Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH CEDERA KEPALA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kep. Gadar & Bencana II

Dosen Pengampu :

Janes Jainurakhma, S.Kep, M.Kep

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 8 :

ADVENTI NATALIA BUDI SUSANTI (17.100.01)

DINI AVIANA KUSWARDANI (17.100.06)

MUHAMMAD AJI SETIAWAN (17.100.21)

OKI KARTIKA SHANTI (17.100.25)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III

STIKES KEPANJEN PEMKAB MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat,taufik dan hidayah-Nya.Sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “Cedera Kepala”, untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gadar & Bencana II.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas makalah ini,kepada yang
terhormat :
1. Ibu Riza Fikriana, S. Kep, Ns, M. Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kepanjen.
2. Ibu Janes Jainurakhma, S. Kep, M. Kep selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Gadar & Bencana II
3. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi
4. Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan
makalah
Kami mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan maupun penulisan
laporan ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu saran dan kritik sangat
kami harapkan dari para pembaca.

Kepanjen, 21 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………… i
DAFTAR ISI.......................................................................... ……. ii
BAB I PEDAHULUHAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan masalah………………………………………………….. 2
1.3 Tujuan……………………………………………………………… 2
1.4 Manfaat…………………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cedera Kepala…………………………………………….. 3
2.2 Patofisiologi Cedera Kepala……………………………………….. 4
2.3 Indikasi Cedera Kepala…………………………………………….. 5
2.4 Tindakan awal keperawatan………………………………………… 6
2.5 Perdarahan yang sering terjadi…………………………………….. 6
2.6 Klasifikasi Cedera Kepala…………………………………………. 8
2.7 Diagnostik pasca keperawatan…………………………………….. 9
2.8 Skala Comma Glassgow………………………………………….. 9
2.9 Penegakan diagnosa………………………………………………. 11
2.10 Penunjang………………………………………………………… 13
2.11 DAI……………………………………………………………….. 13
2.12 Manajemen keperawatan………………………………………….. 13
BAB III KASUS
3.1 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala……………….. 15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 23
4.2 Saran………………………………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 24

ii
BAB I

PENDAHULUHAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008), cedera kepala biasanya
diakibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan. Sedangkan akibat dari
terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah kematian.
Akibat trauma kepala pasien dan keluarga megalami perubahan fisik
maupun psikologi, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala memegang
peranan penting terutama pencegahan komplikasi. Komplikasi dari cedera kepala
adalah infeksi, perdarahan. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari
seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala merupakan keadaan serius.
Oleh karena itu, diharapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat
menekan morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan
terlambatnya rujukan dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk
dan berkurangnya pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007)
Mansjoer (2002) kualifikasi cedera kepala berdasarkan berat ringannya,
dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera
kepala berat. Adapun penilaian klinis untuk menentukkan klasifikasi klinis dan
tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala menggunakan metode skala
(Glasgow Coma Scale) Wahjoepramono (2005)
Cedera kepala akibat trauma sering dijumpai dilapangan. Di dunia
kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkiraka mencapai 500.000 kasus dari
jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih
dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala
tersebut. (Depkes, 2012)
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera
kepala, dan lebih dari 70.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun
dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua

1
2

pasien cedera kepala berat mempunyai signifikan terhadap cedera bagian tubuh
lainnya (Smeltzer, 2002)

1.2 Rumusan Masalah


1. Menjelaskan pergertian Cedera Kepala ?
2. Menjelaskan patofisiologi Cedera Kepala ?
3. Menjelaskan indikasi Cedera Kepala ?
4. Menjelaskan tindakan keperawatan awal Cedera Kepala ?
5. Menjelaskan perdarahan yang sering ditemukan ?
6. Menjelaskan klasifikasi Cedera Kepala ?
7. Menjelaskan diagnostik pacsa perawatan ?
8. Menjelaskan skala comma glassgow (SKG) ?
9. Menjelaskan penegakan diagnosis ?
10. Menjelaskan penunjang diagnostik ?
11. Menjelaskan diffuse axonal injury (DAI) ?
12. Menjelaskan manajemen di unit gawat darurat ?

1.3 Tujuan
Untuk menjelaskan tentang Cedera Kepala dan Asuhan Keperawatan Gawat
darurat Cedera Kepala

1.4 Manfaat
Untuk memahami tentang Cedera Kepala dan Asuhan Keperawatan Gawat
darurat Cedera Kepala
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cedera Kepala

Cedera kepala adalah deformasi berupa penyimpangan bentuk atau


penyimpangan garis pada tulang tenggkorak percepatan dan perlambatan
(accelerasi-deccelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Musliha, 2010). Trauma kapitis adalah
trauma mekanik terhadap kepala, baik secara langsung/tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi,
psikososial baik temporer maupun permanen.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang dapat
menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau garis pada
tulang tengkorak disertai tanpa disertai perdarahan intertisitas dalam subtansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontiunitas otak (Muttaqin,2008). Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecatatan akibat tauma
dibanyak negara berkembang (Tjahjadi et al ,2013). Cedera kepala mengakibatkan
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam
(Haddad,2012).
Cedera kepala atau traumatic brain injury didefinisikan sebagai cedera kepala
secara umum diartikan sebagai cedera kepala yang melibatkan scalp atau kulit
kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang yang membentuk wajah atau otak.
Berdasarkan anatomi kepala, lapisan terluar yaitu kulit kepala yang memiliki
jaringan yang lunak tetapi memiliki daya lindung yang besar. Bila tengkorak tidak
terlindung oleh kulit kepala maka hanya mampu menahan pukulan sebesar 40
pound/inch tetapi bila terlindung dari kulit kepala dapat menahan pukulan 425-
900 pound/inch. Setelah kulit kepala, juga terdapat tulang tengkorak yang
melindungi isi dalamnya yaitu otak. Bagian yang paling penting dari kesemuanya
ialah otak yang merupakan pusat dari semua bagian tubuh

3
4

Penggunaan darah oleh ota sagat besar jika dibandingkan dengan organ lain
dalam tubuh. Tidak kurang dari 15-20% darah dari jantung menuju ke otak.
Konsumsi oksigen oleh otak ialah antara 20-25% sehingga menyebabkan otak
sangat peka jika mengalami kekurangan oksigen. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kematian akibat cedera kepala antara lain faktor usia, jenis
kelamin, hipotensi dan hipoksia. (Awaloei, Mallo, Tomuka, 2016)
Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik
maupun psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala memegang
peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi. Komplikasi dari cedera
kepala adalah infeksi, perdarahan. Cedera kepala berperan pada hampir separuh
dari seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala merupakan keadaan
yang serius. Oleh karena itu, diharapkan dengan penanganan yang cepat dan
akurat dapat menekan morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal
dan terlambatnya rujukan dapat menyebabkan keadaan penderita semakin
memburuk dan berkurangnya pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007)

2.2 Patofisiologi Cedera Kepala

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50-60 ml/menit/100
gr, jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala
menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
5

perubahan tekanan vaskuer dan odema paru. Perubahan otonom pada fungsi
vertikel adalah peerubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan srteriol otak tidak begitu besar.
- Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer.
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan :
Pada cedera primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder.
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Odema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. Infeksi/komplikasi pada organ tubuh yang lain (Musliha, 2010)

2.3 Indikasi Cedera Kepala

Umumnya pasien yang tidak kehilangan kesadaran atau kehilangan


kesadaran yang berlangsung < 5 menit, akan dipulangkan dari rumah sakit.
Instruksi pemulangan harus mencakup, baik pemantauan gejala perburukan cedera
kepala maupun gejala yang berkaitan dengan sindrom pascakomosio serebri.
(Widiarti, Ningsih, Subekti, 2011)
6

2.4 Tindakan keperawatan awal


Pasien dan keluarga harus waspada terhadap tanda dan gejala yang
mengharuskan pasien kembali ke rumah sakit. Hal – hal berikut yang harus
dipantau oleh keluarga maupun pasien :
 Perubahan pupil mata ( mis, satu besar, satu kecil )
 Penglihatan buram
 Muntah lebih dari tiga kali atau muntah dengan kuat
 Sakit kepala hebat
 Pelo
 Gangguan keseimbangan atau cara berjalan
 Kelemahan yang baru yang nyata pada lengan dan kaki
 Perilku yang tidak lazim
 Konfusi
 Letargi berat atau luar biasa mengantuk
Pasien harus dibangunkan setiap 2 jam, atau sesuai ketentuan dokter, untuk
menjamin bahwa iya dapat dibangunkan pada status kesadaran normal.
(Widiarti, Ningsih, Subekti, 2011)

2.5 Perdarahan yang sering terjadi


a. Epidural Hepatoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater
akibat pecahnya pembulu darah/cabang – cabang arteri meningeal media yang
terdapat di duramater, pembulu darah ini tidak dapat menutup sendiri karena
itu sangat berbahaya.
Gejala – gejala yang terjadi:
 Penurunan tingkat kesadaran
 Nyeri kepala
 Muntah
 Hemiparesis
 Dilatasi pupil ipsilateral
 Pernafasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler
 Penurunan nadi, peningkatan suhu
7

b. Subdural Hepatoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut
dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembulu darah vena/jembatan vena yang
biasanya terdapat diantara duramater, pendarahan lambat dan sedikit.
Tanda – tanda dan gejalanya adalah :
 Nyeri kepala
 Bingung
 Mengantuk
 Menarik diri
 Berfikir lambat
 Kejang
 Oedem pupil
Pendarahan pada intracerebral berupa pendarahan di jaringan otak karena
pecahnya pembulu darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dangejalanya :
 Nyeri kepala
 Penurunan kesadaran
 Komplikasi pernapasan
 Hemiplegia kontralateral
 Dilatasi pupil
 Perubahan tanda tanda vital
c. Pendarahan Subarachnoid
Pendarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembulu darah
dan permukaan otak hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
 Nyeri kepala
 Penurunan kesadaran
 Hemiparese
 Dilatasi pupil ipsilateral
 Kaku kuduk (Musliha, 2010)
8

2.6 Klasifikasi
Klasifikasi trauma kapitis berdasarkan kepada :
1. Patologi
Trauma kapitis berdasarkan patologi dibagi menjadi tiga yaitu : komosio
serebri, kontusio serebri dan laserasio serebri.
2. Lokasi lesi
Trauma kapitis berdasarkan kepada lokasi lesi dibagi menjadi : lesi
diffuse, lesi kerusakan vaskuler otak, lesi fokal, kontusio dan laserasi
serebri, hematoma intracranial, hematoma ekstradural (hematoma
epidural), hematoma subdural, hematoma intraparenkhimal, hematoma
subarachnoid, hematoma intraserebral serta hematoma intraserebellar.
3. Derajat kesadaran berdasarkan Skala Koma Glasgow (SKG)
Trauma kapitis berdasarkan SKG dapat terdiri atas : minimal, ringan,
sedang dan berat.
Kategori SKG Gambaran Klinik CT Scan
Otak
Minimal 15 Pingsan (-), deficit neurology (-) Normal
Ringan 13 - 15 Pingsan < 10 menit, deficit Normal
neurologik (-)
Sedang 9 – 12 Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, Abnormal
deficit neurologik (+)
Berat 3-8 Pingsan dari 6 jam, deficit Abnormal
neurologik (+)

Catatan :
a. Tujuan klasifikasi ini untuk pedoman triase digawat darurat
b. Jika abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intraknial, korban gawat
darurat dimasukkan klasifikasi trauma kapitis berat.
9

2.7 Diagnostik pasca keperawatan


1. Minimal (Simple Head Injury)
SKG 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada amnesia pasca trauma
(APT), tidak ada deficit neurology.
2. Trauma kapitis ringan/Mild Head Injury
SKG 13 – 15, Ct Scan normal, pingsan < 30 menit, tidak ada lesi operatif,
rawat rumah sakit < 48 jam, amnesia pasca trauma (APT) < 1 jam.
3. Trauma kapitis sedang/Moderate Head Injury
SKG 9 – 12 dan dirawat > 48 jam, atau SKG > 12 akan tetapi ada lesi operatif
intracranial atau abnormal CT Scan, pingsan > 30 menit – 24 jam, Apt 1 – 24
jam.
4. Trauma kapitis berat/Severe Head Injury
SKG < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan > 24 jam, APT
> 7 hari.

2.8 Skala Comma Glassgow (SKG)


Nilai SKG atau GCS pada orang dewasa
 Penjumlahan dari komponen Mata + Verbal + Motorik
 Jumlah minimal 1 + 1 + 1 = 3 – koma dalam
 Jumlah maksimal 4 + 5 + 6 = 15 – kompos mentis – normal
Normal Skor GCS pada anak
 < 6 bulan : 12
 6 – 12 bulan : 12
 1 – 2 tahun : 13
 2 – 5 tahun : 14
 > 5 tahun : 14
Skala Koma Glasgow (SKG/GCS)
Buka Mata
Nilai > 1 tahun 0 – 1 tahun
4 Spontan Spontan
3 Dengan perintah verbal Dengan panggilan
10

2 Dengan nyeri Dengan nyeri


1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Respon motorik terbaik
Nilai > 1 tahun 0 – 1 tahun
6 Menurut perintah
5 Dapat melokalisasi nyeri Melokasi nyeri
4 Fleksi terhadap nyeri Fleksi terhadap nyeri
3 Fleksi abnormal (dekortikasi) Fleksi abnormal
(dekortikasi)
2 Ekstensi (desereberasi) Ekstensi (desereberasi)
1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Respon verbal terbaik
Nilai > 5 tahun 2 - 5 2 – 5 tahun 0 – 2 tahun
5 Orientasi baik dan Kata – kata tepat Menangis yang sesuai
berbicara
4 Disorientasi dan Kata – kata Menangis
berbicara tidak sesuai
3 Kata – kata yang Berteriak Menangis yang tidak
tidak tepat ; sesuai/berteriak
menangis
2 Suara yang tidak Merintih Merintih
berarti
1 Tidak ada respon Tidak ada Tidak ada respon
respon

Catatan
a. Korban yang disfasia atau dalam intubasi tidak mampu berbicara, dan skor
verbalnya tidak dapat dinilai, diberi tanda T untuk komponen verbal
tersebut. Korban dengan nitubasi, skor SKG maksimal adalah 10 T dan
minimal 2 T.
b. Korban dengan cedera lokal pada mata dan mata tidak bisa dibuka, diberi
tanda C (eye closed) untuk komponen mata.
11

c. Untuk korban yang di beri obat pelemas otot di ICU (knock down), diberi
tanda M pada komponen motoriknya.
d. SKG ini, dipergunakan untuk membantu membedakan beratnya suatu
trauma kapitis.

PEMBAGIAN TRAUMA KAPITIS DALAM TRAUMA OLAH RAGA


Kehilangan kesadaran Lamanya amnesia
Ringan/grade I Tidak ; bingung ; disorientasi 5 – 15 menit
concussion
Sedang/grade II Tidak atau simhkat (1 – 5 15 – 30 menit
concussion min)
Berat/grade III Ada (> 5 min) > 1 jam
concussion

2.9 Penegakan Diagnosis


Diagnosis korban gawat darurat ditegakkan berdasarkan kepada hasil :
1. Anamnesis
 Trauma kapitis dengan tau tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval
lucid
 Perdarahan pada otorrhea atau rhinorrhea
 Amnesia Traumatika misalnya amnesia retrograd atau anterograd.
2. Hasil pemeriksaan klinis Neurologis
3. Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
Dari hasil foto perlu diperhatikan kemungkinan adanya fraktur :
 Linjer
 Impresi
 Terbuka/tertutup
5. CT Scan Otak, hal ini untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi berupa :
 Gambaran kontusio
 Gambaran edema otak
 Gambaran perdarahan (hiperdens)
13

 Hematoma epidural
 Hematoma subdural
 Perdarahan subarakhnoid
 Hematoma intraserebral

2.10 Penunjang Diagnostik

Penunjang diagnostik dilakukan melalu ipemeriksaan tes hallo dan


scanning otak.Tes hallo untuk memastikan cairan serebro spinal secara sederhana.
Scanning otak dengan resolusi tinggi dan irisan 3 mm (50%+) (high resolution
and thin section). Hal ini untuk memastikan perdarahan atau lesi pada lapisan
tertentu.

2.11 Difuse Axonal Injury (DAI)

Gejala dan tanda klinis :


- Koma lama pasca trauma kapitis (prolonged coma)
- Disfungsi sara fotonom
- Demam tinggi

Penunjang Diagnostik CT Scan Otak :


- Awal-normal, tidak ada tanda adanya perdarahan, edema, kontusio
- Ulangan setelah 24 jam-odema otak luas

2.12 Manajemen di Unit Gawat Darurat


Penanggulangan Trauma Kapitis Akut

Pengelolaan korban gawat darurat di unit emergency sesuai dengan


beratnya trauma kapitis yaitu ringan, sedang atau berat. Pengelolaan korban
berdasarkan urutan yaitu :
1. Survei primer, gunanya untuk menstabilkan kondisi korban, meliputi
tindakan-tindakan
Sebagai berikut :
C = Circulation (sirkulasi)
Pertahankan Tekanan Darah Sistolik > 90 mmHg, pasang sulurintra vena.
Berikan cairan intravena drip, NaCI 0,9% atau Ringer. Hindari Cairan
14

hipotonis. Bila perlu berikan obat vasopressor dan inotropik. Konsultasi ke


spesialis bedah syaraf berdasarkan indikasi (lihat indikasi operasi korban
gawat darurat trauma kapitis)
B = Breathing (pernafasan)
Pastikan pernafasan adekuat. Perhatikan frekuensi, pola nafas dan
pernafasan dada atau perut dan kesetaraan pengembangan dada kanan
dankiri (simetris). Bila ada gangguan pada sentral (otak dan batang otak)
atau perifer (otot perrnafasan atau paru-paru).Bila perlu, berikan oksigen
sesuai dengan kebutuhan dengan target saturasi O2 > 92%
A = Airway (jalan nafas)
Bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan darah,
gigi yang patah, muntahan, dsb. Bila perlu lakukan intubasi (waspadai
kemungkinan adanya fraktur tulang leher).
D = Disability (yaitu untuk mengetahui lateralisasi dan kondisi umum
dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi)
 Tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan.
 Skala koma Glasgow
 Pupil : ukuran, bentuk dan refleks cahaya
 Pemeriksaan neurologi cepat : hemiparesis, refleks patologis
 Luka-luka
 Anamnesa : AMPLE (Allergies, Medication, PastIllnes, Last
Meal, Event / Environment related to the injury)
15

BAB III
KASUS
3.1 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala
1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada
gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung
pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital
lainnya. Pengkajian keperawatan cedera kepala meliputi anamnesis
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan
pengkajian psikososial.
a. Pengkajian awal
- Airway : Klien terpasang ETT ukuran 7,5 dengan pemberian
oksigen 15 liter permenit. F1O2 = 81% terdapat sumbatan atau
penumpukan secret, adanya suara napas tambahan yaitu ronchi +/+
- Breathing : Frekuensi napas 20x/menit, irama napas abnormal,
napas tidak spontan.
- Circulation : Perubahan frekuensi jantung (bradikardi), keluar
darah dari hidung dan telinga, perubahan tekanan darah.
2. Anamnesia
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
muda), jenis kelamin (rata-rata laki-laki), karena membawa sepeda motor
melaju degan kecepatan tinggi tanpa menggunakan pengaman helm,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis. Keluhan utama yang
sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan
tingkat keadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari keitinggian, dan trauma langsung ke kepala.
Pengkajian yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS<15),
konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah,
16

luka dikepala, paralisis, akumulasi secret pada saluran pernapasan, adanya


liquor dari hidung dan telinga, serta kejang. Adanya penurunan tingkat
kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam intracranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, konsumsi alcohol berlebih.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota keluarga yang menderita riwayat penyakit
hipertensi dan diabetes mellitus
6. Pengkajian psiko, sosial, spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kesadaran,
rasa cemas. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola
persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
7. Pengkajian fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klie, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem
(B1-B6)
- Keadaan umum
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan
kesadaran (cedera kepala ringan GCS 13-15, cedera kepala sedang
GCS 9-12, cedera kepala berat GCS < 8) dan terjadi perubahan pada
tanda-tanda vital.
17

- B1 (Breathing)
Sistem pernapasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan
serebral akibat trauma kepala. Akan didapatkan hasil :
1) Inspeksi : Didapatkan klien batuk. Peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan
2) Palpasi : Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang
lain akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga
thoraks
3) Perkusi : Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan
melibatkan trauma pada thoraks
4) Auskultasi : Bunyi napas tambahan sepeti napas berbunyi
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien
cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien
dirawat diruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil pada klien
dengan cedera kepala berat dan sudah terjadi disfungsi pernapasan.
- B2 (Blood)
Pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang sering
terjadi pada klien cedera kepala sedang sampai berat. Dapat ditemukan
tekanan darah normal atau berubah, bradikardi, takikardi, dan aritmia
- B3 (Brain)
Cedera otak menyebabkan berbagai deficit neurologi terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan itrakranial akibat adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma,
dan epidural hematoma. Pengkajian tingkat kesadaran dengan
menggunakan GCS
- B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteritik. Penurunan
jumlah urine dan peningkatan retensi urine dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala, klien mungkin
18

mengalami inkontinesia urine karena konfusi, ketidakmampuan


mengkomunikasijan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural
- B5 (Bowel)
Didapatan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan
dengan adanya peningkatan produksi asam lambung. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
- B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstermitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
(Muttaqin, 2008)
8. Diagnosa Keperawatan
1) Peubahan perfusi serebral b/d penghentian aliran darah, edema serebral
2) Pola napas tidak eektif b/d kerusakan neurovaskuler (Cedera pada pusat
pernapasan otak)
3) Resiko tinggi infeksi b/d prosedur invasif
9. Rencana Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

1. Perubahan perfusi Tujuan : Setelah dilakukan 1. Tentukan faktor-


serebral b/d tindakan keperawatan, faktor yang
penghentian aliran GCS, tingkat kesadaran, menyebabkan
darah, edema serebral kognitif, dan fungsi penurunan perfusi
motorik klien membaik jaringan otak dan
Kriteria hasil : Tanda- peningkatan TIK.
tanda vital stabil dan tidak R/ : Penurunan tanda
ada tanda-tanda atau gejala neurologis
peningkatan TIK, tingkat atau kegagalan dalam
kesadaran membaik, GCS pemulihannya setelah
klien meningkat serangan awal,
menunjukkan
18

perlunya klien dirawat


diperawatan intensif.
2. Pantau atau catat
status neurologis
secara teratur dan
bandingkan dengan
nilai GCS
R/ : Mengkaji tingkat
kesadaran dan
potensial peningkatan
TIK dan bermanfaat
dalam menentukan
lokasi, perluasan dan
perkembangan
kerusakan saraf pusat
3. Turunkan stimulasi
eksternal dan berikan
kenyamanan, seperti
lingkungan yang
tenang
R/ : Memberikan efek
ketenangan,
menurunkan reaksi
fisiologis tubuh dan
meningkatkan
istirahat untuk
mempertahankan atau
menurunkan TIK
20

2. Pola napas tidak Tujuan : Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi,


efektif b/d kerusakan tindakan keperawatan, irama, kedalaman
neurovaskuler klien mampu pernapasan. Catat
mempertahankan pola ketidakteraturan
pernapasan efektif melalui pernapasan
pemasangan ETT. R/ : Perubahan dapat
Kriteria hasil : menandakan awitan
1. Pola napas kembali komplikasi pulmonal
efektif atau menandakan
2. Napas spontan lokasi/luasnya
keterlibatan otak.
Pernapasan lambat,
periode apnea dapat
menandakan perlunya
ventilasi mekanik
2. Diposisikan head
up (30’)
R/ : Untuk
menurunkan tekanan
vena jugularis
3. Berikan oksigen
R/ : Memaksimalkan
oksigen pada darah
arteri dan membantu
dalam pencegahan
hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan,
mungkin diperlukan
ventilasi mekanik
21

3. Resiko tinggi terhadap Tujuan : Setelah dilakukan 1. Berikan perawatan


infeksi b/d prosedur tindakan keperawatan, aseptik, pertahankan
invasif klien tidak terdapat tanda- teknik cuci tangan
tanda infeksi yang baik.
Kriteria hasil : Tidak ada R/ : Cara pertama
tanda-tanda infeksi yaitu untuk menghindari
kalor (panas), rubor terjadinya infeksi
(kemerahan), dolor (nyeri nosokomial.
tekan), tumor 2. Observasi daerah
(membengkak) dan fungsi kulit yang mengalami
ulesa kerusakan
R/ : Deteksi dini
perkembangan infeksi
memungkinkan untuk
melakukan tindakan
dengan segera dan
pencegahan terhadap
komplikasi
selanjutnya.
3. Pantau suhu tubuh
secara teratur
R/ : Dapat
mengindikasikan
perkembangan sepsis
yang selanjutnya
memerlukan evaluasi
atau tindakan segera
22

10. Implementasi
1) Perubahan perfusi serebral b/d penghentian aliran darah, edema
serebral, yang dilakukan :
- Mengukur vital sign
- Mengkaji tingkat kesadaran klien.
- Mengambil darah vena
- Memeberikan injeksi piracetam 3 gr.
- Mengganti infuse NaCI dengan D5 ½ NS tpm
- Memasang dower cateter
2) Pola napas tidak efektif b/d kerusakan neurovaskuler, yang dilakukan :
- Mengukur vital sign
- Memberikan posisi head up 30’
- Memberikan terapi O2 per nasal canul 3 lpm
- Mengambil darah arteri untuk pemeriksan AGD
- Memberikan mayo
- Melakukan suction
- Melakukan intubasi
3) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif, yang dilakukan :
- Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan
- Mengukur suhu tubuh klien
- Membersihkan luka pada kepala
- Memberikan skin test dan injeksi ceftriaxone 2x24 jam

11. Evaluasi
Dari setiap diagnosa yang muncul dan telah dilakukan tindakan
keperawatan : perubahan perfusi serebral b/d penghentian aliran darah,
edema serebral dapat teratasi, pola napas tidak efektif b/d kerusakan
neurovaskuler dapat teratasi, resiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur
invasif dapat teratasi dan tidak ada peningkatan TIK, pola napas normal
dan tidak ada tanda-tanda infeksi
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Cedera kepala adalah deformasi berupa penyimpangan bentuk atau


penyimpangan garis pada tulang tenggkorak percepatan dan perlambatan
(accelerasi-deccelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan.
Dalam kasus asuhan keperawatan gawat darurat cedera kepala meliputi
pengkajian mulai dari ABC dan meliputi B1-B6. Diagnosa keperawatan yaitu
perubahan perfusi serebral, gangguan pola napas tidak efektif, resiko tinggi
terhadap infeksi.

4.2 Saran

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan maupun penulisan makalah


ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik sangat kami
harapkan dari para pembaca

23
DAFTAR PUSTAKA

Dewanto, George, 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit

Saraf. Jakarta. EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta. EGC

Hariyani, 2012. JURNAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. C DENGAN

CEDERA KEPALA BERAT (CKB) DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)

RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SURAKARTA

Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta EGC

Widiarti, Ningsih, Subekti. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta EGC

Sudihartono, Sartono, 2013. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta EGC

24
24

Anda mungkin juga menyukai