Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CIDERA KEPALA
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen: Hermanto, Ners., M.Kep

Oleh Kelompok 4 :

Daya : 2020-01-14201-008

Diki Satrio : 2020-01-14201-010

Tamara Ananda A : 2020-01-14201-038

Tania Kulansi : 2020-01-14201-039

Tania Rosalina : 2020-01-14201-040

Yosa Fernanda A : 2020-01-14201-043

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022/2023

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Makalah Kasus Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
II. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Makalah Kasus
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hermanto, Ners., M.Kep selaku
Dosen Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pembaca makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya
atas segala yang telah kita lakukan. Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya.

Palangka Raya, 15 November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala masih merupakan permasalah kesehatan global sebagai
penyebab kematian, disabilitas, dan deficit mental. Cedera kepala menjadi
salah satu penyebab kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cedera
kepala sering mengalami edema cerebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di
intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang
mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial. (Kumar, dkk, 2013)
Sedangkan menurut Smelter & Bare, (2013). Cedera kepala atau trauma
kepala merupakan kerusakan otak dan sel-sel mati tidak dapat pulih akibat dari
trauma atau benturan sehingga darah yang mengalir berhenti walaupun hanya
beberapa menit saja, sedangkan kerusakan neuron tidak dapat mengalami
regenerasi.
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala bukan besifat kongenital ataupun degenerativ
tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
(Batticaca. F. 2008).
Menurut Smeltzer & Bare (2013), pertimbangan paling penting pada
cedera kepala adalah apakah otak telah atau tidak mengalami cedera. Kejadian
cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Sementara sel-sel
serebral membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk kebutuhan
metabolisme yang mengandung oksigen, nutrien dan mineral. Cedera kepala
dapat diklasifikasikan berdasarkan keparahan cedera dan menurut jenis cedera.
Berdasarkan keparahannya cedera kepala dibagi menjadi 3, yaitu Cedera
Kepala Ringan (CKR), Cedera Kepala Sedang (CKS), dan
Cedera Kepala Berat (CKB). Sedangkan menurut jenis cedera dibagi 2,
yaitu cedera kepala terbuka dan cedera kepala tertutup (Wijaya & Yessi.

4
2013). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
pada kelompok usia produktif yaitu antara umur 15 – 45 tahun dan lebih di
dominasi oleh kaum laki-laki yang sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas, berupa tabrakan kendaraan sepeda motor, mobil, sepeda dan
penyeberang jalan yang ditabrak, sisanya disebabkan oleh jatuh dari
ketinggian, tertimpa benda, olah raga, korban kekerasan dan lain sebagainya.
(Tobing, 2011).
World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa kecelakaan lalu
lintas menjadi penyebab kematian ke sepuluh di dunia dengan jumlah 1,21
juta (2,1%), sedangkan di negara berkembang menjadi penyebab kematian
ketujuh di dunia dengan jumlah kematian 940.000 (2,4%). Di Amerika Serikat
dipekirakan setiap tahunnya sebanyak 1,7 juta orang mengalami cedera
kepala. Lebih dari 52.000 orang meninggal dunia, 275.000 orang dirawat di
rumah sakit, dan hampir 80% dirawat dan dirujuk ke instalansi gawat darurat.
Jenis kelamin laki-laki yang lebih banyak mengalami cedera kepala
dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.(WHO, 2016)
Berdasarkan hasil Kementrian Kesehatan RI (2014), Di Indonesia pada
tahun 2013 terdapat 100.106 kejadian kecelakaan lalu lintas dengan korban
meninggal dunia mencapai 26.416 jiwa. Artinya setiap hari 72 nyawa
melayang dan rata-rata setiap jamnya sebanyak 3 orang meninggal akibat
kecelakaan. Sementara itu menurut Lisnawati (2012) menjelaskan bahwa
indonesia dalam kurun waktu 3 bulan (November 2011 – April 2012)
ditemukan 524 penderita cedera kepala, 103 diantaranya mengalami delirium
dan terdiri dari 27,2% merupakan cedera kepala sedang dan 72,8% merupakan
cedera kepala ringan.
Sementara dalam penatalaksanaan awal cedera kepala menurut Ariwibowo
(2008) dalam Nasution (2014), pada dasarnya memiliki tujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder. Dalam
penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway,
breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera
kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak

5
sekunder dan mencegah homeostasis otak. Survey awal yang dilakukan di
ruangan rawat inap Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan
jumlah pasien sebanyak 8 orang, ditemukan kasus cedera kepala sebanyak 3
orang yang tergolong cedera kepala berat, dan cedera kepala sedang, dengan
diagnosa yang muncul adalah gangguan perfusi jaringan cerebral.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
bagaimana Makalah Kasus Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera
Kepala

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah untuk mendeskripsikan Makalah Kasus
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala

b. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian tentang Makalah Kasus Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan tentang Makalah Kasus
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala
c. Mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan tentang Makalah Kasus
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan tentang Makalah Kasus
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan tentang Makalah Kasus
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala
1.4 Manfaat
1. Hasil penelitian untuk menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan
peneliti dalam penerapan Makalah Kasus Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Cidera Kepala

6
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi
perawat dalam meningkatkan Makalah Kasus Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Cidera Kepala
3. Hasil penelitian dapat digunakan bagi mahasiswa keperawatan, dosen,
serta peneliti selanjutnya sebagai sumber informasi dan bahan
perbandingan untuk penulisan Makalah Kasus Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Cidera Kepala

7
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Cidera Kepala
2.1.1 Cidera Kepala
M. Clevo Rendi, Margareth TH (2012). Cedera kepala yaitu
adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis
pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-
deceleasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan kecepatan,
serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Morton (2012). Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala adalah suatu
gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
Wahyu Widagdo, dkk (2007). Cedera kepala adalah trauma yang
mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan
peubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi
fisik, fungsi tingkah laku dan emosional.
2.1.2 Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama
terjadinya cedera kepala adalah sebagai berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor
bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan
raya.
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika

9
masih di gerakkan turun turun maupun sesudah sampai ke tanah
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal
atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera
atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada
barang atau orang lain (secara paksa).
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah
seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi
apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan
tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka
kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada 2
macam cedera kepala yaitu:
a. Trauma tajam
Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan
cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal
meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak
sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak
atau hernia.
b. Trauma tumpul
Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan
cedera menyeluruh (difusi). Kerusakannya menyebar secara luas
dan terjadi dalam 4 bentuk: cedera akson, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple
pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer
cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

Menuurut NANDA (2013) mekanisme cidera kepala meliputi


Cedera Akselerasi, Deselersi, Akselerasi-Deselerasi, Coup-Countre
Coup, dan Cedera Rotasional.
a. Cedera Akselerasi

10
Tejadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak, missal, alat pemukul menghantam kepala atau peluru
yang ditembakkan ke kepala.
b. Cedera Deselerasi
Terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala
membentur kaca depan mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan fisik.
d. Cedera Coup-Countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang cranial dan denga kuat mengenai area
tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang
pertamakali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian
belakang kepala.
e. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar
di dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansi alba serta robeknya pembuluh
darah yang menfiksasi otak dengan bagian dalam rongga
tengkorak.
2.1.3 Patofisiologi
Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit,
tengkorak dan jaringan otak. Ini bisa sendiri atau secara bersama-sama.
Beberapa keadaan yang dapat empengeruhi luasnya cedera kepala pada
kepala yaitu:
a. Lokasi dari tempat benturan lansung
b. Kecepatan dan energi yang dipindahkan
c. Daerah permukaan energy yang dipindahkan d. Keadaan kepala saat
benturan (Wahyu Widagdo, dkk, 2007)

11
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah
untuk mengalami cedera dan kerusakan. Cedera kepala dapat
mengakibatkan malapetakan besar bagi seseorang. Tepat diatas
tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat, dapat
digerakkan dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma
eksternal diantara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan
lapisan membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar.
Bila robek pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi
dan dapat menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita
laserasi kulit kepala.
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah
satu dari arteri, perdarahan arteri yang diakibatkan tertimbun dalam
ruang epidural bisa mengakibatkan fatal. Kerusakan neurologik
disebabkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan
merobek jaringan otak oleh pengaruh kekuatan atau energi yang
diteruskan ke otak dan oleh efek akselerasi - deselerasi pada otak.
Derajat kerusakan yang disebabkan bergantung pada kekuatan yang
menimpa, makin besar kekuatan maka makin parah kerusakan yang
terjadi.
Kerusakan yang tejadi karena benda tajam berkecepatan rendah
dengan sedikit tenaga. Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat
tertentu dan disebabkan oleh benda atau fragmen tulang yang menembus
duramater pada tempat serangan. Cedera menyeluruh sering dijumpai
pada trauma tumpul kepala. Kerusakan terjadi waktu energi atau
kekuatan diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh lapisan
pelindung yaitu rambut, kulit kepala dan tengkorak, tetapi pada trauma
hebat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Bila kepala
bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar (pada kecelakaan)
kerusakan tidak hanya terjadi akibat cedera setempat pada jaringan saja
tetapi juga akibat akselerasi dan deselerasi.

12
Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan bergeraknya isi
dalam tengkorak sehingga memaksa otak membentur permukaan dalam
tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Apabila
bagian otak yang kasar bergerak melewati daerah krista sfenoidalis,
bagian ini akan dirobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan akan
diperparah lagi bila trauma juga menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian
otak yang akan mengalami cedera yaitu bagian anterior lobus frontalis
dan temporalis, bagian posterior lobus oksipitalis, dan bagian atas
mesonfalon. Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus
pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek
kaskade yang barakibat merusak otak. (Price & Wilson. 2012) Otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral
(Bararah & Jauhar. 2013 ).
posisi abnormal ekstermitas.

13
2.1.4 Patway

14
2.1.5 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari cedera kepala (Andra dan Yessie,
2013):
1. Epilepsi pasca cedera
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang
terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena
benturan di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun
kemudian setelah terjadinya cedera. Obat-obat anti kejang misalnya:
fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi
kejang pasca trauma.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa
karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak
mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian kepala
yang mengendalikan fungsi bahasa adala lobus temporalis sebelah
kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian
manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau
infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
3. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang
terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis
atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang
mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.
4. Agnosis
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat
melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat
menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda
tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu
dikenalinya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok
atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan

15
benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah fungsi pada lobus
parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting
fungsinya disimpan. Agnosis seringkali terjadi segera setelah
terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus,
beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.
5. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan
untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau
peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum
dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan
hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum
terjadinya kecelakaan (amnesia retrograde) atau peristiwa yang
terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma).
Amnesia hanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam
(tergantung pada beratnya cedar) dan akan hilang dengan sendirinya.
Pada cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat menetap.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dang mengingatnya
kembali dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis,
parietalis, dan temporalis.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013).
a. Cedera kepala ringan-sedang
1) Disorientai ringan
2) Amnesia post trauma
3) Hilang memori sesaat
4) Sakit kepala
5) Mual dan muntah
6) Vertigo dalam perubahan posisi
7) Gangguan pendengaran
b. Cerdera kepala sedang-berat

16
1) Oedema pulmonal
2) Kejang
3) Infeksi
4) Tanda herniasi otak
5) Hemiparise
6) Gangguan akibat saraf cranial

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut
(Wahyu Widagdo, dkk, 2007).
a. Non pembedahan
1) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
2) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter
untuk mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
3) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi
peningkatan tekanan intracranial
4) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan
ventilasi mekanik untuk megontrol kegelisahan atau agitasi yang
dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial
b. Pembedahan Kraniotomi di indikasikan untuk:
1) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
3) Mengobati hidrosefalus.
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas Klien: untuk mengkaji status klien (nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan).

2. Riwayat kesehatan:
Diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat

17
kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi,
imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat
penyakit keluarga.

a. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, tanda vital.
Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal. Perlu dilakukan pengkajian yang lebih
menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspekuntuk mengetahui
permasalahan yang ada pada klien dengan cidera otak berat dan trauma pada
abdomen, sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien.
Prinsip umum yang dapat dilakukan untuk mengkaji permasalahan pada
pasien yaitu dengan B6:
1. Breathing: Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes
atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
(kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas. Trauma tumpul pada abdomen
dapat menimbulkan munculnya pembengkakan organ intraabdomen
sehingga terjadi kompresi diafragma yang dapat menimbulkan
frekuensi pernapasan meningkat.
2. Blood: Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
Kerusakan jaringan vaskuler pada abdomen dapat menyebabkan

18
terjadinya perdarahan masif sehingga terjadi potensial komplikasi
perdarahan intraabdomen.
3. Brain: Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas.
4. Bladder: Pada cidera kepala dan abdomen sering terjadi gangguan
berupa retensi, inkontinensia urin, ketidakmampuan menahan miksi.
5. Bowel: Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah,
mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami
perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
6. Bone: Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain
itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

2.2.2 Diagnosa
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI,
kemungkinan masalah yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Pola napas tidak efektif b/d gangguan neurologis (D.0005)
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif b/d Cedera kepala (D.0017)
3. Risiko defisit nutrisi b/d Faktor psikologi (D.0032)
4. Gangguan eliminasi urine b/d Penurunan sensasi, disfungsi kognitif
(D.0040)
5. Risiko cedera b/d Perubahan fungsi psikomotorik (D.0136)
6. Gangguan mobilitas fisik b/d Gangguan neuromuscular (D.0054)
7. Nyeri akut b/d Agen pencedra fisik (D.0077)

19
8. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invansif
(D.0142)

20
2.2.3 Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan (kriteria hasil) Intervensi
Pola napas tidak efektif b/d Setelah dilakukan intervensi, maka Pemantauan neurologis (I.06197)
gangguan neurologis diharapkan kemampuan system saraf perifer Observasi
(D.0005) dan pusat untuk menerima, mengolah, dan 1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan
merespon stimulus internal dan
reaktifitas pupil
eksternal(L.06053).
Dengan kriteria hasil: 2. Monitor tingkat kesadaran
1. Tingkat kesadaran meningkat
3. Monitor tingkat orientasi
2. Orientasi kognitif meningkat
4. Monitor ingatan terakhir, rentang perhatian,
3. Control motoric pusat meningkat
memori masa lalu, mood, perilaku
4. Fungsi otonom meningkat
5. Monitor ICP dan CPP
5. Komunikasi meningkat
6. Monitor batuk dan refleks muntah
6. Sakit kepala menurun
7. Monitor irama otot, gaya berjalan, dan
7. Pola napas membaik
propriosepsi
8. Monitor kekuatan pegangan
9. Monitor adanya tremor
10. Monitor kesimetrisan wajah
11. Monitor gangguan visual
12. Monitor keluahan sakit kepala
13. Monitor karakteristik bicara

21
14. Monitor respon terhadap pengobatan
Terapeutik
1. Tingkat frekuensi pemantauan neurologis, jika
perlu
2. Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intracranial
3. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
Edukasi
1. Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan intervensi, maka Manejemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
efektif b/d Cedera kepala diharapkan keadekuatan aliran darah (I.06194)
(D.0017) serebral untuk menunjang fungsi otak Observasi
membaik (L.02014). 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (Tekanan
Dengan kriteria hasil:
Intrakranial)
1. Tingkat kesadaran meningkat
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (Tekanan
2. Kognitif meningkat
Intrakranial)
3. Tekanan intracranial menurun
3. Monitor status pernapasan
4. Sakit kepala menurun
4. Monitor intake dan output cairan
5. Gelisah menurun
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan

22
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi Fowler
3. Cegah terjadinya kejang
4. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis jika perlu
Risiko defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan intervensi, maka Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Faktor psikologi (D.0032) diharapkan keadekuatan asupan nutrisi Observasi
untuk memenuhi kebutuhan metabolism 1. Identifikasi status nutrisi
membaik. (L.03030)
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Dengan kriteria hasil:
1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
2. Kekuatan otot pengunyah meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
3. Kekuatan otot menelan meningkat 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
4. Frekuensi makan membaik nasogastrik
5. Nafsu makan membaik 6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.

23
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu

Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan intervensi, maka Dukungan perawatan diri (I.11349)

24
b/d Penurunan sensasi, diharapakn pengosongan kandung kemih Observasi
disfungsi kognitif (D.0040) yang lengkap membaik (L.04034) 1. Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia
Dengan kriteria hasil:
2. Monitor integritas kulit pasien
1. Sensasi berkemih meningkat
Terapeutik
2. Urin menetas meningkat
1. Buka pakaian yang diperlukan untuk
3. Frekuensi BAK membaik
memudahkan eliminasi
2. Dukung penggunaan
toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten
3. Jaga privasi selama eliminasi
4. Ganti pakaia pasien setelah eliminasi, jika perlu
5. Bersihkan alat bantu BAK/BAB setelah
digunakan
6. Latih BAK/BAB sesuai jadwal, jika perlu
7. Sediakan alat bantu (mis, kateter eksternal,
urinal) jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan BAK/BAB secara rutin
2. Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu

Risiko cedera b/d Setelah dilakukan intervensi, maka Pencegahan Cedera (I.14537)
Perubahan fungsi diharapkan kemampuan dalam gerakan fisik Observasi
psikomotorik (D.0136) dari satu atau lebih ekstremitas secara 1. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan

25
mandiri meningkat (L.05042) cedera
Dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking
1. Pergerakan ekstremitas meningkat
elastis pada ekstremitas bawah
2. Kekuatan otot meningkat
Terapeutik
3. Rentang gerak meningkat
1. Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik
4. Nyeri menurun
yang diperlukan
5. Kaku sendiri menurun
2. Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang
6. Gerakan terbatas menurun
sesuai
7. Kelemahan fisik menurun
3. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan
pasien
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh
kepasien dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan
duduk selama beberapa menit sebelum berdiri
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi, maka Dukungan Ambulasi (1.06171)
b/d Gangguan diharapkan kemampuan dalam gerakan fisik Observasi
neuromuscular (D.0054) dari satu atau lebih ekstremitas secara 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
mandiri (L.05042)
lainnya
Dengan kriteria hasil:
1. Pergerakkan ekstremitas meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah

26
3. Rentang gerak meningkat sebelum memulai ambulasi
4. Nyeri menurun 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
5. Kaku sendi menurun ambulasi
6. Gerakkan tidak terkoordinasi Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
7. Gerakan terbatas
(mis. tongkat, kruk)
8. Kelemahan fisik
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai toleransi)
Nyeri akut b/d Agen Setelah dilakukan intervensi, maka Manajemen Nyeri (I. 08238)
pencedra fisik (D.0077) diharapkan keparahan dari cedera yang Observasi
diamati menurun (L.14136) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Dengan kriteria hasil:
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Toleransi aktivitas meningkat
2. Identifikasi skala nyeri
2. Nafsu makan meningkat

27
3. Kejadian cedera menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Luka/lecet menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
5. Ketegangan otot menurun memperingan nyeri
6. Fraktur menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
7. Perdarahan menurun nyeri
8. Ekspresi wajah kesakitan 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
9. Iritabilitas menurun nyeri
10. Gangguan mobilitas menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
11. Pola istrihat/tidur membaik 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam

28
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Risiko infeksi b/d efek Setelah dilakukan intervensi, maka Pencegahan Infeksi (I.14539)
prosedur invasif (D.0142) diharapkan keutuhan kulit/jaringan Observasi
meningkat. (L.14125) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Dengan kriteria hasil:
sistemik
1. Perfusi jaringan meningkat
Terapeutik
2. Kerusakan jaringan
1. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Kerusakan lapisan kulit
2. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
4. Nyeri menurun
tinggi
5. Perdarahan menurun
Edukasi
6. Kemerahan menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Hermatoma menurun 2. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
8. Jaringan parut menurun operasi

29
9. Sensasi membaik 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
10. Tekstur membaik Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

30
2.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna memantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Asmadi, 2008). Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa
komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.
b. Diagnosis keperawatan.
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
d. Tanda tangan perawat pelaksana.

2.2.5 Komplikasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi
pada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam
bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa
komponen yaitu
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.

31
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Hindu
Tanggal Masuk RS : 12 Mei 2021, pukul 08.00 WITA
Alasan Masuk : Pasien mengalami penurunan kesadaran akibat kecelakaan
lalu lintas

Diagnosa Medis : CKS + SAH + Edema Serebri

AIRWAY DAN KONTROL SERVIKAL


1.Keadaan jalan nafas
Tingkat kesadaran : Somnolen (E3V2M5)
Pernafasan : Spontan
Upaya bernafas : Ada
Benda asing di jalan nafas : Tidak ada (clear)
Bunyi nafas : Vesikuler
Hembusan nafas : Ada

BREATHING
1. Fungsi pernafasan
Jenis Pernafasan : Takipnea
Frekwensi Pernafasan : 25x/menit
Retraksi Otot bantu nafas : Ada
Kelainan dinding thoraks : Tidak ada kelainan, pergerakan dinding thorax simetris
Bunyi nafas : Vesikuler
Hembusan nafas : Dangkal

CIRCULATION
1.Keadaan sirkulasi
Tingkat kesadaran : Somnolen (E3V2M5)
Perdarahan (internal/eksternal) : Ada pada kepala bagian belakang
Kapilari Refill : < 2 detik
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi radial/carotis : 88x/menit
Akral perifer : Hangat

DISABILITY

1. Pemeriksaan Neurologis:
GCS : (E3V2M5) : 10
Reflex fisiologis : Terganggu
Reflex patologis : Tidak ada
3 3
Kekuatan otot
3 3333
3333 3

PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER (Dibuat bila pasien lebih dari 2


jam diobservasi di IGD)
1. RIWAYAT KESEHATAN
a. RKD
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan
alergi.
b. RKS
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas sepeda motor tanggal 12 Mei 2021. Pasien dikatakan mengendarai sepeda
motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya. Setelah kejadian pasien
dikatakan sempat muntah – muntah namun tidak ada yang tahu jelas kejadian dan
keluhan yang dialami pasin. Saat ini kontak tidak adekuat dan pasien sempat
mengalami kejang. Keluhan sesak, demam, batuk sebelumnya disangkal. Riwayat
penggunaan alkohol tidak jelas. TD : 110/60 mmHg, S : 360C , RR : 25x/menit.
Diagnosa medis saat ini CKS.
c. RKK
Keluarga pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit
keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, dll

2. RIWAYAT DAN MEKANISME TRAUMA


Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas sepeda motor tanggal 12 Mei 2021. Pasien dikatakan mengendarai sepeda motor
dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya. Setelah kejadian pasien dikatakan
sempat muntah – muntah namun tidak ada yang tahu jelas kejadian dan keluhan yang
dialami pasin. Saat ini kontak tidak adekuat. Keluhan sesak, demam, batuk sebelumnya
disangkal. Riwayat penggunaan alkohol tidak jelas. TD : 110/60 mmHg, S : 360C , RR :

25x/menit. Diagnosa medis saat ini CKS.

3. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)


a.Kepala : Cephal hematoma
Kulit kepala : Terdapat lesi, rambut berwarna hitam tampak bersih.
Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera putih (tidak
ikterik)
Telinga : Bentuk telinga simetris, tidak terdapat tanda infeksi, tidak
menggunakan alat bantu dengar, nyeri tekan tidak ada, secret tidak ada dan lesi tidak
ada.
Hidung : Tidak tampak adanya lesi, perdarahan, sumbatan maupun tanda gejala
infeksi, tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
Mulut dan gigi : Warna mukosa bibir pucat, tampak lembab, tidak ada lesi, jumlah
gigi lengkap, tidak terdapat perdarahan dan radang gusi.
Wajah : Wajah tampak pucat, tidak terdapat edema maupun nyeri tekan dan terdapat
luka lecet region pipi hematoma.
b.Leher : Tidak tampak adanya pembengkakan,tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid,
tidak terdapat nyeri tekan, nadi karotis teraba.
c.Dada/ thoraks : Bentuk dada normal chest, tidak tampak adanya
pembengkakan
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dada simetris, tampak adanya retraksi otot bantu
pernapasan

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan


Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+
Jantung
Inspeksi : Gerak dada simetris
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada jantung
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara jantung S1 S2 reguler, murmur (-)
d.Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen
Palpasi : Tidak teraba adanya penumpukan cairan, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
e.Pelvis
Inspeksi : Bentuk pelvis simetris
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
f.Perineum dan rektum : Tidak dikaji
g. Genitalia : Tidak dikaji
h. Ekstremitas
Status sirkulasi : CRT <2detik
Keadaan injury : Terdapat perdarahan pada kepala
i.Neurologis
Fungsi sensorik : Terganggu
Fungsi motorik : Mengalami kelemahan pada ekstremitas.
4. HASIL LABORATORIUM
HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP
NE% 84.70 47-80
LY% 9.10 13-40
MO% 5.90 2.0 -11.0
EO% 0.10 0.0 – 5.0
BA% 0.20 0.0 – 2.0
NE# 16.25 2.50 – 7.50
LY # 1.75 1.00 – 4.00
MO# 1.14 0.10 – 1.20
EO# 0.01 0.00 – 0.50
BA# 0.04 0.0 – 0.1
RBC 3.92 4.5 – 5.9
HGB 11.70 13.5 – 17.5
HCT 35.20 41.0 – 53.0
MCV 89.80 80.0 – 100.0
MCH 29.80 26.0 – 34.0
MCHC 33.20 31 - 36
RDW 11.40 11.6 – 14.8
PLT 306.00 150 - 440
MPV 9.70 6.80 – 10.0
NLR 9.31 <=3.13
PPT 14.2 10.8 – 14.4
INR 1.00 0.9 – 1.1
APTT 27.1 24 - 36
AST/SGOT 27.4 5 - 34
ALT/SGPT 25.20 11.00 – 50.00
Glukosa Darah (Sewaktu) 171 70-140
BUN 9.10 8.00 – 23.00
Kreatinin 0.80 0.72 – 1.25
e-LFG 107.13 >=90
Kalium (K) - Serum 3.43 3.50 – 5.10
Natrium (Na) - Serum 134 136 - 145
Klorida (Cl) - Serum 103.8 94 - 110

5. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan MSCT Scan kepala irisan axial, reformat sagital dan koronal, tanpa kontras :
Tampak lesi hiperdens berdensitas darah berbentuk bikonveks pada regiotemporal kanan,
dengan ketebalan maksimal +/-19 cm.
Tampak lesi hiperdens berdensitas darah yang mengisi fisura interhemispher, fisura sylvii
kanan kiri, tentorium cerebelli kanan kiri, dan sulcus-sulcus
pada regiofron toparieto temporooc cipital kanan kiri
Tampak lesi hipodens multiple berdensitas udara berbentuk bulat di dalam fossa cranialis
media kanan Sulci dan gyri merapat Sistem ventrikel dan cisterna menyempit Tak tampak
deviasi midline struktur Tak tampak klasifikasi abnormal Pons dan cerebellum tak tampak
kelainan Orbita dan mastoid kanan kiri tak tampak kelainan
Tampak perselubungan berdensitas darah pada sinus maksilaris kanan, ethmoidalis dan
sphenoidalis kanan kiri Tampak hypopneumatisasi sinus frontalis bilateral Sinus maksilaris
kiri tidak tampak kelainan .
Tampak fraktur pada zygomatic body dan arch kanan, dinding lateral orbita kanan, lamina
papyracea kanan, dinding anterior-medial-lateroposteriorsinus maksilaris kanan, greater
wing os sphenoid kanan, os frontal kanan, squamous part os temporal Tampak SCALP
hematome pada regio frontoparietotemporooccipital kanan kiri
Tampak hematome pada palpebra superior kanan
Tampak soft tissue swelling pada regio orbita hingga maksila kanan
Kesan :
Epi Dural Haemorrhage pada regio temporal kanan
Sub Aracnoid Haemorrhage pada fisura interhemispher, fisura sylvii kanan kiri,tentorium
cerebelli kanan kiri, dan sulcus-sulcus pada regio fronoparietotemporoocipital kanan kiri
Pneumocephalus di dalam fossa cranialis media kanan
Edema cerebri
Haematosinus maksilaris kanan, ethmoidalis dan sphenoidalis kanan kiri
Hypopneumatisasi sinus frontalis bilateral
Fraktur pada zygomatic body dan arch kanan, dinding lateral orbita kanan, lamina
papyracea kanan, dinding anterior-medial-lateroposterior sinus maksilaris, greater wing
os sphenoid kanan, os frontal kanan, squamous part os temporal SCALP hematome pada
regio frontoparietotemporooccipital kanan kiri
Hematome pada palpebra superior kanan
Soft tissue swelling pada regio orbita hinga maksila kanan

6.TERAPI DOKTER
a. IVFD RL 20 tpm
b. Drip KCL 50 moq dalam NaCL 0.9% 500 cc 20 tpm
c. Paracetamol 500 mg IO
d. Ranitidine 1 ampul
e. Fenitoin 1 cc
f. Sungkup Oksigen 6 lpm
3.2 Analisa Data

Data focus Analisis Masalah


DS : Kecelakaan, jatuh, benturan pada Risiko perfusi
cranium serebral tidak
- Pasien hanya mengerang
efektif
DO : Akselerasi, deselerasi
- Pasien mengalami penurunan
kesadaran Cedera kepala
- Wajah pasien tampak pucat dan
gelisah Dampak tekanan kuat
- Keadaan umum: lemah
- Tingkat kesadaran: Somnolen Trauma tertutup
- Pasien mengalami penurunan
kesadaran dengan GCS: 10 (E:3 V:2 Rusaknya lapisan jaringan otak
M:5)
- CRT < 2detik Perdarahan menekan otak

- SaO2: 88%
Gangguan aliran darah,
- RR :25x/menit penurunan

Resiko perfusi Serebal Tidak


Efektif

-
3.2 Prioritas Masalah

1.Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan cedera kepala


3.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Intervensi Utama:
dibuktikan cedera kepala selama 1 x 2 jam maka Perfusi Serebral Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
Meningkat dengan kriteria hasil : Observasi
Label: Perfusi Serebral 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
1. Tingkat kesadaran meningkat (5) gangguan metabolisme, edema serebral)
2. Gelisah menurun (5) 2. Monitor tanda /gejala peningkatan TIK (mis.
3. Tekanan arteri rata-rata membaik (5) Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
4. Tekanan intra kranial membaik (5) bradikardi, pola nafas ireguler, kesadaran
5. Tekanan darah sistolik membaik (5) menurun)
6. Tekanan darah diastolik membaik (5) 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4. Monitor status pernapasan
Terapeutik
1. Berikan posisi semi Fowler
2. Pertahankan suhu tubuh optimal
Intervensi Utama:
Pemantauan Tekanan Intrakranial Observasi
1.Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi
menempati ruang, gangguan metabolisme, edema
Serebraltekan vena, obstruksi aliran cairan
serebrospinal, hipertensi, intracranial idiopatik)
2. Monitor peningkatan TD
3. Monitor irregularitas irama napas
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
5. Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon
pupil
Terapeutik
1. Pertahankan sterilitas system pemantauan
2. Atur interval pemantauan sesuai keadaan pasien
3. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan prosedur dan tujuan pemantauan
Informasikan hasil pemantauan jika perlu
1. 12/05/21 Mengidentifikasi penyebab DS :
08.00 peningkatan TIK (mis. Lesi, Pasien hanya mengerang
WITA gangguan metabolisme, edema DO :
serebral). - Wajah pasien tampak pucat dan gelisah
Memonitor TTV - Pasien tampak sesak
- Pasien tampak sulit bernapas
- Tampak adanya retraksi
otot bantu pernapasan
- Pasien terpasang sungkup oksigen 6
liter/menit
- Keadaan umum: lemah
- Tingkat kesadaran: Somnolen
- Pasien mengalami penurunan kesadaran
dengan
GCS: 10 (E:3 V:2 M:5)
- CRT < 2 detik
- SaO2: 88%
- Hasil TTV :
TD :110/60mmHg,
N :88x/menit,
S :36◦c,
2. 08.05 - Memberikan terapi O2sesuai DS : Keluarga mengatakan pasien gelisah dan
WITA indikasi tidak bisa diajak berkomunikasi.
- Memonitor kecepatan aliran DO : Pasien terpasang Sungkup O2 dengan 6
lpm, saturasi meningkat 96%.
oksigen
- Memonitor efektifitas
pemberian O2 (Saturasi
Oksigen)

3. 08.06 - Memberikan Posisi Head Up DS : -


WITA 30 derajat. DO : tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

5. 08.25 - Mengobservasi tanda tanda DS : Keluarga mengatakan pasien gelisah dan


WITA peningkatan tekanan intra tidak bisa diajak berkomunikasi.
kranial
DO: Tidak ada muntah projektil, tidak ada
tanda tanda peningkatan TIK, tidak ada
kejang.
8. 09.30 - Memonitor tanda/gejala DS : Keluarga mengatakan pasien gelisah dan
WITA peningkatan TIK tidak bisa diajak berkomunikasi.
- Memonitor MAP DO : TD: 110/60, N:90x/menit, Pola napas
- Memonitor ukuran, bentuk reguler (lambat) RR:23x/menit, kesadaran:
dan reaktifitas pupil delirium, muntah-, pasien gelisah
MAP= 76 mmHg
Pupil isokor
Pasien belum menunjukkan adanya
peningkatan kesadaran
9. 09.40 - Memonitor kesadaran dan DS : -
WITA mengukur GCS DO : GCS : (E3V2M5)
Tingkat Kesadaran pasien Somnolen
10. 10.00 - Memonitor status DS : Keluarga mengatakan pasien masih
WITA pernapasan (frekuensi, terlihat sesak.
irama, kedalaman, pola DO : Pasien tampak sesak, pola napas
napas). abnormal (takipnea) dengan frekuensi
- Memonitor bunyi napas 24x/menit, terdapat cairan pada mulut pasien,

- Memonitor Saturasi Oksigen pasien terpasang bedsite monitor


SaO2 : 96%
11. 10.20 - Memonitor tingkat DS : Keluarga mengatakan pasien tampak
WITA kesadaran, batuk, dan gelisah dan tidak bisa diajak berkomunikasi.
muntah
DO : Tingkat kesadaran meningkat dengan
hasil GCS 12 Apatis.
Mual (-), Muntah (-).
(GCS: E3V2M6 (10).
12. 11.00 - Memonitor TTV dan SaO2 DS : -
WITA DO : Hasil TTV :
TD:120/60mmHg N:90x/menit
S:36,5◦c
RR:20x/menit
SaO2 : 98%
Pasien terpasang infus Nacl 20tpm pada
tangan kiri dan infus netes lancar Pasien
terpasang bedsite monitor
No. Tgl / Jam Catatan Perkembangan (SOAP) Paraf
12 Mei Diagnosa Keperawatan : Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
2021 / Subjective
12.00 - Keluarga mengatakan pasien masih belum sadar dan gelisah.
WITA - Pasien hanya mengerang Objective :
- Pasien tampak mengalami peningkatan kesadaran dengan hasil
GCS 12 yaitu tingkat kesadaran Apatis.
- Pasien tampak berbaring dengan posisi head up 300
3.5 Evaluasi
- Wajah pasien tampak pucat dan gelisah
- Keadaan umum: lemah
- Pasien dengan kesadaran Apatis dengan
GCS: 12 (E:4 V:3 M:5)
- CRT < 2detik
- TD:120/60mmHg, N:90x/menit, S:36,5◦c. RR:20x/menit
- SaO2: 98%
- MAP: 80 mmHg
Assesment :
Risiko Perfusi Serebral belum meningkat
Planning :
Lanjutkan intervensi :
a. Monitor tingkat kesadaran
b. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah
meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardi, pola napas ireguler,
kesadaran menurun)
c. Monitor MAP (Men Arterial Pressure)
d. Berikan posisi head up 300
e. Monitor TTV dan SaO2
f. Monitor status pernapasan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cedera kepala merupakan permasalahan kesehatan global sebagai penyebab
kematian, disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi penyebab utama
kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami
edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang
otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan
intrakranial. Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak (Morton,2012)
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat
trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuroanatomi,
neurofisiologi, serta neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang
dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang didapat bisa sekomprehensif
mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan pada klien dengan cedera kepala.

4.2 Saran

a. Untuk Mahasiswa
Diharapkan maahasiswa mampu mengembangkan wawasan dari ilmu
keperawatan khususnya tentang Asuhan keperawatan pada pasien dengan cidera kepala.
b. Untuk Klien dan Keluarga
Harapannya dapat Menambah informasi mengenai dan pengobatannya sehingga
dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan pasien.
c. Untuk Institusi
Diharapkan pembahasan ini dapat menjadi bahan atau sumber data bagi penulis
berikutnya
d. Untuk IPTEK
Diharapkan dapat memberikan informasi dalam pengembangan ilmu
keperawatan terutama dalam kebutuhan dasar manusia yang menjadi masalah
Kesehatan pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association, 2014, New Statistical Update Looks at Worldwide
Heart, Stroke Heath, Dallas.
Amran. 2012. Analisis Faktor Resiko Kematian Penderita Stroke, Makassar.
Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan
Lengkap Menjadi Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya.
Kementrian Kesehatan RI, 2013, Pusat Data Dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
Kumar, dkk. 2013. Buku Ajar Patologis Robbin, Ed.7, Vol. 2. Jakarta: Buku
Kedokteran ECG.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Jogja. Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2015.
Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Indonesia. 2011. Buku Ajar Neurologis Klinis.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Volume 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. A dan Loraine M. Wilson. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses – Proses Penyakit, Ed. 6, Vol 2. Jakarta: EGC.
Priharjo, Robert. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi 2, Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Rendi, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai