Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. H DENGAN DIAGNOSA KONJUNGTIVITIS


GONOKOKAL SISTEM PENGIDERAAN

Oleh :
Nama : Julisa Mahendra
NIM : 2018.C.10a.0939

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Julisa Mahendra
NIM : 2018.C.10a.0939
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. H
Dengan Diagnosa Konjungtivitis Gonokokal di ruang Sistem
Pengideraan RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melakukanasuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikanPraktik Pra Klinik Keperawatan 2 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui
Ketua Program Studi Pembimbing Akademik
Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. Rimba Aprianti, S.Kep., Ners

i
ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “ Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn.H DenganDiagnosa Konjungtivitis Gonokokal di ruang Sistem Pengideraan
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK 2).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Nersselaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Nersselaku coordinator Praktik Pra Klinik 2
Program Studi Sarjana Keperawatan
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 23 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
2.1 Konsep Penyakit.................................................................................4
2.1.1 Anatomi Fisologi....................................................................4
2.1.2 Definisi...................................................................................5
2.1.3 Etiologi...................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi...............................................................................6
2.1.5 Fatosiologi (Pathway) ............................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis ..................................................................11
2.1.7 Komplikasi .............................................................................11
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang .......................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ..........................................................13
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan .....................................................15
2.2.1 Pengkajian Keperawatan .........................................................15
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................16
2.2.3 Intervensi Keperawatan ...........................................................16
2.2.4 Implementasi Keperawatan .....................................................18
2.2.5 Evaluasi Keperawatan .............................................................18
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................19
3.1 Pengkajian................................................................................28
3.2 Diagnosa ..................................................................................31
3.3 Intervensi .................................................................................31
3.4 Implementasi............................................................................31
3.5 Evaluasi ...................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata adalah suatu panca indra yang sangat penting dalam kehidupan manusia
untuk melihat. Jika mata mengalami gangguan atau penyakit mata, maka akan
berakibat sangat fatal bagi kehidupan manusia (Ongko, 2013). Keluhan terhadap
gangguan mata dianggap hal yang biasa dalam keseharian dan menganggap keluhan
tersebut dapat hilang dengan sendirinya. Tentunya keluhan tersebut merupakan gejala
awal dari penyakit mata. Dalam ilmu penyakit mata, mata dikatakan dalam keadaan
darurat bila terdapat keadaan dimana mata akan terancam kehilangan fungsi
penglihatan atau akan terjadi kebutaan bila tidak dilakukan tindakan ataupun
pengobatan secepatnya (Effendy dkk, 2014).
Salah satu organ yang sangat fital pada mata adalah konjungtiva. Konjungtiva
merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang membungkus permukaan
posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sclera
(konjungtiva bulbaris). Fungsi konjungtiva yaitu pelindung bagi sklera dan memberi
pelumas pada bola mata. Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah. Karena
lokasi konjungtiva berada di atas atau depan sklera, menyebabkan terjadinya
terkondaminasi oleh banyak mikroorganisme dan faktorfaktor lingkungan lainnya
(Sudibjo, 2011).
Ada banyak penyakit mata yang berhubungan dengan konjungtiva, diantaranya
konjungtivitis, episkleritis, skleritis, pterygium (Lampiran A).Konjungtivitis
merupakan suatu peradangan yang terjadi pada konjungtiva, danpenyakit ini
merupakan penyakit mata yang paling umum di dunia.Insidenkonjungtivitis di
Indonesia berkisar antara 2-75%, yakni 10% dari berbagaigolongan umur menderita
konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10penyakit mata, konjungtivitis
menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainanrefraksi (25,35%) (Minarni dan
Ariani, 2013).
Dampak konjungtivitis apabila tidak diobati dalam 12 sampai 48 jam setelah
infeksi di mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Perawatan mata juga termasuk dalam
personal hygiene yang perlu diperhatikan dalam masyarakat. Jika tidak diobati bisa
terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan dan katarak.
(Ramadhanisa, 2014). Untuk mencegah dan menghindari komplikasi dan dampak dari
konjungtivitis, maka masyarakat perlu mempunyai pengetahuan tentang bagaimana
penatalaksanaan konjungtivitis dengan baik, karena saat ini masih banyak orang yang
mempersepsikan konjungtivitis dengan pemahaman yang kurang tepat terutama
dalam pengobatannya.
Penting bagi kita untuk menjaga mata karena pengetahuan menurut
Notoatmodjo (2010), adalah hasil dari tahu yang dapat diketahui setelah orang

1
2

melakukan proses penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi


melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga dan sangat erat hubungannya dengan pendidikan baik secara formal maupun
informal,pengetahuan kesehatan yang baik dapat meningkatkan perilaku sehat
seseorang. Pengetahuan tentang bagaimana menjaga kesehatan mata sangat penting
dimiliki masyarakat karena salah satu faktor yang dapat menularkan penyakit mata
seperti konjungtivitis adalah pengetahuan seseorang. Jika seseorang memiliki
pengetahuan yang baik dan benar artinya ia memiliki dasar untuk berperilaku secara
benar pula karena pengetahuan dan sikap sangat mempengaruhi prilaku seseorang.
Dari data yang didapat melalui hasil pengamatan pengumpulan data dapat dilihat
masih ada masyarakat yang belum memahami dan mengerti cara pencegahan dan
penatalaksanaan penyakit konjugtivitis. Untuk itu perlu ditingkatkan pengetahuan dan
sikap masyarakat tentangpengobatan non farmakologi konjungtivitis yang tepat, dan
masih ada masyarakat yang menganggap remeh penyakit konjungtivitis sehingga
mereka enggan untuk berobat ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang terdekat.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan pembahas
penyakit konjungtivitisi Gonokokal Sistem pingenderaan

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis mengambil
rumusan masalah bagimana cara memberikan asuhan keperawatan kebutuhan dasar
manusia pada pasein dengan Konjungtivits Gonokokal pada Tn. H diruang Sistem
Penginderaan RSUD dr. Doris Sylvanus

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien Tn.
HDengan penyakit Konjungtivitis Gonokokal Di ruang Sistem Pingederaan RSUD
dr. Doris Sylvanus
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
1.3.2.2 Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
1.3.2.3 Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
3

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk mengembangkan ilmu dan wawasan dari ilmu keperawatan khususnya
penyakit tuberculosis paru dan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Menambah informasi mengenai penyakit Konjungtivitis Gonokokal dan
pengobatannya sehingga dapat digunakan untuk membantu program pemerintah
dalam pemberantasan tuberculosis paru
1.4.3 Untuk Institusi
Sebagai bahan atau sumber data bagi penneliti berikutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis dan
untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun internasional.
1.4.4 Untuk IPTEK
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama dalam
keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan pada masyarakat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep penyakit


2.1.1 Anatomi Fisiologi
Konjungtivamerupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris), karena lokasinya, konjungtiva
rentan terpapar oleh banyak mikroorganisme dan substansi dari lingkungan luar.
Menurut Alena, et al (2014), konjungtiva penuh dengan saluran limfatik
menghubungkan ke node parotid dan submandibular (Alena et al, 2014).
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum
orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
sekretorik (Vaughan, 2011).

(Gambar 1. Konjutivita)
2. Histologi
Konjungtivamerupakanselaputlendir tipisyangmelapisipermukaan
dalamkelopak mata danpermukaananteriormata. Selainberfungsisebagai pelindung,
konjungtivamemungkinkankelopakmatauntuk bergerak dengan
mudah.Epitelkonjungtivaterdiridariduahinggalimalapisanselkolumnardanlaminabasal(
Klintworth,Cummings,2007).Lapisanepitelkonjungtivadidekatlimbus,diatascaruncula,
dandidekatpersambunganmukokutanpadatepikelopakmataterdiriatassel-
seiepitelskuamosabertingkat.Sel-selepitelsuperfisial mengandung sel-
selgobletbulatatauovalyang mensekresimukus (Vaugan, 2011).
Konjungtivadapatdibagimenjadikedalamtigabagian.Konjungtivapalpebralis
adalah lapisan pada permukaan dalam kelopak
mata.Konjungtivabulbaradalahlapisanyangmelapisipermukaananteriormatadari
limbus sampai sklera anterior. Konjungtiva bulbar dan konjungtivapalpebralis
bertemu pada fornik superior dan inferior (Klintworth,Cummings, 2007).

4
5

Lapisaninferior kelopakmataadalahmembranmukosayang disebut


konjungtivapalpebra. Epitelkonjungtivapalpebraadalahepitelberlapis kolumnar
rendahdengansedikitselgoblet.Epitelberlapisgepeng kulittipis berlanjuthingga ke
tepikelopak mata dankemudian menyatumenjadiepitel berlapis silindris
konjungtivapalpebra(Difiore, 2008).
Konjungtivabulbar dimulaipada limbus,dimana titikepitelkornea secara
bertahapdigantikanoleh epitelkonjungtivadanterusmelewatisclera hinggaforniks
superiordan inferior(Klintworth, Cummings, 2007).

2.1.2 Definisi
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi
permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun
kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik,
berkaitan dengan penyakit sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat
terjadi pula karena asap, angina dan sinar (Ilyas, 2008; 2014).Tanda dan gejala umum
pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran pada mata, mata terasa panas
seperti ada benda asing yang masuk, mata berair, kelopak mata lengket, penglihatan
terganggu, serta mudah menular mengenai kedua mata
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis
pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari
ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan
tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya
eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis
gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis melalui hubungan
seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya
konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah
infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus
kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis
gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung
antibiotik (Medicastore, 2009).
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis
maupun asimptomatis (Daili, 2009). Penyakit ini dikategorikan modern dan luas oleh
karena berbagai patogen termasuk virus, bakteri, jamur, dan protozoa,yang
menampakkan diri dalam berbagai gejala klinis yang sama.
6

Gonore adalah salah satu penyakit menular seksual paling umum yang
disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae (Irianto, 2014). Neisseria gonorrhoeae
(N. Gonorrhoeae) merupakan bakteri diplokokkus gram negatif dan manusia
merupakan satu-satunya faktor host alamiah untuk gonokokus, infeksi gonore hampir
selalu ditularkan saat aktivitas seksual (Sari et al., 2012). Menurut Irianto (2014)
bahwa setiap tahunnya kasus gonore lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.

2.1.3 Etiologi
Etiologi Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
1) Infeksi oleh virus, bakteri, atau clamidia.
2) Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
3) Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.
4) Pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa
menyebabkan konjungtivitis.

2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan agen penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi empat yaitu
konjungtivitis karena bakteri, virus, alergen dan jamur (Ilyas dkk, 2010).
1) Konjungtivitis bakteri

(Gambar. 1 Konjutivitis Bakteri )


Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh
bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah,
sekret pada mata dan iritasi pada mata (James, 2005). Konjungtivitis bakteri dapat
dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik.
Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya di sebabkan oleh N gonnorhoeae,
Neisseriakochii, dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptus. Penyebab yang paling sering
pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escheria colli,
sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada
pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai
mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan
7

imunodefisiensi (Marlin, 2009). Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh


flora normal seperti streptococci, staphylococci, dan jenis Corynebacterium.
Perubahan mekanisme pada pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora
normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.Perubahan pada flora normal dapat
terjadi karena kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui
alliran darah (Rapuano, 2008). Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang
merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta
resistensi terhadap antibiotik (Vischer, 2009).

2) Konjungtivitis virus

( Gambar.2 Konjutivitis Virus )


Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai
jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga
infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada
konjungtivitis bakteri (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus
adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus
yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh virus
Varicela zoster, picornavirus (enterovirus 70, coxsackie A24), poxvirus, dan human
immunodeficiency virus (Scott, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan
dapat menular melalui di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang
menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas,
2008). Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis
konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009).

3) Konjungtivitis alergi

( Gambar 3. Konjutivitis Alergi )


8

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem
imun (Cuvillo et al,2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada
alergi di konjunngtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi
musiman dan konjungtivitis alergi tumbuhtumbuhanyang biasanya dikelompokkan
dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan
konjungtivtis papilar raksasa (Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor risiko pada konjungtivitis alergi berbedabeda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan
biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan
rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering
ditandai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis
atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis
papilar pada penggunaan lensa kontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).

4) Konjungtivitis jamur

(Gambar 4. Konjungtivitis Jamur)


Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun
yang terganggu.Selain candida sp, penyakit ini juga bisa disebabkan oleh Sporothrix
schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang
(Vaughan, 2010).

2.1.5 Patosiologi
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan
kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka
sempurna. Karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan
konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan
ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah, edema, rasa nyeri dan adanya
sekret mukopurulen (Silverman, 2010).
9

Konjungtiva, karena posisinya terpapar pada banyak organisme dan faktor


lingkungan lain yang mengganggu. Ada beberapa mekanisme melindungi permukaan
mata dari substansi luar, seperti air mata. Pada film air mata, unsur berairnya
mengencerkan infeksi bakteri, mucus menangkap debris dan mekanisme memompa
dari palpebra secara tetap akan mengalirkan air mata ke ductus air mata. Air mata
mengandung substansi anti mikroba termasuk lisozim. Adanya agen perusak,
menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel
dan eksfoliasi, hipertropi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada
stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertropi lapis limfoid stroma atau pembentukan
folikel. Sel-sel radang bermigrasi melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian
bergabung dengan fibrin dan pus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva
yang menyebabkanperlengketan tepian palpebra pada saat bangun tidur (Bielory,
2010; Majmudar, 2010).
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-
pembuluh mata konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling
nyata pada formiks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini
biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertropi papilla yang sering disertai sensasi
benda asing dan sensasi tergores, panas atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air
mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemi dan
menambah jumlah air mata (More, 2009)
10

PATWAY
Masuk mata melalui udara/ Kontak langsung

Menembus tear film di meatus nasi inferior

Terjadi pengencaran materi infeksi

Kurang
Mucus menangkap debris informasi
Erosi kornea sekresi Defisit pengetahuan
Air mata dihanyutkan di duktus air mata mucus berlebihan

Air mata mengandung substansi


antimikroba termasuk lisozim Proses infeksi

Peradangan di konjungtiva

Infiltrasi di otot Agen cedera Resiko Nyeri Sel radang menuju stroma kunjutivita
Di latasi pembuluh konjutivita posterior melalui epitel permukaan
perusak Penyebaran
Infeksi ke
Gangguan Rasa
Resiko Infeksi Nyaman Sel mucus dan fibrin bergabung jadi 1
Palpebral Cedera epitel
superior berat konjutivita Ansietas
untuk diangkat Gangguan citra
Hiporemia Pembentukan eksudat konjutivita
tubuh
( Kemerahan)
Edema epitel
Pseudoptosis Mencapai membrane
epitel
Pembengkakan dan hipertrofi dipapila Perlengketan
Kematian sel tepian palpebra
Resiko cedera Mata peka
dan terhadap cahaya Sensasi benda asing, tergores, panas Terkumpulnya eksudat
eksfoliasi dan gatal diserabut anatara tarsus
Bila epitel diangkat
Bila eksudat
meninggalkan
diangkat epitel
Hipertrofi Sensasi berlebih permukaan yang kasar
Merangsang sekresi air mata tetap utuh
epitel dan berdarah Penonjolan di
pada mata/
konjutivita
fotofobia
Pseudomembran Membran Hipertrofi papilar
Peningkatan jumlah air mata
11

2.1.6 Manifestasi Klinis


Risiko tertular infeksi gonokokal pada pria setelah terpapar satu kali adalah
sekitar 20% dan akan terus meningkat pada paparan berikutnya menjadi 60-80%.
Sedangkan risiko tertular pada wanita hanya 50-70% per kali kontak. Manifestasi
klinik dari gonore dapat berupa gejala simptomatik maupun asimptomatik. Infeksi
gonokokus terjadi pada area yang dilapisi dengan epitel kolumner, di antaranya
serviks, uretra, rektum, faring, dan konjungtiva.
Pada pria sering terjadi gejala klinis simptomatik tanpa
komplikasi.Manifestasi mayor adalah uretritis akut dengan gejala keluarnya duh
tubuh uretra yang mukoid atau mukopurulen, diikuti kemudian dengan disuria yang
lebih sering dirasakan seperti terbakar, frekuensi miksi yang meningkat, dan
keluarnya tetes darah di akhir miksi. Meatus uretra eksterna sering mengalami edema
dan tampak eritematus.
Sedangkan pada wanita, gejala seringkali asimptomatik (60-80%).Hal ini
disebabkan karena pendeknya uretra wanita dan gonokokus lebih banyak menyerang
serviks. Lokasi infeksi gonokokus pada wanita yang paling sering adalah endoserviks
(80-90%), uretra (80%), rektum (40%), dan faring (10-20%). Keluhan yang paling
sering adalah adanya duh tubuh serviks yang mukopurulen, disuria, intermenstrual
bleeding, dispareunia dan menoragia.
Pada bayi yang baru lahir, dapat terjadi infeksi pada mata yaitu oftalmia
gonokokus neonatorum yang didapat ketika melewati jalan lahir yang terinfeksi.
Konjungtivitis awal cepat berkembang, dan jika tidak diterapi, dapat berakhir pada
kebutaan.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi terjadi bila pengobatan tidak segera dilakukan atau pengobatan
sebelumnya tidak adekuat. Infeksi dapat menjalar ke uretra bagian belakang secara
ascendent. Pada pria, komplikasi yang dapat ditemukan yaitu epididimitis, prostatitis,
cowperitis, dan sistitis.
Pada wanita, komplikasi yang paling sering terjadi adalah Pelvic
Inflammatory Disease (PID). PID dapat menyebabkan perlukaan/scarring pada tuba
falopi yang dapat mengakibatkan meningkatnya risiko infertilitas dan kehamilan
ektopik sehingga membutuhkan hospitalisasi.
Komplikasi sistemik juga dapat terjadi, yang umumnya disebut sebagai
infeksi gonokokal diseminata. Penyebaran infeksi sistemik terjadi melalui aliran
darah. Terjadi lebih sering pada wanita dan berasosiasi erat dengan menstruasi.Gejala
yang timbul dapat berupa demam, poliarthralgia yang berpindah, dan timbulnya
pustula pada kulit. Sebanyak 1-3% dari penderita dengan infeksi gonokokal
diseminata dapat mengalami meningitis dan endokarditis.
12

2.1.8 Pemerikasaan Penunjang


Infeksi gonokokal dapat dikenali melalui tanda dan gejala khas. Namun pada
saat penyakit diseminata (sistemik) atau traktus reproduksi atas terjadi, mukosa
tempat infeksi primer dapat tampak normal dan pasien tidak mengalami tanda dan
gejala lokal. Oleh karena itu, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis gonore.
A. Spesimen
Pus dan sekret diambil dari uretra, serviks, rektum, konjungtiva, faring,
atau cairan sinovial untuk kultur dan apusan. Kultur darah penting pada
penyakit sistemik, tetapi sistem kultur khusus dapat membantu, karena
gonokok dapat peka terhadap polyanethol sulfonate yang terdapat pada
media kultur darah standar.
B. Pengecatan Gram
Diagnosis cepat infeksi gonokokal melalui pengecatan Gram dari eksudat
uretra telah diterima secara luas. Hasil positif jika ditemukan adanya
leukosit PMN dengan diplokokus Gram negatif intraseluler. Pada pria
dengan gejala uretritis, tes ini disebutkan sangat spesifik (>99%) dan
sensitif (>95%), sehingga hasil positif dapat dianggap diagnostik. Namun,
hasil negatif pada pengecatan Gram tidak dianjurkan untuk menyingkirkan
diagnosis pada pria yang asimptomatis.Pada wanita, pewarnaan Gram dari
apusan endoserviks tidak sensitif (30-60%), namun mendukung diagnosis
cepat bila ditemukan dengan gejala klinis Pelvic Inflammatory Disease
(PID), endoservisitis dengan duh tubuh purulen, atau riwayat pajanan
infeksi gonokokal. Sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis.
C. Kultur
Spesimen kultur diambil dari swab endoserviks (wanita) dan uretra (pria),
namun dapat juga diambil dari rektum dan faring. Sampel diinokulasi ke
plate modifikasi Thayer-Martin (yang diperkaya) atau media selektif
gonokokal lainnya. Inkubasi dilakukan dalam atmosfer yang mengandung
CO2 5% (stoples berisi lilin kemudian ditutup hingga padam) pada suhu
ruang 37°C. Apabila tidak dapat dilakukan inkubasi segera, spesimen
dapat ditempatkan di media transport yang mengandung CO2.Pemeriksaan
dengan media kultur selektif Thayer-Martin pada biakan bakteri Neisseria
gonorrhoeae memberikan hasil biakan koloni bakteri yang translusen dan
tidak berpigmen berukuran 0,5-1,0 mm. 48 jam setelah kultur, organisme
dapat diidentifikasi berdasarkan bentuknya pada pengecatan gram,
oksidase positif, koagulasi, pewarnaan imunofluoresen, dan uji
laboratorium lainnya.
13

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


2.1.9.1 Terapi Suporti
Air mata buatan dapat diberikan 4 kali per hari.Pemberian air mata buatan dapat
membantu mengurangi keluhan, melarutkan, serta membilas alergen dan mediator-
mediator inflamasi yang terdapat pada permukaan mata.Sebaiknya gunakan air mata
buatan yang tidak mengandung bahan pengawet dan dalam kemasan single-dose agar
kemasan tetes mata tidak menjadi media penularan.
Antihistamin dan vasokonstriktor topikal (misalnya: antazoline, xylometazoline)
dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal yang berat.
Steroid topikal, misalnya prednisolone 0,5% sebanyak 4 kali per hari dapat
diberikan pada konjungtivitis dengan gejala berat, pembentukan pseudomembran,
atau adanya infiltrat subepitel yang mengganggu penglihatan. Penggunaan steroid
topikal harus hati-hati karena dapat membantu replikasi virus dan memperpanjang
masa penularan.Evaluasi tekanan intraokular harus dilakukan berkala pada
penggunaan jangka panjang.
Irigasi mata dapat dilakukan untuk mengurangi sekret mata yang banyak,
misalnya pada kasus konjungtivitis akibat infeksi Neisseria gonorrhoeae.Kompres
dingin juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan.Pasien juga diminta untuk
menghentikan penggunaan lensa kontak untuk sementara.

2.1.9.2 Medikamentosa
Terapi medikamentosa konjungtivitis disesuaikan dengan penyebab yang
melatarbelakangi.
1. Konjungtivitis Viral
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk konjungtivitis viral oleh
infeksi adenovirus.Terapi menggunakan antivirus topikal, dilaporkan tidak
efektif untuk konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus.
Antiviral topikal seperti gel ganciclovir, salep idoxuridine, salep vidarabine,
dan tetes mata trifluridine biasanya digunakan pada kasus konjungtivitis
akibat infeksi virus herpes simpleks.  Pada kasus konjungtivitis akibat infeksi
virus varicella zoster, pasien diberikan antiviral berupa asiklovir 5 x 600-800
mg/ hari selama 7-10 hari. Valasiklovir 3x1000 mg/hari dan famsiklovir 3 x
500 mg/ hari selama 7-10 hari pemberian juga dapat digunakan untuk
mengobati konjungtivitis pada herpes zoster. Terapi antibiotik topikal
biasanya diberikan bila ada risiko superinfeksi oleh bakteri.
2. Konjungtivitis Bakterial
Terapi medikamentosa konjungtivitis bakterial dapat berupa pemberian
antibiotik topikal seperti kloramfenikol, aminoglikosida (gentamisin,
neomisin, tobramisin), kuinolon (ofloxacin, levofloxacin, dan sebagainya),
makrolid (azitromisin, eritromisin), polimiksin B, dan bacitracin.Pemberian
14

antibiotik topikal biasanya dengan dosis 4 kali per hari selama 1 minggu
pemberian.Pada kasus dengan gejala yang berat, pemberian antibiotik dapat
lebih sering untuk mempercepat penyembuhan, mencegah reinfeksi, dan
mencegah penularan.
Antibiotik topikal dalam bentuk salep dan gel akan mencapai konsentrasi yang
lebih tinggi karena kontak yang lebih lama, namun tidak dapat digunakan
pada siang hari karena menyebabkan penglihatan kabur.
Untuk kasus konjungtivitis Neisseria gonorrhoeae antibiotik topikal pilihan
adalahkuinolon, gentamisin, kloramfenikol, atau bacitracin dengan frekuensi
pemberian setiap 1-2 jam sekali disertai pemberian antibiotik sistemik
golongan sefalosporin generasi ketiga dan beberapa antibiotik golongan
makrolida.
Antibiotik sistemik yang dapat digunakan pada konjungtivitisHaemophilus
influenzae(khususnya pada anak) adalah amoksisilin klavulanat.
Konjungtivitis akibatinfeksiMeningococcus dapat diberikan ceftriaxone,
cefotaxime, benzilpenisilin, atau ciprofloxacin.
Pada kasus infeksi Chlamydia trachomatis, antibiotik sistemik pilihan adalah
azithromycin 1 gram dosis tunggal, dapat diulang 1 minggu kemudian.
Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah doxycycline 2 x 100 mg selama
10 hari, eritromisin 2 x 500 mg selama 14 hari, amoksisilin, atau
ciprofloxacin.
3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dapat diterapi menggunakan beberapa jenis obat
sepertiantihistamintopikal, mast cell stabilizer, vasokonstriktor, kortikosteroid,
dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS).
Antihistamin topikal mata yang dapat digunakan adalah epinastine dan
azelastine.
Antihistamin oral juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal
sehingga pasien tidak mengusap mata terus menerus.Mast cell
stabilizer digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk mencegah proses
degranulasi sel mast akibat paparan alergen sehingga mengurangifrekuensi
terjadinya eksaserbasi akut. Mastcell stabilizer biasanya digunakan bersama
dengan terapi lainnya. Regimen yang dapat digunakan adalah lodoxamide,
nedocromil, sodium cromoglycate, dan alcaftadine.
Vasokonstriktor tersedia dalam bentuk tunggal seperti phenylephrine,
oxymetazoline, naphazoline, atau gabungan dengan antihistamin.
Vasokonstriktor topikal dapat mengurangi injeksi konjungtiva untuk sementara
dan tidak efektif digunakan pada konjungtivitis alergi berat.
Kortikosteroid digunakan pada eksaserbasi akut dengan gejala berat atau bila
ditemukan keratopati. Kortikosteroid diberikan per 2 jam dalam jangka waktu
15

pendek yang kemudian di-tapering off. Sediaan yang dapat digunakan adalah
prednisolone 0,5%, rimexolone 1%, fluorometholone 0,1%, loteprednol
etabonate 0,2-0,5%. Efek samping yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya
infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokular, dan pembentukan katarak.
Sediaan OAINS topikal mata seperti ketorolak 0,5% dan diklofenak 0,1% dapat
dikombinasikan dengan mast cell stabilizer. OAINS topikal bekerja
menghambat mediator non histamin sehingga dapat mengurangi keluhan
pasien.

2.1.9.3 Rujukan
Rujukan ke dokter spesialis mata dapat dilakukan pada pasien konjungtivitis
dengan produksi sekret mukopurulen yang banyak, nyeri mata sedang hingga berat,
penurunan tajam penglihatan, jaringan parut pada konjungtiva, ada keterlibatan
kornea, konjungtivitis yang rekuren, dan pasien dengan infeksi virus herpes simpleks.
Pasien juga harus dirujuk bila tidak mengalami perbaikan setelah 1 minggu terapi.
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh patogen penyakit menular seksual atau
ureteritis, rujukan ke spesialis kulit dan kelamin juga diperlukan untuk penanganan
yang sesuai.

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
2.3.1.1 Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
2.3.1.2 Keluhan utama
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan kemerahan
disekitar mata, edema kelopak mata dan sekret, banyak keluar terutama pada
konjungtiva.
Sifat Keluhan: Keluhan terus menerus. Hal yang dapat memperberat keluhan,
nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang
malam, tidur tentu keluhan timbul.
2.3.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Rasa gatal pada mata, peningkatan produksi air mata, terasa terbakar, banyaknya
cairan (berair pada mata), mata nampak merah, sekret pada mata yang berlebihan,
pada bulu mata terdapat lendir yang mengering khususnya pada saat bangun tidur.
2.3.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat
operasi mata.
2.3.1.5 Riwayat penyakit keluarga
16

Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis).Data Dasar


Pengkajian :
1) Aktivitas
Aktivitas sehari-hari terganggu karena nyeri, gatal-gatal berair, edema pada
mata selama menderita sakit.
2) Istirahat
Istirahat dan tidur akan terganggu karena adanya gatal-gatal, nyeri, dan
panas.
3) Eliminasi
Tidak ada masalah.
4) Psikososial
a) Gangguan aktivitas sosial.
b) Klien menjadi cemas akibat keadaan matanya.
c) Klien menarik diri dari lingkungan karena malu terhadap orang
disekitarnya.
5) Status Psikologis
Klien sering mengeluh, terutama karena takut menjadi buta.
6) Spiritual
Tidak konsentrasi dalam beribadah bahkan jarang beribadah.
7) Personal Hygiene
Klien tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah menggosok mata.
8) Pemeriksaan Fisik Mata.
1) Inspeksi : Konjungtiva merah, pembengkakan kelopak mata, adanya
sekret, berair atau banyak cairan, kelenjar precurikuler membesar.
2) Palpasi : Kelenjar precikuler terasa sakit pada perabaan. ( Virly Juharti,
2012 )

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang muncul pada kasus konjungtivitis antara lain:
1. Gangguan Rasa Nyaman b.d peradangan konjungtivita
2. Resiko cedera b.d Infiltrasi di otot muler
3. Anisietas b.d Resiko penyebaran infeksi
4. Resiko infeksi b.d hiporemia
5. Defisit pengetahuan b.d Kurang informasi

2.3.3 Intervensi Keperawatan


1. Gangguan Rasa Nyaman b.d peradangan konjutivita
Kriteria Hasil :
- Mampu mengontrol kecemasan
- Status lingkungan yang nyaman
17

- Kualitas tidur dan istirahat adekuat


- Mengontrol nyeri
Intervensi :
1. Indentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Indentifikasi skala nyeri
3. Indentifikasi respon nyeri non verbal
4. Indentifikisi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Indentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
6. kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
7. fasilitasi istirahat dan tidur
8. anjurkan monitor nyeri secara mandiri
9. Kolabrasi pemeberian analgetik, jika perlu

2. Resiko cedera b.d Infiltrasi di otot muler


Kriteria Hasil :
- Mampu terbebas dari cedera
- Mampu memodfifikasi gaya hiduo untuk mencegah cedera
Intervensi :
1. Indetifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
2. Indetifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
3. Sediakan pencahayan yang memadai
4. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat
5. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan edukasi

3. Anisietas b.d Resiko penyebaran infeksi


Kriteria Hasil :
- Mampu melanjutkan aktivitas yang dilakukan meskipun mengalami
kecemasan
- Memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1. Indetifikasi saat tingkat ansietas berubah
2. Monitor tanda-tanda ansietas
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
5. Kolabrasi pemberian obat ansietas, jika perlu
18

4. Resiko infeksi b.d hiporemia


Kriterial hasil :
- Mengenali tanda dan gejala yang mengindikasikan risiko dalam
penyebaran
- Mengetahui cara mengurangi penularan infeksi
- Mengetahui aktivitas yang dapat meningkatkan infeksi
Intervensi :
1. Monitor tanda gejala infeksi local dan sistematik
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien danri
lingkungan pasein
3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Ajarakan cara mencuci tangan dengan benar
5. Defisit pengetahuan b.d Kurang informasi
Kriteria hasil :
- Mampu mengetahui penyebab dan faktor yang berkontrubusi terhadap
terjadinya penyakit
- Mengetahui tanda geja dari penyakit
- Mampu mengetahui faktor resiko
Intervensi :
1. Indetifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4. Berikan kesempatan untuk bertanya
5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).

2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal/jam pengkajian : Senin, 14September 2020, pukul 11:00 WIB


Nama Mahasiswa : Julisa Mahendra
NIM : 2018.C.10a.0939
Program Studi : S1 Keperawatan
Tanggal Praktek : 15 September 2020

3.1 Pengkajian
3.1.1 Indentitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak / Indonesia
Agama : Kristen Protstan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : S1 Hukum
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Jl. Panenga Permai VII
TGL MRS : 14 september 2020

3.1.2 Riwayat Kesehatan Keperawatan


3.1.2.1 Keluhan utama :
Nyeri mata sebelah kanan
3.1.2.2 Riwayat penyakit sekarang :
Pada tanggal 14September 2020 Klien merasakangatal dan merah di bagian
mata lalu klien acuh-acuh saja palingan sembuh sendiri karena tidak kunjung
sembuh pada tanggal 15 semptember 2020 lalu dibawa untuk di rawat inap di
ruamah sakit disana klien diperiksa daengan keluhan klien mata gatal, panas
dan kemerahan disekitar mata, mata mengeluarkan air dan ada sekret yaitu
konjungtiva,
3.1.2.3 Riwayat penyakit sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya .
3.1.2.4 Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keluarga

19
20

Genogram Keluarga :

Keterangan :
1. Meninggal dunia
2. Klien
3. Perempuan
4. Laki-laki
5. Tinggal Serumah

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Pasien tampaksakit, berbaring dengan posisi terlentang kesadaran compos
menthis dan terpasang infus NaCL infus di pasang di lengan kiri kanan15 tpm
serta pasien di temani keluarga
2. Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi cemas , bentuk badan simetris, cara
berbaring terlentang, suasana gelisah, berbicara jelas, fungsi kognitif orientasi
waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang
pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat
pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme
pertahanan diri adaptif.
3. Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi
100x/menit, pernapasan 20x/menit dan suhu 37,50C.
4. Pernapasan (Breathing)
Respirasi 20x/menit, suara napas vesikuler, tidak ada napas tambahan, tidak
sesak nafas ,pola napas pasien teratur, tidak ada batuk danbentuk dada dan
pergerakan dada simetris, tipe pernafasan dada dan perut, terpasang
5. Cardiovasculer (Bleeding)
21

Tekanan darah : 130/80 mmHg, Nadi 100 x/menit dan teraba kuat, suara jantung
normal S1 S2 tunggal, suhu 37,5 º C, CRT < 2 detik, tidak sianosis, akral teraba
hangat.
6. Persyarafan (Brain)
Penilaian kesadaran pada Tn.H di dapatkan nilai. GCS : 15 dimana E : 4
(membuka mata spontan), V : 5 (orientasi baik), M : 6 (mengikuti perintah). Uji
12 saraf kranial : Nervus Kranial I : (Olfaktrius) klien dapat membedakan bau
parfum dengan minyak kayu putih. Nervus Kranial II : (Optikus) Klien dapat
melihat dengan jelas. Nervus Kranial III : (Okulomotorius)pasien dapat
menggerakan bola mata ke atas dan ke bawah. Nervus Kranial IV : (Troklear)
klien dapat memutar bola mata. Nervus Kranial V (Trigeminal) klien dapat
memejamkan mata. Nervus Kranial VI : (Abdusen) :klien dapat memejamkan
mata kerateral. Nervus Kranial VII : (Facial) klien dapat mengerutkan wajah.
Nervus Kranial VIII : (Albitorius)klien dapat mendengar suara dengan jelas.
Nervus Kranial IX : (Glosofaringeal) tidak diuji. Nervus Kranial X : (Vagus)
klien mampu menelan. Nervus Kranial XI : (Asesoris) klien mampu
menggerakan bahu kiri. Nervus Kranial XII (Hipoglosal) klien dapat
menggerakan lidahnya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
7. Eliminasi Uri (Bladder)
Kandung kemih tidak tegang, produksi urine ± 1.500 ml 4x/hari jam, warna
kuning, bau khas amoniak.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan
8. Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi klien
18 tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien tidak ada
lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada peradangan,
klien BAB 1x/hari warna kekuningan dengan konsistensi lemah, bising usus
klien terdengar normal 15 x/hari, dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun
benjolan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
9. Tulang-Otot-Intergumen (Bone)
Pergerakan Tn. H secara bebas dan tidak terbatas, ekstremitas atas 5/5 dan
ekstremitas bawah 5/5 normal pergerakanya dan tidak ada peradangan maupun
deformitas pada tulang, maupun patah tulang.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
10. Kulit-Kulit Rambut
Tidak ada riwayat alergi obat, tidak ada riwayat alergi makanan, tidak ada
riwayat alergi kosmesik, suhu kulit hangat, warna kulit normal, turgor normal,
tekstur kulit halus, bentuk kuku simetris.
22

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan


11. Sistem Penginderaan
a. Mata/Penglihatan
Gerakan bola mata klien tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan
(VOD) = 6/6 dan mata kiri (VOS) = 6/6, sclera nampak merah/ hifema, warna
konjungtiva anemis, kornea bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada
klien adanya nyeri pada mata bagian kanan
b. Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada masala lain.
c. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, dan tidak ada keluhan lain.
Masalah Keperawatan : Resiko Infeksi
12. Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba
kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien
bergerak bebas.
13. Sistem Reproduksi
a. Reproduksi Pria
Baigian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-gatal,
gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/ normal, tidak ada discharge,
srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada kelainan lainnya.

A. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit yang derita agar mata
kembali normal dan tidak sakit lagi serta mata menjadi sehat
2. Nutrisida Metabolisme
TB : 153 Cm
BB sekarang : 60 Kg
BB Sebelum sakit : 57 Kg
IMT = BB
(TB)²
57
=

(153)²
= 24,3 (normal)

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x1/sehari 3x1/sehari
Porsi 2 porsi 2 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis makanan Nasi, sayur, tahu Nasi, sayur, lauk, buah
Jenis minuman Air putih Air putih dan teh
23

Jumlah minuman/cc/24 jam 1650 cc 1750 cc


Kebiasaan makan Pagi, saing, malam Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak Ada

1. Pola istirahat dan tidur


Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pola istirahat dan tidur. Sebelum
sakit tidur malam klien sekitar 7-8 jam dan tidur siang sekitar 1-2 jam, sesudah
sakit tidur malam klien sekitar 8-9 jam dan tidur siang 1-2 jam.
2. Kognitif
Klien mengatakan belum mengetahui tentang penyakit yang dideritanya
sekarang, karena kurangnya pengetahuan dan informasi. Klien tampak
kebigungan saat ditanyakan mengenai penyakit yang di deritanya
Masalah Keperawatan : Defisit Pengetahuan
3. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Klien mengatakan “ sayatidak senang dengan keadaan yang saya alami saat ini,
saya ingin cepat sembuh dari penyakit ini, saya adalah seorang anak, dan saya
tidak malu dengan keadaan saya sekarang, saya”.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

4. Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat beraktivitas secara mandiri namun sesudah sakit
aktivitas di batasi keluarga.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan “bila ada masalah saya biasanya meminta bantuan orang
terdekat saya seperti keluargadan saya ceritakan semuanya. Bila ada keluhan
yang saya rasakan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
6. Nilai-Pola Keyakinan
Klien meyakini dirinya akan sembuh. Klien dan keluarganya “mengatakan
bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan yang
dianut”.

B. SOSIAL - SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik
2. Bahasa sehari-hari
Pasien menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa dayak
3. Hubungan dengan keluarga
Hubungan dengan keluarga baik
24

4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :


Hubungan klien dengan keluarga,terutama dengan petugas kesehatan
sangat baik dilihat dari cara menerima perawat yang datang untuk
melakukan tindakan
5. Orang berarti/terdekat :
Keluarga dan sahabat
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit, pasien jalan ketempat teman
Sesudah sakit, pasien hanya berbaring ditempat tidur.
7. Kegiatan beribadah :
Sebelum sakit, pasien selalu menjalankan ibadah

3.1.1 DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATORIUM, DAN DATA


PENUNJANG LAINNYA)
1. Tabel pemeriksaan laboratorium
Parameter Hasil Nilai Normal
Natrium (Na) 133 135 – 148 mmol/L
Kalium (K) 3,5 3,5 – 5,3 mmol/L
Calsium (Ca) 0,9 0,95 – 1,2 mmol/L

3.1.2 PENATALAKSANAAN MEDIS


Terapi Obat Dosis Rute Indikasi
Inj. Ketorolak 3 x 30 mg IV Digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri
Chloramphenicol 5 ml Mata Digunakan untuk mengatasi
Infeksi bakteri
Antihistamin 10 mg Oral Digunakan untuk meredakan
mata gatal dan berair

Palangka Raya, 14 September 2020

Mahasiswa

Julisa Mahendra
25

ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA PENYEBAB
OBYEKTIF
Ds : Peradangan Konjutivita
Resiko Infeksi
- Klien mengatakan
ada cairan kuning
Dilatasi pembuluh
yang keluar dari mata
konjungtivita posterior
Do :
- Mata klien tampak
hyperemia, berair Hiporemia ( kemerahan)
dan kotor
TD : 130/80
Resiko Infeksi
S : 37,5°C

Ds : - Klien Peradangan Konjutivita Gangguan Rasa


Nyaman
mengatakan gatal
dimata kanan dan
Nyeri
sakit

Do :
Gangguan Rasa Nyaman
- Mata tampak
merah
- Klien tampak
cemas
- Skala nyeri 5
- TTV :
TD : 130/80
N: 100x/menit,
RR : 20x/menit
S : 37,5°C

Ds : Proses infeksi Defisit pengetahuan


- Klien mengatakan
belum mengetahui
Erosi kornea sekresi mucus
penyakit yang di berlebihan
derita
Do :
Kurang informasi
- Klien tampak
bigung saat ditanya
tentang
26

penyakitnya

PRIORITAS MASALAH
27

1. Resiko Infeksi berhubungan dengan Hiporemia ditandai dengan, Mata klien


tampak hyperemia, berair dan kotor TD : 130/80, S : 37,5°C
2. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan Nyeri di tandai dengan, Mata
tampak merah, Tampak gelisah, Tampak khawatir dengan keadaan mata,
TTV : TD 130/80, N: 100x/menit,RR : 20x/menit, S : 37,5°C
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan Kurang informasi ditandai dengan
klien tampak bigung saat di Tanya tentang penyakitnya
28

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. H


Ruang Rawat : Sistem Pengideraan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda gejala infeksi local 1. Untuk mengetahui gejala
Infeksiberhubungan keperawatan selama 2 × 7 dan sistematik dari infeksi
dengan Hiporemia Jam diharapkan nyeri klien 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah 2. Untuk menjaga
dapat berkurang dengan hasil kontak dengan pasien danri kebersihan dari bakteri
kriteria hasil lingkungan pasein 3. Untuk membantu klien
- Mata klien membaik 3. Lakukan irigasi mata terhindar dari bakteri
- Tidak ada hyperemia 4. pertahankan teknik aseptik pada 4. Agar klien mengetahui
- Tidak ada kotoran mata pasien beresiko tinggi gejala tersebut
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 5. Agar klien mengetahui
6. Ajarakan cara mencuci tangan cara mencuci tangan
dengan benar yang benar

Nama Pasien : Tn. H


29

Ruang Rawat : Sistem Pengideraan


Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2. Gangguan Rasa Nyaman Setelah dilakukan tindakan 1. Indetifikasi lokasi Karakteristik, 1. Untuk mengetahui lokasi
berhubungan dengan keperawatan selama 2 × 7 durasi, frekuensi, kualitas, nyeri
Nyeri di tandai dengan, Jam diharapkan nyeri klien intenstasi nyeri 2. Untuk mengetahui tingkat
dapat berkurang dengan hasil 2. Indetifikasi skala nyeri kesakitan nyeri
Mata tampak merah
kriteria hasil 3. Indetifikasi pengaruh nyeri pada 3. Untuk mecari faktor yang
- Mata tidak sakit kualitas hidup bisa membawa sakit
- Mata tidak merah 4. Kontrol lingkungan yang dalam hidup
- Skala nyeri 0-1 memperberat rasa nyeri 4. Membatasi apa yang
5. Anjunrkan monitor nyeri secara membuat sakit
mandiri 5. Untuk mentahui kapan
6. Kolabrasi pemeberian analgetik nyeri dating
6. Kolobrasi pemberian obat

Nama Pasien : Tn. H


Ruang Rawat : Sistem Pengideraan
30

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


3. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Indetifikasi kesiapan dan 1. Untuk melihat kesiapan
berhubungan dengan keperawatan selama 1× 7 Jam kemampuan menerima informasi klien dalam menangkap
kurang informasi diharapkan nyeri klien dapat 2. Sediakan materi dan media ajaran
berkurang dengan hasil kriteria pendidikan kesehatan 2. Untuk membantu dalam
hasil 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan melakukan pendidikan
- Klien mengetahui tentang sesuai kesepakatan kesehatan
penyakitnya 4. Berikan kesempatan untuk 3. Untuk mengatur waktu
bertanya yang tepat
5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan 4. Untuk memberikan
sehat kesempatan pada peserta
5. Untuk mengajar hidup sehat
kepada klien

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


31

Nama Pasien : Tn. H


Ruang Rawat : Sistem Penginderaan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan
perawat
Senin, 17 september Diagnosa 1 S : - pasien mengatakan tidak ada cairan
1. Memonitor tanda gejala infeksi kuning yang keluar lagi
2020
localdansistematik O:
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah - Mata masih nampak merah
kontak dengan pasien danri - TD : 120/90
lingkungan pasein - S : 36°C
3. Lakukan irigasi mata - Mata tidak gatal lagi
4. pertahankan teknik aseptik pada - Irigasi mata sudah dilakukan
pasien beresiko tinggi - Mengajarkan cuci tangan Julisa Mahendra
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Ajarakan cara mencuci tangan dengan A : Masalah teratasi sebagian
benar
P : lanjutkan intrvensi 1,3,6

Nama Pasien : Tn. H


Ruang Rawat : Sistem Penginderaan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan perawat
32

Selasa, 18 september Diagnosa 2 S : - pasien mengatakan mata masih


1. Mengindetifikasi lokasi Karakteristik, sakit
2020
durasi, frekuensi, kualitas, intenstasi O :
nyeri - Pasien tampak tenang
2. Mengindetifikasi skala nyeri - Skala Nyeri 4
3. Mengindetifikasi pengaruh nyeri pada A : Masalah teratasi sebagian
kualitas hidup P : lanjutkan Intervensi 2,3,4,6
4. Kontrol lingkungan yang memperberat Julisa Mahendra
rasa nyeri
5. Anjunrkan monitor nyeri secara
mandiri
6. Kolabrasi pemeberian analgetik

Nama Pasien : Tn. H


Ruang Rawat : Sistem Penginderaan
33

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan


perawat
Selasa, 19 september Diagnosa 3 S:
1. Mengindetifikasi kesiapan dan - Pasien mengatakan sedikit lebih
2020
kemampuan menerima informasi mengerti tentang penyakit yang
2. Menyediakan materi dan media diderita
pendidikan kesehatan O:
3. Menjadwalkan pendidikan kesehatan - Klien mampu memahami yang
sesuai kesepakatan dijelaskan
4. Memberikan kesempatan untuk - Klien nampak memperhatikan
bertanya - Klien menerima penjelasan dengan Julisa Mahendra
5. Mengajarkan perilaku hidup bersih baik
dan sehat - Klien mulai menjaga kebersihannya
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Penyakit Konjutivitis Gonokokal


Sasaran : Klien dan Keluarga
Hari/Tanggal : Rabu, 16 September 2020
Waktu : 30 menit
Penyuluh : Julisa Mahendra

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan mengenai konjungtivitis diharapkan mampu
memahami selama 1x30 menit, diharapkan klien dan keluarga mampu
memahami pentingnya menjaga kebersihan.

B. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah diberikan penyuluhan selama 1x30 menit diharapkan klien dan keluarga
dapat:
1. Menjelaskan pengertian tentang konjungtivitis
2. Menjelaskan penyebab konjungtivitis
3. Menjelaskan gejala konjungtivitis
4. Memahami cara pencegah dan menangani konjungtivitis

C. Materi Penyuluhan (Terlampir)

D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

E. Media
1. Lembar balik
2. Leaflet

F. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
Pembukaan 5 menit 1. Membuka kegiatan dengan 1. Keluarga
mengucapkan salam pasien
2. Menjelaskan tujuan dari menjawab
penyuluhan salam
3. Menyebutkan materi yang 2. Mendengarkan
akan diberikan dan
memperhatikan
Pelaksanaan 15 Enit 1. Menjelaskan pengertian 1. Mendengarkan
tentang konjungtivitis penyuluh
2. Menjelaskan penyebab menyampaika
konjungtivitis n materi
3. Menjelaskan Gejala 2. Mengikuti dan
konjungtivitis memperhatika
4. Memahami cara Pencegah n langkah-
dan menangani langkah
konjungtivitis latihan gerak
aktif
Evaluasi 5 menit Menanyakan kepada keluarga Menjawab
dan klien tentang materi yang pertanyaan
telah diberikan dan meminta
keluarga dan klien untuk
mengulang kembali secara
singkat
Terminasi 5 menit 1. Mengucapkan terimakasih 1. Mendengarkan
atas perhatian peserta 2. Menjawab
2. Mengucapkan salam salam
penutup

G. Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang latihan gerak aktif (ROM)
diharapkan peserta dapat:
1. Memahami pengertian pengertian tentang konjungtivitis
2. Memahami penyebab konjungtivitis
3. Mengetahui gejala konjungtivitis
4. Memahami cara pencegah dan menangani konjungtivitis

LAMPIRAN MATERI
1. DEFINISI
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun
kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik,
berkaitan dengan penyakit sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat
terjadi pula karena asap, angina dan sinar (Ilyas, 2008; 2014).
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran
pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata berair,
kelopak mata lengket, penglihatan terganggu, serta mudah menular mengenai kedua
mata (Ilyas, 2008).
Konjungtivitis lebih sering terjadi pada usia 1-25 tahun. Anakanak prasekolah
dan anak usia sekolah kejadiannya paling sering karena kurangnya hygiene dan
jarang mencuci tangan (Anonim, 2006).

2. PENYEBAB
Penyebab dari konjungtivitis bermacam-macam yaitu bisa disebabkan karena
bakteri, virus, infeksi klamidia, konjungtivitis alergi. Konjungtivitis bakteri biasanya
disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophillus.
Sedangkan, konjungtivitis virus paling sering disebabkan oleh adenovirus dan
penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus namun sangat
jarang. Penyebab konjungtivis lainnya yaitu infeksi klamidia, yang disebabkan oleh
organisme Chlamydia trachomatis (James dkk, 2005). Konjungtivitis yang
disebabkan oleh alergi diperantai oleh IgE terhadap allergen yang umumnya
disebabkan oleh bahan kimia (Ilyas, 2008).

3. GEJALA KONJUNGTIVITIS
1). Mata merah
2). Nyeri mata
3). Terasa gatal pada kelopak mata
4). Mata terasa pedih
5). Kelopak mata lengket

4. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Suporti
Air mata buatan dapat diberikan 4 kali per hari.Pemberian air mata buatan
dapat membantu mengurangi keluhan, melarutkan, serta membilas alergen
dan mediator-mediator inflamasi yang terdapat pada permukaan
mata.Sebaiknya gunakan air mata buatan yang tidak mengandung bahan
pengawet dan dalam kemasan single-dose agar kemasan tetes mata tidak
menjadi media penularan.
Antihistamin dan vasokonstriktor topikal (misalnya: antazoline,
xylometazoline) dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal yang berat.
Steroid topikal, misalnya prednisolone 0,5% sebanyak 4 kali per hari dapat
diberikan pada konjungtivitis dengan gejala berat, pembentukan
pseudomembran, atau adanya infiltrat subepitel yang mengganggu
penglihatan. Penggunaan steroid topikal harus hati-hati karena dapat
membantu replikasi virus dan memperpanjang masa penularan.Evaluasi
tekanan intraokular harus dilakukan berkala pada penggunaan jangka
panjang.
Irigasi mata dapat dilakukan untuk mengurangi sekret mata yang banyak,
misalnya pada kasus konjungtivitis akibat infeksi Neisseria
gonorrhoeae.Kompres dingin juga dapat diberikan untuk mengurangi
keluhan.Pasien juga diminta untuk menghentikan penggunaan lensa kontak
untuk sementara.

2. Medikamentosa
Terapi medikamentosa konjungtivitis disesuaikan dengan penyebab yang
melatarbelakangi.
4. Konjungtivitis Viral
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk konjungtivitis viral oleh
infeksi adenovirus.Terapi menggunakan antivirus topikal, dilaporkan
tidak efektif untuk konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus.
Antiviral topikal seperti gel ganciclovir, salep idoxuridine, salep
vidarabine, dan tetes mata trifluridine biasanya digunakan pada kasus
konjungtivitis akibat infeksi virus herpes simpleks.  Pada kasus
konjungtivitis akibat infeksi virus varicella zoster, pasien diberikan
antiviral berupa asiklovir 5 x 600-800 mg/ hari selama 7-10 hari.
Valasiklovir 3x1000 mg/hari dan famsiklovir 3 x 500 mg/ hari selama 7-
10 hari pemberian juga dapat digunakan untuk mengobati konjungtivitis
pada herpes zoster. Terapi antibiotik topikal biasanya diberikan bila ada
risiko superinfeksi oleh bakteri.
5. Konjungtivitis Bakterial
Terapi medikamentosa konjungtivitis bakterial dapat berupa pemberian
antibiotik topikal seperti kloramfenikol, aminoglikosida (gentamisin,
neomisin, tobramisin), kuinolon (ofloxacin, levofloxacin, dan
sebagainya), makrolid (azitromisin, eritromisin), polimiksin B, dan
bacitracin.Pemberian antibiotik topikal biasanya dengan dosis 4 kali per
hari selama 1 minggu pemberian.Pada kasus dengan gejala yang berat,
pemberian antibiotik dapat lebih sering untuk mempercepat
penyembuhan, mencegah reinfeksi, dan mencegah penularan.
Antibiotik topikal dalam bentuk salep dan gel akan mencapai
konsentrasi yang lebih tinggi karena kontak yang lebih lama, namun
tidak dapat digunakan pada siang hari karena menyebabkan penglihatan
kabur.
Untuk kasus konjungtivitis Neisseria gonorrhoeae antibiotik topikal
pilihan adalahkuinolon, gentamisin, kloramfenikol, atau bacitracin
dengan frekuensi pemberian setiap 1-2 jam sekali disertai pemberian
antibiotik sistemik golongan sefalosporin generasi ketiga dan beberapa
antibiotik golongan makrolida.
Antibiotik sistemik yang dapat digunakan pada
konjungtivitisHaemophilus influenzae(khususnya pada anak) adalah
amoksisilin klavulanat. Konjungtivitis akibatinfeksiMeningococcus
dapat diberikan ceftriaxone, cefotaxime, benzilpenisilin,
atau ciprofloxacin.
Pada kasus infeksi Chlamydia trachomatis, antibiotik sistemik pilihan
adalah azithromycin 1 gram dosis tunggal, dapat diulang 1 minggu
kemudian. Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah doxycycline 2 x
100 mg selama 10 hari, eritromisin 2 x 500 mg selama 14 hari,
amoksisilin, atau ciprofloxacin.
6. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dapat diterapi menggunakan beberapa jenis obat
sepertiantihistamintopikal, mast cell stabilizer, vasokonstriktor,
kortikosteroid, dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS).
Antihistamin topikal mata yang dapat digunakan adalah epinastine dan
azelastine.
Antihistamin oral juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal
sehingga pasien tidak mengusap mata terus menerus.Mast cell
stabilizer digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk mencegah
proses degranulasi sel mast akibat paparan alergen sehingga
mengurangifrekuensi terjadinya eksaserbasi akut. Mastcell
stabilizer biasanya digunakan bersama dengan terapi lainnya. Regimen
yang dapat digunakan adalah lodoxamide, nedocromil, sodium
cromoglycate, dan alcaftadine.
Vasokonstriktor tersedia dalam bentuk tunggal seperti phenylephrine,
oxymetazoline, naphazoline, atau gabungan dengan antihistamin.
Vasokonstriktor topikal dapat mengurangi injeksi konjungtiva untuk
sementara dan tidak efektif digunakan pada konjungtivitis alergi berat.
Kortikosteroid digunakan pada eksaserbasi akut dengan gejala berat atau
bila ditemukan keratopati. Kortikosteroid diberikan per 2 jam dalam
jangka waktu pendek yang kemudian di-tapering off. Sediaan yang
dapat digunakan adalah prednisolone 0,5%, rimexolone 1%,
fluorometholone 0,1%, loteprednol etabonate 0,2-0,5%. Efek samping
yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya infeksi sekunder,
peningkatan tekanan intraokular, dan pembentukan katarak.
Sediaan OAINS topikal mata seperti ketorolak 0,5% dan diklofenak
0,1% dapat dikombinasikan dengan mast cell stabilizer. OAINS topikal
bekerja menghambat mediator non histamin sehingga dapat mengurangi
keluhan pasien.

3. Rujukan
Rujukan ke dokter spesialis mata dapat dilakukan pada pasien konjungtivitis
dengan produksi sekret mukopurulen yang banyak, nyeri mata sedang hingga
berat, penurunan tajam penglihatan, jaringan parut pada konjungtiva, ada
keterlibatan kornea, konjungtivitis yang rekuren, dan pasien dengan infeksi
virus herpes simpleks. Pasien juga harus dirujuk bila tidak mengalami
perbaikan setelah 1 minggu terapi.
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh patogen penyakit menular seksual
atau ureteritis, rujukan ke spesialis kulit dan kelamin juga diperlukan untuk
penanganan yang sesuai.
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Penyakit Konjutivitis Gonokokal


Sasaran : Klien dan Keluarga
Hari/Tanggal : Rabu, 16 September 2020
Waktu : 30 menit
Penyuluh : Julisa Mahendra

H. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan mengenai konjungtivitis diharapkan mampu
memahami selama 1x30 menit, diharapkan klien dan keluarga mampu
memahami pentingnya menjaga kebersihan.

I. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah diberikan penyuluhan selama 1x30 menit diharapkan klien dan keluarga
dapat:
5. Menjelaskan pengertian tentang konjungtivitis
6. Menjelaskan penyebab konjungtivitis
7. Menjelaskan gejala konjungtivitis
8. Memahami cara pencegah dan menangani konjungtivitis

J. Materi Penyuluhan (Terlampir)

K. Metode
3. Ceramah
4. Tanya jawab

L. Media
3. Lembar balik
4. Leaflet

M. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
Pembukaan 5 menit 4. Membuka kegiatan dengan 3. Keluarga
mengucapkan salam pasien
5. Menjelaskan tujuan dari menjawab
penyuluhan salam
6. Menyebutkan materi yang 4. Mendengarkan
akan diberikan dan
memperhatikan
Pelaksanaan 16 Enit 5. Menjelaskan pengertian 3. Mendengarkan
tentang konjungtivitis penyuluh
6. Menjelaskan penyebab menyampaika
konjungtivitis n materi
7. Menjelaskan Gejala 4. Mengikuti dan
konjungtivitis memperhatika
8. Memahami cara Pencegah n langkah-
dan menangani langkah
konjungtivitis latihan gerak
aktif
Evaluasi 5 menit Menanyakan kepada keluarga Menjawab
dan klien tentang materi yang pertanyaan
telah diberikan dan meminta
keluarga dan klien untuk
mengulang kembali secara
singkat
Terminasi 5 menit 3. Mengucapkan terimakasih 3. Mendengarkan
atas perhatian peserta 4. Menjawab
4. Mengucapkan salam salam
penutup
N. Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang latihan gerak aktif (ROM)
diharapkan peserta dapat:
5. Memahami pengertian pengertian tentang konjungtivitis
6. Memahami penyebab konjungtivitis
7. Mengetahui gejala konjungtivitis
8. Memahami cara pencegah dan menangani konjungtivitis

LAMPIRAN MATERI
5. DEFINISI
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun
kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik,
berkaitan dengan penyakit sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat
terjadi pula karena asap, angina dan sinar (Ilyas, 2008; 2014).
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran
pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata berair,
kelopak mata lengket, penglihatan terganggu, serta mudah menular mengenai kedua
mata (Ilyas, 2008).
Konjungtivitis lebih sering terjadi pada usia 1-25 tahun. Anakanak prasekolah
dan anak usia sekolah kejadiannya paling sering karena kurangnya hygiene dan
jarang mencuci tangan (Anonim, 2006).

6. PENYEBAB
Penyebab dari konjungtivitis bermacam-macam yaitu bisa disebabkan karena
bakteri, virus, infeksi klamidia, konjungtivitis alergi. Konjungtivitis bakteri biasanya
disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophillus.
Sedangkan, konjungtivitis virus paling sering disebabkan oleh adenovirus dan
penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus namun sangat
jarang. Penyebab konjungtivis lainnya yaitu infeksi klamidia, yang disebabkan oleh
organisme Chlamydia trachomatis (James dkk, 2005). Konjungtivitis yang
disebabkan oleh alergi diperantai oleh IgE terhadap allergen yang umumnya
disebabkan oleh bahan kimia (Ilyas, 2008).

7. GEJALA KONJUNGTIVITIS
1). Mata merah
2). Nyeri mata
3). Terasa gatal pada kelopak mata
4). Mata terasa pedih
5). Kelopak mata lengket

8. PENATALAKSANAAN
3. Terapi Suporti
Air mata buatan dapat diberikan 4 kali per hari.Pemberian air mata buatan
dapat membantu mengurangi keluhan, melarutkan, serta membilas alergen
dan mediator-mediator inflamasi yang terdapat pada permukaan
mata.Sebaiknya gunakan air mata buatan yang tidak mengandung bahan
pengawet dan dalam kemasan single-dose agar kemasan tetes mata tidak
menjadi media penularan.
Antihistamin dan vasokonstriktor topikal (misalnya: antazoline,
xylometazoline) dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal yang berat.
Steroid topikal, misalnya prednisolone 0,5% sebanyak 4 kali per hari dapat
diberikan pada konjungtivitis dengan gejala berat, pembentukan
pseudomembran, atau adanya infiltrat subepitel yang mengganggu
penglihatan. Penggunaan steroid topikal harus hati-hati karena dapat
membantu replikasi virus dan memperpanjang masa penularan.Evaluasi
tekanan intraokular harus dilakukan berkala pada penggunaan jangka
panjang.
Irigasi mata dapat dilakukan untuk mengurangi sekret mata yang banyak,
misalnya pada kasus konjungtivitis akibat infeksi Neisseria
gonorrhoeae.Kompres dingin juga dapat diberikan untuk mengurangi
keluhan.Pasien juga diminta untuk menghentikan penggunaan lensa kontak
untuk sementara.

4. Medikamentosa
Terapi medikamentosa konjungtivitis disesuaikan dengan penyebab yang
melatarbelakangi.
7. Konjungtivitis Viral
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk konjungtivitis viral oleh
infeksi adenovirus.Terapi menggunakan antivirus topikal, dilaporkan
tidak efektif untuk konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus.
Antiviral topikal seperti gel ganciclovir, salep idoxuridine, salep
vidarabine, dan tetes mata trifluridine biasanya digunakan pada kasus
konjungtivitis akibat infeksi virus herpes simpleks.  Pada kasus
konjungtivitis akibat infeksi virus varicella zoster, pasien diberikan
antiviral berupa asiklovir 5 x 600-800 mg/ hari selama 7-10 hari.
Valasiklovir 3x1000 mg/hari dan famsiklovir 3 x 500 mg/ hari selama 7-
10 hari pemberian juga dapat digunakan untuk mengobati konjungtivitis
pada herpes zoster. Terapi antibiotik topikal biasanya diberikan bila ada
risiko superinfeksi oleh bakteri.
8. Konjungtivitis Bakterial
Terapi medikamentosa konjungtivitis bakterial dapat berupa pemberian
antibiotik topikal seperti kloramfenikol, aminoglikosida (gentamisin,
neomisin, tobramisin), kuinolon (ofloxacin, levofloxacin, dan
sebagainya), makrolid (azitromisin, eritromisin), polimiksin B, dan
bacitracin.Pemberian antibiotik topikal biasanya dengan dosis 4 kali per
hari selama 1 minggu pemberian.Pada kasus dengan gejala yang berat,
pemberian antibiotik dapat lebih sering untuk mempercepat
penyembuhan, mencegah reinfeksi, dan mencegah penularan.
Antibiotik topikal dalam bentuk salep dan gel akan mencapai
konsentrasi yang lebih tinggi karena kontak yang lebih lama, namun
tidak dapat digunakan pada siang hari karena menyebabkan penglihatan
kabur.
Untuk kasus konjungtivitis Neisseria gonorrhoeae antibiotik topikal
pilihan adalahkuinolon, gentamisin, kloramfenikol, atau bacitracin
dengan frekuensi pemberian setiap 1-2 jam sekali disertai pemberian
antibiotik sistemik golongan sefalosporin generasi ketiga dan beberapa
antibiotik golongan makrolida.
Antibiotik sistemik yang dapat digunakan pada
konjungtivitisHaemophilus influenzae(khususnya pada anak) adalah
amoksisilin klavulanat. Konjungtivitis akibatinfeksiMeningococcus
dapat diberikan ceftriaxone, cefotaxime, benzilpenisilin,
atau ciprofloxacin.
Pada kasus infeksi Chlamydia trachomatis, antibiotik sistemik pilihan
adalah azithromycin 1 gram dosis tunggal, dapat diulang 1 minggu
kemudian. Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah doxycycline 2 x
100 mg selama 10 hari, eritromisin 2 x 500 mg selama 14 hari,
amoksisilin, atau ciprofloxacin.
9. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dapat diterapi menggunakan beberapa jenis obat
sepertiantihistamintopikal, mast cell stabilizer, vasokonstriktor,
kortikosteroid, dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS).
Antihistamin topikal mata yang dapat digunakan adalah epinastine dan
azelastine.
Antihistamin oral juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal
sehingga pasien tidak mengusap mata terus menerus.Mast cell
stabilizer digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk mencegah
proses degranulasi sel mast akibat paparan alergen sehingga
mengurangifrekuensi terjadinya eksaserbasi akut. Mastcell
stabilizer biasanya digunakan bersama dengan terapi lainnya. Regimen
yang dapat digunakan adalah lodoxamide, nedocromil, sodium
cromoglycate, dan alcaftadine.
Vasokonstriktor tersedia dalam bentuk tunggal seperti phenylephrine,
oxymetazoline, naphazoline, atau gabungan dengan antihistamin.
Vasokonstriktor topikal dapat mengurangi injeksi konjungtiva untuk
sementara dan tidak efektif digunakan pada konjungtivitis alergi berat.
Kortikosteroid digunakan pada eksaserbasi akut dengan gejala berat atau
bila ditemukan keratopati. Kortikosteroid diberikan per 2 jam dalam
jangka waktu pendek yang kemudian di-tapering off. Sediaan yang
dapat digunakan adalah prednisolone 0,5%, rimexolone 1%,
fluorometholone 0,1%, loteprednol etabonate 0,2-0,5%. Efek samping
yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya infeksi sekunder,
peningkatan tekanan intraokular, dan pembentukan katarak.
Sediaan OAINS topikal mata seperti ketorolak 0,5% dan diklofenak
0,1% dapat dikombinasikan dengan mast cell stabilizer. OAINS topikal
bekerja menghambat mediator non histamin sehingga dapat mengurangi
keluhan pasien.

3. Rujukan
Rujukan ke dokter spesialis mata dapat dilakukan pada pasien konjungtivitis
dengan produksi sekret mukopurulen yang banyak, nyeri mata sedang hingga
berat, penurunan tajam penglihatan, jaringan parut pada konjungtiva, ada
keterlibatan kornea, konjungtivitis yang rekuren, dan pasien dengan infeksi
virus herpes simpleks. Pasien juga harus dirujuk bila tidak mengalami
perbaikan setelah 1 minggu terapi.
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh patogen penyakit menular seksual
atau ureteritis, rujukan ke spesialis kulit dan kelamin juga diperlukan untuk
penanganan yang sesuai.
KONJONGTIVITIS PENYEBAB KONJUTIVITIS
KONJUTIVIS
Gonokokal

merupakan peradangan pada 1. Bakteri,


konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupi belakang kelopak dan
bola mata, dalam bentuk akut maupun
kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan
oleh bakteri, klamidia, alergi, viral
toksik,

2. Virus

Oleh :

Julisa Mahendra

Tingkat III A
3. Alergi. Penyakit ini umumnya terjadi Pencegahanya
pada

1. Bayi 1. Mencuci tangan dengan bersih


2. Orang Dewasa 2. Usahakan untuk tidak menyetuh
mata yang sehat setelah menangani
mata yang sakit
3. Jangan menggunkan handuk atau lap
bersama-sama dengan penghuni
Gejala Penatalaksanaan Konjungtivis rumah
4. Tetes mata sesuai resep dokter
5. Gunakana salep mata dengan resep
1. Mata merah 1. Terapi Suprotif dokter
2. Terasa mengajal pada kelopak mata 2. Terapi Medikamentosa
3. Mata terasa pedih
4. Kelopak mata lengket
DAFTAR PUSTAKA

Irianto, K. (2014). Epidemologi Penyakit Menular &Penyakit Tidak Menular.


Bandung. Penerbit Alfabeta.
Minarni dan Ariani. (2013). Perancangan Perangkat Lunak Diagnose Penyakit
Mata Khusus Gangguan Konjungtivita Dengan Metode Forward Chaining
Berbasis Web. Vol 6 No.1
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
Ongko, E .(2013).Perancangan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Pada Mata. Vol
2. No.2
LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Julisa Mahendra


NIM : 2018.C.10a.0939
Angkatan : X ( sepuluh)
TahunAjaran/Semester : 2020/ 2021
Pembimbing : RimbaAprianti, S. Kep.,Ners

No Hari / CatatanPembimbing Tandatangan


Tanggal Pembimbing Mahasiswa
1. Selasa, 1. Pre Conference
2. Perbaiki Patway
15
3. Perbaiki sistematika
Septemb penulisan
4. Tambahkan bebrapa
er 2020
gambar
5. Tambahkan jurnal
terkait
6. Daftar Pustaka

Julisa Mahendra is inviting


you to a scheduled Zoom
meeting.

Topic: Julisa Mahendra's


Zoom Meeting
Time: Sep 15, 2020 04:15
PM Bangkok

Join Zoom Meeting


https://us04web.zoom.us/j/
5926822781?
pwd=OWZ1aGF3UWpDd
zBRNVpZVDJZZlhkQT0
9

Meeting ID: 592 682 2781


Passcode: 908948
2 Rabu, 16 1. Bimbingan Askep
Septemb Individu
er 2020 2. Perbaiki Asuhan
Keperawatan
3. Tambahkan diagnosa
keperawatan
4. Perbaiki sistematika
penulisan

Zoom meeting invitation -


Bimbingan Askep PPK II
Kel. 8 Kelas A

Rimba Aprianti is inviting


you to a scheduled Zoom
meeting.

Topic: Bimbingan Askep


PPK II Kel. 8 Kelas A
Time: Sep 16, 2020 04:00
PM Jakarta

Join Zoom Meeting


https://us04web.zoom.us
/j/4636332411?
pwd=c3dvdjI2VURCVzdnR
UUzWmZGZi9KZz09

Meeting ID: 463 633 2411


Passcode: 123456
3 Senin, 21 1. Bimbingan Post
Septemb conference
er 2020 2. Perbaiki Implementasi
3. Perbaiki sistematika
penulisan
4. Zoom meeting
invitation - Bimbingan
Askep PPK II Kel. 8
Kelas A
Rimba Aprianti is inviting
you to a scheduled Zoom
meeting
Topic: Bimbingan Post
Conference PPK2 Kel. 8
Kelas IIIa
Time: Sep 21, 2020 03:00
PM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://us04web.zoom.us/
j/4636332411?
pwd=N20vQ0VzV05aZXFY
US9SMXpvVml5UT09
Meeting ID: 463 633 2411
Passcode: 12345678
5.
6.

Anda mungkin juga menyukai