TRAUMA SPINAL
OLEH:
KELOMPOK IX
A12-A
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widh Wasa Tuhan
Yang Maha Esa karena berkat rahmat Beliaulah penulis bisa membuat dan menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Trauma Spinal “.
Besar harapan penulis agar karya tulis ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan
penguasaan kompetensi mahasiswa sesuai dengan standar kompetensi yang diharapkan. Kritik
dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai upaya penyempurnaan makalah ini
dimasa mendatang dan diakhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................... 2
1.3 Tujuan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi trauma Spinal............................................................. 3
2.2 Etiologi..................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi ............................................................................... 3
2.4 Manifestasi Klinis ................................................................... 4
2.5 Patofisiologi ............................................................................ 6
2.6 Pemeriksaan Dignostik ........................................................... 7
2.7 Penatalaksanaan Medis............................................................ 9
2.8 Komplikasi .............................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
Spinal cord injury ( SCI) adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada spinal
cord sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsi motorik maupun
sensoris.
Trauma ini disebabkan oleh kecelakaan lalulintas 36 %, karena kekerasan 28,9 %, dan
jatuh dari ketinggian 21,2 %, jumlah paraplegi lebih banyak dari pada tetraplegi dan sekitar
450.000 penduduk di Amerika hidup dengan SCI (The National Spinal Cord Injury, 2001).
Kemungkinan untuk bertahan dan sembuh pada kasus SCI, tergantung pada lokasi serta
derajat kerusakan akibat trauma, dan juga kecepatan mendapat perawatan medis setelah
trauma.
Cedera servikal merupakan cedera tulang belakang yang paling sering menimbulkan
kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian terdapat korelasi antara tingkat cedera
servikal dengan morbiditas dan mortalitas, yaitu semakin tinggi tingkat cedera servikal
semakin tinggi pula morbiditas dan mortalitasnya (Ning GZ, 2011).
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun
tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan
neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian (PERDOSSI, 2006).
Cedera medula spinalis pertama kali tercatat dalam sejarah sekitar 1700 SM pada papirus
Edwin Smith. Penyebab cedera medula spinalis tersering ialah kecelakaan lalu lintas (50%),
jatuh (25%), dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%); selain itu, akibat kekeras-
an dan kecelakaan kerja. Cedera medula spinalis akibat trauma diperkirakan terjadi pada 30-
40 per satu juta penduduk per tahun, dan sekitar 8.000-10.000 penderita setiap tahun;
umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Penyebab utama cedera medulla spinalis adalah trauma oleh karena kecelakaan
bermotor, jatuh, trauma olahraga, luka tembus sekunder seperti luka tusuk atau luka tembak.
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan
stroke. Tercatat terjadi peningkatan ± 50 kasus per 100.000 populasi tiap tahun, dimana 3%
penyebab kematian ini karena trauma langsung pada medula spinalis, dan 2% karena trauma
ganda. Insidensi trauma medulla spinalis pada laki-laki 5 kali lebih besar daripada perempuan.
Ducker dan Perrot melaporkan 40% cedera medulla spinalis disebabkan kecelakaan lalulintas,
20% karena jatuh, 40% karena luka tembak, trauma olahraga, dan kecelakaan kerja. Lokasi
fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada vertebra C2 diikuti dengan C5 dan
C6. Sekitar 10% pasien dengan penurunan kesadaran yang dikirim ke Instalasi Gawat Darurat
akibat kecelakaan lalu lintas selalu menderita cedera servikal, baik cedera pada tulang
servikal, jaringan penunjang, maupun cedera pada cervical spine. Trauma servikal sering
terjadi pada pasien dengan riwayat kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi,
trauma pada wajah dan kepala, terdapat defisit neurologis, nyeri pada leher, dan trauma
multiple (Grundy, 2002; Weishaupt N., 2010).
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Trauma pada tulang belakang (spinal cors injury) adalah cedera yang mengenai
servikal, vertebralis, dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang (Arif
Mutttaqin, 2008).
Trauma spinal adalah trauma yang terjadi pada spinal, meliputi spinal collumna
maupun spinal cord, dapat mengenai elemen tulang, jaringan lunak, dan struktur saraf pada
cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan sebagainya. Trauma spinalis menyebabkan
ketidakstabilan kolumna vertebral (fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra)
atau injuri saraf yang aktual maupun potensial (Sylvia, 2006).
2.2 Etiologi
Penyebab dari cedera medulla spinalis antara lain:
1. Kecelakaan di jalan raya (paling sering terjadi) Kecelakaan jalan raya adalah penyebab
terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina.
2. Olahraga
3. Menyelam pada air yang dangkal
4. Luka tembak atau luka tikam (Arif Mutttaqin, 2008).
2.3 Klasifikasi
1. Bila pasien dalam keadaan sadar, biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang leher,
yang mnyebar sepanjang saraf yang terkena
a. Tingkat neurologik: berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan motorik bagian
bawah yang normal. Tingkat neurologic bagian bawah mengalami paralisis sensori
dan motorik total, kehilangan kontrol kandeng kemih, penurunan keringat dan tonus
vasomotor dan penurunan tekanan darah diawali dengan resistensi vascular perifer.
b. Tipe cedera, mengacu pada luasnya cedera medulla spinalis itu sendiri: Masalah
pernapasan basanya dikaitkan dengan penurunan fungsi peranpasan, beratnya
bergantung pada tingkat cedera. Otot-otot yang berperan dalam pernapasan adalah
abdominal, interkostal (T1-T11) dan diafragma. Pada cedera medulla spinalis
servikal tinggi, kegagalan pernapasan akut adalah penyebab utama kematian
(Smeltzer & Bare, 2002).
2.5 Patofisiologi
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fisik seperti pasien trauma, evaluasi klinis awal dimulai dengan survey -
ABCDE. SCI (Spinal Cord Injury) harus dilakukan secara bersamaan. Masing-masing
pemeriksaannya adalah:
a) Fungsi paru - Respiration rate, sianosis, distress pernapasan, kesimetrisan dada, suara
tambahan, ekspansi dada, gerakan dinding perut, batuk, dan cedera paru. Analisis gas
darah arteri dan oksimetri.
b) Disfungsi respirasi pada akhirnya akan tergantung pada keadaan paru yang sudah ada,
tingkat SCI, cedera paru-paru. Hal-hal yang mungkin terganggu dalam pengaturan SCI:
1. Hilangnya fungsi otot ventilasi akibat adanya cedera dada.
2. Cedera paru, seperti pneumothoraks, hemotoraks, atau contusio paru.
3. Penurunan pengaturan ventilasi berhubungan dengan cedera kepala atau efek eksogen
alkohol dan obat-obatan.
a. CVS – nadi dan volume, tekanan darah (hemoragik atau shock neurogenik).
b. Suhu – hipotermia – shock spinal.
c. Pemeriksaan neurologis, menentukan tingkat cedera yang dialami, complete
atau incomplete.
c) Tes motorik – dilakukan bersamaan, tes tonus otot, kekuatan otor, refleks otot,
koordinasi, pemeriksaan refleks tendon dalam dan evaluasi perineal sangat penting. Ada
atau tidaknya prognosis sparingis sakral, indikator evaluasi sakral. Hal-hal yang
dievaluasi dapat didokumentasikan sebagai berikut:
1. Sensai perineum terhadap sentuhan ringan dan cocokan peniti
2. Refleks bulbocavernous (S3 atau S4)
3. Kedipan mata (S5)
4. Retensi urine atau inkontinensia
5. Priapisme
d) Seks – Rasio laki-laki : perempuan adalah sekitar 2,5-3,0 : 1.
e) Umur – Sekitar 80% dari laki-laki dengan SCIS berusia 18-25 tahun. SCIWORA terjadi
terutama pada anak-anak.
Pertolongan pertama untuk cedera tulang belakang dalam kecelakaan terdiri dari:
1. Jangan asal mengajak korban bergerak karena dapat menyebabkan kerusakan tulang
permanen.
2. Tempatkan handuk yang sudah digulung di bagian nyeri agar menghindari kerusakan
leher dan kepala.
3. Jangan lupa untuk meminta perhatian medis segera.
Pembagian trauma atau fraktur tulang belakang secara umum:
1. Fraktur Stabil
a. Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
b. Burst fraktur
c. Extension
2. Fraktur tak stabil
a. Dislokasi
b. Fraktur dislokasi
c. Shearing fraktur
Perawatan:
1. Faktur stabil (tanpa kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan
sembuh.
2. Fraktur dengan kelainan neorologis.
Fase Akut (0-6 minggu)
a. Live saving dan kontrol vital sign
b. Perawatan trauma penyerta
1. Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
2. Perawatan trauma lainnya.
c. Fraktur/Lesi pada vertebra
1. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus,
terutama simple kompressi.
2. Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Jika
dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
- Laminektomi
mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis spinalis,
menghilangkan kompresi medulla dan radiks.
- fiksasi interna dengan kawat atau plate
- anterior fusion atau post spinal fusion
3. Perawatan status urologi
Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear (reflek
bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran. Pada fase akut
dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training dengan
cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi
masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-
buli dan reflek detrusor dapat kembali.
Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:
a. Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)
b. Manuver crede
c. Ransangan sensorik dan bagian dalam paha
d. Gravitasi/ mengubah posisi
4. Perawatan dekubitus
Dalam perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena
berkurangnya vaskularisasi didaerah tersebut.
2.8 Komplikasi
Menurut Mansjoer, Arif, et al. 2000 trauma tulang belakang bisa mengakibatkan berbagai
macam komplikasi, diantaranya
1. Syok hipovolemik
akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga
terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
2. Pendarahan Mikroskopik
Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan
kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan pembengkakan dan
edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar
korda.Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga
terjadi hipoksia dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul
jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.
5. Hiperrefleksia Otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks,
yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul
setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan
kekorda spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem
saraf simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi konstriksi
pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah system. Pada orang yang
korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui oleh
baroreseptor.Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler
diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan
denyut jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi
dilatasi pembuluh darah.Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat
memulihkan tekanan darah kenormal.Pada individu yang mengalami lesi
korda,pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan
vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi
korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah tingkat tersebut terus
berlangsung.Pada hiperrefleksia otonom,tekanan darah dapat meningkat melebihi 200
mmHg sistolik,sehingga terjadi stroke atau infark miokardium.Rangsangan biasanya
menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau
stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.
6. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi
korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi
pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis
separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut
paraplegia.Apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi
hemiparalisis.
Persentase terjadinya komplikasi pada individu dengan tetraplegia komplit
adalah sebagai berikut :
1. pneumonia (60,3 %),
2. ulkus akibat tekanan (52,8 %),
3. trombosis vena dalam (16,4 %),
4. emboli pulmo (5,2 %),
5. infeksi pasca operasi (2,2 %).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb
yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga
mengakibatkan defisit neurologi.
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.
Pertolongan pertama untuk cedera tulang belakang yaitu:
1. Jangan asal mengajak korban bergerak karena dapat menyebabkan kerusakan tulang
permanen.
2. Tempatkan handuk yang sudah digulung di bagian nyeri agar menghindari kerusakan
leher dan kepala.
3. Jangan lupa untuk meminta perhatian medis segera.
Setelah mendapat pertolongan oleh tenaga medis maka segera akan dilakukan
penanganan segera untuk trauma tulang belakang dan intervensi keperawatan untuk
kesembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. 2008. pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sitem
Ning, G.Z, Yu, T.Q, Feng, S.Q, Zhow, X.H, Ban, D.X, Liu Y et al. 2011. Epidemiology of
Weishaupt, N, Silasi, G, Colbourne, F, & Foud, K. 2010. Secondary Dmage in The Spinal
Wilkinson, Judith M. 2015-2017. Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Hasil NOC. (Ed isi 10).
Jakarta: EGC.