Oleh :
Nama : Julisa Mahendra
NIM : 2018.C.10a.0939
Mengetahui
Ketua Program Studi Pembimbing Akademik
Sarjana Keperawatan
i
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “ Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn.H DenganDiagnosa Konjungtivitis Gonokokal di ruang Sistem Pengideraan
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK 2).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Nersselaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Nersselaku coordinator Praktik Pra Klinik 2
Program Studi Sarjana Keperawatan
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
2.1 Konsep Penyakit.................................................................................4
2.1.1 Anatomi Fisologi....................................................................4
2.1.2 Definisi...................................................................................5
2.1.3 Etiologi...................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi...............................................................................6
2.1.5 Fatosiologi (Pathway) ............................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis ..................................................................11
2.1.7 Komplikasi .............................................................................11
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang .......................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ..........................................................13
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan .....................................................15
2.2.1 Pengkajian Keperawatan .........................................................15
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................16
2.2.3 Intervensi Keperawatan ...........................................................16
2.2.4 Implementasi Keperawatan .....................................................18
2.2.5 Evaluasi Keperawatan .............................................................18
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................19
3.1 Pengkajian................................................................................28
3.2 Diagnosa ..................................................................................31
3.3 Intervensi .................................................................................31
3.4 Implementasi............................................................................31
3.5 Evaluasi ...................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk mengembangkan ilmu dan wawasan dari ilmu keperawatan khususnya
penyakit tuberculosis paru dan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Menambah informasi mengenai penyakit Konjungtivitis Gonokokal dan
pengobatannya sehingga dapat digunakan untuk membantu program pemerintah
dalam pemberantasan tuberculosis paru
1.4.3 Untuk Institusi
Sebagai bahan atau sumber data bagi penneliti berikutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis dan
untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun internasional.
1.4.4 Untuk IPTEK
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama dalam
keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan pada masyarakat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
(Gambar 1. Konjutivita)
2. Histologi
Konjungtivamerupakanselaputlendir tipisyangmelapisipermukaan
dalamkelopak mata danpermukaananteriormata. Selainberfungsisebagai pelindung,
konjungtivamemungkinkankelopakmatauntuk bergerak dengan
mudah.Epitelkonjungtivaterdiridariduahinggalimalapisanselkolumnardanlaminabasal(
Klintworth,Cummings,2007).Lapisanepitelkonjungtivadidekatlimbus,diatascaruncula,
dandidekatpersambunganmukokutanpadatepikelopakmataterdiriatassel-
seiepitelskuamosabertingkat.Sel-selepitelsuperfisial mengandung sel-
selgobletbulatatauovalyang mensekresimukus (Vaugan, 2011).
Konjungtivadapatdibagimenjadikedalamtigabagian.Konjungtivapalpebralis
adalah lapisan pada permukaan dalam kelopak
mata.Konjungtivabulbaradalahlapisanyangmelapisipermukaananteriormatadari
limbus sampai sklera anterior. Konjungtiva bulbar dan konjungtivapalpebralis
bertemu pada fornik superior dan inferior (Klintworth,Cummings, 2007).
4
5
2.1.2 Definisi
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi
permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun
kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik,
berkaitan dengan penyakit sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat
terjadi pula karena asap, angina dan sinar (Ilyas, 2008; 2014).Tanda dan gejala umum
pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran pada mata, mata terasa panas
seperti ada benda asing yang masuk, mata berair, kelopak mata lengket, penglihatan
terganggu, serta mudah menular mengenai kedua mata
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis
pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari
ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan
tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya
eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis
gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis melalui hubungan
seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya
konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah
infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus
kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis
gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung
antibiotik (Medicastore, 2009).
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis
maupun asimptomatis (Daili, 2009). Penyakit ini dikategorikan modern dan luas oleh
karena berbagai patogen termasuk virus, bakteri, jamur, dan protozoa,yang
menampakkan diri dalam berbagai gejala klinis yang sama.
6
Gonore adalah salah satu penyakit menular seksual paling umum yang
disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae (Irianto, 2014). Neisseria gonorrhoeae
(N. Gonorrhoeae) merupakan bakteri diplokokkus gram negatif dan manusia
merupakan satu-satunya faktor host alamiah untuk gonokokus, infeksi gonore hampir
selalu ditularkan saat aktivitas seksual (Sari et al., 2012). Menurut Irianto (2014)
bahwa setiap tahunnya kasus gonore lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.
2.1.3 Etiologi
Etiologi Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
1) Infeksi oleh virus, bakteri, atau clamidia.
2) Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
3) Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.
4) Pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa
menyebabkan konjungtivitis.
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan agen penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi empat yaitu
konjungtivitis karena bakteri, virus, alergen dan jamur (Ilyas dkk, 2010).
1) Konjungtivitis bakteri
2) Konjungtivitis virus
3) Konjungtivitis alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem
imun (Cuvillo et al,2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada
alergi di konjunngtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi
musiman dan konjungtivitis alergi tumbuhtumbuhanyang biasanya dikelompokkan
dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan
konjungtivtis papilar raksasa (Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor risiko pada konjungtivitis alergi berbedabeda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan
biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan
rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering
ditandai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis
atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis
papilar pada penggunaan lensa kontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).
4) Konjungtivitis jamur
2.1.5 Patosiologi
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan
kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka
sempurna. Karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan
konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan
ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah, edema, rasa nyeri dan adanya
sekret mukopurulen (Silverman, 2010).
9
PATWAY
Masuk mata melalui udara/ Kontak langsung
Kurang
Mucus menangkap debris informasi
Erosi kornea sekresi Defisit pengetahuan
Air mata dihanyutkan di duktus air mata mucus berlebihan
Peradangan di konjungtiva
Infiltrasi di otot Agen cedera Resiko Nyeri Sel radang menuju stroma kunjutivita
Di latasi pembuluh konjutivita posterior melalui epitel permukaan
perusak Penyebaran
Infeksi ke
Gangguan Rasa
Resiko Infeksi Nyaman Sel mucus dan fibrin bergabung jadi 1
Palpebral Cedera epitel
superior berat konjutivita Ansietas
untuk diangkat Gangguan citra
Hiporemia Pembentukan eksudat konjutivita
tubuh
( Kemerahan)
Edema epitel
Pseudoptosis Mencapai membrane
epitel
Pembengkakan dan hipertrofi dipapila Perlengketan
Kematian sel tepian palpebra
Resiko cedera Mata peka
dan terhadap cahaya Sensasi benda asing, tergores, panas Terkumpulnya eksudat
eksfoliasi dan gatal diserabut anatara tarsus
Bila epitel diangkat
Bila eksudat
meninggalkan
diangkat epitel
Hipertrofi Sensasi berlebih permukaan yang kasar
Merangsang sekresi air mata tetap utuh
epitel dan berdarah Penonjolan di
pada mata/
konjutivita
fotofobia
Pseudomembran Membran Hipertrofi papilar
Peningkatan jumlah air mata
11
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi terjadi bila pengobatan tidak segera dilakukan atau pengobatan
sebelumnya tidak adekuat. Infeksi dapat menjalar ke uretra bagian belakang secara
ascendent. Pada pria, komplikasi yang dapat ditemukan yaitu epididimitis, prostatitis,
cowperitis, dan sistitis.
Pada wanita, komplikasi yang paling sering terjadi adalah Pelvic
Inflammatory Disease (PID). PID dapat menyebabkan perlukaan/scarring pada tuba
falopi yang dapat mengakibatkan meningkatnya risiko infertilitas dan kehamilan
ektopik sehingga membutuhkan hospitalisasi.
Komplikasi sistemik juga dapat terjadi, yang umumnya disebut sebagai
infeksi gonokokal diseminata. Penyebaran infeksi sistemik terjadi melalui aliran
darah. Terjadi lebih sering pada wanita dan berasosiasi erat dengan menstruasi.Gejala
yang timbul dapat berupa demam, poliarthralgia yang berpindah, dan timbulnya
pustula pada kulit. Sebanyak 1-3% dari penderita dengan infeksi gonokokal
diseminata dapat mengalami meningitis dan endokarditis.
12
2.1.9.2 Medikamentosa
Terapi medikamentosa konjungtivitis disesuaikan dengan penyebab yang
melatarbelakangi.
1. Konjungtivitis Viral
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk konjungtivitis viral oleh
infeksi adenovirus.Terapi menggunakan antivirus topikal, dilaporkan tidak
efektif untuk konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus.
Antiviral topikal seperti gel ganciclovir, salep idoxuridine, salep vidarabine,
dan tetes mata trifluridine biasanya digunakan pada kasus konjungtivitis
akibat infeksi virus herpes simpleks. Pada kasus konjungtivitis akibat infeksi
virus varicella zoster, pasien diberikan antiviral berupa asiklovir 5 x 600-800
mg/ hari selama 7-10 hari. Valasiklovir 3x1000 mg/hari dan famsiklovir 3 x
500 mg/ hari selama 7-10 hari pemberian juga dapat digunakan untuk
mengobati konjungtivitis pada herpes zoster. Terapi antibiotik topikal
biasanya diberikan bila ada risiko superinfeksi oleh bakteri.
2. Konjungtivitis Bakterial
Terapi medikamentosa konjungtivitis bakterial dapat berupa pemberian
antibiotik topikal seperti kloramfenikol, aminoglikosida (gentamisin,
neomisin, tobramisin), kuinolon (ofloxacin, levofloxacin, dan sebagainya),
makrolid (azitromisin, eritromisin), polimiksin B, dan bacitracin.Pemberian
14
antibiotik topikal biasanya dengan dosis 4 kali per hari selama 1 minggu
pemberian.Pada kasus dengan gejala yang berat, pemberian antibiotik dapat
lebih sering untuk mempercepat penyembuhan, mencegah reinfeksi, dan
mencegah penularan.
Antibiotik topikal dalam bentuk salep dan gel akan mencapai konsentrasi yang
lebih tinggi karena kontak yang lebih lama, namun tidak dapat digunakan
pada siang hari karena menyebabkan penglihatan kabur.
Untuk kasus konjungtivitis Neisseria gonorrhoeae antibiotik topikal pilihan
adalahkuinolon, gentamisin, kloramfenikol, atau bacitracin dengan frekuensi
pemberian setiap 1-2 jam sekali disertai pemberian antibiotik sistemik
golongan sefalosporin generasi ketiga dan beberapa antibiotik golongan
makrolida.
Antibiotik sistemik yang dapat digunakan pada konjungtivitisHaemophilus
influenzae(khususnya pada anak) adalah amoksisilin klavulanat.
Konjungtivitis akibatinfeksiMeningococcus dapat diberikan ceftriaxone,
cefotaxime, benzilpenisilin, atau ciprofloxacin.
Pada kasus infeksi Chlamydia trachomatis, antibiotik sistemik pilihan adalah
azithromycin 1 gram dosis tunggal, dapat diulang 1 minggu kemudian.
Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah doxycycline 2 x 100 mg selama
10 hari, eritromisin 2 x 500 mg selama 14 hari, amoksisilin, atau
ciprofloxacin.
3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dapat diterapi menggunakan beberapa jenis obat
sepertiantihistamintopikal, mast cell stabilizer, vasokonstriktor, kortikosteroid,
dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS).
Antihistamin topikal mata yang dapat digunakan adalah epinastine dan
azelastine.
Antihistamin oral juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal
sehingga pasien tidak mengusap mata terus menerus.Mast cell
stabilizer digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk mencegah proses
degranulasi sel mast akibat paparan alergen sehingga mengurangifrekuensi
terjadinya eksaserbasi akut. Mastcell stabilizer biasanya digunakan bersama
dengan terapi lainnya. Regimen yang dapat digunakan adalah lodoxamide,
nedocromil, sodium cromoglycate, dan alcaftadine.
Vasokonstriktor tersedia dalam bentuk tunggal seperti phenylephrine,
oxymetazoline, naphazoline, atau gabungan dengan antihistamin.
Vasokonstriktor topikal dapat mengurangi injeksi konjungtiva untuk sementara
dan tidak efektif digunakan pada konjungtivitis alergi berat.
Kortikosteroid digunakan pada eksaserbasi akut dengan gejala berat atau bila
ditemukan keratopati. Kortikosteroid diberikan per 2 jam dalam jangka waktu
15
pendek yang kemudian di-tapering off. Sediaan yang dapat digunakan adalah
prednisolone 0,5%, rimexolone 1%, fluorometholone 0,1%, loteprednol
etabonate 0,2-0,5%. Efek samping yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya
infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokular, dan pembentukan katarak.
Sediaan OAINS topikal mata seperti ketorolak 0,5% dan diklofenak 0,1% dapat
dikombinasikan dengan mast cell stabilizer. OAINS topikal bekerja
menghambat mediator non histamin sehingga dapat mengurangi keluhan
pasien.
2.1.9.3 Rujukan
Rujukan ke dokter spesialis mata dapat dilakukan pada pasien konjungtivitis
dengan produksi sekret mukopurulen yang banyak, nyeri mata sedang hingga berat,
penurunan tajam penglihatan, jaringan parut pada konjungtiva, ada keterlibatan
kornea, konjungtivitis yang rekuren, dan pasien dengan infeksi virus herpes simpleks.
Pasien juga harus dirujuk bila tidak mengalami perbaikan setelah 1 minggu terapi.
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh patogen penyakit menular seksual atau
ureteritis, rujukan ke spesialis kulit dan kelamin juga diperlukan untuk penanganan
yang sesuai.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Indentitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak / Indonesia
Agama : Kristen Protstan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : S1 Hukum
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Jl. Panenga Permai VII
TGL MRS : 14 september 2020
19
20
Genogram Keluarga :
Keterangan :
1. Meninggal dunia
2. Klien
3. Perempuan
4. Laki-laki
5. Tinggal Serumah
Tekanan darah : 130/80 mmHg, Nadi 100 x/menit dan teraba kuat, suara jantung
normal S1 S2 tunggal, suhu 37,5 º C, CRT < 2 detik, tidak sianosis, akral teraba
hangat.
6. Persyarafan (Brain)
Penilaian kesadaran pada Tn.H di dapatkan nilai. GCS : 15 dimana E : 4
(membuka mata spontan), V : 5 (orientasi baik), M : 6 (mengikuti perintah). Uji
12 saraf kranial : Nervus Kranial I : (Olfaktrius) klien dapat membedakan bau
parfum dengan minyak kayu putih. Nervus Kranial II : (Optikus) Klien dapat
melihat dengan jelas. Nervus Kranial III : (Okulomotorius)pasien dapat
menggerakan bola mata ke atas dan ke bawah. Nervus Kranial IV : (Troklear)
klien dapat memutar bola mata. Nervus Kranial V (Trigeminal) klien dapat
memejamkan mata. Nervus Kranial VI : (Abdusen) :klien dapat memejamkan
mata kerateral. Nervus Kranial VII : (Facial) klien dapat mengerutkan wajah.
Nervus Kranial VIII : (Albitorius)klien dapat mendengar suara dengan jelas.
Nervus Kranial IX : (Glosofaringeal) tidak diuji. Nervus Kranial X : (Vagus)
klien mampu menelan. Nervus Kranial XI : (Asesoris) klien mampu
menggerakan bahu kiri. Nervus Kranial XII (Hipoglosal) klien dapat
menggerakan lidahnya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
7. Eliminasi Uri (Bladder)
Kandung kemih tidak tegang, produksi urine ± 1.500 ml 4x/hari jam, warna
kuning, bau khas amoniak.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan
8. Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi klien
18 tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien tidak ada
lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada peradangan,
klien BAB 1x/hari warna kekuningan dengan konsistensi lemah, bising usus
klien terdengar normal 15 x/hari, dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun
benjolan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
9. Tulang-Otot-Intergumen (Bone)
Pergerakan Tn. H secara bebas dan tidak terbatas, ekstremitas atas 5/5 dan
ekstremitas bawah 5/5 normal pergerakanya dan tidak ada peradangan maupun
deformitas pada tulang, maupun patah tulang.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
10. Kulit-Kulit Rambut
Tidak ada riwayat alergi obat, tidak ada riwayat alergi makanan, tidak ada
riwayat alergi kosmesik, suhu kulit hangat, warna kulit normal, turgor normal,
tekstur kulit halus, bentuk kuku simetris.
22
(153)²
= 24,3 (normal)
4. Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat beraktivitas secara mandiri namun sesudah sakit
aktivitas di batasi keluarga.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan “bila ada masalah saya biasanya meminta bantuan orang
terdekat saya seperti keluargadan saya ceritakan semuanya. Bila ada keluhan
yang saya rasakan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
6. Nilai-Pola Keyakinan
Klien meyakini dirinya akan sembuh. Klien dan keluarganya “mengatakan
bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan yang
dianut”.
B. SOSIAL - SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik
2. Bahasa sehari-hari
Pasien menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa dayak
3. Hubungan dengan keluarga
Hubungan dengan keluarga baik
24
Mahasiswa
Julisa Mahendra
25
ANALISA DATA
Do :
Gangguan Rasa Nyaman
- Mata tampak
merah
- Klien tampak
cemas
- Skala nyeri 5
- TTV :
TD : 130/80
N: 100x/menit,
RR : 20x/menit
S : 37,5°C
penyakitnya
PRIORITAS MASALAH
27
RENCANA KEPERAWATAN
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. Media
1. Lembar balik
2. Leaflet
F. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
Pembukaan 5 menit 1. Membuka kegiatan dengan 1. Keluarga
mengucapkan salam pasien
2. Menjelaskan tujuan dari menjawab
penyuluhan salam
3. Menyebutkan materi yang 2. Mendengarkan
akan diberikan dan
memperhatikan
Pelaksanaan 15 Enit 1. Menjelaskan pengertian 1. Mendengarkan
tentang konjungtivitis penyuluh
2. Menjelaskan penyebab menyampaika
konjungtivitis n materi
3. Menjelaskan Gejala 2. Mengikuti dan
konjungtivitis memperhatika
4. Memahami cara Pencegah n langkah-
dan menangani langkah
konjungtivitis latihan gerak
aktif
Evaluasi 5 menit Menanyakan kepada keluarga Menjawab
dan klien tentang materi yang pertanyaan
telah diberikan dan meminta
keluarga dan klien untuk
mengulang kembali secara
singkat
Terminasi 5 menit 1. Mengucapkan terimakasih 1. Mendengarkan
atas perhatian peserta 2. Menjawab
2. Mengucapkan salam salam
penutup
G. Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang latihan gerak aktif (ROM)
diharapkan peserta dapat:
1. Memahami pengertian pengertian tentang konjungtivitis
2. Memahami penyebab konjungtivitis
3. Mengetahui gejala konjungtivitis
4. Memahami cara pencegah dan menangani konjungtivitis
LAMPIRAN MATERI
1. DEFINISI
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun
kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik,
berkaitan dengan penyakit sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat
terjadi pula karena asap, angina dan sinar (Ilyas, 2008; 2014).
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran
pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata berair,
kelopak mata lengket, penglihatan terganggu, serta mudah menular mengenai kedua
mata (Ilyas, 2008).
Konjungtivitis lebih sering terjadi pada usia 1-25 tahun. Anakanak prasekolah
dan anak usia sekolah kejadiannya paling sering karena kurangnya hygiene dan
jarang mencuci tangan (Anonim, 2006).
2. PENYEBAB
Penyebab dari konjungtivitis bermacam-macam yaitu bisa disebabkan karena
bakteri, virus, infeksi klamidia, konjungtivitis alergi. Konjungtivitis bakteri biasanya
disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophillus.
Sedangkan, konjungtivitis virus paling sering disebabkan oleh adenovirus dan
penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus namun sangat
jarang. Penyebab konjungtivis lainnya yaitu infeksi klamidia, yang disebabkan oleh
organisme Chlamydia trachomatis (James dkk, 2005). Konjungtivitis yang
disebabkan oleh alergi diperantai oleh IgE terhadap allergen yang umumnya
disebabkan oleh bahan kimia (Ilyas, 2008).
3. GEJALA KONJUNGTIVITIS
1). Mata merah
2). Nyeri mata
3). Terasa gatal pada kelopak mata
4). Mata terasa pedih
5). Kelopak mata lengket
4. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Suporti
Air mata buatan dapat diberikan 4 kali per hari.Pemberian air mata buatan
dapat membantu mengurangi keluhan, melarutkan, serta membilas alergen
dan mediator-mediator inflamasi yang terdapat pada permukaan
mata.Sebaiknya gunakan air mata buatan yang tidak mengandung bahan
pengawet dan dalam kemasan single-dose agar kemasan tetes mata tidak
menjadi media penularan.
Antihistamin dan vasokonstriktor topikal (misalnya: antazoline,
xylometazoline) dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal yang berat.
Steroid topikal, misalnya prednisolone 0,5% sebanyak 4 kali per hari dapat
diberikan pada konjungtivitis dengan gejala berat, pembentukan
pseudomembran, atau adanya infiltrat subepitel yang mengganggu
penglihatan. Penggunaan steroid topikal harus hati-hati karena dapat
membantu replikasi virus dan memperpanjang masa penularan.Evaluasi
tekanan intraokular harus dilakukan berkala pada penggunaan jangka
panjang.
Irigasi mata dapat dilakukan untuk mengurangi sekret mata yang banyak,
misalnya pada kasus konjungtivitis akibat infeksi Neisseria
gonorrhoeae.Kompres dingin juga dapat diberikan untuk mengurangi
keluhan.Pasien juga diminta untuk menghentikan penggunaan lensa kontak
untuk sementara.
2. Medikamentosa
Terapi medikamentosa konjungtivitis disesuaikan dengan penyebab yang
melatarbelakangi.
4. Konjungtivitis Viral
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk konjungtivitis viral oleh
infeksi adenovirus.Terapi menggunakan antivirus topikal, dilaporkan
tidak efektif untuk konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus.
Antiviral topikal seperti gel ganciclovir, salep idoxuridine, salep
vidarabine, dan tetes mata trifluridine biasanya digunakan pada kasus
konjungtivitis akibat infeksi virus herpes simpleks. Pada kasus
konjungtivitis akibat infeksi virus varicella zoster, pasien diberikan
antiviral berupa asiklovir 5 x 600-800 mg/ hari selama 7-10 hari.
Valasiklovir 3x1000 mg/hari dan famsiklovir 3 x 500 mg/ hari selama 7-
10 hari pemberian juga dapat digunakan untuk mengobati konjungtivitis
pada herpes zoster. Terapi antibiotik topikal biasanya diberikan bila ada
risiko superinfeksi oleh bakteri.
5. Konjungtivitis Bakterial
Terapi medikamentosa konjungtivitis bakterial dapat berupa pemberian
antibiotik topikal seperti kloramfenikol, aminoglikosida (gentamisin,
neomisin, tobramisin), kuinolon (ofloxacin, levofloxacin, dan
sebagainya), makrolid (azitromisin, eritromisin), polimiksin B, dan
bacitracin.Pemberian antibiotik topikal biasanya dengan dosis 4 kali per
hari selama 1 minggu pemberian.Pada kasus dengan gejala yang berat,
pemberian antibiotik dapat lebih sering untuk mempercepat
penyembuhan, mencegah reinfeksi, dan mencegah penularan.
Antibiotik topikal dalam bentuk salep dan gel akan mencapai
konsentrasi yang lebih tinggi karena kontak yang lebih lama, namun
tidak dapat digunakan pada siang hari karena menyebabkan penglihatan
kabur.
Untuk kasus konjungtivitis Neisseria gonorrhoeae antibiotik topikal
pilihan adalahkuinolon, gentamisin, kloramfenikol, atau bacitracin
dengan frekuensi pemberian setiap 1-2 jam sekali disertai pemberian
antibiotik sistemik golongan sefalosporin generasi ketiga dan beberapa
antibiotik golongan makrolida.
Antibiotik sistemik yang dapat digunakan pada
konjungtivitisHaemophilus influenzae(khususnya pada anak) adalah
amoksisilin klavulanat. Konjungtivitis akibatinfeksiMeningococcus
dapat diberikan ceftriaxone, cefotaxime, benzilpenisilin,
atau ciprofloxacin.
Pada kasus infeksi Chlamydia trachomatis, antibiotik sistemik pilihan
adalah azithromycin 1 gram dosis tunggal, dapat diulang 1 minggu
kemudian. Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah doxycycline 2 x
100 mg selama 10 hari, eritromisin 2 x 500 mg selama 14 hari,
amoksisilin, atau ciprofloxacin.
6. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dapat diterapi menggunakan beberapa jenis obat
sepertiantihistamintopikal, mast cell stabilizer, vasokonstriktor,
kortikosteroid, dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS).
Antihistamin topikal mata yang dapat digunakan adalah epinastine dan
azelastine.
Antihistamin oral juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal
sehingga pasien tidak mengusap mata terus menerus.Mast cell
stabilizer digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk mencegah
proses degranulasi sel mast akibat paparan alergen sehingga
mengurangifrekuensi terjadinya eksaserbasi akut. Mastcell
stabilizer biasanya digunakan bersama dengan terapi lainnya. Regimen
yang dapat digunakan adalah lodoxamide, nedocromil, sodium
cromoglycate, dan alcaftadine.
Vasokonstriktor tersedia dalam bentuk tunggal seperti phenylephrine,
oxymetazoline, naphazoline, atau gabungan dengan antihistamin.
Vasokonstriktor topikal dapat mengurangi injeksi konjungtiva untuk
sementara dan tidak efektif digunakan pada konjungtivitis alergi berat.
Kortikosteroid digunakan pada eksaserbasi akut dengan gejala berat atau
bila ditemukan keratopati. Kortikosteroid diberikan per 2 jam dalam
jangka waktu pendek yang kemudian di-tapering off. Sediaan yang
dapat digunakan adalah prednisolone 0,5%, rimexolone 1%,
fluorometholone 0,1%, loteprednol etabonate 0,2-0,5%. Efek samping
yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya infeksi sekunder,
peningkatan tekanan intraokular, dan pembentukan katarak.
Sediaan OAINS topikal mata seperti ketorolak 0,5% dan diklofenak
0,1% dapat dikombinasikan dengan mast cell stabilizer. OAINS topikal
bekerja menghambat mediator non histamin sehingga dapat mengurangi
keluhan pasien.
3. Rujukan
Rujukan ke dokter spesialis mata dapat dilakukan pada pasien konjungtivitis
dengan produksi sekret mukopurulen yang banyak, nyeri mata sedang hingga
berat, penurunan tajam penglihatan, jaringan parut pada konjungtiva, ada
keterlibatan kornea, konjungtivitis yang rekuren, dan pasien dengan infeksi
virus herpes simpleks. Pasien juga harus dirujuk bila tidak mengalami
perbaikan setelah 1 minggu terapi.
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh patogen penyakit menular seksual
atau ureteritis, rujukan ke spesialis kulit dan kelamin juga diperlukan untuk
penanganan yang sesuai.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
K. Metode
3. Ceramah
4. Tanya jawab
L. Media
3. Lembar balik
4. Leaflet
M. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
Pembukaan 5 menit 4. Membuka kegiatan dengan 3. Keluarga
mengucapkan salam pasien
5. Menjelaskan tujuan dari menjawab
penyuluhan salam
6. Menyebutkan materi yang 4. Mendengarkan
akan diberikan dan
memperhatikan
Pelaksanaan 16 Enit 5. Menjelaskan pengertian 3. Mendengarkan
tentang konjungtivitis penyuluh
6. Menjelaskan penyebab menyampaika
konjungtivitis n materi
7. Menjelaskan Gejala 4. Mengikuti dan
konjungtivitis memperhatika
8. Memahami cara Pencegah n langkah-
dan menangani langkah
konjungtivitis latihan gerak
aktif
Evaluasi 5 menit Menanyakan kepada keluarga Menjawab
dan klien tentang materi yang pertanyaan
telah diberikan dan meminta
keluarga dan klien untuk
mengulang kembali secara
singkat
Terminasi 5 menit 3. Mengucapkan terimakasih 3. Mendengarkan
atas perhatian peserta 4. Menjawab
4. Mengucapkan salam salam
penutup
N. Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang latihan gerak aktif (ROM)
diharapkan peserta dapat:
5. Memahami pengertian pengertian tentang konjungtivitis
6. Memahami penyebab konjungtivitis
7. Mengetahui gejala konjungtivitis
8. Memahami cara pencegah dan menangani konjungtivitis
LAMPIRAN MATERI
5. DEFINISI
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun
kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik,
berkaitan dengan penyakit sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat
terjadi pula karena asap, angina dan sinar (Ilyas, 2008; 2014).
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran
pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata berair,
kelopak mata lengket, penglihatan terganggu, serta mudah menular mengenai kedua
mata (Ilyas, 2008).
Konjungtivitis lebih sering terjadi pada usia 1-25 tahun. Anakanak prasekolah
dan anak usia sekolah kejadiannya paling sering karena kurangnya hygiene dan
jarang mencuci tangan (Anonim, 2006).
6. PENYEBAB
Penyebab dari konjungtivitis bermacam-macam yaitu bisa disebabkan karena
bakteri, virus, infeksi klamidia, konjungtivitis alergi. Konjungtivitis bakteri biasanya
disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophillus.
Sedangkan, konjungtivitis virus paling sering disebabkan oleh adenovirus dan
penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus namun sangat
jarang. Penyebab konjungtivis lainnya yaitu infeksi klamidia, yang disebabkan oleh
organisme Chlamydia trachomatis (James dkk, 2005). Konjungtivitis yang
disebabkan oleh alergi diperantai oleh IgE terhadap allergen yang umumnya
disebabkan oleh bahan kimia (Ilyas, 2008).
7. GEJALA KONJUNGTIVITIS
1). Mata merah
2). Nyeri mata
3). Terasa gatal pada kelopak mata
4). Mata terasa pedih
5). Kelopak mata lengket
8. PENATALAKSANAAN
3. Terapi Suporti
Air mata buatan dapat diberikan 4 kali per hari.Pemberian air mata buatan
dapat membantu mengurangi keluhan, melarutkan, serta membilas alergen
dan mediator-mediator inflamasi yang terdapat pada permukaan
mata.Sebaiknya gunakan air mata buatan yang tidak mengandung bahan
pengawet dan dalam kemasan single-dose agar kemasan tetes mata tidak
menjadi media penularan.
Antihistamin dan vasokonstriktor topikal (misalnya: antazoline,
xylometazoline) dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal yang berat.
Steroid topikal, misalnya prednisolone 0,5% sebanyak 4 kali per hari dapat
diberikan pada konjungtivitis dengan gejala berat, pembentukan
pseudomembran, atau adanya infiltrat subepitel yang mengganggu
penglihatan. Penggunaan steroid topikal harus hati-hati karena dapat
membantu replikasi virus dan memperpanjang masa penularan.Evaluasi
tekanan intraokular harus dilakukan berkala pada penggunaan jangka
panjang.
Irigasi mata dapat dilakukan untuk mengurangi sekret mata yang banyak,
misalnya pada kasus konjungtivitis akibat infeksi Neisseria
gonorrhoeae.Kompres dingin juga dapat diberikan untuk mengurangi
keluhan.Pasien juga diminta untuk menghentikan penggunaan lensa kontak
untuk sementara.
4. Medikamentosa
Terapi medikamentosa konjungtivitis disesuaikan dengan penyebab yang
melatarbelakangi.
7. Konjungtivitis Viral
Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk konjungtivitis viral oleh
infeksi adenovirus.Terapi menggunakan antivirus topikal, dilaporkan
tidak efektif untuk konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus.
Antiviral topikal seperti gel ganciclovir, salep idoxuridine, salep
vidarabine, dan tetes mata trifluridine biasanya digunakan pada kasus
konjungtivitis akibat infeksi virus herpes simpleks. Pada kasus
konjungtivitis akibat infeksi virus varicella zoster, pasien diberikan
antiviral berupa asiklovir 5 x 600-800 mg/ hari selama 7-10 hari.
Valasiklovir 3x1000 mg/hari dan famsiklovir 3 x 500 mg/ hari selama 7-
10 hari pemberian juga dapat digunakan untuk mengobati konjungtivitis
pada herpes zoster. Terapi antibiotik topikal biasanya diberikan bila ada
risiko superinfeksi oleh bakteri.
8. Konjungtivitis Bakterial
Terapi medikamentosa konjungtivitis bakterial dapat berupa pemberian
antibiotik topikal seperti kloramfenikol, aminoglikosida (gentamisin,
neomisin, tobramisin), kuinolon (ofloxacin, levofloxacin, dan
sebagainya), makrolid (azitromisin, eritromisin), polimiksin B, dan
bacitracin.Pemberian antibiotik topikal biasanya dengan dosis 4 kali per
hari selama 1 minggu pemberian.Pada kasus dengan gejala yang berat,
pemberian antibiotik dapat lebih sering untuk mempercepat
penyembuhan, mencegah reinfeksi, dan mencegah penularan.
Antibiotik topikal dalam bentuk salep dan gel akan mencapai
konsentrasi yang lebih tinggi karena kontak yang lebih lama, namun
tidak dapat digunakan pada siang hari karena menyebabkan penglihatan
kabur.
Untuk kasus konjungtivitis Neisseria gonorrhoeae antibiotik topikal
pilihan adalahkuinolon, gentamisin, kloramfenikol, atau bacitracin
dengan frekuensi pemberian setiap 1-2 jam sekali disertai pemberian
antibiotik sistemik golongan sefalosporin generasi ketiga dan beberapa
antibiotik golongan makrolida.
Antibiotik sistemik yang dapat digunakan pada
konjungtivitisHaemophilus influenzae(khususnya pada anak) adalah
amoksisilin klavulanat. Konjungtivitis akibatinfeksiMeningococcus
dapat diberikan ceftriaxone, cefotaxime, benzilpenisilin,
atau ciprofloxacin.
Pada kasus infeksi Chlamydia trachomatis, antibiotik sistemik pilihan
adalah azithromycin 1 gram dosis tunggal, dapat diulang 1 minggu
kemudian. Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah doxycycline 2 x
100 mg selama 10 hari, eritromisin 2 x 500 mg selama 14 hari,
amoksisilin, atau ciprofloxacin.
9. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dapat diterapi menggunakan beberapa jenis obat
sepertiantihistamintopikal, mast cell stabilizer, vasokonstriktor,
kortikosteroid, dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS).
Antihistamin topikal mata yang dapat digunakan adalah epinastine dan
azelastine.
Antihistamin oral juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal
sehingga pasien tidak mengusap mata terus menerus.Mast cell
stabilizer digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk mencegah
proses degranulasi sel mast akibat paparan alergen sehingga
mengurangifrekuensi terjadinya eksaserbasi akut. Mastcell
stabilizer biasanya digunakan bersama dengan terapi lainnya. Regimen
yang dapat digunakan adalah lodoxamide, nedocromil, sodium
cromoglycate, dan alcaftadine.
Vasokonstriktor tersedia dalam bentuk tunggal seperti phenylephrine,
oxymetazoline, naphazoline, atau gabungan dengan antihistamin.
Vasokonstriktor topikal dapat mengurangi injeksi konjungtiva untuk
sementara dan tidak efektif digunakan pada konjungtivitis alergi berat.
Kortikosteroid digunakan pada eksaserbasi akut dengan gejala berat atau
bila ditemukan keratopati. Kortikosteroid diberikan per 2 jam dalam
jangka waktu pendek yang kemudian di-tapering off. Sediaan yang
dapat digunakan adalah prednisolone 0,5%, rimexolone 1%,
fluorometholone 0,1%, loteprednol etabonate 0,2-0,5%. Efek samping
yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya infeksi sekunder,
peningkatan tekanan intraokular, dan pembentukan katarak.
Sediaan OAINS topikal mata seperti ketorolak 0,5% dan diklofenak
0,1% dapat dikombinasikan dengan mast cell stabilizer. OAINS topikal
bekerja menghambat mediator non histamin sehingga dapat mengurangi
keluhan pasien.
3. Rujukan
Rujukan ke dokter spesialis mata dapat dilakukan pada pasien konjungtivitis
dengan produksi sekret mukopurulen yang banyak, nyeri mata sedang hingga
berat, penurunan tajam penglihatan, jaringan parut pada konjungtiva, ada
keterlibatan kornea, konjungtivitis yang rekuren, dan pasien dengan infeksi
virus herpes simpleks. Pasien juga harus dirujuk bila tidak mengalami
perbaikan setelah 1 minggu terapi.
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh patogen penyakit menular seksual
atau ureteritis, rujukan ke spesialis kulit dan kelamin juga diperlukan untuk
penanganan yang sesuai.
KONJONGTIVITIS PENYEBAB KONJUTIVITIS
KONJUTIVIS
Gonokokal
2. Virus
Oleh :
Julisa Mahendra
Tingkat III A
3. Alergi. Penyakit ini umumnya terjadi Pencegahanya
pada