Anda di halaman 1dari 26

Dosen pembimbing : Ns. Sumiati.,S.

Kep

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA BERAT (TKB)

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 1

AHMAD ZULFIKAR

IRHAM ZAINUDDIN

IDAR

NURHAYANA

NOVITASARI

SUARNI

SUNARDI

VONIYANTI

ZUL QARNAIN

STIKES KURNIA JAYA PERSADA PALOPO


2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Trauma Kepala
Berat” yang merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat
beberapa kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan
wawasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan
datang, karena manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan
dan belajar dari suatu kesalahan.
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah ini
mendapat ridho dari Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca umumnya. Amiin....

Palopo, 17 April 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar.........................................................................................................i

Daftar Isi..................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................3

A. Definisi...............................................................................................................3
B. Etiologi...............................................................................................................3
C. Klasifikasi..........................................................................................................4
D. Patofisiologi.......................................................................................................5
E. Manifestasi klinis...............................................................................................7
F. Komplikasi.........................................................................................................7
G. Pemeriksaan penunjang.....................................................................................8
H. Penatalaksanaan.................................................................................................9
I. Pathway..............................................................................................................10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TKB..........................................................11

A. Pengkajian..........................................................................................................11
B. Diagnosa keperawatan.......................................................................................16
C. Intervensi...........................................................................................................17

BAB IV PENUTUP.................................................................................................22

A. Kesimpulan.........................................................................................................22
B. Saran...................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Distribusi kasus cedera kepala / cedera otak terutama melibatkan
kelompok usia produktif, yaitu antara 15 – 44 tahun, dengan usia rata –
rata sekitar tiga puluh tahun, dan lebih didominasi oleh kaum laki – laki
dibandingkan kaum perempuan. Adapun penyebab yang tersering adalah
kecelakaan lalu lintas (49%) dan kemudian disusul dengan jatuh (terutama
pada kelompok usia anak – anak).
Pada kehidupan sehari – hari cedera kepala adalah tantangan
umum bagi kalangan medis untuk menghadapinya, di mana tampaknya
keberlangsungan proses patofisiologis yang diungkapkan dengan segala
terobosan investigasi diagnosik medis mutakhir cenderung bukanlah
sesuatu yang sederhana. Berbagai istilah lama seperti kromosio dan
kontusio kini sudah ditingalkan dan klasifikasi cedera kepala lebih
mengarah dalam aplikasi penanganan klinis dalam mencapai keberhasilan
penanganan yang maksimal.
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan,
mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang
tengkorak , durameter, vaskuler otak, sampai jaringan otak sendiri. Baik
berupa luka tertutup, maupun trauma tembus. Dengan pemahaman
landasan biomekanisme-patofisiologi terperinci dari masing – masing
proses di atas, yang dihadapkan dengan prosedur penanganan cepat dan
akurat, diharapkan dapat menekan morbilitas dan mortalitasnya.
Jenis beban mekanik yang menimpa kepala sangat bervariasi dan
rumit. Pada garis besarnya dikelompokkan atas dua tipe yaitu beban statik
dan beban dinamik. Beban statik timbul perlahan – lahan yang dalam hal
ini tenaga tekanan diterapkan pada kepala secara bertahap, hal ini bisa
terjadi bila kepala mengalami gencetan atau efek tekanan yang lambat dan
berlangsung dalam periode waktu yang lebih dari 200 mili detik. Dapat
mengakibatkan terjadinya keretakan tulang, fraktur multiple, atau

4
kominutiva tengkorak atau dasar tulang tengkorak. Biasanya koma atau
defisit neurologik yang khas belum muncul, kecuali bila deformasi
tengkorak hebat sekali sehingga menimbulkan kompresi dan distorsi
jaringan otak, serta selanjutnya mengalami kerusakan yang fatal.
Mekanisme ruda paksa yang lebih umum adalah akibat beban
dinamik, dimana peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat
( kurang dari 200 mili detik). Beban ini dibagi menjadi beban guncangan
dan beban benturan. Komplikasi kejadian ini dapat berupa hematoma
intrakranial, yang dapat menjadikan penderita cedera kepala derajat ringan
dalam waktu yang singkat masuk dalam suatu keadan yang gawat dan
mengancam jiwanya.
Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala
yang datang kerumah sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak
“ frekuensi hematom ini terdapat pada 75 % kasus yang datang sadar dan
keluar meninggal “.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah membahas tentang“Asuhan Keperawatan Pada Klien
Trauma/cidera Kepala Berat ” mahasiswa mampu memahami “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala Berat”.
2. Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat
” mahasiswa mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala
Berat.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
Berat.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Trauma Kepala
Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera
langsung atau deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan
kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014).
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam
(Haddad, 2012).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2006), cedera kepala
merupakan kerusakan yang disebabkan oleh serangan ataupun benturan
fisik dari luar, yang dapat mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan
kerusakan fungsi kognitif maupun fungsi fisik. Cedera kepala merupakan
suatu trauma atau ruda paksa yang mengenai struktur kepala yang dapat
menimbulkan gangguan fungsional jaringan otak atau menimbulkan
kelainan struktural (Sastrodiningrat, 2007).
B. Etiologi
Penyebab cedera kepala dibagi menjadi cedera primer yaitu cedera yang
terjadi akibat benturan langsung maupun tidak langsung, dan cedera
sekunder yaitu cedera yang terjadi akibat cedera saraf melalui akson
meluas, hipertensiintrakranial, hipoksia, hiperkapnea / hipotensi sistemik.
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer,
berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia,
peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi (Hickey,
2003). Penyebab cedera kepala antara lain adalah kecelakaan lalu lintas,
perkelahian, jatuh dan cedera olah raga, peluru atau pisau pada cedera
kepala terbuka.

6
C. Klasifikasi
1. Cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan
Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang diciptakan oleh
Jennet dan Teasdale pada tahun 1974. GCS yaitu suatu skala untuk
menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan
neurologis yang terjadi. Ada 3 aspek yang dinilai yaitu reaksi
membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan
reaksi lengan serta tungkai (motor respons).
Cedera kepala diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan
nilai GCS atau tingkat keparahan, yaitu:
a. Cedera Kepala Ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama
dirawat di rumah sakit < 48 jam.
b. Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9-13, ditemukan kelainan
pada CT scan otak, memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial,
dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam.
c. Cedera Kepala Berat (CKB) bila dalam waktu > 48 jam setelah trauma,
score GCS < 9 (George, 2009).
2. Berdasarkan morfologinya, cedera kepala dapat dibagi menjadi:
a. Fraktur Kranium
Fraktur cranium diklasifikasikan berdasarkan lokasi
anatomisnya, dibedakan menjadi fraktur calvaria dan fraktur basis
cranii. Berdasarkan keadaan lukanya, dibedakan menjadi fraktur
terbuka yaitu fraktur dengan luka tampak telah menembus
duramater, dan fraktur tertutup yaitu fraktur dengan fragmen
tengkorak yang masih intak (Sjamsuhidajat, 2010).
b. Perdarahan Epidural
Hematom epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga
tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai
lensa cembung. Biasanya terletak di area temporal atau temporo

7
parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media
akibat fraktur tulang tengkorak (Sjamsuhidajat, 2010).
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural. Robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks cerebri
merupakan penyebab dari perdarahan subdural. Perdarahan ini
biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak, dan kerusakan
otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk bila
dibandingkan dengan perdarahan epidural (Sjamsuhidajat, 2010).
3. Contusio dan perdarahan intraserebral
Contusio atau luka memar adalah apabila terjadi kerusakan
jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga
darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi
bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi
apabila otak menekan tengkorak. Commotio cerebri
4. Fraktur basis cranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk
rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang
dalam keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat
tampak amnesia retrogade dan amnesia pascatraumatik.
D. Patofisiologi
Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit, kepala, tulang
kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruh. Faktor yang
mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah lokasi dan arah dari
penyebab benturan, kecepatan kekuatan yang datang, permukaan dari
kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan.
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak
luka terbuka dari tengkorak disertai kerusakan otak. Luasnya luka bukan
merupakan indikasi berat ringannya gangguan, pengaruh umum cedera
kepala dari ringan sampai berat ialah edema otak, defisit sesorik, dan

8
motorik, peningkatan intrakranial. Hal ini akan mengakibatkan perubahan
perfusi jaringan otak dimana kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak,
iskemi otak dan hipoksia, ( Long, B.C, 1996 : 203 ). Pada saat otak
mengalami hipoksia tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada cedera kepala berat hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob yang menyebabkan
timbulnya asidosis metabolik. Produksi asam laktat akan merangsang
reseptor nyeri sehingga timbul sakit kepala.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi . Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi . Otak tidak punya
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Dari gangguan fungsi otak
akan muncul berbagai gejala antara lain penurunan fungsi nervus vagus
yang akan membuat penurunan fungsi otot menelan dan beresiko tinggi
terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Kerusakan neurologik langsung disebabkan oleh suatu benda atau
serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak oleh pengaruh
kekuatan yang diteruskan ke otak dan oleh efek perhambatan otak yang
terbatas dalam kompartemen yang kaku. Derajat kerusakan targantung
kekuatan yang menimpa semakin besar kekuatan semakin parah
kerusakan.
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit
ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan
oksigen, dan sangat peka terhadap cedera metabolik apabila suplai terhenti
sebagai akibat cedera, sirkulasi otak dapat kehilangan kemampuannya
untuk mengatur volume darah beredar yang tersedia, menyebabkan
iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.

9
E. Manifestasi Klinis
Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang cedera kepala berat adalah
perubahan ukuran pupil (anisocoria), trias Cushing (denyut jantung
menurun, hipertensi, depresi pernafasan) apabila meningkatnya tekanan
intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstremitas
(Reisner, 2009). gejala lain yang lebih khas adalah pasien terbaring,
kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin
dan pucat, defekasi dan berkemih tanpa disadari, tekanan darah dan suhu
subnormal
F. Komplikasi
Komplikasi akibat cedera kepala:
1. Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera kepala
berat dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia,
hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif,
perubahan kepribadian).
2. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga
subarachnoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur
basis cranii hanya kecil dan tertutup jaringan otak maka hal ini tidak
akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila terjadi kebocoran cairan
serebrospinal persisten.
3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami
kejang awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia
pascatrauma yang lama, fraktur depresi kranium dan hematom
intrakranial.
4. Hematom subdural kronik.
5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan
konsentrasi dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan.
Vertigo dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi labirintin)
(Adams, 2000).

10
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos kepala
Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka
tembus (peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi),
nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan
kesadaran.
2. CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah:
a. Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat-obatan analgesia.
b. Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat
pada lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
c. Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok,
febris, dll).
d. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
e. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
f. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari
GCS (Sthavira, 2012).
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status
mental yang digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih
sensitive daripada CT-Scan, terutama dalam mengidentifikasi lesi difus
non hemoragig cedera aksonal.
4. X-Ray
X-Ray berfungsi mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang (Rasad,
2011).
5. BGA ( Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan
tekanan intra kranial (TIK).

11
6. Kadar elektrolit
Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan
tekanan intra kranial (Musliha, 2010).
H. Penatalaksanaan
1. Resusitasi jantung paru ( circulation, airway, breathing = CAB) Pasien
dengan trauma kepala berat sering terjadi hipoksia, hipotensi dan
hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu urutan
tindakan yang benar adalah:
a. Sirkulasi (circulation)
Hipotensi menyebabkan iskemik yang dapat mengakibatkan
kerusakan sekunder. Hipotensi disebabkan oleh hipovolemia akibat
perdarahan luar, ruptur organ dalam, trauma dada disertai
temponade jantung atau pneumotoraks dan syok septic. Tindakan
adalah menghentikan perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan
mengganti darah yang hilang dengan plasma atau darah.
b. Jalan nafas (airway)
Bebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke belakang dengan
posisi kepala ekstensi dengan memasang orofaryngeal airway
(OPA) atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah,
lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa
nasogastrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan.
c. Pernafasan (breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral dan
perifer. Kelainan sentral dalah depresi pernafasan pada lesi medulla
oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central
neurogenic hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi,
trauma dada, edema paru, emboli paru, infeksi. Gangguan
pernafasan dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan
dengan pemberian O2 kemudian cari dan atasi factor penyebab dan
kalau perlu memakai ventilator.

12
I. PATHWAY

Kecelakaan lalu lintas

Cidera kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio cerebri Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Terjadi benturan benda asing

 tahanan vaskuler Teradapat luka


Aliran darah keotak 
di kepala
Sistemik & TD 

O2  gangguan Rusaknya bagian kulit


metabolisme  tek. Pemb.darah dan jaringannya
Pulmonal
Kerusakan integritas
Asam laktat  jaringan kulit
 tek. Hidrostatik

Oedem otak
kebocoran cairan
Ketidakefektifan kapiler
perfusi jaringan
cerebral oedema paru cardiac output 

Penumpukan
Ketidak efektifan
Ketidakefektif pola cairan/secret
perfusi jaringan
napas
perifer
Difusi O2
terhambat

Ketidakefektif bersihan
13
jalan napas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TKB

PENGKAJIAN
A. Primery survey
A = Airway (Jalan Napas)
Yang harus dikaji yaitu;
1. Tingkat kesadaran, apakah klien terlihat sadar atau tidak.
2. Jalan nafas, apakah ada sumbatan atau tidak seperti cairan (secret atau
darah), benda asing, serpihan.
3. Tekanan darah
4. Wheezing/suara menciut di akhir pernafasan
5. Rhonci/seprti suara gemuruh
Penatalaksanaannya :
- Untuk pasien yang tidak sadar
Ø Dilakukan chin lift (menopang dagu) dan jaw trust (mengangkat
rahang), dengan tujuan untuk membuka jalan nafas
Ø Jika ada secret atau darah maka tindakan yang akan dilakukan adalah
suction yang tujuan untuk membersihkan jalan nafas
- Untuk pasien yang sadar
Ø Jika ada secret atau darah maka ajarkan batuk efektif
Ø Jika ada benda asing seperti serpihan maka tindakan yang akan
dilakukan adalah cross finger sedangkan kalau benda padat (bakso dll)
maka tindakan yang akan dilakukan adalah back blows
B = Breathing (Pernafasan)
Yang harus dikaji yaitu:
1. Look, listen, feel (kalau pasiennya sadar maka tidak ada masalah)
2. Frekuensi
3. Pola nafas
4. Kedalaman
5. Kualitas
6. Penggunaan otot pernafasan

14
7. Pengunaan caping hidung
C = Circulasi (Peredaran Darah)
Yang perlu dikaji yaitu
1. Tekanan darah
2. Nadi
3. Suhu
4. Ada tidaknya perdarahan
5. Pucat atau anemia
6. Kapilari reftil
7. Akral
8. Kunjungtifa
9. Edema
10. Muntah
11. Sianosis hipoksi
12. Hasil EKG
D = Desability (Ketidakmampuan)
Yang perlu dikaji yaitu
1. Nerologi
 Pemeriksaan tingkat kesadaran
Kualitatif : CMC (Compos Mentis),samnolen,sopor,apatis,koma.
Kuantitatif : GCS
GCS
Mata (eye)
4=spontan membuka mata
3=dengan perintah
2=dengan memberikan rangsangan nyeri
1=tidak ada respon
Motorik
6=mengikuti perintah
5=melokalisir nyeri
4=menghindari nyeri

15
3=fleksi abnormal
2=ekstensi abnormal
1=tidak ada rangsangan
Verbal(komunikasi)
5=orientasi baik
4=disorientasi waktu dan tempat tapi dapat mengungkapkan
kalimat
3=hanya mengucapkan kata kata
2=mengerang
1=tidak merespon
 Reflek cahaya
Isokor,bila pupil di beri cahaya maka pupil mengecil
Anisokor, bila pupil di beri cahaya maka pupil tidak mengecil
 Reflek pisiologi dan patologis
- Kaku kuduk
- Reflek kernik
2. Respon nyeri (0-10)
0=tidak ada nyeri
1-3=nyeri ringan
4-6=nyeri sedang
7-9=nyeri berat
10=sangat nyeri
3. Kekuatan otot(0-5)
Penilaian kekuatan otot
0=tidak ada kontraksi
1=terdapat kontraksi tapi tidak dapat bergerak
2=hanya ada gerakan sendi
3=dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi tidak dapat melawan
gravitasi
4=dapat melawan gravitasi tapi tidak dapat menahan tahanan gravitasi
5=dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan penuh

16
B. Sekondari survey
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak trauma kepala
yang di sertai dengan penurunan tinngkat kesadaran.
a. Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat jatuh dari
ketinggian dan trauma langsung kekepala. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadarn di hubungkan dengan perubahan
didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, tidak responsif dan koma.
b. Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, DM, penyakit
jantung anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol yang
berlebihan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
hipertensi dan DM.
2. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Pola fungsi kesehatan (11 pola Gordon)
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Bila mengalami sakit biasanya klien berobat ke Puskesmas atau bidan.
Bila sakit ringan seperti masuk angin kadang – kadang klien membuat
jamu sendiri. Klien tidak pernah berobat ke dukun atau pengobatan

17
alternatif lainnya. Klien mengatakan kesehatan adalah hal yang penting
dan ingin cepat sembuh agar bisa bekerja lagi.
b. Pola Nutrisi/metabolic
Sebelum MRS klien biasa makan 3 kali sehari, minum 6-8 gelas
sehari.Sejak MRS klien mengatakan tidak bisa makan dan minum
karena mual-mual dan muntah. Sejak kecelakaan sampai sekarang,
klien sudah muntah 4 kali berisi sisa makanan, darah (-). Siang ini
klien sempat makan bubur 3 sendok tetapi berhenti karena mual
muntah. Minum dari tadi pagi ± 100 cc air putih.
c. Pola eliminasi
Sebelum MRS klien biasa BAB 1 kali sehari, BAK 7 – 8 kali sehari (±
1200-1500 cc). Sejak MRS di Ruang Ratna klien sudah BAK 2 kali
dengan jumlah ± 200 cc setiap kali BAK menggunakan pispot di atas
tempat tidur. Sejak MRS klien belum BAB.
d. Pola tidur dan istirahat
Sebelum MRS klien biasa tidur 6-7 jam sehari dan tidak biasa tidur
siang. Setelah MRS klien mengatakan sering terbangun karena mual
dan sakit kepala serta situasi rumah sakit yang ramai.
e. Pola kognitif-perseptual
Klien mampu berkomunikasi dengan suara yang pelan tetapi jelas. Klien
mengatakan penglihatan cukup jelas tetapi tidak bisa membuka mata
lama-lama karena masih mengeluh pusingdan mual. Klien mengeluh
telinga kiri terasa penuh berisi cairan sehingga pendengaran agak
terganggu. Tampak otore keluar dari telinga kiri. Klien juga mengeluh
sakit kepala seperti berdenyut-denyut terutama di bagian kanan dan
kadang-kadang disertai pusing-pusing. Klien tampak meringis terutama
saat bergerak. Skala nyeri 4-5 (sedang).
f. Pola persepsi diri/konsep diri
Klien mampu menyebutkan identitas diri dan orang di sebelahnya.

18
g. Pola seksual dan reproduksi
Klien sudah tiga tahun menikah tetapi belum dikaruniai anak.
Menstruasi teratur setiap 28 -30 hari sekali. Klien tidak memakai alat
kontrasepsi.
h. Pola peran-hubungan
Saat ini klien ditunggu oleh suaminya dan hubungan mereka terlihat
baik. Keluarga besar klien ada di Jawa. Di Bali klien punya beberapa
famili dan teman-teman yang sudah datang menjenguk klien tadi pagi.
i. Pola manajemen koping stress
Bila mempunyai masalah klien mengatakan biasa bercerita dan minta
pendapat dari suami dan teman-teman. Suami mengatakan klien cukup
terbuka terhadap masalah yang dialaminya.
j. Pola keyakinan-nilai
Klien dan suami beragama Islam dan biasa sholat setiap hari. Setelah
MRS klien hanya berdoa dari tempat tidur.
k. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis.
l. Keadaan umum
Pada pasien yang mengalami cedera kepala umumnya mengalami
penurunan kesadaran CKR atau COR dengan GCS 13-15, CKS dengan
GCS 9-12, CKB dengan GCS ≤ 8

Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
3) Ketidakefektifan pola nafas
4) Kerusakan integritas jaringan kulit

19
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Ketidakefektifan perfusi NOC: perfusi jaringan: cerebral NIC: Monitor tekanan intra kranial
jaringan otak
Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam 1. berikan informasi kepada keluarga/
Faktor resiko: masalah teratasi dengan kriteria hasil: orang penting lainnya
2. monitor status neurologis
1. Perubahan status mental No Skala Awal Akhir 3. periksa pasien terkait ada tidaknya
2. Perubahan perilaku 1 TD sistolik dan diastolic kaku kuduk
3. Perubahan respon 2 Bruit pembuluh darah besar 4. berikan antibiotik
motorik 3 Hipotensi ortostatik 5. sesuaikan kepala tempat tidur
4. Perubahan reaksi pupil 4 Berkomunikasi dengan untuk mengoptimalkan perfusi
5. Kesulitan menelan jelas dan sesuai dengan usia serebral.
6. Kelemahan atau paralisis serta kemampuan 6. Beritahu dokter untuk peningkatan
ekstremitas 5 Menunjukkan perhatian, TIK yang tidak bereaksi sesuai
7. Paralisis konsentrasi dan orientasi peraturan perawatan.
8. Ketidaknormalan dalam kognitif
berbicara 6 Menunjukkan memori
jangkan panjang dan saat
ini
7 Mengolah informasi
8 Membuat keputusan yang
tepat
Indikator:
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang

20
4. ringan
5. tidak ada gangguan
2 Ketidakefektifan bersihan NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas
jalan nafas nafas
1. posisiskan klien untuk
Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam memaksimalkan ventilasi
1. Lingkungan; masalah teratasi dengan kriteria hasil: 2. lakukan penyedotan melalui
merokok, menghisap endotrakea dan nasotrakea
asap rokok, perokok No Skala Awal Akhir 3. kelola nebulizer ultrasonik
pasif 1 Kemudahan bernapas 4. posisikan untuk meringankan
2. Obstruksi jalan napas; 2 Frekuensi dan irama sesak napas
terdapat benda asing pernapasan 5. monitor status pernapasan dan
dijalan napas, spasme 3 Pergerakan sputum keluar oksigenasi
jalan napas dari jalan napas
3. Fisiologis; kelainan 4 Pergerakan sumbatan
dan penyakit keluar dari jalan napas
Batasan karakteristik: Indikator:
Subjektif 1. gangguan eksterm
1.Dispnea 2. berat
Objektif 3. sedang
1. Suara napas tambahan 4. ringan
2. Perubahan pada irama 5. tidak ada gangguan
dan frekuensi
pernapasan
3. Batuk tidak ada atau
tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk

21
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
3 Ketidakefektifan pola nafas NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas

Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam 1. posisiskan klien untuk
1. Lingkungan; masalah teratasi dengan kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi
merokok, menghisap 2. lakukan penyedotan melalui
asap rokok, perokok No Skala Awal Akhir endotrakea dan nasotrakea
pasif 1 Kemudahan bernapas 3. kelola nebulizer ultrasonik
2. Obstruksi jalan napas; 2 Frekuensi dan irama 4. posisikan untuk meringankan
terdapat benda asing pernapasan sesak napas
dijalan napas, spasme 3 Pergerakan sputum keluar 5. monitor status pernapasan dan
jalan napas dari jalan napas oksigenasi
3. Fisiologis; kelainan 4 Pergerakan sumbatan
dan penyakit keluar dari jalan napas
Indikator:
Batasan karakteristik: 1. gangguan eksterm
Subjektif 2. berat
1.Dispnea 3. sedang
Objektif 4. ringan
1. Suara napas tambahan 5. tidak ada gangguan
2. Perubahan pada irama
dan frekuensi
pernapasan

22
3. Batuk tidak ada atau
tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
4 Kerusakan integritas NOC: intergritas jaringan: kulit dan membran NIC: perawatan luka tekan
jaringan kulit mukosa
1. monitor warna, suhu, udem,
Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam kelembaban dan kondisi area
1.Cedera jaringan masalah teratasi dengan kriteria hasil: sekitar luka
2.Jaringan rusak 2. lakukan pembalutan dengan tepat
No Skala Awal Akhir 3. berikan obat-obat oral
Batasan karakteristik: 1 Suhu, elastisitas, hidrasi 4. monitor adanya gejala infeksi di
1. Kerusakan pada lapisan dan sensasi area luka
kulit 2 Perfusi jaringan 5. ubah posisi setiap 1-2 jam sekali
2. Kerusakan pada 3 Keutuhan kulit untuk mencegah penekanan
permukaan kulit 4 Eritema kulit sekitar 6. gunakan tempat tidur khusus anti
3. Invasi struktur tubuh 5 Luka berbau busuk dekubitus
6 Granulasi 7. monitor status nutrisi
7 Pembentukan jaringan 8. pastikan bahwa pasien mendapat
parut diet tinggi kalori tinggi protein.
8 Penyusutan luka
Indikator:

23
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di
ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271). Penyebab dari
cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda/serpihan
tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke
otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.
B. Saran
Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca
makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang
meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu (materi
terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan asuhan keperawatan
pada klien dengan cedera kepala.
Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :
1. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
2. Dapat menilai batasan GCS.
3. Lebih teliti dalam memberikan intervensi keperawatan kepada klien dengan cedera
kepala.
4. Dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien, baik di
rumah sakit maupun di rumah.

25
DAFTAR PUSTAKA

Boswick, John A. Jr. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta: EGC

Hudak, Carolyn M. 1996. Buku Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Vol: 2. Jakarta: EGC

Nettina,Sandra M.2001.Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta:EGC

Ulya, Ikhda. 2017. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat pada Kasus Trauma. Jakarta:
Salemba Medika.
http://id.scribd.com/doc/85827418/Laporan-Kasus-Cedera-Kepala (di unduh pada tanggal 17
April 2020)

http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-kepala.html
(di unduh pada tanggal 17 April 2020)

http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/09/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-
cedera-kepala-ringan/ (di unduh pada tanggal 17 April 2020)

26

Anda mungkin juga menyukai