Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

“SISTEM PERSYARAFAN : CIDERA KEPALA”

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4

1. Felliyona Dwi

2. M.Al Mawardi

3. Vera Larisa Putri

4. Widya Ningsih

5. Yoli Elfiyanti

Dosen Pengampu:

Ns.Hendri Heriyanto,M.Kep.

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN 2024/2025
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya. Hanya dengan karunia-Nya penulisan makalah ini yang berjudul
Asuhan Keperawatan Sistem Persyarafan :Cidera Kepala dengan Dosen Pengampuh:
Ns.Hendri Heriyanto,M.Kep .dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ada beberapa
kendala yang menghambat terselesainya makalah ini diantaranya keterbatasan
pengetahuan serta sumber yang penulis miliki. Penulis menyadari bahwa tugas
makalah ini tidak akan dapat diselesaikan tapa adanya bantuan dari beberapa pihak.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas makalah in mash jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca.
Semoga tugas makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Bengkulu, 20 January 2024

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Cidera Kepala
1. Pengertian
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
6. Anatomi dan Fisiologi
7. Komplikasi
8. Penatalaksanaan
9. Pemeriksaan Penunjang
B. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi

setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan setiap komponen yang ada,

mulai dari kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau kombinasinya. Cidera

Kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala

dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. Berat atau ringannya cedera

tergantung pada lokasi yang terpengaruh dan keadaan kepala saat terjadi

benturan. Saat terjadi cedera kepala akan timbul masalah dan harus segera

diatasi. Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.

Cedera kepala berat atau trauma kepala berat adalah istilah medis untuk

mengkategorikan kondisi yang parah pada cedera kepala. Nyeri kepala bisa

dikaitkan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman, oksigenasi

dan gangguan kebutuhan aktivitas dan Latihan. Trauma kepala

menimbulkan masalah yang serius dalam masyarakat kita karena baik

morbiditas maupun mortalitasnya masih sangat tinggi.

World Health Organization tahun 2015, mengatakan bahwa cedera

kepala mencapai 500.000 kasus, terdiri dari cidera kepala ringan sebanyak

296.678 orang (59,3%),cidera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,70%)

dan cidera kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari jumlah kasus

tersebut 10 % penderita meninggal sebelum tiba dirumah sakit. Di Indonesia

jumlah korban kecelakaan lalu lintas pada tahun 2014 terdapat 24.469 orang

dengan jumlah kematian 9.865 orang (39,9%) tahun 2015 terdapat 32.271

orang dengan jumlah kematian 11.204 orang

iv
(34,7%) dan pada tahun 2016 menjadi 33.827 kasus dengan jumlah kematian

11.610 orang (34,4%). Dari data tahun 2018 di Surabaya didapatkan bahwa

setiap harinya terdapat 26 orang yang atau dengan kata lain setiap 45 menit

terdapat 1 orang yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas (Riskesdas,

2013 ).

Penyebab utama cedera kepala berat adalah kecelakaan sepeda motor

(50%), jatuh (21%) dan kekerasan (12%). Menurut Indra dan Reggy (2016)

tanda-tanda fisik yang dapat ditemukan adalah papil edema, bradikardi,

peningkatan progresif tekanan darah, perubahan tipe pernapasan, timbulnya

kelainan neurologis, gangguan endokrin, dan gangguan tingkat kesadaran.

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,

tengkorak, dan otak. Cedera kepala dapat menimbulkan berbagai kondisi dari

gegar otak ringan, koma sampai kematian.

Terkait dengan masalah diatas, tenaga kesehatan memiliki peranan

yang sangat penting dalam penanganan pada pasien dengan Cedera kepala

atau cedera otak berat. Namun, disisi lain tenaga kesehatan juga harus lebih

paham bagaimana penanganan pada pasien cedera kepala. Agar tidak terjadi

cedera kepala yang dapat dilakukan antara lain : memakai alat perlindungan

kepala ketika berkendara, banyak istirahat dan menghindari situasi yang

menekan, menjauhkan benda tajam maupun tumpul dari lingkup aktifitas,

perhatikan apabila lantai basah, jangan tergesa gesa dalam melakukan aktifitas,

memasang penerangan yang baik di seluruh rumah dan lingkungan. Apabila

sudah terjadi cedera segera lakukan pemeriksaan secara umum, lakukan

pemeriksaan neurologis kemudian lakukan pemeriksaan penunjang jika perlu.

lakukan pengobatan atau penanganan untuk mencegah terjadinya penurunan

v
kesadaran yang dapat mengakibatkan komplikasi lebih lanjut. Dalam

penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway,

breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan

dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera

kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak

sekunder dan mencegah homeostasis otak. Dengan adanya peningkatan kualitas

perawat di dalam pengembangan bidang keperawatan yang komprehensif meliputi

bio- psikososial-spiritual di harapkan akan dapat membantu menekan angka

mordibitas menuju masyarakat yang sehat jasmani rohani dan produktif secara

mandiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari cidera kepala
2. Apa saja etiologi cidera kepala
3. Bagaimana patofisiologi cidera kepala
4. Apa saja manifestasi klinis dari cidera kepala
5. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien cidera kepala
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan
7. Bagaimana konsep teori asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
cidera kepala
C. Tujuan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan gawat
darurat pada pasien dengan diagnosa medis cidera otak berat.

vi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Cedera Kepala


1. Pengertian
Trauma kepala adalah cedera yang meliputi trauma pada kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Cedera kepala adalah penyebab utama kematian bagi
orang dewasa muda penyandang disabilitas. Pasien dengan trauma kepala
sering datang dengan edema serebral, yang merupakan akumulasi
kelebihan cairan di ruang intra atau ekstraseluler otak, atau perdarahan
intrakranial yang meningkatkan tekanan intrakranial. (Morton, 2012)

Menurut Brain Injury Assosiation of America, Cedera kepala adalah


suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar yang
dapat mengurangi atau 1mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga ,


yaitu cedera kepala ringan, sedang, dan berat. Cedera kepala ringan dapat
menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak. Pasien mungkin
mengalami mual, pusing, kebingungan, atau kesulitan mengingat selama
sekitar7 detik.

Pasien dengan trauma kepala sedang mungkin mengalami kondisi


serupa, tetapi lebih lama. Untuk orang dengan cedera kepala berat, risiko
komplikasi jangka panjang yang dapat menyebabkan kematian dapat
muncul jika tidak ditangani dengan benar. Perubahan perilaku dan
kelumpuhan adalah beberapa efek yang dapat dialami
orang akibat kerusakan otak, baik dari segi fungsi fisiologisnya maupun
struktur anatominya. Selain itu, trauma kepala juga dapat dibagi menjadi
trauma kepala terbuka dan trauma kepala tertutup .

Trauma kepala terbuka terjadi ketika cedera merusak tulang di


tengkorak dan mempengaruhi jaringan otak, sedangkan trauma kepala

7
tertutup terjadi. tengkorak atau langsung mempengaruhi otak
2. Etiologi
Beberapa etiologi cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013):
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi): kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk,
yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-duanya.
Akibat cedera tergantung pada (Yessie dan Andra, 2013) :

a. Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).


b. Akselerasi dan deselerasi.
c. Cup dan kontra cup
d. Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur.
Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada
sisi desakan benturan.
a. Lokasi benturan
b. Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala
menyebabkan trauma regangan dan robekan substansia
alba dan batang otak. Depresi fraktur: kekuatan yang 10
mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih
dalam. Akibatnya CSS mengalir keluar ke hidung, kuman
masuk ke telinga kemudian terkontaminasi CSS lalu
terjadi infeksi dan mengakibatkan kejang.
3. Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau
kecelakaan dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah
cedera otak yang terjadi segera setelah trauma. Cedera kepala primer
dapat menyebabkan kontusio dan laserasi. Cedera kepala ini dapat

8
berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi peningkatan
kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen
ke otak dan terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan
rangsangan simpatis menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler
sistematik dan peningkatan tekanan darah. Penurunan tekanan pembuluh
darah di daerah pulmonal mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolistik
sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma kepala dapat
menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan
mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2012)

9
10
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana
seseorang yang mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat
mereka berada saat itu, bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya
sendiri.
b. Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah
cedera otak traumatis ketika seseorang muncul kehilangan
kesadaran atau koma.
c. Sakit kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara
bertahap atau mendadak.
d. Mual dan muntah
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan
isi perut, sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat
dikontrol sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara
paksa melalui mulut.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang
umumnya disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara
yang nyaring atau keras.
2. Cedera kepala sedang-berat
a. Oedema pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan
diparu- paru yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya
ditandai dengan gejala sulit bernafas.
b. Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi
kumandi dalam saraf pusat.

11
c. Tanda herniasi otak
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak
bergeser dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh
pembengkakan otak akibat cedera kepala, stroke, atau tumor otak.
d. Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami
kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah
sehingga sulit untuk digerakkan.
e. Gangguan akibat saraf kranial
Tanda dan gejala untuk yang cedera kepala ringan adalah tidak ada
penurunan kesadaran atau kehilangan kesadaran <20 menit, tidak ada
gangguan saraf, tidak ada muntah, pasien dapat mengeluh nyeri kepala
atau pusing. Tanda dan gejala cedera kepala sedang adalah pasien tidak
dapat atau dapat menuruti perintah pemeriksa, namun respon yang
diberikan tidak sesuai, kehilangan kesadaran >20 menit dan <36 jam,
amnesia post traumatik < 24 jam dan < 7 hari, muntah menyemprot,
kejang. Tanda dan gejala untuk cedera kepala berat adalah pasien
mengalami penurunan kesadaran yang progresif atau kehilangan
kesadaran > 36 jam, amnesia post traumatik > 7 hari, tanda kerusakan
saraf lokal (sesuai lokasi otak yang mengalami kerusakan, misalnya
gangguan penglihatan, gangguan nafas dan kelumpuhan.
5. Anatomi dan fisiologi
Anatomi Tulang kepala Tengkorak membentuk tulang kepala dan
muka, termasuk mandibula. Kranium (tulang kepala) mempunyai dua
bagian besar
a. Kalvaria (atap tengkorak)
Klarvaria ( atap tengkorak) terbentuk dari bagian-bagian :

a) os frontal ( tulang dahi)


b) os parietal (tulang ubun-ubun)
c) os occipital ( tulang kepala bagian belakang)
d) Tulang-tulang kalvaria terdiri atas lempeng tulang kortika dan
diploe. Lempeng-lempeng tulang kortika memberi kekuatan pada

12
lengkung atap kranium, sementara diploe berperan untuk
meringankan berat kranium dan memberi tempat untuk
memproduksi sumsum darah
b. Dasar Kranium
Dasar Kranium terdiri dari os frontal yang membentuk dahi, langit-
langit rongga nasal dan langit-langit rongga orbita; os parietal yang
membentuk sisi dan langit-langit kranium; os temporal yang
membentuk dasar dan bagian sisi dari kranium; os etmoid yang
merupakan struktur penyangga penting dari rongga nasal dan
berperan dalam pembentukan orbita mata dan os sfenoid yang
membentuk dasar anterior kranium
a) Aspek Anterior
Pada aspek anterior tengkorak dapat dikenali os frontale, os
zygomaticum, orbita, nasal, maxilla dan mandibula.

Gambar 1.1 aspek anterior

b) Aspek lateral

Tengkorak terdiri dari os kranium dan os wajah . Os kranium


tersebut adalah fossa temporalis, linea temporalis superior, linea
temporalis inferior os parietal, arcus zygomaticus, titik pterion,
processus mastoideus ossis temporalis, meatus acusticus externus
dan processus styloideus ossis temporalis. Os wajah yakni
mandibula terletak dua bagian: bagian horisontal, yakni corpus
mandibulae dan bagian vertikal, yakni ramus mandibulae.

13
Gambar 1.2 aspek lateral
sumber : Julfiana mardatilla, 2018
c) Aspek superior
Aspek ini dibentuk oleh os frontale di sebelah anterior, kedua
os parietale dextra dan sinistra dan os occipitale di sebelah
posterior. Sutura coronalis memisahkan os frontale dari os
parietale, sutura sagitalis memisahkan kedua tulang ubunubun
satu dari yang lain, dan sutura lamboidea memisahkan os
parietale dan os temporale dari os occipitale. Titik bregma
adalah titik temu antara sutura sagitalis dan sutura coronalis.
Titik vertex merupakan titik teratas pada tengkorak yang
terletak pada sutura sagitalis di dekat titik tengahnya. Titik
lambda merujuk kepada titik temu antara sutura lamboidea dan
sutura sagitalis.

Gambar 1.3 Aspek superior


sumber : Julfiana mardatilla, 2018
6. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a) Edema serebral dan herniasi

14
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada
pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang
terjadi kira-kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.
b) Defisit neurologic dan psikologic
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia(tidak dapat mencium bau-bauan) atau abnormalitas gerakan
mata, dan deficit neurologic seperti afasia, efek memori, dan kejang
post traumatic atau epilepsy
c) Komplikasi lain secara traumatic

a. Infeksi iskemik (pneumonia, SK, sepsis)

b.Infeksi bedah neurologi (infeksi, luka, meningitis, ventikulitis)

7. Penatalaksanaan

Penanganan harus ditangani sejak dari tempat kecelakan selama transportasi,


diruang gawat darurat, sampai ruang operasi, ruang perawatan/ICU, monitor :
derajat kesadaran, vital sign, kemunduran motorik, reflek batang otak, monitor
tekanan intrakranial. monitor tekanan intrakranial diperlukan pada : Koma
dengan perdarahan intrakranial atau kontusio otak, Glasgow coma scale< 4),
hilangan bayangan ventrikel III dan sisterne basalis pada ST Scan Otak, Tight
brain setelah evakuasi hematom, trauma multipel sehingga memerlukan
intermitten positive pressure ventilation (IPPV) (Musliha, 2018).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring
kadar 02 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah
salah satu test diagnostic untuk menentukan status respirasi..
b. CT-scan
Mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran
Jaringan otak
c. Foto Rontgen Mendeteksi perubalian struktur tulang (fraktur)
perubahan Struktur garis (perdarahan edema), fragmen tulang.

15
d. MRI sama dengan CT-scan dengan tanpa kontras
e. Angiografi serebral menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan,

f. Pemeriksaan pungsi humbal: mengetahui kemungkinan


perdarahan subaralinoid.

16
B. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Sistem Persyarafan (Cidera Kepala)
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Data
yang dikumpulkan dalam pengkajian ini meliputi unsur bio-psiko-sosial-
spiritual. Beberapa pengkajian yang dilakukan antara lain adalah:
a. Identitas pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat, bahasa yang
digunakan, suku, bangsa, bahasa yang digunakan, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, asuransi, golongan darah, tanggal MRS,
diagnosa medis dan nomor registrasi (Asikin and Nasir, 2016). Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan pada
kelompok usia produktif yaitu antara umur 15 – 45 tahun dan lebih di
dominasi oleh kaum laki-laki yang sebagian besar disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan kendaraan sepeda motor,
mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak, sisanya
disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah raga,
korban kekerasan dan lain sebagainya. (Tobing, 2018).

b. Identitas penanggung jawab

Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur,


jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Keluhan utama

Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan


kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin, A. 2018). Biasanya klien akan
mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan
pada bagian kepala klien yang disebabkan oleh kecelakaan ataupun
tindakan kejahatan.

17
d. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi,


mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah,
paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit
menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat,
kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit
mencerna/menelan makanan.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system


persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah,
riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol
(Muttaqin, A. 2008 ).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Hal ini mencakup riwayat penyakit keluarga, riwayat ekonomi
keluarga, riwayat sosial keluarga, sistem dukungan keluarga dan
pengambilan keputusan keluarga. Kaji apakah ada anggota
keluarga yang menderita DM, Hipertensi, Asma dan dengan
siapa pasien tinggal satu rumah dan jumlah anggota keluarga
4) Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
5) Permeriksaan fisik
Menurut Krisdiyana (2019) pemeriksaan fisik ada dua macam
pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan fisik secara umum (status
general) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (local). Hal ini diperlukan untuk dapat melaksanakan

18
perawatan total.
a) Keadaan umum, yaitu keadaaan baik dan buruknya pasien
Tanda-tanda yang perlu dicatat adalah kesadaran pasien:
b) Kesadaran pasien:
1. Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi
sempurna, nilai GCS: 15 - 14.
2. Apatis: terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan
pemeriksaan penglihatan, pendengaran dan perabaan
normal, nilai GCS: 13 - 12.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal, nilai GCS: 11-10.
4. Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat
disuruh dan menjawab pertanyaan, bila rangsangan
berhenti penderita tidur lagi, GCS: 9 – 7.
5. Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar
dan terus menerus, nilai GCS: 6 – 4.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3
(Satyanegara.2017).
c) Keadaan penyakit, yaitu akut, kronis, ringan, sedang atau
berat. Pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot dan
hilang rasa.
d) Tanda-tanda vital biasanya tidak normal karena ada
gangguan, baik fungsi maupun bentuk.
6) Pengkajian ABCD
a) Airway
1. Cek jalan napas paten atau tidak

2. Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah


jatuh kebelakang, terdapat cairan, darah, benda asing,
dan lain-lain. Dengarkan suara napas, apakah terdapat

19
suara napas tambahan seperti snoring, gurgling,
crowing.
b) Breathing
1. Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
2. Gerakan dinding dada simetris atau tidak
3. Irama napas cepat, dangkal atau normal
4. Pola napas teratur atau tidak
5. Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
6. Ada sesak napas atau tidak (RR)
7. Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot
bantu pernapasan
c) Circulation
1. Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
2. Tekanan darah
3. Sianosis, CRT
4. Akral hangat atau dingin, Suhu
5. Terdapat perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
6. Turgor kulit
7. Diaphoresis
8. Riwayat kehilangan cairan berlebihan
d) Disability
1. Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
2. GCS : EVM
3. Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis

4. Ada tidaknya refleks cahaya Refleks fisiologis dan


patologis

5. Kekuatan otot
e) Exposure
1. Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi,
laserasi, edema
2. Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka,
kedalaman

20
7) Pengkajian B1-B6
a) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan pasien disertai batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan
obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada pasien dengan tingkat kesadaran compos mentis,
peningkatan inspeksi pernafasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi biasanya akan didapatkan bunyi napas
tambahan dikarenakan produksi sputum yang berlebih.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada
pasien DHF. Hasil laboratorium didapatkan trombosit
mengalami penurunan dibawah batas normal, hal ini
rentan sekali pasien mengalami perdarahan di bagian
tubuh lainnya, seperti epistaksis, gusi bengkak atau
berdarah, munculnya pteki dan lainnya.

c) B3 (Brain)

Langkah awal penilaian ditentukan pada respon


mata, motorik, dan verbal (GCS). Ketika memburuk perlu
pemeriksaan keadaan pupil serta gerakan bola mata.
d) B4 (Bladder)
Kandung kemih segera dikosongkan dengan
pemasangan kateter jika memungkinkan pasien
mengalami penurunan imobilisasi atau bed rest total.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan mual, nafsu makan
menurun, Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi atau sering
ditemukannya pada pasien DHF mengalami hepato –

21
spleenomegali sehingga adanya nyeri tekan pada area
abdomen kuadran II. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas
f) B6 (Bone)
Pada kulit, jika pasien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
pasien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasanya muncul adalah:
1. Resiko perfusi jaringan serebral b.d cedera kepala

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromaskular

3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan

22
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Intervensi
No Tujuan
Keperawatan
1. Resiko perfusi jaringan serebral d.d Setelah dilakukan Observasi :
cedera kepala intervensi keperawatan  Identifikasi penyebab peningkatan
Faktor risiko selama 1x24 jam maka TIK
resiko perfusi jaringan  Monitor tanda/gejala peningkatan
1. Keabnormalan masa protrombin serebral membaik dengan TIK
dan/atau masa tromboplastin kriteria hasil :  Monitor status pernapasan
parsial 1. Tingkat kesadaran  Monitor intake dan output cairan
2. Penurunan kinerja ventikel kiri meningkat
3. Aterosklrosis aorta 2. Sakit kepala menurun Teraupetik
4. Diseksi arteri Gelisah menurun  Minimalkan stimulus dengan
5. Fibrilasi atrium menyediakan
6. Tumor otak lingkungan yang tenang 27
7. Stenosis karotis  Berikan posisi semi fowler
8. Miksoma atrium  Pertahankan suhu tubuh normal
9. Aneurisma serebri
10. Koagulopati (mis. anemia sel
Kolaborasi :
sabit)
 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
11. Dilatasi kardiomiopati
konvulsan jika perlu
12. Koagulasi (mis. anemia sel
sabit)  Kolaborasi pemberian diuretic
13. Embolisme osmosis jika perlu
14. Cedera kepala

23
15. Hiperkolesteronemia
16. Hipertensi
17. Endokarditis infektif
18. Katup prostetik mekanis
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus
23. Penyalahgunaan zat
24. Terapi tombolitik
25. Efek samping tindakan (mis.
tindakan operasi bypass)

Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi


b.d disfungsi neuromuskular intervensi keperawatan  Identifikasi kemampuan batuk
Gejala dan tanda mayor : selama 1x24 jam maka  Monitor adanya retensi sputum
Subjektif : bersihan jalan nafas  Monitor input dan output cairan
- membaik dengan kriteria Terapeutik
hasil :
Objektif :  Atur posisi semi fowler
1. Batuk efektif
1. batuk tidak efektif meningkat  Pasang perlak dan bengkok di
2. tidak mampu batuk. 2. Sulit bicara pangkuan pasien
3. sputum berlebih.
menurun
3. Gelisah Edukasi
4. Mengi, wheezing dan / atau  Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
menurun
ronkhi kering. efektif

24
5. Mekonium di jalan nafas pada  Anjurkan tarik nafas dalam melalui
Neonatus. hidung selama 4 detik
 Anjurkan mengulangi Tarik napas
Gejala dan Tanda Minor.
dalam hingga 3 kali
Subjektif : Kolaborasi
1. Dispnea.  Kolaborasi pemberian mukolitik atau
2. Sulit bicara. ekspetoran, jika perlu
3. Ortopnea.
Objektif :
1. Gelisah.
2. Sianosis.
3. Bunyi napas menurun.
4. Frekuensi napas berubah.
5. Pola napas berubah.

Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan Observasi


Setelah dilakukan
menelan makanan  Identifikasi status nutrisi
intervensi keperawatan
Subjektif :  Identifikasi makanan yang disukai
selama 1x24 jam maka
 Monitor asupan makanan
(tidak tersedia) defisit nutrisi membaik
 Monitor berat badan
Objektif : dengan kriteria hasil :
Terapeutik
1. Porsi makanan
1. Berat badan menurun yang dihabiskan  Lakukan oral hygiene sebelum
minimal 10% di bawah meningkat makan, jika perlu
2. Berat badan

25
rentang ideal. meningkat
 Berikan suplemen makanan, jika
3. indeks massa
perlu
Gejala dan Tanda Minor tubuh meningkat
Edukasi
Subjektif :
 Anjukan posisi duduk
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/nyeri abdomen  Ajarkan diet yang diprogramkan
3. Nafsu makan menurun . Kolaborasi
Objektif :  Kolaborasi pemberian Medikasi
1. Bising usus hiperaktif sebelum makan
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare

26
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan dimulai setelah rencana intervensi disusun
dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi factor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien (Nursalam, 2014).

5. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana


tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Tujuan Untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa
dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan. Metode yang digunaka adalah metode
kualitatif dimana maksudnya dengan cara mengumpulkan sebanyak-
banyaknya data untuk dianalisis. Yaitu dengan Literature review ini dengan
menganalisis yang berfokus pada tujuan evaluasi dalam keperawatan.
Adapun tinjauan literatur yang digunakan seperti buku teks, bukureferensi,
jurnal, dan google scholar. Dengan kata kunci tujuan evaluasi, dokumentasi
evaluasi, tahap evaluasi. Dan yang digunakan adalah 14 literatur yang
diterbitkan 10 tahun terakhir ( Rahmatia Sitanggang, 2019)

27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Brain Injury Assosiation of America, Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga ,
yaitu cedera kepala ringan, sedang, dan berat. Cedera kepala ringan dapat
menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak. Pasien mungkin
mengalami mual, pusing, kebingungan, atau kesulitan mengingat selama
sekitar7 detik.
Pasien dengan trauma kepala sedang mungkin mengalami kondisi
serupa, tetapi lebih lama. Untuk orang dengan cedera kepala berat, risiko
komplikasi jangka panjang yang dapat menyebabkan kematian dapat muncul
jika tidak ditangani dengan benar. Perubahan perilaku dan kelumpuhan
adalah beberapa efek yang dapat dialami orang akibat kerusakan
otak, baik dari segi fungsi fisiologisnya maupun struktur anatominya. Selain itu,
trauma kepala juga dapat dibagi menjadi trauma kepala terbuka dan trauma
kepala tertutup .
B. Saran
Di sarankan dijadikan tindakan mandiri untuk mengatasi tingkat
kecemasan dengan melaksanakan aktivitas sesuai kempuan, mengatur pola
makan yang baik, lebih membuka diri denga orang terdekat cara menyampaikan
perasaan saat ini kepada keluarga terdekat, hidup dalam lingkungan yang
sehat,dan mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
Dalam pengkajian diharapkan perawat kembali hanya berfokus pada
tindakan tapi juga dengan meresapi niat awal dalam membina saling percaya
hingga dapat memberikan asuhan keperawatan pasien cedera kepala post
kraniotomi yang memperhatikan usia, jenis kelamin, pendidikan dan
pengalaman operasi dengan memperhatikan caring hingga tujuan asuhan
keperawatan bisa tercapai dengan baik.

28
Diharapkan juga dapat menambah wawasan khususnya dalam ilmu
keperawatan dan dijadikan bahan penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien cedera
kepala post kraniotomi seperti dukungan keluarga, sosial dan koping diri.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini & Hafifah. 2014. Hubungan Antara Oksigenasi Dan Tingkat


Kesadaran Pada Pasien Cedera Kepala Non Trauma Di ICU RSU Ulin
Banjarmasin. Semarang : Program

Evelyn C. Pearce. (2016). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Iskandar.2017.Diagnosis Dan Penanganan Cedera Kepala. Medical Faculty Of


Syiah Kuala University. Banda Aceh

Kayana, I. B., Maliawan, Sri., Kawiyana, I. K. S. (2016). Teknik Pemantauan


Tekanan Intrakranial. Teknik Pemantauan Tekanan Intrakranial, 1– 22.

Tata Lusianawati.2015.Faktor Yang Berperan Akibat Cedera.Jakarta.Buletin


Penelitian Sistem Kesehatan Vol.19 No.1 Januari 2016:75-82

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia


(SDKI). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI) . Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2016.Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI) . Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

30

Anda mungkin juga menyukai