Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

An. R DIAGNOSA MEDIS PERITONITIS DAN KEBUTUHAN


DASAR MANUSIA TENTANG KEBUTUHAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT DI RUANG FLAMBOYAN RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

NAMA : RAMA
NIM : 2018.C.10a.0981

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
2

LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Rama
NIM : 2018.C.10a.0981
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Nn. R
Diagnosa Medis Peritonitis Dan Kebutuhan Dasar Manusia
tentang Kebutuhan Cairan dan Elektrolit di Ruang Dahlia
Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners Ria Asihai, S.Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

ii
3

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Nn. R Dengan Diagnosa Medis Peritonitis Dan Kebutuhan Dasar Manusia
tentang Kebutuhan Cairan dan Elektrolit di Ruang Dahlia Rsud Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Kristinawati, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Arus Pandia, SST selaku kepala ruang Flamboyan RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan
izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan di ruang Flamboyan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 11 Mei 2020

Penyusun

iii
4

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN...................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................3
1.4 Manfaat........................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit........................................................................................5
2.1.1 Definisi....................................................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................5
2.1.3 Etiologi..................................................................................................10
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................11
2.1.5 Patofisiologi...........................................................................................12
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................16
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................20
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................26
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..........................................................................27
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Kebutuhan Cairan dan Elektrolit)....29
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................36
2.3.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................36
2.3.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................37
2.3.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................37
2.3.4 Implementasi Keperawatan...................................................................39
2.3.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................39
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................40
3.1 Pengkajian..................................................................................................40
3.2 Diagnosa.....................................................................................................40
3.3 Intervensi....................................................................................................45
3.4 Implementasi..............................................................................................49
3.5 Evaluasi......................................................................................................49
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................50
4.1 Kesimpulan..............................................................................................50
4.2 Saran........................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................51

iv
9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peradangan merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, peradangan
adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang
terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera
atau nekrosis. Peradangan sebenarnya adalah gejala menguntungkan dan
pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen-agen
penyerang, penghancur jaringan nekrosis, pembentukan keadaan yang dibutuhkan
untuk perbaikan serta pemulihan. Peradangan bisa terjadi di seluruh bagian tubuh
manusia, misalnya peritonitis.
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut (peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh
infeksi atau aseptik.Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi
bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri
yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim
pencerna aktif.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah :
1.2.1 Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Nn. R dengan diagnosa
medis Peritonitis di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
10

dengan diagnosa medis Peritonitisdi ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Bulimia secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan
mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Bulimia dan Asuhan Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Peritonitis melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan
secara komprehensif.
11

1.4.4 Bagi IPTEK


Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Peritonitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan
pada peritoneum. Peritoneum adalah lapisan tipis dari jaringan yang melapisi
organ-organ perut dan terletak di dalam dinding perut. Peradangan ini disebabkan
oleh infeksi bakteri atau jamur pada membrane ini. Ada dua tipe peritonitis yaitu
primer dan sekunder. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
pembuluh darah dan pembuluh limfe ke peritoneum. Penyebab peritonitis primer
yang paling umum adalah penyakit hati. Peritonitis sekunder adalah tipe
peritonitis yang lebih umum. Hal ini terjadi ketika infeksi yang berasal dari
saluran pencernaan atau saluran empedu menyebar ke dalam peritoneum.

Peritonitis juga dapat bersifat akut atau kronis. Peritonitis akut adalah
peradangan yang tiba-tiba pada peritoneum sedangkan peritonitis kronis adalah
peradangan yang berlangsung sejak lama pada peritoneum. Peritonitis adalah
keadaan darurat yang mengancam jiwa karena memerlukan perawatan medis
secepatnya. Infeksi menghentikan pergerakan usus yang normal (peristaltik).
Tubuh segera mengalami dehidrasi, dan zat-zat kimia penting yang disebut
elektrolit dapat menjadi sangat terganggu. Seseorang yang menderita peritonitis
dan tidak dirawat dapat meninggal dalam beberapa hari.

Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau


sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal
oleh bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan gangguan usus dasar
(contoh: sirosis dengan asites, system urinarius); sekunder inflamasi dari saluran
GI, ovarium/uterus, cedera traumatic atau kontaminasi bedah (Doenges, 1999).
Peritonitis adalah inflamasi peritonium yang bias terjadi akibat infeksi bacterial
atau reaksi kimiawi (Brooker, 2001). Peritonitis adalah infeksiseius atau
peradangan dari sebagian atau seluruh peritonium, penutup dari saluran usus
(Griffith, 1994)
13

2.1.2 Anatomi Fisiologi

a. Peritoneum

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh


yang terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding
rongga abdominal dan peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang ada
didalam rongga itu.

Peritoneum parietal yaitu bagian peritoneum yang melapisi dinding abdomen


dan peritoneum yaitu lapisan yang menutup viscera (misalnya gaster dan
intestinum).

Cavitas peritonealis adalah ruangan sebuah potensi karena organ-organ


tersusun amat berdekatan. Dalam cavitas terdapat sedikit cairan sebagai lapisan
tipis untuk melumasi permukaan peritoneum sehingga memungkinkan viscera
abdomen bergerak satu terhadap yang ain tanpa adanya gerakan.

Organ intraperitoneal adalah abdomen yang meliputi peritoneum vesiceral dan


organ ekstraperitoneal (retroperitoneal) adalah vesicelera yang terletak antaran
peritoneum pariatale dan dinding abdomen dorsal.

b. Mesinterium
14

Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan peritoneum


visceral pembungkus sebuah organ. Mesenterium berisi jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah, pembuluh limfe

c. Omentum

Yaitu lanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintasi gaster dan bagian
proksimal duadenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi 2 yaitu omentum
minus dan omentum majus, omentum minus menghubungkan curvatura minor
gaster dan bagian proksimal duodeneum dengan hepar dan ementum mencegah
melekatnya peritoneum visceral pada peritoneum parietal yang melapisi dinding
abdomen. Daya gerak omentum majus cukup besar dan dapat bergeser – geser
keseluruh cavitas paritonealis serta membungkus organ yang meradang seperti
appendiks vermiformitis artinya omentum majus dapat mengisolasi organ itu dan
melindungi organ lain terhadap organ yang terinfeksi

d. Ligamentum Peritoneal

Yaitu lembar-lembar ganda peritoneum. Hepar dihubungkan pada dinding


abdomentum ventral oleh ligamentum falciforme dan aster dihubungkan pada
permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum gatrophenicul lien yang melipatkan
balik pada hilum splenicum dan colon tranversum oleh ligamentum
gastroconicum.

2.1.3 Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan didalam abdomen berupa
inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak
lambung, perforasitifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena
perforasi organ berongga karena trauma abdomen.
1. Bakterial, misalnya Bacteroides, E.Coli, Streptococus,Pneumococus,
proteus, kelompok Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa.
Misalnya peradangan dinding peritonium yang terjadi bila benda asing
termasuk bakteri atau isi gastrointestinal.
15

2. Kimiawi, yaitu pada getah lambung,dan pankreas, empedu,darah, urin,


benda asing (talk, tepung).
Misalnya, robek atau perforasi dari organ mana saja diperut, seperti
apendiksitis, tukak peptik, atau divetikulum yang terinveksi atau kandung
kemih. Juga luka pada dinding perut, seperti karena pisau atau luka karena
tembak, atau dapat pula karena penyakit radang panggul atau robeknya
kehamilan ektopi
Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk:
1. Peritonitis primer (Spontaneus)
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung
dari rongga peritoneum. Penyebab paling sering dari peritonitis primer
adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar
kronis. Kira-kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan
berkembang menjadi peritonitis bakterial.
2. Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling
sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta
strangulasi usus halus (Brian,2011).

2.1.4 Klasifikasi
Infeksi dalam rongga peritoneum menginduksi peradangan peritoneum,
dan dibagi berdasarkan proses inflamasinya menjadi peritonitis primer, sekunder,
atau tersier. Menurut lokasinya dapat dibagi menjadi peritonitis lokal dan difus.
(Marshall, 2004; Ramachandra, et al., 2007)
a. Peritonitis Primer (Spontan Peritonitis)
Merupakan infeksi pada peritoneum yang tidak berhubungan dengan
abnormalitas organ intra-abdominal dan terjadi secara spontan dan
penyebab utama kasus peritonitis primer ini adalah oleh karena infeksi
bakteri. (Marshall, 2004; Debas, 2004; Malangoni & Inui, 2006).
Peritonitis ini sering ditemukan pada pasien sirosis hepatic oleh karena
16

stadium akhir dari penyakit hepar yang lebih dikenal sebagai


Spontaneuous Bacterial Peritonitis (SBP). Sistem retikuloendotelium hepar
dikenal sebagai bagian utama untuk pemindahan bakteri dari darah, dan
penelitian pada binantang memberi kesan bahwa penghancuran bakteri
oleh sistem retikuloendotelium terganggu pada pasien dengan penyakit
sirosis hepatis dan penyakit hepar oleh karena alkoholik, dimana terjadi
penurunan aktivitas fagositik. (Marshall, 2004; Mazuski & Solomkin,
2009; Johnson, et al., 1997)
Peritonitis primer juga dapat terjadi pada sindrom nefrotik dan systemic
lupus erythematosus (SLE). (Debas, 2004). Anak-anak dengan sindrom
nefrotik atau yang memiliki asites berisiko tinggi terhadap terjadinya
peritonitis ini. (Daley, 2013). Peritonitis primer juga dapat disebabkan oleh
karena penggunaan kateter peritoneum, seperti pada kateter dialysis
peritoneum, dimana terdapat akses masuknya benda asing ke dalam rongga
peritoneum. Tipe peritonitis ini kadang dianggap menyebabkan peritonitis
primer, atau mungkin diuraikan tersendiri atau dipisahkan dari peritonitis
primer. (Mazuski & Solomkin, 2009). Rute infeksi dalam peritonitis
primer biasanya tidak jelas, tapi diperkirakan melalui hematogen,
limfogen, dan migrasi transmural melewati dinding usus yang berasal dari
lumen intestinal, atau pada wanita, berasal dari vagina melalui tuba falopi.
(Marshall, 2004; Johnson, et al., 1997)
b. Peritonitis Sekunder
Peritonitis sekunder terjadi oleh karena masuknya mikroorganisme ke
dalam ronnga peritoneum melaui defek dinding intestinal atau organ
abdomen lain sebagai akibat terjadinya perforasi, inflamasi, iskemia, atau
trauma (tumpul, tajam, atau iatrogenic) pada organ abdomen dan/ atau
dinding organ. Peritonitis sekunder juga dapat terjadi oleh karena
komplikasi pasca operasi (misalnya, kebocoran pada anastomosis usus).
(Veen, 2006)
Peritonitis sekunder merupakan peritonitis yang paling sering ditemukan.
Beberapa kondisi yang paling sering menyebabkan peritonitis sekunder
17

antara lain appendicitis, diverticulitis, kolesistitits, trauma tajam yang


mengenai usus, dan perforasi gaster atau ulkus duodenum. (King, 2007;
Hau, 2003)
c. Peritonitis Tersier
Merupakan infeksi yang persisten atau berulang dari rongga peritoneum
setelah dilakukannya terapi peritonitis sekunder. Peritonitis tersier timbul
setidaknya dalam 48 jam setelah pengobatan yang tampaknya berhasil
pada peritonitis. (Lamme, 2005). Peritonitis tersier merupakan tahap lanjut
dalam peritonitis, ketika tanda-tanda klinis peritonitis dan sistemik dari
sepsis (misalnya, demam, takikardia, takipnea, hipotensi, indeks jantung
meningkat, resistensi vaskuler sistemik yang rendah, leukopenia atau
leukositosis, dan kegagalan multiorgan) bertahan setelah pengobatan untuk
peritonitis sekunder dan tidak ditemukannya organisme atau adanya
organiseme dengan virulensi yang rendah. (Johnson, et al., 1997)
Peritonitis ini terjadi ketika manajemen source control, terapi antibiotik,
atau imunitas pasien tidak adekuat, sehingga disfungsi organ menetap atau
memburuk. Hal ini dibedakan dari peritonitis primer atau sekunder karena
flora mikroba sangat yang berbeda, hubungannya dengan disfungsi organ,
dan kematian yang signifikan. (King, 2007; Marshall, 2004)
Tergantung pada tingkat lokalisasi proses infeksi, peritonitis
biasanya diklasifikasikan menjadi peritonitis lokal (intra-peritoneal abses)
atau difus. Risiko kematian secara langsung berkaitan dengan tingkat
disfungsi organ. (Marshall, 2004)
1. Peritonitis Lokal
Terjadi jika inflamasi masih dalam area yang terbatas. Peritonitis lokal
sering bermanifestasi sebagai abses dengan jaringan debris, bakteri,
neutrofil, makrofag, dan cairan eksudat yang terkandung dalam kapsul
fibrosa. Apendisitis dan divertikulitis adalah penyebab paling umum dari
abses intra-peritoneal lokal. (Marshall, 2004; Lopez, et al., 2011; Thomas,
2012)
2. Peritonitis Difus
18

Peritonitis ini disebut juga peritonitis generalisata dan terjadi ketika


inflamasi menyebar ke seluruh rongga peritoneum. Perforasi usus kecil
dan perforasi gaster adalah penyebab paling umum dari peritonitis ini.
(Marshall, 2004; Holzheimer & Mannick, 2001; Thomas, 2012)

2.1.5 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam
rongga abdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau
perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan
dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal
menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler
dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh
ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus. (Brunner dan
Suddarth, 2001)
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra-abdomen
(peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina
dengan pembentukan adhesi berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan
reaksi penting pertahanan tubuh, tetapi sejumlah besar bakteri dapat dikarantina
dalam matriks fibrin. Matriks fibrin tersebut memproteksi bakteri dari mekanisme
pembersihan oleh tubuh (van Goor, 1998)
19

WOC Peritonitis

Bakteri Streptokok.
Cedera perforasi Benda asing,
Stapilokok
saluran cerna dialysis, tumor
eksternal

Masuk saluran
Masuk kae ginjal Keluarnya enzim Porte de entre
cerna
pancreas, asam benda asing,
lambung, empedu bakteri
Peradangan
Perdangan ginjal
saluran cerna

Masuk ke rongga
peritoneum

PERITONITIS

Fase Merangsang Merangsang pusat Perangsangan


penyembuhan aktivitas nyeri di talamus pirogen di
parasimpatik
hipotalamus
Perlekatan fibrosa nyeri
hipertermi
Absorpsi menurun

Obstruksi usus

Diare
Refluk makan ke
atas

Kekurangan
Mual, muntah, volume cairan dan
anoreksia

Intake inadekuat

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan
20

2.1.6 Manifestasi Klinis


Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri
tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di
bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan
ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita
bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri
jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri
abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
21

2.1.7 Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut
sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan
lanjut, yaitu :
a. Komplikasi dini
1) Septikemia dan syok septic
2) Syok hipovolemik
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system
4) Abses residual intraperitoneal
5) Portal Pyemia (misal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
1) Adhesi
2) Obstruksi intestinal rekuren

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Test laboratorium
1) Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein
(lebihdari 3 gram/100 ml) danb anyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupaka
ndasardiagnosasebelum hasil pembiakan didapat.
a) Hematokritmeningkat
b) Asidosis metabolic (darihasilpemeriksaanlaboratoriumpadapasien
peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
2) X. Ray
Dari tesX Ray didapat:
Fotopolos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
a) Illeus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis.
b) Usus halus dan usus besar dilatasi.
22

c) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi


3) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan fotopolos abdomen 3 posisi, yaitu :
a) Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior.
b) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
c) Tiduran miring kekiri (left lateral decubitus = LLD), dengansinar horizontal
proyeksianteroposterior.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


2.1.9.1 Pembedahan
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua
penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan(laparotomieksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
a. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defansmuskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan
(syok, anemia progresif), tanda sepsis (panastinggi, leukositosis), dan tanda
iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
b. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensiusus,
extravasasi bahan kontras, tumor, danoklusi vena atau arteri mesenterika.
c. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan
saluran cerna yang tidak teratasi.
d. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
a. Mengeliminasi sumber infeksi.
b. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
c. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l :
23

a. Mempuasakanpasienuntukmengistirahatkansalurancerna.
b. Pemasangan NGT untukdekompresilambung.
c. Pemasangankateteruntuk diagnostic maupun monitoring urin.
d. Pemberianterapicairanmelalui I.V.
e. Pemberian antibiotic.
Terapi bedah pada peritonitis a.l :
a) Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan
luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya.
b) Pencucian rongga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,
kainkassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk
menghilangkan pus, darah, danjaringan yang nekrosis.
c) Debridemen: mengambiljaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
d) Irigasi kontinyu pasca operasi.
Terapi post operasi a.l:
a) Pemberiancairan I.V, dapat berupa air, cairanelektrolit, dannutrisi.
b) Pemberian antibiotic
c) Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, peristaltic usus pulih, dan tidak ada
distensi abdomen.

2.1.9.2 Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan
fokusseptik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan
nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonic adalah penting. Pengembalian
volume intravascular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi,
dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah
harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
1) Terapi antibiotic harus diberikan segera setelah diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian
dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan
pada organism mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika
24

berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia


dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakterei akan berkembang
selama operasi.
2) Pembuangan focus septic atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertical di garis tengah
yang menghasilkan jalan masuk keseluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan di atas tempat
inflamasi.Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan
menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
3) Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ke tempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika
(misalsefalosporin) atau antiseptik (misalpovidon iodine) pada cairan irigasi.
Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum,
karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteri menyebar ke tempat
lain.
4) Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa
drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan
dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminaneksogen. Drainase berguna
pada keadaan dimanater jadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula)
dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
2.1.9.3 Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat,
terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitisakut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotic diberikan bersamaan.

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Kebutuhan Cairan dan Elektrolit)


2.2.1 Definisi
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh
tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah salah satu
bagian dari fisiologi homeostasis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
25

komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan. Cairan dan Elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan
cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan
dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit
ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling
bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya.

Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: cairan intraseluler dan
cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di
seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel
dan terdiri dari tiga kelompok yaitu: cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial
dan cairan transeluler.

Cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk melakukan respons terhadap keadaan
fisiologis dan lingkungan. (Tamsuri.2004).

2.2.2 Anatomi Fisiologi


2.2.3 Etiologi
Secara umum, faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolittubuh antara lain:
1. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia
akan berpengruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat
badan.Kebutuhan cairan pada bayi dan anak perharinya yaitu:
a. Untuk berat badan sampai 10 kg, kebutuhan cairan perhari100ml/kgBB.
b. Berat badan 11-20 kg, kebutuhan cairan per hari 1000ml + 50ml/kgBB.
c. Beratbadan >20kg, kebutuhan cairan per hari 1500ml +
20ml/kgBBKebutuhan cairan pada orang dewasa menggunakan rumus 30-
50ml/kgBB/hari
2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembabanudara
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit.
3. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intakecairan dan elektrolit. Ketikaintake
nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemaksehingga
akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahalkeduanya
sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehinggahal ini akan
menyebabkan edema.
4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah,
dan pemecahan glykogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium
26

dan rentensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan


volumedarah.
 
5. Kondisi sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangancairan dan
elektrolit tubuh misalnya :
a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melaluiIWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses Pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran.
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami
gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untukm
emenuhinya secara mandiri.
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusathaus
dikendalikan berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal darikondisi
dehidrasi intraseluler, Sekresi angiotensin II sebagai respon
dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunanvolume
darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengansensasi haus
walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akansegera hilang setelah minum
sebelum proses absorbsi oleh tractusgastrointestinal. Kehilangan cairan tubuh melalui
empat rute (proses) yaitu:
a. Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus
urinariusmerupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi
normaloutput urine sekitar 1400-1500 ml/24 jam, atau sekitar 30-50
ml/jam padaorang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi
urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat
meningkatmaka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap
mempertahankankeseimbangan dalam tubuh.
b. IWL (Invisible Water Loss)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, melalui kulit dengan
mekanismedifusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh
melalui prosesini adalah berkisar 300-400 mL/hari, tapi bila proses
respirasi atau suhutubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.
c. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang
panas,respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan
impulsnyaditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang
oleh susunansyaraf simpatis pada kulit.
d. Feces
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL/hari, yang diatur
melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
6. Tindakan medis
7. Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian diuretik dan laksatif.
8. Pembedahan
Faktor yang menyebabkan adanya suatu peningkatan terhadap
kebutuhancairan harian diantaranya:
1. Demam, kebutuhan meningkat 12% setiap
2. Hiperventilasi.
3. Suhu lingkungan yang tinggi.
27

4. Aktivitas yang ekstrim/berlebihan.


5. Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau polyuria.

Faktor yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan


cairanharian, diantaranya:
1. Hipotermi.
2. Kelembaban lingkungan yang sangat tinggi.
3. Oliguria atau anuria.
4. Hampir tidak ada aktivitas.
5. Retensi cairan misal gagal jantung.

2.2.4 Klasifikasi

2.2.4 Patofisiologi
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairandan
elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini
disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan
intravaskuler, laludiikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju
intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler.
Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan
cairan intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan
cairan , perdarahan dan pergerakan cairan kelokasi ketiga (lokasi tempat cairan
berpindah dan tidak mudah untukmengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi
cairan ekstraseluler istirahat).
Cairan dapat berpindah dari lokasiintravaskuler menuju lokasi potensial
sepertipleura,peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu, 
seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadiakibat
obstruksi saluran pencernaan

2.2.6 Manifestasi Klinis


1. Hipovolemiaa.
a. Pusing, kelemahan, keletihan
b. Sinkope
c. Anoreksia, mual, muntah, haus
d. Kekacauan mental 
e. Konstipasi dan oliguria 
f. Peningkatan nadi, suhu 
28

g. Turgor kulit menurun


h. Lidah kering, mukosa mulut kering
i. Mata cekung.
2. Hipervolemiaa.
a. Sesak nafas 
b. Ortopnea
c. Oedema

3. Komplikasi
Akibat lanjut dari kekurangan volume cairan dapat mengakibatkan :
1) Dehidrasi (Ringan, sedang berat).
2) Renjatan hipovolemik.
3) Kejang pada dehidrasi hipertonik

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan darah lengkap (jumlah sel darah, Hb, Hematokrit).
- PH dan Berat jenis urine.
- Pemeriksaan elektrolit serum.
- Analisa gas darah (astrup).

2.2.9 Penatalaksanaan Medis


 PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi cairan IV.
2. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap.
3. Terapi obat-obatan.
4. Transfusi darah (jika diperlukan).

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
2.3.1.1 Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2.3.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Ibu Klien mengatakan “An. R sering makan
berlebihan melebihi porsi makanan orang dewasa lainnya tetapi kemudian langsung
memuntahkannya dengan sengaja sehingga An.R terlihat semakin kurus”
29

2. Riwayat Penyakit Sekarang


3. Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya belum pernah
masuk RS. Paling hanya ke dokter praktek

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien
5. Riwayat Psikososial

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


2.3.2.1 Gangguan cairan dan elektrolit( kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan
dengan peningkatan output cairan yang berlebihan di tandai dengan:
-Mual Muntah.
-BAB cair (Diare).
-Keringat yang berlebihan.
2.3.2.2 Gangguan cairan dan elektrolit lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulator sekunder akibat gagal ginjal, dll.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

N DX NOC NIC RASIONAL


O KEPERAWATA
N
1. Kekurangan Tujuan: setelah  Monitor status  Untuk
Volume Cairan dilakukan tindakan hidrasi mengetahui
asuhan (kelembabpan perkembangan
keperawatan membran mukosa, status rehidrasi.
diharapkan : nadi adekuat,
 Cairan tekanan darah
seimbang ortostatik), jika
 Hidrasi diperlukan.
 Status
Nutrisi :  Monitor TTV.  Untuk memantau
intake TTV px dalam
cairan & batas normal.
nutrisi,
dengan :
K.H :  Kolaborasikan  Untuk mengganti
-mempertahankan dengan tim medis cairan yang
urine output sesuai dengan pemberian keluar.
dengan usia dan cairan IV.
30

BB, BJ urine
normal.  Monitor status  Untuk memantau
cairan termasuk status cairan px.
-tekanan darah, intake & output
nadi, suhu tubuh cairan.
dalam batas
normal.  Monitor BB  Untuk memantau
BB px.
-tidak ada tanda-
tanda volume  Anjurkan px  Untuk memenuhi
cairan turun, menambahan kebutuhan cairan
elastisitas turgor intake oral (cairan dan nutrisi px.
baik, membran maupun nutrisi)
mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
berlebihan.
2. Kelebihan Volume Tujuan : setelah  Pasang urine  Untuk memonitor
Cairan dilakukan tindakan kateter bila jika output
asuhan diperlukan berlebih terus
keperawatan menerus.
diharapkan :  Monitor TTV  Untuk memonitor
 Cairan & TTV dalam batas
Elektrolit normal
seimbang  Monitor indikasi  Mengetahui
 Hidrasi, retensi atau tanda-tanda
dengan : kelebihan cairan kelebihan cairan
( cracles, CVP,
K.H : edema, asites)
-terbebas dari
 Monitor BB  Mengontrol BB
edema.
 Tentukan riwayat  Mengetahui
-terbebas dari jumlah dan tipe riwayat dan tipe
kelelahan, intake cairan dan intake cairan dan
kecemasan atau eliminasi eliminasi
kebingungan.
 Tentukan  Untuk
kemungkinan mengetahui
-bunyi nafas bersih
faktor resiko dari penyebab
tidak ketidakseimbangan kelebihan cairan
dyspneu/ortopneu. cairan elektrolit
(Hipertermia,
-menjelaskan terapi diuretik,
indikator kelebihan kelainan renal,
cairan. gagal jantung,
disfungsi hati)
31

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah suatu proses menilai diagnosis keperawatan keluarga yang
teratasi, teratasi sebagian, atau timbul masalah baru. Melalui kegiatan evaluasi, kita
dapat menilai pencapaian tujuan yang di harapkan dan tujuan yang telah di capai oleh
keluarga. Bila tercapai sebagian atau timbul masalah keperawatan baru, kita perlu
melakukan pengkajian lebih lanjut, memodifikasi rencana atau mengganti dengan
rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan keluarga.
Hasil akhir yang diharapkan dari perencanaan dan tindakan keperawatan
adalah:
2.3.5.1 Kekurangan Volume Cairan teratasi
2.3.5.2 Kelebihan Volume Cairan teratasi

Anda mungkin juga menyukai