1. Felliyona Dwi
2. M.Al Mawardi
4. Widya Ningsih
5. Yoli Elfiyanti
Dosen Pengampu:
Ns.Hendri Heriyanto,M.Kep.
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya. Hanya dengan karunia-Nya penulisan makalah ini yang berjudul
Asuhan Keperawatan Sistem Persyarafan :Cidera Kepala dengan Dosen Pengampuh:
Ns.Hendri Heriyanto,M.Kep .dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ada beberapa
kendala yang menghambat terselesainya makalah ini diantaranya keterbatasan
pengetahuan serta sumber yang penulis miliki. Penulis menyadari bahwa tugas
makalah ini tidak akan dapat diselesaikan tapa adanya bantuan dari beberapa pihak.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas makalah in mash jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca.
Semoga tugas makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Cidera Kepala
1. Pengertian
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
6. Anatomi dan Fisiologi
7. Komplikasi
8. Penatalaksanaan
9. Pemeriksaan Penunjang
B. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan setiap komponen yang ada,
mulai dari kulit kepala, tulang, dan jaringan otak atau kombinasinya. Cidera
tergantung pada lokasi yang terpengaruh dan keadaan kepala saat terjadi
benturan. Saat terjadi cedera kepala akan timbul masalah dan harus segera
Cedera kepala berat atau trauma kepala berat adalah istilah medis untuk
mengkategorikan kondisi yang parah pada cedera kepala. Nyeri kepala bisa
kepala mencapai 500.000 kasus, terdiri dari cidera kepala ringan sebanyak
dan cidera kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari jumlah kasus
jumlah korban kecelakaan lalu lintas pada tahun 2014 terdapat 24.469 orang
dengan jumlah kematian 9.865 orang (39,9%) tahun 2015 terdapat 32.271
iv
(34,7%) dan pada tahun 2016 menjadi 33.827 kasus dengan jumlah kematian
11.610 orang (34,4%). Dari data tahun 2018 di Surabaya didapatkan bahwa
setiap harinya terdapat 26 orang yang atau dengan kata lain setiap 45 menit
2013 ).
(50%), jatuh (21%) dan kekerasan (12%). Menurut Indra dan Reggy (2016)
tengkorak, dan otak. Cedera kepala dapat menimbulkan berbagai kondisi dari
yang sangat penting dalam penanganan pada pasien dengan Cedera kepala
atau cedera otak berat. Namun, disisi lain tenaga kesehatan juga harus lebih
paham bagaimana penanganan pada pasien cedera kepala. Agar tidak terjadi
cedera kepala yang dapat dilakukan antara lain : memakai alat perlindungan
perhatikan apabila lantai basah, jangan tergesa gesa dalam melakukan aktifitas,
v
kesadaran yang dapat mengakibatkan komplikasi lebih lanjut. Dalam
kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak
mordibitas menuju masyarakat yang sehat jasmani rohani dan produktif secara
mandiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari cidera kepala
2. Apa saja etiologi cidera kepala
3. Bagaimana patofisiologi cidera kepala
4. Apa saja manifestasi klinis dari cidera kepala
5. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien cidera kepala
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan
7. Bagaimana konsep teori asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
cidera kepala
C. Tujuan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan gawat
darurat pada pasien dengan diagnosa medis cidera otak berat.
vi
BAB II
PEMBAHASAN
7
tertutup terjadi. tengkorak atau langsung mempengaruhi otak
2. Etiologi
Beberapa etiologi cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013):
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi): kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk,
yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-duanya.
Akibat cedera tergantung pada (Yessie dan Andra, 2013) :
8
berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi peningkatan
kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen
ke otak dan terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan
rangsangan simpatis menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler
sistematik dan peningkatan tekanan darah. Penurunan tekanan pembuluh
darah di daerah pulmonal mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolistik
sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma kepala dapat
menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan
mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2012)
9
10
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana
seseorang yang mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat
mereka berada saat itu, bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya
sendiri.
b. Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah
cedera otak traumatis ketika seseorang muncul kehilangan
kesadaran atau koma.
c. Sakit kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara
bertahap atau mendadak.
d. Mual dan muntah
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan
isi perut, sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat
dikontrol sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara
paksa melalui mulut.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang
umumnya disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara
yang nyaring atau keras.
2. Cedera kepala sedang-berat
a. Oedema pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan
diparu- paru yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya
ditandai dengan gejala sulit bernafas.
b. Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi
kumandi dalam saraf pusat.
11
c. Tanda herniasi otak
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak
bergeser dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh
pembengkakan otak akibat cedera kepala, stroke, atau tumor otak.
d. Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami
kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah
sehingga sulit untuk digerakkan.
e. Gangguan akibat saraf kranial
Tanda dan gejala untuk yang cedera kepala ringan adalah tidak ada
penurunan kesadaran atau kehilangan kesadaran <20 menit, tidak ada
gangguan saraf, tidak ada muntah, pasien dapat mengeluh nyeri kepala
atau pusing. Tanda dan gejala cedera kepala sedang adalah pasien tidak
dapat atau dapat menuruti perintah pemeriksa, namun respon yang
diberikan tidak sesuai, kehilangan kesadaran >20 menit dan <36 jam,
amnesia post traumatik < 24 jam dan < 7 hari, muntah menyemprot,
kejang. Tanda dan gejala untuk cedera kepala berat adalah pasien
mengalami penurunan kesadaran yang progresif atau kehilangan
kesadaran > 36 jam, amnesia post traumatik > 7 hari, tanda kerusakan
saraf lokal (sesuai lokasi otak yang mengalami kerusakan, misalnya
gangguan penglihatan, gangguan nafas dan kelumpuhan.
5. Anatomi dan fisiologi
Anatomi Tulang kepala Tengkorak membentuk tulang kepala dan
muka, termasuk mandibula. Kranium (tulang kepala) mempunyai dua
bagian besar
a. Kalvaria (atap tengkorak)
Klarvaria ( atap tengkorak) terbentuk dari bagian-bagian :
12
lengkung atap kranium, sementara diploe berperan untuk
meringankan berat kranium dan memberi tempat untuk
memproduksi sumsum darah
b. Dasar Kranium
Dasar Kranium terdiri dari os frontal yang membentuk dahi, langit-
langit rongga nasal dan langit-langit rongga orbita; os parietal yang
membentuk sisi dan langit-langit kranium; os temporal yang
membentuk dasar dan bagian sisi dari kranium; os etmoid yang
merupakan struktur penyangga penting dari rongga nasal dan
berperan dalam pembentukan orbita mata dan os sfenoid yang
membentuk dasar anterior kranium
a) Aspek Anterior
Pada aspek anterior tengkorak dapat dikenali os frontale, os
zygomaticum, orbita, nasal, maxilla dan mandibula.
b) Aspek lateral
13
Gambar 1.2 aspek lateral
sumber : Julfiana mardatilla, 2018
c) Aspek superior
Aspek ini dibentuk oleh os frontale di sebelah anterior, kedua
os parietale dextra dan sinistra dan os occipitale di sebelah
posterior. Sutura coronalis memisahkan os frontale dari os
parietale, sutura sagitalis memisahkan kedua tulang ubunubun
satu dari yang lain, dan sutura lamboidea memisahkan os
parietale dan os temporale dari os occipitale. Titik bregma
adalah titik temu antara sutura sagitalis dan sutura coronalis.
Titik vertex merupakan titik teratas pada tengkorak yang
terletak pada sutura sagitalis di dekat titik tengahnya. Titik
lambda merujuk kepada titik temu antara sutura lamboidea dan
sutura sagitalis.
14
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada
pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang
terjadi kira-kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.
b) Defisit neurologic dan psikologic
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia(tidak dapat mencium bau-bauan) atau abnormalitas gerakan
mata, dan deficit neurologic seperti afasia, efek memori, dan kejang
post traumatic atau epilepsy
c) Komplikasi lain secara traumatic
7. Penatalaksanaan
15
d. MRI sama dengan CT-scan dengan tanpa kontras
e. Angiografi serebral menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan,
16
B. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Sistem Persyarafan (Cidera Kepala)
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Data
yang dikumpulkan dalam pengkajian ini meliputi unsur bio-psiko-sosial-
spiritual. Beberapa pengkajian yang dilakukan antara lain adalah:
a. Identitas pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat, bahasa yang
digunakan, suku, bangsa, bahasa yang digunakan, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, asuransi, golongan darah, tanggal MRS,
diagnosa medis dan nomor registrasi (Asikin and Nasir, 2016). Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan pada
kelompok usia produktif yaitu antara umur 15 – 45 tahun dan lebih di
dominasi oleh kaum laki-laki yang sebagian besar disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan kendaraan sepeda motor,
mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak, sisanya
disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah raga,
korban kekerasan dan lain sebagainya. (Tobing, 2018).
c. Keluhan utama
17
d. Riwayat kesehatan
18
perawatan total.
a) Keadaan umum, yaitu keadaaan baik dan buruknya pasien
Tanda-tanda yang perlu dicatat adalah kesadaran pasien:
b) Kesadaran pasien:
1. Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi
sempurna, nilai GCS: 15 - 14.
2. Apatis: terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan
pemeriksaan penglihatan, pendengaran dan perabaan
normal, nilai GCS: 13 - 12.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal, nilai GCS: 11-10.
4. Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat
disuruh dan menjawab pertanyaan, bila rangsangan
berhenti penderita tidur lagi, GCS: 9 – 7.
5. Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar
dan terus menerus, nilai GCS: 6 – 4.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3
(Satyanegara.2017).
c) Keadaan penyakit, yaitu akut, kronis, ringan, sedang atau
berat. Pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot dan
hilang rasa.
d) Tanda-tanda vital biasanya tidak normal karena ada
gangguan, baik fungsi maupun bentuk.
6) Pengkajian ABCD
a) Airway
1. Cek jalan napas paten atau tidak
19
suara napas tambahan seperti snoring, gurgling,
crowing.
b) Breathing
1. Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
2. Gerakan dinding dada simetris atau tidak
3. Irama napas cepat, dangkal atau normal
4. Pola napas teratur atau tidak
5. Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
6. Ada sesak napas atau tidak (RR)
7. Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot
bantu pernapasan
c) Circulation
1. Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
2. Tekanan darah
3. Sianosis, CRT
4. Akral hangat atau dingin, Suhu
5. Terdapat perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
6. Turgor kulit
7. Diaphoresis
8. Riwayat kehilangan cairan berlebihan
d) Disability
1. Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
2. GCS : EVM
3. Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
5. Kekuatan otot
e) Exposure
1. Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi,
laserasi, edema
2. Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka,
kedalaman
20
7) Pengkajian B1-B6
a) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan pasien disertai batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan
obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada pasien dengan tingkat kesadaran compos mentis,
peningkatan inspeksi pernafasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi biasanya akan didapatkan bunyi napas
tambahan dikarenakan produksi sputum yang berlebih.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada
pasien DHF. Hasil laboratorium didapatkan trombosit
mengalami penurunan dibawah batas normal, hal ini
rentan sekali pasien mengalami perdarahan di bagian
tubuh lainnya, seperti epistaksis, gusi bengkak atau
berdarah, munculnya pteki dan lainnya.
c) B3 (Brain)
21
spleenomegali sehingga adanya nyeri tekan pada area
abdomen kuadran II. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas
f) B6 (Bone)
Pada kulit, jika pasien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
pasien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasanya muncul adalah:
1. Resiko perfusi jaringan serebral b.d cedera kepala
22
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Intervensi
No Tujuan
Keperawatan
1. Resiko perfusi jaringan serebral d.d Setelah dilakukan Observasi :
cedera kepala intervensi keperawatan Identifikasi penyebab peningkatan
Faktor risiko selama 1x24 jam maka TIK
resiko perfusi jaringan Monitor tanda/gejala peningkatan
1. Keabnormalan masa protrombin serebral membaik dengan TIK
dan/atau masa tromboplastin kriteria hasil : Monitor status pernapasan
parsial 1. Tingkat kesadaran Monitor intake dan output cairan
2. Penurunan kinerja ventikel kiri meningkat
3. Aterosklrosis aorta 2. Sakit kepala menurun Teraupetik
4. Diseksi arteri Gelisah menurun Minimalkan stimulus dengan
5. Fibrilasi atrium menyediakan
6. Tumor otak lingkungan yang tenang 27
7. Stenosis karotis Berikan posisi semi fowler
8. Miksoma atrium Pertahankan suhu tubuh normal
9. Aneurisma serebri
10. Koagulopati (mis. anemia sel
Kolaborasi :
sabit)
Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
11. Dilatasi kardiomiopati
konvulsan jika perlu
12. Koagulasi (mis. anemia sel
sabit) Kolaborasi pemberian diuretic
13. Embolisme osmosis jika perlu
14. Cedera kepala
23
15. Hiperkolesteronemia
16. Hipertensi
17. Endokarditis infektif
18. Katup prostetik mekanis
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus
23. Penyalahgunaan zat
24. Terapi tombolitik
25. Efek samping tindakan (mis.
tindakan operasi bypass)
24
5. Mekonium di jalan nafas pada Anjurkan tarik nafas dalam melalui
Neonatus. hidung selama 4 detik
Anjurkan mengulangi Tarik napas
Gejala dan Tanda Minor.
dalam hingga 3 kali
Subjektif : Kolaborasi
1. Dispnea. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
2. Sulit bicara. ekspetoran, jika perlu
3. Ortopnea.
Objektif :
1. Gelisah.
2. Sianosis.
3. Bunyi napas menurun.
4. Frekuensi napas berubah.
5. Pola napas berubah.
25
rentang ideal. meningkat
Berikan suplemen makanan, jika
3. indeks massa
perlu
Gejala dan Tanda Minor tubuh meningkat
Edukasi
Subjektif :
Anjukan posisi duduk
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/nyeri abdomen Ajarkan diet yang diprogramkan
3. Nafsu makan menurun . Kolaborasi
Objektif : Kolaborasi pemberian Medikasi
1. Bising usus hiperaktif sebelum makan
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
26
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Brain Injury Assosiation of America, Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga ,
yaitu cedera kepala ringan, sedang, dan berat. Cedera kepala ringan dapat
menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak. Pasien mungkin
mengalami mual, pusing, kebingungan, atau kesulitan mengingat selama
sekitar7 detik.
Pasien dengan trauma kepala sedang mungkin mengalami kondisi
serupa, tetapi lebih lama. Untuk orang dengan cedera kepala berat, risiko
komplikasi jangka panjang yang dapat menyebabkan kematian dapat muncul
jika tidak ditangani dengan benar. Perubahan perilaku dan kelumpuhan
adalah beberapa efek yang dapat dialami orang akibat kerusakan
otak, baik dari segi fungsi fisiologisnya maupun struktur anatominya. Selain itu,
trauma kepala juga dapat dibagi menjadi trauma kepala terbuka dan trauma
kepala tertutup .
B. Saran
Di sarankan dijadikan tindakan mandiri untuk mengatasi tingkat
kecemasan dengan melaksanakan aktivitas sesuai kempuan, mengatur pola
makan yang baik, lebih membuka diri denga orang terdekat cara menyampaikan
perasaan saat ini kepada keluarga terdekat, hidup dalam lingkungan yang
sehat,dan mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
Dalam pengkajian diharapkan perawat kembali hanya berfokus pada
tindakan tapi juga dengan meresapi niat awal dalam membina saling percaya
hingga dapat memberikan asuhan keperawatan pasien cedera kepala post
kraniotomi yang memperhatikan usia, jenis kelamin, pendidikan dan
pengalaman operasi dengan memperhatikan caring hingga tujuan asuhan
keperawatan bisa tercapai dengan baik.
28
Diharapkan juga dapat menambah wawasan khususnya dalam ilmu
keperawatan dan dijadikan bahan penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien cedera
kepala post kraniotomi seperti dukungan keluarga, sosial dan koping diri.
29
DAFTAR PUSTAKA
30