Di Susun Oleh :
Pembimbing Akademik
Kristinawati,S.Kep.Ner
s
Mengetahui
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Laporan
Pendahuluan Tentang “Fraktur Os Carnial” di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan Laporan Pendahuluan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) pada Program Studi S-1 Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan Laporan
Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2) Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep, Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3) Kristinawati,S.Kep.Ners Selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak
memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian laporan
pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini.
4) Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis
menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun, untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang. Akhir kata penulis
mengucapkan sekian dan terima kasih.
Palangka Raya, 29 september 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................3
1.3 Manfaat Penulisan..........................................................................................4
iii
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................23
2.3.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................................23
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................28
2.3.3 Intervensi Keperawatan................................................................................28
2.3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................................34
2.3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................................35
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................63
4.1 Kesimpulan...................................................................................................63
4.2 Saran.............................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................64
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP)..........................................65
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur
linear sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak usia
6
dibawah 5 tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian
fraktur tulang tengkorak, dan fraktur basis crani sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara
lain frontoparietal (75%), temporal (10%), occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain
(10%). Sebagian besar fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (75-90%). Insiden
fraktur tulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0,02%), atau 42.409 orang
setiaptahunnya. Sejauh ini fraktur linear adalah jenis yang banyak, terutama pada anak
usia dibawah 5 tahun amerika serikat.
Akibat dari fraktur basis cranii akan menimbulkan beberapa masalah, salah
satunya perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat mengkaji
secara adekuat pasien fraktur basis cranii dan memulai tindakan keperawatannya.
Meskipun peran perawat dalam program pencegahan amat penting, perannya dalam
mengenali dan merawat pasien fraktur basis cranii juga tidak kalah pentingnya
[ CITATION Kat08 \l 1033 ].
6
7
pemahaman pada penulis agar dapat belajar dengan lebih baik lagi.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien Tn.B dengan diagnosa
medis Fraktur Carnial.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada Tn.B dengan diagnosa medis
Fraktur Carnial
1.3.2.5 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada Tn.B dengan diagnosa medis
Fraktur Carnial.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada Tn.B dengan diagnosa medis
Fraktur Carnial
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn.B dengan diagnosa medis
Fraktur Carnial.
1.3.2.8 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada Tn.B dengan diagnosa medis
Fraktur Carnial.
7
8
8
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep penyakit Fraktur Basis Cranii
2.1.1 Definisi Fraktur Basis Cranii
Fraktur Carnial adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tengkorak
yang tebal. Fraktur ini sering disertai dengan robekan ada duramater. Fraktur Carnial
sering terjadi ada 2 lokasi anatomi tertentu yaitu region temporal dan region occipital
condylar [ CITATION Kow112 \l 1033 ].
Fraktur Carnial dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fraktur fossa anterior
dan fraktur fossa posterior. Fraktur Carnial meruakan yang aling serius terjadi karena
melibatkan tulang-tulang dasar tengkorak dengan komplikasi otorrhea cairan
serebrosinal (cerebrospinal fluid) dan rhinorrhea.
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan Fraktur Carnial adalah
suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang tengkorak yang biasanya terjadi karena
adanya benturan secara langsung merupakan fraktur akibat benturan langsung ada
daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita) transmisi energi yang
berasal dari benturan ada wajah atau mandibula.
9
10
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis cranii. Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh
otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fossa cranii anterior, fossa cranii media
dan fossa cranii posterior.
10
11
Gambar 1. Basis cranii terdiri dari tiga rongga: fossa cranii anterior, fossa
cranii media dan fossa cranii posterior
Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera.
Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau
kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai
11
12
2) Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os
sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan
kiri yang menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala
minor os sphenoidalis dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus
dan a.oftalmica, sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars
petrosa os temporal. Dilateral terdapat pars squamous pars os temporal.
Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan minor
os sphenoidalis dilalui oleh n. lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n,
occulomotorius dan n. abducens.
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini
merupakan tempat yang paling lemah dari basis cranii. Secara anatomi
kelemahan ini disebabkan oleh banyak nya foramen dan canalis di daerah ini.
Cavum timpani dan sinus sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering
terkena cedera. Bocornya CSF dan keluarnya darah dari canalis acusticus
externus sering terjadi (otorrhea).
Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh
medulla oblongata dengan meningens yang meliputinya, pars spinalis
assendens n. accessories dan kedua a.vertebralis.
12
13
2.1.3 Etiologi
2.1.4 Klasifikasi
Fraktur tulang tengkorak dapat di klasifikasikan antara lain :
a. Fraktur sederhana (simple) merupakan suatu fraktur linear pada tulang
tengkorak
b. Fraktur depresi (depressed) terjadi apabila fragmen tulang tertekan ke
bagian lebih dalam dari tulang tengkorak
c. Fraktur campuran (compound) bila terdapat hubungan langsung dengan
lingkungan luar. Dapat disebabkan oleh laserasi pada fraktur atau suatu
fraktur basis cranii yang biasanya melalui sinus-sinus.
Fraktur cranium regio temporal terjadi pada 75 % dari seluruh kasus fraktur
basis cranii. Adapun tiga subtipe dari fraktur cranium regio temporal (Rasjad C,
2003), antara lain :
13
14
2.1.4 Patofisiologi
Tipe dari Fraktur Cranial yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini
mengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak dimana spinal cord lewat.
Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring
fracture in komplit lebih sering dijumai. Kematian biasannya terjadi seketika kamu
cedera batan otak disertai denan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada
dasar tengkorak.
14
15
juga dapat terjadi akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe vertical, arah benturan dari
inferior diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari ara superior
kemudian diteruskan kearah acciput atau mandibular.
15
16
16
Fraktur Carnial
17
B1: Breath B2: Blood B3: Brain B4: Bowel B5: Bladder B6: Bone
mfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kroon
ik ke aliran masuk d
18
19
am keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.
19
20
2.1.7 Komplikasi
Menurut Kowalak (2015), Komplikasi utama dari fraktur basis cranii yaitu :
2.1.7.1 Meningkatnya Tekanan Intrakranial (TIK)
2.1.7.2 Pendarahan
2.1.7.3 Kejang
2.1.7.4 Infeksi (trauma terbuka)
2.1.7.5 Depresi pernafasan dan gagal nafas
2.1.7.6 Paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang-tulang pendengaran
2.1.7.7 Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan
serebrospinal (CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan
menyebabkan meningitis
2.1.7.8 Sindrom vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii yang
terkait dengan gangguan nervus IX, X, dan XI
2.1.7.9 Sindrom Collet-Sicard adalah fraktur condyler occipital yang banyak berdampak
terhadap nervus IX, X, dan XII
20
21
21
22
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi
2.1.9.3 Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah rebound
(manitol 20%) diberikan dalam 30 menit.
Pemberian diulang setelah 6
jam dengan dosis 0,25-
0,5/kgBB dalam 30 menit
2 Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
(furosemid) manitol, karena
mempunyai efek sinergis
dan memperpanjang efek
osmotik serum mannitol
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
b) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menurun.
d) Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan
kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang
tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya,
bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikatkan
tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional).
Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan
bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yangf
dihasillkan. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat
pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, klien mengalami
mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat
badan, dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis
mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.
8) Kardiovaskular B2(Blood)
a) Irama jantung regular; S1,S2 tunggal.
b) Nyeri dada ada, biasanya skala 6 dari 10
c) Akral lembab
d) Saturasi Hb O2 hipoksia
9) Persyarafan B3 (Brain)
a) Keluhan pusing ada
b) Gangguan tidur ada
10)Perkemihan B4 (Bladder)
a) Kebersihan normal
b) Bentuk alat kelamin normal
c) Uretra normal
27
28
11)Pencernaan B5 (Bowel)
a) Anoreksi disertai mual
b) Berat badan menurun
12)Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
a) Berkeringat
b) Massa otot menurun
28
29
2.2.3.2 Intervensi 2 Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis (mis. Fraktur basis
cranii).
1. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
2. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Rencana tindakkan :
1. Monitor kecepatan, irama,kedalaman dan kesulitan bernafas
Rasional : untuk mengetahui perkembangan status kesehatan pasien
2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu
nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan status kesehatan pasien dan
mencegah komplkasi lanjutan
3. Posisikan semi-fowler atau fowler
Rasional : posisi semi-fowler atau fowler dapat mengurangi sesk napas
4. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada
adanya suara nafas buatan
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan status kesehatan pasien dan
mencegah komplkasi lanjutan
5. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
Rasional : Bronkodilator adalah sebuah substansi yang dapat memperlebar
luas permukaan bronkus dan bronkiolus pada paru-paru, dan membuat
kapasitas serapan oksigen paru-paru meningkat.
6. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
Rasional : mengoptimalkan keseimbangan cairan untuk mencegah komplikasi
lanjutan
7. Amati adanya dahak untuk jumlah, warna, konsistensi.
Rasional : Ini mungkin merupakan indikasi adanya perubahan pola
pernapasan
8. Ajarkan teknik batuk efektif
29
30
30
31
31
32
32
33
33
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
B. IDENTITAS PASIEN
Pada pengkajian pada hari Senin 14 september 2020, pukul : 13.25 WIB,
Nama klien Tn.B berusia 33 tahun, jenis kelamin laki-laki, suku
Jawa/Indonesia, beragama Islam, pekerjaan petani, pendidikan tamat SD,
status perkawinan menikah,alamat Jln. Belibis No 12, Tanggal masuk
Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 12
september 2020 dengan diagnosa medis Fraktur Cranial
C. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama :
Klien mengeluh pusing dibagian kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 6 oktober 2020 Tn.B mengalami kecelakaan lalu lintas
dan tak sadarkan diri. Pasien ditolong oleh polisi dan juga warga yang
berasa dilokasi kejadian. Pasien diantar ke Rumah sakit oleh polisi
dengan menggunakan mobil milik kepolisian. Pasien tiba di RSUD
Doris Sylvanus pada pukul 12.00 wib dan masuk melalui UGD.
Sesampainya di UGD dilakukan pengkajian pemeriksaan fisik secara
umum kepada Tn. B didapatkan hasil TTV = TD:130/80 mmHg nadi
68 kali permenit, RR: 16 kali permenit, dan suhu aksila 37,2 derajat
celcius. Pasien dipasangkan terpasang trakheostomi, alat bantu nafas
simple mask dengan flow oksigen 8 lpm, pada auskultasi paru
didapatkan ronchi basah di seluruh lapang paru. Pada hari yang sama
pada pukul 14.00 dengan persetujuan dari pasien dan keluarga pasien,
34
35
35
36
GENOGRAM KELUARGA :
KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Garis Keturunan
= Tinggal Serumah
= Pasien
36
37
D. PEMERIKASAAN FISIK
1 Keadaan Umum :
Kesadarn klien compos mentis, pasien tampak tampak lemas,
terpasang infus RL 20 tpm pada tangan sebelah kiri dan terpasang
trakheostomi serta oksigen simple mask 8 lpm
2. Status Mental :
Tingkat kesadaran klien Compos Menthis, wajah terlihat lemah dan
lesu, bentuk badan simetris, cara berbaring bebas, berbicara baik dan
jelas, suasana hati tenang, penampilan cukup rapi, fungsi kognitif
Orientasi waktu klien mengetahui saat pagi, sore dan malam, Orientasi
orang klien mengetahui petugas kesehatan dan keluarga, Orientasi
Tempat klien mengetahui bahwa dirinya berada diRumah Sakit.
3. Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian Suhu badan klien 37oC Axilla, Nadi 68 x/menit,
Pernapasan 16x/menit, Tekanan Darah 130/80 mmHg.
4. PERNAPASAN (BREATHING)
Bentuk Dada Simetris, Kebiasaan Merokok sejak 2 tahun yang lalu,
Nyeri dada tidak ada, tidak ada batuk ,terasa sesak nafas saat ingin
melakukan aktivitas, terdapat sekret berwarna putih keruh, Tipe
pernafasan dada, Irama pernafasan teratur, suara nafas vesikuler,
terdengar suara nafas ronchi diseluruh lapang paru
Keluhan lainnya :
Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan :
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
5. CARDIOVASCULER (BLEEDING)
Tidak ada nyeri, Capillary refil < 2 detik, tidak ada odema, tidak
terdapat sianosis, Ictus Cordis terlihat, vena jugularis tidak
meningkat,suara jantung normal S1 S2 Tunggal lub dub.
37
38
Keluhan lainnya :
Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
6. PERSYARAFAN (BRAIN)
Penilaian kesadaran pada Ny.S di dapatkan nilai GCS, E : 4 (spontan
membuka mata), V : 5 (berbicara dengan baik dan jelas), M : 6
(mengikuti perintah pemeriksa dengan baik), Total nilai GCS 15,
Kesadaran Compos Menthis, Pupil isokor, sklera putih, konjungtiva
merah muda, Refleks cahaya kanan (positif) dan kiri (positif).
Uji Syaraf Kranial Nervus Kranial I (Olfaktorius) : klien dapat
mencium aroma minyak kayu putih, Nervus Kranial II (Optikus) :
klien dapat melihat dengan baik, Nervus Karnial III ( Okulomotorus) :
klien dapat menggerakkan kongjungtiva dan reklek pupil, Nervus
Kranial IV (Troklearis) : klien dapat menggerakkan bola mata ke atas
dan ke bawah, Nevus Kranial V (Trigeminus) : klien dapat
menggerakkan rahaang ke semua arah, Nervus Kranial VI (Abdosen) :
klien dapat menggerakkan mata ke semua sisi, Nervus Kranial VII
(Fasialis) : klien dapat menerima rangsangan wajahnya, Nervus
Kranial VIII (Vestibuloakustikus) : klien dapat mendengarkan orang
berbicara, Nervus IX (Glosafaringus) : klien dapat menelan, Nervus
Kranial X (Vagus) : tidak dilakukan, Nervus Kranial XI (Aksesorius) :
klien dapat menggerakkan kepalanya, Nervus Kranial XII
(Hipoglosus) : klien dapat menjulurkan lidanya. Uji koordinasi
ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, ekstrimitas
bawah tumit ke jempol kaki positif. Uji kestablian tubuh positif, Bisep
kanan dan kiri skala + 2 Trisep, kanan dan kiri skala +2.
Brakidioradialis kanan dan kiri skala +2 refleks lainnya normal, reflek
patologis kaku kuduk dan kernig sign positif, TIK meningkat
Keluhan lainnya : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Resiko perfusi Serebral Tidak Efektif
38
39
39
40
Gerakan bola mata bergerak normal, Visus mata kanan (COD) + mata
kiri (VOS) + Selera Normal/putih, Kongjutiva merah muda, fungsi
pendengaran baik, kronea bening, hidung/penciuman beentuk simetris.
Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan
40
41
41
42
42
43
5. Orang berarti/terdekat :
Orang yang paling dekat dengan Tn. B adalah istri dan anak
keluarganya
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Klien menggubnakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama
keluarga dan beristirahat.
7. Kegiatan beribadah :
Untuk kegiatan beribadah klien hanya bisa berada di atas tempat tidur
43
44
44
45
2. Radiologis
2.1 CT-SCAN dilakukan pada tanggal 25 september 2020
Jam : 15.15 WIB
Gambar 2.1
A) CT-Scan pasien dengan fraktur cranial, tampak Tampak adanya
pendarahan intracerebri dan memar pada sekitar cranial
45
46
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Nama Obat Rute Dosis Indikasi
infus RL IV 20 tpm Untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi
ciprofloxacin Oral 2x 400 mg antibiotik sintesis yang bekerja
dengan menghentikan
pertumbuhan bakteri pada
manusia
cefazolin oral 2x 100 mg Mengobati infeksi bakteri dan
Mencegah infeksi bakteri sebelum
dan pasca operasi
antrain oral 2x100 mg Antrain dapat meringankan rasa
sakit, terutama nyeri kolik dan
sakit setelah operasi.
Wila Hakiki
46
47
ANALISIS DATA
Do :
- reflek patologis kaku Penurunan sirkulasi darah
kuduk dan kernig sign ke otak
positif.
- pasien tampak lemah
- TTV Penurunanan suplai
TD : 130/80 mmHg. oksigen ke otak
S : 37oC
N : 68 x/menit
RR : 16 x/menit Resiko Perfusi Serebral
Tidak Efektif
47
48
Do : dipsnea
- Terpasang
trakheostomy
- Pasien tampak lemah efek prosedur invasif
- TTV
TD : 130/80 mmHg.
S : 37oC Resiko Infeksi
N : 68 x/menit
RR : 16 x/menit
Ds : Cedera Kepala Intoleransi Aktivitas
Pasien mengatakan
dirinya cepat lelah dan
kepala terasa pusing dan Penurunan sirkulasi darah
sedikit sesak ke otak
Do :
- Pasien tampak lelah
- Dipsnea Hipoksia
- Terpasang oksigen
simple mask 8 lpm
- TTV Kelelahan/kelemahan
TD : 130/80 mmHg.
S : 37oC
N : 68 x/menit Tirah baring
RR : 16 x/menit
Intoleransi Aktivitas
48
49
PRIORITAS MASALAH
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d Akumulasi sputum d.d Klien
mengatakan sesak nafas, RR 16 x/menit, Terdengar suara nafas ronchi
diseluruh lapang paru, Terdapat sekret berwarna putih keruh, Terpasang
trakheostomi, Terpasang Oksigen simple mask 8 lpm
2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d penurunan sirkulasi darah ke
otak d.d reflek patologis kaku kuduk dan kernig sign positif, pasien
tampak lemah, Tekanan darah 130/80 mmHg, Suhu 37oC, Nadi 68
x/menit, RR 16x/menit.
3. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen d.d Pasien mengatakan dirinya cepat lelah dan kepala terasa
pusing dan sedikit sesak, Pasien tampak lelah, Dipsnea, Terpasang oksigen
simple mask 8 lpm, Tekanan darah 130/80 mmHg, Suhu 37oC, Nadi 68
x/menit, RR 16x/menit.
4. Resiko Infeksi d.d efek prosedur invasif (mis. pemasangan trakeostomi)
49
50
RENCANA KEPERAWATAN
50
51
51
52
52
53
53
59
59
60
Wila
Hakiki
60
61
Wila
Hakiki
61
62
4 6/10/2020 Dx4
S:-
1. Memonitor tanda dan gejala
infeksi lokal atau sistemik O : - faktor resiko infeksi berkurang
2. Mencuci tangan sebelum dan - Tidak terjadi infeksi
sesudah kontak dengan pasien A : Masalah teratasi
dan lingkungan pasien P : Hentikan Intervensi
3. Menjelaskan tanda dan gejala
infeksi
4. Mengajarkan cara
memeriksakondisi luka atau
luka operasi
5. Mengajarkan meningkatkan
asupan cairan
62
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jadi, Fraktur cranial adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang
tengkorak yang biasanya terjadi karena adanya benturan secara langsung
merupakan fraktur akibat benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak
(oksiput, mastoid, supraorbita) transmisi energy yang berasal dari benturan ada
wajah atau mandibular. Penyebab dari fraktur basis cranial yaitu Kecelakaan
kendaraan atau transportasi, Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan
dengan olahraga, Kejahatan dan tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari fraktur
basis cranii yang umum yaitu terjadi penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan
adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya Meningkatnya tekanan
intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi (trauma terbuka), Depresi
pernapasan dan gagal napas, dan paralisis otot-otot paralisis.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan
pembedahan, dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu
memantau ttv, adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah
infeksi akibat pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai
dari pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer,
pengkajian sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa
keperawatan dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.
4.2 Saran
Disarankan untuk pembaca Asuhan keperawatan ini agar tetap membaca
literature-literatur lainnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
penyakit fraktur basis cranii
DAFTAR PUSTAKA
Otorisasi
Disusun oleh:
Wila Hakiki
1. Definisi Oksigenasi.
Inhalasi Oksigenasi adalah memasukkan oksigen kedalam paru-paru melalui
saluran pernafasan dengan menggunakan alat-alat khusus. Oksigenasi adalah
suatu tindakan yang memberikan tambahan oksigen kepada klien yang
membutuhkan.
2. Tujuan
a) Kanul
- Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat kebutuhan
oksigen minimal
- Memberikan oksigen yang tak terputus saat klien makan atau minum.
- Mempertahankan dan menigkatkan Oksigenasi.
- Mencegah atu mengatasi hipoksia.
3. Ruang Lingkup
Semua pasien anak dan dewasa yang memerlukan oksigen.
4. Kriteria Pencapaian
66
NO KEGIATAN/TINDAKAN
A
FASE ORIENTASI
1 Mempersiapkan alat
Semua alat dan bahan diatas baki dan taruh diatas troli
2 Memberi salam dan menyapa nama klien
‘Selamat pagi bapak/ibu apa kabar hari,bagai mana keadan nya sekarang,
apaa ada keluhan?”.
3 Memperkenalkan diri
Perkenalkan bapak nama saya Viona Rizky Febriasesa mahasiswa
STIKES Eka Harap Palangka Raya yg bertugas pada pagi untuk merawat
bapa dari pukul 07.00 sampai pukul 02.00. Bagai mana bapa masih ingat
nama saya.
4 Melakukan anamnesa
Menanyakan dengan lembut dan tenang :
Maaf apa benar ini dengan Tn.S nama lengkapnya boleh saya tau bapak.
68
“Baik” bagai mana keadan bapa apakah ada masalah pada bagian mulut,
lidah, gigi, gusi, tenggorokan, perut, rektum dan anus.
5 Menjelaskan prosedur kepada pasien
a. Membawa alat ke dekat pasien
b. Menjelaskan tujuan dari pemeriksaan fisik
c. Menjelaskan langkah – langkah kegiatan
6 Melakukan Kontrak Waktu
Bagaimana bapak apakah bersedia? Baiklah bapak akan kita mulai
pemeriksaan, waktu pelaksaan kurang lebih 30 menit.
Jika pasien tidak bersedia maka jelaskan kembali kepada pasien dan
keluarga dan tujuan lebih ditegaskan.
bapak pemeriksaan ini berguna untuk bapak karena jika tidak dilakukan
pemeriksaan ini kami akan mengalami kesulitan bahkan tidak dapat
menentukan tindak lanjut dalam perawatan bapak…”
FASE KERJA
7 Menutup sampiran atau sketsel
Menutup pintu dan gorden jendela yang ada di kamar pasien jika pasien
di kamar sendiri, Apabila pasien berada pada bangsal, mengambil sketsel
dari tempat alat di bawa ke kamar pasien pasang sketsel tepat di antara
pasien yang di lakukan tindakan dengan pasien yang lain, sebelumnnya
minta izin terlebih dahulu kepada pasien dan keluarga (permisi ibu/bapak
ini saya akan memasang sampiran/sketsel), kemudian meminta keluarga
untuk keluar dari ruangan.
Mohon maaf bapak/ibu keluarga pasien untuk sementara mohon untuk
menunggu diluar karena akan dilakukan tindakan agar pasiennya tidak
kepanasan karena kita berebutan udara didalam” (seraya tersenyum).
8
Mencuci tangan bersih (Lihat SOP Terkait)
9
Memasang sarung tangan bersih (Lihat SOP Terkait)
10 Memposisikan pasien semifowler
Mengatur posisi pasien semifowler
“Permisi Ibu/bapak saya akan mengatur posisi ibu/bapak terlentang
dengan menggunakan 1 bantal di bagian kepala, tujuan posisi ini agar
mempermudah saya dalam melakukan tindakan”
69