Anda di halaman 1dari 74

1

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA TN. R DENGAN DIAGNOSA MALARIA
RSUD dr. DORIS SLYVANUS
PALANGKARAYA

Oleh :
IGO GUNAWAN
2018.C.10a.0969

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
2

TAHUN AJARAN 2020/20201

LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Igo Gunawan
NIM : 2018.C.10a.0969
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada An.R
dengan Diagnosa malaria “

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK III) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Pembimbing Akademik

Yelstria Ulina .T., S.Kep.

i
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya untuk dapat menyelesaikan
“Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada An.Rdengan Diagnosa
malaria.”.Saya berharap laporan pendahuluan penyakit ini dapat berguna dan
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit malaria
Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan pendahuluan penyakit ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempur oleh sebab itu berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan

Palangka Raya, 26 April 2021

Penulis

ii
4

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan......................................................................................i
Kata Pengantar.............................................................................................ii
Daftar Isi......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan penulisan.................................................................................2
1.3.1 Tujuan umum........................................................................................3
1.3.2 Tujuan khusus.......................................................................................3
1.4 Manfaat ...............................................................................................4
1.4.1 Untuk mahasiswa..................................................................................4
1.4.2 Untuk klien dan keluarga......................................................................4
1.4.3 Untuk institusi (pendidikan dan rumah sakit).......................................4
1.4.4 Untuk IPTEK.........................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................5
2.1 Konsep Penyakit.....................................................................................5
2.1.1 Definisi..................................................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi..................................................................................6
2.1.3 Etiologi..................................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi (Pathway..........................................................................7
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala).................................................8
2.1.7 Komplikas...........................................................................................10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................11
2.1.9 Penatalaksanaan Medis.......................................................................11
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan..................................................13
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN........................................................24
3.1 Pengkajian.............................................................................................37
3.2 Diagnosa................................................................................................50
3.3 Intervensi...............................................................................................52
3.4 Implementasi.........................................................................................53
3.5 Evaluasi.................................................................................................53
BAB 4 PENUTUP.......................................................................................55
4.1 Kesimpulan...........................................................................................55
4.2 Saran......................................................................................................55
Daftar Pustaka

iii
5

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit kelompok
Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang ditularkan
oleh nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak  80 spesies
anopheles dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor  malaria.
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari
genus plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai
saat ini dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada  burung,
monyet, kerbau, sapi, binatang melata. Malaria adalah penyakit yang bersifat akut
maupun kronik disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai
dengan dem anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406). Malaria adalah
penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja,
2000).

Malaria adalah penyakit infeksi disebabkan oleh parasit dari genus


Plasmodium yang menyerang sel eritrosit ditandai dengan gejala berupa demam,
menggigil, anemia, dan splenomegali dalam kondisi akut ataupun kronis yang
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
terinfeksi.1,2 Ada lima spesies Plasmodium yang dapat menyebabkan malaria
pada manusia diantaranya P. falciparum dan P. vivax yang umumnya dijumpai
pada semua negara dengan malaria. Dua spesies ini paling sering dijumpai di
Indonesia. Spesies lainnya yaitu P. ovale dan P. malariae banyak dijumpai di
Indonesia Timur.3 Perkembangan terbaru ditemukan satu spesies lain yang dapat
menyebabkan malaria yaitu P. knowlesi di Malaysia yang sebelumnya hanya
menyerang primata. 4,5 P. knowlesi juga ditemukan menyebabkan malaria di
Indonesia tepatnya di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.3,6 Malaria
masih menjadi masalah kesehatan global terutama di kawasan tropis dan subtropis
negara berkembang sampai saat ini. World Malaria Report 2015 menyatakan
bahwa penyakit malaria telah menyerang 106 negara di dunia.7 Tahun 2016
6

ditemukan 216 juta kasus baru malaria dan 445.000 kematian. Wilayah Afrika
menyumbang sebagian besar kasus malaria global (90%), diikuti oleh wilayah
Asia Tenggara (7%), dan Mediterania Timur (2%). Angka kematian akibat
malaria tahun 2015 di wilayah Asia paling tinggi berada di India dengan jumlah
384 jiwa, sedangkan Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah 157
jiwa.8 Menurut WHO, angka morbiditas dan mortalitas akibat malaria cenderung
menurun pada periode 2005 2015. Meskipun demikian, masih ada lebih kurang
3,2 milyar jiwa atau hampir separuh penduduk dunia berisiko tertular penyakit
malaria.9 Permasalahan malaria masih menjadi salah satu masalah yang serius di
Indonesia karena sering menimbulkan kematian apabila tidak diobati secara benar.
Walaupun telah terjadi penurunan yang cukup signifikan dari 465.764 kasus
positif malaria pada tahun 2010 menjadi 209.413 kasus pada tahun 2015, tetapi
dari data Kemenkes tahun 2011 2015 didapatkan hasil persentase kabupaten/kota
endemis tinggi mengalami sedikit penurunan kasus malaria, sedangkan
kabupaten/kota endemis sedang dan rendah mengalami peningkatan.7,9 Provinsi
Sumatera Barat merupakan wilayah endemis tingkat rendah, kecuali Mentawai
yang masih menjadi wilayah endemis tingkat tinggi.7 Tahun 2013 terjadi
peningkatan prevalensi malaria di Provinsi Sumatera Barat sebesar 4,3%. Khusus
untuk kota Padang, prevalensi malaria mengalami peningkatan menjadi 1,8%. 10
Hasil dari data DKK Padang ditemukan 155 kasus malaria positif pada tahun
2015. Puskesmas yang paling tinggi kasusnya adalah puskesmas Belimbing
dengan 37 kasus, sedangkan yang paling rendah adalah puskesmas Seberang
Padang dengan tidak ada kasus malaria baik klinis maupun dari pemeriksaan
sediaan darah.11

Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara-


negara yang beriklim tropis dan secara ekonomis masih tertinggal atau belum
berkembang. Angka Kesakitan Malaria di Indonesia pada tahun 2014 - 2015
cenderung menurun yaitu 11,4 per 1000 penduduk berisiko pada tahun 2014
menjadi 8,8 per 1000 penduduk berisiko pada tahun 2015. Tetapi Malaria masih
cukup tinggi terutama di daerah Indonesia bagian timur. Ada lima provinsi dengan
Annual Parasit Incidence (API) per 1.000 penduduk tertinggi yaitu Papua (31,93),
Papua Barat (31,29), Nusa Tenggara Timur ( NTT) (7,04), Maluku (5,81), dan
7

Maluku Utara (2,77) sedangkan provinsi dengan API terendah yaitu Jawa Barat,
Banten, DKI Jakarta, Bali, dan Jawa Timur masing- masing sebesar 0,00
sebanyak 82% kasus berasal dari daerah Indonesia bagian timur.2 Provinsi NTT
menempati urutan prevalensi Malaria klinis tertinggi ketiga di Indonesia. Hampir
90% desa di Provinsi NTT endemis Malaria. Wilayah endemis Malaria pada
umumnya adalah desa- desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang kurang
baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan
kurang.3 Distribusi kasus Malaria terbesar di Provinsi NTT yaitu di kabupaten
lembata, Sikka, Nagokeo, Ende, Sumba Barat Daya, dan Timor Tengah Selatan
(TTS).3,4 Kabupaten Lembata ada 9 kecamatan dengan 8 endemisitas tinggi
( API > 5%) yaitu http://repository.unimus.ac.id 2 pada kecamatan Ileape, Ileape
Timur, Nubatukan, Nagawutun, Wulandoni, Atadei, Lebatukan, dan Omesuri
sedangkan ada 1 kecamatan yaitu Kecamatan Buyasuri endemisitasnya rendah
( API < 1%).4

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada An.R dengan diagnosa medis Diagnosa
malaria
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan pada
An.R dengan diagnosa medis Diagnosa malaria
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit malaria
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada
pasien Diagnosa malaria
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An.R
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi p keperawatan
padan An.R
1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada An.R
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An.R
1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyususun dokumentasi keperawatan pada An.R
8

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan Diagnosa
malaria secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang malaria dan Asuhan Keperawatannya.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
Diagnosa medis malaria melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit malaria


2.1.1 Definisi malaria
Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit kelompok
Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang ditularkan
oleh nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak  80 spesies
anopheles dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor  malaria.

Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa


dari genus plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati.
Sampai saat ini dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada
burung, monyet, kerbau, sapi, binatang melata. Malaria adalah penyakit yang
bersifat akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang
ditandai dengan dem anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406). Malaria
adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja,
2000).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


1. Jantung Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam
thorax, diantara paru-paru, agak lebih kearah kiri.
2. Pembuluh Darah Pembuluh darah ada 3 yaitu :
A. Arteri (Pembuluh Nadi) Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri
dan kanan. Beberapa pembuluh darah arteri yang penting :
1) Arteri koronaria Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding
jantung
2) Arteri subklavikula Arteri subklafikula adalah bawah selangka yang
bercabang kanan kiri leher dan melewati aksila.
10

3) Arteri Brachialis Arteri brachialis adalah arteri yang terdapat pada lengan
atas 4) Arteri radialis Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu jari
5) Arteri karotis Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan
otak
6) Arteri temporalis Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di
depan telinga
7) Arteri facialis Teraba facialis adalah arteri yang denyutan disudut kanan
bawah.
8) Arteri femoralis Arteri femorais adalah arteri yang berjalan kebawah
menyusuri paha menuju ke belakang lutut
9) Arteri Tibia Arteri tibia adalah arteri yang terdapat pada kaki
10) Arteri Pulmonalis Arteri pulmonalis adalah arteri yang menuju ke paru-
paru.
B. Kapiler Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba
dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah
mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh, kapiler
selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah yang lebih besar yang
disebut vena. c. Vena (pembuluh darah balik) Vena membawa darah kotor
kembali ke jantung. Beberapa vena yang penting :
1) Vena Cava Superior Vena balik yang memasuki atrium kanan, membawa
darah kotor dari daerah kepala, thorax, dan ekstremitas atas.
2) Vena Cava Inferior Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung
dari semua organ tubuh bagian bawah
3) Vena jugularis Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak ke
jantung
4) Vena pulmonalis Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari
paru-paru. 15
3. Darah Beberapa pengertian darah menurut beberapa ahli adalah sebagai
berikut : Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian: bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel darah. Darah adalah suatu
jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah yang berwarna merah.
Darah adalah suatu cairan kental yang terdiri dari sel-sel dan plasma. Jadi darah
11

adalah jaringan cair yang terdapat dalam pembuluh darah yang berwarna merah
yang cair disebut plasma dan yang padat di sebut sel darah yang befungsi sabagai
transfer makanan bagi sel. Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa
terdapat darah kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan
jumlah tersebut pada tiap orang tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan,
keadaan jantung atau pembuluh darah. Tekanan viskositas atau kekentalan dari
pada darah lebih kental dari pada air yaitu mempunyai berat jenis 1.041 – 1.067
dengan temperatur 380C dan PH 7.37 – 1.45.
Fungsi darah secara umum terdiri dari :
a. Sebagai Alat Pengangkut
1) Mengambil O2 atau zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
2) Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paruparu. 16
3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun
yang akan membinasakan tubuh dengan perantara leukosit, antibody atau
zat-zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh. Adapun proses pembentukan sel
darah (hemopoesis) terdapat tiga tempat, yaitu : sumsum tulang, hepar dan
limpa.
a. Sumsum Tulang Susunan tulang yang aktif dalam proses hemopoesis
adalah :
1) Tulang Vertebrae Vertebrae merupakan serangkaian tulang kecil yang
tidak teratur bentuknya dan saling berhubungan, sehingga tulang belakang mampu
melaksanakan fungsinya sebagai pendukung dan penopang tubuh. Tubuh manusia
mempunyai 33 vertebrae, tiap vertebrae mempunyai korpus (badan ruas tulang
belakang) terbentuk kotak dan terletak di depan dan menyangga. Bagian yang
menjorok dari korpus di belakang disebut arkus neoralis (Lengkung Neoral) yang
dilewati medulla spinalis, yang membawa serabut dari otak ke semua bagian
12

tubuh. Pada arkus terdapat bagian yang menonjol pada vertebrae dan dilekati oleh
17 otot-otot yang menggerakkan tulang belakang yang dinamakan prosesus
spinosus.
2) Sternum (tulang dada) Sternum adalah tulang dada. Tulang dada sebagai
pelekat tulang kosta dan klavikula. Sternum terdiri dari manubrium sterni, corpus
sterni, dan processus xipoideus.
3) Costa (Tulang Iga) Costa terdapat 12 pasang, 7 pasang Costa vertebio
sterno, 3 pasang costa vertebio condralis dan 2 pasang costa fluktuantes. Costa
dibagian posterior tubuh melekat pada tulang vertebrae dan di bagian anterior
melekat pada tulang sternum, baik secara langsung maupun tidak langsung,
bahkan ada yang sama sekali tidak melekat.
b. Hepar Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada
tubuh manusia. Organ ini terletak di bagian kanan atas abdomen di bawah
diafragma, kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dextra dan ductus hepatikus
sinestra, keduanya bertemu membentuk ductus hepatikus comunis. Ductus
hepaticus comunis menyatu dengan ductus sistikus membentuk ductus coledakus.
c. Limpa Limpa terletak dibagian kiri atas abdomen, limpa terbentuk
setengah bulan berwarna kemerahan, limpa adalah organ berkapsula dengan 18
berat normal 100 – 150 gram. Limpa mempunyai 2 fungsi sebagai organ limfaed
dan memfagosit material tertentu dalam sirkulasi darah. Limpa juga berfungsi
menghancurkan sel darah merah yang rusak.

2.1.3 Etiologi
Agen penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae,
dari ordo Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di Indonesia sampai saat
ini empat spesies plasmodium yaitu Plasmodium falciparum sebagai penyebab
malaria tropika yakni nyamuk anopheles, Plasmodium vivax sebagai penyebab
malaria tertiana, Plasmodium malarie sebagai penyebab malaria kuartana
Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika.
13

(Pampana E.J. 1969; Gunawan S. 2000). Jenis Plasmodium yang se menyebabkan


kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale (Departemen Kesehatan RI, 2000)
2.1.4 Klasifikasi
1. Klasifkasi jenis
2. Fase parasite
3. Parasit malaria
4. Plasmodium
5. falciparum

2.1.5 Patofisiologi

Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai


macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada
malaria terutama mungkin berhubungan dengan gangguan aliran dar setempat
sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endothelium
kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup. Peran
beberapa mediator humoral masih belum pasti, tet mungkin terlibat dalam
patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat
menyebabkan reaksi leukosit dan fago sedangkan sprozoit dan gametosit tidak
menimbulkan peruba  patofisiologik.

Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin  berhubungan


dengan hal-hal sebagai berikut: Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak
saja oleh pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis
eritrosis yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehi
menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intravaskular 
Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit mengandung parasit
memicu makrofag yang sensitif endotoksin unt melepaskan berbagai mediator
yang rupanya menyebabkan perub  patofisiologi yang berhubungan dengan
malaria.

Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari


rongga saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepa faktor
nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin, ditemukan dalam  peredaran
darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lain
14

yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia sindrom penyakit


pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respirat Disease Sindrom) dengan
sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah  paru. TNF dapat juga
menghancurkan P. falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit
yang dihinggapi parasit pada endothelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum
pada anak dengan malaria falciparu akut berhubungan langsung dengan
mortalitas, hipoglike hiperparasitemia dan beratnya penyakit. Sekuestrasi eritrosit
yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi deng stadium lanjut P. falciparum dapat
membentuk tonjolan-tonjolan (kno  pada permukaannya. Tonjolan tersebut
mengandung antigen malaria  bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan
dengan afinitas eritrosit yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium
kapiler darah dalam organ tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi
organ tubuh, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada
endotel kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung
kapiler  dalam organ tubuh

.
15
Rangsang mekanik dan biokimia
karena gangguan Gigitan nyamuk Peningkatan
keseimbangan cairan & suhu tubuh
Woc malaria
elektrolit

Menginfeksi entosit

10
malaria

B1 B2 B3 B4 B5 B6
(Breathing) (Bleeding) (Brain) (Bladder) (Bowel) (Bone)

komplek absens mioklonik Penekanan Tonik klonik


aktiivitas nervus abdomen
vagus meningkat
Gangguan peredaran
MualMuntah Lebih dari 15 Konstipasi,
Hipoksia darah ke otak mual, muntah Aktiivitas
menit
otot
hipoksi
meningkat
Kurang dari 15 Nafsu makan
menit Kesadaran
Resiko Gangguan menurun Demam
kebutuhan Nutrisi Permeabilitas
k Tidak Refleks menelan
kapiler
Resiko Cedera meningkat Defisit
Perfusi jaringan serebral Nutrisi Hipertermi
Resiko tidak efektif
aspirasi
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan
interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten)
dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama dari
penyakit malaria adalah demam, menggigil secara berkala dan sakit kepala disebut
“Trias Malaria” ( Malaria paroxysm). Secara berurutan. Kadang-kadang
menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan tera lemas dan pucat karena
kekurangan sel darah merah dan berkeringat, naps makan menurun, mual-mual,
kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa berat yang terus menerus,
khususnya pada infeksi dengan falsiparum. Dalam keadaan menahun (kronis)
gejala tersebut diatas disertai dengan pembesa limpa. Pada malaria berat, gejala-
gejala tersebut diatas disertai kejang-kejang  penurunan kesadaran sampai koma.
Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya, tetapi yang
menonjol adalah diare dan anemia serta adan riwayat kunjungan atau berasal dari
daerah malaria.
a. Stadium menggigil Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin,
nadi lemah, bibir dan jari pucat/kebiruan. Penderita mungkin muntah dan
pada Laporan Pendahuluan Malaria Uploaded by Syamsiah Anwar Full
description Save Embed Print
b.  b. Stadium demam Setelah merasa kedinginan penderita merasa kepanasan,
muka merah, kulit kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit
kepala, nadi lebih kuat. Penderita merasa sangat haus dan suhu tubuh bisa
mencapai 41 ºC. Stadium ini berlangsungantara 2-4 jam.
c. c. Stadium berkeringat Penderita berkeringat banyak, suhu badan menurun
dengan cep kadang-kadang samapai di bawah suhu normal, dapat tidur
nyenyak dan setelah bangun tidur badan terasa lelah tetapi tidak ada gejala
lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4 jam. Beberapa keadaan klinik dalam
perjalanan infeksi malaria adalah : (Departemen Kesehatan RI, 2000).
2.1.7 Komplikasi
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria
berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai :
1. iinfeksi plasmodium falciparum dengan satu atau lebih komplikasi yang
terdiri dari
2. malaria serebral (coma),
3. acidemia/ asidosis,
4. anemia berat,
5. gagal ginjal akut,
6. dan hipoglikemia.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


a. Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah) Darah Lengkap
dilakukan guna mengetahui kadar eritrosit, leukosit, dan trombosit. Biasanya
pada kasus-kasus malaria, dijumpai kadar eritrosit dan hemoglobin yang
menurun. Hal ini disebabkan karena pengrusa eritrosit oleh parasit,
penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh
proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi  penghambatan eritropoesis
pada sumsum tulang, dapat dijumpai trombositopenia yang dapat
mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma
fibrinogen dapat menurun yang disebabkan  peningkatan konsumsi
fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler.
b. Tes Antigen : p-f test Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine
Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan
latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi
untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes
sej dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH)
dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes
OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan da
membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai
95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini
sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).
c. Tes Serologi Laporan Pendahuluan Malaria adanya antibody specific
terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai
infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan  positif . Metode-metode tes
serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation
techniques, ELISA test, radio-immunoassay.
d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasn tinggi.
Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat
memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan
belum untuk pemeriksaan rutin
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian obat anti malaria

a. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yai


proguanil, pirimetamin
b.  b. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit,
yaitu primakuin
c. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu klorokuin,
dan amodiakuin
d. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin ada gametosid
yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid unt P.vivax, P.malaria,
P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan amidokuin
e. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk memben ookista dan
sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan  proguanil.
2. Pemberian obat anti malaria berat
Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rum Sakit
atau Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramusku
direkomendasikan untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fas  perawatan.
Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 yan menderita
malaria berat.
Kemasan dan cara pemberian artesunatArtesunat parenteral tersedia dalam
vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul
yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat
dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesun dengan larutan 0,6 ml
natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-
5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-
iv selama ± 2 menit, dan diulang setelah 12  jam dengan dosis yang sama.
Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/k artesunat ini juga bisa diberikan
secara intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama. Bila penderitasudah
dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat +
amodiakuin + primakuin (Lihat  pengobatan lini pertama malaria falsiparum
tanpa komplikasi). Kemasan dan cara pemberian artemeter. Artemeter
intramuskul tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan
minyak  Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramusku
Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu sehari sampai
penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka
pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin.
3. Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terin malaria sehingga


bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada
orang yang bepergian ke daer endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu
lama, seperti  peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk kelompok atau
individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaikny
menggunakan personaI protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat
kassa dan Iain-lain
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
a. Identitas
 Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer register, diagnosis
medis
b. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
memi  pertolongan kesehatan adalah Pasien biasanya mengeluh suhu
tubuhnya  panas, pusing, mual, muntah, lemah, sesak nafas, pucat yang
menunjukkan anemia.  
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, Kulit kuning dan perut
kelihatan membesar bila sudah dalam kondisi parah, hilangnya nafsu
makan dan kadang mual. Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran
napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena
rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Riwayat penyakit dahulu
adanya Riwayat transfuse darah/ komponen darah, penyakit ginjal kronis,
hepar, kank infeksi kronis, pernah mengalami pendarahan, dan alergi
multiple.
e. Riwayat penyakit keluarga
apakah kedua orang tua menderita malaria, maka anaknya  berisiko
menderita malaria. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya  perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit mungkin
disebabkan karena keturunan.
f. Activity Daily Living
1. Aktivitas/ istirahat Gejala
Keletihan, kelemahan, malaise umum Tanda
Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
Sirkulasi Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut
perifer kuat dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis )
kar vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penuruna
aliran darah.
2. Eliminasi Gejela :
Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine Tanda :
Distensi abdomen 2. Makanan dan cairan Gejala : Anoreksia mual dan
muntah Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan
Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
3. Neuro sensori
Sakit kepala, pusing dan pingsan. Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau
mental, disorientas deliriu atau koma.
4. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan . Gejala :
Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
5. Penyuluhan/ pembelajaran Gejala :
Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol,
riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif,
traumatik .
g. Pemeriksaan Fisik 
a. Keadaan umum
Klien biasanya terlihat lemah dan tampak pucat, perut membunc
akibat hepatomegali, bentuk muka mongoloid, ditemukan ikterus.
b. TTV  TD
: Hipotensi   Nadi: Takikardi (>100x/menit)  RR: Takipneu (>24
x/menit)  Suhu: Bisa naik (> 40˚C)
c. Review of system
BI (Breath) Pasien dengan Malaria Bila gejala telah lanjut klien
mengeluh sesak  nafas, pernafasan dangkal, cepat, melaui hidung
disertai penggunaan otot  bantu pernafasan.
B2 (Blood) Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien Malaria dapat
ditemuk tekanan darah hipotensi, nadi bradikardi, takikardi. Frekuensi
nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam
up menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Biasanya ketika
dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran
Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurn Hipokrom
(jumlah sel berkurang), Poikilositosis (adanya bentuk sel darah yang
tidak normal), Pada sel target terdapat fragmentosit dan bany terdapat
sel normablast, Kadar haemoglobin rendah dijumpai pada malaria
berat disertai syndroma anemia, yaitu kurang dari 6 mg/dl
B3 (Brain) Status mental pada pasien malaria kondisi lanjut bisa te
penurunan kesadaran, gelisah, kejang.
B4 (Bladder) Pada klien dengan malaria biasanya ditemukan BAK
lebih sering, bisa terjadi urine berwarna gelap, Palpasi adanya distesi
bladder (kan kemih).
B5 (Bowel)
limpa, pembesaran hati, abdomen tegang, terdapat pembesaran limpa
dan hati (hepato dan splemagali).
B6 (Bone) Kulit kelihatan pucat karena adanya penurunan kadar
hemoglo dalam darah, selain itu warna kulit kekuning- kuningan.
Nyeri otot / sendi, kelemahan, penurunan aktifitas.

1.3.5       Diagnosa Keperawatan


1. hipertermia b.d peningkatan ting metabolisme, dehidrasi, perubahan pada
regulasi temperatur
2. Risiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan
mencerna makanan (D.003,hal 81)
3. Nyeri akut, sakit kepala b.d peningkatan tekanan vaskular serebral .
( D.0074: Hal 166 )
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
hipertermia b.d Manajemen Hipertemia Manajemen Hipertemia ( L
peningkatan ting SLKI ( L 15506 ) 15506 )
metabolisme, dehidrasi, Setelah dilakukan tindakan Observasi :
perubahan pada regulasi
keperawatan selama 1x7 jam -Identifikasi penyebab Hipertemia
temperatur
diharapkan suhu tubuh tetap (misal,dehidrasi,terpapar
berada pada rentang normal lingkungan yang
Dengan kriteria hasil : panas,penggunaan inkubator)
1.Suhu tubuh cukup membaik -Monitor suhu tubuh
(Skor 4) -Monitor kadar elektrolit
2.Suhu kulit membaik (Skor 5) -Monitor haluaran urine
a. -Monitor komplikasi akibat
Hipertermia
Terapeutik :
-Sediakan lingkungan yang dingin
-Longgarkan atau lepaskan
pakaian
-Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
-Berikan cairan oral
-Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
-Berikan oksigen,Jika perlu
Edukasi :
-Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian cairan dan
dan elektrolit intravena,Jika perlu

Risiko Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi SLKI Manajemen Nutrisi SLKI


berhubungan (I.03119, hal: 200) (I.03119,hal 200)
dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Ketidakmampua keperawatan selama 1x7 jam -Identifikasi status nutrisi
n mencerna diharapkan keseimbangan -Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan cairan dan elektrolit meningkat makanan
(D.003,hal 81) Dengan kriteria hasil : -Identifikasi makanan yang di
1. Porsi makanan yang di sukai
habiskan cukup meningkat -Identifikasi kebutuhan kalori dan
(Skor 4) jenis nutrien
2. Berat badan atau IMT -Identifikasi perlunya penggunaan
sedang (Skor 3) selang nasogastrik
3. Frekuensi makan meningkat -Monitor asupan makanan
(Skor 5) -Monitor berat badan
4. Nafsu makan meningkat -Monitor hasil pemeriksaan
(Skor 5) laboratorium
5. Perasaan cepat kenyang Terapeutik :
cukup menurun (Skor 2) -Lakukan oral hygine sebelum
makan,jika perlu
-Fasilitasi menentukan pedoman
diet (misal,piramida makanan)
-Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
-Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah kontisipasi
-Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
-Berikan suplemen makanan,jika
perlu
-Hentikan pemberian makanan
melalui nasogastrik jika asupan
oral dapat di toleransi
Edukasi :
-Anjurkan posisi duduk jika
mampu
-Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (misal,pereda
nyeri antiemetik)jika perlu.
-kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang di
butuhkan,jika perlu.

Nyeri akut, sakit kepala Setelah dilakukan tindakan anajemen Nyeri (I. 08238, hal:
b.d peningkatan tekanan 201)
keperawatan selama 1x7 jam
Observasi
vaskular serebral. diharapkan rasa nyeri - Lokasi,
( D.0074: Hal 166 ) karakteristik, durasi, frekuensi,
hilang/berkurang
kualitas, intensitas nyeri
b. TTV dalam batas normal - Identifikasi skala
c. Penderita dapat melakukan nyeri
metode atau tindakan untuk - Identifikasi respon
nyeri non verbal
mengatasi nyeri. - Identifikasi faktor
d. Exspresi wajah klien rileks yang memperberat dan
tanda vital dalam batas normal memperingan nyeri
- Identifikasi
pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
- Identifikasi
pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
- Identifikasi
pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek
samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan
yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan
jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian analgetik, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan.
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com

FORMAT PENGKAJIAN PADA ANAK


I. Anamnesa
Pengkajian Tanggal 16 Pukul 08:00
1. Identitas pasien
Nama Klien : An.R
TTL : 27 Mei 2016
Jenis kelamin : Laki -laki
Agama : Kristen Protestan
Suku : Dayak/Indonesia
Pendidikan : Pelajar
Alamat : Jl.bintang
Diagnosa medis : Malaria
2. Identitas penanggung jawab
Nama Klien : Ny.H
TTL : 28 April 1988
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Suku : Dayak/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Jl.bintang
Hubungan keluarga : Ibu Kandung
3. Keluhan utama
mengeluh suhu tubuhnya  panas, pusing, mual, muntah, lemah, sesak
nafas, pucat yang menunjukkan anemia.
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang

Pada tanggal 26 Maret 2021 keluarga mengatakan klien mengalami


panas badan yang naik turun selama 3 hari,mual dan muntah,dan tidak
nafsu makan dan sakit kepala serta tampak bintik merah di seluruh tubuh
badannya lemah,tampak pucat,badan kurus,Pada tanggal 26 Maret 2021
dilarikan ke RS, klien datang kerumah sakit pukul 14:00 WIB,TTV : TD
100/90 mmHg, N : 104 x/menit, RR : 22x/menit, S : 38,5 0C, dan
terpasang infus Nacl 0,9 ditangan sebelah kiri. Klien menjalani rawat
inap di RS
b. Riwayat kesehatan lalu
1) Riwayat prenatal :-
2) Riwayat natal :-
3) Riwayat postnatal :-
4) Penyakit sebelumnya :-
5) Imunisasi

Jenis BCG DPT Polio campak Hepatitis TT


Usia 1 2 bulan 4 Bulan 9 Bulan 2 Bulan
Bulan

c. Riwayat kesehatan keluarga


Keluarga klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit yang sama dengan klien.

d. Susunan genogram 3 (tiga) generasi

KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Hubungan keluarga
= Pasien
= Tinggal serumah
= Meninggal

II. Pemeriksaan fisik


Keadaan umum : Pasien tampak lemah,pasien tampak lemas,pucat berbaring
dengan posisi terlentang kesadaran compos menthis dan terpasang infus RL infus
di pasang di lengan kiri 15 tpm serta pasien di temani keluarga.
1.
Tanda vital
Tekanan darah : 100/90 mmhg
Nadi : 104 x/mnt
Suhu : 38,5 ˚C
Respirasi : 22 x/mnt
2. Kepala dan wajah
a. Ubun-ubun
Ubun-ubun klien menutup,keadaan ubun-ubun cekung,tidak ada
kelainan,klien tidak ada kelaianan hidrocefalus,klien tidak kelainan
microphalus, tidak ada kelainan lainnya.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
b. Rambut
Warna : Hitam
Keadaan : Tidak mengalami kerontokan,tidak mudah di
cabut,tidak mudah kusam,tidak ada keluhan
lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
c. Kepala
Keadaan kulit kepala : Normal
Peradangan/benjolan : Tidak ada peradangan/benjolan ,tidak ada
masalah lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
d. Mata
Bentuk : Simetris
Conjungtiva : Anemis
Skelera : Normal
Reflek pupil : Anemis
Oedem Palpebra : Tidak Ada
Ketajaman penglihatan : Normal
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
e. Telinga
Bentuk : Simetris
Serumen/secret : Bersih tidak ada serumen
Peradangan : Tidak ada peradangan
Ketajaman pendengaran : Normal
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
f. Hidung
Bentuk : Simetris
Serumen/secret : Tidak ada serumen/secret
Pasase udara : Tidak terpasang oksigen
Fungsi penciuman : Normal
Lain : Ada perdarahan di hidung/epitaksis
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masala Keperawatan
g. Mulut : Mukosa mulut kering
Bibir : Bibir kering,Dehidrasi,pucat
Palatum : Lunak
Masalah Keperawatan :resiko defisit nutrisi
h. Gigi
Carries : Tidak
Jumlah gigi : 20 Buah
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3. Leher dan tengorokan
Bentuk : Normal
Reflek menelan : Normal
Pembesaran tonsil : Tidak ada
Pembesaran vena jugularis: : Tidak ada
Benjolan : Tidak ada
Peradangan : Tidak ada
Lain-lain :
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
4. Dada
Bentuk : Simetri
Retraksi dada : Tidak ada
Bunyi nafas : Tidak ada bunyi nafas tambahan
Tipe pernafasan : Dada dan perut
Bunyi jantung : Normal
Iktus cordis :
Bunyi tambahan : Tidak ada bunyi tambahan
Nyeri dada : Tidak ada
Keadaan payudara : Normal
Lain-lain :
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
5. Punggung
Bentuk : Simetris
Peradangan : Tidak Ada
Benjolan : Tidak Ada
Lain-lain :
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
6. Abdomen
Bentuk : Simetris
Bising usus : Normal
Asites : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Hepatomegali : Ada
Spenomegali : Tidak ada
Nyeri : Tidak ada
Lain-lain :
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
7. Ektremitas
Pergerakan/ tonus otot normal
Oedem : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Clubbing finger : Tidak ada
Keadaan kulit/turgor : Kulit kering,bibir dan mulut kering/turgor kulit
menurun
Lain-lain :
Masalah Keperawatan : resiko defisit nurisi
8. Genetalia
a. Laki-laki
Kebersihan :
………………………………………………………
Keadaan testis : ( ) lengkap ( ) tidak
Hipospadia : ( ) ada ( ) tidak
Epispadia : ( ) ada ( ) tidak
Lain-lain : ………………………………….
b. Perempuan
Kebersihan : Bersih
Keadaan labia : Lengkap
Peradangan/ benjolan : Tidak ada
Menorhage : Tidak ada
Lain-lain :
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
III. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1. Gizi : Mengalami penurunan berat badan sehingga status gizi
menjadi kurang
2. Kemandirian dalam bergaul : -
3. Motorik halus : Menggambar,menulis,menyusun puzzle
4. Motorik kasar : Berjalan,melompat dan berlari
5. Kognitif dan bahasa : Tidak ada masalah /Indonesia
6. Psikososial : Tidak Ada Masalah
IV. Pola Aktifitas sehari-hari
No Pola kebiasaan Sebelum sakit Saat sakit
1 Nutrisi
a. Frekuensi 3x Sehari 1x Sehari
b. Nafsu Baik Kurang baik
makan/selera Nasi,sayur,ikan dll Nasi,telur,buah
c. Jenis makanan
2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 2x Seminggu 3-5x Perhari
Konsistensi Lunak berampas Cair
b. BAK
Frekuensi 5x sehari 3-4x Sehari
Konsistensi Kuning muda bau
amoniak
3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam 30 Menit 5 Menit
b. Malam/ jam 7-8 Jam 4 Jam

4 Personal hygiene
a. Mandi 2x Sehari 1x Sehari
b. Oral hygiene 3x Sehari 2x Sehari

V. Data penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


HGB 10,5 gr% 10.500 – 11.000
Leukosit 9.000/mm3 4.500 – 11.000
Trombosit 100.000/mm3 150.000 - 450.000
Ht 47vol% 38,8 - 50%

Palangka Raya,26 Maret 2021

Mahasiswa,

(Igo Gunawan)
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA PENYEBAB
OBYEKTIF
1. DS : Suhu tubuh meningkat
Hipertemia
-Klien mengatakan
demam sejak 3 hari Pelepasan arakidonat
yang lalu serta sakit pada hipotalamus
kepala
DO : Demam
- S : 38,5 C
-Klien tampak memegang Hipertemia
kepala yang sakit
- Klien tampak lemah
- Klien tampak pucat

-TTV
TD : 100/90
N : 104 x/menit
P : 22 x/menit
S : 38,5C
2. Ds :
- Klien mengatakan Penekanan pada daerah
tidak nafsu makan gaster
- Klien mengatakan
ada muntah
Do : Mual,muntah anoreksia
A:
- BB : 20 Kg
Risiko Defisit Nutrisi
- TB : 117 Cm
- IMT klien 14,6
(Berat badan Resiko defisit nutris
kurang baik)
- IMT normal 18

B:
- Kadar Albumin
2,7 mg/dl
C:
- Klien tampak
kurus
- Klien tampak
tidak semangat
- Klien telihat
lemah
- Kulit kering pucat
D:
- Tidak nafsu
makan

3. DS :
- Klien sakit kepala
- klien mengatakan Suhu tubuh meningat
kepalanya nyeri
DO : Demam
Nyeri akut
- S : 38,5 C
Kurang nafsu makan
-Klien tampak memegang
kepala yang sakit
Nyeri akut
- Klien tampak lemah
- Klien tampak pucat
-TTV
TD : 100/90
N : 104 x/menit
P : 22 x/menit
S : 38,5C
PRIORITAS MASALAH

1. Hipertemia dengan virus dengue di tandai dengan klien mengatakan


demam sejak 4 hari yang lalu serta sakit kepala S : 38,5 C, Klien tampak
memegang kepala yang sakit, Klien tampak lemah, Klien tampak pucat,
2. Risiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan mencerna
makanan, ditandai dengan klien tidak nafsu makan, klien tampak kurus,
klien tidak bersemangat, berat badan 50 kg, klien telihat lemah, IMT klien
17,30 (Berat badan kurang baik).
3. Nyeri akut berhubungan dengan sakit kepala di tandai dengan Klien sakit
kepala
klien mengatakan kepalanya nyeri ,Klien tampak memegang kepala yang
sakit,Klien tampak lemah ,Klien tampak pucat
RENCANA KEPERAWATAN

153
Nama Pasien : An.R
Ruang Rawat : Ruang Anak
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipertemia dengan virus Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.Identifikasi penyebab Hipertemia
dengue di tandai dengan klien selama 1x7 jam diharapkan suhu tubuh (mis,dehidrasi,terpapar lingkungan panas,penggunaan
mengatakan demam sejak 4 hari tetap berada di rentang normal dengan inkubator).
yang lalu serta sakit kepala S : kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh
38,5 C, Klien tampak 1. Suhu tubuh membaik 3. Monitor kadar elektrolit
memegang kepala yang sakit, 2. Suhu kulit membaik 4. Monitor haluaran urine
Klien tampak lemah, Klien 3. Nadi dan RR dalam rentang normal 4. Monitor komplikasi akibat hipertemia
tampak pucat, 4.Tidak ada perubahan warna kulit dan 5. Anjurkan tirah baring
tidak ada pusing,merasa nyaman 6.Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena,jika perlu
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
2..Risiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.Identifikasi status nutrisi
berhubungan dengan selama 1x7 jam diharapkan keseimbangan 2.Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Ketidakmampuan mencerna cairan dan elektrolit meningkat Dengan 3.Identifikasi makanan yang di sukai
makanan kriteria hasil : 4.Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
1. Porsi makanan yang di habiskan cukup 5.Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
meningkat 6.Monitor asupan makanan
2. Berat badan atau IMT sedang 7.Monitor berat badan
3. Frekuensi makan meningkat 8.Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Nafsu makan meningkat -Lakukan oral hygine sebelum makan,jika perlu
5. Perasaan cepat kenyang cukup menurun 9.Fasilitasi menentukan pedoman diet (misal,piramida
makanan)
10.Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
11.Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
kontisipasi
12.Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
13.Berikan suplemen makanan,jika perlu
14.Hentikan pemberian makanan melalui nasogastrik
jika asupan oral dapat di toleransi
15.Anjurkan posisi duduk jika mampu
16.Ajarkan diet yang diprogramkan
17.Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(misal,pereda nyeri antiemetik)jika perlu.
18.kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang di butuhkan,jika
perlu.
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen Nyeri (I. 08238, hal: 201)
Observasi
dengan sakit kepala di tandai selama 1x7 jam diharapkan rasa nyeri
- Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan Klien sakit kepala klien hilang/berkurang kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
mengatakan kepalanya nyeri 1. TTV dalam batas normal - Identifikasi respon nyeri non verbal
,Klien tampak memegang 2. Penderita dapat melakukan metode - Identifikasi faktor yang memperberat dan
atau tindakan untuk mengatasi nyeri. memperingan nyeri
kepala yang sakit,Klien tampak
3. Exspresi wajah klien rileks - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
lemah ,Klien tampak pucat 4. tanda vital dalam batas normal tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Kamis 26 Maret 2021 1.Identifikasi penyebab Hipertemia S : Pasien mengatakan panas badan sudah
berkurang
(mis,dehidrasi,terpapar lingkungan
08:00 WIB panas,penggunaan inkubator). O: Igo
- Klien tampak rileks Gunawan
2. Monitor suhu tubuh
- Tampak bintik merah di badan
3. Monitor kadar elektrolit pasien berkurang
4. Monitor haluaran urine - Suhu tubuh pasien membaik
- S : 36C
5. Monitor komplikasi akibat hipertemia
A : Masalah teratasi sebagian
6. Anjurkan tirah baring P : Lanjutkan Intervensi 3,4,5,7
7.Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
1.Identifikasi status nutrisi
2.Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Jumat 26 Maret 2021
3.Identifikasi makanan yang di sukai S:
-Klien mengatakan nafsu
08:30 4.Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien makan sudah mulai membaik
5.Identifikasi perlunya selang O:
penggunaan
- Nafsu makan mulai membaik
nasogastrik - Klien terlihat mulai bersemangat Igo
- Berat badan klien mulai mengalami Gunawan
6.Monitor asupan makanan
peningkatan
7.Monitor berat badan - Makanan terlihat habis 1 porsi
8.Monitor hasil pemeriksaan laboratorium - Perasaan cepat kenyang klien
menurun
-Lakukan oral hygine sebelum makan,jika perlu - Frekuensi makan klien tampak
9.Fasilitasi menentukan pedoman diet meningkat

(misal,piramida makanan) A: Masalah teratasi sebagian


10.Sajikan makanan secara menarik dan suhu P: Lanjutkan Intervensi 2,4,5,7,8,9,10,16
yang sesuai
11.Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah kontisipasi
12.Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
13.Berikan suplemen makanan,jika perlu
14.Hentikan pemberian makanan melalui
nasogastrik jika asupan oral dapat di toleransi
15.Anjurkan posisi duduk jika mampu
16.Ajarkan diet yang diprogramkan
17.Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (misal,pereda nyeri antiemetik)jika
perlu.
1. Meng Kaji nyeri klien.
Sabtu, 26 Maret 2021
2. MengObservasi TTV.
:
09:00 3. Mengniggikan posisi ekstremitas yang Igo
klien mengatakan nyeri sedit berkurang
terkena. Gunawan
klien mengatakan sakit kepalanya
4. menciptakan lingkungan kamar klien
berkurang
senyaman mungkin.
5. mengajarkan penggunaan teknik
Kolaborasi dengan tenaga medis
manajemen nyeri (latihan napas dalam,
lainnya
imajinasi visual, aktivitas dipersional).
A : masalah teratasi sebagian
6. melakukan kolaborasi pemberian terapi
P : intervensi dilanjutkan
analgetik
BAB 4

PENUTUP

.1 Kesimpulan

Malaria adalahPenyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium, ditularkan


melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.Tingkat keparahan malaria bervariasi
berdasarkan spesies plasmodium.Gejala berupa menggigil, demam, dan
berkeringat, biasanya terjadi beberapa minggu setelah digigit.Orang yang
bepergian ke daerah rawan malaria biasanya mengonsumsi obat pelindung
sebelum, selama, dan setelah perjalanan. Penanganan termasuk mengonsumsi obat
antimalaria.

4.2 Saran

Dalam melakukan perawatan hendaknya dengan hati-hati, cermat dan teliti


serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan mempercepat proses
penyembuhan.Perawat perlu mengetahui tanda gejala, perawat harus mampu
mengetahui kondisi pasien secara keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan
bermanfaat untuk kemampuan fungsional pasien, perawat harus mampu
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga untuk mendukung adanya
proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan eperawatan diperlukan
pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga tentang penyakit, penyebab,
pencegahan, dan penanganan.
https://doi.org/10.22435/blb.v13i1.25
5

Pengobatan Malaria Kombinasi


Artemisinin (ACT) Di Provinsi Papua Barat
Tahun 2013
Artemisinin-based Combination of Antimalaria Therapy (ACT) in West Papua at 2013

Revi Rosavika Kinansi1*, Rika Mayasari2, Diana Andriyani


Pratamawati1 1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan
Reservoir Penyakit, Salatiga
Jl. Hasanudin No. 123. Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
2
Loka Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja
*E_mail: revikinansi@gmail.com

Received date: 03-05-2016, Revised date: 08-06-2017, Accepted date: 14-06-2017

ABSTRAK

Malaria merupakan penyakit dengan angka kesakitan tinggi di Indonesia. Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi
malaria di Papua Barat meningkat. Tujuan penelitian untuk mencari hubungan antara jenis malaria yang ditemukan
dalam pemeriksan darah dengan status pemberian obat antimalaria ACT (Artemisinin-based Combination Therapy).
Pengambilan sampel secara stratified random sampling dan diperoleh 1490 penduduk yang seluruhnya dikonfirmasi
menderita malaria dari populasi penduduk di Provinsi Papua Barat. Analisis data menggunakan analisis deskriptif
univariat dan analisis korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis malaria yang paling banyak ditemukan
adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax (51%). Deteksi dini yang dilakukan dalam 24 jam
pertama saat penderita mengalami demam dapat dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan bahwa deteksi dini
mampu mengurangi angka kesakitan malaria. Pemberian obat antimalaria tidak tergantung pada jenis malaria yang
diderita. ACT sesuai untuk jenis malaria apa saja. Konsistensi pemberian ACT diperoleh dengan cara meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi obat profilaksis. Selain itu obat antimalaria kombinasi yang ideal mampu
menyembuhkan dalam waktu yang singkat dan jika penderita melaksanakan kepatuhan mengonsumsi obat maka tidak
akan terjadi resistensi terhadap antimalaria.

Kata kunci: Malaria, ACT, Papua Barat, Positif malaria, resistensi antimalaria

ABSTRACT

Malaria is still a disease with highest incidence rate in Indonesias. Based on Riskesdas 2013, the prevalence of malaria
in West Papua was generally increasing. This study aimed to find the correlation of type of malaria found in blood
examination and distribution status of ACT. Samples of data obtained by stratified random sampling from 1490 people
who had suffered from malaria in West Papua. Data analysis using univariate descriptive and correlation analysis The
result showed that the most common type of malaria was tertiana malaria caused by Plasmodium vivax (51%). Early
43
https://doi.org/10.22435/blb.v13i1.25
5
detection performed within the first 24 hours when the patient is suffering from fever can be used as the basis for a
policy that early detection can reduce malaria morbidity. It can be concluded ACT suitable for any type of malaria. The
concistency of provision of ACT can be implemented by increasing public awareness of taking prophylactic. In addition
the ideal combination antimalarial drugs be able to heal in a short time and if the patients performs the compliance of
taking the drug, it will not be antimalarial resistance.

Keywords: Malaria, ACT, Papua Barat, Positive of malaria, antimalaria resistence

PENDAHULUAN 1.9%, Provinsi Sulawesi Tenggara 1.9% dan


Provinsi Bangka Belitung 4.4%.2 Insiden
Malaria adalah penyakit infeksi yang
malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013
disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. yang
adalah 1,9 persen menurun dibanding tahun
disebarkan oleh nyamuk Anopheles sp.1 Data
2007 (2,9%), tetapi di Papua Barat mengalami
Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013
peningkatan tajam jumlah kasus malaria.
menunjukkan insiden klinis malaria pada
Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6%.3
penduduk Papua Barat pada 2013 adalah
Perbedaan endemisitas yang tinggi menjadi
tertinggi di Wilayah V yaitu sebesar 4.5%
tantangan upaya penanggulangan malaria.
dibandingkan dengan Provinsi Kalimantan
Faktor risiko seperti lingkungan dan iklim,
Barat sebanyak 0.4%, Provinsi Kalimantan
menjadi tantangan dan hambatan dalam upaya
Selatan 0.1%, Provinsi Gorontalo
pemerintah bersama
keterbatasan akses pelayanan kesehatan.4 penyakit menular lainnya. Hasil penelitian
Salah satu hal paling penting dalam rangka Wadana di Kabupaten Sorong Selatan
pencegahan meluasnya penyakit malaria menunjukkan kejadian malaria pada anak 46%
adalah melalui pengobatan malaria profilaksis dari total 89 pasien. Apabila dibandingkan
secara rutin jika berada di daerah endemis dengan kasus tahun 2014 dalam bulan yang
malaria.5 sama, terjadi peningkatan kasus dua kali lipat.
Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi
Latar belakang penelitian ini adalah
malaria di Papua Barat secara umum terjadi
malaria merupakan penyakit yang masih
peningkatan.3 Hal ini yang dijadikan sebagai
tinggi angka kesakitannya, sering
dasar untuk mengetahui gambaran pengobatan
menimbulkan wabah dan peringkat ke-8 dari
malaria di Provinsi Papua Barat pada 2013.
sepuluh penyebab utama kematian di
Indonesia Timur.6 Selain itu kaitannya dengan Pembatasan penggunaan obat antimalaria
pengobatan malaria karena ACT berguna untuk mencegah penggunaan obat
direkomendasikan oleh pemerintah Indonesia yang tidak rasional dan menekan
untuk pengobatan P.falciparum tanpa berkembangnya kasus resisten terhadap obat
komplikasi sejak tahun 2004.7 Setiap tahun antimalaria lain. Hal ini dikaitkan dengan
270 juta orang terinfeksi malaria. 8 Indonesia pemutusan siklus hidup parasit dalam darah,
sebagai negara berkembang mempunyai sehingga parasit dapat segera hilang dari
kewajiban untuk melaksanakan hasil deklarasi tubuh.9 Obat antimalaria kombinasi yang ideal
MDG’s (Millenium Development Goals) yang dan sesuai dengan kondisi Indonesia, memiliki
telah disepakati pada bulan September 2000 kategori aman dan toleran untuk semua
di New York yang salah satu tujuannya kelompok umur, efektif dan cepat respon
adalah memerangi HIV/AIDS, malaria dan pengobatannya baik untuk malaria P.

44
https://doi.org/10.22435/blb.v13i1.25
5
falciparum maupun untuk malaria P.vivax. cara kerja yang independen dan mempunyai
Selain itu obat antimalaria kombinasi yang target biokimia yang berbeda terhadap
ideal mampu menyembuhkan dalam waktu parasit.11
yang singkat dan jika penderita melaksanakan
kepatuhan mengonsumsi obat, tidak akan Berkembangnya resistensi pengobatan
resisten.10 Pengobatan kombinasi adalah malaria, baik di luar negeri dan di dalam
penggunaan dua atau lebih obat antimalaria negeri, menjadikan penanganan malaria
schizontosidal darah secara simultan, masing- menjadi sulit karena potensi malaria berat
masing obat mempunyai yang dapat mengakibatkan kematian maupun
meningkatnya kasus malaria. Beberapa kasus
resistensi P. vivax terhadap klorokuin telah
dilaporkan antara lain dari negara
12,13
kepulauan. Kegagalan primakuin
membasmi gametosit merupakan masalah
penting karena gametosit dewasa yang tidak
tereliminasi, berisiko untuk memiliki genagen
resistensi terhadap obat antimalaria yang telah
diberikan.14,15 Penanganan malaria sejak dini
diharapkan mampu mengurangi resiko
penularan lebih luas dan kematian akibat.
Pilihan AsAq (ACT pertama kali di
Indonesia) untuk pengobatan penderita P.
vivax didasari bahwa klorokuin (Cq) sebagai
obat standar P. vivax, telah mengalami
resisten di beberapa wilayah di
16,17,18
Indonesia. Resistensi P. vivax terhadap
Cq dapat menyebabkan kegagalan pengobatan
yang akhirnya menyebabkan malaria berat.18
Keputusan Komisi Ahli Malaria
(KOMLI) dari Kementerian Kesehatan
menerangkan bahwa keadaan yang mengubah
strategi pengobatan malaria yakni dengan
penggunaan obat ACT. Hal ini sesuai dengan
pedoman WHO yang secara global
menganjurkan pengobatan malaria berubah
dengan menggunakan ACT.19 Derivat
artemisinin dipilih sebagai dasar terapi
kombinasi antimalaria yang penting karena
mampu menurunkan parasitemia lebih cepat
sepuluh kali dari pada obat antimalaria
lainnya. Artesunat yang merupakan salah satu
derivat artemisinin bekerja lebih cepat
daripada kinin.20,21 Artemisinin-
Based Combination Therapy (ACT)
mempunyai banyak manfaat karena dapat
memperpanjang waktu dan mencegah

45
https://doi.org/10.22435/blb.v13i1.25
5
terjadinya resistensi.22 Dilaporkan bahwa
artesunat mempunyai kemampuan
mengeliminasi parasitemia lebih cepat
dibandingkan standar antimalaria seperti Cq
dan Kina.23
Guna mengurangi kasus malaria,
pemerintah membuat rencana pengendalian
yang meliputi kegiatan sosialisasi dan
peningkatan kualitas pengobatan obat anti
malaria dengan ACT di seluruh Indonesia,
peningkatan pemeriksaan laboratorium
secara mikroskopi dan

46
Pengobatan Malaria.......(Revi Rosavika Kinansi, dkk)

penemuan pengobatan dan pencegahan diagnosis pengambilan darah, menyajikan


penularan malaria. Selain itu, dilakukan informasi jenis malaria yang ditemukan saat
peningkatan perlindungan penduduk berisiko pemeriksaan darah, untuk mengetahui
dan pencegahan penularan malaria khususnya bagaimana hubungan antara pemberian ACT
melalui kegiatan pembagian kelambu terhadap jenis malaria yang diderita karena
berinsektisida (Long Lasting Insectisidal Net) idealnya obat antimalaria sesuai untuk semua
gratis ke daerah endemis malaria tinggi yang jenis malaria, menyajikan informasi berapa
masih dibantu oleh Global Fund.24 persen penduduk yang mendapat obat
kombinasi ACT dalam waktu 24 jam serta
ACT merupakan kombinasi pengobatan menyajikan informasi berapa persen penduduk
yang berbeda dari yang lain, karena
artemisinin memiliki kemampuan antara lain:
(1) menurunkan biomass parasite dengan
cepat, (2) menghilangkan simptom dengan
cepat, (3) efektif terhadap parasit resisten
multi-drug, (4) semua bentuk/ stadium parasit
dari bentuk muda sampai tua yang
berkuestrasi pada pembuluh kapiler, (5)
menurunkan pembawa gamet, (6)
menghambat transmisi, (7) belum ada
resistensi terhadap artemisinin dan (8)
memiliki efek samping minimal.(25)
Permasalahan yang diangkat dalam
tulisan ini adalah apakah pemberian ACT
sesuai untuk segala jenis malaria yang
diderita dan bagaimana seharusnya penderita
melakukan penanganan dini terhadap malaria
sesuai dengan program pemerintah di tengah
permasalahan resistensi terhadap beberapa
jenis obat antimalaria. Permasalahan ini
sejalan dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Muti’ah, 201226 yang memiliki
kesimpulan bahwa penggolongan obat
antimalaria dapat dibedakan menurut cara
kerja obat pada siklus hidup Plasmodium,
berdasarkan struktur kimia obat, dan tempat
kerja obat pada organel subseluler
Plasmodium. Pemilihan Provinsi Papua Barat
dikarenakan prevalensi malaria di Papua
Barat secara umum terjadi peningkatan pada
tahun 2013. Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan di atas, secara rinci tujuan dari
pembahasan tulisan ini adalah menyajikan
informasi penggunaan obat program
kombinasi ACT oleh penduduk yang
diketahui menderita malaria setelah melalui

45
Pengobatan Malaria.......(Revi Rosavika Kinansi, dkk)

yang mendapat obat kombinasi ACT selama menggunakan SPSS 17. Analisis korelasi
3 hari berturut-turut. untuk mencari apakah terdapat hubungan
antara jenis penyakit malaria yang ditemukan
dalam pemeriksan darah, dengan status
pemberian ACT. Analisis korelasi yang
METODE dipergunakan adalah analisis korelasi
Spearman, karena variabel yang dianalisis
Data yang dianalisis adalah data berupa data kategorik. Berikut rumus manual
sekunder yang diambil dari Riset Kesehatan korelasi Spearman:
Dasar Tahun 2013 dengan pengambilan
sampel secara stratified random sampling, HASIL
yaitu seluruh provinsi diambil sampel
Pengobatan
kabupaten dan tiap kabupaten diambil sampel
dan
tiap titik sesuai kriteria. Data pendukung
penatalaksanaan
untuk menentukan sampel diperoleh dari
malaria berat di
Badan Pusat Statistik (BPS). Data Riskesdas
rumah sakit dan
2013 yang dibutuhkan peneliti diperoleh dari
Untuk puskesmas
Tim Manajemen Data (Mandat) Badan
memudahkan disesuaikan dengan
Litbang Kesehatan dengan mengikuti
melakukan kebijaksanaan
prosedur yang telah ditentukan. Desain
interpretasi program
penelitian yang digunakan dalam analisis
mengenai pemberantasan
lanjut ini menggunakan analisis deskriptif.
kekuatan penyakit malaria.
Kerangka sampel yang digunakan adalah
hubungan antara Dengan demikian
seluruh bangunan sensus yang terdapat
dua variabel dapat dicapai
bangunan rumah tangga. Setelah data
penulis prinsip pengobatan
diterima oleh peneliti dari Tim Mandat
memberikan malaria yaitu
Litbangkes, data di cleaning terlebih dahulu
kriteria sebagai penemuan
sebelum melakukan analisis data. Proses
berikut :27 penderita secara
cleaning diantaranya adalah untuk
dini, melakukan
menghitung sampel yang diambil yang 0 : Tidak ada
korelasi antara dua pengobatan
seluruhnya pernah menderita malaria dari
variabel penderita yang
populasi penduduk di Provinsi Papua Barat.
>0 – 0,25: Korelasi efektif untuk
Variabel yang tersedia diambil dari kuesioner
sangat lemah eliminasi
Riskesdas 2013 Blok A. penyakit menular
parasitemia,
malaria, meliputi jenis malaria yang >0,25 – 0,5: Korelasi
cukup mencegah penyakit
ditemukan saat pemeriksaan darah
kambuh kembali
(RKD13.IND, A10), persentase penduduk >0,5 – 0,75: Korelasi
dan mengurangi
yang mendapat ACT dalam waktu 24 jam kuat
penularan penyakit
(RKD13.IND, A12), persentase penduduk >0,75 – 0,99: malaria.28 Pada
yang mendapat obat kombinasi ACT selama Korelasi sangat kuat
tahun 2013,
3 hari (RKD13.IND, A13), jumlah responden 1: Korelasi penggunaan ACT
yang didiagnosis positif malaria sempurna bagi penduduk
(RKD13.IND, A09) dan penggunaan obat
yang didiagnosis
ACT pada penderita (RKD13.IND, A15).
malaria
Analisis data menggunakan analisis
berdasarkan
deskriptif univariat dan analisis bivariat
konfirmasi
46
Pengobatan Malaria.......(Revi Rosavika Kinansi, dkk)

laboratorium dalam di Papua Barat disajikan dalam waktu penggunaan


satu tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3. ACT.
melalui Tabel 1.: Analisis Penanganan
pengambilan darah korelasi untuk malaria
mengetahui selanjutnya adalah
terdapat hubungan pemberian ACT
Tabel 1. Persentase Penduduk mendapat
antara jenis kepada penderita
pengobatan kombinasi ACT malaria yang secara lebih
ditemukan dalam preventif yaitu
pemeriksan darah, memberi ACT
Respon Variabel dengan status selama 3 hari
Penduduk mendapat pengobatan pemberian ACT berturut-turut
Penduduk yang tidak mendapat pengobatan pada masing- sesuai anjuran
Tidak tahu masing respon dokter. Sebagian
Total Penduduk terhadap variabel besar penderita
jenis malaria. Dari malaria akan
Dari tabel di atas hasil analisis mencari
diketahui bahwa % diperoleh nilai pertolongan tenaga
sejumlah 1490 sampel statistika kesehatan setelah
yang diperoleh dari
Malaria Tropica (P.falcifarum Spearman lebih dari empat
hasil cleaning data
Malaria Tertiana (P.vivax) correlation hari merasakan
yang seluruhnya
pernah menderita Malaria tropika dan tertiana sebesar 0.253, 29
gejala. Gambaran
malaria dari populasi Malaria lainnya dikategorikan pengobatan ACT
penduduk di Provinsi Tidak tahu hampir tidak ada yang diberikan
Papua Barat. Total korelasi, yang kepada penderita
Persentase penderita berarti tidak selama 3 hari
malaria terbanyak terdapat hubungan
yang disebabkan oleh antara pemberian
P. vivax yaitu Setelah obat antimalaria
sebanyak 51%. diketahui jenis dengan jenis
Persentase penderita malaria yang malaria berbeda,
malaria menurut jenis paling banyak sehingga dapat
malaria dapat dilihat ditularkan di disimpulkan ACT
pada Tabel 2. Provinsi Papua tidak bergantung
Barat, maka ingin dengan jenis
diketahui apakah malaria yang
Tabel 2. Persentase
Jenis
pemberian ACT diderita. Deteksi
Malaria bergantung pada dini malaria
yang jenis malaria atau sangat penting
Ditemukan tidak, akan dilakukan dalam
Dalam
kurun waktu 24
Pemeriksaa
jam setelah
n Darah
pemberian ACT.
Tabel 4
Respon menggambarkan
Variabel

47
berturut turut dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 3. Persentase Jenis Malaria Yang Ditemukan Dalam Pemeriksan Darah Dengan Status
Pemberian Obat Antimalaria ACT

Persentase Status Pemberian

Respon Variabel ACT Spearman


corr.
Ya Tidak
Malaria Tropica (P.falsiparum) 61.2% 38.8%

Malaria Tertiana (P.vivax) 49.5% 50.5%


Malaria Tropika & Tertiana 41.3% 58.7% 0.253
Malaria lainnya 42.9% 57.1%
Tidak tahu 20.0% 80.0%
Total 47.7% 52.3%

Tabel 4. Persentase Pengguna Obat ACT dalam Kurun Waktu 24 Jam

Respon Variabel Jumlah %


Dalam 24 jam pertama menderita panas 428 60.2
Lebih dari 24 jam pertama menderita panas 283 39.8
Total 711 100.0
Tidak ada data 779

Tabel 5. Persentase Penduduk yang Diberi Obat Kombinasi ACT Selama 3 Hari

Respon Variabel Jumlah %


Ya, diminum habis 574 80.7
Ya, diminum tidak habis 114 16.0
Tidak 23 3.2
Total 711 100.0
Tidak ada data 779

PEMBAHASAN artesunat–amodiakuin– primakuin (57.8%).


Penderita malaria vivax yang paling banyak
Penelitian yang telah dilakukan Rumagit, digunakan ialah obat antimalaria kombinasi
2013 menunjukkan bahwa tidak semua obat artesunat–amodiakuin–
kombinasi antimalaria yang sama, sesuai primakuin (100%). Penderita malaria mixed
untuk penderita malaria secara umum. yang paling banyak digunakan ialah obat
Penderita malaria falciparum paling banyak antimalaria kombinasi artesunat–
menggunakan obat antimalaria kombinasi amodiakuin–primakuin (100%).30
1490 penduduk yang positif malaria pernah mendapat pengobatan obat program
hampir separuhnya mendapatkan penanganan kombinasi ACT. Namun jumlah tersebut tidak
dini terhadap malaria yaitu dengan pemberian berbeda jauh dengan responden yang tidak
ACT. Hal ini ditunjukkan dari Tabel 1 yang pernah mendapat obat program kombinasi
menjelaskan bahwa sebanyak 47.7% ACT yaitu hanya memiliki selisih 4.1%. Hal
responden ini menunjukkan bahwa antara penduduk
yang memperoleh pengobatan dan tidak
memperoleh pengobatan memiliki jumlah
yang relatif sama. Papua Barat termasuk
wilayah endemis malaria. Hasil ini
memberikan informasi bahwa sesuai dengan
tujuan eliminasi malaria yang dilakukan
secara radikal, seharusnya pengobatan
kombinasi ACT dilakukan merata, seluruh
penduduk mendapat pengobatan, sehingga
nantinya dapat diperoleh persentase di atas
50% mendapat pengobatan ACT. Hal ini bisa
disebabkan masih kurangnya kesadaran
sebagian penduduk dalam hal pengobatan
malaria. Penyebabnya antara lain masih
kurangnya sosialisasi penanganan awal
terhadap kejadian malaria dan kurangnya
akses
pada penanganan malaria sehingga malaria. Dua kabupaten lainnya masih banyak
terhambatnya pengobatan malaria. ditemukan kasus malaria karena sebagian
besar wilayahnya di kelilingi oleh rawa-rawa,
Hasil analisis tabel 2 memberi informasi
yang merupakan habitat perkembangbiakan
bahwa P. vivax adalah jenis yang paling
jentik nyamuk malaria. Target 2030 Provinsi
banyak menyebabkan malaria di Provinsi
Papua diharapkan bebas dari malaria apabila
Papua Barat. Menurut Harijanto (2000),31 P.
terus konsisten dalam menjalankan program
vivax, merupakan infeksi yang paling sering
pencegahan yang tepat.33
dan menyebabkan malaria tertiana/ vivax
(demam pada tiap hari ke tiga). Penelitian Nilai korelasi pada tabel 3, memberi
yang dilakukan oleh Santoso, dkk (2012) informasi nilai statistika Spearman correlation
menunjukkan gejala klinis pada penderita sebesar 0.253, pemberian obat antimalaria
malaria vivax ternyata tidak selalu muncul. tidak bergantung pada jenis malaria, sehingga
Penderita malaria vivax yang mengalami dapat disimpulkan obat antimalaria kombinasi
gejala klinis hanya 50%, hal ini bisa terjadi ACT sesuai untuk jenis malaria apa saja. Hal
karena meningkatnya imunitas tubuh ini dikarenakan ACT merupakan obat baku
penderita malaria terutama di daerah dengan program untuk semua jenis malaria sesuai
endemisitas tinggi.32 Terdapat 3 dengan penelitian terdahulu yang dilakukan
kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat yang oleh Tjitra E. (2004).(34) ACT merupakan
masih rawan terhadap kejadian malaria yaitu antimalaria yang dapat digunakan untuk
Teluk Bintuni, Sorong Selatan dan Raja semua jenis malaria dan tidak tergantung pada
Ampat, namun saat ini sudah agak sulit besar kecilnya penderita menurut jenis malaria
menemukan warga yang menderita penyakit yang diderita.
Sejak adanya laporan resistensi terhadap untuk pengobatan malaria vivax, sebagai
antimalaria klorokuin maka kementerian pengganti klorokuin (CQ) dan sulfadoksin-
kesehatan tidak tinggal diam dan terus pirimetamin (SP) yang telah terbukti resisten
mencari alternatif pengganti antimalaria terhadap P. vivax oleh sejumlah penelitian
klorokuin. Sejalan dengan program WHO dan sejak tahun 1973.35,36,37,38 penelitian Hasugian
melalui beberapa hasil penelitian, pemerintah et- al, 2014 menegaskan ACT lebih efektif
menggunakan ACT sebagai antimalaria dan aman untuk pengobatan infeksi P. vivax
kombinasi. ACT merupakan obat antimalaria dibandingkan klorokuin (CQ).39
untuk penderita P. falciparum sejak 2004.
Namun, ACT juga digunakan Salah satu faktor utama yang dianggap
berperan dalam keberhasilan program
eliminasi malaria tersebut adalah pengunaan
Artemisinin- based Combination Therapy
(ACT) sebagai terapi lini pertama untuk
malaria falciparum tanpa komplikasi.(40)
Berdasarkan hasil penelitian Hasugian dan
Tjitra, Cq tidak direkomendasikan untuk
pengobatan infeksi P. vivax terutama di
wilayah dengan P. vivax resisten Cq,
sementara penggunaan AsAq harus
dipertimbangkan karena efikasinya kurang
dari 95% dan kasus muntah yang dominan
ditemukan. Dengan demikian alternatif ACT
yang mempunyai efikasi dan keamanan yang
sesuai dengan rekomendasi WHO diperlukan
untuk pengobatan infeksi P. vivax. Untuk
meningkatkan cakupan dan keterjangkauan
obat antimalaria, obat antimalaria program
diberikan gratis oleh pemerintah bagi yang
memeriksakan dirinya ke fasilitas pelayan
kesehatan formal, seperti puskesmas dan
rumah sakit. Sebagian besar obat antimalaria
yang dimanfaatkan oleh rumah tangga di
enam provinsi terpilih cenderung
menunjukkan bahwa obat antimalaria standar
hanya diperoleh dari pelayanan kesehatan
formal dan tenaga kesehatan. Padahal,
fasilitas pelayanan kesehatan formal bukanlah
satu-satunya tempat yang dapat diakses
masyarakat untuk mendapatkan obat
41
antimalaria. Efek samping yang berkaitan
dengan penggunaan obat anti malaria jarang
serius tapi akan meningkat kejadiannya
seiring dengan peningkatan dosis dan lama
penggunaan. Efek samping yang sering
muncul biasanya berupa mual, diare, sakit penurun panas dan pemberian obat
kepala, pandangan kabur, vertigo dan rash.42 antimalaria. Tabel 4
menunjukkan bahwa sebanyak 60.2%
Deteksi dini untuk gejala awal malaria
penduduk yang terkena malaria dilakukan
yang dapat dilakukan antara lain dengan
pengobatan dalam 24 jam pertama saat
mengukur suhu badan, pemberian obat
pendertia mengalami demam.
Sebanyak 39.8% deteksi dini dilakukan pada Menurut Panggabean, pengobatan
waktu lebih dari 24 jam pertama. Terdapat terhadap malaria adalah pencegahan primer
selisih yang yang cukup besar dalam hal yang harus segera dilakukan jika terdapat
deteksi dini pengobatan malaria. Hal ini kasus malaria.45 Berbagai upaya telah
menunjukkan bahwa masih kurangnya dilakukan untuk menanggulangi parasit
kesadaran sebagian penduduk dalam hal malaria tetapi prevalensinya masih tetap
pengobatan malaria. Penyebabnya antara lain tinggi. Hal ini karena adanya resistensi vektor
masih kurangnya sosialisasi penanganan awal terhadap insektisida dan adanya resistensi
terhadap kejadian malaria dan kurangnya plasmodium terhadap obat antimalaria
akses pada penanganan malaria sehingga terutama kloroquin.46 Tidak seperti obat
terhambatnya pengobatan malaria. Jika antimalaria lain yang membunuh gametosit
penderita melakukan penanganan awal, dalam muda, primakuin merupakan satu-satunya obat
hal ini mengonsumsi ACT dalam kurun waktu anti malaria yang efektif' membunuh gametosit
24 jam pertama saat menderita panas, maka dewasa sehingga obat tersebut wajib diberikan
idealnya demam berangsur angsur akan pulih untuk setiap pasien malaria. Primakuin juga
dan panas akan segera turun ke suhu normal. mampu memutus rantai transmisi parasit dan
Namun jika demam belum kunjung turun
dianjurkan penderita mengonsumsi ACT 3
hari berturut-turut atau sesuai anjuran petugas
kesehatan. Pengobatan yang efektif adalah
pemberian ACT pada 24 jam pertama pasien
demam dan obat harus di minum habis dalam
3 hari. Tabel 5 memberikan informasi bahwa
sebanyak 80% penderita malaria di Papua
Barat mengonsumsi ACT hingga habis, hal ini
menunjukkan kepatuhan konsumsi obat yang
baik. Jika penderita melaksanakan kepatuhan
mengonsumsi obat, tidak akan terjadi
resistensi terhadap antimalaria. Penelitian
yang dilakukan oleh Wadana, dkk
menemukan efektifitas terapi ACT adalah
95%, sedangkan proporsi pengobatan efektif
di Indonesia adalah 45.5%. Lima provinsi
tertinggi dalam pengobatan malaria secara
efektif adalah Bangka Belitung (59.2%),
Sumatera Utara (55.7%), Bengkulu (53.6%),
Kalimantan Tengah (50.5%), dan Papua
(50.0%).43,44
mencegah penyebaran resistensi, apalagi jika jarang menimbulkan kematian. Salah satu
dikombinasikan dengan obat anti malaria contoh upaya untuk meningkatkan cakupan
lain, ACT salah satunya.47 Sebanyak 80.7% pengobatan berbasis komunitas (community-
penduduk di Papua Barat mengonsumsi ACT based) adalah seperti yang dilakukan di
hingga habis selama tiga hari berturut-turut negara-negara Afrika. Strategi pengobatan
dan 16.0% tidak diminum habis karena yang dilakukan di negara-negara Afrika
kondisi penderita sudah pulih/sembuh. Hal dalam rangka meningkatkan cakupan
ini menunjukkan penduduk Papua Barat pengobatan malaria adalah dengan
sangat memperhatikan akan pentingnya pendekatan Home-based Management
49
pengobatan sebagai pertolongan pertama Malaria (HMM). Pelibatan masyarakat
untuk malaria sebelum tindakan kuratif di terutama para ibu dan kader masyarakat yang
rumah sakit. WHO merekomendasikan terlatih (Community Health Workers)
pemeriksaan plasmodium di hari ke-0,3,7,14 merupakan inti dari HMM ini dalam deteksi
dan ke-28 setelah pemberian obat anti dini (early diagnosis) dan pengobatan
malaria untuk memastikan eradikasi total malaria. Penguatan sistem kesehatan
malaria.48 Semakin banyak kegagalan khususnya manajemen suplai obat antimalaria
pengobatan atau tertundanya kesembuhan standar di sarana kesehatan di daerah endemis
pada pengobatan awal, akan meningkatkan dengan tantangan kondisi geografis yang sulit
gametocyte carriage yang merupakan perlu mendapatkan perhatian. Ketersediaan
sumber (reservoir) penularan. Hal ini ACT di level pelayanan kesehatan primer,
memungkinkan semakin banyak orang sangat penting untuk selalu dimonitor dan
terinfeksi malaria, bahkan seringkali dievaluasi, karena keberhasilan eliminasi
mengakibatkan KLB bahkan epidemi. malaria juga tidak terlepas dari ketersediaan
Peningkatan kasus malaria dan anemia obat standar di lapangan.
menambah beban biaya upaya Penelitian sejenis, memberi informasi
pemberantasan malaria. Kegagalan adanya golongan obat antimalaria resisten
pengobatan karena parasit resisten sering kali masih digunakan dalam pengobatan malaria
mengakibatkan terjadinya komplikasi atau oleh sarana
penyakit menjadi berat, dan bahkan tidak
dan tenaga kesehatan. Faktor yang KESIMPULAN
mempengaruhi frekuensi penurunan gametosit
malaria (gametositemia) adalah kualitas obat. Secara singkat, penelitian ini memberikan
Penelitian di Papua Nugini mendapatkan hasil informasi bahwa jenis malaria yang paling
78.4% sampel primakuin tidak mengandung banyak ditemukan adalah jenis Malaria
dosis sesuai dengan nilai yang tertera. Tertiana sebanyak 51% yang disebabkan oleh
Penelitian tersebut juga mendapati bahwa dari Plasmodium vivax. Setelah dianalisis,
5 sampel obat yang diproduksi di Indonesia, 1 pemberian obat antimalaria tidak bergantung
sampel memilki kandungan obat yang lebih pada jenis malaria, sehingga dapat
rendah dibanding dengan nilai yang tertera. disimpulkan obat antimalaria kombinasi ACT
Hal itu berisiko menurunkan efektivitas obat sesuai untuk jenis malaria apa saja. Deteksi
dan menyebabkan kegagalan pembasmian dini yang dilakukan 60.2% penduduk Provinsi
gametosit sehingga meningkatkan risiko Papua Barat dalam 24 jam pertama saat
terjadinya resistensi terhadap ACT.50 penderita menderita panas dapat dijadikan
dasar untuk mengambil kebijakan bahwa
deteksi dini mampu mengurangi angka
kesakitan malaria. Penduduk Papua Barat
sangat memperhatikan akan pentingnya responden yang mendapat obat program dan
pengobatan untuk malaria dengan responden yang tidak mendapat obat program
dibuktikannya bahwa terdapat sebanyak kombinasi memiliki jumlah yang relatif sama.
80.7% dari penduduk mengonsumsi obat Hal ini yang dapat menghambat program
kombinasi ACT selama 3 hari berturut turut. eliminasi malaria karena pada dasarnya
Gambaran ini memperkuat kebijakan dari eliminasi malaria bersifat radikal dan harus
program kesehatan bahwa penanganan secara dilakukan secara merata.
tuntas sesuai dengan aturan efektifitas terapi
malaria yang merujuk protokol WHO
terhadap kasus malaria dapat mempercepat
pemulihan dari malaria. Hasil penelitian yang SARAN
dilakukan Wadana dkk, 2016 bisa
memberikan gambaran bahwa terapi ACT Penanganan primer yang dilakukan sejak
masih efektif untuk mengobati malaria pada dini sangat penting dilakukan jika seseorang
anak di Kabupaten Sorong Selatan, Papua tersebut pernah didiagnosis menderita
Barat. Informasi yang diperoleh dari tulisan malaria. Pemberian ACT memberikan
ini, sebanyak 47.7% responden pernah dampak positif kepada penderita jika ACT
mendapat pengobatan obat program dikonsumsi segera dan rutin sesuai dengan
kombinasi ACT, namun jumlah tersebut tidak dosis yang ditentukan petugas kesehatan.
berbeda jauh dengan responden yang tidak Untuk memperkuat sistem penyediaan obat,
pernah mendapat obat program kombinasi salah satu bentuk best practice sebagai
ACT, yang berarti antara langkah intervensi dalam penguatan
manajemen obat secara efisien, efektif, dan
sederhana adalah pemanfaatan teknologi
informasi dalam pelaporan stok obat melalui
SMS for Life yang dilakukan di pedesaan
Tanzania.51 masyarakat di Indonesia,
khususnya di pedesaan dapat diajak berperan
serta dalam penanggulangan malaria.52 Proses
pengadaan obat yang efektif dan fleksibel
dapat menjadi faktor penentu dalam
efektifitas pengobatan malaria.53 Pemerintah
terus bergerak melaksanakan program
pemberantasan malaria sejak dini. Sebaiknya
dilakukan usaha-usaha untuk menjaga efikasi
ACT, dengan kata lain menjaga sensitivitas
parasit terhadap obat tersebut, seperti
menghindari monoterapi obat yang termasuk
dalam ACT, eliminasi obat palsu, dan
menegakkan diagnosis yang tepat sebelum
pemberian ACT.54
UCAPAN TERIMA KASIH V RISKESDAS 2013 dan kepada Masyarakat
dan Pemerintah Provinsi Papua Barat yang
Dengan selesainya tulisan ini, penulis telah berkenan berkoordinasi dengan baik
menyampaikan rasa terima kasih kepada selama riset dasar kesehatan berlangsung pada
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan tahun 2013 sehingga menghasilkan data yang
Kesehatan serta Kepala Balai Besar valid dan signifikan. Terima kasih kepada
Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit Ketua Panitia Pembina
Salatiga selaku Ketua Koordinator Wilayah
Ilmiah B2P2VRP Salatiga yang telah Perilaku Vektor Malaria di Kabupaten Merauke,
membina dalam penulisan artikel ini. Tidak Papua DISTRIBUTION AND BEHAVIOR OF MALARIA
VECTOR IN MERAUKE, PAPUA. 2015;219–30.
lupa kami sampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ketua Laboratorium
Manajemen Data dan anggota yang telah 7. Klorokuin A, Ronny A, Tjitra E, Klorokuin ADAN,
Timur T, Regional S, et al. UNTUK PENGOBATAN
berkenan berbagi ilmu dan data kepada
MALARIA VIVAKS DI PUSKESMAS KOPETA ,
penulis hingga terwujudnya sebuah tulisan
MAUMERE , NUSA. 2014;161–8.
yang mungkin masih membutuhkan
penyempurnaan ini.
8. Kitaw Y . Problems, Policy and Planning Option In
Malaria. Ethiop J Heal Dev. 1998;2:123–34.

DAFTAR PUSTAKA 9. White NJ. The role of anti-malarial drugs in


eliminating malaria. Malar Journal. 2008;7(Suppl
1. Petersen I, Eastman R LM. Drug-resistant malaria: 1:S8).
Molecular mechanisms and implications for public
health. FEBS Lett. 2011;585:1551–62.

2. Salatiga. KVR 2013-BBLV dan RP. Buku 1 Pokok-


Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.
Badan Litbang Kesehatan- Kementerian
Kesehatan; 2013.

3. Wadana CP, Krimadi RN, Siregar R, Lestari ED,


Salimo H. Profil Terapi Artemisinin Combination
Therapy (ACT) pada Malaria Anak di RSUD.
Scholoo Keyen, Kabupaten Sorong Selatan, Papua
Barat Studi Retrospektif. Sari Pediatr.
2016;17(5):323–6.

4. Aditama TY. 3 Provinsi dengan Kasus Malaria


Tertinggi. 2013.

5. Tjitra, E., Hariyani, A. M., Marvel, R., Sahat, O. ST.


Penelitian Obat Anti Malaria. Bul Penelit
Kesehatan. 1991;19(4):15–23.

6. dan Perilaku Vektor Malaria di Kabupaten


Merauke D, Shinta P, Marjana P. Distribusi dan
10. Tjitra E. Pengobatan Malaria Dengan Kombinasi vivax. Antimicrob Agents Chemother.
Artemisinin (1). Bul Penelit Kesehat. 2004;48(11):4075.
2005;33(2):53–61.

17. HrydziuszkoMark ORV. Missing values in mass


11. World Health Organization. Antimalarial drug spectrometry based metabolomics: an
combination therapy. Geneva: WHO; 2001. undervalued step in the data processing pipeline.
Metabolomics. 2012;8:161–74.
12. Whitby, Michael., Gillian Wood JRV and KR.
Chloroquine Resistant Plasmodium Vivax. Lancet. 18. Price RN, Douglas NM AN. New developments in
1989;9(December):1395. Plasmodium vivax malaria: severe disease and the
13. Rieckmann, K.H. DRD and DCH. Plasmodium rise of chloroquine resistance. Curr Opin Infect
Vivax Resistance to Chloroquine. Nov. 1989;18 Dis. 2009;22(5):430–5.
( 1): 1. Lancet. 1989;18(1):183–4.

19. Harijanto PN. ACT Sebagai Obat Pilihan Malaria


14. D’Alessandro S, Silvestrini F, Dechering K C, Y, Ringan di Indonesia. CDK. 2011;38(2):183.
Parapini S, Timmerman M E al. P.falciparum
screening assay for antigametocyte drugs based
20. Borrmann S, Issifou S, Esser G, Adegnika AA,
on parasite lactate dehydrogenase detection. J
Ramharter M MP. , dkk. Fosmidomycin-
Antimicrob Chemother. 2013;68:2048–58.
Clindamycin For The Therapy Of Plasmodium
Falciparum Malaria. J Infect Dis Soc Am.
15. WHO Malaria Policy Advisory Committee 2004;190:1534–40.
Meeting. evidence review group: 11-13
September 2012,. In: The safety and effectiveness
21. Ganiswarna G, Setiabudy R, Suyatna FD. Dalam:
of single dose primaquine as a P falciparum
Sukarban S, Zunilda SB penyunting. Farmakologi
gametocytocide. 2012.
Dan Terapi. Bagian Farmakol Fak Kedokt Univ
Indones. 1995;545–9.
16. Baird JK. . Chloroquine Resistance in Plasmodium
22. Woodrow CJ HRK and KSA. Artemisinins. Postgrad 27. Jonathan S. Metode Penelitian Kuantitatif dan
Med. 2005;81:71–8. Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2006.

23. Pukrittayakamee S, Chantra A, Simpson JA, 28. Hanim D. Program Pengendalian Penyakit Menular
Vanijanonta S, Clemens R, Looareesuwan S et al. Demam Berdarah. Modul F Lab. 2013;1– 51.
Therapeutic responses to different antimalarial
drugs in Vivax malaria. Antimicrob Agents
29. Ngambut K SiO. Faktor lingkungan dan perilaku
Chemother. 2000;44(6):1680–5.
masyarakat tentang malaria di Kecamatan Kupang
Timur Kabupaten Kupang. J Kesehat Masy Nasional.
24. Lande V. Kejadian Malaria Di Papua. Fakultas 2013;7(6):271–271.
Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin.
2013. 30. Rumagit NA, Tjitrosantoso HM, Wiyono WI. Studi
Penggunaan Antimalaria pada Penderita Malaria di
25. Paul H. Eliminasi Malaria pada Era Desentralisasi. Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof.Dr. R. D.
Bul Jendela Data dan Inf Kesehat Epidemiol Malar Kandou Manado Periode Januari 2013-Mei 2013.
di Indones Triwulan I. 2011;1:23. PHARMACON J Ilm Farm – UNSRAT. 2013;2(3):50–
3.

26. Muti’ah R. Penyakit Malaria dan Mekanisme Kerja


Obat-obatan Antimalaria. Alchemy. 2012;2(1):80– 31. Harijanto A. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis,
91. Manifestasi Klinis dan Pengobatan. 1st ed EGC.
2000;249–60.
34. Tjitra E. PENGOBATAN MALARIA DENGAN
32. Santoso S dan MAW. Perbedaan Gejala Klinis Dan KOMBINASI ARTEMISININ ARTEMISININ
Efek Samping Pengobatan Pada Malaria COMBINATION. Bul Penelit Kesehat. 2004;
Falciparum Dan Vivax. J Pembang Mns. 2012;6(2). (November).

33. Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat. Kasus 35. Sutanto I, Endawati D, Ling LH, Laihad F, Setiabudy
Malaria di Papua Barat Diklaim Turun Signifikan R BJ. Evaluation of chloroquine therapy for vivax
[Internet]. Papua Barat; Available from: Cahaya and falciparum malaria in southern Sumatra,
Papua.com. western Indonesia. Malar Journal. 2010;9:52.

36. Elyazar IRF, Hay SI BJ. Malaria Distribution,


Prevalence, Drug Resistance and Control in
Indonesia. Adv Parasitol. 2011;74(41):175.

37. Basuki S, Riyanto S, Dachlan YP UH. Two novel


mutations of pfdhps K540T and I588F, affecting
sulphadoxine-pyrimethamine-resistant response
in uncomplicated falciparum malaria at Banjar
district, South Kalimantan Province, Indonesia. ;
Malar Journal. 2014;13(1):1–8.

38. Syafruddin DIN, Asih PBS, Casey GJ et al.


Molecular epidemiology of Plasmodium
falciparum resistance to antimalarials drugs in
Indonesia. T. he Am J Trop Med Hyg.
2005;72(2):174–81.

39. Hasugian A TE. Artesunat-Amodiakuin dan


Klorokuin untuk pengobatan malaria Vivaks di
Puskesmas Kopeta, Maumere, Nusa Tenggara
Timur, 2007. Media Litbang Kesehatan.
2014;24(4):161–8.

40. Feachem RGA, Phillips AA, Hwang J, Cotter C,


Wielgosz B, Greenwood BM, Sabot O, Rodriguez
MH, Abeyasinghe RR, Ghebreyesus TA SR.
Shrinking the malaria map: progress and
prospects. Lancet. 2010;376:1566–78.

41. Ipa M, Dhewantara PW. Variasi pengobatan


malaria rumah tangga di enam provinsi endemis
malaria di Indonesia in Indonesia. Aspirator.
2015;7(1):13–22.

42. Faye B., Offianan A.T., Ndiaye J.L., Tine R.C.., Toure
W., Djoman K., Sylla K., Ndiaye P.S., Penali L. and
GO. Efficacy and tolerability of artesunate-
amodiaquine (Camoquin plus@) versus
artemether-lumefantrine (Coartem@) against
uncomplicated Plasmodium \falciparum malaria: Med Int Heal Blackwell Publ Ltd Dakar, Senegal.
multisite trial in Senegal and Ivory Coast. Trop 2010;15(5):608–13.
43. Soedarmo SP, Gama H, Hadinegoro SR SH. 50. Hetzel M.W., Pagea Sharp M, Bala N, Pulford J B, I
Malaria. Buku ajar infeksi dan pediatrik tropis. E. Quality of antimalarial drugs and antibiotics in
Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2010. 408-37 p. Papua New Guinea: a survey of the health facility
supply chain. PLoS One. 2014;9(5):e96810.
44. See WM. Evaluasi penggunaan dihydroartemisinin
+ piperaquin dan primaquin pada pengobatan 51. Barrington J, Wereko-Brobby O, Ward P,
malaria falciparum tanpa komplikasi di kota Mwafongo W KS. SMS for Life: a pilot project to
Sorong Provinsi Papua Barat,. Yogyakarta: improve anti-malarial drug supply management in
Universitas Gajah Mada,; 2013. rural Tanzania using standard technology. Malar J.
2010;9(298):1–9.

45. W. Panggabean. Karakteristik Penderita Malaria Di


52. O. Sahat, Harijani A. M, Sekar Tuti E. SDRMD.
Kota Dumai Tahun 2005-2009. Fakultas Kesehatan
Pengobatan Malaria Wax Dengan Pemberian
Masyarakat Universitas Sumatera Utara- Medan.;
Klorokuin Dan Primakuin Secara Harian Dan Paket
2010.
Di Jawa Tengah. J Bul Penelit Kesehatan.
1994;22(2):46–54.
46. Garcia-Bustos JF GF. Antimalarial drug resistance
and early drug discovery. Curr Pharm Des.
53. Kangwana BB, Njogu J, Wasunna B et al. Malaria
2013;2(19):270–81.
Drug Shortages in Kenya: A Major Failure to
Provide Access to Effective Therapy. Am J Trop
47. Abay SM. Blocking malaria transmission to Med Hyg. 2009;80(5):737–8.
anopheles using artemisinin derivatives and
primaquine:a systematic review and meta-
54. Yusuf Y. Bukti munculnya malaria resisten
analysis. Parasites&Vectors. 2013;6:278.
artemisinin di asia. J Bionature. 2011;14(2):128–
32.
48. Kusriastuti R, A S. Kusriastuti R, Surya A. New
therapy policy of malaria as a part of malaria
control program in Indonesia. Acta Medica
Indonesiana. 2012;44:265–9.

49. Price RN, Simpson JA, Nosten F, Luxemburger C,


Hkirjaroen L, ter Kuile FO CT and WN. Factors
Contributing To Anemia After Uncomplicated
Falciparum Malaria. Am J Trop Med Hyg.
2000;65(5):614–22.
ANALISIS JURNAL

1. Judul Penelitian

Pengobatan Malaria Kombinasi


Artemisinin (ACT) Di Provinsi Papua
Barat Tahun 2013
2. Nama Peneliti

1. Revi Rosavika Kinansi


2. Rika Mayasari
3. Diana Andriyani Pratamawati
3. Lokasi Penelitian

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit,


Salatiga Jl. Hasanudin No. 123. Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
4. Latar belakang penelitian

Malaria merupakan penyakit dengan angka kesakitan tinggi di Indonesia. Data Riskesdas 2013
menunjukkan prevalensi malaria di Papua Barat meningkat. Tujuan penelitian untuk mencari
hubungan antara jenis malaria yang ditemukan dalam pemeriksan darah dengan status pemberian obat
antimalaria ACT (Artemisinin-based Combination Therapy). Pengambilan sampel secara stratified
random sampling dan diperoleh 1490 penduduk yang seluruhnya dikonfirmasi menderita malaria dari
populasi penduduk di Provinsi Papua Barat. Analisis data menggunakan analisis deskriptif univariat
dan analisis korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis malaria yang paling banyak
ditemukan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax (51%). Deteksi dini yang
dilakukan dalam 24 jam pertama saat penderita mengalami demam dapat dijadikan dasar untuk
mengambil kebijakan bahwa deteksi dini mampu mengurangi angka kesakitan malaria. Pemberian
obat antimalaria tidak tergantung pada jenis malaria yang diderita. ACT sesuai untuk jenis malaria apa
saja. Konsistensi pemberian ACT diperoleh dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mengonsumsi obat profilaksis. Selain itu obat antimalaria kombinasi yang ideal mampu
menyembuhkan dalam waktu yang singkat dan jika penderita melaksanakan kepatuhan mengonsumsi
obat maka tidak akan terjadi resistensi terhadap antimalaria.

6. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui sejauh mana ke efketifan pengobatan atc pada malaria

7.Metode Penelitian.

Data yang dianalisis adalah data sekunder yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013
dengan pengambilan sampel secara stratified random sampling, yaitu seluruh provinsi diambil sampel
kabupaten dan tiap kabupaten diambil sampel tiap titik sesuai kriteria. Data pendukung untuk
menentukan sampel diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data Riskesdas 2013 yang dibutuhkan
peneliti diperoleh dari Tim Manajemen Data (Mandat) Badan Litbang Kesehatan dengan mengikuti
prosedur yang telah ditentukan. Desain penelitian yang digunakan dalam analisis lanjut ini
menggunakan analisis deskriptif. Kerangka sampel yang digunakan adalah seluruh bangunan sensus
yang terdapat bangunan rumah tangga. Setelah data diterima oleh peneliti dari Tim Mandat
Litbangkes, data di cleaning terlebih dahulu sebelum melakukan analisis data. Proses cleaning
diantaranya adalah untuk menghitung sampel yang diambil yang seluruhnya pernah menderita malaria
dari populasi penduduk di Provinsi Papua Barat. Variabel yang tersedia diambil dari kuesioner
Riskesdas 2013 Blok A. penyakit menular malaria, meliputi jenis malaria yang ditemukan saat
pemeriksaan darah (RKD13.IND, A10), persentase penduduk yang mendapat ACT dalam waktu 24
jam (RKD13.IND, A12), persentase penduduk yang mendapat obat kombinasi ACT selama 3 hari
(RKD13.IND, A13), jumlah responden yang didiagnosis positif malaria (RKD13.IND, A09) dan
penggunaan obat ACT pada penderita (RKD13.IND, A15). Analisis data menggunakan analisis
deskriptif univariat dan analisis bivariat menggunakan SPSS 17. Analisis korelasi untuk mencari
apakah terdapat hubungan antara jenis penyakit malaria yang ditemukan dalam pemeriksan darah,
dengan status pemberian ACT. Analisis korelasi yang dipergunakan adalah analisis korelasi
Spearman, karena variabel yang dianalisis berupa data kategorik

8. Hasil penelitian

Pengobatan dan penatalaksanaan malaria berat di rumah sakit dan puskesmas disesuaikan
dengan kebijaksanaan program pemberantasan penyakit malaria. Dengan demikian dapat dicapai
prinsip pengobatan malaria yaitu penemuan penderita secara dini, melakukan pengobatan penderita
yang efektif untuk eliminasi parasitemia, mencegah penyakit kambuh kembali dan mengurangi
penularan penyakit malaria.28 Pada tahun 2013, penggunaan ACT bagi penduduk yang didiagnosis
malaria berdasarkan konfirmasi laboratorium dalam satu tahun terakhir melalui pengambilan darah
di Papua Barat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Penduduk mendapat pengobatan kombinasi ACT

Respon Variabel Jumlah %


Penduduk mendapat pengobatan 711 47.7
Penduduk yang tidak mendapat pengobatan 650 43.6
Tidak tahu 129 8.7
Total Penduduk 1490 100.0

Dari tabel di atas diketahui bahwa sejumlah 1490 sampel yang diperoleh dari hasil cleaning data yang seluruhnya
pernah menderita malaria dari populasi penduduk di Provinsi Papua Barat. Persentase penderita malaria terbanyak
yang disebabkan oleh P. vivax yaitu sebanyak 51%. Persentase penderita malaria menurut jenis malaria dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase Jenis Malaria yang Ditemukan Dalam Pemeriksaan Darah

Respon Variabel Jumlah %

Malaria Tropica (P.falcifarum) 407 27.3


Malaria Tertiana (P.vivax) 760 51.0
Malaria tropika dan tertiana 63 4.2
Malaria lainnya 35 2.3
Tidak tahu 225 15.1
Total 1490 100.0

Setelah diketahui jenis malaria yang paling banyak ditularkan di Provinsi Papua Barat, maka
ingin diketahui apakah pemberian ACT bergantung pada jenis malaria atau tidak,
sehingga dapat disimpulkan ACT tidak bergantung dengan jenis malaria yang diderita. Deteksi
dini malaria sangat penting dilakukan dalam kurun waktu 24 jam setelah pemberian ACT. Tabel 4
menggambarkan waktu penggunaan ACT.
Penanganan malaria selanjutnya adalah pemberian ACT kepada penderita secara lebih preventif
yaitu memberi ACT selama 3 hari berturut-turut sesuai anjuran dokter. Sebagian besar penderita
malaria akan mencari pertolongan tenaga kesehatan setelah lebih dari empat hari merasakan
gejala.29 Gambaran pengobatan ACT yang diberikan kepada penderita selama 3 hari

9.Kelebihan penelitian.

a. Peneliti memilih judul yang tepat dan sesuai terhadap fenomena peningkatan penyakit yang cukup
sering terjadi 

b. pembahasan pada penelitian ini adalah dibahas sesuai dengan teori sehingga hasil penelitian dapat
dibandingkan.

  c. Dalam jurnal penelitian ini hasil ditampilkan dalam bentuk tabel, sehingga perbedaan antara
karakteristik yang satu dengan yang lain dapat dibedakan.

d. Dalam analisis data dari karakteristik peneliti mengangkat hal yang cukup umum untukdijadikan
karakteristik penelitian namun sangat besar pengaruhnya dalam hal kesehatan sehingga dapat
memberikan informasi yang jelas.

10. Kelemahan/kekurangan penelitian

a.Pembahasan belum mencantumkan tentang penelitian-penelitian terdahulu sehingga


membuat penelitian terlihat kurang lengkap secara ilmiah 

b.Pembahasan hasil lebih difokuskan dari pada pembahasan akhir dimana peneliti
tidakmenyertakan saran kemudian batasan penelitian yang merupakan patokan untuk
penelitianselanjutnya.

c. Peneliti tidak menyebutkan dengan jelas kriteria inklusi dan eksklusi dari pengambilan data
yang dijadikan sampel penelitian.

d. Peneliti tidak mencantumkan latar belakang pendidikan atau profesi sekarang dalam penelitian.

e.Peneliti tidak menyertakan saran terhadap penelitian, implikasi penelitian sehingga


dalam penelitian masih kurang tepat dalam menyampaikan tujuan kepada siapa saja nanti penelitian
ini dapat diaplikasikan
11. Implikasi untuk keperawatan.

Dilihat dari peran perawat yakni sebagai pemberi Asuhan Keperawatan yang memperhatikan
kebutuhan dasar dasar pasiennya melalui pelayanan yang sederhana hingga hal yang komplek dalam
perawatan penyakit malaria

Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan di tempat praktik khususnya oleh tenaga kesehatan untuk
lebih meningkatkan pengetahuan dan pelayanan di bidang kesehatan,terutama untuk penyampaian
informasi dengan tenaga medis dalam Dari hasil analisis diperoleh nilai statistika Spearman
correlation sebesar 0.253, dikategorikan hampir tidak ada korelasi, yang berarti tidak terdapat
hubungan antara pemberian obat antimalaria dengan jenis malaria berbeda, sehingga dapat
disimpulkan ACT tidak bergantung dengan jenis malaria yang diderita. Deteksi dini malaria sangat
penting dilakukan dalam kurun waktu 24 jam setelah pemberian ACT.

Anda mungkin juga menyukai