Fasilitator:
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya kami
dari saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Kritis dengan materi
Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien Cidea Otak dalam bentuk makalah. Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Erna Dwi Wahyuni,
S.Kep.Ns., M.Kep.
Terima kasih kepada Ibu Erna Dwi Wahyuni, S.Kep.Ns., M.Kep. sebagai dosen
pengampu yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini. Terlepas dari
semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam
penyusunan makalah ini baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Penulis menyadari adanya kekurangan pada makalah ini. Untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini
Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan bagi
pembaca. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan kiranya
pembaca dapat memakluminya. Sekian dan terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
ii
BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 46
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
4
Cedera kepala dapat menimbulkan berbagai sequelae jangka pendek
maupun jangka panjang meliputi gangguan kognitif, behavioral, dan
keterbatasan fisik ( Kreutzer, 2003 ). Pasien dengan cedera kepala cenderung
mengalami ketidakstabilan hemodinamik yang disebabkan penurunan volume
intravaskuler dan trauma miokardium yang menyebabkan kegagalan pompa
primer, bahkan bila trauma pada batang otak dapat langsung mempengaruhi
stabilitas kardiovaskuler. Hipotensi harus segera dicegah karena dapat
menyebabkan reduksi aliran darah otak dan bila MAP (mean arterial pressure)
rendah mengakibatkan iskhemik otak, sebaliknya bila hipertensi dapat
mengeksaserbasi edema vesogenik sehingga terjadi vasokontriksi dengan efek
yang berbahaya bagi tekanan intracranial (Werner, 2007). Maka dari itu
penanganan berupa advokasi dan pendidikan kesehatan juga memengang
peranan penting dan disarankan dini diberikan pada pasien dengan trauma
kepala. Pendidikan kesehatan diberikan kepada klien maupun keluarga oleh
perawat yang telah kompeten dalam bidangnya.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi kepala
5
1.3.2 Untuk mengetahui definisi trauma kepala
1.3.3 Untuk mengetahui mekanisme trauma kepala
1.3.4 Untuk mengetahui klasifikasi trauma kepala
1.3.5 Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma kepala
1.3.6 Untuk mengetahui patofisiologi trauma kepala
1.3.7 Untuk mengetahui WOC trauma kepala
1.3.8 untuk mengetahui komplikasi pada trauma kepala
1.3.9 Untuk mengetahui penatalaksanaan pada penderita trauma kepala
1.3.10 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penderita trauma kepala
1.4 Manfaat
Dalam penyunan dan penulisan makalah ini, penulis dan pembaca dapat
memperoleh beberapa manfaat, antara lain :
1.4.1 Bagi penulis
Tugas dan kewajiban dari dosen pengampu dapat terselesaikan dan
penulis mendapat nilai yang diinginkan.
1.4.2 Bagi penulis dan pembaca
Mendapat pengetahuan mengenai asuhan keperawatan kritis, advokasi
dan pendidikan kesehatan pada klien dengan kasus trauma kepala dengan
baik dan benar.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
melekat dengan lapisan dibawahnya (araknoid), terdapat ruang
subdural.
Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Arteri-arteri meningea terletak antara duramater
dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di ruang epidural. Yang
paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang
terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater terdapat
araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan
yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks
serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan
piameter dalam ruang sub araknoid.
2.1.3 Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri(lipatan
duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang
mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus
frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan
mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik). Lobus parietalis
berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik. Lobus temporalis
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran lebih kecil dan
berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons dan
medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula
oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai
medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan
dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.
8
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus terletak di ventrikel lateralis
baik kanan maupun kiri, mengalir melalui foramen monro ke dalam ventrikel
tiga. Selanjutnya melalui akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel ke empat,
selanjutnya keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke ruang subaraknoid yang
berada diseluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan diserap ke
dalam sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
araknoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan
tekanan intra kranial (hidrosefalus komunikans).
2.1.5 Tentorium
Tentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi supratentorial dan
infratentorial. Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan batang
otak berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura
tentorial. Nervus oculomotorius (N.III) berjalan di sepanjang tentorium, dan
saraf ini dapat tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya dikibatkan
oleh adanya massa supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering
terjadi herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis
yang disebut girus unkus. Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan
traktus piramidalis yang berjalan pada otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral
disertai hemiplegia kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi
tentorial. Jadi, umumnya perdarahan intrakranial tedapat pada sisi yang sama
dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak selalu.
9
kenaikan tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya
masalah serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya.
TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O), TIK lebih
tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg
termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala,
semakin buruk prognosisnya.
10
ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak per menit.
Bila ADO menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan
hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan
terjadi kerusakan menetap. Pada penderita non-trauma, fenomena autoregulasi
mempertahankan ADO pada tingkat yang konstan apabila tekanan arteri rata-
rata 50-160 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata dibawah 50 mmHg, ADO
menurun curam dan bila tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi
dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme
autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita cedera kepala.
Akibatnya, penderita-penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak
sekunder karena iskemia sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba. Sekali
mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK,
perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami
hipotensi. Karenanya bila terdapat hematoma intra cranial, haruslah
dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harus
dipertahankan.
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Trauma atau
cedera kepala yang dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis
terjadi karena robeknya substansi alba, iskemia, dan pengaruh masa karena
hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca Fransisca,
2008)
11
oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari
bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak.
12
intracranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera
otak sekunder meliputi hipoksis, hiperkarbia dan hipotensi.
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow
Coma Scale (GCS) nya yaitu :
1) Ringan
a. GCS : 14-15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang
dari 30 menit
c. Tidak ada kortusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,
hematoma
2) Sedang
a. GCS : 9-13
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Berat
a. GCS : 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
c. Meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intracranial.
Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain:
1) Skull Fracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan hidung
(othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timphani, periobital ecimos (brill
haematoma), memar didaerah mastoid (battle sign), perubahan penglihatan, hilang
pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya gerakan mata,
dan vertigo.
2) Concussion
Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari 5 menit,
amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Contusins dibagi
menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam contusion. Tanda yang terdapat:
13
a. Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan atau cepat.
b. Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai batang otak
bagian atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan keabnormalan pupil
Cedera kepala atau trauma kapitis lebih sering terjadi daripada trauma
tulang belakang. Trauma dapat timbul akibat gaya mekanik maupun non mekanik.
Kepala dapat dipukul, ditampar, atau bahkan terkena sesuatu yang keras. Tempat
yang langsung terkena pukulan atau penyebab tersebut dinamakan dampak atau
impact. Pada impact dapat terjadi (1) indentasi, (2) fraktur linear, (3) fraktur
stelatum, (4) fraktur impresi, atau bahkan (5) hanya edema atau perdarahan
subkutan saja. Fraktur yang paling ringan ialah fraktur linear. Jika gaya
destruktifnya lebih kuat, dapat timbul fraktur stelatum atau fraktur impresi
(Mardjono & Sidharta, 2010).
Selain hal-hal tersebut, saraf-saraf otak dapat terkena oleh trauma kapitis
karena (1) trauma langsung, (2) hematom yang menekan pada saraf otak, (3) traksi
terhadap saraf otak ketika otak tergeser karena akselerasi, atau (4) kompresi
serebral traumatik akut yang secara sekunder menekan pada batang otak. Pada
trauma kapitis dapat terjadi komosio, yaitu pingsan sejenak dengan atau tanpa
amnesia retrograd. Tanda-tanda kelainan neurologic apapun tidak terdapat pada
penderita tersebut. Sedangkan kemungkinan lain yang terjadi adalah penurunan
kesadaran untuk waktu yang lama. Derajat kesadaran tersebut ditentukan oleh
integirtas diffuse ascending reticular system. Lintasan tersebut bisa tidak berfungsi
sementara tanpa mengalami kerusakan yang irreversibel. Batang otak yang pada
ujung rostral bersambung dengan medula spinalis mudah terbentang dan teregang
waktu kepala bergerak secara cepat dan mendadak. Gerakan cepat dan mendadak
itu disebut akselerasi. Peregangan menurut poros batak otak ini dapat menimbulkan
blokade reversibel pada lintasan retikularis asendens difus, sehingga selama itu otak
tidak mendapat input aferen, yang berarti bahwa kesadaran menurun sampai derajat
yang terendah (Mardjono & Sidharta, 2010).
14
epidural, atau (5) perdarahan intraserebral. Lesi-lesi tersebut terjadi karena berbagai
gaya destruktif trauma. Pada mekanisme terjadinya trauma kapitis, seperti telah
disebutkan sebelumnya, terjadi gerakan cepat yang mendadak (akselerasi). Selain
itu, terdapat penghentian akselerasi secara mendadak (deakselerasi). Pada waktu
akselerasi berlangsung, terjadi akselerasi tengkorang ke arah impact dan
penggeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah impact. Adanya akselerasi
tersebut menimbulkan penggeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif, yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya lesi kontusio. Lesi kontusio
dapat berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-tik besar dan
kecil tanpa kerusakan duramater. Lesi kontusio di bawah impact disebut lesi
kontusio coup, sedangkan lesi di seberang impact disebut lesi kontusio
countrecoup. Ada pula lesi intermediate, yaitu lesi yang berada di antara lesi
kontusio coup dan countrecoup (Mardjono & Sidharta, 2010).
15
paralisis.Penanganan lain dengan cairanhipertonik, koma
barbiturat,asetazolamid
c. Hidrosefalus
d. Spastisitas
e. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3pasien pada stadium awal
dalam bentukdelirium, agresi, akatisia, disinhibisi, danemosi labil. Agitasi
juga sering terjadiakibat nyeri dan penggunaan obat-obatyang berpotensi
sentral. Penangananfarmakologi antara lain denganmenggunakan
antikonvulsan,antihipertensi, antipsikotik, buspiron,stimulant,
benzodiazepin dan terapimodifikasi lingkungan
16
kognitif, tingkah lakuatau emosi termasuk problem daya ingat,gangguan
mudah lelah (fatigue),gangguan kecepatan berpikir, Sensitif danIritabel,
gangguan konsentrasi.
17
2. Kesadaran terganggu sesaatPasien mengalami penurunan kesadaran sesaat
setelah cedera kepala danpada saat diperiksa sudah sadar kembali.
Pemeriksaan radiologik dibuatdan penatalaksanaan selanjutnya seperti SHI.
B. Pasien dengan kesadaran menurun
1. Cedera kepala ringan / minor head injury (GCS=13-15)
Kesadaran disoriented atau not obey command, tanpa disertai defisit
fokalserebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatanluka, dibuat
fotokepala. CT Scan kepala, jika curiga adanya hematom intrakranial,
misalnyaada riwayat lucid interval, pada follow up kesadaran
semakinmenurun atautimbul lateralisasi. Observasi kesadaran, pupil, gejala
fokal serebraldisamping tanda-tanda vital.
2. Cedera kepala sedang (GCS=9-12)
Pasien dalamkategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner,
olehkarena itu urutan tindakannya sebagai berikut:a. Periksa dan atasi
gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasib. Periksa singkat atas
kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan cederaorgan lain. Fiksasi leher dan
patah tulang ekstrimitasc. Foto kepala dan bila perlu bagiann tubuh laind. CT
Scan kepala bila curiga adanya hematom intrakraniale. Observasi fungsi vital,
kesadaran, pupil, defisit fokal serebral
3. Cedera kepala berat (CGS=3-8)
Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh karena
itudisamping kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik.
18
Pernafasan (Breathing) : Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh
kelainan sentral atauperifer. Kelainan sentral adalah depresi
pernafasan pada lesi medulaoblongata, pernafasan cheyne stokes,
ataksik dan central neurogenikhyperventilation. Penyebab perifer
adalah aspirasi, trauma dada,edema paru, DIC, emboli paru, infeksi.
Akibat dari gangguanpernafasan dapat terjadi hipoksia dan
hiperkapnia. Tindakan denganpemberian oksigen kemudian cari
danatasi faktor penyebab dan kalauperlu memakai ventilator.
Sirkulasi (Circulation) : Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat
mengakibatkan kerusakansekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh
kelainan intrakranial,kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni
berupa hipovolemi akibatperdarahan luar atau ruptur alat dalam,
trauma dada disertaitamponade jantung atau peumotoraks dan syok
septik. Tindakannyaadalah menghentikan sumber perdarahan,
perbaikan fungsi jantungdanmengganti darah yang hilang dengan
plasma, hydroxyethyl starchatau darah
b. Pemeriksaan fisik
Setalh ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran,
pupil,defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan
fisikpertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti,
setiapperburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan
sebagaiadanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan
menanggulangipenyebabnya.
c. Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dadadanabdomen
dibuat atas indikasi. CT scan kepala dilakukan bila adafraktur tulang
tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematomintrakranial
d. Tekanan tinggi intrakranial (TIK)
Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi,
hematomintrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya
TIKsebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-
19
15mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan
sebagaiberikut:
1. Hiperventilasi
Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi
yangterkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg
dimanaterjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah
serebral.Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan
selama48-72 jam, lalu dicoba dilepas dgnmengurangi hiperventilasi, bila
TIKnaik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIKtidak
menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CTscan ulang
untuk menyingkirkan hematom
2. Drainase
Tindakan ini dilakukan bil ahiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangkapendek
dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangkapanjang dipasang
ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadihidrosefalus
3. Terapi diuretik
Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringanotak normal
melalui sawar otak yang masih utuh kedalamruang intravaskuler. Bila tidak
terjadi diuresis pemberiannyaharus dihentikan.Cara pemberiannya :Bolus 0,5-
1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5gram/kgBB, setiap 6 jam
selama 24-48 jam. Monitorosmolalitas tidak melebihi 310 mOSm
Loop diuretik (Furosemid)
Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambatpembentukan
cairan cerebrospinal dan menarik cairaninterstitial pada edema sebri.
Pemberiannya bersamaan manitolmempunyai efek sinergik dan
memperpanjang efek osmotikserum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv
4. Terapi barbiturat (Fenobarbital)
Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang tidak responsif terhadapsemua jenis
terapi yang tersebut diatas.Cara pemberiannya:Bolus 10 mg/kgBB/iv selama
0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jamselama 3 jam, lalu pertahankan pada
kadar serum 3-4 mg%, dengandosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK
20
terkontrol, 20 mmHgselama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3
hari.
5. Streroid
Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akantetapi
menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itusekarang tidak
digunakan lagi pada kasus cedera kepala
6. Posisi Tidur
Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnyaditinggikan
bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada padasatu bidang, jangan
posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluhvena daerah leher tidak terjepit
sehingga drainase vena otak menjadilancar.
e. Keseimbangan cairan elektrolit
Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegahbertambahnya
edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/haridiberikan perenteral,
sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethylstarch, pada awalnya
dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9%atau ringer laktat, jangan
diberikan cairan yang mengandung glukosa olehkarena terjadi keadaan
hiperglikemia menambah edema serebri.Keseimbangan cairan tercapai bila
tekanan darah stabil normal, yang akantakikardia kembali normal dan volume
urin normal >30 ml/jam. Setelah3-4 hari dapat dimulai makanan peroral
melalui pipa nasogastrik. Padakeadaan tertentu dimana terjadi gangguan
keseimbangan cairan eletrolit,pemasukan cairan harus disesuaikan, misalnya
pada pemberian obatdiuretik, diabetes insipidus, syndrome of inappropriate
anti diuretichormon (SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar
eletrolit, guladarah, ureum, kreatinin dan osmolalitas darah.
f. Nutrisi
Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kalinormal
dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadiantara lain oleh
karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrindalam darah danakan
bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 haridengan cairan perenterai
pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipanasograstrik bisa dimulai,
sebanyak 2000-3000 kalori/hari
21
g. Epilepsi/kejang
Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut
earlyepilepsi dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late
epilepsy.Early epilelpsi lebih sering timbul pada anak-anak dari pada
orangdewasa, kecuali jika ada fraktur impresi, hematom atau pasien
denganamnesia post traumatik yang panjang.
Pengobatan:
Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari
Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit.
Bilacendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan
<40mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil.
Bilasetelah 400 mg tidak berhasil, ganti obat lain misalnya
Fenitoin.Cara pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgB/iv pelan-pelan
paling cepat50 mg/menit. Dilanjutkan dengan 200-500 mg/hari/iv atau
oral Profilaksis: diberikan pada pasien cedera kepala berat dengan
resiko kejang tinggi, seperti pada fraktur impresi, hematom
intrakranial danpenderita dengan amnesia post traumatik panjang
2.3.8. WOC
22
Terkena peluru Kecelakaan, terjatuh, trauma
Benda tajam Trauma tajam Trauma Kepala Trauma tumpul
persalinan, penyalahgunaan
obat/alkohol
Perdarahan, P Perdarahan
P kesadaran Perdarahan Robeknya Penumpukan Gg. Saraf Fraktur
hematoma, Kesadaran
arteri darah di otak motorik tulang
kerusakan & P TIK
Bed rest Kompensasi meningen P Sirkulasi tengkorak
jaringan lama tubuh yaitu: Aliran volume
vasodilatasi darah ke Penurunan darah ke Gangguan Terputusnya
Hematoma P
& bradikardi otak nafsu makan, ginjal koordinasi kontinuitas
P epidural kesadaran
Penekanan Anemia mual, muntah, gerak
kemampuan tulang
saraf disfagia
batuk Aliran darah Perubahan P ekstremitas
system Hipoksia Hipoksia Gangguan
pernapasan ke otak sirkulasi produksi keseimbangan
jaringan Penurunan intake Nyeri
CSS urine Hemiparase
Akumulasi akut
Gangguan Hipoksia makanan dan / hemiplegi
Perubahan mukus Risiko (D.0077)
pertukaran cairan Oligouria
pola nafas jaringan P TIK cedera
gas
(D.0003) Batuk tdk (D.0136) Gangguan Risiko
RR , efektif Risiko Risiko Gangguan mobilitas infeksi
hiperpneu, perfusi Nyeri akut defisit eliminasi fisik (D.0142)
hiperventiasi serebral (D.0077) nutris urine (D.0054)
Bersihan tidak (D.0032) (D.0040)
jalan nafas efektif
Pola nafas tdk efektif (D.0017) Risiko hipovolemia
tdk efektif (D.0001)
(D.0005) (D.0034)
23
BAB III
CIDERA KEPALA
3.1 Asuhan Keperawatan Cidera Kepala secara Teori
3.1.1 Pengkajian
A. Identitas Pasien
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin :
4. Agama :
5. Pekerjaan :
6. Suku :
7. Tanggal MRS :
8. Diagnosa medis :
9. No rekam medis :
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
24
umum terjadi. Letargi, tidak responsif, dan koma dapat terjadi pada
pasien sesuai dengan perkembangan penyakit.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital
2. Kesadaran
- CGS:
25
Trauma Berat - GCS: 14-15
3. B1-B6
1. Breathing
26
ketidak simetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada
paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemothoraks, atau
penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
retraksi dari otot – otot interkostal, substernal, pernapan abdomen,
dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas
ini dapat terjadi jika otot – otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada.
b. Palpasi: Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
c. Perkusi: suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma
pada thoraks/ hematothoraks
d. Auskultasi: Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor,
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien cedera
kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
2. Blood
27
memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit pada sistem kardiovaskuler.
3. Brain
28
kelainan pada fungsi penciuman/anosmia unilateral atau
bilateral.
b. Saraf II : Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan
menurunkan lapangan penglihatan dan menggangu fungsi dari
nervus optikus. Perdarahan diruang intrakranial, terutama
hemoragia subarakhnoidal, dapat disertai dengan perdarahan
diretina. Anomali pembuluh darah didalam otak dapat
bermanifestasi juga difundus. Tetapi dari segala macam
kalainan didalam ruang intrakranial, tekanan intrakranial dapat
dicerminkan pada fundus.
c. Saraf III, IV dan V : Gangguan mengangkat kelopak mata
terutama pada klien dengan trauma yang merusak rongga
orbital. pada kasus-kasus trauma kepala dapat dijumpai
anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai tanda serius jika
midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda awal
herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran. Paralisis otot – otot okular akan menyusul pada
tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria
dimana bukannya midriasis yang ditemukan, melainkan miosis
yang bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang
lain, maka pupil yang miosislah yang abnormal. Miosis ini
disebabkan oleh lesi dilobus frontalis ipsilateral yang
mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti pusat
siliospinal menjadi tidak aktif sehingga pupil tidak berdilatasi
melainkan berkonstriksi.
d. Saraf VI : Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan
paralisis nervus trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi gerakan menguyah
e. Saraf VII : Persepsi pengecapan mengalami perubahan
f. Saraf VIII : Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera
kepala ringan biasanya tidak didapatkan penurunan apabila
trauma yang terjadi tidak melibatkan sarafvestibulokoklearis
29
g. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
h. Saraf XI : Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas
klien cukup baik dan tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII : Indra pengecapan mengalami perubahan
- Sistem motorik
a. Inspeksi umum : Didapatkan hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi
tubuh) adalah tanda yang lain.
b. Tonus otot : Didapatkan menurun sampai hilang.
c. Kekuatan otot : Pada penilaian dengan menggunakan
grade kekuatan otot didapatkan grade O
d. Keseimbangan dan koordinasi : Didapatkan mengalami
gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.
- Pemeriksaan reflek
a. Pemeriksaan reflek dalam : Pengetukan pda tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon
normal.
b. Pemeriksaan refleks patologis ; Pada fase akut refleks
fisiologis sisi yag lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis.
- Sistem sensorik
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik
primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Kehilangan sensorik karena cedera
kepala dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin
30
lebih berat dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil
dan auditorius.
4. Bladder
5. Bowel
6. Bone
31
Adanya perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukan
adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir
dan membran mukosa).
Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan
dengan rendahnya kadar haemaglobin atau syok. Pucat dan
sianosis pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi
akibat adanya hipoksemia.
Joundice (warna kuning) pada klien yang menggunakan respirator
dapat terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari
penggunaan pocked red cells (PRC) dalam jangka waktu lama.
Pada klien dengan kulit gelap, Perubahan warna tersebut tidak
begitu jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat
menunjukan adanya demam dan infeksi. Integritas kulit untuk
menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik atau paralisis/
hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
E. Pemeriksaan Penunjang
32
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan dibuktikan dengan sputum berlebih, tidak mampu batuk, ronkhi
(D.001, SDKI)
33
ronkhi (D.001, 2. Batuk efektif - Kolaborasi pemberian
SDKI) meningkat (5) mukolitik, jika perlu
34
Pertahankan suhu
tubuh normal
PENYELESAIAN KASUS
35
Ny. D (47 tahun) dibawa ke IGD RS Minahasa pada tanggal 25 Februari
2019 pukul 11.30 WIB akibat kecelakaan lalu lintas saat pasien hendak pergi
menjemput ponakannya. Keluarga mengatakan pasien tertabrak truk dan kepalnya
terbentur trotoar. Saat ini, pasien mengalami penurunan kesadaran. Hasil
pengkajian terdapat perdarahan aktif telinga kanan, hematoma pada kepala kanan
atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran 3 x 4 cm + luka robek ukuran
2 x 3 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1 x 1 cm, perdarahan dari hidung. Tanda-tanda
vital, Nadi: 107 x/menit, Temp: 38 C, RR : 29 x/mnt, TD :100/70 mmHg. GCS =
E: 2 V: 2 M: 3 (GCS = 7). Hasil CT Scan menunjukkan Sub Dural Hematoma
(SDH) dextra, Fraktur maxilla sinistra.
36
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada 25 Februari 2019 pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat
pasien hendak pergi menjemput ponakannya. Keluarga mengatakan
pasien tertabrak truk dan kepalnya terbentur trotoar. Saat ini, pasien
mengalami penurunan kesadaran. Pasien kemudian dibawa ke IGD pada
tanggal 25 februari 2019 pukul 11.30 WIB. Pasien. Terdapat perdarahan
aktif telinga kanan, hematoma pada alis kiri ukuran 3 x 4 cm + luka
robek ukuran 2 x 3 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1 x 1 cm, perdarahan
dari hidung.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Penyakit yang pernah dialami: Klien tidak pernah mengalami penyakit
yang berat, hanya flu dan demam biasa. Riwayat MRS (-), Riwayat DM
(-), sakit jantung (-), asma (-), hipertensi (-)
d. Alergi : Riwayat alergi terhadap makanan, obat dan benda lain (-)
e. Kebiasaan: Kebiasaan merokok (-), minum kopi (+), minum alkohol (-)
f. Primary survey
1. Airway : terdapat sumbatan jalan nafas berupa darah dan lendir, ada
suara nafas tambahan (gurgling) seperti orang berkumur
2. Breathing
Look : adanya penggunaan otot bantu pernafasan, gerakan dada
simetris
Listen : terdengar bunyi nafas tambahan (gurgling)
Feel : hembusan nafas tidak begitu terasa
3. Circulation : Akral dingin,basah, kulit pucat,terdapat perdarahan di
telinga, hidung, mulut, CRT > 3 detik, terdapat sianosi di kuku
4. Disability :
A (Allert) : klien tidak sadar
V (verbal) : ketika dipanggil klien tidak berespons, hanya merintih
37
P (pain) : klien masih berespons terhadap rangsang nyeri yang
diberikan
U (unresponsive) : klien masih dalam keadaan responsive
g. Exposure : Terdapat perdarahan aktif telinga kanan, hematoma pada
kepala kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran 3 x
4 cm + luka robek ukuran 2 x 3 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1 x 1 cm,
perdarahan dari hidung.
h. Secondary survey
Kesadaran : Sopor
KU : Jelek
GCS :7
TTV : Nadi: 104 x/menit, Temp: 380C, RR: 29 x/mnt, TD: 100/60
mmHg. GCS = E: 2 V: 2 M: 3 (GCS = 7)
i. Pemeriksaan fisik
1. B1 (breathing)
RR 29x/menit, bunyi nafas tambahan (gurgling) seperti orang
berkumur, penggunaan otot bantu nafas.
2. B2 (blood)
Pasien tampak pucat, Terdapat perdarahan aktif telinga kanan,
hematoma pada kepala kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada
alis kiri ukuran 3 x 4 cm + luka robek ukuran 2 x 3 cm, lecet pada
pipi kiri ukuran 1 x 1 cm, perdarahan dari hidung. Akral dingin, kulit
pucat,terdapat perdarahan di telinga, hidung, mulut, CRT > 3 detik,
TD 100/60 mmHg, N 104x/menit
3. B3 (Brain)
GCS = E: 2 V: 2 M: 3 (GCS = 7) dan kesadaran sopor
4. B4 (Bladder)
Perut simetris, tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri tekan kandung
kemih, terpasang kateter, warna urin kuning
5. B5 (Bowel)
Bentuk simetris, tidak terdapat jejas, bising usus normal, turgor kulit
elastis, tidak ada nyeri tekan, perkusi timpani (redup pada organ)
6. B6 (Bone)
38
Pergerakan terbatas karena mengalami penurunan kesadaran
j. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
No Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
1 Haemoglobin 9,8 12,1-15,1 gr/dl
2. Hematokrit 35 40-50%
3 Leukosit 21.200 4000-11000/mm3
4 Trombosit 195000 150.000-400.000/mm3
2. Pemeriksaan CT- Scan
Sub Dural Hematoma (SDH) dextra, Fraktur maxilla sinistra
3. Terapi pengobatan
Propofol 25-50mg/jam IV
Fentanyl 50µg/jam IV
Dexketoprofen 3x50mg /24jam IV
Omeprazol 2x40mg /24jam IV
Odancetron 3x4mg/ 24jam IV
Phenitoin 3x100mg/24jam IV
Ringerfundin 1500ml/24jam IV
NaCl 0,9% 500ml/24jam IV
Manitol 4x100ml/24jam IV
Antibiotik cefttazidim 1-6gram/24jam, dalam 2-3 dosis
terbagi
Nimodipin 1mL/jam
Citicholin 100mg/24 jam IV
Kateter
Suction
ANALISA DATA
MASALAH
NO. DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
39
1. DS : Tidak dapat Penurunan kesadaran Bersihan jalan
dikaji napas tidak efektif
DO :
Penurunan kemampuan
- Terdapat batuk
sumbatan darah
dan lendir Akumulasi mukus
- Bunyi nafas
tambahan
(gurgling)
- Frek nafas : >
Batuk tidak efektif
29x/mnt
- Nafas tidak
teratur. Bersihan jalan napas
tidak efektif
2. DS: Tidak dapat Trauma kepala Risiko perfusi
dikaji serebral tidak
efektif
D O:
Kerusakan pada tulang
- Tingkat kesadaran tengkorak
sopor
- GCS 7(E
Perdarahan
2,M3,V2)
- Akral dingin,
basah, pucat Kompensasi tubuh:
vasodilatasi
- CRT > 3 detik
- RR 29x/menit
Aliran darah ke otak
- CT scan: Sub
menutun
Dural Hematoma
(SDH) tipis dextra,
Fraktur maxilla
sinistra Hipoksia jaringan
- Febris 380C
- N 107x/menit Risiko perfusi
serebral tidak efektif
40
3. DS : Tidak dapat Cedera kepala Pola napas tidak
dikaji efektif
DO : Perdarahan, hematoma
- perdarahan dari
hidung Penekanan sistem saraf
- Kesadaran : pernapasan
Sopor
- KU : Perubahan pola napas
Jelek
- GCS : 7 RR meningkat,
GCS = E: 2 V: 2 hiperpneu,
M: 3 (GCS = 7) hiperventilasi
- TTV :
Nadi: 107
x/menit, Temp: Pola napas tidak
380C, RR: 29 efektif
x/mnt, TD:
100/70 mmHg.
- bunyi nafas
tambahan
(gurgling)
seperti orang
berkumur
- penggunaan otot
bantu nafas
41
3. Ketidak efektifan pola napas (00032) b.d hiperventilasi
42
Tidak
menggunakan
otot bantu nafas
Tidak sianosis
Secret dan
lendir berkurang
CRT < 3 detik
Diagnosa keperawatan: Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral &
peningkatan TIK
43
tingkat sesuaikan kepala Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK)
kesadaran tempat tidur untuk (2590)
Suhu tubuh mengoptimakan
Untuk memeriksa rangsang
normal perfusi serebral
meningeal
monitor intake dan
Posisi yang disarankan 15-30
output
Status neurologi (0909) derajat untuk menurunkan
TIK
Tekanan
Untuk mencgah kelebihan
intracranial
cairan yang dapat menambah
tidak terganggu
edema serebri sehingga terjadi
Kesadaran tidak
peningkatan TIK
terganggu
Tidak ada
kejang
44
Frekuensi Monitor pernapasan (3350) Monitor pernapasan (3350)
pernapasan
Monitor kecepatan, Untuk memantau pernapasan
normal 14 -20
irama, kedalaman klien
kali/menit
dan kesulitan Jika terdapat suara tambahan,
Irama nafas
bernafas mengindikasikan bahwa
normal
Monitor suara nafas kondisi paru tidak normal
Tidak ada
tambahan seperti Untuk memantau pola napas
penggunaan otot
ngorok atau mengi klien
bantu nafas
Monitor pola napas (
Tidak ada suara
misalnya bradipneu,
nafas tambahan
takipneu, kusmaul,
dll)
Status Pernafasan:
Pertukaran Gas (0402)
Saturasi oksigen
normal
Tidak ada
sianosis
Tidak ada
gangguan
kesadaran
Tidak ada
penurunan
tingkat
kesadaran
Suhu tubuh
normal
45
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma)
yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan
struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009).
Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti
defisit kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya.
Menurut Tarwoto, dkk (2007) trauma kepala dapat disebabkan karena
kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kecelakaan industri, kecelakaan olahraga.
trauma kepala dapat terjadi benturan langsung/tanpa benturan langsung pada
kepala yang dapat di bedakan beberapa macam kekuatan yakni kompresi,
aselerasi, dan deselerasi. Manifestasi klinis trauma kepala berbeda tergantung
pada berat atau ringannya trauma kepala yang dialami. Namun, manifestasi
klinis yang digunakan untuk mendiagnosa trauma kepala antara lain adanya
battle sign, hemotipanum, periorbital echymosis, rhinorrhoe, dan otorrhoe.
Berbeda dengan trauma kepala, Myastenia gravis merupakan gangguan
yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya
dibawah kesadaran seseorang (volunteer). Karakteristik yang muncul berupa
kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and
Suddarth, 2002). Kelainan primer pada Myastenia gravis dihubungkan dengan
gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara
unsur saraf dan unsur otot akibat reaksi autoimun. Gangguan tersebut
kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat-obatan
tertentu, seperti nifedipine atau verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan
darah tinggi), quinine (digunakan untuk mengobati malaria), dan procainamide
46
(digunakan untuk mengobati kelainan ritme jantung). Neonatal myasthenia
terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang mengalami myasthenia
gravis.
47
Myasthenia Gravis antara lain: lumbar puncture, elektromiografi, darah
lengkap, rontgent, dan sebagainya.
4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis diharapkan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
di atas dengan sumber–sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Andri Setyo Budi, S. N., & Ach. Dafir Firdaus, M. K. (n.d.). ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN CEDERA KEPALA DI
RUANG 12 ICU RSUD Dr. SAIFUL ANWAR KOTA MALANG.
48
CederaKepalaTraumatik. {disertasi}. UniversitasPadjajaran. Bandung
Wong, D. L., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M. L., Schwartz, P.(2009).
49