TRAUMA KEPALA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pengampu Abdul Majid, S.Kep., Ns., M.Kep
Oleh Kelompok 4:
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
A. Kosnsep Cedera Kepala................................................................................5
1. Definisi Cedera Kepala.............................................................................5
2. Klasifikasi Cedera Kepala.........................................................................6
3. Etiologi Cedera Kepala.............................................................................7
4. Patofisiologi...............................................................................................7
5. Manifestasi Klinis......................................................................................8
6. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................9
7. Penatalaksanaan.......................................................................................10
8. Komplikasi..............................................................................................11
9. Pencegahan..............................................................................................13
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Trauma Kepala...........15
1. Pengkajian...............................................................................................15
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................17
3. Intervensi.................................................................................................22
4. Implementasi...........................................................................................34
5. Evaluasi...................................................................................................34
BAB III PENUTUP...............................................................................................35
A. Kesimpulan.................................................................................................35
B. Saran............................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan
utama pada kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih
dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatn di
rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki
lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah pasien cedera
kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan
kurangnya kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping
penerangan di lokasi kejadian dan selama transportasi ke rumah sakit,
penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap
tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya
meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif-non
konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan
kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara
atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian/ kelumpuhan
pada usia dini.
Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan
menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-
anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda
1
2
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep cedera kepala?
b. Bagaimana konsep keperawatan pada klien dengan cedera kepala?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui konsep cedera kepala
b. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada klien dengan cedera kepala
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami
proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang
bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada
pada area cedera. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila
trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit
kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan
hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan
bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan
distribusi cedera otak.
a. Cedera kepala ringan
Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap
setelah cedera.
Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
7
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei
primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal
yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability,
dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada
penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei
primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan
mencegah homeostasis otak.
8. Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari
perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi
otak, komplikasi dari cedera kepala adalah;
a. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran
darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun
bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadaan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita kepala.
10
9. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu
tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa
terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor
yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas,
memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi
yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera
yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :
Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan
pembunuh tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari
gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas
utama dari masalah yang lainnya.Beberapa kematian karena
masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali
masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster
maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup
lidah penderita sendiri.Pada pasien dengan penurunan kesadaran
mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas,
selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat
terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga
menutupi aliran udara ke dalam paru.Selain itu aspirasi isi lambung
juga menjadi bahaya yang mengancam airway.
Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatanadalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam
12
Rehabilitasi Sosial
1) Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi
roda, perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi
dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap
bantuan orang lain.
2) Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi
dengan masyarakat).
Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),
perubahan frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan
aritmia.
Neurosensori
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengar-an, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan
pengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental
(orientasi,kewas-padaan, atensi dan konsentarsi) perubahan
pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan,
pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur
(dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan
/gerakan.
Nyeri/Keyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
O : Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang
nyeri yang hebat, gelisah.
c. Pemeriksaan Penunjang
CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
Sinar X
15
Objektif:
Penggunaan otot bantu pernapasan.
Fase ekspirasi memanjang.
Pola napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi
kussmaul cheyne-stokes).
Gejala dan Tanda Minor:
Subjektif: Ortopnea
Objektif:
Pernapasan pursed-lip.
Pernapasan cuping hidung.
Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
Ventilasi semenit menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan ekspirasi menurun
Tekanan inspirasi menurun
Ekskursi dada berubah
b. D.0037 Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit.
Definisi: Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit
Faktor Risiko:
Ketidakseimbangan cairan (mis. dehidrasi dan intoksikasi air)
Kelebihan volume cairan
Gangguan mekanisme regulasi (mis. diabetes)
Efek samping prosedur (mis. pembedahan)
Diare
Muntah
Disfungsi ginjal
Disfungsi regulasi endokrin
Kondisi Klinis Terkait
Gagal ginjal
Anoreksia nervosa
Diabetes melitus
17
Penyakit Chron
Gastroenteritis
Pankreatitis
Cedera kepala
Kanker
Trauma multipel
Luka bakar
Anemia sel sabit
c. D.0017 Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif.
Definisi: Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
Faktor risiko:
Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin
parsial
Penurunan kinerja ventikel kiri
Aterosklrosis aorta
Diseksi arteri
Fibrilasi atrium
Tumor otak
Stenosis karotis
Miksoma atrium
Aneurisma serebri
Koagulopati (mis. anemia sel sabit)
Dilatasi kardiomiopati
Koagulasi (mis. anemia sel sabit)
Embolisme
Cedera kepala
Hiperkolesteronemia
Hipertensi
Endokarditis infektif
Katup prostetik mekanis
Stenosis mitral
18
Neoplasma otak
Infark miokard akut
Sindrom sick sinus
Penyalahgunaan zat
Terapi tombolitik
Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass)
Kondisi Klinis Terkait
Stroke
Cedera kepala
Aterosklerotik aortik
Infark miokard akut
Diseksi arteri
Embolisme
Endokarditis infektif
Fibrilasi atrium
Hiperkolesterolemia
Hipertensi
Dilatasi kardiomiopati
Koagulasi intravaskular diseminata
Miksoma atrium
Neoplasma otak
Segmen ventrikel kiri akinetik
Sindrom sick sinus
Stenosis karotid
Stenosis mitral
Hidrosefalus
Infeksi otak (mis. meningitis, ensefalitis, abses serebri)
d. D.0054 Gangguan Mobilitas Fisik.
Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri
Penyebab
19
Objektif
Sendi kaku
Gerakan tidak terkoordinasi
Gerakan terbatas
Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait
Stroke
Cedera medula spinalis
Trauma
Fraktur
Osteoarthirtis
Ostemalasia
Keganasan
3. Intervensi
N
SDKI SLKI SDKI
O
1 D.0005 Pola Napas Pola Nafas Membaik Pemantauan Respirasi
Tidak Efektif (L.01004) (I.01014)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan diharapkan Monitor frekuensi, irama,
inspirasi dan/atau ekspirasi kedalaman, dan upaya
yang memberikan ventilasi napas
adekuat membaik dengan Monitor pola napas
kriteria hasil : (seperti bradipnea,
a. Disspnea menurun (5) takipnea, hiperventilasi,
b. Penggunaan otot bantu Kussmaul, Cheyne-Stokes,
napas menurun (5) Biot, ataksik0
c. Pemanjangan fase Monitor kemampuan batuk
ekspirasi menurun (5) efektif
d. Ortopnea menurun (5) Monitor adanya produksi
e. Pernapasan pursed-lip sputum
menurun (5) Monitor adanya sumbatan
f. Pernapasan cuping jalan napas
hidung menurun (5) Palpasi kesimetrisan
g. Ventilasi semenit ekspansi paru
meningkat (5) Auskultasi bunyi napas
h. Kapasitas vital Monitor saturasi oksigen
meningkat (5) Monitor nilai AGD
i. Diameter thorax Monitor hasil x-ray toraks
21
anterior-posterior Terapeutik
meningkat (5) Atur interval waktu
j. Tekanan ekspirasi pemantauan respirasi
meningkat (5) sesuai kondisi pasien
k. Tekanan inspirasi Dokumentasikan hasil
meningkat (5) pemantauan
l. Frekuensi napas Edukasi
membaik (5) Jelaskan tujuan dan
m. Kedalaman napas prosedur pemantauan
membaik (5) Informasikan hasil
n. Ekskursi dada membaik pemantauan, jika perlu
(5)
Menejemen Jalan Napas
(I.01011)
Observasi
Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling,
mengi, weezing, ronkhi
kering)
Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma
cervical)
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
Penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda
padat dengan
forsepMcGill
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
22
asistol)
Monitor tanda dan gejala
hipontremia (mis.
Disorientasi, otot berkedut,
sakit kepala, membrane
mukosa kering, hipotensi
postural, kejang, letargi,
penurunan kesadaran)
Monitor tanda dan gejala
hypernatremia (mis. Haus,
demam, mual, muntah,
gelisah, peka rangsang,
membrane mukosa kering,
takikardia, hipotensi,
letargi, konfusi, kejang)
Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia (mis. Peka
rangsang, tanda
IChvostekI [spasme otot
wajah], tanda Trousseau
[spasme karpal], kram
otot, interval QT
memanjang)
Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia (mis. Nyeri
tulang, haus, anoreksia,
letargi, kelemahan otot,
segmen QT memendek,
gelombang T lebar,
kompleks QRS lebar,
interval PR memanjang)
Monitor tanda dan gejala
hipomagnesemia (mis.
Depresi pernapasan,
apatis, tanda Chvostek,
tanda Trousseau, konfusi,
disritmia)
Monitor tanda dan gejala
hipomagnesia (mis.
Kelemahan otot,
hiporefleks, bradikardia,
depresi SSP, letargi, koma,
depresi)
Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
24
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika perlu
Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
Pemantauan Tekanan
Intrakranial (I.06198)
Observasi
Observasi penyebab
peningkatan TIK (mis.
Lesi menempati ruang,
gangguan metabolism,
edema sereblal,
peningkatan tekanan vena,
obstruksi aliran cairan
serebrospinal, hipertensi
intracranial idiopatik)
Monitor peningkatan TD
Monitor pelebaran tekanan
nadi (selish TDS dan
TDD)
Monitor penurunan
frekuensi jantung
Monitor ireguleritas irama
jantung
Monitor penurunan tingkat
kesadaran
Monitor perlambatan atau
ketidaksimetrisan respon
pupil
Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalm rentang
yang diindikasikan
Monitor tekanan perfusi
serebral
Monitor jumlah,
kecepatan, dan
karakteristik drainase
cairan serebrospinal
Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
27
4. Implementasi
Untuk tindakan keperawatan dilakukan tindakan ganti balut setiap
hari, namun ada beberapa kebiasaan yang perlu diperbaiki, misalnya
minimnya peralatan, seringnya tindakan dilakukan oleh beberapa perawat/
praktikan secara bergantian, sehingga resiko infeksi semakin besar.
Kemudian ada juga perawat/ praktikan yang melakukan ganti balut tanpa
komunikasi terapeutik dengan keluarga atau klien dan tanpa prosedur yang
benar.
Seharusnya tindakan ganti balut dilakukan sesuai prosedur yang
benar yaitu meliputi persiapan alat, prosedur tindakan, komunikasi
terapeutik dan menggunakan prinsip steril.
5. Evaluasi
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa
data subyektif, namun akan lebih baik dan akurat bila muncul data
subyektif langsung dari respon klien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama
transpotasi korban kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat
darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung
trauma pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak
yang bereaksi terhadap trauma (cedera sekunder). Trauma kepala
diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS) nya, yaitu:
ringan, sedang dan berat. Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya
adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan
yang berakibat trauma. Upaya yang dilakukan yaitu pencegahan primer,
sekunder, dan tersier.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi
makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.
29
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis.
Edisi 5. Jakarta: EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8. Alih bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Publishing
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing
Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical
surgical Nursing. Mosby: ELSIVER
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
30