Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. A DENGAN DIAGNOS KEJANG DEMAM DI RSUD


dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Oleh :
Nama : Rivaldo Setyo Prakoso
NIM : 2018.C.10a.0982

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Rivaldo Setyo Prakoso
NIM : 2018.C.10a.0982
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada An. A
Dengan dengan Diagnosa Medis Kejang Demam di Rsud
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan III (PPK III) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik

Yelstria Ulina Tarigan, S. Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada An. A dengan Diagnosa Medis Kejang demam di Rsud Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK
III).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 26 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................
....................................................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
2.1 Konsep Penyakit Kejang Demam.......................................................................
2.1.1 Definisi Kejang demam.............................................................................
2.1.2 Anatomi Fisologi.......................................................................................
2.1.3 Etiologi......................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi..................................................................................................
2.1.5 Fatosiologi (WOC) ...................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis .....................................................................................
2.1.7 Komplikasi ...............................................................................................
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ..........................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .............................................................................
...............................................................................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................................................
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................
2.2.3 Intervensi Keperawatan ..............................................................................
2.2.4 Implementasi Keperawatan ........................................................................
2.2.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .....................................................................
3.1 Pengkajian .......................................................................................................
3.2 Diagnosa ..........................................................................................................
3.3 Intervensi .........................................................................................................
3.4 Implementasi ...................................................................................................
3.5 Evaluasi ...........................................................................................................
BAB 4 PENUTUP ....................................................................................................
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................
4.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang demam merupakankelainan neurologis yang paling sering terjadi
pada anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini
dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap
berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara
sempurna (Harjaningrum, 2011). Serangan kejang demam pada anak yang satu
dengan yang lain tidaklah sama, tergantung nilai ambang kejang masing-masing.
Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus mendapat penanganan yang cepat
dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung lama dan berulang.Sebab,
keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa mengakibatkan gejala sisa pada anak,
bahkan bisa menyebabkan kematian (Fida&Maya, 2012).
Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas) yang
dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan)
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan
semakin banyak sel otak yang rusak dan mempunyai risiko menyebabkan
keterlambatan perkembangan, retardasi mental, kelumpuhan dan juga 2-10%
dapat berkembang menjadi epilepsi (Mohammadi, 2010). 2 WHO memperkirakan
pada tahun 2005 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang demam dan lebih
dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1
bulan-13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar
77% (WHO, 2005). Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4-
5% dari jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa
Barat.Namun di Asia angka kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang
dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang demam, 5-10% di India, dan 14% di
Guam (Hernal, 2010).
Angka kejadian kejang demam di Indonesia sendiri mencapai 2-4% tahun
2008 dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan. Angka kejadian di
wilayah Jawa Tengah sekitar2-5% pada anakusia 6 bulan-5 tahun disetiap
tahunnya. 25-50% kejang demam akan mengalami bangkitan kejang demam
berulang (Gunawan, 2008). Kejang pada anak dapat mengganggu kehidupan
keluarga dan kehidupan sosial orang tua khususnya ibu, karena ibu dibuat stress
dan rasa cemas yang luar biasa.Bahkan, ada yang mengira anaknya bisa
meninggal karena kejang. Beberapa ibu panik ketika anak mereka demam dan
melakukan kesalahan dalam mengatasi demam dan komplikasinya.Kesalahan
yang dilakukan ibu salah satunya disebabkan karena kurang pengetahuan dalam
menangani. Memberikan informasi kepada ibu tentang hubungan demam dan
kejang itu sendiri merupakan hal yang penting untuk menghilangkan stress dan
cemas mereka (Hazaveh, 2011).
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan ibu dalam mengatasi demam
pada anak sebelum terjadi kejang dan selanjutnya membawa ke rumah
sakit.Mengukur suhu dan memberi obat penurun panas, kompres air hangat (yang
suhunya kurang lebihsama dengan suhu badan anak) dan memberikan cairan yang
cukup dapat menurunkan suhu tubuh anak.Ibu harus menyadari bahwa demam
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kejang, dikarenakan adanya
peningkatan suhu tubuh yang cepat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah :
1.2.1 Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada An. A dengan diagnosa
medis Kejang Demam di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Kejang Demam di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
raya.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Kejang demam secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah
dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Kejang Demam dan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Kejang Demam melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan
secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesehatan dan kesembuhan klien.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi Kejang Demam
Kejang merupakan manifestasi klinis stereotipe sinkron berlebihan yang
biasanya self-limited dan terdapat aktivitas listrik abnormal pada neuron yang
terletak di korteks serebral (Sidhu dkk., 2013). International League Against
Epilepsy (ILAE) mendefinisikan kejang demam sebagai kejang yang disertai
demam (suhu rektal diatas 380C atau lebih dari 37,80C per aksila), tanpa infeksi
sistem saraf pusat (SSP) atau ketidakseimbangan elektrolit akut, tidak berkaitan
dengan kejang neonatal atau kejang tanpa alasan sebelumnya, dan tidak
memenuhi kriteria untuk gejala kejang akut lainnya, yang terjadi pada bayi dan
anak-anak setelah usia 1 bulan (Syndi dan Pellock, 2013).
American Academy of Pediatrics (AAP) menyebutkan kejang demam
sebagai kejang yang terjadi tanpa adanya infeksi intrakranial, gangguan
metabolik, atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (Chung, 2014). Batasan
usia yang didefinisikan oleh ILAE lebih muda dari batas usia yang sebelumnya
diusulkan oleh National Institute of Health (NIH). Menurut NIH, batasan usia
kejang demam adalah antara usia 3 bulan - 5 tahun (Syndi dan Pellock, 2013).
Kejang didahului demam dapat terjadi pada anak berusia dibawah 6 bulan
atau diatas 5 tahun, namun perlu dipikirkan kemungkinan penyebab lain seperti
infeksi SSP atau epilepsi yang secara kebetulan terjadi bersama demam (Ismael
dkk., 2006). Kejang demam dapat terjadi sebelum atau segera setelah onset 8
demam, dengan kemungkinan terjadinya kejang meningkat terhadap suhu anak,
bukan terhadap laju kenaikan suhu (Graves dkk., 2012).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Syaraf

1. Otak
Otak terdiri dari otak besar yaitu disebut cerebrum, otak kecil disebut
cerebellum dan batang otak disebut brainstem.Beberapa karakteristik khas otak
orang anak yaitu mempunyai berat lebih kurang 2 % dari berat badan dan
mendapat sirkulasi darah sebanyak 20 % dari cardiac output dan membutuhkan
kalori sebesar 400 kkal setiap hari.
Otak mempunyai jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang
didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa.Kebutuhan oksigen dan glukosa otak
relatif konstan, hal ini disebabkan oleh 10 metabolisme otak yang merupakan
proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti.Bila kadar oksigen
dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu
dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan. Secara struktural,cerebrum terbagi
menjadi bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut
struktural subkortikal.Korteks cerebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi
untuk mengenal,interpretasi inpuls sensorik yang diterima sehingga individu
merasakan,menyadari adanya suatu sensasi rasa/indera tertentu.Korteks sensorik
juga menyimpan sangat banyak data memori sebagai hasil rangsang sensorik
selama manusia hidup.Korteks motorik berfungsi untuk memberi jawaban atas
rangsangan yang diterimanya.
Struktur Sub Kortikal :
a. Basal ganglia:melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan
mengkoordinasi gerakan dasar,gerakan halus atau gerakan trampil dan
sikap tubuh.
b. Talamus:merupakan pusat rangsang nyeri.
c. Hipotalamus:pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem syaraf
otonom dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting. Seperti
makan,minum,seks,dan motivasi.
d. Hipofise:bersama hipotalamus mengatur kegiatan sebagian besar
kelenjar endokrin dalam sintesa dan pelepasan hormon.
Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan
keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis.Hemisperium cerebri terbagi
hemisper kanan dan kiri.Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan
yang disebut corpus callosum.Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus - lobus yang
diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya,yaitu:
a. Lobus Frontalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang frontalis
b. Lonbus Parietalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang parietalis
c. Lobus Occipitalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang
occipitalis
d. Lobus Temporalis,bagian cerebrum yang berada di bawah tulang
temporalis.
Cerebelum (otak kecil) terletak di bagian belakang kranium menempati
fosa cerebri posterior dibawah lapisan durameter tentorium cerebelli.Dibagian
depannya terletak batang otak.Berat cerebellum sekitar 150 gr atau 88 % dari
berat batang otak seluruhnya.Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisper cerebelli
kanan dan kiri yang dipisahkan oleh Vermis.Fungsi cerebellum pada umumnya
adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat
terlaksana dengan sempurna.
Batang otak atau brainstern terdiri atas diencephalon, mid brain,pons dan
medullan oblongata merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti pusat
pernapasan,pusat vasomotor ,pusat pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah.
2. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan perpanjangan modulla oblongata ke arah
kaudal di dalam kanalis vertebralis cervikalis I memanjang hingga setinggi cornu
vertebralus lumbalias I-II.Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmenya terdiri dari
satu pasang saraf spinal.Dari medulla spinallis bagian cervical keluar 8
pasang,dari bagian thorakal 12 pasang,dari bagian lumbal 5 pasang dan dari
bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis.Seperti
halnya otak,medula spinalis pun terbungkus oleh selaput meninges yang berfungsi
melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera.
Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-bagian
substansi grissea dan substansia alba.Substansia grissea ini mengelilingi canalis
centralis sehingga membentuk columna dorsalis,columna lateralis dan columna
ventralis.Massa grissea dikelilingi oleh substansia alba atau badan putih yang
mengandung serabut-serabut saraf yang diselubungi oleh myelin.Substansi alba
berisi berkas-berkas saraf yang membawa impuls sensorik dari sistem saraf tepi
(SST) menuju sistem saraf 13 pusat (SSP) dan impuls motorik sistem saraf pusat
(SSP) menuju sistem saraf tepi (SST).Substansia grissea berfungsi sebagai pusat
koordinasi yang berpusat di medula spinalis. Di sepanjang medula spinalis
terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis menuju otak yang disebut
jaras acenden dan dari otak menuju medula spinalis yang disebut sebagai jaras
desenden.Substansia alba berisi berkas-berkas saraf yang berfungsi membawa
impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi otak ke otak dan impuls motorik dari
otak ke saraf tepi.Substansi grissea berfungsi sebagai pusat koordinasi reflek yang
berpusat di medulla spinalis.
Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf pusat yang bukan medulla
spinalis,pusat koordinasi tidak disubstansi grisea medulla spinalis.Pada umumnya
penghantaran impuls sensorik di substansi alba medula spinalis berjalan
menyilang garis tengah.Impuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke
otak sisi kanan dan sebaliknya.Demikian juga dengan impuls motorik.Seluruh
impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke saraf tepi melalui medula spinalis
akan menyilang.
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal
dari korteks serebri atau batang otak yang seluruhnya(dengan serat saraf-sarafnya
ada di dalam sistem saraf pusat.Lower Motor Neuron(LMN) adalah neuron-
neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya 14
keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di
otot rangka.Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot
rangka,tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda sifat dengan kelumpuhan
LMN.Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang lemas ketegangan
otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot
rangka(hiporefleksia).Pada kerusakan UMN,otot lumpuh (paralisa/paresa) dan
kaku(rigid),ketegangan otot tinggi (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian internal
tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medulla
spinalis.Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN.
Berkas tersebut akan menyilang,sehingga kerusakan UMN diatas batang otak
akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan.
Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai
pusat refleks.Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansi grisea medula
spinalis.Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang melindung tubuh
terhadap berbagai perubahan yang terjadi baik di lingkungan eksternal.Kegiatan
refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks.
1. Fungsi medula spinalis:
a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di kornu motorik atau kornu
ventralis.
b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan reflek tungkai
c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju
cerebellum
d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.
2. Fungsi Lengkung Reflek:
a. Reseptor : penerima rangsang
b. Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf
pusat(ke pusat refleks)
c. Pusat Refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis : substansia
grisea ) tempat terjadinya sinap(hubungan antara neuron dengan neuron
dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls)
d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor.
Bila sel efektornya berupa otot,maka eferen disebut juga neuron
motorik (sel saraf/penggerak)
e. Efektor : sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban
refleks.Dapat berupa sel otot (otot jantung ,otot polos atau otot
rangka),sel kelenjar.
3. Sistem Saraf Tepi
Kumpulan neuron di luar jaringan otak dan medula spinalis membentuk
sistem saraf tepi(SST).Secara anatomik di golongkan 16 ke dalam saraf-saraf otak
sebanyak 12 pasang dan 31 pasang saraf spinal.Secara fungsional,SST di
golongkan ke dalam :
a. Saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari kulit,otot
rangka dan sendike sistem saraf pusat
b. Saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem saraf
pusat ke otot rangka
c. Saraf sensorik (aferen) viseral : membawa informasi dari dinding visera
ke sistem saraf pusat
d. Saraf motorik (aferen) viseral : membawa informasi dari sistem saraf
pusat ke otot polos,otot jantung dan kelenjar. e. Saraf eferen viseral di
sebut juga sistem saraf otonom.Sistem saraf tepi terdiri atas saraf otak
( s.kranial) dan saraf spinal.
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Kejang demam sederhana


Kejang demam yang derlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri.Kejang berbentuk tonik dan klonik,tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau persial, kejang
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam ( Wulandari & Erawati,
2016)
2.1.5 Patofisiologi
Kejang merupakan hasil dari rangsangan berulang pada korteks serebral
atau hilangnya sinkronisasi antara kumpulan neuron. Rangsangan tersebut dapat
disebabkan oleh umpan balik positif atau kurangnya jalur inhibisi. Pada tingkat
saraf, kelebihan rangsangan dapat terjadi akibat gangguan hipoksia atau
hipoglikemia dari pompa natrium-kalium (Na-K) (Henry dkk., 2010). Rentetan
aktivitas tersebut disebabkan oleh depolarisasi membran neuron yang relatif
berlangsung lama akibat influks ion kalsium (Ca) ekstraselular sehingga berujung
pada terbukanya voltage-dependent sodium channel, influks ion Na, dan
pembentukan potensial aksi secara berulang (Lowenstein, 2010). Glutamat
merupakan neurotransmitter yang bersifat eksitasi sedangkan γ-aminobutyric acid
(GABA), neurotransmitter yang menginhibisi. Perubahan relatif antara
neurotransmitter bersifat eksitasi dan inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi
yang berlebihan. Gangguan keseimbangan antara kedua neurotransmitter ini dapat
menyebabkan timbulnya kejang (Henry dkk., 2010).
Demam dan hipertermia memiliki mekanisme umum dalam menimbulkan
kejang. Demam dapat melepaskan pirogen interleukin-1 beta (IL-1β)
berkontribusi terhadap semakin meningkatnya suhu tubuh (Chung, 2014). Dalam
neurotransmisi eksitasi, IL-1β memperlihatkan peranan terhadap timbulnya kejang
melalui perubahan dalam fosforilasi reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA).
Perubahan pada permeabilitas ion Ca dapat menyebabkan peningkatan eksitasi
dan dengan demikian bisa diduga bahwa IL-1β dapat berkontribusi terhadap
terjadinya kejang demam. Hal ini diperkuat dengan temuan bahwa IL-1β dapat
berperan dalam mekanisme inhibisi GABA-ergik, yaitu menurunkan reseptor
GABAA di neuron hipokampus (Heida dkk., 2009).
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa
demam menyebabkan peningkatan reaksi kimia tubuh. Reaksi-reaksi oksidasi
yang terjadi lebih cepat akan mengakibatkan asupan oksigen cepat habis sehingga
berujung pada timbulnya keadaan hipoksia. Transpor aktif yang memerlukan
adenosine triphosphate (ATP) terganggu sehingga kadar ion Na intraselular dan
ion K ekstraselular meningkat yang akan menyebabkan potensial membran
cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat. Saat kejang demam terjadi
akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan gangguan pusat
pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama sehingga
kerusakan otak semakin bertambah (Fuadi, 2010).
WOC Kejang Demam
Etiologi
1. Faktor genetik25-50% memiliki anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam.
2. biasanya keluhan yang dialami pasien kejang demam adalah anak
mengalami kejang pada saat panas diatas > 37,5.- 39,5 oC.

KEJANG DEMAM

B1 Breathing B2 Blood B3 Brain B4 Bladder B5 Bowel B6 Bone

Hipomangnesemia Peningkatan sekresi Permeabilitas usus Tonik klonik


Kontraksi otot
Hipotensi, denyut meningkat elektrolit meningkat
jantung tidak
teratur Meningkatnya Aktivitas otot
kosentrasi K+ Peningkatan sekresi meningkat
Metabolisme cairan dan eletrolit Absorpsi
meningkat Berkurang
hiperkapnia Suhu tubuh

Menurunnya O2 Oliguri,anuria Gangguan


Kesadaran metabolisme dalam
menurun usus
Demam
Metabolisme
anaerob Hipoksia jaringan
Intake dan output MK : Hipertemia
menurun selebral Penurunan suplai cairan kurang dari Mual
darah ke otak
kebutuhan tubuh

Asidosis MK : Gangguan Nafsu makan menurun


Kejang
perfusi jaringan
MK :
Sesak napas, Ketidakseimbanga
n cairanelektrolit MK :
akral dingin MK : Resiko Defisit nutrisi
cidera
MK: Gangguan
pertukaran gas
2.1.6 Manifestasi Klinis
Menurut Wulandari & Erawati (2016) manifestasi kejang demam yaitu:
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan
reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali
tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,
cahaya (penurunan kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga
dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam.
Ada 7 kriteria antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot
rahang saja ).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada
kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu
atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik
atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
2.1.7 Komplikasi
Kompikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah
a. Kerusakan neorotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada
neuron.
b. Epilepsi
Kerukan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsy yang sepontan
c. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan
diotak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan sampai 5 tahun
d. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada
diotak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
b. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang
demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak
ada penelitian yang menunjukan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam
atau segra setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya
kejang tanpa demam dimasa yang akan datang. Walaupun dpat diperoleh
gambaran gelombang gelombang tersebut bersifat prediktif terhadap risiko
berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,
fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam
pertama. Apalagi dalam panggilan riwayat penyakit sebelumnya tidak dicurigai
peristiwa yang menunjukan penyebab gangguan elekrolit dan gangguan gula
darah pemeriksaan tersebut hanya mengahamburkan biaya. Pemeriksaan
laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar
sebagai pemeriksaan rutin.
d. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-
scan dan MRI kepala. Secara umum penderita kejang demam tidak memerlukan
pemeriksaan CT-scan atau MRI. Pemeriksaan tersebut dianjurkanbila anak
menunjukan kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan, gangguan
kesadaran , gangguan keseimbangan, sakit kepala berlebihan, atau lingkar kepala
kecil.
e. Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapakan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Menurut Ngastiyah (2011) Ada 4 faktor yang harus di kerjakan :
a. Membrantas kejang secepat mungkin: Segera diberikan diazepam intravena
dengan dosis rata – rata 0,3 mg/kg atau diazepam rectal dengan dosis < 10kg =
5mg/kg Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai Phenobarbital dengan
dosis awal selanjutnya di teruskan dengan dosis rumah.
b. Pengobatan penunjang : Semua pakain ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, membebaskan jalan nafas,
oksigenisasi secukupnya.
c. Pengobatan rumat : Diberikan obat antipiletik dengan daya kerja lebih lama
misalnya ( fenobarbital atau defenilhidantion).
d. Mencari dan mengobati penyebab.
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengumpulan Data,meliputi :
1)Identitas pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir,
nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab.
2) Keluhan Utama :
Meliputi keluhan paling utama yang dialami oleh pasien, biasanya keluhan
yang dialami pasien kejang demam adalah anak mengalami kejang pada saat
panas diatas > 37,5.- 39,5 oC.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan, apakah
betul ada kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar mengetahui
kejang yang dialami oleh anak
4) Riwayat kesehatan dahulu
Penting digali untuk menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
kondisi enteritis regional. Pengkajian predisposisi seperti genetic, lingkungan,
infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di dokumentasikan. Anamnesis
penyakit sistemik , seperti DM, hipertensi, dan tuberkolosis dipertimbangkan
sebagai sarana pengkajian proferatif.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama.
2.2.1.2 Pemeriksaan B1-B6
1) B1 (Breathing)
Pemeriksaan pada sistem pernafasan untuk mengetahui adanya komplikasi
pada pernafasan
2) B2 (Blood)

Takikardia dapat mewakili anemia atau hipovolemia. Turgor kulit >3 detik
menandakan gejala dehidrasi.

3) B3 (Brain)

Pemeriksaan pada sistem saraf otak

4) B4 (Bladder)

Oliguria dan anuria pada dehidrasi berat.

5) B5 (Bowel)

Pemeriksaan pada sistem pencernaan untuk mengetahui masalah


padasistem pencernaan.

6) B6 (Bone)
Kelemahan fisik umum sekunder dari keletihan dan pemakaian energy.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


          1.     Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi
dan ferfusi
          2.   Defisit nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
gangguan metabolisme tubuh
          3.   Hipertermia berhubungan dengan suhu tubuh meningkat
2.2.3 Intervensi keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif Pola Napas SLKI (L.01004 hal. Manajemen jalan napas SIKI (I.01011 hal. 186)
berhubungan dengan 95) Observasi
ketidak seimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
ventilasi dan ferfusi keperawatan selama 1x7 jam 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
(D.0005 hal. 26) diharapkan pola napas efektif ronkhi kering)
dengan kriteria hasil: 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
1. Dyspnea menurun skor 5 Terapeutik
2. Penggunaan otot bantu napas 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt (jaw-thrust
menurun skor 5 jika curiga trauma servikal)
3. Ortopnea menurun skor 5 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
4. Pernapasan pursed-lip 3. Berikan minum hangat
menurun skor 5 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Pernapasan cuping hidung 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
menurun skor 5 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
6. Frekuensi napas membaik 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
skor 5 8. Berikan oksigen, jika perlu
7. Kedalaman napas membaik Edukasi
skor 5 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
2. Hipertermia berhubungan Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipertermia (SIKI I.15506 Hal.181)
dengan Suhu tubuh keperawatan selama 3x7 jam Observasi
diatas nilai normal diharapkan termoregulasi/pengaturan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
(SDKI D.0130, halaman suhu tubuh pasien membaik. 2. Monitor suhu tubuh
284) Kriteria hasil : SLKI (L.14134 3. Monitor kadar elektrolit
Hal.129) 4. Monitor haluaran urine
1. Mengigil menurun (5) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Kulit merah menurun (5) Terapeutik
3. Pucat menurun (5) 1. Sediakan lingkungan dingin
4. Takikardi menurun (5) 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
5. Takipnea menurun (5) 3. Basahi dan kipas permukaan tubuh
6. Dasar kuku sianotik menurun (5) 4. Berikan cairan oral
7. Hipoksia menurun (5) 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
8. Suhu tubuh membaik (5) hiperhidrosis (keringat berlebih)
9. Suhu kulit membaik (5) 6. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
10. Pengisian kapiler membaik (5) 7. Berikan oksigen, jika perlu
11. Tekanan darah membaik (5)
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu.
3. Defisit nutrisi b. D Status nutrisi SLKI (L.03030 Manajemen nutrisi SIKI (I.03119 hal. 200)
ketidak mampuan hal. 121) Observasi
metabolisme usus (D. Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi
0019 hal. 56) keperawatan selama 1x7 jam 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
diharapkan nutrisi klien 3. Identifikasi makanan yang disukai
terpenuhi dengan kriteria hasil: 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
1. Porsi makanan yang 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
dihabiskan meningkat skor 5 6. Monitor asupan makanan
2. Perasaan cepat kenyang 7. Monitor berat badan
menurun skor 5 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
3. Nyeri abdomen menurun skor Terapeutik
5 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
4. Frekuensi makan membaik 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
skor 5 3. Sajikana makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
5. Nafsu makan membaik skor 5 4. Berikan makanan tinggi serat untuk menegah konstipasi
Membrane mukosa membaik 5. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
skor 5 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric jika
asupan peroral dapat sitoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antiemetic), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Hasil akhir yang diharapkan dari perencanaan dan tindakan keperawat
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Anamnesa
Pengkajian Tanggal 26 maret 2021 Pukul 07.00 Wib
1. Identitas pasien
Nama Klien : An. A
TTL : Muara teweh 07-01-2017
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Suku : Dayak
Pendidikan :-
Alamat : Jl.bukit keminting 15
Diagnosa medis : Kejang demam
2. Identitas penanggung jawab
Nama Klien : Ny.B
TTL : Muara teweh 08-03-1997
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Suku : Dayak
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl,bukit keminting 15
Hubungan keluarga : Ibu dan anak
3. Keluhan utama
keluhan utama demam dan kejang ±1 jam sebelum masuk rumah sakit,
kejang berlangsung
4. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
An. A usia 4 tahun dibawa ke RS dr. Soedirman dengan keluhan utama
demam dan kejang ±1 jam sebelum masuk rumah sakit, kejang
berlangsung <10 menit, saat kejang mata An. A tampak berputar-putar.
Tidak terjadi kejang pada anggota tubuh yang lain. Dua hari sebelum
masuk RS pasien mengalami diare dan belum berobat kemanapun. BAB
cair 5x sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit, BAB lendir dan berdarah
pasien mengalami muntah 1x selama dirumah. Saat dilakukan pemeriksaan
pasien tidak mengalami kejang, suhu 37,60C, pernapasan 25x/menit, nadi
92x/menit. Ibu pasien tampak cemas dan mengatakan khawatir dengan
kondisi anaknya.
- Riwayat kesehatan lalu
1) Riwayat prenatal :-
2) Riwayat natal :-
3) Riwayat postnatal :-
4) Penyakit sebelumnya :-
5) Imunisasi
Jenis BCG DPT Polio campak Hepatitis TT
Usia 1 bulan 2 bulan 3 bulan 8 bulan 1 bulan

- Riwayat kesehatan keluarga


Ibu pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mengalami sakit
seperti pasien. Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit
menurun seperti asma, DM, hipertensi maupun penyakit menular seperti
HIV/AIDS , TBC, Hepatitis

- Susunan genogram 3 (tiga) generasi

Keterangan :
- : Hubungan keluarga
- : Tinggal serumah
- : Laki-laki
- : Perempuan
- : Klien

I. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Pasien tampak lemah,pasien tampak lemas,berbaring
dengan posisi telentang kesadaran compos mentis dan pasien masih tampak
kejang
2. Tanda vital
Tekanan darah :110/ 70 mmhg
Nadi : 92 x/mnt
Suhu : 39,0 ˚C
Respirasi : 25vx/mnt
Keluhan lainnya : Ibu klien mengatakan anaknya kejang dan suhu tubuhnya
tinggi dan kulit teraba panas
3. Kepala dan wajah
a. Ubun-ubun
Menutup ( √ ) Ya ( ) Tidak
Keadaan ( ) cembung ( √ ) cekung ( ) lain,lain…
Kelainan ( ) Hidrocefalus ( ) Microcephalus
Tidak ada keluhan
b. Rambut
Warna : Kehitaman
Keadaan : Rontok ( ) Ya ( √)
Tidak
Mudah dicabut( ) Ya ( √ ) Tidak
Kusam ( ) Ya (√ )
Tidak
Lain-lain Tidak ada keluhan
c. Kepala
Keadaan kulit kepala : Normal dan bersih
Peradangan/benjolan : ( ) Ada, sebutkan…………………
( √ ) Tidak Tidak ada peradangan/benjolan
Lain-lain : Tidak ada keluhan
d. Mata
Bentuk : ( √ ) simetris ( ) tidak
Conjungtiva : Anemis
Skelera : Normal
Reflek pupil : Anemis
Oedem Palpebra : ( ) Ya ( √) tidak
Ketajaman penglihatan : Normal
Lain-lain : Tidak ada keluhan
e. Telinga
Bentuk : ( √ ) Simetris ( ) tidak
Serumen/secret : ( ) Ada ( √ ) tidak
Peradangan : ( ) Ada ( √ ) tidak
Ketajaman pendengaran : Normal
Lain-lain : Tidak ada keluhan
f. Hidung
Bentuk : ( √ ) Simetris ( ) tidak
Serumen/secret : ( ) Ada ( √ ) tidak
Pasase udara : ( ) terpasang O2….. liter ( √ )
tidak
Fungsi penciuman : Baik
Lain-lain : Tidak ada keluhan
g. Mulut
Bibir : intak ( ) ya (√ )
tidak
Stanosis ( √ ) ya ( )
tidak
Keadaan ( √ ) kering ( )
lembab
Palatum : ( √ ) keras ( ) lunak
h. Gigi
Carries : ( ) ya, sebutkan…............ (√ )
tidak
Jumlah gigi : 20 buah
Lain-lain : Tidak ada keluhan

4. Leher dan tengorokan


Bentuk : Simetris
Reflek menelan : Baik
Pembesaran tonsil : Tidak terdapat pembesaran tonsil
Pembesaran vena jugularis: Tidak ada pembesaran
Benjolan : Tidak ada benjolan
Peradangan : Tidak terdapat peradangan
Lain-lain : Tidak ada keluhan
5. Dada
Bentuk : ( √ ) simetris ( ) tidak
Retraksi dada : ( ) ada ( √ ) tidak
Bunyi nafas : Vesikuler
Tipe pernafasan : Dada dan perut
Bunyi jantung : Normal
Iktus cordis :-
Bunyi tambahan : Tidak ada bunyi nafas tambahan
Nyeri dada : Tidak ada nyeri dada
Keadaan payudara : Normal
Lain-lain : Tidak ada keluhan
6. Punggung
Bentuk : ( √ ) simetris ( ) tidak
Peradangan : ( ) ada, sebutkan………….
Benjolan : ( ) ada, sebutkan…………
Lain-lain : Tidak ada keluhan
7. Abdomen
Bentuk : ( √ ) simetris ( ) tidak
Bising usus : Normal
Asites : ( ) ada ( √ ) tidak
Massa : ( ) ada, sebutkan……..
Hepatomegali : ( ) ada ( √ ) tidak
Spenomegali : ( ) ada ( √ ) tidak
Nyeri : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada keluhan
8. Ektremitas
Pergerakan/ tonus otot…………………….
Oedem : ( ) ada, sebutkan………… (√ )
tidak
Sianosis : ( ) ada, sebutkan………… (√ )
tidak
Clubbing finger : ( ) ada ( √ ) tidak
Keadaan kulit/turgor : Tugor kulit baik
Lain-lain : Tidak ada keluhan
9. Genetalia
a. Laki-laki
Kebersihan : Bersih
Keadaan testis : ( √ ) lengkap ( ) tidak
Hipospadia : ( ) ada ( √ ) tidak
Epispadia : ( ) ada ( √ ) tidak
Lain-lain : Tidak ada keluhan
b. Perempuan
Kebersihan : …………………………………
Keadaan labia : ( ) lengkap ( ) tidak
Peradangan/ benjolan : …………………………
Menorhage : Usia………………….
Siklus………………..
Lain-lain : ………………………….

II. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


1. Gizi : Mengalami penuruna berat badan
status gizi kurang
2. Kemandirian dalam bergaul : -
3. Motorik halus : Menggambar,menulis dan menyusun
puzzle
4. Motorik kasar : Melompat dan berlari
5. Kognitif dan bahasa: : Bahasa indonesia
6. Psikososial : Baik
III. Pola Aktifitas sehari-hari
No Pola kebiasaan Sebelum sakit Saat sakit
1 Nutrisi 3x/hari 1 setengah porsi
a. Frekuensi Baik Kurang baik
b. Nafsu Nasi,lauk dan sayur Bubur,air putih
makan/selera
c. Jenis makanan
2 Eliminasi
a. BAB 2x sehari 3-4x/perhari
Frekuensi
Konsistensi Lunak Cair
b. BAK
Frekuensi
Konsistensi 4x/hari 3-4x/hari

Kuning bau khas urin Kuning bau khas urin


3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam 1 jam 45 menit
b. Malam/ jam 7-8 jam 6-7 jam
4 Personal hygiene
a. Mandi 2x/hari 1x/hari
b. Oral hygiene 2x/hari 1x/hari

IV. Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)


Data penunjang : Sabtu 27 Maret 2021
Tabel pemeriksaan laboratorium dan radiologi
HARI
NO PEMERIKSAAN HASIL NOIRMAL
TGL.
1 Senin,11 Hematologi
Mei 2020 Haemoglobin 13,3 gr% W : 12-16
P : 12,5-18,0
Eritrosit 5,8 P : 4,6-6,2
W : 4,2-5,4
Leukosit 40-10
Hematokrit P : 38-51%
W : 36-48%
Trombosit 150-450rb
Retikulosit 5-15%
LED 1 jam / 2jam P : 0-10 m/jam
W : 0-15 mm/jam
Wk perdarahan 1-3 menit
Wk pembekuan Vena 5-15 menit
MCV Kapiler 1-6 menit
MCH 82-91 u/l
MCHC 27-31 pa
Malaria 32-36 g/dl
Le sel Negatif
Gol. Darah Negatif
Hitung jenis
Eosinofil
Neutrofil batang 1-4
Netrofil segemen 2-5
Lymposit 36-66
Monosit 32-40
4-8
2 Urinalisa
Warna
Lukosit
Eritrosit
Epitel
Sedimen

3 Kimia darah 75-115


Glukosa puasa 140
Glukosa 2 jam pp 140
Glukosa sewaktu 37
SGOT 42
SGPT 6,6-8,7
Protein total 3,8-5,1
Albumin 1,1
Bilirubin 6,25
Bilirubin direst 64-606
Alk fosfatase 10-50
Ureum 0,5-1,1
Kratinin 3,4-7
Asam urat 220
Kolesterol 200
Trigliserida

Palangka Raya Kamis,27 Maret 2021

Mahasiswa
( Rivaldo Setyo Prakoso)
ANALISIS DATA

Nama : An.A
Umur : $ Tahun

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : Akral teraba panas Hipertermia
- Ibu klien 
mengatakan anaknya Kulit teraba panas
demam 
Suhu tubuh di atas
DO : normal
- Klien tampak lemas 
- Klien tampak Hipertermia
gelisah
- Kulit tubuh klien
teraba panas
- Kesadaran kompos
mentis
TTV :
- TD : 110/70 mmhg
- Nadi : 92 x/menit
- Suhu : 39,0oC
- RR : 25 x/menit

2. DS : Penekanan abdomen Defisit nutrisi


- Ibu klien 
mengatakan nafsu Penekanan pada
makan anaknya daerah gastar
menurun 
DO : Mual muntah
- Klien kurus 
- Klien tampak tidak Defisit Nutrisi
semangat
- Klien tampak lemah
- Nafsu makan klien
menurun
- Mukosa bibir kering
TTV

- TD : 110/70 mmhg
- Nadi : 92 x/menit
- Suhu : 39,0oC
- RR : 25 x/menit
3.2 Prioritas Masalah

1. Hipertermia berhubungan dengan suhu tubuh di atas normal ditandai dengan


klien tampak lemas,klien tampak gelisah,kulit tubuh klien teraba
panas,kesadaran kompos mentis,TTV :TD : 110/70 mmhg,Nadi : 92
x/menit,Suhu : 39,0oC,RR : 25 x/menit
2. Defisit nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi
nutrien di tandai dengan klien kurus,klien tampak tidak semangat,klien tampak
lemah,nafsu makan klien menurun,mukosa bibir kering, TTV :TD : 110/70
mmhg,Nadi : 92 x/menit,Suhu : 39,0oC,RR : 25 x/menit
3.3 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : An.A
Ruang Rawat : -
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1.Hipertermia berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui indikasi adanya
keperawatan selama 3x7 jam hipertermia penyebab terjadi hipertermia.
dengan suhu tubuh di atas
diharapkan suhu tubuh pasien 2. Monitor suhu tubuh 2. Mempertahakan suhu tubuh agar
normal ditandai dengan membaik dengan kriteria hasil : 3. Monitor komplikasi akibat tetap pada rentang normal
1. Kulit merah menurun (5) hipertermia 3. Untuk mengetahui terjadinya
klien tampak lemas,klien
2. Pucat menurun (5) 4. Sediakan lingkungan dingin komplikasi penyakit lainnya.
tampak gelisah,kulit 3. Suhu tubuh membaik (5) 5. Longgarkan atau lepaskan 4. Membantu klien merasa nyaman
4. Suhu kulit membaik (5) pakaian dan sesuai dengan keinginnan
tubuh klien teraba
5. Tekanan darah membaik 6. Basahi dan kipas permukaan klien
panas,kesadaran kompos (5) tubuh 5. Pakaian yang tipis membantu
7. Ganti linen setiap hari atau lebih penguapan suhu.
mentis,TTV :TD : 110/70
sering jika mengalami 6. Membasahi dan mengkipas
mmhg,Nadi : 92 hiperhidrosis (keringat permukaan tubuh dapat
berlebihan) membantu tubuh atasi udara dan
x/menit,Suhu :
8. Lakukan pendinginan eksternal suhu yang panas.
39,0oC,RR : 25 x/menit (mis. selimut hipotermia atau 7. Membantu klien merasa nyaman
kompres dingin pada dahi, leher, dan sesuai dengan keinginnan
dada, abdomen, aksilla) klien.
9. Kolaborasi pemberian cairan 8. Untuk membantu meredakkan
dan elektrolit intravena rasa panas yang diderita.
9. Bekerja sama dalam membantu
pemenuhan cairan dan elektrolit
klien agar terpenuhi
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
2.Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi kebutuhan nutrisi 1. Menentukan asupan nutrisi
kebutuhan tubuh 2. Anjurkan diet yang yang akan diberikan sesuai
keperawatan 1x7 jam diharapkan
diprogramkan dengan kebutuhan.
berhubungan dengan masalah kebutuhan nutrisi kurang 3. Fasilitasi menentukan 2. Menghindari makanan
gangguan absorpsi pedoman diet tinggi glukosa
dari kebutuhan tubuh dengan
nutrien.di tandai dengan 4. Anjurkan keluarga pasien 3. Mengantur pola makan yang
Klien mengeluh nyeri di kriteria hasil : memberikan makan pasien baik dalam program diet
sedikit-sedikit setiap saat. 4. Mengurangi mual dan
bagian abdomen,Klien 1.Energik, meingkat (5) 5. Anjurkan makan dalam muntah.
makan hanya ¼ 2.Nafsu makan, meningkat (5) posisi duduk 5. Lebih nyaman dan baik
porsi,Klien terlihat 3.Berat badan, meningkat(5) 6. Kaloborasi dengan ahli gizi 6. Membantu memperoleh
lemah,Wajah klien tampak tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi yang
meringis TTV Tekana kebutuhan nutrisi optimal bagi klien.
7. Kalobirasi pemberian obat 7. Berguna mencegah klien
darah : 120/80 . dengan dokter pemberian mual dan muntah.
mmHg,Nadi : 98 obat
x/mnt,Suhu : 37,0oC,RR :
20 x/mnt
4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Sabtu 27 Maret 1. Identifikasi penyebab hipertermia S = Ibu klien mengatakan suhu tubuh
2. Monitor suhu tubuh anaknya membaik
2021
3. Monitor komplikasi akibat hipertermia O=
4. Sediakan lingkungan dingin - Akral panas,menurun (3)
5. Longgarkan atau lepaskan pakaian - Kulit merah menurun (4)
6. Basahi dan kipas permukaan tubuh - Pucat menurun (3)
7. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika - Suhu tubuh membaik (4)
mengalami hiperhidrosis (keringat berlebihan) - Suhu ruangan telah disesuaikan
Rivaldo setyo p
8. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut dengan keadaan klien
hipotermia atau kompres dingin pada dahi, - Pakaian klien sudah diganti oleh
leher, dada, abdomen, aksilla) perawat
9. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit - Hipoksia menurun (Pendinginan
intravena eksternal kompres telah dilakukan
pada bagian dahi dan aksilla klien)
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan Intervensi 5,6 dan 9

Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Nama Perawat
2. Kamis 27 Maret 1. Observasi kebutuhan nutrisi S = Ibu klien mengatakan nafsu makan
2021 2. Anjurkan diet yang diprogramkan anaknya mulai meningkat
3. Fasilitasi menentukan pedoman diet O=
4. Anjurkan keluarga pasien memberikan - Klien tampak masih lesu
makan pasien sedikit-sedikit setiap saat. - Energik Meningkat (3)
5. Anjurkan makan dalam posisi duduk - Perawat mempasilitasi untuk
6. Kaloborasi dengan ahli gizi tentang menentukan program diet pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi anak
7. Kalobirasi pemberian obat dengan dokter - Ibu klien memberikaan diet nasi
pemberian obat lembek sesuai anjuran perawat
- Nafsu makan, meningkat (3)
- Berat badan, meningkat (3)
A = Masalah teratasi sebagian Rivaldo setyo p
P = lanjutkan intervensi 2,6 dan 7
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kejang demam merupakankelainan neurologis yang paling sering terjadi
pada anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini
dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap
berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara
sempurna (Harjaningrum, 2011). Serangan kejang demam pada anak yang satu
dengan yang lain tidaklah sama, tergantung nilai ambang kejang masing-masing.
Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus mendapat penanganan yang cepat
dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung lama dan berulang.Sebab,
keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa mengakibatkan gejala sisa pada anak,
bahkan bisa menyebabkan kematianKetika mengalami kejang demam, tubuh anak
akan berguncang hebat diiringi gerakan menyentak di lengan dan tungkai, serta
kehilangan kesadaran. Kejang demam akan terlihat menyeramkan, terutama bagi
orang tua. Padahal, kejang pada anak-anak yang terjadi saat demam umumnya
tidak berbahaya dan bukan merupakan gejala penyakit serius.
4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan Kejang demam hendaknya dengan hati-hati,
cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan mempercepat
proses penyembuhan. Perawat perlu mengetahui tanda gejala, perawat harus
mampu mengetahui kondisi pasien secara keseluruhan sehingga intervensi yang
diberikan bermanfaat untuk kemampuan fungsional pasien, perawat harus mampu
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga untuk mendukung adanya
proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan keperawatan diperlukan
pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga tentang penyakit, penyebab,
pencegahan, dan penanganan.
DAFTAR PUSTAKA

Irdawati. (2010). Kejang Demam Dan Penatalaksanaanya (Tesis). Universitas


Muhamadiah Surakarta: Indonesia

Joint Commission Accreditation of Health Organization. (2010). National


patientsafety goals.

Krisanty P,Dkk (2008).Asuhan Keperawatan Gawat darurat. Trans info


Media:Jakarta59

Ngastiyah (2007). Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta

Permenkes RI. (2010). Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Menteri Kesehatan RI


:Jakarta.

Sari, P. (2012). Kejang Demam dan Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi


(Jurnal).

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Utaminingsih, Rahayu. (2010).


Menjadi Dokter bagi Anak Anda. Cakrawala ilmu :Yogyakarta.

Wong, Donna L., et al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong,
Volume .Alih bahasa Agus Sunarta, dkk. EGC : Jakarta
PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai