Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

A DENGAN FRAKTUR
BASIS CRANII DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD DR.
ADJIDARMO RANGKAS BITUNG
Dosen Pembimbing : Hj. Siti Wasliyah, S. Kep, Ners, M.
Kep

Ci Ruangan :Ns. Bambang Sutrisno,S.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 1
Abdul Rahman A P27901121051
Ahlam Madaniyah P27901121052
Alifia Framudyta P27901121053
Alya Destika Fitri P27901121054
Ana Dea Oktavia P27901121055
Anicah Sovianti P27901121056
Anisa Iswara P27901121057
Annis Qurrotu Ain P27901121058

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN
TANGERANG PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan
sebuah makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Jantung
Koroner”. Shalawat beriring salam Kami sampaikan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah
sampai zaman sekarang ini.

Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik


keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana dalam
mengembangkan dan meningkatkan nilai pengetahuan tentang materi yang
dipelajari pada Program Studi D-III Keperawatan Jurusan Keperawatan
Tangerang Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih luas bagi pembacanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat kelebihan


dan kekurangannya sehingga Kami mengharap kritik dan saran yang dapat
memperbaiki untuk penulisan makalah selanjutnya.

Rangkasbitung, 08 November 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi..........................................................................................................3

B. Etiologi..........................................................................................................4

C. Manifestasi Klinis.........................................................................................4

D. Patofisiologi..................................................................................................4

E. Pemeriksaan Penunjang................................................................................5

F. Terapi Medis..................................................................................................6

G. Diagnosa Keperawatan.................................................................................6

H. Perencanaan Keperawatan............................................................................6

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

A. Data Biografi Pasien.....................................................................................10

B. Primary Survey.............................................................................................10

C. Secondary Survey.........................................................................................10

D. Analisa Data................................................................................................12

E. Diagnosa Keperawatan................................................................................14
ii
F. Perencanaan Kperawatan............................................................................14

G. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan...................................................17

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan.............................................................................18

B. Diagnosa Keperawatan................................................................................18

C. Intervensi Keperawatan...............................................................................18

D. Implementasi Keperawatan.........................................................................18

E. Evaluasi Keperawatan.................................................................................19

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................20

B. Saran............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak yang tebal Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
diramater Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi
tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar.Fraktur basis cranii/
Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat benturan langsung pada
daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiputmastoid, supraorbita); transmisi
energi yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek remote
dari benturan pada kepala (gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik
benturan atau perubahan bentuk tengkorak) Cidera otak merupakan kerusakan
akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cidera dan
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranialFraktur adalah patah tulang
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, keadaan tulangdan jaringan
lunak disekitar tulang CITATION Nur \ 1033] Salah satu fraktur yang sering
terjadi yaitu fraktur basis craniiFraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier
yang terjadi pada dasar tulang tengkorak Fraktur ini sering kali disertai dengan
robekan pada duramater yang merekat erat pada dasar tengkorakPada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racun eyes sign
fraktur basis krani fossa anterior), atau othorhea dan battle sign (fraktur crani
fossa media)
( [CITATION Jen113 || 1033]Menunut Data WHO Cedera pada susunan saraf
pusat masih merrupakan penyebab utama tingginya angka morbiditas dan
mortalitas pada usia muda di seluruh duniaPada tahun 1998 sebanyak 148.000
orang di amerika meninggal akibat berbagai jenis cedera.Trauma kapitis
menyebabkan 50.000 kematian.Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk
rumah sakit dan tingkat mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000
pendudukSebanyak 22% pasien trauma kapitis meninggal akibat
cederannya.Sekitar 10.000 20.000 kejadian medulla spinalis setiap

1
tahunnya[ CITATION Kow112 | 1033]Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang
tengkorak merupakan kasus fraktur linear sederhanayang merupakan jenis yang
paling umum, terutama pada anak usia dibawah 5 tahunFraktur tulang temporal
sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian fraktur tulang tengkorakdan fraktur
basis crani sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara lain frontoparietal
(75%)temporal (10%)occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain
(10%)Sebagian besar fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (75-
90%)Insiden fraktur tulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0,02%),
atau 42.409 orang setiaptahunnya.
B. Tujuan
a) Tujuan Umum
- Menerapkan teori dan lebih menekankan dalam
mempraktekan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, perencanaan, tindakan dan evaluasi
- Dapat mengetahui cara merawat klien dengan gawat darurat
pennyakit jantung koroner

b) Tujuan Khusus
Tujuan utama dari penulisan ini yaitu untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Praktik Klinik Gawat Darurat dan
Manajemen Bencana.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Fraktur Basis Crani


1. Definisi
Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tengkorak yang tebalFraktur ini sering disertai dengan robekan ada
duramaterFraktur basis crania sering terjadi ada 2 lokasi anatomi tertentu yaitu
region temporal dan region occipital condylar (Kowalak2011)
Fraktur basis crania dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fraktur fossa
anterior dan fraktur fossa posteriorFraktur basis crania meruakan yang aling
serius terjadi karena melibatkan tulang - tulang dasar tengkorak dengan
komplikasi otorrhea cairan serebrosinal ( cerebrospinal fluid) dan rhinorrhea.
(Engram, 2016)
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan fraktur basis cranii
adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang tengkorak yang biasanya
terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan fraktur akibat
benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiputmastoid,
supraorbita) transmisi energy yang berasal dari benturan ada wajah atau
mandibula.
Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi
tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar.
Fraktur basis cranii/ Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat
benturan langsung pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita); transmisi energi yang berasal dari benturan pada wajah atau
mandibula; atau efek remote dari benturan pada kepala (gelombang tekanan yang
dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).

3
Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial.
B. Etiologi Fraktur Basis Crani
Dalam beberapa studi telah terbukti fraktur basis cranii dapat disebabkan oleh
berbagai mekanisme termaksud ruda paksa akibat fraktur maksilofacial, ruda paksa
dari arah lateral cranial dan dari arah kubah cranial, atau karena beban inersia oleh
kepala
C. Menifestasi Klinis
Gambaran klinis dari fraktur basis crania yaitu :
a. Hemotimpanum.
b. Ekimosis periorbita (racoon eyes)
c. Ekimosis retroauricular ( Battle’s sign)
d. Kebocoran cairan serebrospinal dari telinga dan hidung
e. Parese nervus cranialis ( nervus I, II, III, IV, VII, dan VIII ) dapat terjadi.
f. Hematoma, hemoragi.
D. Patofisiology Fraktur Basis Crani dan Pathway
Trauma dapat menyebabkan fraktur tulang tengorak yang diklasifikasikan menjadi:
a. Fraktur sederhana : suatu fraktur linear pada tulang tengkorak.
b. Fraktur depresi apabila fragmen tulang tertekan ke bagian lebih dalam dari
tulang tengkorak.
c. Fraktur campuran bila terdapat hubungan langsung dengan lingkungan luar. Ini
disebabkan oleh laserasi pada fraktur atau suatu frakturbasis crania yang
biasanya melalui sinus-sinus.
Pada dasarnya, suatu fraktur basiler adalah suatu fraktur linear pada basis crania.
Biasanya disertai robekan durameter dan terjadi pada daerah – daerah tertentu dari
basis crania.
Fraktur basilar adalah fraktur linear meliputi dasar pertengahan pada tulang
tengkorak. Fraktur ini biasanya berhubungan dengan dural. Sebagian besar fraktur
basilar berlangsung pada 2 lokasi spesifik seperti regio temporal dan regio kondilar
oksipital.
Fraktur temporal dapat dibagi dalam 3 subtipe yaitu longitudinal, transversal,
dan campuran. Fraktur longitudinal adalah adalah subtipe yang paling umum (70-90%)
dan meliputi bagian skuamous pada tulang temporal, inding superior pada canalis
auditory eksterna dan tegmen timpani. Fraktur dapat terjadi pada anterior atau

4
posterior ke koklea dan kapsul labirin, berakhir pada fossa cranial media dekat
foramen spinosum atau pada sel udara mastoid. Fraktur transversal (5-30%) berasal
dari foramen magnum dan keluar mengelilingi koklea dan labirin berakhir pada fossa
cranial media. Dinamakan fraktur campuran jika memiliki kedua komponen fraktur
longitudinal dan fraktur transversal.
Fraktur condylar oksipital biasanya diakibatkan oleh trauma tumpul dengan kekuatan
yang tinggi yang menekan axial, bagian sudut lateral, atau berputar ke jaringan ikat
kontinyu. Fraktur ini dapat dibagi dalam tiga tipe dasar berdasarkan morfologi dan
mekanisme trauma atau secara alternatif dalam kestabilan dan displace fraktur
tergantung dari ada tidaknya kerusakan ligamen. Fraktur tipe I adalah trauma
kompresi axial yang menghasilkan fraktur comuniti
pada oksipital condilar. Fraktur ini bersifat stabil. Fraktur tipe II disebabkan
oleh pukulan langsung dan meluas pada daerah basioccipital, hl ini berhubungan
dengan trauma yang menetap karena melindungi ligamen alar dan membran tectorial.
Fraktur tipe III secara potensial tidak stabil dan berhubungan dengan suatu luka
avulsion sesuai dengan putaran dan sudut lateral.

Pathway

5
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Labolatorium: sebagai tambahan pada suatu pemeriksaan neurologis
lengkap, pemariksaan darah rutin, dan pemberian tetanus toxoid.
b. Pemeriksaan Radiologi.
1) Foto Rontgen
2) CT scan
3) MRI ( magnetic resonance imaging)

F. Terapi Medis
Hari/Tanggal Jenis Terapi Dosis Golongan/ Fungsi dan
Kandungan Farmakodinamik
Rabu/ 08 Cairan IV : RL 20 tpm Cairan Menggantikan
November 2023 500cc dan Elektrolit cairan
21.00 NaCL
Oksigenasi 5/L CO2 Membantu
Nasal Kanul respirasi
oksigenasi

G. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d cedera kepala (D.0005)
b. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif d.d cedera kepala (D.0017)
H. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Kriteria & Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Pola nafas tidak 1. Memantau
Setelah dilakukan Manajemen
efektif b.d pola nafas dan
tindakan keperawatan nafas
cedera kepala bunyi nafas
selama 1x4 jam maka (I.010011)
(D.0005) 2. Mempertahank
diharapkan pola nafas Observasi:
an kepatenan
pasien membaik dengan
1. Pengamatan pola nafas jalan nafas
kriteria hasil :
2. Pantau pola nafas 3. Posisi
1. Dispnea menurun
membantu
(5) Terapeutik :
menghambat
2. Penggunaan otot 1. Pertahankan kepatenan upaya buang
bantu nafas

6
nafas
menurun (5) jalan nafas
4. Mencegah
3. pernapasan cuping 2. Posisikan semi fowler
obstruksi atau
hidung menurun (5)
3. Lakukan fisioterapi aspirasi
(L.01004) dada penghisap

Edukasi : 5. Kadar cairan


dalam tubuh
1. Anjurkan asupan cairan
harus terjaga
2. Risiko perfusi Observas
Setelah dilakukanManajemen Peningkatan
serebral tidak
Tekanan Intrakranial i:
efektif d.d tindakan keperawatan
(1.06194)
cedera kepala 1. Untuk
selama 1x4 jam maka
(D.0017) Observasi :
mengetahui
diharapkan perfusi
1. Identifikasi penyebab tekanan TIK
serebral pasien membaik
peningkatan TIK 2. Untuk
dengan kriteria hasil :
mengetahui
2. Monitor tanda gejala
1. Tingkat
potensial TIK
peningkatan TIK
kesadaran
3. Untuk
(mis.Tekanan darah
meningkat (5)
pemantauan
meningkat, tekanan. nadi
2. Tekanan intra peningkatan
melebar. bardikardia, pola
kranial menurun TIK
napas ireguler, kesadaran
(5) 4. Untuk
menurun)
mengetahui
3. Sakit kepala
3. Monitor MAP (Mean
adanya tanda-
menurun (5)
Arterial Pressure)
tanda dehidrasi
4. Gelisah menurun
4. Monitor CVP (Central dan mencegah
(5)
Venous Pressure) syok
5. Tekanan darah hipovolemi
5. Monitor PAWP, jika
sistolik membaik 5. Pemantauan
perlu
(5) sesak nafas
6. Monitor PAP, jika perlu
atau henti
6. Tekanan darah
7. Monitor ICP (Intra nafas
diastolik
Cranial Pressure), jika 6. Sebagai terapi
membaik (5)
tersedia anti kejang

7
7. Sebagai terapi
8. Monitor CPP (Cerebral
untuk
Perfusion Pressure)
menghambat
9. Monitor gelombang ICP
reabsorsi air
10. Monitor status dan natrium
pernapasan dan
meningkatkan
11. Monitor intake dan output
osmolaritas
cairan
darah dan
12. Monitor cairan serebro-
jantung
spinalis (mis. Warna,
konsistensi).

Terapeutik :

1. Meminimalkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang Berikan posisi
semi fowler.

2. Hindari Maneuver
Valsava

3. Cegah terjadinya
kejang

4. Hindari penggunaan
PEEP

8
Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Tanggal Masuk : 07-11-2023


Tanggal Pengkajian : 07-11-2023
Waktu Pengkajian : 21.00

1. DATA BIOGRAFI PASIEN


a. Nama : Tn. A
b. Umur : 41 tahun
c. Medrec 509926
d. Diagnosa medis : Fraktur basis Cranii

2. PRIMARY SURVEY (ABCDE/CABDE)


A. : Terdapat obstruksi, jalan nafas tidak paten paten, tidak ada
suara nafas tambahan.
B. Gerakan dada simetris, irama nafas cepat dan dangkal, frekuensi
21 x/menit, pola nafas sesak dan tidak ada bunyi nafas
tambahan.
C. TD: 133/83 mmHg, nadi teraba, frekuensi nadi 100x/menit,
tidak terjadi sianosis, CRT <2 detik, terdapat perdarahan
perdarahan epidural, yaitu perdarahan di luar selaput yang
melapisi otak .
D. Alert: Ya, Voice respon: ya, Pain respon: ya, reaksi pupil
isokor,respon terhadap cahaya (+).
E. Suhu 37,4 terdapat trauma tumpul, terdapat jejas di area punggung.

3. SECONDARY SURVEY
- Keluhan utama : sesak nafas,fraktur basis cranii.
- Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. A diantar oleh keluarganya ke
IGD pada tanggal 7 November 2023 pada jam 21.00 WIB. Keluarga
pasien mengatakan bahwa pasien jatuh dari pohon durian . Pasien
hanya mengerang kesakitan,pasien tampak terdapat ke unguan di
bagian kelopak mata,terdapat luka robek pada punggung.Pasien
terdapat fraktur basis cranii dan dipasang neck kollar.

- Data fokus :
Data Subjektif:
- -

10
Data Objektif:
- Pasien tampak sesak nafas
- Pasien tampak meringis
- Pasien terlihat lemas
- Pasien terlihat gelisah
TTV :
TD : 133/83 mmHg
RR : 21x/menit
SPO2 : 99%
N : 100x/menit S :
37,4 ◦C

Dada / Thoraks :
a. Inspeksi : simetris dan tidak ada retraksi dinding dada.
b. Palpasi : terdapat nyeri tekan.
c. Perkusi ; suara paru pekak.
d. Auskultasi : tidak ada nafas tambahan.

- Data penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan


Rujukan
HEMATOLOGI
Lekosit 15060 5070-111000 /µL
Eritrosit L 4.48 4.74-6.32 10^6/µL
Hemoglobin L 11.90 13.40-17.30 g/dL
Hematokrit L 35.7 39.9-51.1 %
MCV 79.7 73.4-91.0 fL
MCH 26.6 24.2-31.2 Pg
MCHC 33.3 31.9-36.0 g/dL
Trombosit L 143 150-450 10^3/µL

11
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu H 130 < 100 : mg/dL
(Vena) Bukan DM

4. ANALISA DATA
No Data senjang Interpretasi Masalah
data
1. DS : Cidera jaringan Pola nafas tidak
- otak efektif
DO : (D.0005)
- Pasien tampak
Sesak Perdarahan intra
- TTV cranial
-
TD : 133/83 mmHg
RR : 21x/menit Hematom cerebri
SPO2 : 99%
N : 100x/menit
S : 37,4 ◦C
Oedem serebri

12
Herniasi batang
otak

Pernafasan
antasia

Pola napas tidak


efektif

2. DS: Cidera jaringan Risiko perfusi


- otak jaringan serebra
DO l tidak efektif
- Terdapat sakit (D.0017)
pada bagian
kepala
- Terdapat Perdarahan intra
penurunan tingkat cranial
kesadaran
- Terdapat
peningkatan
teakanan
intrakranial
Hematom cerebri
TD : 178/100 mmHg
RR : 21x/menit
SPO2 : 95%
Oedem
N : 110x/menit
cerebri
S : 36,7 ◦C

Iskemik
cerebri

Hipoksia
cerebri

13
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Pola nafas tidak efektif b.d cedera kepala (D.0005)


b. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif d.d cedera kepala (D.0017)
6. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO Diagnosa Kriteria & Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Pola nafas 6. Memantau pola nafas
Setelah dilakukan Manajemen nafas (I.010011)
tidak efektif dan bunyi nafas
tindakan keperawatan
Observasi:
b.d cedera 7. Mempertahankan
selama 1x4 jam maka
kepala 3. Pengamatan pola nafas kepatenan jalan nafas
diharapkan pola nafas
(D.0005) 4. Pantau pola nafas 8. Posisi membantu
pasien membaik dengan
menghambat upaya
kriteria hasil : Terapeutik :
buang nafas
4. Dispnea menurun 4. Pertahankan kepatenan 9. Mencegah obstruksi
(5) jalan nafas atau aspirasi penghisap
5. Penggunaan otot 5. Posisikan semi fowler 10. Kadar cairan dalam
bantu nafas tubuh harus terjaga
6. Lakukan fisioterapi dada
menurun (5)
Edukasi :
6. pernapasan cuping
hidung menurun 2. Anjurkan asupan cairan

(5)

(L.01004)
2. Risiko perfusi Observasi :
Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan
serebral tidak
Tekanan Intrakranial 8. Untuk mengetahui
efektif d.d tindakan keperawatan
(1.06194)
cedera kepala tekanan TIK
selama 1x4 jam maka
(D.0017) Observasi :
9. Untuk mengetahui
diharapkan perfusi
13. Identifikasi penyebab potensial TIK
serebral pasien
peningkatan TIK 10. Untuk pemantauan
membaik dengan
peningkatan TIK
14
11. Untuk mengetahui
kriteria hasil : 14. Monitor tanda gejala
adanya tanda-tanda
peningkatan TIK
7. Tingkat
dehidrasi dan mencegah
(mis.Tekanan darah
kesadaran
syok hipovolemi
meningkat, tekanan. nadi
meningkat (5)
12. Pemantauan sesak nafas
melebar. bardikardia, pola
8. Tekanan intra atau henti nafas
napas ireguler, kesadaran
kranial menurun 13. Sebagai terapi anti
menurun)
(5) kejang
15. Monitor MAP (Mean
14. Sebagai terapi untuk
9. Sakit kepala
Arterial Pressure)
menghambat reabsorsi
menurun (5)
16. Monitor CVP (Central air dan natrium dan
10. Gelisah menurun
Venous Pressure) meningkatkan
(5)
osmolaritas darah dan
17. Monitor PAWP, jika perlu
11. Tekanan darah jantung
18. Monitor PAP, jika perlu
sistolik membaik
(5) 19. Monitor ICP (Intra Cranial
Pressure), jika tersedia
12. Tekanan darah
diastolik 20. Monitor CPP (Cerebral
membaik (5) Perfusion Pressure)

21. Monitor gelombang ICP

22. Monitor status pernapasan

23. Monitor intake dan output


cairan

24. Monitor cairan serebro-


spinalis (mis. Warna,
konsistensi).

Terapeutik :

5. Meminimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang

15
Berikan posisi semi
fowler.

6. Hindari Maneuver
Valsava

7. Cegah terjadinya kejang

8. Hindari penggunaan
PEEP
Kolaborasi :

3. Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
4. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu.

16
6. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Dx. Kep Jam Implementasi Paraf Evaluasi Paraf
Pola nafas 21.00 1. Memantau tanda-tanda vital Annis S: Kondisi pasien apatis tidak Annis
tidak efektif WIB Qurrot bisa di ajak koperatif Qurrot
b.d cedera -Hasil : TD: 133/83mmHg u Ain u Ain
kepala N: 100 x/menit O: - Pasien tampak gelisah
(D.0005) 2.Memantau saturasi oksigen -Pasien dalam ke adaan
-Hasil: SpO2 : 99% apatis
- TD: 133/83mmHg
3.Memantau crt - N: 100 x/menit
- Hasil: CRT<2 detik - SpO2 : 99%
- RR : 21x/menit
4.Memantau frekuensi nafas - S: 37,4 ◦C
- Hasil: 21x/menit
A: Pola nafas tidak efektif
5. Memantau bunyi nafas teratasi sebagian
-Hasil: Tidak ada nafas
tambahan P : Lanjutkan intervensi
Memantau tanda-tanda vital
Risiko 22.00 1. Mengidentifikasi penyebab Annis S: -
perfusi WIB peningkatan tekanan intra Qurrot O: - KU apatis
serebral kranial u Ain - Pasien tampak gelisah
tidak efektif - Hasil : terdapat peningkatan -TD: 133/83mmHg
d.d cedera tekanan intra cranial yang - N: 100 x/menit
kepala menyebabkan KU pasien apatis - SpO2 : 99%
(D.0017) - RR : 21x/menit
2.Mengidentifikasi tingkat - S: 37,4 ◦C
kesadaran - Pemberian obat antibiotik
- Hasil : terdapat KU pasien 1x1mg
Apatis
A: Risiko perfusi serebral tidak
3.Mengidentifikasi gelisah efektif teratasi sebagian
-Hasil : pasien tampak keadaan
gelisah P : Lanjutkan intervensi

4. Monitor tanda-tanda vital


- Hasil : TD: 133/83mmHg

5.Kolaborasi dengan dokter


dalam pemberian obat antibiotik
- Hasil : pasien diberikan obat
1x1mg

17
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan
Klien datang dengan keadaan tidak sadarkan diri dengan GCS Apatis Klien
bereaksi jika diberi rangsangan nyeri klien jatuh dari pohon durian klien tidak
langsung dibawa ke Rumah Sakit Melainkan dibawa ke mantri terlebih dahulu
kemudian keadaannya semakin memburuk lalu di bawa ke IGD DR. Adjidarmo.
B. Diagnosa Keperawatan
Klien datang dengan keadaan umum apatis, gelisah dan terdapat jejas di
bagian kelopak mata, terdapat robekan di punggung.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau yang bisa disebut rencana keperawatan merupakan segala tretment
yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai tujuan (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018 dikutip dari
yusuf, saini & Awaludin, 2019).
Rencana Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn. A dengan diagnosa
medis Fraktur Basis Crani pemenuhan kebutuhan kadar oksigen yaitu dengan pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala intervensi yang diberikan
yaitu memantau tanda-tanda vital, memantau saturasi oksigen, memantau CRT,
memantau frekuensi nafas , memantau bunyi nafas. Sedangkan untuk diagnosis
yang ke dua yaitu Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan cedera
kepala intervensinya yaitu mengientifikasi penyebab peningkatan intra kranial,
mengidentifikasi tingkat kesadaran, monitor tanda-tanda vital dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat analgeti.

D. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Basis Crani didasar pada


intervensi yang disusun. Namun kenyataannya tidak semua rencana
keperawatan dapat dilakukan secara menyeluruh. Adapun pelaksanaan dari
diagnosa keperawatan yaitu sebagai berikut Pola Nafas tidak efektif b.d
cedera kepala. Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d cedera kepala
18
didapati hasil pasien tampak tidak tidak sesak lagi Menurut kelompok
dengan memberikan terapi oksigen dapat membantu agar pasien tidak
kesulitan bernafas dan pasien merasa lebih nyaman, sehingga nyeri akut
dan pola nafas tidak efektif dapat menurun.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan yang


menentukan apakah tujuan tercapai atau sampai manakah tujuan tersebut
telah dicapai. Penentuan kriteria pencapaian evaluasi disusun berdasarkan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Pada evaluasi masalah
nyeri akut dan pola nafas tidak efektif dengan pasien Basis Crani dapat
dibuktikan dengan sesak berkurang dan sudah dapat melakukan relaksasi
nafas dalam untuk mengurangi sesak dan sesak nafas berkurang setelah
terapi oksigen.

19
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur basis cranii adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang
tengkorak yang biasanya terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan
fraktur akibat benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiput,
mastoid, supraorbita) transisi energy yang berasal dari benturan ada wajah atau
mandinular. Penyebab dari fraktur basis cranii yaitu kecelakaan kendaraan atau
transportasi, kecelakaan terjatuh, kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga,
kejatahan dan tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari fraktur basis cranii yang
umum yaitu terjadi penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi
yang dapat terjadi antaranya meningkatnya tekanan intrakranial (TIK), pendarahan,
kejang, infeksi (trauma terbuka), dpresi pernapasan dan gagal napas, dan paralisis
otot-otot paralisis.
Penatalaksanaan secara medis yaitu diantaranya dapat dilakukan dengan
ABC untuk mempertahankan jalan nafas, pemberian obat-obatan, dapat dilakukan
pembedahan dan imobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu
memantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidasi cairan, serta
mencegah infeksi akibat pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai
dari pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan pengkajian primer, pengkajian
sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan
dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.
B. Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan
makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama literatus yang
berhubungan dengan penatalaksanaan yang lebih efektif mengenai fraktur basis
cranii karena di dalam makalah ini penatalaksanaannya masih banyak kekurangan.

20
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 .
Jakarta: DPP PPN

21
22

Anda mungkin juga menyukai