A DENGAN
DIAGNOSA MEDIS CEDERA KEPALA
BERAT DI RUANG NEUROLOGI
Di susun oleh:
Mengetahui
Ketua Program Studi Pembimbing Akademik
Sarjana Keperawatan
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Pada Tn. A Dengan Diagnosa Medis Cedera Kepala Berat Sistem Persyarafan”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik
2 Program Studi Sarjana Keperawatan
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area
broca di hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif.
2) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan
dan perkembangan emosi.
3) Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran.
4) Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain dan memori.
5) Lobus Limbik
Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan
bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan autonomy.
2.1.2.2 Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output.
Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara optimal.
Bagian - bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan
lobus fluccolonodularis.
2.1.2.3 Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur - struktur fungsional batang otak
yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis
antara medulla spinalis dan bagian - bagian otak, anyaman sel saraf dan 12
pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen,
yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
2.1.3 Etiologi
Kejadian cedera kepala bervariasi mulai dari usia, jenis kelamin, suku, dan
faktor lainnya. Kejadian-kejadian dan prevalensi dalam studi epidemiologi
bervariasi berdasarkan faktor -faktor seperti nilai keparahan, apakah disertai
kematian, apakah penelitian dibatasi untuk orang yang dirawat di rumah sakit dan
lokasi penelitian (NINDS, 2013).
Penyebab cedera kepala berat adalah:
2.1.3.1 Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi kontusio serebral,
hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan
masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2.1.3.2 Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi).
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar
pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-duanya.
Akibat trauma tergantung pada :
1) Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
2) Akselerasi dan Deselerasi
3) Cup dan kontra cup Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat
yang terbentur. Sedangkan cedera kontra cup adalah kerusakan cedera
berlawanan pada sisi desakan benturan.
a) Lokasi benturan
b) Rotasi
Pengubahan posisi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan
robekan substansia alba dan batang otak.
c) Depresi fraktur
Kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak
lebih dalam. Akibatnya CSS (Cairan Serebro Spinal) mengalir
keluar ke hidung, telinga → masuk kuman → kontaminasi dengan
CSS → infeksi → kejang.
2.1.4 Klasifikasi
Cedera kepala pada umumnya dikategorikan berdasarkan Glasgow coma
scale (GCS). Glasgow coma scale (GCS) pertama kali diperkenalkan oleh
Teasdale dan Jennet tahun 1974 untuk menyediakan suatu metode yang mudah
dan dapat dipercaya untuk menilai tingkat kesadaran pasien dan mengawasi
perubahan yang terjadi. Glasgow coma scale (GCS) menilai tingkatan kesadaran
berdasarkan tiga komponen klinis yaitu respon membuka mata, motorik dan
verbal.
Nilai GCS adalah nilai total dari ketiga komponen yaitu antara 3-15. Nilai 3
berarti penderita tidak memberikan respon terhadap rangsangan apapun
sedangkan nilai 15 berarti penderita sadar penuh. Penilai GCS dilakukan pasca
resusitasi setelah trauma.
Klasifikasi cedera kepala dibagi menjadi 3 dimana cedera kepala berat
dengan skor GCS dibawah 8, cedera kepala sedang dengan skor GCS 9 sampai
12, cedera kepala ringan dengan skor GCS 13 sampai 15.
Ekstra kranial/kulit
Tulang kranial Tulang kranial
kepala
Breath (B1) Blood (B2) Brain (B3) Bowel (B4) Bladder (B5) Bone (B6)
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan cedera kepala antara lain:
2.1.7.1 Deficit neurologis
2.1.7.2 Infeksi sistemik (pneumonia, septikemia)
2.1.7.3 Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventrikulitis,
abses otak)
2.1.7.4 Osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang menunjang berat
badan)
2.1.7.5 Epidural hematoma (EDH) adalah berkumpulnya darah di dalam ruang
epidural di antara tengkorak dan dura meter. Keadaan ini sering di
akibatkan karena terjadi fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri
meningeal tengah terputus atau rusak (laserasi) dimana arteri ini berada
diantara dura meter dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis
tulang temporal dan terjadi hemoragik sehingga menyebabkan penekanan
pada otak.
1) Pengkajian primer
a) Airway Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh,
adanya benda asing pada jalan nafas (bekas muntahan, darah, sekret
yang tertahan), adanya edema pada mulut, faring, laring, disfagia,
suara stridor, gurgling atau wheezing yang menandakan adanya
masalah jalan nafas.
2. Pola nafas tidak efektif b.d depresi pada pusat nafas di otak
Tujuan: diharapkan pola nafas efektif
Kriteria hasil:
- Tidak menggunakan alat bantu otot pernafasan
- Tidak ada tanda-tanda sianosis atau tanda-tanda hipoksia
- Menunjukan jalan nafas normal
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi:
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma servikal)
5) Posisikan semi fowler atau fowler
6) Berikan minum hangat
7) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
9) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
10) Berikan oksigen, jika perlu
11) Anjurkan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
12) Ajarkan teknik batuk efektif
13) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekpektoran, mukolitik, jika perlu
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari senin, 28 Maret 2020 pukul 11.00
WIB pada Tn. A jenis kelamin laki-laki, berusia 45 Tahun, suku
Dayak/Indonesia, agama Kristen, pekerjaan pegawai swasta, Pendidikan
Strata 1, status perkawinan kawin, alamat Jl. Tingang, Masuk Rumah Sakit
D pada tanggal 26 September 2020 dengan diagnosa medis Cedera Kepala
Berat.
3.1.2 Riwayat Kesehatan/ Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Cedera kepala berat
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Klien post KLL pada tgl. 26 September 2020, terdapat luka lebam pada
pipi sebelah kanan, brill hematoma pada kedua mata. Kesadaran menurun,
terdengar suara napas tambahan (gurgling), bedrest total, infus sementara
di aff karena plebitis, gerakan ekstremitas tidak terkoordinasi, terdapat
akumulasi produksi sekret pada saluran pernapasan, febris, hyperventilasi.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarga tidak memiliki riwayat penyakit.
3.1.2.5 Genogram Kelurga
GENOGRAM :
KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Hubungan keluarga
= Menikah
= Tinggal serumah
= Pasien
(Yun Triasmita)
3.2 TABEL ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1) DS: - Perdarahan Risiko perfusi
DO: serebral tidak efektif
- Kesadaran menurun
- Bedrest total Kompensasi tubuh yaitu:
- GCS 6 vasodilatasi & bradikardi
- Terpasang tampon pada
telinga kanan, ada
pengeluaran cairan Aliran darah ke otak↓
- Hyperventilasi
- CT-scan : Sub Dural
Hematoma TB sinistra, Hipoksia jaringan
fraktur maxilla dextra,
U.app frontalis sinistra
- Febris, S: 38,9˚C Risiko perfusi serebral
- N: 103x/menit tidak efektif
Akumulasi mukus
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d peningkatan tekanan intracranial d.d
kesadaran menurun, bedrest total, Terpasang tampon pada telinga kanan, ada
pengeluaran cairan, hiperventilasi, CT-scan : Sub Dural Hematoma TB
sinistra, fraktur maxilla dextra, U.app frontalis sinistra, Febris, S: 38,9˚C, N:
103x/menit
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sputum d.d bedrest total,
terdengar bunyi napas tambahan gurgling, hiperventilasi, RR: 32x/menit,
terdapat akumulasi sekret
RENCANA KEPERAWATAN
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. Media
1. Lembar balik
2. Leaflet
F. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
Pembukaan 5 menit 1. Membuka kegiatan dengan 1. Keluarga
mengucapkan salam pasien
2. Menjelaskan tujuan dari menjawab
penyuluhan salam
3. Menyebutkan materi yang 2. Mendengarkan
akan diberikan dan
4. Mengkaji tingkat memperhatikan
pengetahuan keluarga
tentang kebutuhan cairan dan
elektrolit
Pelaksanaan 15 menit 1. Menjelaskan pengertian 1. Mendengarkan
cedera kepala penyuluh
2. Menjelaskan faktor menyampaikan
penyebab cedera kepala materi
3. Menjelaskan tanda dan 2. Mengikuti dan
gejala dari cedera kepala memperhatikan
4. Menjelaskan komplikasi dari langkah-
cedera kepala langkah latihan
5. Menjelaskan cara gerak aktif
melakukan penanganan
cedera kepala
Evaluasi 5 menit Menanyakan kepada keluarga Menjawab
dan klien tentang materi yang pertanyaan
telah diberikan dan meminta
keluarga dan klien untuk
mengulang kembali secara
singkat
Terminasi 5 menit 1. Mengucapkan terimakasih 1. Mendengarkan
atas perhatian peserta 2. Menjawab
2. Mengucapkan salam salam
penutup
G. Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang cedera kepala dan cara
penanganannya diharapkan peserta dapat:
1. Memahami pengertian dari cedera kepala
2. Memahami apa faktor penyebab terjadinya cedera kepala
3. Mengetahui tanda dan gejala dari cedera kepala
4. Mengetahui komplikasi dari cedera kepala
5. Mengetahui cara melakukan penanganan cedera kepala