PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
S1 ILMU KEPERAWATAN
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karuniaNya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Yang mendukung siswa untuk menambah
pengetahuan yang lebih mendalam dari segi kualitas maupun kuantitas. Makalah ini saya buat
dengan semenarik mungkin sehingga dapat digunakan sebagai sumber belajar siswa dan siswi
Harapan saya, makalah ini bermanfaat bagi dosen dan siswa-siswi. saya mengucapkan
terimakasih atas bantuan semua pihak yang secara langsung maupun tak langsung telah
Saya sangat berharap masukan dan saran yang membangun untuk penyempurnaan
makalah ini lebih lanjut. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan.
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kekerasan agama selama berabad-abad merupakan kejahatan terburuk yang telah
mengisi peradaban manusia. Sesuatu yang paradoks, karena agama mengajarkan nilai-nilai
luhur, tetapi agama juga bertanggung jawab terhadap terjadinya kerusakan di muka bumi ini.
untuk percaya bahwa sumber utama konflik dan kekerasan dunia adalah agama, sekalipun dia
sendiri tidak menyatakan dengan jelas pandangannya tentang hal itu. Di Indonesia sendiri,
kekerasan yang terjadi atas nama agama sangat kita rasakan. Wahid Institue melaporkan
adanya peningkatan kekerasan agama di Indonesia. Tercatat ada 232 kasus berkenanan
dengan kekerasan agama di 2009, sedangkan di 2008 dilaporkan ada 197 kasus.
Bertitik tolak dari argumen dan asumsi bahwa terorisme dapat dilakukan oleh negara
atau sekelompok masyarakat, maka kini kita akan mencoba mendiskusikan lebih jauh faktor
agama dalam hal ini Islam khususnya karena mayoritas penduduk Indonesia menganut agama
Islam dan Islam sendiri sering muncul dalam perkembangan isu-isu terorisme belakangan ini,
terutama aksi terorisme yang terjadi di Indonesia sering dilakukan dengan dan atas nama
agama Islam dan juga karena kekerasan atas nama agama menimbulkan pandangan sempit
bagi orang-orang terhadap agama yang dijadikan tameng dalam aksi kekerasan atau terorisme
itu. Kemudian secara umum, terutama dari sudut pandang fenomenologi agama, yang perlu
kita telaah di sini ialah apakah aksi terorisme diterima sebagai doktrin agama atau merupakan
alat dari orang yang beragama. Faktor agama tersebut akan didskusikan di dalam makalah ini
yaitu apakah benar bahwa aksi terorisme itu harus selalu dikaitkan atas nama agama?
Mengapa banyak orang yang selalu melakukan aksi kekerasan atau terorisme atas nama
agama? Padahal jika dilihat dari sudut pandang logika terutama fenomenologi agama, semua
agama tentu tidak ada yang pernah untuk mengajarkan aksi kekerasan demikian atau dengan
kata lain terorisme dan setiap agama pasti mengajarkan cinta dan kasih sayang kepada
seluruh umat manusia. Untuk itu dalam pembahasan di dalam makalah ini, kita akan coba
melihat seluk-beluk serta menganalisis terorisme atas nama agama serta keterkaitan antara
aksi terorisme tersebut di Indonesia dengan faktor agama yang selalu dijadikan tameng oleh
para pelaku teror dalam menjalankan aksinya serta kita juga akan mencoba untuk mencari
penyelesaian yang terbaik untuk mengubah pola pikir orang agar tidak lagi melakukan aksi
teror hanya karena atas nama agama sekaligus mencari upaya pencegahan tindak terorisme di
2. Solusi apa yang harus diterpkan dalam kekerasan atas nama agama?
3. Apa pola, bentuk dan upaya tindakan kekerasan atas nama agama?
1.3 TUJUAN
Mewujudkan stabilitas nasioonal yang mantap. Dengan adanya leransi umat beragama secara
pada keyakinan keagamaan dapat dihindari. apabila apabila kehidupa beragama rukun, dan
PEMBAHASAN
Secara teoritis, Teror atau Terorisme tidak selalu identik dengan kekerasan. Terorisme
adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Bisa saja kekerasan terjadi
tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa kekerasan. Kekerasan adalah suatu tindakan yang
ditunjukan kepada orang lain dengan maksud melukai, menyakiti dan membuat menderita
baik secara fisik, maupun psikis. Mengenai pengertian yang baku dan definitive dari apa yang
disebut dengan Tindak Pidana Terorisme itu, sampai saat ini belum ada keseragaman.
Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah
untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal
Oleh karena itu menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan pandangan yang
subjektif. Oleh karena tidak mudahnya untuk membuat suatu pengertian tentang terorisme
yang dapat diterima secara umum oleh semua pihak, maka pengertian paling otentik adalah
pengertian yang diambil secara etimologis dari kamus dan ensiklopedia. Dari pengertian
etimologis itu dapat diintepretasikan pengembangannya yang biasanya tidak jauh dari
pengertian dasar tersebut. Berikut akan dijabarkan beberapa definisi terorisme dari beberapa
tokoh :
kekerasan yang ditujukan kepada sasaran secara acak (tidak ada hubungan langsung
murder, mayhem and threatening of the innocent to create fear and intimidation, in
melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau
paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi
5. Menurut Laquer (1999), setelah mengkaji lebih dari seratus definisi Terorisme,
yaitu bahwa ciri utama dari Terorisme adalah dipergunakannya kekerasan atau
6. Menurut A.C. Manulang, Terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan dari
kelompok lain, dipicu antara lain karena adanya pertentangan agama, ideologi dan
7. Menurut Terrorism Act 2000, UK. , Terorisme mengandung arti sebagai penggunaan
8. aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, kerugian berat pada
10. penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan mencapai tujuan politik, agama
atau ideologi.
11. penggunaan atau ancaman yang masuk dalam subseksi yang melibatkan penggunaan
Secara umum sesuai definisi terorisme yang dikemukakan para tokoh dan lembaga di atas,
maka terlihat bahwa pengertiannya diserahkan pada pendapat masing pihak. Namun pendapat
para tokoh dan lembaga mengenai definisi terorisme di atas kurang lebih sudah mencakup
keseluruhan aspek maksud dan inti yang sama. Oleh karena itu penggunaan definisi istilah
Di dalam sejarah kekristenan banyak tindakan kekerasan yang dilakukan oleh gereja
karena kesalahan dalam melakukan penafsiran terhadap Kitab Suci. Orang-orang yang
tekstualis memahami apa yang tertulis di dalam Alkitab secara literal dan menerapkannya di
dalam konteks yang berbeda. Proses eksegese yang sebenarnya diabaikan sehingga mereka
gagal untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis dan memusatkan perhatian terhadap
Hal itu pun sama terjadi terhadap agama Islam, khususnya di Indonesia. Berdasarkan
survei yang dilakukan, perilaku kekerasan agama di Indonesia berkorelasi positif dengan
pemahaman agama yang tekstual. Ajaran-ajaran agama tentang kekerasan baik itu berasal
dari Al qur’an, seperti kebolehan suami memukul istri bila ia mangkir dari kewajibannya
(Q.S. 4: 34-35), maupun Sunnah seperti hadis yang menyatakan anak perlu diperintahkan
salat ketika berumur tujuh tahun, dan boleh dipukul (bila tidak salat) ketika berumur sepuluh,
Survei menunjukkan bahwa orang yang bersedia merusak gereja yang tidak memiliki
izin berjumlah 14,7%, mengusir kelompok Ahmadiyah 28,7%, merajam orang berzina
23,2%, perang melawan non-muslim yang mengancam 43,5%, menyerang atau merusak
tempat penjualan minuman keras 38,4%, mengancam orang yang dianggap menghina Islam
40,7%, jihad di Afghanistan dan Irak 23,1%, dan jihad di Ambon dan Poso 25,2%. Sementara
untuk bentuk tindakan kekerasan yang bersifat domestik, diperoleh tingkat kesediaan berikut:
mencubit anak agar patuh pada orangtua 22%, memukul anak di atas sepuluh tahun agar salat
Berdasarkan hal di atas agama terkesan merupakan sumber dari kekerasan akan tetapi
pemahaman yang tekstualis terhadap Kitab Suci agama lah yang bisa menjadi variabel yang
mendorong perilaku kekerasan agama, tekstualisme dan Islamisme juga berkorelasi positif
Tidak dapat dipungkiri bahwa agama merupakan sumber identitas yang sangat kuat dalam
diri seseorang. Agama profetik seperti Islam dan Kristen, cenderung melakukan kekerasan
segera setelah identitas mereka terancam. Persaingan antar agama yang memicu konflik
sangat mudah terjadi apabila salah satu kelompok merasa identitasnya terancam. Misalkan
bisa kita lihat pada konflik Ambon dan Poso jika dalam konteks dalam negeri. Potensi ini
menjadi semakin besar ketika para pemimpin politik berusaha mengkonstruksi identitas
negara berdasarkan agama tertentu yang mayoritas. Di satu sisi itu bisa menimbulkan
arogansi dari kelompok pemeluk agama yang mayoritas dan perasaan terancam dan
Namun demikian, sejarah kekristenan telah membuktikan bahwa semakin dekat gereja secara
Calvin mencoba menciptakan sebuah kota yang ilahi di Geneva dan tidak berhasil. Demikian
juga pada abad ke-4 ketika Konstantinus bertobat dan menyatukan gereja dengan negara,
pada akhirnya itu pun mengalami kegagalan baik di dalam sisi pemerintah maupun gereja itu
sendiri. Gereja pada akhirnya terlibat secara aktif dalam tindak kekerasan yang imoral dan
Di Indonesia pada saat ini kita sedang berhadapan dengan gerakan Islam fundamentalis
yang berusaha untuk mendirikan negara Islam. Sudah terbukti bahwa itu merupakan salah
satu sumber terbesar kekerasan agama yang terjadi di negara kita. Bukan hanya gereja atau
kelompok agama lain yang dianggap sebagai musuh melainkan juga kelompok Islam lainnya
yang tidak setuju dengan ide negara Islam tersebut. Akibatnya negara kita mengalami
penderitaan yang sangat dalam. Muncul kecurigaan antara pemeluk agama dan memicu
Dalam realitas negara kita sekarang ini, terorisme adalah bentuk paling nyata dari kekerasan
dari agama sebagai landasan dan alat untuk mendapatkan kekuasaan, sebagai tujuan dari teror
tersebut. Inilah analogi gambaran situasi tragis kehidupan dalam pandangan John D Caputo.
2.3 Penyebab Tindakan Terorisme Atas Nama Agama
Dilihat dari perkembangan aksi terorisme di Indonesia saat ini, memang hampir setiap
aksi terorisme yang dilakukan pasti selalu dikaitkan atas nama agama. Kita sebagai
masyarakat yang hidup di Indonesia tentu bertanya, mengapa hal demikian bisa terjadi? Apa
alasan atau faktor-faktor yang menyebabkan mereka selalu menggunakkan nama agama
dalam melakukan setiap aksi teror mereka? Apa yang telah diajarkan oleh agama tersebut
sehingga para pengikutnya melakukan aksi terorisme? Padahal setiap agama mengajarkan
kita untuk mengadakan pedamaian di dunia. Dari sini dapat diketahui bahwa ada sebagian
dari masyarakat Indonesia yang sudah menganggap agama sebagai sebuah lembaga/badan
bahkan sebuah atribut saja dan lupa akan substansi dari agama tersebut.
Orang-orang tersebut sangat meyakini bahwa agama mereka yang paling benar dan
menganggap bahwa agama yang lain itu salah dan sesat sehingga mereka memberantas
siapapun yang beragama lain tanpa menyadari bahwa mereka telah mencemari substansi dari
agamanya sendiri. Untuk mengetahui pembahasan masalah ini secara lebih jelas, maka
pertama-tama kita perlu mengetahui faktor penyebab aksi kekerasan atau terorisme atas nama
agama ini. Secara singkat dan khusus, ada beberapa faktor yang menyebabkan para pelaku
1. Kurangnya pendidikan agama yang dia peroleh atau dengan kata lain dia tidak
menghayati atau memahami keseluruhan esensi dari agama yang dia anut.
2. Kurangnya pengawasan serta perhatian dari orang tua atau keluarganya serta kerabat
mudah dihasut.
menumbuhkan pola pikir sempit atau skeptis bahkan radikal terhadap agama yang ia
anut. Sebagai contoh akhir-akhir ini banyak orang-orang Indonesia yang pergi ke
Timur Tengah atau Afganistan bahkan beberapa negara lainnya seperti Filipina yang
di mana pada awalnya tujuan mereka pergi ke sana ialah untuk studi namun kemudian
setelah pulang kembali ke Indonesia mereka berubah menjadi teroris diakibatkan oleh
pengaruh lingkungan serta ajaran selama mereka berada di sana dari orang-orang
berpola pikir sempit serta radikal. Contoh lainnya ialah di mana tersangka teroris
seperti Imam Samudera dan Amrozi yang memang sejak muda sudah dilatih dan
tinggal di lingkungan militan teroris di Afganistan sehingga wajar jika begitu pulang
4. Ketidakpuasan ekonomi dan hal-hal yang bersifat material yang dia peroleh dalam
aksi teror dengan dalih atas nama agama karena mungkin saja hal itu justru akan
5. Agama memberikan bahasa, mitologi, ilustrasi yang bisa digunakan oleh para
kekerasan.
6. Agama merupakan sumber identitas yang sangat kuat; oleh sebab itu apabila para
terbuka lebar.
7. Agama bisa digunakan secara politis untuk mencapai tujuan pribadi atau kelompok
Itulah gambaran beberapa faktor yang menyebabkan orang melakukan tindakan
aksi kekerasan atas nama agama di Indonesia ini. Sebagai manusia yang beragama dan
beriman, tentu saja kita tidak menginginkan ketujuh hal tersebut terjadi pada kita maupun
Secara umum pola tindakan teroris di Indonesia dilakukan dengan suatu gerakan yang
cepat, teratur, sistematis, terencana, dan luas. Hal ini dibuktikan dengan adanya fakta yang
menunjukkan bahwa para teroris yang saat ini masih berkeliaran di Indonesia mempunyai
hubungan jaringan ke luar negeri. Apalagi sewaktu Nurdin M Top masih hidup yang di mana
selaku pemimpin Al-Qaeda di Indonesia, dia memiliki jaringan yang sangat luas dan besar ke
suatu organisasi teroris Internasional. Sekarang ini para teroris yang masih ada di Indonesia
lebih banyak bergerak dalam organisasi tanpa bentuk dengan merekrut orang-orang desa
yang gampang dipengaruhi dengan materi dakwah keislaman yang fanatik mendogmakan
jihad sebagai “mati syahid”, bila terbunuh atau membunuh “orang kafir” yang selalu
diidentikkan dengan Amerika Serikat atau sekutunya. Mereka juga biasanya tinggal di
bahwa korban sebenarnya bukanlah tujuan utama, tetapi yang terpenting adalah dapat
dijadikan perang urat syaraf yang dapat menggugah rasa takut jutaan manusia. Oleh karena
itu target sasaran selalu tempat-tempat yang mencolok bisa langsung menggemparkan dunia
internasional dan dilakukan secara sistematis. Ini semua dapat dilakukan oleh kelompok
teroris tersebut, karena termotivasi idealisme sempit atau karena kebencian yang sudah
Pertanyaan lain yang berkaitan dengan pola tindakan teroris; mengapa selalu harus dilakukan
sambil membunuh diri? Dari hasil analisis dan modernisasi alat deteksi, akan mudah
diketahui jika membawa bom dengan mobil atau bahkan pada tubuh se-seorang, sehingga
Marriott dan Ritz atau negara lain seperti di Irak, Pakistan, India dan lain-lain. Apalagi bagi
teroris bom bunuh diri, sama nilainya sebagai perbuatan jihad atau kepahlawanan, meskipun
bagi setiap negara, apalagi orang-orang yang menjadi korban perbuatan teror disamakan
dengan perilaku biadab, yang sama sekali meniadakan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga
sangat menakutkan.
Jangan lupa pengertian teror sebenarnya sangat relatif, karena tindakan teror dianggap paling
efektif mencapai tujuan komunitas yang lemah melawan kelompok yang kuat. Pengamat
intelijen Dr. A.C. Manulang, mantan salah direktur BAKIN (sekarang BIN), menyatakan
dugaan dan sinyalemen keterkaitan antara jaringan sel terorisme di Indonesia dengan JI dan
Al-Qaeda sudah dintrodusir beberapa saat sebelum meledaknya bom Bali 1. Oleh karena itu
ancaman teroris internasional, meskipun dengan tubuh Indonesia, masih akan terus
mengancam di Bumi Ibu Pertiwi ini, sehingga semua lapisan masyarakat memerlukan
di Indonesia ini sangatlah banyak dan beraneka ragam sesuai dengan kondisi dan keadaan
yang diharapkan oleh para pelakunya guna meraih sasaran dan target mereka. Secara singkat,
menjadi puncak sorotan manusia seperti pelededakan, bom bunuh diri, pembajakan,
dan seterusnya. Berbagai kejadian pahit dari terorisme fisik ini telah telah tercatat
dalam sejarah. Seperti di Indonesia seperti Bom Bali 1, Bom Bali 2, Bom Kedutaan
suatu ancaman psikologis terhadap suatu subjek atau objek tertentu, seperti misalkan
berupa teror ancaman bom melalui media tertentu seperti telepon, pesan singkat,
surat, email, artikel blog, website dll, yang bertujuan untuk menimbulkan kepanikan.
Seperti yang terjadi pada teror gereja pada malam natal, teror gedung kedutaan AS
dll.
dari terorisme fisik dan psikologi. Sebab seluruh bentuk terorisme fisik yang terjadi
bersumber dari dorongan ideologi para pelakunya, baik itu dari kalangan orang-orang
tidak beragama yang merupakan sumber terorisme di muka bumi ini, atau dari
mereka, khususnya dalam hal ini kaum muslimin yang telah menyimpang dari ajaran
atau suatu komunitas bahkan masyarakat telah terjangkiti suatu paham yang salah atau yang
berupa terorisme ideologi maka dia akan condong untuk segera melakukan tindakan
terorisme fisik maupun psikologi, yang berupa bom bunuh diri, pembajakan, teror dll, yang
Seperti yang telah di sampaikan sebelumnya bahwa terorisme ideologi adalah macam
terorisme yang paling berbahaya, karena terorisme ideologi adalah bentuk yang utama yang
merupakan sumber daripada terorisme lainnya yang menjangkiti bahkan hingga suatu
komunitas dan masyarakat, tidak hanya satu individu perorangan saja, dan contohnya adalah
apa yang kita lihat pada komunitas beberapa organisasi islam seperti Al Qaeda dan Jamaah
“Contoh kasus terorisme kekerasan atas nama agama Indriyanto Seno Adji, “Terorisme,
Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana” dalam Terorisme: Tragedi Umat
Ada banyak hal dan upaya yang bisa dilakukan demi mencegah terjadinya tindakan
kekerasan atas nama agama. Bahkan beberapa orang tokoh kenamaan masyarakat dan
nasional telah berulang kali menyatakan pendapatnya dalam rangka mencegah terorisme,
salah satunya ialah pendapat yang mengatakan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku
teror harus dilakukan dengan tegas, adil, dan bijaksana. Penegakan hukum ini harus
dilakukan terus menerus baik secara terbuka dan tertutup (intelijen) baik untuk pencegahan
penindakan yang sudah berhasil menangkap lebih dari tiga ratus teroris.
Dalam penindakan aksi terorisme, tujuan penghukuman bukanlah untuk balas dendam, tetapi
untuk menimbulkan efek jera kepada pelaku dan menimbulkan efek pencegahan (deterrence
effect) bagi orang lain. Pembinaan pelaku teror dan keluarganya atau kelompoknya juga perlu
organisasi keagamaan, atau tokoh agama kiranya tetap diperlukan. Adakalanya penyidik atau
penuntut umum perlu menguasai dengan baik organisasi teroris dan ideologi yang
melatarbelakanginya.
Kemudian juga menurut Brigjen. Pol. Drs. Halba Rubis Nugroho.MM, dalam rangka
mencegah terorisme, maka oleh karena itu, aparat keamanan selalu siap siaga mengantisipasi
aksi balasan yang dilakukan oleh kelompok Nurdin. Selanjutnya, pada tahun-tahun ke
depannya, berbagai upaya akan terus dilakukan termasuk upaya memutus jaringan teroris
menghindarkan kesalah pahaman umat Islam, maka upaya pendekatan Kepada tokoh-tokoh
dan pencegahan teroris secara lintas negara dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas
Pada tahun 2005, Indonesia telah meresmikan kerjasama bilateral di bidang terrorism
Kejahatan Transnasional dan Jenis Kejahatan Lain, dan dengan Vietnam telah
Sementara itu dalam hal peningkatan infrastruktur aturan hukum, pemerintah sedang dalam
tahap akhir proses ratifikasi dua konvensi internasional yaitu Konvensi Internasional untuk
Pelarangan Keuangan pada Teroris (1999) dan Konvensi Internasional untuk Pelarangan
Pemboman pada Teroris (1997). Aksi terorisme dalam jangka pendek seringkali berdampak
cukup signifikan terhadap upaya-upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif di dalam
negeri.
Selain itu hal yang paling penting adalah sikap kita untuk belajar pada pengalaman
dan berkehendak untuk lebih terbuka dan kritis dengan situasi yang dihadapi.
Upaya membangun hubungan yang berpijak pada prinsip persamaan, keterbukaan, dan saling
menghargai adalah wujud mutlak yang harus dilakukan untuk membenahi jalinan kusut
hubungan sosial kemasyarakatan kita selama ini. Bila tidak, maka niscaya akan sulit
membangun sebuah sistem sosial yang adil, terbuka dan saling menghargai.
Mengapa penting sikap saling terbuka itu ditanamkan di antara kita. Sikap terbuka
berarti sikap untuk mau menerima orang lain, menerima berbeda pandangan dengan orang
lain, menerima berbeda pendapat dengan lain. Selain itu, juga ada inisiatif atau kehendak
untuk mengafirmasi kelompok yang berbeda dari kita. Terbuka bukan berarti hanya sikap
mau menerima, tapi juga sikap dalam bentuk kehendak untuk mengafirmasi orang lain.
Arti terbuka juga sikap melebur atau menggabungkan pribadi atas pribadi lain yang berbeda
dengan kita. Artinya hubungan yang dibangun di atas prinsip keterbukaan berarti antara satu
dengan lain pihak sudah tidak ada lagi jarak, antara dia dan kita. Melainkan hubungan itu
merupakan hubungan dalam kedekatan kami. Pihak satu menjadi bagian dari pihak lain yang
Arti sikap terbuka, juga bukan berarti identitas masing-masing individu hilang. Ia tetap pada
masing-masing kelompok, tapi lebih pada upaya menemukan kemungkinan titik-titik temu di
Gagasan inilah yang mendesak untuk dikembangkan dalam rangka membangun hubungan
Demikian, tidak akan terjadi peristiwa kekerasan yang mengatasnamakan keyakinan agama.
Kendati demikian, gagasan ini bukan sebuah praktik yang mudah dilakukan di lapangan.
Betapapun ini merupakan sebuah gagasan ideal yang harus muncul dari individu-
individu yang berkesadaran. Akan sulit mengharapkan individu semua yang ada di dunia ini
memiliki kesadaran sama dalam menciptakan hubungan di masyarakat. Karena sulit itulah
maka diperlukan sebuah otoritas yang dapat mendesakan kehendaknya kepada seluruh
individu di masyarakat. Otoritas itu harus mampu bersifat netral, dan harus merupakan
representasi dari semua golongan dan kelompok. Agar dapat mencegah terjadinya dominasi
Otoritas ini paling representatif mengambil bentuknya pada institusi negara. Negara dalam
hal ini harus bertindak sebagai mediator atau eksekutor terhadap tegaknya sikap terbuka di
antara masyarakat. Dan Negara harus mampu menindak siapapun individu yang tidak mau
mewujudkan sikap terbuka itu. Negara sebagai kekuatan hukum berhak mendesakan
yang anarkis. Dan harus mampu menindak kelompok-kelompok FPI dan HTI yang telah
berlaku anarkis.
Kemudian para pemimpin agama harus ambil bagian dalam mencegah kekerasan atas nama
agama yang sering terjadi di negeri ini dengan cara memberikan pembinaan dan pemahaman
yang utuh dan menyeluruh mengenai substansi ajaran agamanya masing-masing yang
memang mengajarkan kebaikan kepada umat. Kekerasan agama yang terjadi selama ini
dilakukan oleh pihak-pihak yang begitu bersemangat dalam praktik ritual hidup keagamaan
Menurut Khamami Zada ada dua alasan mengapa suatu perdamaian bisa terwujud
dalam masyarakat. Pertama, karena adanya elemen masyarakat yang masih memegang teguh
ide dan spirit perdamaian untuk kemudian mengkampanyekannya dan, kedua karena adanya
Maka dengan begitu generasi bangsa dituntut untuk selalu bergerak dalam menanggapi
persoalan-persoalan yang melanda bangsa ini, generasi bangsa harus melawan dan mencegah
Sementara Negara bertanggung jawab untuk memfasilitasi jalannya hukum yang betul-betul
adil bagi yang tertindas hak-haknya, ajaran Islam sendiri menegaskan bahwa pemerintah
dengan segala kebijakannya mesti diarahkan dan bertujuan bagi terciptanya kemaslahatan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Segala bentuk kekerasan atas nama agama merupakan suatu hal yang tidak bisa
diterima oleh pihak manapun. Karena jika kita melihat pada bentuk dan substansi agama,
maka tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan manusia untuk berbuat anarki
dan kekerasan terhadap manusia lainnya. Terlebih-lebih jika perbuatan kekerasan tersebut
dilakukan atas nama suatu agama tertentu. Justru sebaliknya, semua agama di dunia ini
mengajarkan kasih sayang, toleransi, cinta damai, saling mengasihi antar sesama manusia
lainnya. Sehingga secara otomatis segala bentuk tindakan kekerasan dilarang oleh semua
agama.
Secara singkat, penyebab yang paling utama hingga menyebabkan orang melakukan
tindakan kekerasan atas nama agama ialah karena orang tersebut memiliki pandangan yang
sangat sempit mengenai agama tersebut atau dengan kata lain dia hanya melihat agama itu
sebatas bentuknya saja tanpa memahami substansi yang sesungguhnya, sehingga kekerasan
yang dia lakukan dipandang sebagai tindakan yang benar dalam agamanya menurut
pandangannya.
3.2 SARAN
Semua komponen masyarakat baik keluarga, tokoh masyarakat, pemuka agama dan
pemerintah Indonesia perlu saling bekerja sama dan berkoordinasi secara baik, teratur, dan
sistematis dalam pemberantasan segala bentuk kekerasan yang terjadi yang dalam hal ini
dilakukan atas nama agama pada khususnya. Upaya-upaya pencegahan yang telah diutarakan
di atas, akan benar-benar terlaksana dengan baik dan benar jika pemerintah dan seluruh
komponen masyarakat mau bekerja sama dan saling menaruh kepercayaan yang baik dan
tinggi.
Hidup di kehidupan yang plural, bukan berarti kita bebas untuk melakukan tindakan
kekerasan atas nama agama, tetapi seharusnya kita lebih banyak menumbuhkan semangat
toleransi antar umat beragama. Dengan semakin banyaknya aksi kekerasan atas nama agama
di Indonesia ini, membuat kita sebagai masyarakat Indonesia harus mampu memahami dan
mempelajari bentuk dan substansi agama secara lebih mendalam dan benar agar kita semua
mampu menggunakkan akal, jiwa, hati, nalar, dan rasio kita dalam menerapkan nilai-nilai
kebaikan dari ajaran agama tersebut dengan benar dalam kehidupan nyata dan bukannya
Muladi, Demokrasi, HAM dan Reformasi Hukum di Indonesia, Op. cit., hal. 172.
A.C Manullang, Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim, (Jakarta: Panta Rhei,
Agustus 2008.
www.leimena.org/0101_artikel2. html