Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KASUS SPINAL

CORD INJURY

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Chika Dwi Adha Yanti (1150019003)


Maya Safitri (1150019014)
Maulana Farhan Alfafa (1150019032)
Mas'udatul Fitriah (1150019039)
Novia Andriani (1150019054)
Normalitasari Pramesthi (1150019066)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PRODI DIII KEPERAWATAN
2021 – 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah Gadar yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KASUS SPINAL CORD INJURY ”.

Makalah ini dibuat untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai


“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KASUS SPINAL CORD
INJURY”. Selama penulisan makalah ini, kami banyak menerima bantuan dan dukungan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena adanya
keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran
yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati. Kami berharap, semoga
tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surabaya, 26 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................5
1.3 Tujuan.............................................................................................................................5
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Jelaskan Pengertian Spinal Cord Injury.........................................................................6

2.2 Jelaskan etiologi Spinal Cord Injury..............................................................................6

2.3 Jelaskan patofisiologi Spinal Cord Injury......................................................................6

2.4 Jelaskan pemeriksaan penunjang Spinal Cord Injury.....................................................8

2.5 Jelaskan jenis cidera Spinal Cord ..................................................................................8

2.6 Jelaskan efek dari Spinal Cord Injury.............................................................................9

2.7 Jelaskan tingkat Spinal Cord Injury...............................................................................11

2.8 Jelaskan Tanda dan Gejala Paraplegi Akibat Spinal Cord Injury..................................12

2.9 Jelaskan pengobatan Spinal Cord Injury........................................................................14

2.10 Jelaskan penatalaksanaan Fisioterapi ..........................................................................16

Bab III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera tulang belakang atau spinal cord injury (SCI) adalah suatu kondisi dimana
penderitanya mengalami perubahan secara fisik dan berdampak pada terhambatnya aktivitas
sehari-hari yang mana aktivitas harian tersebut biasanya dilakukan tanpa bantuan dari orang
lain. Kristyawanti (dalam Fauziah 2008) menyatakan SCI terjadi akibat adanya patah pada
tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan. Secara etilogis beberapa penyebab
terjadinya SCI adalah trauma dan proses penyakit. Spinal Cord Injury (SCI) merupakan salah
satu keadaan yang memberikan dampak besar terhadap fisik, sosial dan psikologis dimana
salah satu dampak psikologis dari SCI menunjukan bahwa terdapat emosi negatif dan
mempengaruhi interaksi sosial bagi penderitanya (Dezarnaulds dan lchef, 2014). Cedera
tulang belakang merupakan salah satu penyebab paling sering kecacatan setelah trauma
(Gaus dan Bisri, 2012). Umumnya trauma yang terjadi disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, jatuh pada saat bekerja, maupun kecelakaan dirumah dan olahraga, penyebab penyakit
dapat berupa mielitis, tumor dan infeksi seperti TBC. Penyebab traumatis yang paling sering
terjadi pada penderita SCI adalah kecelakaan bermotor atau jatuh, sedangkan penyebab non-
traumatis dapat berupa pendarahan internal atau kanker (Stucki, 2013). Kasus SCI sendiri
berada diantara 40 sampai 80 kasus berdasarkan populasi di dunia pada tahun 2012, ini
berarti setiap tahun antara 250.000 dan 50.000 orang menderita SCI. Insiden yang
menyebabkan Tramatic Spinal cord injury (TSCI) dalam studi di tiap negara berkisar antara
13 sampai 53 per juta penduduk. Tercatat 90% SCI terjadi akibat penyebab traumatis, namun
data dari studi terbaru menunjukan sedikit kecenderungan peningkatan terhadap Non
traumatic Spinal

cord injury (NTSCI) sebanyak 26 per juta penduduk (World Health Organization, 2013).
Menurut 13 penelitian yang ada, sebaran penderita SCI yang ada di Belanda sebesar 12,1 %
darisatu juta penduduk, sedangkan di Portugal mencapai 57,8 dari satu juta penduduk.
Namun prevalensi tertinggi kejadian ada di Amerika dengan jumlah 906 kasus per satu juta
penduduk (Lim, Shiue & et all., 2017). Kasus cedera tulang di Indonesia terus meningkat,
Kementrian Kesehatan menyebutkan bahwa sekitar 8 juta orang mengalami patah tulang.

4
Data pada tahun 2013 patah tulang paling tinggi akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 46,2
persen. Hasil survei Departemen Kesehatan Rakyat Indonesia sebanyak 25% penderita patah
tulang mengalami kematian, 45% mengalami kecacatan fisik dan 15% mengalami stress
psikologis seperti cemas dan depresi dan 10% penderitanya mampu mengalami kesembuhan
(Depkes RI, 2013) sedangkan di Rumah Sakit Umum Daerah ULIN Banjarmasin terdapat 6
kasus SCI pada tahun 2014, 15 kasus tahun 2015, 18 kasus tahun 2016 dan terakhir data
tahun 2017 menyebutkan ada 8 kasus pasien SCI

1.2 Rumusan Masalah

a. Jelaskan Pengertian Spinal Cord Injury


b. Jelaskan etiologi Spinal Cord Injury
c. Jelaskan patofisiologi Spinal Cord Injury
d. Jelaskan pemeriksaan penunjang Spinal Cord Injury
e. Jelaskan jenis cidera Spinal Cord
f. Jelaskan efek dari Spinal Cord Injury
g. Jelaskan tingkat Spinal Cord Injury
h. Jelaskan Tanda dan Gejala Paraplegi Akibat Spinal Cord Injury
i. Jelaskan pengobatan Spinal Cord Injury
j. Jelaskan penatalaksanaan Fisioterapi
1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui Pengertian Spinal Cord Injury


b. Untuk mengetahui etiologi Spinal Cord Injury
c. Untuk mengetahui patofisiologi Spinal Cord Injury
d. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Spinal Cord Injury
e. Untuk mengetahui Jelaskan jenis cidera Spinal Cord
f. Untuk mengetahui Jelaskan efek dari Spinal Cord Injury
g. Untuk mengetahui Jelaskan tingkat Spinal Cord Injury
h. Untuk mengetahui Jelaskan Tanda dan Gejala Paraplegi Akibat Spinal Cord Injury
i. Untuk mengetahui Jelaskan pengobatan Spinal Cord Injury
j. Untuk mengetahui Jelaskan penatalaksanaan Fisioterapi

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Spinal Cord Injury

Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada sumsum tulang belakang
yang mengakibatkan kerugian atau gangguan fungsi menyebabkan mobilitas dikurangi atau
perasaan. Penyebab umum dari kerusakan adalah trauma (kecelakaan mobil, tembak, jatuh,
cedera olahraga, dll) atau penyakit (myelitis melintang, Polio, spina bifida, Ataksia
Friedreich, dll). Sumsum tulang belakang tidak harus dipotong agar hilangnya fungsi terjadi.
Pada kebanyakan orang dengan SCI, sumsum tulang belakang masih utuh, tetapi kerusakan
selular untuk itu mengakibatkan hilangnya fungsi. SCI sangat berbeda dari cedera punggung
seperti disk pecah, stenosis tulang belakang atau saraf terjepit.

Hal ini dimungkinkan bagi seseorang untuk "mematahkan punggung atau leher"
namun tidak mempertahankan cedera tulang belakang selama hanya tulang (tulang belakang)
sekitar sumsum tulang belakang yang rusak, tapi kabel tulang belakang tidak terpengaruh.
Dalam kasus ini, orang tersebut tidak mungkin mengalami kelumpuhan setelah tulang
belakang yang stabil.

2.2 Etiologi

Cedera tulang belakang yang paling sering traumatis, disebabkan oleh lateral yang lentur,
rotasi dislokasi, pemuatan aksial, dan hyperflexion atau hiperekstensi dari kabel atau cauda
equina. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab paling umum dari SCI, sedangkan
penyebab lain meliputi jatuh, kecelakaan kerja, cedera olahraga (menyelam, judo dll), dan
penetrasi seperti luka tusuk atau tembak, kecelakaan di rumah (jatuh dr ketinggian, bunuh diri
dll), dan bencana alam, misal gempa. SCI juga dapat menjadi asal non-traumatik,. Seperti
dalam kasus kanker, infeksi, penyakit cakram intervertebralis, cedera tulang belakang,
penyakit sumsum tulang belakang vascular, transverse myelitis, tumor dan multiple sclerosis.

6
2.3 Patofisiologi

Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakakan
lalu lintas, kecelakakan olah raga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak
cervicalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif,
dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan
melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok syaraf parasimpatis
pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi.
Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum, kandung kemih. Gangguan
kebutuhan gangguan rasa nyaman, nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi,
bradikardia, gangguan eliminasi.

Sebuah kejadian patofisiologis yang kompleks yang berhubungan dengan radikal


bebas, edema vasogenic, dan aliran darah diubah rekening untuk pemburukan klinis.
Oksigenasi normal, perfusi, dan asam-basa keseimbangan yang diperlukan untuk mencegah
memburuknya cedera sumsum tulang belakang.

Cedera tulang belakang dapat dipertahankan melalui mekanisme yang berbeda,


dengan 3 kelainan umum berikut yang menyebabkan kerusakan jaringan:

1. Penghancuran dari trauma langsung

2. Kompresi oleh fragmen tulang, hematoma, atau bahan disk yang

3. Iskemia dari kerusakan atau pelampiasan pada arteri spinalis

Edema bisa terjadi setelah salah satu jenis kerusakan.

Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak
langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulang belakang
adalah penyebab cedera pada medula spinalis secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi
dibawah segmen cervical dan medula spinalis tersebut mengalami kerusakan sehingga akan
berakibat terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang dsarafi dengan manifestasi
kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada
kedua anggota gerak bawah serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi
persarafan yang terganggu mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada regio yang
disarafi oleh segmen yang cedera tersebut.

7
Klasifikasi derajat kerusakan medulla spinalis :

1. Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di bawah level lesi.

2. Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masih tersisa di bawah
level lesi.

3. Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapi tidak
fungsional.

4. Frankel D = Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara dan fungsional.

5. Frankel E = Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficit neurologisnya.

2.4 Pemeriksaan penunjang

Berdasarkan patofisiologi di atas, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan diagnostik SCI
yang dapat meliputi, sbb:

1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislokasi )

2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas

3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal.

4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru.

5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

Cedera tulang belakang diklasifikasikan oleh Cedera Spinal klasifikasi American


Association (ASIA). Skala nilai ASIA pasien berdasarkan gangguan fungsional mereka
sebagai akibat dari cedera.

2.5 Jenis Cedera Spinal Cord

Ada dua jenis cedera tulang belakang. Lengkapi cedera tulang belakang mengacu pada jenis
cedera yang mengakibatkan hilangnya fungsi yang lengkap di bawah tingkat cedera,
sementara tidak lengkap cedera tulang belakang adalah mereka yang menghasilkan sensasi
dan perasaan bawah titik cedera. Tingkat dan derajat fungsi dalam luka yang tidak lengkap
sangat individu, dan tergantung pada cara di mana sumsum tulang belakang telah rusak.

1. Cedera Spinal Cord Lengkap

8
Cedera lengkap berarti bahwa tidak ada fungsi di bawah tingkat cedera, tidak ada
sensasi dan tidak ada gerakan sukarela. Kedua sisi tubuh sama-sama terpengaruh. Cedera
tulang belakang lengkap menyebabkan paraplegia lengkap atau tetraplegia lengkap.
Paraplegia Lengkap digambarkan sebagai kerugian permanen fungsi motorik dan saraf pada
tingkat T1 atau bawah, yang mengakibatkan hilangnya sensasi dan gerakan di kaki, usus,
kandung kemih, dan wilayah seksual. Lengan dan tangan mempertahankan fungsi normal.

Sebuah cedera tulang belakang yang lengkap berarti bahwa tidak ada gerakan atau
sensasi di bawah tingkat cedera. Dalam cedera yang lengkap, kedua sisi tubuh sama-sama
terpengaruh. Cedera tulang belakang lengkap jatuh di bawah lima klasifikasi yang berbeda:

• Kabel sindrom anterior: dicirikan oleh kerusakan pada bagian depan tulang belakang,
mengakibatkan gangguan suhu, sentuhan, dan sensasi nyeri di bawah titik cedera. Beberapa
gerakan nantinya dapat dipulihkan.

• Kabel pusat sindrom: ditandai oleh kerusakan di tengah dari sumsum tulang belakang yang
mengakibatkan hilangnya fungsi dalam pelukan tetapi beberapa gerakan kaki. Pemulihan
Beberapa mungkin.

• Kabel posterior sindrom: ditandai oleh kerusakan bagian belakang sumsum tulang
belakang, sehingga kekuatan otot yang baik, rasa sakit, dan sensasi suhu, tetapi koordinasi
yang buruk.

• Brown-Sequard sindrom: dicirikan oleh kerusakan pada satu sisi tulang belakang,
mengakibatkan hilangnya gangguan pergerakan tapi sensasi diawetkan pada satu sisi tubuh,
dan diawetkan gerakan dan hilangnya sensasi di sisi lain tubuh.

• Cauda equina lesi: ditandai dengan cedera pada saraf yang terletak antara wilayah lumbalis
pertama dan kedua tulang belakang, mengakibatkan hilangnya sebagian atau lengkap dari
sensasi. Dalam beberapa kasus, saraf tumbuh kembali.

Paraplegia lengkap adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerugian permanen


gerakan dan sensasi di tingkat T1 atau bawah. Pada tingkat T1 ada fungsi tangan normal, dan
sebagai tingkat bergerak ke bawah kolom tulang belakang meningkatkan kontrol perut, fungsi
pernapasan, dan keseimbangan duduk mungkin terjadi.

Beberapa orang dengan paraplegia lengkap memiliki gerakan batang parsial, yang
memungkinkan mereka untuk berdiri atau berjalan jarak pendek dengan peralatan bantu. Pada

9
kebanyakan kasus, paraplegics lengkap memilih untuk mendapatkan sekitar melalui self-
propelled kursi roda.

2. Cedera Spinal Cord

Tidak Lengkap Dalam cedera tidak lengkap, pasien sering dapat memindahkan satu
anggota gerak lebih daripada yang lain, mungkin memiliki fungsi yang lebih pada satu sisi
dari yang lain, atau mungkin memiliki beberapa sensasi di bagian tubuh yang tidak dapat
dipindahkan.

Efek dari cedera tidak lengkap tergantung pada apakah bagian depan, belakang,
samping, atau pusat sumsum tulang belakang terpengaruh. Ada lima klasifikasi cedera tulang
belakang lengkap: kabel sindrom anterior, sindrom kabel pusat, sindrom serabut posterior,
Brown-Sequart sindrom, dan cauda equina lesi.

• Kabel Sindrom Anterior: Cedera terjadi pada bagian depan tulang belakang, meninggalkan
orang dengan hilangnya sebagian atau lengkap dari kemampuan untuk nyeri akal, suhu, dan
sentuhan di bawah tingkat cedera. Beberapa orang dengan jenis cedera kemudian
memulihkan beberapa gerakan.

• Sindrom Kabel Tengah: Cedera terjadi di pusat sumsum tulang belakang, dan biasanya
mengakibatkan hilangnya fungsi lengan. Beberapa kaki, usus, dan kontrol kandung kemih
dapat dipertahankan. Beberapa pemulihan dari cedera ini dapat mulai di kaki, dan kemudian
bergerak ke atas.

• Sindrom Kabel posterior: Cedera terjadi ke arah belakang sumsum tulang belakang.
Biasanya listrik otot, nyeri, dan sensasi suhu diawetkan. Namun, orang tersebut mungkin
mengalami kesulitan dengan koordinasi ekstremitas.

• Sindrom Brown-Sequard: Cedera ini terjadi pada satu sisi dari sumsum tulang belakang.
Nyeri dan sensasi suhu akan hadir di sisi yang terluka, tetapi kerusakan atau kehilangan
gerakan juga akan menghasilkan. Sisi berlawanan dari cedera akan memiliki gerakan yang
normal, tetapi rasa sakit dan sensasi suhu akan terpengaruh atau hilang.

• Cauda lesi kuda: Kerusakan pada saraf yang keluar dari kipas sumsum tulang belakang pada
daerah lumbal pertama dan kedua tulang belakang bisa menyebabkan hilangnya sebagian
atau lengkap dari gerakan dan perasaan. Tergantung memperpanjang kerusakan awal,
kadang-kadang saraf dapat tumbuh kembali dan melanjutkan fungsi.

10
2.6 Efek dari Spinal Cord Injury

Cedera di wilayah dada biasanya mempengaruhi bagian dada dan kaki dan mengakibatkan
kelumpuhan. Vertebra di punggung bawah antara vertebra toraks, di mana tulang rusuk
melampirkan, dan pelvis (tulang pinggul), adalah vertebra lumbal. Vertebra sakralis lari dari
Pelvis ke akhir kolom tulang belakang. Cedera vertebra lumbal lima (L-1 sampai L-5) dan
sama dengan vertebra sakralis lima (S-1 sampai S5) umumnya mengakibatkan hilangnya
beberapa fungsi di bagian pinggul dan kaki. Efek dari SCI tergantung pada jenis cedera dan
tingkat cedera.

2.7 Tingkat Spinal Cord Injury

Tingkat cedera sangat membantu dalam memprediksi apa bagian tubuh yang mungkin
akan terpengaruh oleh kelumpuhan dan hilangnya fungsi. Ingatlah bahwa dalam luka tidak
lengkap akan ada beberapa variasi dalam prognosis.

Servikal (leher) luka biasanya menghasilkan quadriplegia. Cedera di atas level-4 C


mungkin memerlukan ventilator bagi orang untuk bernapas. C-5 sering mengakibatkan
cedera bahu (deltoid) dan kontrol bisep, tetapi tidak ada kontrol di pergelangan tangan atau
tangan. C-6 cedera pergelangan umumnya memberi kontrol (ekstensor pergelangan tangan),
tetapi tidak ada fungsi jari tangan. Individu dengan C7 dan T-1 luka dapat meluruskan lengan
mereka (trisep) tetapi mungkin masih memiliki masalah ketangkasan dengan tangan dan jari.
Cedera pada tingkat dada dan bawah mengakibatkan paraplegia, dengan tangan tidak
terpengaruh. Pada T-1 sampai T-8 yang paling sering ada kendali dari tangan, tetapi kontrol
batang miskin sebagai akibat dari kurangnya kontrol otot perut. Rendah T-luka (T-9 ke T-12)
memungkinkan kontrol truk yang baik dan kontrol otot yang baik perut. Duduk
keseimbangan yang sangat baik. Lumbalis dan sakralis cedera menghasilkan penurunan
kontrol dari fleksor pinggul dan kaki.

Kelumpuhan juga memiliki efek lain serta hilangnya sensasi atau motor berfungsi
Individu dengan SCI juga mengalami perubahan neurologis lainnya. Sebagai contoh,
seseorang mungkin mengalami disfungsi usus dan kandung kemih,. Fungsi seksual yang
sering terkena pada pria dengan SCI, karena mereka mungkin memiliki kesuburan mereka
terpengaruh, sementara kesuburan perempuan umumnya tidak terpengaruh. Tinggi cedera
tulang belakang cedera (C-1, C-2) dapat mengakibatkan hilangnya banyak fungsi tubuh
secara sukarela, termasuk kemampuan untuk bernapas. Pernapasan bantu seperti ventilator

11
mekanik atau alat pacu jantung diafragma mungkin diperlukan untuk mengatur orang-orang
yang bernapas dalam kasus ini. Efek lain dari SCI mungkin termasuk tekanan darah rendah
postural (Hipotensi postural), ketidakmampuan untuk mengatur tekanan darah dengan efektif,
kontrol penurunan suhu tubuh (poikilothermic), ketidakmampuan untuk berkeringat di bawah
tingkat cedera, dan rasa sakit kronis.

2.8 Tanda dan Gejala Paraplegi Akibat Spinal Cord Injury

a. Gangguan motoric
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan
sel-sel saraf pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flacid
paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmensegmen medula spinalis yang
cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung sesaat
setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal shock ini
ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Apabila lesi terjadi di mid thorakal maka
gangguan refleknya lebih sedikit tetapi apabila terjadi di lumbal beberapa otot-otot
anggota gerak bawah akan mengalami flacid paralisis (Bromley, 1991). Masa spinal
shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6 minggu kemudian akan berangsur -
angsur pulih dan menjadi spastik. Cedera pada medula spinalis pada level atas bisa pula
flacid karena disertai kerusakan vaskuler yang dapat menyebabkan matinya sel – sel
saraf

b. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain
dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu sel-sel
yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. (Crosbie,1993). Selain itu kulit dibawah
level kerusakan akan mengalami anaesthes, karena terputusnya serabut-serabut saraf
sensoris.

c. Gangguan bladder dan bowel


Efek gangguan fungsi bladder tergantung pada level cedera medula spinalis, derajat
kerusakan medula spinalis, dan waktu setelah terjadinya injury. Paralisis bladder terjadi
pada hari-hari pertama setelah injury selama periode spinal shock. Seluruh reflek bladder
dan aktivitas otot-ototnya hilang. Pasien akan mengalami gangguan retensi diikuti
dengan pasif incontinensia. Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik

12
membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid dan rectum serta relaksasii otot spincter
internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls
afferentnya dicetuskan oleh gangglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum
akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja. Defekasi adalah
kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rectum. Mekanisme defekasi dapat
dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong kebawah sampai tiba di
rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rectum
kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara
volunter. Spincter ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga
tekanan intra abdominal yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika
terjadi inkontinensia maka defekasi tak terkontrol oleh keinginan (Sidharta, 1999).

d. Gangguan fungsi seksual


• Gangguan seksual pada pria
Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari setelah
cidera. Seluruh bagian dari fungsi sexual mengalami gangguan pada fase spinal shock.
Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya lesi.
Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflex pada conus, otomatisasi ereksi terjadi
akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas seksual. Pasien
dengan level cidera rendah pusat reflek sakral masih mempunyai reflex ereksi dan ereksi
psychogenic jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan, biasanya pasien mampu
untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian keluarnya cairan diatur oleh
kontraksi dari internal bladder sphincter.
Kemampuan fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit,
tergantung seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan sensasi pada
penis sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan locomotor
dan aktivitas otot secara volunter. Dapat dilakukan tes untuk mengetahui potensi sexual
dan fertilitas. Selain itu banyak pasangan yang memerlukan bantuan untuk belajar
teknik-teknik keberhasilan untuk hamil (Hirsch, 1990; Brindley, 1984).
• Gangguan seksual pada wanita Gangguan siklus menstruasi banyak terjadi pada
wanita dengan lesi komplit atau tidak komplit. Gangguan ini dapat terjadi untuk beberapa
bulan atau lebih dari setahun. Terkadang siklus menstruasinya akan kembali normal.
Pada pasien wanita dengan lesi yang komplit akan mengalami gangguan sensasi pada
organ genitalnya dan gangguan untuk fungsi seksualnya. Pada paraplegi dan tetraplegi,

13
wanita dapat hamil dan mempunyai anak yang normal dengan lahir normal atau dengan
caesar (SC) jika memang indikasi. Kontraksi uterus akan terjadi secara normal untuk
cidera diatas level Th6, kontraksi uterus yang terjadi karena reflek otonom. Pasien
dengan lesi complet pada Th6 dan dibawahnya. Akan mengalami nyeri uterus untuk
pasien dengan lesi komplet Th6, Th7, Th8 perlu mendapatkan pengawasan khusus
biasanya oleh rumah sakit sampai proses kehamilan.
e. Autonomic desrefleksia
Autonomic desrefleksia adalah reflek vaskuler yang terjadi akibat respon stimulus
dari bladder, bowel atau organ dalam lain dibawah level cedera yang tinggi, fisioterapi
harus tanggap terhadap tanda-tanda terjadinya autonomic desrefleksia antara lain 1)
keluar banyak keringat pada kepala, leher, dan bahu, 2) naiknya tekanan darah, 3) HR
rendah, 4) pusing atau sakit kepala. Overdistension akibat terhambatnya kateter dapat
meningkatkan aktifitas dari reflek ini jika tidak cepat ditanggulangi dapat menyebabkan
pendarahan pada otak, bahkan kematian. Dapat juga disebabkan oleh spasme yang kuat
dan akibat perubahan pasisi yang tiba-tiba, seperti saat tilting table.

2.9 Pengobatan Cedera Spinal cord

Perawatan dimulai dengan personel gawat darurat medis yang membuat evaluasi awal
dan melumpuhkan pasien untuk transportasi. Perawatan medis segera dalam 8 jam pertama
setelah cedera adalah penting untuk pemulihan pasien. Saat ini ada banyak pengetahuan lebih
besar tentang bergerak dan penanganan pasien cedera tulang belakang. Salah teknik yang
digunakan pada tahap ini bisa memperburuk cedera jauh.

Bila cedera terjadi dan untuk periode waktu sesudahnya, sumsum tulang belakang
merespon dengan pembengkakan. Pengobatan dimulai dengan obat steroid, ini dapat
diberikan di tempat kejadian oleh Dokter ambulans udara atau paramedis terlatih. Obat ini
mengurangi peradangan di daerah luka dan membantu untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut untuk membran sel yang dapat menyebabkan kematian saraf. Hemat saraf dari
kerusakan lebih lanjut dan kematian adalah sangat penting.

Cedera setiap pasien adalah unik. Beberapa pasien memerlukan operasi untuk
menstabilkan tulang belakang, memperbaiki misalignment kotor, atau untuk menghapus
kabel jaringan menyebabkan atau kompresi saraf. Spinal stabilisasi sering membantu untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut. Beberapa pasien mungkin ditempatkan dalam traksi dan

14
tulang belakang diperbolehkan untuk menyembuhkan secara alami. Setiap cedera yang unik
seperti program pengobatan cedera posting yang berikut.

Tergantung pada keadaan, ketika pembedahan diperlukan, dapat dilakukan dalam 8


jam setelah cedera. Pembedahan dapat dipertimbangkan jika sumsum tulang belakang
dikompresi dan ketika tulang belakang memerlukan stabilisasi. Dokter bedah memutuskan
prosedur yang akan memberikan manfaat terbesar bagi pasien.

Jaringan yang berbeda dan struktur tulang vertebra termasuk sejajar dari kekuatan
cedera, herniated disc, atau hematoma dapat menyebabkan kompresi sumsum tulang
belakang. Sebuah tulang belakang tidak stabil mungkin memerlukan instrumentasi tulang
belakang dan fusi untuk membangun dalam dukungan.

Instrumentasi tulang belakang dan fusi dapat digunakan untuk memberikan stabilitas
permanen ke kolom tulang belakang. Ini prosedur yang benar, bergabung, dan memantapkan
tingkat di mana elemen tulang belakang telah rusak atau dihapus (misalnya disc hernia)

Instrumentasi menggunakan perangkat keras yang dirancang medis seperti batang,


bar, kabel dan sekrup. Instrumentasi dikombinasikan dengan fusi (cangkok tulang) untuk
secara permanen bergabung dua atau lebih tulang belakang. Setelah pasien stabil, perawatan
dan pengobatan berfokus pada perawatan suportif dan rehabilitasi. Anggota keluarga,
perawat, atau wali dilatih khusus memberikan perawatan suportif. Perawatan ini mungkin
termasuk membantu pasien mandi, berpakaian, mengubah posisi untuk mencegah luka
baring, dan bantuan lainnya.

Rehabilitasi sering mencakup terapi fisik, terapi okupasi, dan konseling bagi
dukungan emosional. Setiap program dirancang untuk memenuhi kebutuhan unik pasien.
Layanan mungkin awalnya diberikan ketika pasien dirawat di rumah sakit atau pada unit
spesialis cedera tulang belakang. Setelah rawat inap, beberapa pasien yang dirawat di sebuah
fasilitas rehabilitasi. Pasien lain dapat melanjutkan rehabilitasi secara rawat jalan dan / atau di
rumah.

Program fisioterapi (PT) dapat memfasilitasi pemulihan kekuatan otot, fleksibilitas,


meningkatkan mobilitas, koordinasi, dan mempertahankan fungsi tubuh melalui latihan. Pijat,
hidroterapi, dan perawatan lain dapat membantu untuk meredakan nyeri.

15
Terapi Okupasi (PL) mengajarkan pasien bagaimana menghadapi kehidupan sehari-
hari. PL mendorong kemerdekaan dengan membantu pasien dengan tugastugas sehari-hari
seperti berpakaian, persiapan mandi, makanan, pergi ke toilet, dan kegiatan lain sehari-hari.

Pidato dan terapi bahasa dapat dimasukkan. Keterampilan ini menyeberang ke tempat
kerja, membantu pasien mengembangkan potensi penuh mereka. Ini mungkin termasuk
mengajar pasien bagaimana menggunakan otot-otot yang berbeda untuk menyelesaikan
tugas-tugas seperti menulis.

Kadang-kadang lebih dari dukungan dari keluarga dan teman-teman yang dibutuhkan
untuk mengatasi cedera tulang belakang

2.10 Penatalaksanaan Fisioterapi

Diagnosis Fisioterapi

1. Impairment : - nyeri pada daerah insisi

- penurunan kekuatan otot-otot tungkai

- potensial terjadinya atrofi dan kontraktur pada otot-otot tungkai

- menurunnya ROM tungkai - gangguan sensasi

- gangguan fungsi kontrol bladder dan bowel

2. Functional Limitation : - gangguan seperti miring, duduk, dan berdiri serta gangguan
aktifitas berjalan.

3. Disability : - pasien tidak dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sehari-hari.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Cedera saraf tulang belakang adalah kondisi di mana terjadi kerusakan atau
luka pada saraf yang terletak di saluran (kanal) tulang belakang. Rusaknya saraf
tulang belakang umumnya disebabkan oleh Kecelakaan kendaraan bermotor paling
umum dari SCI, sedangkan penyebab lain meliputi jatuh, kecelakaan kerja, cedera
olahraga (menyelam, judo dll), atau kekerasan fisik dan penetrasi seperti luka tusuk
atau tembak, kecelakaan di rumah (jatuh dr ketinggian, bunuh diri dll), dan bencana
alam, misal gempa. Spinal Cord Injury (SCI) merupakan salah satu keadaan yang
memberikan dampak besar terhadap fisik, sosial dan psikologis dimana salah satu
dampak psikologis dari SCI menunjukan bahwa terdapat emosi negatif dan
mempengaruhi interaksi sosial bagi penderitanya.

3.2 SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan

17
sumber- sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://docshare01.docshare.tips/files/18476/184768194.pdf
http://digilib.ulm.ac.id/archive/bank/pdf/9cbc713e7eed0af8afecee13a5e5813
820190123be3bc89429bfdf7d095f8675b2ad8138.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai