kerusakan sawar darah
medula spinalis, dan respon inflamasi. Respon inflamasi mempunyai peran penting
dalam patogenesis lesi medula spinalis. Respon inflamasi umumnya dimediasi oleh
peningkatan dan induksi ekspresi gen. Nuclear factor-kB (NF-kB) atau faktor
transkripsi merupakan faktor utama dalam regulasi ekspresi gen inflamasi, dan
merupakan faktor penentu penting pada kematian neuron (Gondowardaja & Purwata,
2019).
Mekanisme selanjutnya pada fase sekunder melibatkan aktivasi membran
fosfolipase, yang berakibat pada hidrolisis fosfolipid, bebasnya asam arakidonat dan
asam lemak lain dari membran sel. Aktivitas enzimatik oleh siklooksigenase terhadap
asam ini memproduksi peroksida lipid, sedangkan aktivitas enzimatik oleh
lipooksigenase memproduksi leukotrien dan prostanoid. Lebih spesifik, level
tromboksan meningkat sesaat setelah terjadi lesi, dimana rasio tromboksan terhadap
prostasiklin meningkat abnormal hingga 18 jam. Ketidakseimbangan ini dapat
menyebabkan fase sekunder oleh karena terbatasnya perfusi jaringan.
Ketidakseimbangan pada pelepasan neurotrans- mitter juga berperan pada patogenesis
trauma medula spinalis. Selama satu jam setelah terjadinya lesi, terdapat pelepasan
dramatis glutamat dan aspartat hingga 6 kali kadar normal. Peningkatan konsentrasi
neurotransmitter eksitasi ini dapat mengakibatkan kematian neuron (Maulina &
Kalanjati, 2018).

E. Tandan dan Gejala


Gejala utama yang timbul pada trauma medulla spinalis yaitu gangguan motorik
berupa kelemahan otot dan gangguan sensorik yang menyebabkan penderita mati
rasa. Adapun beberapa gejala yang dapat timbul yaitu :
1. Hilangnya kemampuan merasakan panas dan dingin
2. Tidak dapat melakukan aktivitas atau tidak dapat bergerak
3. Sulit untuk bernapas
4. Tidak dapat merasakan BAK dan BAB
5. Perubahan fungsi seksual, aktivitas seksual dan fertilisasi
6. Kejang yang berlebih
7. Demam, mual dan muntah

F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat TMS dikarenakan keterbatasan tubuh untuk bergerak,
antara lain :
1. Atrofi otot atau otot yang mengecil
2. Timbulnya ulkus dekubitus pada punggung atau bokong akibat tekanan
3. Terjadinya pembengkakan pada kaki akibat sirkulasi darah tidak lancar
4. Terjadinya depresi
5. Konstipasi

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk melihat kondisi tulang belakang dan saraf
tulang belakang pasien. Beriku beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan:
1. Foto Rontgen
Foto rontgen atau X-ray dilakukan jika terdapat dugaan bahwa terjadinya
kerusakan tulang belakang patah tulang.
2. CT- Scan
CT- Scan dilakukan untuk melihat lebih jelas, yang diambil dari beberapa sudut
pandang sehingga dapat melihat yang tidak terdeteksi pada rontgen.
3. MRI
MRI dilakukan untuk melihat jaringan lunak, seperti saraf tulang belakang dan
jaringan lunak disekitarnya. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya gumpalan
darah yang terjadi akibat menekannya saraf tulang belakang.
H. Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal
(punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk
mencegah Trauma komplit.
2. Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksidan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
4. Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati- hati ke
atas papan untuk memindahkan pasien kerumah sakit.
5. pasien harus diprtahankan pada posisi eksternal, tidak boleh ada bagian
tubuh yang menekuk. Pasien tidak diperbolehkan ditaro dalam posisi
duduk, pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka
pembalik lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Jika
stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harusditempatkan
diatas matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.

 Penatalaksanaa Medik
Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai
berikut:
1. Segera dilakukan imobilisasi.
2. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan
pemasangan collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.
3. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan
pemberianoksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
4. Tindakan operasi, dilakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya
fraktur dengan fragmen yangmenekan lengkung saraf.
5. Rehabilisasi dilakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan
mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.
I. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
 Airway (Jalan Nafas)
- Kaji apakah adanya jejas
- Kaji apakah ada cidera spinal pada area servikal
- Kaji apakah ada hembusan nafas pasien
- Kaji apakah pasien bernafas dengan dada atau bernafas dengan perut
- Kaji apakah adanya stridor, gurgling, dan snoring
 Breathing (Fungsi Paru)
- Kaji ekspansi dada simetris
- Kaji apakah terjadinya respirasi spontan
- Kaji laju dan kedalaman respirasi
- Kaji gerakan diagfragma toraks dan usaha untuk bernafas
- Auskultasi suara pernafasan
 Circulation (Sirkulasi)
- Kaji apakah adanya pendarahan
- Kaji warna kulit
- Kaji suhu tubuh
- Kaji denyut nadi sentral dan distal
- Kaji tekanan darah
 Disability (ketidakmampuan)
- Kaji Glasgow Coma Scale (GCS)
 Exposure
- Kaji seluruh tubuh apakah terapat Deformitas atau perubahan struktur
tulang belakang, luka terbuka, nyeri tekan dan bengkak
 Folley Catheter
- Kaji apakah pasien mengompol atau tidak dapat kencing sama sekali
- Kaji apakah pasien tidak dabat buang air besar

 Gastric Tube
- Kaji apakah pasien dapat menelan makan
- Kaji apakah pasien kesulitan bernafas
 Heart Monitor
- Kaji irama jantung

2. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Nama Jelas


1. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan Kelompok 5
neuromuskular
2. Nyeri akut b.d agen cedera fisik Kelompok 5
3. Inkontinensia urin b.d disfungsi neurologis Kelompok 5
4. Retensi urin b.d trauma, kerusakan medulla spinalis Kelompok 5
5. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas Kelompok 5
struktur tulang
3. Intervensi (Rencana Keperawatan)

No Diagnosa Keperawatan Hasil yang Diharapkan Intervensi Keperawatan Rasional TTD


.
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi 1. Untuk mengetahui adanya tanda-tanda
b.d kerusakan tidakan keperawatan 1. Monitor pola nafas (frekuensi, distress pernapasan
neuromuskular setiap … diharapkan kedalaman, usaha nafas) 2. Mengidetifikasi suara nafas tambahan
pola nafas membaik 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. 3. Untuk memantau adanya penurunan
dengan kriteria : Gurgling, mengi, wheezing, ronki oksigen pada klien
1. Dyspnea menurun kering) 4. Untuk mengetahui adanya penurunan
2. Pemanjangan fase 3. Monitor saturasi oksigen atau peningkatan saturasi oksigen
ekspirasi menurun 4. Monitor nilai AGD 5. Untuk meningkatkan kenyamanan dan
3. Frekuensi nafas Terapeutik memfasilitasi fungsi pernapasan serta
membaik 5. Posisikan semi fowler atau fowler mencegah aspirasi
4. kedalaman nafas 6. Berikan oksigen, jika perlu 6. Memperbaiki oksigenasi klien
membaik Edukasi 7. Untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
7. Ajarkan teknik nafas dalam dan dapat menurunkan intensitas nyeri.
No Diagnosa Keperawatan Hasil yang Diharapkan Intervensi Keperawatan Rasional TTD
.
2. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Observasi 1. Untuk mengetahui lokasi, karakteristik,
pecendera fisik tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas
setiap … diharapkan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, dan nyeri
tingkat nyeri menurun skala nyeri 2. Untuk mengetahui seberapa berat nyeri
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri yang dirasakan klien
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi nyeri non verbal 3. Untuk mengetahui respon nyeri
menurun 4. Monitor efek samping pemberian nonverbal klien
2. Meringis menurun analgetik 4. Untuk mengetahui efek samping
3. Gelisah menurn Terapeutik penggunaan analgetik pada klien
4. Frekuensi nadi 5. Berikan teknik nonfarmakologis untuk 5. Untuk mengurangi rasa nyeri pada klien
membaik mengurangi rasa nyeri 6. Agar klien meraasa nyaman
5. Luka/lecet menurun 6. Kontrol lingkungan yang memperberat 7. Untuk membantu pemantauan nyeri pada
6. Fraktur membaik rasa nyeri klien secara mandiri
Edukasi 8. Pengobatan klien dan untuk
7. Anjurkan memonitor nyeri secara mempercepat proses penyembuhan
mandiri
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

No Diagnosa Keperawatan Hasil yang Diharapkan Intervensi Keperawatan Rasional TTD


.
3. Inkontinensia urin b.d Setelah dilakukan rencana Observasi
keperawatan setiap 1.Identifikasi penyebab inkontinensia urine
disfungsi neurologis diharapkan inkontinensia (mis.disfungsi neurologis, gangguan medulla
urine membaik dengan spinal, gangguan fungsi kognitif
kiteria hasil : 2.Identifikasi perasaan dan persepsi pasien
1. Menginndetifikasi terhadap inkontinensia urine yang
keinginan berkemih dialaminya
2. Berespon tepat 3.Monitor kebiasaan BAK
waktu terhadap
dorongan berkemih Terapeutik
3. Mencapai toilet 1. Bersihkan genital dan sekitar kulit secara
antara waktu rutin
dorongan berkemih 2. Buat jadwal konsumsi obat-obat deuretik
dan pengeluaran 3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan
urine urine lengkap atau kultur
4. Mengkonsumsi
cairan dalam jumlah Edukasi
adekuat 1. Jelaskan definisi, jenis, penyebab,
5. Urine residue pasca inkontensia urine
berkemih >100- 2. Jelasakan program penanganan inkontensia
200ml urine
6. Tidak terjadi 3. Ajarkan memantau cairan intake dan output
hematuria dan serta pola eliminasi
partikel pada urine
7. Tidak ada rasa sakit
pada saat berkemih
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma medula spinalis (TMS) merupakan kerusakan pada medulla spinalis yang
terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung. Akibat dari kejadian ini dapat
mengakibatkan kerusakan fungsi motoric, sensorik dan reflek pada tubuh
(Gondowardaja & Purwata, 2014). Kerusakan ini selanjutnya dapat menimbulkan
iskemia, ruptur akson dan membran sel saraf. Iskemia menyebabkan hilangnya
autoregulasi dan spinal shock yang mengakibatkan hipotensi sistemik dan
memperparah iskemia pada jaringan otak (Maulina & Kalanjati, 2018)
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Ciatawi, K. (2022). Patofisiologi Spinal Cord Injury. 49(9), 493–498.

Gondowardaja, Y., & Purwata, T. E. (2014). Trauma Medula Spinalis: Patobiologi dan Tata
Laksana Medikamentosa. Cermin Dunia Kedokteran, 41(8), 567–571.
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1110

Kistan. (2018). Rangkuman Buku Ajar Asuhan KeperawatanGawat Darurat. BITREAD


Pubkushing PT Lontar Digital Asia.
http://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/books/124373/

Lumbantoruan, P. N. (2015). BTCLS & DISASTER MANAGEMEN (1st ed.). YIPKI (Yayasan
Pelatihan Ilmu Keperawatan Indonesia), Medhatama Restyan567.

Mardalena, I. (2018). Asukan Keperawatan Gawat Darurat (1st ed.). Puastaka Baru Press.

Maulina, Meutia; Kalanjanti, Viskasari, P. (2013). LESI MEDULA SPINALIS. News.Ge,


Vol 26 No., https://news.ge/anakliis-porti-aris-qveynis-momava.

Noor, Z. (2014). Aspek Biologi Molekuler Trauma Medula Spinalis. UB Press.


http://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/books/45491/

Pertiwi, G. M. D., & Berawi, K. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Trauma Medula Spinalis.
Medical Proffession Journal of Lampung, 7(2), 48–52.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/720/pdf

Sunaryo Basuki, W., Yulianti Bisri, D., Chasnak Saleh, S., & Wargahadibrata, A. H. (2018).
Pengelolaan Perioperatif Cedera Medula Spinalis Servikal karena Trauma dengan
Tetraparesis Frankle C Asia. Jurnal Neuroanestesi Indonesia, 7(1), 28–35.
https://doi.org/10.24244/jni.vol7i1.24

Anda mungkin juga menyukai