Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. R DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DAKRIOSISTISIS PADA SISTEM
PENGINDRAAN

DISUSUN OLEH :

Aprila
2018.C.10a.0958

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
TAHUN 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Studi Kasus ini Disusun Oleh :

Nama : APRILA

Nim : 2018.C.10a.0958

Program Studi : S-1 Keperawatan

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Ny. R


dengan Diagnosa Medis Dakriosistisis.
Telah melaksanakan ujian praktik sebagai persyaratan untuk menempuh
Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Rimba Aprianti, S.Kep., Ners


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini di susun oleh :

Nama : Aprila

Nim : 2018.C.10a.0959

Program Studi : S-1 Keperawatan

Judul :“Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada Ny. R


dengan diagnosa medis Dakriosistisis pada Sistem pengindraan”
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui, Pembimbing Akademik


Ketua Prodi Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners

3
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada
Ny. R dengan Diagnosa Medis Dakriosistisis”.Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK2).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Meida Sinta Ariani, S.kep.,Ners selaku koordinator praktik pra klinik
keperawatan II Program Studi Sarjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat
mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 1 Oktober 2020

Penyusun

4
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1 Konsep Penyakit Otitis Media Kronis.......................................................4
2.1.1 Definisi Otitis Media Kronis..............................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi..............................................................................4
2.1.3 Etiologi Otitis Media Kronis..............................................................9
2.1.4 Klasifikasi Otitis Media Kronis.......................................................10
2.1.5 Patofisiologi (Pathways)..................................................................11
2.16 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)............................................14
2.1.7 Komplikasi.......................................................................................15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...................................................................16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis....................................................................17
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................24
2.2.1 Pengkajian Keperawatan..................................................................24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................30
2.2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................31
2.2.4 Implementasi Keperawatan..............................................................33
2.2.5 Evaluasi Keperawatan......................................................................33
BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................34

5
3.1 Pengkajian...............................................................................................34
3.2 Diagnosa..................................................................................................35
3.3 Intervensi.................................................................................................36
3.4 Implementasi...........................................................................................38
3.5 Evaluasi...................................................................................................38
BAB 4PENUTUP..................................................................................................42
4.1 Kesimpulan..............................................................................................42
4.2 Saran........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44

6
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dakriosistitis merupakan inflamasi pada sakus lakrimal yang dapat bersifat
akut maupun kronis. Pada suatu studi di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata
Cicendo didapatkan 13 kasus dakriosistitis dalam kurun waktu 6 bulan, 7 diantaranya
merupakan dakriosistitis akut dan 6 dakriosistitis kronis. Peradangan pada
dakriosistitis kronis umumnya lebih bersifat subklinis.Tatalaksana definitif dari
dakriosistitis kronis adalah dengan tindakan operasi dakriosistorhinostomi (DCR).
Pada suatu penelitian di Nepal didapatkan operasi drainase lakrimal mencapai 17%
dari seluruh total operasi mata dalam 1 tahun.(Janson B,2013)

Terdapat 2 pendekatan yang banyak dipakai dalam tindakan


dakriosistorhinostomi (DCR) ini, yaitu external DCR dan endoskopi DCR. Studi
menunjukan keberhasilan eksternal DCR pada pasien dengan dakriosistitis mencapai
82,7%. Pada beberapa penelitian lainnya tingkat keberhasilan eksternal DCR
mencapai 90%.Eksternal DCR walaupun dalam era populernya tindakan minimal
invasif endoskopi memberikan hasil yang sebanding sehingga tindakan ini tetap
menjadi pilihan utama bagi banyak oftalmologist. 2–4,6–8 Tujuan dari laporan kasus
ini adalah untuk memaparkan operasi DCR pada pasien dengan dakriosistitis kronis.

Dakriosistitis adalah infeksi bakteri atau fungal pada sakus nasolakrimal, yang
disebabkan obstruksi pada duktus nasolakrimal dan stasis air mata pada sistem
drainase lakrimal. Variasi anatomi, struktur sistem lakrimalis yang abnormal,
kelainan lain seperti deviasi septum nasal, polip nasal, atau rhinitis alergi menjadikan
seseorang lebih rentan terkena dakriosistitis. Dakriosistitis lebih banyak ditemukan
pada etnis Kaukasia, jenis kelamin perempuan, usia di atas >40 tahun, dan juga pada
bayi.(Ashurst JV. Dacryocystitis.2019)

1.2 Rumusan Masalah

7
Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa
medisDakriosistitisPenyakit?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah adalah untuk mendapatkan gambaran dan
pengalaman langsung tentang bagaimana menerapkan asuhan keperawatan pada Ny.
R dengan diagnose medis Dakriosistisis pada system Pengindraan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melengkapi asuhan keperawatan pada Ny. R
dengandiagnosa medis Dakriosistisis pada system pengindraan.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny. R
dengan diagnosa medis Dakriosistisis pada sistem pengindraan.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah keperawatan
pada asuhan keperawatan kepada Ny. R dengan diagnose medis Dakriosistisis
pada sistem pengindraan.
1.3.2.4 Mahasisswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi asuhan keperawatan kepada Ny. R dengan diagnose medis
Dakriosistisis pada sistem pengindraan.
1.3.2.5. Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksanan tindaakan
asuhan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa Dakriosistisi pada
sistem pengindraan.
1..3.2.6 Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan kepada Ny.
R dengan diagnosa Dakriosistisis pada sistem penginderaan.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan
kepada Ny. R dengan diagnose Dakriosistisis pada sistem pengindraan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa mampu menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu

8
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Penyakit Dakriosistitisdan Asuhan
Keperawatannya.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan
mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan diagnosa medis
Penyakit Dakriosistitismelalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi FisiologiDakriosistitis

1.1 gambar antomi Dakriosistisis

Kelenjar lakrimal yang utama adalah kelenjar eksokrin yang berada di bagian
superolateral orbital fossa kelenjar lakrimal. Pada proses perkembangan
embriologinya bagian ini terbagi menjadi dua yaitu lobus orbital dan lobus palpebra.
Kelenjar lakrimal tersusun atas lobus orbital (yang lebih besar) dan lobus palpebral
(yang lebih kecil).Kelenjar ini terletak pada fossa os frontalis di superotemporal
orbita.Ligamen superior transversal (ligamen Whitnall) melewati kedua bagian ini.
Duktus kedua lobus ini akan melewati lobus palpebra.
Kelenjar eksokrin aksesori Krause dan Wolfring terdapat pada bagian dalam
forniks superior tepatnya diatas tarsus.Sekresi cairan lakrimal terbagi menjadi sekresi
basal tingkat rendah dan sekresi refleks.
Lapisan film air mata tersusun atas:
a. Sel goblet yang melapisi bagian dalam lapisan air mata dan akan
mensekresi musin

10
b. Kelenjar lakrimal utama dan aksesori yang akan mensekresikan lapisan
intermediet.
c. Kelenjar meibomian yang akan memproduksi lapisan luar yang
mengandung minyak untuk mengurangi tingkat penguapan lapisan air
mata. Kelenjar lakrimal diperdarahi oleh arteri lakrimal, salah satu cabang
arteri oftalmikus, begitupun aliran venanya dibawa oleh vena lakrimal dan
akan dialirkan ke vena oftalmikus. Pembuluh limfenya mengikuti aliran
limfatik subkonjungtiva.5
Adanya iritasi pada permukaan mata akan mengaktifasi produkasi kelenjar
lakrimal. Cabang oftaklmikus nervus trigiminal berperan sebagai jalur aferen
(sensorik).Jalur eferennya lebih rumit lagi.Serabut parasimpatis yang berasal dari
superior nukleus salivasi di pons, keluar melalui nervus fasialis (N. VII).Serabut
lakrimal tampak sebagai nervus petrosal dan melewati ganglion sfenopalatina. Lalu
memasuki kelenjar lakrimal melalui cabang superior nervus zigomatikus dan akan
beranastomosis dengan nervus zigomatikustemporal dan nervus lakrimal, namun hal
ini masih diperdebatkan
Jalur awal sistem drainase air mata adalah melalui punctum yang berada di
medial pinggir kelopak mata bagian atas dan bawah. Punctum bagian bawah terletak
sedikit lateral bila dibandingkan dnegan yang atas. Disekitar punctum akan dilapisi
oleh ampulla. Setiap punctum akan menuju masing-masing kanalikulus. Kanalikus
dilapisi oleh epitel nonkeratinized dan epitel skuamus yang tidak memproduksi
musin. Pada 90% orang kanalikulus akan bergabung menjadi satu saluran sebelum
memasuki dinding sakus lakrimal.
Sistem drainase lakrimal tersusun atas beberapa bagian, sebagai berikut:
a.       Punctum yang terletak pada posterior pinggir kelopak mata. Secara
normal akantampak pada inspeksi kelopak mata yang dieversikan.
b.      Kanalikulus akan melewati pinggiran kelopak mata secara vertikal sekitar
2 mm. Lalu akan mengarah ke medial dan berjarak 8 mm secara
horizontal untuk mencapai sakkus lakrimal. Kanalikulus superior dan
inferior akan menyatu dan 90% akan terbuka kearah dinding lateral sakus
lakrimal. Terdapat katup kecil (katup Rosenmuller) pada perbatasan
11
kanalikulus komunikata dan sakus lakrimal. Katup ini berfungsi
mencegah refluks air mata ke kanalikulus.
c.       Sakus lakrimal sepanjang 10-12 mm dan berada di fossa lakrimal diantara
krista lakrimal anterior dan posterior. Sakkus lakrimal terpisah dari
meatus media kavitas nasal karena dipisahkan oleh prosessus frontalis
maksila.Pada tindakan dakriostorinostomi dibuat sebuah anastomosis
antara sakkus dan mukosa hidung untuk melewati obstruksi pada duktus
nasolakrimal.
d.      Duktus nasolakrimal sepanjang 12-18 mm terletak pada bagian inferior
sakkus lakrimal. Duktus ini terletak pada lateral dan posterior meatus
nasal inferior. Pintu pembukaan duktus tertutupi oleh katup Hasner.

2.2 Konsep Penyakit Dakriosistitis


2.2.2 DefinisDakriosistitis
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis.Obstruksi pada anakanak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya
penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung. 1 Penyakit ini sering
ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40 tahun, terutama perempuan
dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang
baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan
jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Jarang ditemukan pada
orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan infeksi jamur.1
Dakriosistitis pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus
atau kadang-kadang Streptococcus βhemolyticus. Pada dakriosititis kronik,
organisme dominannya adalah Streptococcus pneumoniae atau jarang sekali Candida
albicans.Pada bayi, infeksi kronik menyertai obstruksi duktus nasolakrimalis, tetapi
dakriosistitis akut jarang terjadi.Dakriosistitis pada anak sering terjadi akibat
Haemophilus influenzae.( J.Medula Unila, 2017)

12
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis.Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya
penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.

Dakriosistitis adalah suatu infeksipada sakus lakrimalis atau saluran air mata yang
berada di dekat hidung.Infeksi ini menyebabkan nyeri, kemerahan, dan
pembengkakan pada kelopak mata bawah, serta terjadinya pengeluaran air mata
berlebihan (epifora).Radang ini sering disebabkan obstruksi nasolakirmalis
olehbakteriS. aureus, S. pneumoniae, Pseudomonas.

Jadi dakriosistisis adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada sakus
lakrimalis akibat adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis, ini biasanya dapat
terjadi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membrane nasolakriminal
sedangkan kasus ini pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada saluran,
missal adanya polip hidup.

2.1.2 Etiologi Dakriosistitis


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi ductus
nasolakrimalis:

a. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium,


atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
b. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
c. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
d. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram
negatif.Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-
Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis

13
kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga
merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.1,6
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering
disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus .Pada
literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae.

Faktor resiko lain seperti umur, wanita, ras (kulit hitam lebih sering dikarenakan
ostium nasolakrimal lebih besar, sedangkan kanal lakrimal lebih pendek dan lurus),
abnormal nasal seperti deviasi septum, rhinitis, hipertrofi inferior turbinate pada
bagian yang infeksi.

2.1.3 Klasifikasi Dakriosistitis


Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis
yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan
kematian.Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis
dan penyebaran infeksinya.
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan
terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
1. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga
sangat tinggi.Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita,
abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian.Dakriosistitis kongenital dapat
berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas.Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis
dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan
perkembangan.

14
2.1.4 PatofisiologiDakriosistitis
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan
bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di
konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis.
Beberapa penyebab utama dari proses infeksi terbagi menjadi 3,yaitu :
1.    Viral
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr virus, Herpes
zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus, Echoviruses, Coxsackievirus A Pada
anak dapat terlihat sebagai komplikasi dari kelenjar air liur, campak, influenza.
2. Bacterial
Staphylococcus aureus and Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Chlamydia trachomatis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium
tuberculosis, Borrelia burgdorferi.Dapat terjadi juga akibat infeksi retrograd
konjungtivitis.Trauma tembus dapat menimbulkan reakso radang pada kelenjar
lakrimal ini.
3. Fungal (jarang)
Histoplasmosis, Blastomycosis, aktinomises, nokardiosissporotrikosis.
4.Sarkoid dan idiopati
Pada penyakit sistemik yang memungkinkan terjadinya dakrioadenitis adalah :
a.       Sarcoidosis
b.      Graves disease
c.       Sjogren syndrome
d.      Orbital inflammatory syndrome
e.       Benign lymphoepithelial lesion6
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air
mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

15
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis.Hal ini dapat diketahui
dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara
lain:
1.      Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.

2.      Tahap Infeksi

Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
3.      Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk
suatu kista.

16
PATHWAYDAKRIOSISTITIS

Inflamasi Trauma Infeksi inflamasi Neoplasm Obstruksi mekanik

Dakriosistitis

Infeksi (sakkus Mata merah Hipoksia Bengkak dan Perubahan


lakrimalis) jaringan bernanah status kesehatan
dari ancaman
Gangguan konsep diri
Inflamasi saraf Kegagalan Iritasi
mekanisme
pertahanan Inadekuat
Pelepasan Sinyal Gangguan
tubuh informasi
mediator mencapai integritas kulit
nyeri system saraf

Gangguan Definisit
Merangsang penglihatan pengetahuan
Pembentukanpr
nosisseptor
ostagladin otak
(reseptor
nyeri) Resiko cidera
Merangsang
Medulla
hipotalamus
spinalis

Thalamus Meningkatnya
titik patokan
suhu (setpoin)
Otak (kroteks
somatosensori Menggigil,meni
k) 17
ngkatkan suhu
basal
Persepsi nyeri
Hipertermia
Nyeri akut

2.1.7 Komplikasi Dakriosistitis


Komplikasi pada dakriosistitis lebih kepada komplikasi terapi
bedah.Dakriosistorinostomi bila dilakukan dengan baik merupakan prosedur yang
cukup aman dan efektif.Namun, seperti pada semua prosedur pembedahan,
komplikasi berat dapat terjadi.Perdarahan merupakan komplikasi tersering dan
dilaporkan terjadi pada 3% pasien.Selain itu, infeksi juga merupakan komplikasi
serius dakriosistorinostomi. Beberapa ahli menyarankan pemberian antibiotik drop
spray pada hidung setelah pembedahan. Kegagalan dakriosistorinostomi paling sering
disebabkan oleh osteotomi atau penutupan fibrosa pada pembedahan ostium yang
tidak adekuat.Komplikasi lainnya meliputi nyeri transient pada segmen superior
os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang
tampak jelas.

2.1.8 Pemeriksaan penunjang Dakriosistitis


Diagnosis dakriosistitis dapat dengan mudah ditegakkan secara klinis.Namun,
beberapa pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis, misalnya tes Anel, tes
Jones, dan dakriosistogram.

2.1.8.1 Tes Anel


Tes Anel dapat menilai fungsi ekskresi air mata melalui sistem drainase
nasolakrimal.Tes Anel dilakukan dengan memasukkan cairan garam fisiologis ke
dalam kanalikuli lakrimalis melalui pungtum lakrimalis inferior.Hasil positif bila
pasien merasakan sensasi asin dan tampak reaksi menelan yang menunjukkan patensi
sistem drainase nasolakrimalis. Bila terjadi regurgitasi cairan garam fisiologis beserta

18
sekret mukoid dari pungtum lakrimalis superior dan teraba pembesaran sakus
lakrimalis, kemungkinan ada obstruksi total pada duktus nasolakrimal.

2.1.8.2 Dye Disappearance Test (DDT)


Dye disappearance test (DDT) bertujuan untuk menilai ekskresi air mata yang
adekuat. Pemeriksaan DDT dilakukan dengan meneteskan cairan fluoresen pada
konjungtiva forniks kemudian dievaluasi menggunakan slit lamp dengan filter biru
cobalt. Jumlah fluoresen yang persisten setelah 5 menit dapat meningkatkan
kecurigaan adanya obstruksi pada sistem nasolakrimal.Pemeriksaan DDT berguna
pada anak-anak karena pemeriksaan anel, probing, atau Jones sulit dilakukan tanpa
sedasi.
2.1.8.3 Tes Jones
Tes Jones pada awalnya merupakan pemeriksaan penunjang untuk
mengevaluasi gejala epifora.Tes Jones terbagi menjadi tes Jones I dan II. Tes Jones I
dilakukan dengan meneteskan fluoresen pada konjungtiva forniks, kemudian wire
dengan ujung kapas dimasukkan melalui meatus nasal inferior selama 2-5 menit.
Hasil negatif (tidak ada pewarnaan pada kapas) menunjukkan adanya obstruksi secara
anatomis ataupun gangguan fungsi sistem lakrimal.
Tes Jones II dilakukan dengan mengirigasi residu fluoresen dari pemeriksaan Jones I
menggunakan kanula dan salin normal melalui pungtum dan kanalikuli lakrimalis
inferior (seperti tes Anel).Hasil positif bila keluar fluoresen melalui hidung tanpa
regurgitasi. Hasil negatif, ketika tidak ada cairan pewarna yang keluar dari hidung,
yang menunjukkan obstruksi total sistem nasolakrimal. Jika cairan irigasi hanya
berwarna jernih, kemungkinan terdapat obstruksi pada pungtum atau kanalikuli
lakrimal.Bila terdapat regurgitasi fluoresen di sekitar kanula, kemungkinan terdapat
obstruksi pada kanalikuli lakrimal.

2.1.8.4 Dakriosistogram
Pemeriksaan rontgen substracting dakriosistogram yang dilakukan oleh
radiografer terlatih dapat memberikan gambaran kelainan anatomi pada pasien
dakriosistitis.Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan.

19
2.1.9 Penatalaksanaan Medis Dakriosistitis
Pengobatan dakriosistitis tergantung pada manifestasi klinis
penyakit.Pengobatan dakriosistitis pada anak/neonatus dilakukan pengurutan pada
kantong mata ke arah pangkal hidung. Dapat diberikan antibiotik atau tetes mata,
sulfonamid 4-5 kali sehari. Bila perlu dapat dilakukan probing ulang. Sedangkan pada
dewasa pengobatan dapat dilakukan dengan kompres hangat pada daerah sakus yang
terkena dalam frekuensi yang cukup sering. Antibiotik yang sesuai, baik sistemik
maupun lokal. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan apabila peradangan sudah dapat diatasi terlebih dahulu.6

2.1.9.1 Dakriosistitis Akut


Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotik lokal dan
sistemik.Tatalaksana dakriosititis dapat diberikan antibiotik seperti amoxicillin dan
chepalosporine (cephalexin 500 mg per oral tiap 6 jam) juga merupakan pilihan
antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Beberapa antibiotik yang dapat
digunakan seperti amoxicilin dan clavulanat, ampicilin dan sulbactam, levofloxacin,
trimetropim atau polimiksin B tetes, gentamisin, tobramisin tetes, deksametason.4
Dakriosistitis akut dengan selulitis orbital mengharuskan pasien di rawat inap
dengan pemberian antibiotik intravena (IV).Ampicilin-sulbactam, ceftriaxon dan
moxifloxacin adalah antibiotik alternatif yang mungkin diberikan.Vankomisin harus
dipertimbangkan untuk yang dicurigai infeksi MRSA.Terapi antimikroba empiris IV
untuk Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin (nafcillin atau cloxacillin)
harus segera dimulai.Perwatan dengan kompres hangat dapat membantu dalam
penyelesaian penyakit. Abses kantung nasolacrimal yang menonjol harus dibedah.7
Infeksi purulen pada saccus lakrimal harus diperlakukan sama. Rawat inap tidak
wajib kecuali kondisi pasien tampak serius.Perawatan dengan antibiotik oral
(misalnya amoxicilin-klavulanat) adalah pilihan yang tepat.
Berikut ini adalah beberapa petunjuk penatalaksanaan dakriosistitis akut :
a. Hindari irigasi atau probing sistem kanalikular sampai infeksi teratasi. Pada
kebanyakan kasus, irigasi tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan
akan sangat nyeri jika dilakukan pada infeksi yang sedang aktif.

20
b. Hampir sama, probing diagnostik atau terapi pada duktus nasolakrimal tidak
diindikasikan pada pasien dewasa dengan dakriosistitis akut.
c. Antibiotik topikal terbatas penggunannya. Mereka tidak sampai ke fokus
infeksi karena terjadi stasis pada sistem drainase lakrimal. Mereka juga tidak
bisa penetrasi sempurna kedalam jaringan sekitar.
d. Antibiotik oral efektif pada kebanyakan infeksi. Bakteri gram positif adalah
penyebab terbanyak pada dakriosistitis akut. Bagaimanapun diduga organisme
gram negatif pada pasien dengan diabetes atau imunokompromis atau pada
orang-orang yang terpapar patogen atipikal (misal, idividu yang dalam masa
perawatan).
e. Antibotik parenteral biasa digunakan pada penatalaksanaan kasus-kasus yang
berat, terutama jika terdapat selulitis atau ekstensi orbital.
f. Aspirasi sakus lakrimal mungkin bisa dilakukan jika terdapat folikel-mukokel
yang terlokalisir dan melekat pada kulit. Informasi antibiotik sistemik yang
digunakan adalah berdasarkan hasil kultur..
g. Abses yang terlokalisir pada sakus lakrimalis dan jaringan sekitar
ditatalaksanakam dengan insisi dan drainase. Penatalaksanaan ini harus
direservasi untuk kasus yang berat dan kasus-kasus yang tidak respon pada
tindakan konservatif, karena secara kronis dapat terbentuk eptelialisasi-fistula
antara yang menghubungkan drainase dengan sakus lakrimalis.
h. Dakriosistitis yang mengindikasikan terjadinya obstruksi total pada duktus
nasolakimalis memerlukan tindakan dakriosistorinostomi (DCR) pada
kebanyakan kasus karena terjadi epifora persisten dan infeksi berulang. Pada
umumnya, tindakan pembedahan ditunda sampai terjadi resolusi infeksi akut.
Beberapa pasien, bagaimanapun, berlanjut mendapatkan infeksi subakut
sampai bedah drainase definitif dilakukan.
2.1.9.2 Dacriosistitis Kronik
Pada dakriosistitis kronik dilakukan irigasi dengan antibiotik. Bila
penyumbatan menetap perbaiki sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara
dakriosistorinstomi bila keadaan radang sudah tenang. Masase atau pemijatan dapat
menimbulkan refluks material mukoid melewati sistem kanalikuli ke permukaan
21
mata. Probing diagnostik dan irigasi harus dilakukan pada saluran atas mata pada
pasien dewasa karena probing duktus nasolakrimalis tidak membuat terjadinya
patensi persisten pada dewasa. Jika tidak dicurigai adanya tumor, tidak ada evaluasi
diagnostik lanjut yang diindikasikan untuk memastikan diagnosis obstruksi duktus
nasolakrimalis total. Dakriosistitis kronis perlu diatasi secara pembedahan sebelum
pembedahan intraokular elektif.
Penatalaksaan dakriosistitis dapat juga dilakukan dengan pembedahan, yang
bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi.Prosedur pembedahan yang sering
dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada
DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan
cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Setelah infeksi
sembuh, pasien akan memerlukan operasi perbaikan penyumbatan saluran
nasolakrimal. Operasi ini disebut Dakriosistorhinostomi (DCR), dimana saluran baru
dibuat untuk memungkinkan air mata mengalir keluar kembali, melalui
hidung.Operasi spesifik tergantung pada bagian yang menyumbat. DCR dapat
dilakukan dengan cara sayatan terbuka atau endoskopi.

2.1 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, alamat, dan
tanggal masuk rumah sakit.

2.2.1.2 Riwayat Kesehatan


a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan penyakit
dakriosistisis bervariasi, antara lain : pasien merasa sakit pada area sekitar
mata, niasa kemerahan, terasa nyeri, mengeluarkan air mata berlebihan
dan juga ada bengkak.
b) Riwayat Penyakit Sekarang

22
Pasien dengan penyakit dakriosistisi biasanya diawali denganmata
kemerahan , mengeluarkan air mata berlebihan dan nyeri di daerah area
mata sebelah kanan ataupun kiri.
c) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita
penyakit yang lain seperti TB paru, DM, asma, kanker, pneumonia, dan
lain-lain. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya faktor
predisposisi.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama atau mungkin penyakit-penyakit lain yang mungkin dapat
menyebabkan penyakit dakriosistisis.
2.2.1.3 Riwayat psikososial
2.2.1.4 Pola fungsi kesehatan
2.2.1.5 Pola nutrisi dan metabolik
2.2.1.6 Pola eliminasi
2.2.1.7 aktivitas dan latihan
2.2.1.8 Pemeriksaan fisik
2.2.1.2.1 Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1)  Sistem integumen
2)  Sistem pernapasan
3)  Sistem pengindraan
4)  Sistem kordiovaskuler
5)Sistem gastrointestinal
6)Sistem muskuloskeletal
7)  Sistem neurologis
8)Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisiologi ( D.0077.Hal.172)

23
2.3.2.2 Risiko Infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
( D.0142.Hal.304)
2.3.2.3 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
( D.0111.Hal.246)

2.2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

24
Diagnosa
Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional

Dx I : Nyeri akut Tujuan : setelah dilakukan 1. Mengukur TTV klien 1. Mengetahui tingkat
berhubungan dengan Agen tindakan keperawatan selama 3x 2. Identifikasi skala nyeri skala nyeri pasien
pencedera fisiologi 24 jam diharapkan Rasa nyeri 3. Memberikan teknik 2. Agar pasien merasa
klien berkurang dan TTV normal nonfarmakologis lebih tenang
yg di harapkan : 4. Jelaskan strategi 3. Agar pasien
Suhu : 36,50C meredakan nyeri mengetahui bagaimana
Nadi : 80x/menit 5. Kolaborasi pemeberian starategi meredakan
RR : 20x/menit analgetik jika perlu nyeri
TD : 120/80 mmHg 4. Kolaborasi pemberian
KH : obat jika perlu
1. Klien tidak
merasa nyeri
Nyeri
2. Klien dapat
beristirahat
dengan tenang
dan nyaman tanpa
gangguan rasa
nyeri
Dx II : Risiko Infeksi Tujuan : setelah dilakukan 1. Mengukur TTV pasien
berhubungan dengan tindakan keperawatan selamat 2. Identifikasi adanya
masuknya mikroorganisme 1x7 jam diharapkan Klien Infeksi
/merasa aman dan tenang dan 3. Hindari paparan
TTV normal yg di harapkan : langsung dengan
Suhu : 36,50C cahaya matahari atau
Nadi : 80x/menit cahaya yang tidak
RR : 20x/menit perlu
TD : 120/80 mmHg 4. Atur suhu lingkungan
yang sesuai
KH : 5. Ajarkan pasien dan
1. Klien tidak perlu keluarga/pengunjung
terlalu cemas untuk upaya
dengan pencegahan infeksi
penyakitnya
2. Klien merasa
tenang
3. Resiko infeksi

26
hilang/tertunda
Dx III : Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi harapan
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 1x 7 jam dan mengelola perilaku
terpaparnya informasi diharapkan kriteria hasil : 2. Hindari sikap
1. Klien merasa menyudutkan dan
lebih aman menghentikan
2. Klien dapat pemebicaraan
mengetahui 3. Hindari sikap
penyakitnya mengancam dan
3. Klien tampak berdebat
rileks 4. Informasikan keluarga
4. Klien merasa bahwa keluarga
lebih tenang sebagai dasar
pembentukan kognitif

27
2.3.4 Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna Keliat, 2015).
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
2012 ).

28
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa :Aprila


NIM : 2018.C.10a.0958
Ruang Praktek :-
Tanggal Praktek : 1-6 oktober 2020
Tanggal & Jam Pengkajian :01 oktober 2020 pukul :08:00 WIB
3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 54 Tahun
TTL : Palangka Raya, 22 September 1945
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Kerinci
Tgl MRS :30 september2020
Diagnosa Medis :Dakriosistisis

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan mata kiri terasa keluar air mata berlebihan
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien di antar keluarga ke Rumah sakit pukul 09.00 wib, dengan keluhan mata kiri keluar air
mata berlebih sejak kurang lebih selama 2 minggu yang lalu, cairan yang keluar berwarna
putih keruh. Awal nya pasien merasa gatal, keluar kotoran tetapi tidak sering, kemerahan,
bengkak pada ujung mata, dan terasa nyeri timbul nyeri pada saat tersentuh, terasa seperti
tertekan, nyeri di bagian ujung kiri mata, dan skala nyeri sedang yaitu 5. Pasien mengatakan
bertambah nyeri apabila ditekan atau saat tersentuh ketika membersihkan mata dnegan tissue.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital pasien yaitu suhu tubuh pasien 36,70C,
nadi 84x/menit, RR 20x/menit, dan dari hasil lab leukocyte pasien juga meningkat dan
29
menandakan adanya infeksi bakteri. Di IGD pasien mendapatkan terapi inj PCT infus 100mg,
itraconazole oral 100 mg/ hari, salbutamol 2x1 tab oral, inj ceftriaxone 2x450mg. kemudian
pasien di pindahkankan ke ruang P di rumah sakit tersebut untuk di rawat inap.
3.1.2.3 Riwayat Kesehatan lalu
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti yang sekarang ini sebelumnya.
3.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga :
Pasien menyangkal adanya penyakit yang sama dengan keluarga.
GENOGRAM KELUARGA

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: pasien

3.1.3 Pemeriksaan fisik

3.1.3.1 Keadaan Umum


Klien Berpakaian kurang rapi,kesadaran compos menthis, pasien tampak cemas,
pasien berbaring dengan posisi supinasi/semi fowler .
3.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah datar, bentuk badan klien kurus,
cara berbaring supinasi / semi fowler klien dalam keadaan sadar dan sedih mampu berbicara
dengan jelas , penampilan klien kurang rapi. Klien dalam keadaan sadar sehingga dapat
dilakukan pengkajian tentang orientasi waktu(Klien dapat membedakan waktu

30
pagi,siang,malam) , orientasi orang (Klien dapat membedakan perawat dan keluarga),
orientasi tempat (Klien mengetahui sekarang di RS), mekanisme pertahanan klien adaftif
Keluhan lain tidak ada.
3.1.3.3 Tanda-tanda vital
Suhu/T : 36,7 0C  Axilla
Nadi/HR : 84x/menit
Pernapasan/RR : 20x/menit
Tekanan Darah : 130/80mm Hg
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, kebiasaan merokok tidak ada, tidak batuk , tidak adanya sputum,
sianosis tidak ada, nyeri dada tidak ada, sesak napas tidak ada , tipe pernafasan perut dan dada
, irama pernafasan teratur, tidak ada suara nafas tambahan.
Keluhan lain tidak ada.
Masalah keperawatan:
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Suara jantung normal, bunyi lub dup, capillary reflill< 2 detik, asites tidak ada,
terdapat oedema tidak ada, vena jugularis tidak meningkat.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS Ny.S E : 4 V:5, M: 6 total nilai GCS: 15. Kesadaran klien compos menthis
, pupil isokor, reaksi cahaya kanan dan kiri positif.
Uji syaraf kranial:
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I ( olfaktoris): Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih
dan alkohol
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (optikus) :Klien dapat membaca dengan jelas
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (okulomotorius) :Pupil pada mata klien bergerak kurang baik
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (trochlear): Klien dapat menggerakkan bola matanya keatas
dan kebawah
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (trigeminus):Klien dapat mengubah makanan yang di makanya
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (abdusen):Klien dapat menggerkkan bola mata ke samping
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (fasialis)::Klien dapat tersenyum

31
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (vestibulokokhlearis)::Klien dapat mendengar perkataan
perawat dengan jelas
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (glosofaringeus):Klien dapat menelan dengan baik
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (vagus): Klien dapat berbicara dengan jelas
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (assesorius) :Klien dapat menggerakkan bahu dan kepalanya
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (hipoglosus):Klien dapat menggerakkan lidahnya
Uji kordinasi ekstermitas atas jari ke jari tidak dilakukan, uji jari ke hidung tidak
dilakukan, ekstermitas bawah tumit ke jempol kaki tidak dilakukan, uji kestabilan tubuh tidak
dilakukan.
Keluhan lain : Klien mengatakan keluar cairan berwarna putih keruh.
Masalah keperawatan :Risiko infeksi
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urin 1000 ml 24 x/ jam, warna kuning, bau khas urine ( Amoniak), klien
dapat BAK dengan lancar dan tidak ada masalah.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (bowel)
Bibir klien lembab tidak ada pecah-pecah, gigi klien baik dan lengkap , gusi klien
baik merah muda dan tidak ada pradangan , lidah klien banyak jamur berwarna putih ,
mukosa klien baik tidak ada peradangan, tonsil klien baik tidak meradang, rectum baik, klien
tidak memiliki hemoroid. Klien dapat buang air besar setiap hari sebanyak 2 kali , nyeri
tekan pada bagian abdomen tidak ada, tidak ada benjolan. Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.9 Otot-Otot- Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien bebas, ukuran otot simetris, uji kekuatan otot klien
ekstermitas atas 5/5, ekstermitas bawah 5/5 tidak ada peradangan, perlukaan dan patah tulang,
tulang belakang klien normal.
3.1.3.10 Kulit-kulit Rambut
Klien memiliki riwayat alergi terhadap obat ( klien mengatakan alergi obat Rimfampicin),
makanan( klien mengatakan telor,ayam,ikan tongkol), kosmetik ( Tidak ada) atau yang
lainnya. Suhu kulit klien hangat, warna kulit klien normal, turgor kulit cukup, tekstur kasar,
tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tekstur rambut baik, distribusi rambut lurus dan
merata , bentuk kuku simetris, kuku klien tampak pendek.
32
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.11 Sistem Pengindraan
Mata dan penglihatan, fungsi penglihatan klien kurang baik baik, bola mata dapat
bergerak secara normal, visus mata kiri dikaji dengan jarak 5-6 meter dengan snellen card
periksa visus OD/OS, scklera normal/putih, konjunctiva kemerahan, kornea bening klien
tidak menggunakan alat bantu penglihatan, ada nyeri,. Fungsi hidung/penciuman, simetris,
tidak ada lesi dan nyeri tekan sinus.( masukan visus berapa ? )
Keluhan lain : cairan yang keluar berwarna putih keruh, mata terdapat rasa gatal
kemerahan dan bengkak pada ujung mata dan sering terasa nyeri.
Masalah keperawatan :Risiko Nyeri dan Risiko infeksi
3.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tyroid
tidak teraba, mobilitas leher bebas.

3.1.3.13 Sistem Reproduksi


Pada sistem reproduksi tidak ada di lakukan pengkajia
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan merupakan suatu keadaan terbebas dari
penyakit.Sedangkan penyakit adalah keadaan dimana fisik terganggu karena terjadi proses
penyakit.
3.1.4.2 Nutrisi Metabolisme
Klien memiliki tinggi badan 160 Cm, berat badan sekarang 56 kg , berat badan
sebelum sakit 56 Kg, mual muntah tidak ada, kesukaran menelan tidak ada, tidak ada keluhan
lainnya.
IMT = BB : TBxTB
IMT = 56 : 160x 160 = 21,4 ( Berat badan ideal)

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit

Frekuensi/hari 3x Sehari 3x Sehari

Porsi 1 Porsi 1 Porsi

Nafsu makan Baik Baik

33
Jenis Makanan Nasi, Sayur, ikan, Nasi, Sayur,
buah ikan, buah

Jenis Minuman Air Putih,teh Air Putih,teh

Jumlah minuman/cc/24 jam 6-10 gelas 6-10 gelas

Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang,


malam

Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada

3.1 Tabel pola makan sehari-hari


Masalah Keperawatan : tidak ada

3.1.4.3 Pola Istirahat dan Tidur


Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-7 jam sedangkan pada siang
hari 1-2 jam. Saat sakit pasien tidur 5-6 jam dan siang hari 1-2 jam Masalah keperawatan:
tidak ada masalah
3.1.4.4 Kognitif
klien mengatakan kurang mengetahui penyakit yang diderita saat ini.
Masalah keperawatan: defisit pengetahuan
3.1.4.5 Konsep Diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri)
Pasien mengatakan tentang keadaannya saat ini, pasien terlihat sedih pasien menyadri
bahwa klien sedang sakit pasien tetap menerima kedaannya dengan baik dan berdoa selalu
untuk kesembuhannya.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Saat sakit aktivitas sehari-hari yang dilakukan klien hanya berbaring dan tidur,
sedangkan saat sehat klien mampu melakukan aktivitas ringan secara mandiri.Masalah
keperawatan tidak ada.
3.1.4.7 Koping-Toleransi Terhadap Stres
Apabila ada masalah klien menceritakan kepada keluarga

3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan


Klien dan keluarga beragama islam dan tidak memiliki nilai-nilai/keyakinan yang
bertentangan dengan proses keperawatan. Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.5 Sosial-Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan Berkomunikasi
34
Klien mampu berkomunikasi dengan keluarga,perawat,dan dokter.
3.1.5.2 Bahasa Sehari-hari
Bahasa sehari-hari yang digunakan klien dan keluarga berupa bahasa Indonesia dan
jawa .
3.1.5.3 Hubungan Dengan Keluarga
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.4 Hubungan Dengan Teman/ petugas kesehatan/ orang lain
Hubungan dengan petugas kesehatan baik
3.1.5.5 Orang Berarti/ Terdekat
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang
Tidur dan mengobrol kepada keluarga
3.1.5.7 Kegiatan Beribadah
Saat sehat klien rutin mengikuti ibadah, Selama klien sakit hanya bisa berdoa di
tempat tidur
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
Data penunjang : 30 September 2020
Parameter Hasil Interpretasi
Leukocyte 15,1/ul ( Meningkat 4.5-11.0 10^3/uL
adanya leukositosis yang
menandakan infeksi
bakteri)

Hemoglobin 14.1 11.5-18.0 g/dl


Trombosit 47.5 37- 48%
LED 20 ml/jam ( meningkat <15 ml/jam
adanya suatu perjalan
penyakit berupa infeksi )

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Data penunjang :1 oktober 2020
Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Ciprofloxacin 2x 500 mg Oral 1.Antibiotik untuk pengobatan
beberapa infeksi bakteri. 

35
Methylprednisolo 2x 500mg Oral 2.Obat  untuk mengatasi penyakit
ne yang menyebabkan peradangan

3.Digunakan untuk menangani


Neomycin 3x1 Otic infeksi bakteri yang terjadi di organ
tersebut

Amoxcilin 3x1 Oral 4.Obat untuk menghambat


pertumbuhan bakteri yang
menyebabkan infeksi di organ paru-
paru, saluran kemih, kulit, serta di
bagian telinga, hidung, dan
tenggorokan.

Palangka Raya, 01Oktober 2020


Mahasiswa,

APRILA
NIM: 2018.C.10a.0958

36
ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN DATA


KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
OBYEKTIF
DS : Infeksi (sakkus lakrimalis)
Pasien mengatakan terasa nyeri dengan
timbul nyeri pada saat di sentuh, terasa Inflamasi
seperti tertekan, terasa nyeri di bagian
ujung kiri mata, dan skala nyeri sedang Pelepasan mediator nyeri
yaitu 5.
DO : Merangsang nesipsopptor
Pasien tampak meringis, pasien tampak
gelisah, pasien terlihat sulit tidur Medulla spinalis Nyeri akut
Hasil TTV :
TD : 130/80 mmHg Thalamus
N : 84x/menit
RR : 20x/menit Otak (kroteks somatosensorik )
S : 36,70 C
Persepsi nyeri

Nyeri akut

DS : Masuknya mikroorganisme
Pasien mengatakan penglihatanya
terganggu, pasien juga mengatakan ada Menimbulkan peradangan
cairan yang keluar berwarna putih keruh, Risiko Infeksi
pasien juga mengatakan keluar kotoran Infeksi
tetapi tidak sering.

DO :
Terlihat cairan yang berwarna putih
keruh, ada pembekakan, kemerahan, dan
keluar kotoran tetapi tidak sering dari
hasil pemeriksaan lab didapatkan adanya
peningkata adanya leukosit yang
menandakan infeksi bakteri, hemoglobih
pasien meningkat yaitu 14,1 dan LED
menunjukan ada suatu perjalanan
penyakit berupa infeksi,.

DS :
Pasien mengatakan kurang mengetahui
tentang penyakitnya

DO : Kurang terpaparnya informasi Defisit pengetahuan


- Menunjukan perilaku tidak sesuai
anjuran
- menunjukkan persepsi yang keliru
terhadap masalah .
- Pendidikan terakhir pasien SMP
Pasien sering bertanya-tanya tentang
penyakitnya

PRIORITAS MASALAH

38
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencederaan fisiologi ditandai dengan
infeksi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

39
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien :Ny. R


Ruang : -

Diagnosa
Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional

Dx I : Nyeri akut Tujuan : setelah dilakukan 1. Mengukur TTV klien 5. Mengetahui tingkat
berhubungan dengan Agen tindakan keperawatan selama 3x 2. Identifikasi skala nyeri skala nyeri pasien
pencedera fisiologi 24 jam diharapkan Rasa nyeri 3. Memberikan teknik 6. Agar pasien merasa
klien berkurang nonfarmakologis lebih tenang
KH : 4. Jelaskan strategi 7. Agar pasien
TTV normal yg di harapkan : meredakan nyeri mengetahui bagaimana
Suhu : 36,50C 5. Kolaborasi pemeberian starategi meredakan
Nadi : 80x/menit analgetik jika perlu nyeri
RR : 20x/menit 8. Kolaborasi pemberian
TD : 120/80 mmHg obat jika perlu
1. Klien tidak merasa nyeri
Nyeri
2. Klien dapat beristirahat
dengan tenang dan
nyaman tanpa gangguan
rasa nyeri dan skala nyeri
menunjukan ke angka 1-
2

Dx II : Risiko Infeksi Tujuan : setelah dilakukan 1. Mengukur TTV pasien


berhubungan dengan tindakan keperawatan selamat 2. Identifikasi adanya
masuknya mikroorganisme 1x7 jam diharapkan Klien Infeksi
/merasa aman dan tenang 3. Hindari paparan
langsung dengan
KH : cahaya matahari atau
TTV normal yg di harapkan : cahaya yang tidak
Suhu : 36,50C perlu
Nadi : 80x/menit 4. Atur suhu lingkungan
RR : 20x/menit yang sesuai
TD : 120/80 mmHg 5. Ajarkan pasien dan
keluarga/pengunjung
1. Resiko infeksi untuk upaya
hilang/tertunda pencegahan infeksi
2. Pasien tampak tenang
3. Tidak ada lagi

41
kemerahan pada mata
4. Tidak ada lagi cairan
yang keluar
Dx III : Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi harapan
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 1x 7 jam dan mengelola perilaku
terpaparnya informasi diharapkan kriteria hasil : 2. Hindari sikap
1. Klien merasa lebih aman menyudutkan dan
2. Klien dapat mengetahui menghentikan
penyakitnya pemebicaraan
3. Klien tampak rileks 3. Hindari sikap
4. Klien merasa lebih mengancam dan
tenang berdebat
4. Informasikan keluarga
bahwa keluarga
sebagai dasar
pembentukan kognitif

42
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
Dx 1, kamis 1 oktober 2020 1. Mengukur TTV klien S = Klien mengatakan nyeri
Jam 08.00 wib 2. Mengidentifikasi skala terasa berkurang
nyeri
3. Memberikan teknik O = Klien mengatakan dengan
nonfarmakologis mengunakan strategi
4. Menjelaskan strategi meredakan nyeri pasien
meredakan nyeri merasa lebih lega dan nyaman Aprila
5. Berkolaborasi dalam dan skla nyeri pasien dengan
pemeberian analgetik nilai 1-2, hasil TTV pasien
yaitu :
Suhu : 36,50C
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
TD : 120/80 mmHg

43
A = Masalah teratasi sebagian

P = Lanjutan Intervensi

Dx 2, Kamis 1 oktober 2020 1. Mengukur TTV pasien S = klien mengatakan lebih


13.00 wib 2. Mengidentifikasi nyaman dan tenang
keamanan dan O = klien mengatakan dengan
kenyamanan lingkungan menghindari paparan sinar Aprila
3. Menghindari paparan mata hari secara langsung
langsung dengan cahaya mata tidak terasa adanya
matahari atau cahaya gangguan pengliahatan hasil
yang tidak diperlukan TTV pasien yaitu :
4. Mengatur suhu ruangan Suhu : 36,50C
yang sesuai Nadi : 80x/menit
5. Mengajarkan pasien dan RR : 20x/menit
keluarga/ pengunjung TD : 120/80 mmHg
untuk upaya pencegahan
infeksi
A = Masalah Teratasi sebagian

44
P = Intervensi Lanjutan
Dx 3, kamis 1 oktober 2020 1. Mengindentifikasikan S = Pasien mengatakan
16.00 wib harapan dan mengelola sekarang dapat mengetahui
perilaku penyakitnya
2. Menghindari sikap O = Pasien terlihat menyikapi Aprila
menyudutkan dan penyakitnya dengan tenang
menghentikan dan sabar Hasil identifikasi
pembicaraan pengetahuan pasien mengenai
3. Menghindari sikap penyakit yang di derita
mengancam dan berdebar  Klien memahami
4. Menginformasikan tentang penyakit yang
keluarga bahwa keluarga diderita
sebagai dasar  Klien tampak
pemebtntukan kognitif mengetahui cara
pengobatan
 Klien tampak bisa
mengulang penjelasan

A = masalah teratasi
P= Intervensi dihentikan

45
46
BAB 4
PENUTUP

4.1.1 Kesimpulan
Jadi Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis.Obstruksi pada anakanak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya
penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung. 1 Penyakit ini sering ditemukan
pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40 tahun, terutama perempuan dengan puncak
insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang
terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama
antara laki-laki dan perempuan. Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan
kecuali bila didahului dengan infeksi jamur.1 Dakriosistitis pada orang dewasa biasanya
disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau kadang-kadang Streptococcus βhemolyticus.
Pada dakriosititis kronik, organisme dominannya adalah Streptococcus pneumoniae atau
jarang sekali Candida albicans.Pada bayi, infeksi kronik menyertai obstruksi duktus
nasolakrimalis, tetapi dakriosistitis akut jarang terjadi.Dakriosistitis pada anak sering
terjadi akibat Haemophilus influenzae.( J.Medula Unila, 2017)

4.1.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa agar laporan studi kasus ini berguna untuk menambah ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa dan mampu mempelajari asuhan keperawatan dengan
diagnosa medis Dakriosistisis dan sebagai acuan atau referensi untuk mahasiswa dalam
penulisan laporan studi kasus selanjutnya.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini dapat
dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa dalam membuat
asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Dakriosistisis pada masa mendatang.
4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Untuk RSUD A Palangka Raya khususnyapada sistem pendengaran,laporan ini dapat
memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Dakriosisitisis dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan di rumah sakit kepada
pasien dengan diagnosa medis Dakriosistisis.

47
DAFTAR PUSTAKA
Eva PR, Whitcher JP. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Ed 17. Jakarta: EGC, 2013; Hal
89 .
Shah CP, Santani DA.Comparative bacteriological profile and antibiogram of
dacryocystitis.Nepal J Ophthalmol. 2011; 3(6):134-9 p.
Dahlan MR, etc.Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit
Mata Cicendo.Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Bandung. 2017 Des ;
49(4): Hal 281-2 .
Raswita NEA, Himayani R. Dakriosistitis Kronis Post Abses Sakus Lakrimalis dengan Fistula
Sakus Lakrimalis. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Tangerang. 2017; 7(3): Hal
57-8.
Rahmawaty R. Obstruksi Ductus Nasolakrimal. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2018; Hal 2-5.
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4. Jakarta: FKUI, 2013; Hal 105-6 .
Gilliland GD. Dacryocystitis. 2018. Available in https://emedicine.medscape.com
Maamoun T. Chronic Dacryocystitis. 2009. Available in http://eyescure.com/Default.aspx?
ID=84.
Nelson L. Gangguan Mata. Ilmu Kesehatan Anak. 2000. Jakarta : EGC. Hal 2164- 65.
Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal. 2012.Hal 42-50 .

American Academy of Ophthalmology Eye System M. D. Association. 2008. Eye Lid, Orbita,
and Lacrimal System.

International Dry Eye Workshop (DEWS), 2007.Report of the International Dry Eye
WorkShop (DEWS). The Ocular Surface, 5 (2): 59-201.

Kanski, J.J. & Browling, B., 2011.Lacrimal Drainage System and Dry Eye Disorders. In:
Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 7th Edition. Philadelphia: ElSevier, 66-
67, 122-123.

Bhowmik D, et al. 2010. Recent Aspect Of Dry Eye Syndromes Pathophysiology and
Management of The Disease. Journal of Scholar Research Library vol: 1, no: 1, hal: 141.

     Bruce, Chris, and Anthony.Oftalmologi.Edisi ke -9. Jakarta: Penerbit Erlangga;2010.h.273

48
49
SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik
Pendidikan Kesehatan Dakriosistisis
B. Sasaran
1. Program
Setelah di lakukan penyuluhan pada keluarga maupun pasien di harapkan
keluarga maupun pasien dapat mengetahui dan dapat memahami tentang apa
itu Dakriosistisis
2. Penyuluhan
Pendidikan kesehatan pada keluarga pasien dan juga pasien mengenai
Dakriosistisis

C. Tujuan
1 TujuanUmum
Adapun tujuan umum dari Pendidikan Kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan pada pasien maupun keluarga pasien mengenai
Dakriosistisis
2 TujuanKhusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan pasien maupun
keluarga memahami apa yang sudah di jelaskan oleh penyaji.
D. Materi
Adapun garis besar materi dalam pendidikan kesehatan adalah;
1. Pengertian Dakriosistisis
2. Tanda dan Gejala Dakriosistisis
3. Komplikasi Dakriosistisis
4. Penanganan Dakriosistisis
E. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan
tentang Dakriosistisis pada pasien dan juga keluarga:

1 Ceramah
Ceramah adalah pesan yang bertujuan memberikan nasehat dan
petunjukpetunjuk sementara ada audiens yang bertindak sebagai
pendengar.
2 Tanyajawab
50
Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lalu memberikan jawaban ataupun
sebaliknya.
3 Demonstrasi
Demonstrasi adalah suatu cara penyampaian materi dengan memperagakan
suatu proses ataukegiatan.
F. Media
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan pada
penderita Dakriosistisisini meliputi:
1 Leaflet

G. WaktuPelaksanaan
1 Hari/Tanggal : Kamis, 01 oktober 2020
2 Pukul : 10.30 S/dSelesai
3 AlokasiWaktu : 30menit

No Kegiatan Waktu Metode


1 Pembukaan : 1. Menjawabsalam
1. Membuka kegiatan dengan 2. Mendengarkan
mengucapkansalam dan
2. Menjelaskan tujuan dari memperhatikan
penyuluhan 2 menit
3. Menyebutkan materi yang
akandiberikan
4. Kontrak waktupenyampaian
materi
2 Pelaksanaan : Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Dakriosistisis
2. Penyebab Dakriosistisis Mendengar,
memperhatikan
3. Tanda dan Gejala
20 menit
Dakriosistisis
4. Komplikasi Dkriosistisis
5. Penanganan Dakriosistisi

51
3 Evaluasi :
Menanyakan pada peserta tentang
materi yang telah diberikan, dan
memmbantu kembali peserta untuk 6 menit Tanya Jawab
mengulang materi berupa warna
yang telahdisampaikan.

5 Terminasi : 1. Mendengarkan
1. Mengucapkan terimakasih atas 2. Menjawabsalam
2 menit
perhatianpeserta
2. Mengucapkan salampenutup

H. TugasPengorganisasian
1 Moderator : Aprila
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan
atau pendiskusianmasalah.
Tugas :
1. Membuka acarapenyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggotakelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akandisampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktupresentasi
5. Mengatur jalannyadiskusi
2 Penyaji :Aprila
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan
memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan
selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
52
1. Menyampaikan materipenyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telahdisampaikan
3. Mengucapkan salampenutup
3 Fasilitator :Aprila
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang,
memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat
rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu
dalamdiskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannyakegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai denganakhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan
4. Membagikankonsumsi
4 Simulator :Aprila
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan

5 Dokumentator :Aprila
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan
yang berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan
dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai
arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan
pendidikankesehatan.
6 Notulen :Aprila
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir
acara.Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal
penting.Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan.
I. DenahPelaksanaan
53
Setting Tempat :

Keterangan:

: Moderator dan Penyaji

: Fasilitator

: Peserta

: Simulator

: Notulen

54
BAB II

MATERI PENYULUHAN

1.1 Anatomi Fisiologi Dakriosistitis

Kelenjar lakrimal yang utama adalah kelenjar eksokrin yang berada di bagian
superolateral orbital fossa kelenjar lakrimal. Pada proses perkembangan embriologinya
bagian ini terbagi menjadi dua yaitu lobus orbital dan lobus palpebra. Kelenjar lakrimal
tersusun atas lobus orbital (yang lebih besar) dan lobus palpebral (yang lebih
kecil).Kelenjar ini terletak pada fossa os frontalis di superotemporal orbita.Ligamen
superior transversal (ligamen Whitnall) melewati kedua bagian ini. Duktus kedua lobus ini
akan melewati lobus palpebra.
Kelenjar eksokrin aksesori Krause dan Wolfring terdapat pada bagian dalam
forniks superior tepatnya diatas tarsus.Sekresi cairan lakrimal terbagi menjadi sekresi
basal tingkat rendah dan sekresi refleks.
Lapisan film air mata tersusun atas:
a. Sel goblet yang melapisi bagian dalam lapisan air mata dan akan mensekresi
musin
b. Kelenjar lakrimal utama dan aksesori yang akan mensekresikan lapisan
intermediet.
c. Kelenjar meibomian yang akan memproduksi lapisan luar yang mengandung
minyak untuk mengurangi tingkat penguapan lapisan air mata. Kelenjar lakrimal
diperdarahi oleh arteri lakrimal, salah satu cabang arteri oftalmikus, begitupun
aliran venanya dibawa oleh vena lakrimal dan akan dialirkan ke vena
oftalmikus. Pembuluh limfenya mengikuti aliran limfatik subkonjungtiva.5
Adanya iritasi pada permukaan mata akan mengaktifasi produkasi kelenjar
lakrimal. Cabang oftaklmikus nervus trigiminal berperan sebagai jalur aferen

55
(sensorik).Jalur eferennya lebih rumit lagi.Serabut parasimpatis yang berasal dari superior
nukleus salivasi di pons, keluar melalui nervus fasialis (N. VII).Serabut lakrimal tampak
sebagai nervus petrosal dan melewati ganglion sfenopalatina. Lalu memasuki kelenjar
lakrimal melalui cabang superior nervus zigomatikus dan akan beranastomosis dengan
nervus zigomatikustemporal dan nervus lakrimal, namun hal ini masih diperdebatkan
Jalur awal sistem drainase air mata adalah melalui punctum yang berada di medial
pinggir kelopak mata bagian atas dan bawah. Punctum bagian bawah terletak sedikit
lateral bila dibandingkan dnegan yang atas. Disekitar punctum akan dilapisi oleh ampulla.
Setiap punctum akan menuju masing-masing kanalikulus. Kanalikus dilapisi oleh epitel
nonkeratinized dan epitel skuamus yang tidak memproduksi musin. Pada 90% orang
kanalikulus akan bergabung menjadi satu saluran sebelum memasuki dinding sakus
lakrimal.
Sistem drainase lakrimal tersusun atas beberapa bagian, sebagai berikut:
a.       Punctum yang terletak pada posterior pinggir kelopak mata. Secara normal
akantampak pada inspeksi kelopak mata yang dieversikan.
b.      Kanalikulus akan melewati pinggiran kelopak mata secara vertikal sekitar 2
mm. Lalu akan mengarah ke medial dan berjarak 8 mm secara horizontal
untuk mencapai sakkus lakrimal. Kanalikulus superior dan inferior akan
menyatu dan 90% akan terbuka kearah dinding lateral sakus lakrimal. Terdapat
katup kecil (katup Rosenmuller) pada perbatasan kanalikulus komunikata dan
sakus lakrimal. Katup ini berfungsi mencegah refluks air mata ke kanalikulus.
c.       Sakus lakrimal sepanjang 10-12 mm dan berada di fossa lakrimal diantara
krista lakrimal anterior dan posterior. Sakkus lakrimal terpisah dari meatus
media kavitas nasal karena dipisahkan oleh prosessus frontalis maksila.Pada
tindakan dakriostorinostomi dibuat sebuah anastomosis antara sakkus dan
mukosa hidung untuk melewati obstruksi pada duktus nasolakrimal.
d.      Duktus nasolakrimal sepanjang 12-18 mm terletak pada bagian inferior sakkus
lakrimal. Duktus ini terletak pada lateral dan posterior meatus nasal inferior.
Pintu pembukaan duktus tertutupi oleh katup Hasner.

2.2 Konsep Penyakit Dakriosistitis


2.2.2 DefinisDakriosistitis
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis.Obstruksi pada anakanak biasanya akibat tidak terbukanya
membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada
56
salurannya, misal adanya polip hidung. 1 Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak
atau orang dewasa di atas 40 tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada
usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya
sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului
dengan infeksi jamur.1 Dakriosistitis pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus atau kadang-kadang Streptococcus βhemolyticus. Pada dakriosititis
kronik, organisme dominannya adalah Streptococcus pneumoniae atau jarang sekali
Candida albicans.Pada bayi, infeksi kronik menyertai obstruksi duktus nasolakrimalis,
tetapi dakriosistitis akut jarang terjadi.Dakriosistitis pada anak sering terjadi akibat
Haemophilus influenzae.( J.Medula Unila, 2017)

Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis.Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya
membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada
salurannya, misal adanya polip hidung.

Dakriosistitis adalah suatu infeksipada sakus lakrimalis atau saluran air mata yang
berada di dekat hidung.Infeksi ini menyebabkan nyeri, kemerahan, dan pembengkakan
pada kelopak mata bawah, serta terjadinya pengeluaran air mata berlebihan
(epifora).Radang ini sering disebabkan obstruksi nasolakirmalis olehbakteriS. aureus, S.
pneumoniae, Pseudomonas.

Jadi dakriosistisis adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada sakus lakrimalis
akibat adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis, ini biasanya dapat terjadi pada anak-
anak biasanya akibat tidak terbukanya membrane nasolakriminal sedangkan kasus ini pada
orang dewasa akibat adanya penekanan pada saluran, missal adanya polip hidup.

2.1.5 Etiologi Dakriosistitis


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi ductus
nasolakrimalis:

e. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau
koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
f. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.

57
g. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
h. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram
negatif.Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya
infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus
merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari
golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak
terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.1,6
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering
disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus .Pada literatur
ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae.

Faktor resiko lain seperti umur, wanita, ras (kulit hitam lebih sering dikarenakan
ostium nasolakrimal lebih besar, sedangkan kanal lakrimal lebih pendek dan lurus),
abnormal nasal seperti deviasi septum, rhinitis, hipertrofi inferior turbinate pada bagian
yang infeksi.

2.1.6 Klasifikasi Dakriosistitis


Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
b. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan
kematian.Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan
penyebaran infeksinya.
5. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan
terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
6. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga sangat
tinggi.Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak,
meningitis, sepsis, hingga kematian.Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan
amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan

58
napas.Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya
ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.

2.1.7 PatofisiologiDakriosistitis
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan bahwa
proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di konjungtiva
yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis. Beberapa penyebab
utama dari proses infeksi terbagi menjadi 3,yaitu :
1.    Viral
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr virus, Herpes
zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus, Echoviruses, Coxsackievirus A Pada anak
dapat terlihat sebagai komplikasi dari kelenjar air liur, campak, influenza.
2. Bacterial
Staphylococcus aureus and Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Chlamydia trachomatis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium tuberculosis,
Borrelia burgdorferi.Dapat terjadi juga akibat infeksi retrograd konjungtivitis.Trauma
tembus dapat menimbulkan reakso radang pada kelenjar lakrimal ini.
3. Fungal (jarang)
Histoplasmosis, Blastomycosis, aktinomises, nokardiosissporotrikosis.
4.Sarkoid dan idiopati
Pada penyakit sistemik yang memungkinkan terjadinya dakrioadenitis adalah :
a.       Sarcoidosis
b.      Graves disease
c.       Sjogren syndrome
d.      Orbital inflammatory syndrome
e.       Benign lymphoepithelial lesion6
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata,
debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan
yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis.Hal ini dapat diketahui dengan
melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
1.      Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang
keluar hanyalah air mata yang berlebihan.

59
2.      Tahap Infeksi

Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen,
atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
3.      Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk
suatu kista.

60
PATHWAYDAKRIOSISTITIS

Inflamasi Trauma Infeksi inflamasi Neoplasm Obstruksi mekanik

Dakriosistitis

Infeksi (sakkus Mata merah Hipoksia Bengkak dan Perubahan


lakrimalis) jaringan bernanah status kesehatan
dari ancaman
Gangguan konsep diri
Inflamasi saraf Kegagalan Iritasi
mekanisme
pertahanan Inadekuat
Pelepasan Sinyal Gangguan
tubuh informasi
mediator mencapai integritas kulit
nyeri system saraf

Gangguan Definisit
Merangsang penglihatan pengetahuan
Pembentukanpr
nosisseptor
ostagladin otak
(reseptor
nyeri) Resiko cidera
Merangsang
Medulla
hipotalamus
spinalis

Thalamus Meningkatnya
titik patokan
suhu (setpoin)
Otak (kroteks
somatosensori Menggigil,meni
k) ngkatkan suhu
basal
Persepsi nyeri

Hipertermia
Nyeri akut

61
Komplikasi Dakriosistitis
Komplikasi pada dakriosistitis lebih kepada komplikasi terapi
bedah.Dakriosistorinostomi bila dilakukan dengan baik merupakan prosedur yang cukup
aman dan efektif.Namun, seperti pada semua prosedur pembedahan, komplikasi berat
dapat terjadi.Perdarahan merupakan komplikasi tersering dan dilaporkan terjadi pada 3%
pasien.Selain itu, infeksi juga merupakan komplikasi serius dakriosistorinostomi.
Beberapa ahli menyarankan pemberian antibiotik drop spray pada hidung setelah
pembedahan. Kegagalan dakriosistorinostomi paling sering disebabkan oleh osteotomi
atau penutupan fibrosa pada pembedahan ostium yang tidak adekuat.Komplikasi lainnya
meliputi nyeri transient pada segmen superior os.maxilla, hematoma subkutaneus
periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.

2.1.8 Pemeriksaan penunjang Dakriosistitis


Diagnosis dakriosistitis dapat dengan mudah ditegakkan secara klinis.Namun,
beberapa pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis, misalnya tes Anel, tes Jones,
dan dakriosistogram.

2.1.8.1 Tes Anel


Tes Anel dapat menilai fungsi ekskresi air mata melalui sistem drainase
nasolakrimal.Tes Anel dilakukan dengan memasukkan cairan garam fisiologis ke dalam
kanalikuli lakrimalis melalui pungtum lakrimalis inferior.Hasil positif bila pasien
merasakan sensasi asin dan tampak reaksi menelan yang menunjukkan patensi sistem
drainase nasolakrimalis. Bila terjadi regurgitasi cairan garam fisiologis beserta sekret
mukoid dari pungtum lakrimalis superior dan teraba pembesaran sakus lakrimalis,
kemungkinan ada obstruksi total pada duktus nasolakrimal.

2.1.8.2 Dye Disappearance Test (DDT)


Dye disappearance test (DDT) bertujuan untuk menilai ekskresi air mata yang
adekuat. Pemeriksaan DDT dilakukan dengan meneteskan cairan fluoresen pada
konjungtiva forniks kemudian dievaluasi menggunakan slit lamp dengan filter biru cobalt.
Jumlah fluoresen yang persisten setelah 5 menit dapat meningkatkan kecurigaan adanya
obstruksi pada sistem nasolakrimal.Pemeriksaan DDT berguna pada anak-anak karena
pemeriksaan anel, probing, atau Jones sulit dilakukan tanpa sedasi.
2.1.8.3 Tes Jones
Tes Jones pada awalnya merupakan pemeriksaan penunjang untuk mengevaluasi
gejala epifora.Tes Jones terbagi menjadi tes Jones I dan II. Tes Jones I dilakukan dengan
62
meneteskan fluoresen pada konjungtiva forniks, kemudian wire dengan ujung kapas
dimasukkan melalui meatus nasal inferior selama 2-5 menit. Hasil negatif (tidak ada
pewarnaan pada kapas) menunjukkan adanya obstruksi secara anatomis ataupun gangguan
fungsi sistem lakrimal.
Tes Jones II dilakukan dengan mengirigasi residu fluoresen dari pemeriksaan Jones I
menggunakan kanula dan salin normal melalui pungtum dan kanalikuli lakrimalis inferior
(seperti tes Anel).Hasil positif bila keluar fluoresen melalui hidung tanpa regurgitasi. Hasil
negatif, ketika tidak ada cairan pewarna yang keluar dari hidung, yang menunjukkan
obstruksi total sistem nasolakrimal. Jika cairan irigasi hanya berwarna jernih,
kemungkinan terdapat obstruksi pada pungtum atau kanalikuli lakrimal.Bila terdapat
regurgitasi fluoresen di sekitar kanula, kemungkinan terdapat obstruksi pada kanalikuli
lakrimal.

2.1.8.4 Dakriosistogram
Pemeriksaan rontgen substracting dakriosistogram yang dilakukan oleh radiografer
terlatih dapat memberikan gambaran kelainan anatomi pada pasien
dakriosistitis.Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan.

2.1.10 Penatalaksanaan Medis Dakriosistitis


Pengobatan dakriosistitis tergantung pada manifestasi klinis penyakit.Pengobatan
dakriosistitis pada anak/neonatus dilakukan pengurutan pada kantong mata ke arah
pangkal hidung. Dapat diberikan antibiotik atau tetes mata, sulfonamid 4-5 kali sehari.
Bila perlu dapat dilakukan probing ulang. Sedangkan pada dewasa pengobatan dapat
dilakukan dengan kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang
cukup sering. Antibiotik yang sesuai, baik sistemik maupun lokal. Bila terjadi abses dapat
dilakukan insisi dan drainase. Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila peradangan
sudah dapat diatasi terlebih dahulu.6

2.1.10.1 Dakriosistitis Akut


Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotik lokal dan
sistemik.Tatalaksana dakriosititis dapat diberikan antibiotik seperti amoxicillin dan
chepalosporine (cephalexin 500 mg per oral tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik
sistemik yang baik untuk orang dewasa. Beberapa antibiotik yang dapat digunakan seperti
amoxicilin dan clavulanat, ampicilin dan sulbactam, levofloxacin, trimetropim atau
polimiksin B tetes, gentamisin, tobramisin tetes, deksametason.4

63
Dakriosistitis akut dengan selulitis orbital mengharuskan pasien di rawat inap dengan
pemberian antibiotik intravena (IV).Ampicilin-sulbactam, ceftriaxon dan moxifloxacin
adalah antibiotik alternatif yang mungkin diberikan.Vankomisin harus dipertimbangkan
untuk yang dicurigai infeksi MRSA.Terapi antimikroba empiris IV untuk Staphylococcus
yang resisten terhadap penisilin (nafcillin atau cloxacillin) harus segera dimulai.Perwatan
dengan kompres hangat dapat membantu dalam penyelesaian penyakit. Abses kantung
nasolacrimal yang menonjol harus dibedah.7
Infeksi purulen pada saccus lakrimal harus diperlakukan sama. Rawat inap tidak
wajib kecuali kondisi pasien tampak serius.Perawatan dengan antibiotik oral (misalnya
amoxicilin-klavulanat) adalah pilihan yang tepat.
Berikut ini adalah beberapa petunjuk penatalaksanaan dakriosistitis akut :
i. Hindari irigasi atau probing sistem kanalikular sampai infeksi teratasi. Pada
kebanyakan kasus, irigasi tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan akan
sangat nyeri jika dilakukan pada infeksi yang sedang aktif.
j. Hampir sama, probing diagnostik atau terapi pada duktus nasolakrimal tidak
diindikasikan pada pasien dewasa dengan dakriosistitis akut.
k. Antibiotik topikal terbatas penggunannya. Mereka tidak sampai ke fokus infeksi
karena terjadi stasis pada sistem drainase lakrimal. Mereka juga tidak bisa
penetrasi sempurna kedalam jaringan sekitar.
l. Antibiotik oral efektif pada kebanyakan infeksi. Bakteri gram positif adalah
penyebab terbanyak pada dakriosistitis akut. Bagaimanapun diduga organisme
gram negatif pada pasien dengan diabetes atau imunokompromis atau pada orang-
orang yang terpapar patogen atipikal (misal, idividu yang dalam masa perawatan).
m. Antibotik parenteral biasa digunakan pada penatalaksanaan kasus-kasus yang
berat, terutama jika terdapat selulitis atau ekstensi orbital.
n. Aspirasi sakus lakrimal mungkin bisa dilakukan jika terdapat folikel-mukokel yang
terlokalisir dan melekat pada kulit. Informasi antibiotik sistemik yang digunakan
adalah berdasarkan hasil kultur..
o. Abses yang terlokalisir pada sakus lakrimalis dan jaringan sekitar ditatalaksanakam
dengan insisi dan drainase. Penatalaksanaan ini harus direservasi untuk kasus yang
berat dan kasus-kasus yang tidak respon pada tindakan konservatif, karena secara
kronis dapat terbentuk eptelialisasi-fistula antara yang menghubungkan drainase
dengan sakus lakrimalis.

64
p. Dakriosistitis yang mengindikasikan terjadinya obstruksi total pada duktus
nasolakimalis memerlukan tindakan dakriosistorinostomi (DCR) pada kebanyakan
kasus karena terjadi epifora persisten dan infeksi berulang. Pada umumnya,
tindakan pembedahan ditunda sampai terjadi resolusi infeksi akut. Beberapa
pasien, bagaimanapun, berlanjut mendapatkan infeksi subakut sampai bedah
drainase definitif dilakukan.
2.1.10.2 Dacriosistitis Kronik
Pada dakriosistitis kronik dilakukan irigasi dengan antibiotik. Bila penyumbatan
menetap perbaiki sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara dakriosistorinstomi bila
keadaan radang sudah tenang. Masase atau pemijatan dapat menimbulkan refluks material
mukoid melewati sistem kanalikuli ke permukaan mata. Probing diagnostik dan irigasi
harus dilakukan pada saluran atas mata pada pasien dewasa karena probing duktus
nasolakrimalis tidak membuat terjadinya patensi persisten pada dewasa. Jika tidak
dicurigai adanya tumor, tidak ada evaluasi diagnostik lanjut yang diindikasikan untuk
memastikan diagnosis obstruksi duktus nasolakrimalis total. Dakriosistitis kronis perlu
diatasi secara pembedahan sebelum pembedahan intraokular elektif.
Penatalaksaan dakriosistitis dapat juga dilakukan dengan pembedahan, yang
bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi.Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara
melakukan bypass pada kantung air mata. Setelah infeksi sembuh, pasien akan
memerlukan operasi perbaikan penyumbatan saluran nasolakrimal. Operasi ini disebut
Dakriosistorhinostomi (DCR), dimana saluran baru dibuat untuk memungkinkan air mata
mengalir keluar kembali, melalui hidung.Operasi spesifik tergantung pada bagian yang
menyumbat. DCR dapat dilakukan dengan cara sayatan terbuka atau endoskopi.

65
DAFTAR PUSTAKA

  Dahlan MR, etc.Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Pusat Mata Nasional Rumah


Sakit Mata Cicendo.Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Bandung. 2017
Des ; 49(4): Hal 281-2 .
Raswita NEA, Himayani R. Dakriosistitis Kronis Post Abses Sakus Lakrimalis dengan
Fistula Sakus Lakrimalis. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Tangerang.
2017; 7(3): Hal 57-8.
Rahmawaty R. Obstruksi Ductus Nasolakrimal. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2018; Hal 2-5.
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4. Jakarta: FKUI, 2013; Hal 105-6 .
LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Aprila


NIM : 2018.C.10a.0958
Tingkat / Prodi : II-B / S1 Keperawatan
Pembimbing :Rimba Aprianti , S Kep, Ners

N Hari/Tang Catatan Pembimbing Tanda Tangan


O gal
1 Jumat, 02- 1. Melakukan Bimbingan Pre
Conference
10 2020
2. Tambahakan lembar persetujuan
Pukul : 3. Perbaikan Judul,kata
pengantar,daftat isi
17.00 wib
4. Perhatikan sistematika penulisan
Masukkan gambar pada anfis
5. Masukkan manifestasi klinisnya
6. Perbaiki Patway
7. Lengkapi manajemen
keperawatan
8. CantumkanDaftar Pustaka dan
cari referensi 10 tahun terakhir
9. Masukkan jurnal terkait
10. Lanjut BAB 2

Sarjana Keperawatan 3B is inviting you to


ascheduled Zoom meeting
Topic: Bimbingan with Rimba Aprianti Pre
Conference PPK II Kel. 1 Kelas 3B (Sistem
pengindraan)
Time: Oct 2, 2020 05:00 PM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/93688160252?
pwd=QjZiZWVBL1hZTGw2aWlnSHVtVG
lsQT09
Meeting ID: 936 8816 0252

67
Passcode: 7JXfMh

2. Jum’at, 9 1. Bimbingan Askep individu


Okt 2020 2. Perhatikan sistematika penulisan
3. Buat lembar persetujuan dulu
baru lembar pengesahan
4. Perbaiki Askep (Keluhan utma,
RPS, Tambahkan diagnosa di
sistem pengindraan, perbaiki
presepsi kesehtan dan penyakit,
tambahkan data di analisa data
dan sesuaikan didata pengkajian,
perbaiki intervensi) perbaiki SAP
disettingannya buat stingan
virtual
5. Perbaiki susunan pembuatan SAP
urutan pertama SAP, Tinjauan
teori, Leaflet (untuk tinjauan teori
jangan copy paste dari teori di
BAB 2 tapi lebih kesimpulan dan

68
cantumkan gambar-gambarnya di
teori)
6. Masukkan jurnal terkait minimal
1 dan masukkan dalam lampiran
di bawah leaflet
Sarjana Keperawatan 3B is inviting
you to ascheduled Zoom meeting
Topic: Bimbingan Askep PPK II
Kel. 1 Kelas 3B Pembimbing Rimba
Aprianti Sistem Pengindraan
Time: Oct 9, 2020 08:00 PM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/97731036023?
pwdaWIYbTNY0ZUWIwVnNoUE
NIYk1EUT09
Meeting ID: 977 3103 6023
Passcode: 1UQ6c1

3 Sabtu ,10 Sarjana Keperawatan 3B is inviting


you to a scheduled Zoom meeting.
-10-2020
Pukul : Topic: Bimbingan Post Conference

69
11.00 wib PPK II Kel. 1 Kelas 3b Pembimbing
Rimba Aprianti (Sistem
Pengindraan)
Time: Oct 10, 2020 11:00 AM
Jakarta

Join Zoom Meeting


https://zoom.us/j/97820342177?
pwd=UGVvbTFBVmUyYklOK0xn
bDJxclRDZz09
Meeting ID: 978 2034 2177
Passcode: s0bi6i

70
71

Anda mungkin juga menyukai