Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. B DIAGNOSA MEDIS ULKUS PEPTIKUM


DI SISTEM PENCERNAAN RSUD
dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

Ruly Ramadana
NIM : 2018.C.10a.0983

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
2

LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Ruly Ramadana
NIM : 2018.C.10a.0983
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. B
Diagnosa Medis Ulkus Peptikum di Sistem Pencernaan
Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik

Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

ii
3

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Tn. B Dengan Diagnosa Medis Ulkus Peptikum di Sistem Pencernaan Rsud
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 14 Oktober 2020

Penyusun

DAFTAR ISI
iii
4

SAMPUL DEPAN...................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1Konsep Penyakit..............................................................................................4
2.1.1 Definisi....................................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................5
2.1.3 Etiologi....................................................................................................9
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................10
2.1.5 Patofisiologi...........................................................................................10
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................14
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................14
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..........................................................................15
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................17
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................17
2.2.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................18
2.2.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................18
2.2.4 Implementasi Keperawatan...................................................................20
2.2.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................20
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................22
3.1 Pengkajian.................................................................................................22
3.2 Diagnosa.....................................................................................................47
3.3 Intervensi....................................................................................................48
3.4 Implementasi..............................................................................................51
3.5 Evaluasi......................................................................................................51
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................55
4.1 Kesimpulan.................................................................................................55
4.2 Saran...........................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................56

iv
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ulkus peptikum perforasi merupakan masalah kesehatan serius di
dunia. Penyakit ini berhubungan erat dengan adanya infeksi Helicobacter pylori,
asupan makanan yang dikonsumsi oleh manusia serta masalah psikologis yang
dialami terutama faktor stres. Penyakit ulkus peptikum perforasi yaitu ulkus gaster
dan ulkus duodenum merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan terutama
dalam kelompok usia di atas 45 tahun. Ulkus peptikum perforasi merupakan suatu
defek mukosa atau submukosa yang berbatas tegas yang dapat menembus lapisan
muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga terjadi perforasi (Akil, 2010).
Ulkus gaster merupakan suatu gambaran bulat atau semibulat/oval dengan ukuran
lebih dari 5 mm dari kedalaman submukosa pada mukosa gaster akibat
terputusnya kontinuitas/integritas mukosa gaster dengan dasar ulkus ditutupi
debris (Tarigan, 2009).
Ulkus peptikum perforasi insidennya cukup tinggi di Amerika Serikat,
dengan 4 juta penduduk terdiagnosis setiap tahunnya.Sekitar 20-30 % dari
prevalensi ulkus ini terjadi akibat pemakaian Obat AntiInflamasi Non Steroid
(OAINS) terutama yang nonselektif. OAINS digunakan secara kronis pada
penyakit-penyakit yang didasari inflamasi kronis seperti osteoarthritis. Pemakaian
kronis ini semakin meningkatkan risiko terjadi ulkus peptikum. Prevalensi infeksi
Helicobacter pyloridi negara berkembang lebih tinggi dibanding dengan negara
maju. Prevalensi pada populasi di negara maju sekitar30-40% sedangkan di
negara berkembang mencapai 80-90%. Dari jumlah tersebut hanya sekitar10-20%
yang akan menjadi penyakit gastroduodenal (Rani, 2001).
Di Inggris sekitar 6–20% penduduk menderita ulkus pada usia 55 tahun,
sedangkan prevalensinya 2–4%. Di Amerika Serikat ada 4 juta pasien dengan
gangguan asam–pepsin, prevalensinya adalah 12% pada pria dan 10% pada wanita
dengan angka kematian pasien 15.000 per tahun dan menghabiskan dana 10
milyar dolar per tahun (Tarigan, 2015). Di Indonesia ditemukan prevalensi ulkus
duodenum sebanyak 14% dan ulkus duodenum disertai dengan ulkus gaster
2

sebanyak 5%. Umur terbanyak yaitu antara umur 45- 65 tahun dengan
kecenderungan semakin tua umur, prevalensi semakin meningkat dengan
didominasi pria lebih banyak dibandingkan dengan wanita. Dari waktu ke waktu,
manajemen ulkus gaster lebih baik seiring dengan ditemukannya faktor-faktor
penyebab yang ditunjang dengan kemajuan dalam bidang farmasi yang berhasil
menemukan dan mengembangkan obat-obat yang sangat berpotensi untuk
penyembuhan ulkus gaster (WHO, 2011).
Prevalensi kemunculan ulkus peptikum perforasi berpindah dari yang
predominan pada pria ke frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin.
Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita. Sedangkan kaitan
dengan usia, jumlah kemunculan ulkus mengalami penurunan padapria usia muda,
khususnya untuk ulkus duodenum, dan jumlah meningkatpada wanita usia tua
(Anand, 2012).
Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan
mempengaruhi kondisi lambung, yaitu faktor pertahanan lambung dan faktor
perusak lambung. Kedua faktor ini, pada lambung sehat, bekerja secara seimbang,
sehingga lambung tidak mengalami kerusakan/luka. Faktor perusak lambung
meliputi faktor perusak endogen yang berasal dari dalam lambung sendiri antara
lain HCL, pepsin dan garam empedu; faktor perusak eksogen, misalnya
(obatobatan, alkohol dan bakteri). Faktor pertahanan lambung tersedia untuk
melawan atau mengimbangi kerja dari faktor tersebut diatas. Faktor/sistem
pertahanan pada lambung, meliputi lapisan pre-epitel, epitel, post epitel.Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara kedua faktor di atas, baik faktor pertahanan yang
melemah ataupun faktor perusak yang semakin kuat, dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel-sel lambung, yang pada akhirnya akan membentuk ulkus
lambung/peptikum. Pemberian paparan eksogen yang berlebihan seperti
kortikosteroid, OAINS dan kafein dapat memicu terjadinya ulkus lambung.
Lambung memiliki mekanisme penyembuhan ulkus sendiri. Mekanisme ini
merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan migrasi sel, proliferasi,
reepitelisasi, angiogenesis dan deposisi matriks yang selanjutnya akan membentuk
jaringan parut (Bas et al, 2008).
3

Faktor – faktor risiko dari morbiditas dan mortalitas pada ulkus peptikum
perforasi meliputi umur, penyakit penyerta, keterlambatan penanganan, ukuran
perforasi, jumlah leukosit dan letak ulkus dan terjadinya ulkus berulang.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan seperti penelitian Salih et al,
2007 bahwa infeksi H. pylori, penggunaan NSAID, merokok, alkohol, dan
konsumsi aspirin sebagai faktor risiko terjadinya ulkus peptikum perforasi dengan
hasil yang signifikan.
Bas et al, 2008 menyebutkan bahwa umur merupakan prediktor dari
morbiditas dimana pada pasien yang lebih tua didapatkan risiko lebih tinggi
daripada umur yang lebih muda. Morbiditas lain pada ulkus peptikum perforasi
yang berhubungan dengan riwayat penyakit, jumlah dari cairan abdomen, letak
dari ulkus, riwayat dari penyakit ulkus, jumlah drain menunjukkan data yang tidak
signifikan.
Dari besarnya insiden ulkus peptikum di negara–negara berkembang seperti
di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik ulkus peptikum dalam
upaya ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat
sehingga dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah :
1.2.1 Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa
medis Ulkus Peptikum di Ruang Sistem Pencernaan RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Ulkus Peptikum di Sistem Pencernaan RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan perawatan
dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
4

2. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat mengatasi


masalah keperawatan pada kasus tersebut.
3. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Ulkus Peptikum secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah
dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Ulkus Peptikum dan Asuhan
Keperawatannya.
1.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Ulkus Peptikum melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan
secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Ulkus Peptikum


2.1.1 Definisi
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam
dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum
disbut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada
lokasinya. (Bruner and Suddart, 2001).
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang
meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke
bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ”ulkus”
(misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak
pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu
esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.
(Sylvia A. Price, 2010).
Ulkus peptikum atau tukak peptic adalah ulkus yang terjadi pada mulkosa,
submukosa dan kadang-kadang sampai lapisan muskularis dari traktus
gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam lambung yang cukup
mengandung HCL. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang terdapat pada bagian
bawah dari oesofagus, lambung dan duodenum bagian atas (first portion of the
duodeum). Mungkin juga dijumpai tukak di yeyenum, yaitu penderita yang
mengalami gastroyeyenostomy. (Sujono Hadi, 1999: 204).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ asesoris.
Saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal,
sedangkan organ asesoris terdiri atas hati, kantong empedu, dan pankreas. Ketiga
organ ini membantu terlaksananya pencernaan makanan secara kimiawi.
(AAA.Hidayat.2006;52).

5
6

2.1.2.1 Saluran Pencernaan


2.1.2.1.1 Mulut
Mulut merupakan bagian awal dari saluran pencernaan terdiri atas dua
bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, pipi dan
bagian dalam, yaitu rongga mulut. Di dalam mulut, makanan mengalami proses
mekanis melalui pengunyahan yang akan membuat makanan dapat hancur sampai
merata, dibantu oleh enzim amilase yang akan memecah amilum yang terkandung
dalam makanan menajdi maltosa. (AAA.Hidayat.2006;52).
2.1.2.1.2 Faring & Esofagus
Faring merupakan bagian saluran pencernaan yang terletak di belakang
hidung, mulut, dan laring. Faring berbentuk kerucut dengan bagian terlebar di
bagian atas hingga vertebra servikal keenam. Faring langsung berhubungan
dengan esofagus, sebuah tabung yang memiliki otot dengan panjang kurang lebih
20 – 25 sentimeter dan terletak di belakang trakea, di depan tulang punggung,
kemudian masuk melalui toraks menembus diafragma yang berhubungan
langsung dengan abdomen serta menyambung dengan lambung.
Esofagus merupakan bagian yang berfungsi menghantarkan makanan dari
faring menuju ke lambung. Esofagus berbentuk seperti silinder yang berongga
dengan panjang kurang lebih dua sentimeter dengan kedua ujungnya dilindungi
oleh sfingter. Dalam keadaan normal, sfingter bagian atas selalu tertutup, kecuali
bila ada makanan dilakukan dengan cara peristaltik, yaitu lingkaran serabut otot di
depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan berkontraksi.
(AAA.Hidayat.2006;52).
7

2.1.2.1.3 Lambung
Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri atas bagian
atas disebut fundus bagian utama, dan bagian bawah berbentuk horizontal (antrum
pilorik). Lambung berhubungan langsung dengan esofagus melalui orifisium atau
kardia dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik. Lambung terletak di
bawah diafragma dan di depan pankreas, sedangkan limpa menempel pada
sebelah kiri fundus.
Lambung mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi sekresi dan pencernaan.
Fungsi motoris lambung adalah sebagai reservoir untuk menampung makanan
samapi dicerna sedikit demi sedikit dan sebagai pencampur adalah memecah
makanan menjadi partikel – partikel kecil yang dapat bercampur dengan asam
lambung. Fungsi sekresi dan pencernaan adalah mensekresi pepsin dan HCl yang
akan memecah protein menjadi pepton, amilase memecah amilum menjadi
maltosa, lipase memecah lemak menjadi asam lemak, dan gliserol membentuk
sekresi gastrin, mensekresi faktor intrinsik yang memungkinkan absorbsi vitamin
B12 yaitu di ileum, dan mensekresi mukus yang bersifat protektif. Makanan
berada pada lambung selama 2 – 6 jam, kemudian bercampur dengan getah
lambung (cairan asam bening tak berwarna) yang mengandung 0,4% HCl untuk
mengasamkan semua makanan serta bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan.
Dalam getah lambung terdapat beberapa enzim, diantaranya pepsin, dihasilkan
oleh pepsinogen serta berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih
mudah larut dan renin, berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih
dari karsinogen yang dapat larut. (AAA.Hidayat.2006;53).
2.1.2.1.4 Usus Halus
Usus halus merupakan tabung berlipat – lipat dengan panjang kurang lebih
2,5 meter dalam keadaan hidup. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaiut
duodenum dengan panjang kurang lebih 25 cm, jejunum dengan panjang kurang
lebih 2 m, dan ileum dengan panjang kurang lebih 1 m atau 3/5 akhir dari usus.
Lapisan dinding dalam usus halus menyerupai beludru. Pada permukaan setiap
vili terdapat tonjolan yang menyerupai jari – jari, yang disebut mikrovili.
Fungsi usus halus pada umumnya adalah mencerna dan mengabsorbsi chime
dari lambung. Zat – zat makanan yang telah halus akan diabsorbsi di dalam usus
8

halus, yaitu pada duodenum, dan disini terjadi absorbsi besi, kalsium dengan
bantuan vitamin D. Vitamin A, D, E, dan K dengan bantuan empedu dan asam
folat. (AAA.Hidayat.2006;53).
2.1.2.1.5 Usus Besar
Usus besar atau juga disebut sebagi kolon merupakan sambungan dari usus
halus yang dimulai dari aktup ileokolik yang merupakan tempat lewatnya
makanan. Usus besar memilki panjang kurang lebih 1,5 meter. Kolon terbagi atas
desenden, sigmoid, dan berakhir di rektum yang panjangnya kira – kira 10 cm dari
usus besar, dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Tempat
kolon asenden membentuk belokan tajam di abdomen atas bagian kanan disebut
fleksura hepatis, sedang tempat kolon transversum membentuk belokan tajam di
abdomen atau bagian kiri disebut fleksura lienalis.
Fungsi utama usus besar adalah mengabsorbsi air (kurang lebih 90%)
elektrolit, vitamin, dan sedikit glukosa. Kapasitas absorbsi air kurang lebih 5000
cc/hari. Flora yang terdapat pada usus besar berfungsi untuk menyintesis vitamin
K dan B serta memungkinkan pembusukan sisa – sisa makanan.
(AAA.Hidayat.2006;54).
2.1.2.1.6 Anus
Anus bertugas mengeluarkan feses yang sebelumnya telah dikumpulkan di
rektum. Proses ini sering disebut proses defikasi. Anus bekerja ditopang oleh otot
polos yang berada di dalam anus dan otot lurik yang terletak di luar anus. Otot
lurik akan terpicu ketika feses menyentuh dinding rektum. Pada kondisi ini otot
polos mengendur hingga feses akan keluar tubuh. (Sarwadi & Erwanto. 2014; 37).
Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia.Jakarta:Dunia Cerdas.
2.1.2.2 Organ Asesoris
2.1.2.2.1 Hati
Hati merupakan kelenjar tersbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
paling atas rongga abdomen, di sebelah kanan di bawah diafragma, dan memiliki
berat kurang lebih 1500 gram (kira – kira 2,5% orang dewasa).
Hati terdiri atas dua lobus, yaitu lobus kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
ligamen falsiformis. Pada lobus kanan bagian belakang kantong empedu terdapat
sel yang bersifat fagositosis terhadap bakteri dan benda asing lain dalam darah.
9

Fungsi hati adalah menghasilkan cairan empedu, fagositosis bakteri, dan benda
asing lainnya, memproduksi sel darah merah dan menyimpan glikogen.
(AAA.Hidayat.2006;56).
2.1.2.2.2 Kantong Empedu
Kantung emepedu merupakan sebuah organ berbentuk seperti kantong yang
terletak di bawah kanan hati atau lekukan permukaan bawah hati sampai pinggiran
depan yang memiliki panjang 8 – 12 cm dan berkapasitas 40 – 60 cm2. Kantong
empedu memilki bagian fundus, leher, dan tiga pembungkus, yaitu sebelah luar
pembungkus peritoneal, sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris, dan sebelah
dalam membran mukosa.
Fungsi kantong empedu adalah tempat menyimpan cairan empedu,
memekatkan cairan empedu yang berfungsi memberi pH sesuai dengan pH
optimum enzim – enzim pada usus halus, mengemulsi garam – garam empedu,
mengemulasi lemak, mengekskresi beberapa zat yang tak digunakan oleh tubuh,
dan memberi warna pada feses, yaitu kuning kehijau – hijauan (dihasilkan oleh
pigmen empedu). Cairan empedu mengandung air, garam, empedu, lemak,
kolesterol, pigmen fosfolipid, dan sedikit protein. (AAA.Hidayat.2006;55).
2.1.2.2.3 Pankreas
Pankreas meupakan kelenjar yang strukturnya sama seperti kelenjar ludah
dan memilki panjang kurang lebih 15 cm. Pankreas terdiri atas tiga bagian, yaitu
bagian kepala pankreas yang paling lebar, badan pankreas yang letaknya di
belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama, serta bagian ekor
pankreas yang merupakan bagian runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa.
Pankreas memilki dua fugsi, yaitu fungsi eksokrin yang dilaksanakan oleh
sel sekretori yang membentuk getah pankreas berisi enzim serta elektrolit dan
fungsi endokrin yang tersebar di antara alveoli pankreas. (AAA.Hidayat.2006;56).
2.1.3 Etiologi
Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara
selresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan sawar mukosa
gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum. (Arif
Mutaqqin,2011)
10

Penyebab khususnya diantaranya :


1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus
peptikim menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan
bagian mukosa duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali pasien terinfeksi,
maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas
dengan pengobatan antibacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri mampu melakukan
penetrasi sawar mukosa, baik dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk
menembus sawar maupun dengan melepaskan enzim – enzim pencernaan
yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang
disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan
mencernakan epitel, bahkan juga jaringan – jaringan di sekitarnya. Keadaai
ini menuju kepada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan
sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam
ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah
bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada
manusia yang menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan
lambung yang berlebihan (Guyton, 2008). Predisposisi peningkatan sekresi
asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat mengalami
depresi atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan
Obat – obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid seperti
indometasin, ibuprofen, asam salisilat mempunyai efek penghambatan siklo-
oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakhidonat secara sistemik termasuk pada epitel lambung dan duodenum.
Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga memperlemah
perlindungan mukosa (Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah
merusak mukosa local melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini
11

juga berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga akan meningkatkan


bahaya perdarahan ulkus (Kee, 2009).
4. Stres fisik
Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat
(Lewis, 2000). Bila kondisi stress fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel
akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
5. Refluks usus lambung
Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim pancreas
yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi
predisposisi kerusakan epitel mukosa.
2.1.4 Klasifikasi
Ulkus duodenal Ulkus Lambung
Insiden Insiden
Usia 30-60 tahun Biasanya 50 tahun lebih
Pria: wanita3:1 Pria:wanita 2:1
Terjadi lebih sering daripada ulkus lambung
Tanda dan gejala Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambung Normal sampai hiposekresi asam lambung
Dapat mengalami penambahan berat badan Penurunan berat badan dapat terjadi
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah makan;
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi. jarang terbangun pada malam hari; dapat
Makan makanan menghilangkan nyeri hilang dengan muntah.
Muntah tidak umum Makan makanan tidak membantu dan kadang
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus meningkatkan nyeri.
lambung tetapi bila ada milena lebih umum Muntah umum terjadi
daripada hematemesis. Hemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada duodenal, hematemesis lebih umum terjadi
ulkus lambung. daripada melena.
Kemungkinan Malignansi Kemungkinan malignansi
Jarang Kadang-kadang
Faktor Risiko Faktor Risiko
Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal Gastritis, alkohol, merokok, NSAID, stres
12

kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.

2.1.5 Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin).
Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam
peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa.
2.1.5.1 Peningkatan Konsentrasi atau Sekresi Lambung dan Kerja Asam Peptin
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau
rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan
menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan
makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus
peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring
mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus.
Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong
adalah iritan yang signifikan.
2. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal
menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.
3. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap
menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan
mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus
ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam
hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena
mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung
13

dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila
lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama
dengan pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan
sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan
lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung.
Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang
dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi
pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa,
dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus
peptikum karena satu dari dua factor ini : 1. hipersekresi asam pepsin
2.1.5.2 Kelemahan Barier Mukosa Lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak
mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid
lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.Sindrom Zollinger-
Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat
atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini
diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus
duodenal, dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan
dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua
dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira ⅓ dari gastrinoma
adalah ganas(maligna).
Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui.
Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan
karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama
adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi
mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh
stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan
trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi
fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung,
setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus
meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.
14

Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa.
Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah
mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia,
asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus
stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain
dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak.
Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya
lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat
kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.
15

Asam dalam lumen, alcohol, obat NSAIDs, H.


pillory, stress, herediater, makanan / minuman
WOC Ulkus Peptikum Peningkatan permeabilitas sawar lambung
yang dapat mengiritasi lambung

Asam lambung kembali berdifusi

Pengeluaran Histamin Merangsang sekresi asam

Merusak mukosa lambung

Ulkus Peptikum

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Jarngan yang rusak Jaringan yang rusak Obstruksi antara Perdarahan


Asam lambung Iritasi dinding lambung dan usus halus
meluas menyebar ke abdomen
meningkat mukosa Tranport O2 Menurun
Menembus lapisan Merusak organ Distensi lambung
mukosa abdomen Merusak Pelepasan mediator nyeri Hipoksia jaringan dan
pencernaan
jaringan (histamine, bradikinin, Perasaan penuh sel

Peradangan prostaglandin, serotonin dll


Penurunan pembentukan
Menghancurkan Ketidakmampua Anoreksia, ATP dan penumpukan asam
Menekan n mengabsorbsi Mual/Muntah mual/muntah
kapiler dan vena Merangsang laktat
abdomen reseptor nyeri cairan
Tidak napsu Keletihan
Perdarahan
Ansietas Output cairan lebih makan, berat badan
Timbul presepsi
nyeri besar dari intake menurun
Intoleransi Aktivitas
Dyspnea Gangguan cairan
Perfusi Perifer
Defisit Nutrisi
Pola Napas Nyeri Akut
Tidak Efektif Resiko Difisit Cairan
12

2.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering
tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala
ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya
manifestasi yang mendahului.
1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk
atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini
bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain
menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks
local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang
dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan
alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri
kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan
memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan
garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local
pada epigastrium.
2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi
asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah
dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan
pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa
yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat
terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang
dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga
datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang
mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi
mereka menunjukkan gejala setelahnya.
2.1.7 Komplikasi
13

Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai komplikasi lanjut.


Tetapi pada beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan komplikasi yang
bisa berakibat fatal, seperti penetrasi, perforasi, perdarahan dan penyumbatan.
(Medicastore News)
1.      Penetrasi
Sebuah ulkus dapat menembus dinding otot dari lambung atau duodenum
dan sampai ke organ lain yang berdekatan, seperti hati atau pankreas. Hal ini akan
menyebabkan nyeri tajam yang hebat dan menetap, yang bisa dirasakan diluar
daerah yang terkena (misalnya di punggung, karena ulkus duodenalis telah
menembus pankreas). Nyeri akan bertambah jika penderita merubah posisinya.
Jika pemberian obat tidak berhasil mengatasi keadaan ini, mungkin perlu
dilakukan pembedahan.
2.      Perforasi
Ulkus di permukaan depan duodenum atau (lebih jarang) di lambung bisa
menembus dindingnya dan membentuk lubang terbuka ke rongga perut. Nyeri
dirasakan secara tiba-tiba, sangat hebat dan terus menerus, dan dengan segera
menyebar ke seluruh perut. Penderita juga bisa merasakan nyeri pada salah satu
atau kedua bahu, yang akan bertambah berat jika penderita menghela nafas dalam.
Perubahan posisi akan memperburuk nyeri sehingga penderita seringkali mencoba
untuk berbaring mematung. Bila ditekan, perut terasa nyeri. Demam menunjukkan
adanya infeksi di dalam perut. Jika tidak segera diatasi bisa terjadi syok. Keadaan
ini memerlukan tindakan pembedahan segera dan pemberian antibiotik intravena.
3.      Perdarahan
Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Gejala dari
perdarahan karena ulkus adalah:
a.  muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang berasal dari
makanan yang sebagian telah dicerna, yang menyerupai endapan kopi
b.  tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah.
Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak
dapat ditemukan dan perdarahan tidak hebat, diberikan pengobatan dengan
antagonis-H2 dan antasid. Penderita juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran
pencernaan dapat beristirahat.
14

Bila perdarahan hebat atau menetap, dengan endoskopi dapat disuntikkan


bahan yang bisa menyebabkan pembekuan. Jika hal ini gagal, diperlukan
pembedahan.
4.      Penyumbatan.
Pembengkakan atau jaringan yang meradang di sekitar ulkus atau jaringan
parut karena ulkus sebelumnya, bisa mempersempit lubang di ujung lambung atau
mempersempit duodenum. Penderita akan mengalami muntah berulang, dan
seringkali memuntahkan sejumlah besar makanan yang dimakan beberapa jam
sebelumnya.
Gejala lainnya adalah rasa penuh di perut, perut kembung dan
berkurangnya nafsu makan. Lama-lama muntah bisa menyebabkan penurunan
berat badan, dehidrasi dan ketidakseimbangan mineral tubuh. Mengatasi ulkus
bisa mengurangi penyumbatan, tetapi penyumbatan yang berat memerlukan
tindakan endoskopik atu pembedahan.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus. Diperlukan
beberapa pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker lambung juga
bisa menyebabkan gejala yang sama.
2.1.8.1 Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan
melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada
pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk keperluan
biopsi. Keuntungan dari endoskopi:
1. lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam
duodenum dan dinding belakang lambung dibandingkan dengan
pemeriksaan rontgen
2. lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani
pembedahan lambung
3. bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
2.1.8.2 Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga disebut
barium swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus
tidak dapat ditemukan dengan endoskopi.
15

2.1.8.3 Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung


dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah
asam bisa diukur.
Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau
sebelum dilakukannya pembedahan.
Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis
darah bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan darah
lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis Varises Esofagus
Salah satu segi pengobatan ulkus duodenalis atau ulkus gastrikum adalah
menetralkan atau mengurangi keasaman lambung. Proses ini dimulai dengan
menghilangkan iritan lambung (misalnya obat anti peradangan non-steroid,
alkohol dan nikotin).
Makanan cair tidak mempercepat penyembuhan maupun mencegah kambuhnya
ulkus. Tetapi penderita hendaknya menghindari makanan yang tampaknya
menyebabkan semakin memburuknya nyeri dan perut kembung.
2.1.9.1     ANTASID
Antasid mengurangi gejala, mempercepat penyembuhan dan mengurangi
jumlah angka kekambuhan dari ulkus. Sebagian besar antasid bisa diperoleh tanpa
resep.dokter. Kemampuan antasid dalam menetralisir asam lambung bervariasi
berdasarkan jumlah antasid yang diminum, penderita dan waktu yang berlainan
pada.penderita.yang.sama.
Pemilihan antasid biasanya berdasarkan kepada rasa, efek terhadap saluran
pencernaan, harga dan efektivitasnya. Tablet mungkin lebih disukai, tetapi tidak
seefektif obat sirup.
1.       Antasid yang dapat diserap.
Obat ini dengan segera akan menetralkan seluruh asam lambung.
Yang paling kuat adalah natrium bikarbonat dan kalsium karbonat, yang efeknya
dirasakan segera setelah obat diminum.
Obat ini diserap oleh aliran darah, sehingga pemakaian terus menerus bisa
menyebabkan perubahan dalam keseimbangan asam-basa darah dan menyebabkan
16

terjadinya alkalosis (sindroma alkali-susu). Karena itu obat ini biasanya tidak
digunakan dalam jumlah besar selama lebih dari beberapa hari.
2.      Antasid yang tidak dapat diserap.
Obat ini lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit, tidak
menyebabkan alkalosis. Obat ini berikatan dengan asam lambung membentuk
bahan yang bertahan di dalam lambung, mengurangi aktivitas cairan-cairan
pencernaan dan mengurangi gejala ulkus tanpa menyebabkan alkalosis. Tetapi
antasid ini mempengaruhi penyerapan obat lainnya (misalnya tetracycllin, digoxin
dan zat besi) ke dalam darah.
3.       Alumunium Hdroksida
Merupakan antasid yang relatif aman dan banyak digunakan. Tetapi
alumunium dapat berikatan dengan fosfat di dalam saluran pencernaan, sehingga
mengurangi kadar fosfat darah dan mengakibatkan hilangnya nafsu makan dan
lemas. Resiko timbulnya efek samping ini lebih besar pada penderita yang juga
alkoholik dan penderita penyakit ginjal (termasuk yang menjalani hemodialisa).
Obat ini juga bisa menyebabkan sembelit.
4.      Magnesium Hidroksida
Merupakan antasid yang lebih efektif daripada alumunium hidroksida.
Dosis 4 kali 1-2 sendok makan/hari biasanya tidak akan mempengaruhi kebiasaan
buang air besar; tetapi bila lebih dari 4 kali bisa menyebabkan diare.
Sejumla kecil magnesium diserap ke dalam darah, sehingga obat ini harus
diberikan dalam dosis kecil kepada penderita yang mengalami kerusakan ginjal.
Banyak antasid yang mengandung magnesium dan alumunium hidroksida.
2.1.9.2      Obat-Obat Ulkus
Ulkus biasanya diobati minimal selama 6 minggu dengan obat-obatan
yang mengurangi jumlah asam di dalam lambung dan duodenum. Obat ulkus bisa
menetralkan atau mengurangi asam lambung dan meringankan gejala, biasanya
dalam beberapa hari.
1.      Sucralfate.
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus
untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus
peptikum dan merupakan pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4
17

kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah, sehingga efek sampingnya sedikit,
tetapi bisa menyebabkan sembelit.
2.      Antagonis H2
Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine. Obat ini
mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim
pencernaan di dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa
diantaranya bisa diperoleh tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa
menyebabkan pembesaran payudara yang bersifat sementara dan jika diminum
dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi bisa menyebabkan impotensi.
Perubahan mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam, demam dan
nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi
cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping tersebut diatas,
maka sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa
mempengaruhi pembuangan obat tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk
asma, warfarin untuk pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).
3.       Penghambat pompa proton
Omeprazole, Lansoprazole, Rabeprazole, Esomeprazole,
Pantoprazole merupakan obat yang sangat kuat menghambat pembentukan enzim
yang diperlukan lambung untuk membuat asam. Obat ini dapat secara total
menghambat pelepasan asam dan efeknya.berlangsung.lama.
Terutama efektif diberikan kepada penderita esofagitis dengan atau tanpa
ulkus esofageal dan penderita penyakit lainnya yang mempengaruhi pembentukan
asam lambung (misalnya sindroma Zollinger-Ellison).
4.     Antibiotik.
Bila penyebab utama terjadinya ulkus adalah Helicobacter pylori.
Pengobatan terdiri dari satu macam atau lebih antibiotik dan obat untuk
mengurangi atau menetralilsir asam lambung. Yang paling banyak digunakan
adalah kombinasi bismut subsalisilat (sejenis sucralfate) dengan tetracyclin dan
metronidazole atau amoxycillin, Clarithromycin. Kombinasi efektif lainnya adalah
omeprazole dan antibiotik. Pengobatan ini bisa mengurangi gejala ulkus, bahkan
jika ulkus tidak memberikan respon terhadap pengobatan sebelumnya atau jika
ulkus sering mengalami kekambuhan.
18

5.      Misoprostol.
Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan oleh obat-
obat anti peradangan non-steroid. Obat ini diberikan kepada penderita artritis
yang mengkonsumsi obat anti peradangan non-steroid dosis tinggi. Tetapi obat ini
tidak digunakan pada semua penderita artritis tersebut karena menyebabkan diare
(pada 30% penderita).
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengumpulan Data, Meliputi
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan/gejala yang sangat di rasakan oleh klien,
biasanya klien dengan Ulkus Peptikum akan mengalami nyeri pada
abdomennya biasanya terus menerus, nyeri tekan dan mual, muntah,
abdomen tegang dan kaku.
3) Riwayat Penyakit
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien Ulkus Peptikum didapatkan adanya keluhan utama nyeri,
penurunan berat badan, penurunan intake cairan, gatal – gatal, edema
atau asites.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada klien Ulkus Peptikum pernah mengalami kejadian ini atau tidak
sebelumnya.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak anggota keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan klien.
2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik B1-B6
1) B1 (Breathing)
19

Pada klien ulkus peptikum di sistem pernafasan biasanya terjadi


peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal, saluran napas
menyempit, ventilasi paru terganggu, dan sekresi yang tertahan yang di karenakan
akibat tekanan pada abdomen disebabkan meluasnya kerusakan sel.
2) B2 (Blood)
Pada klien ulkus peptikum di sistem kardivaskuler biasanya terjadi
perdarahan, penurunan Hb, anemia, pucat, hipotensi (tanda syok) di karenakan
rusaknya kapiler dan vena.
3) B3 (Brain)
Pada klien ulkus peptikum di sistem persyarafannya biasa terjadi nyeri pada
daerah perut hingga abdomen akibat rusaknya dinding mukosa yang merangsang
reseptor nyeri.
4) B5 (Bowel)
Pada klien ulkus peptikum di sistem pencernaan biasanya terjadi distensi
abdomen, muntah, bising usus meningkat akibat semakin meluasnya kerusakan
atau pun tekanan yang diberikan pada organ pencernaan lain.
5) B6 (Bone)
Pada klien ulkus peptikum, otot dan integument biasanya terjadi
kelelahan/keletihan, kesulitan ambulansi, turgor kulit buruk, membran mukosa
pecah-pecah (syok).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder terhadap gangguan visceral usus. (D.0077) Hal 172
2.2.2.2 Defisit Nutrisi berhubungan dengan distensi lambung. (D.0019) Hal 56
2.2.2.3 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan anemia. (D.0056) Hal 128
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dengan ulkus peptikum meliputi :
Diagnosa I : Nyeri Akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme
otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa nyeri
teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
20

- Keluhan nyeri menurun


- Meringis menurun
- Pasien berhenti gelisah
- Pasien dapat melakukan tehknik pengalihan nyeri
- Skala Nyeri 0 (1-10)
- Klien dapat rileks
L.08066 Hal 145
L.08063 Hal 58
Intervensi Rasional
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
nyeri
2. Identifikasi faktor yang 2. Mencari tahu faktor memperberat
memperberat dan memperingan dan memperingan nyeri agar
nyeri mempercepat proses kesembuhan.
3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan
memperberat rasa nyeri. yang nyaman untuk membantu
4. Berikan teknik nonfarmakologis meredakan nyeri
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri 5. Agar klien atau keluarga dapat
6. Kaloborasi dengan dokter pemberian melakukan secara mandiri ketika
analgetik, jika perlu. nyeri kambuh
I.08238 Hal 201 6. Bekerja sama dengan dokter
dalam pemberian dosis obat

Diagnosa II : Defisit Nutrisi berhubungan dengan distensi lambung.


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan masalah
deficit nutrisi dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Nafsu makan klien meningkat
- Berat badan kembali normal
- Porsi makan klien habis
L.03030 Hal 121
21

L.03018 Hal 17

Intervensi Rasional
1. Identifikasi status gizi 1. Mengetahui status nutrisi klien
2. Identifikasi makanan yang disukai 2. Untuk mengetahui makanan yang
3. Identifikasi kebutuhan kalori dan disukai
jenis nutrien 3. Meningkatkan berat badan klien
4. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai 4. Untuk menambah daya nafsu klien
5. Anjurkan posisi duduk pada saat
makan, jika mampu 5. Untuk mencerna makanan dengan
6. Kolabrasi dengan ahli gizi untuk baik
menentukan jumlah kalori dan 6. Bekerja sama dalam pemberian
jenis nutrien yang dibutuhkan jika makanan sesuai dengan
perlu kebutuhan klien untuk
I.03119 Hal 200 mendapatkan hasil yang maksimal

Diagnosa III : Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan anemia.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien
dapat beraktivitas dengan lebih baik dan terkontrol.
Kriteria hasil :
- Frekuensi nadi normal
- Dapat kembali beraktivitas dengan baik
- Rasa letih berkurang
L.05047 Hal 149

Intervensi Rasional
1. Monitor kelelahan fisik 1. Mengetahui status tingkat
2. Monitor lokasi dan kelelahan
ketidaknyamanan selama 2. Untuk mengetahui lokasi yang
melakukan aktivitas membuat pasien tidak nyaman
3. Lakukan latihan rentang gerak 3. Meningkatkan kinerja otot
pasif dan aktif 4. Lingkungan yang nyaman dapat
4. Sediakan lingkungan yang membuat pasien rileks sehingga
22

nyaman dapat mempercepat proses


5. Berikan aktivitas distraksi yang kesembuhan
menenangkan 5. Agar terhindar dari tirah baring
6. Anjurkan pasien tirah baring yang terlalu lama
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 6. Istirahat yang cukup agar
meningkatkan asupan makanan mempercepat proses
I.05178 Hal 176 penyembuhan
7. Berikan asupan makanan agar
pasien mendapat energi yang
cukup

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi). Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan
dan perwujudan dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Pada tahap ini, perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu
melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan
(Setiadi, 2010).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tahap evaluasi menentukan
kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien
terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian mengganti rencana
perawatan jika diperlukan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
23

Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 22 Oktober 2020 pukul 09:00 WIB


didapatkan hasil
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Tn. B
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Bangas Permay
TGL MRS : 20 Oktober 2020
Diagnosa Medis : Ulkus Peptikum
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Klien mengatakan merasakan nyeri P= Beraktivitas, gerakan, Q= Seperti di
tusuk-tusuk, R= Perut, S= 9 (Nyeri berat), T= 5 menit.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. B usia 45 tahun di rawat di ruang pencernaan RSUD dr Doris
Sylvanus Palangka raya, klien mengeluh nyeri pada perutnya, mual dan muntah
mulai 3 hari yang lalu (19 Oktober 2020). Tn. B mengatakan saat bergerak dia
merasakan nyeri pada perutnya yang rasa sakitnya seperti di tusuk dengan durasi
sekitar 5 menit. Hasil pemeriksaan vital sign TD: 110/80 mmHg, N: 80x/M, S:
36,80C, RR: 22x/M. Dari Hasil Pemeriksaan di temukan pasien tidak napsu makan
dan merasa letih dan lesu. Pasien mendapatkan terapi infus RL ; D5 % 20
tetes/menit dan inj. Ketorolac 30 mg/8 jam (iv), inj. Ranitidine 1 ampl/12 jam (iv).
Tn. B di diagnosis Ulkus Peptikum.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini dan
belum pernah di rawat di rumah sakit24
sebelumnya.
24

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien.

Genogram :

Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
Hubungan keluarga
= Menikah

= Pasien

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Klien nampak sakit berat, meringis menahan nyeri, kesadaran compos
menthis, pasien mendapatkan terapi infus RL ; D5 % 20 tetes/menit dan inj.
Ketorolac 30 mg/8 jam (iv), inj. Ranitidine 1 ampl/12 jam (iv).
3.1.3.2 Status Mental
Kesadaran pasien Compos Menthis, eskpresi wajah meringis, bentuk badan
simetris, cara berbicara baik dan lancar, pasien berbaring semi fowler, penampilan
rapi, pasien menggunakan pakaian baju dan celana, pasien dapat membedakan
waktu dengan baik (pagi, siang, malam), pasien tahu keadaannya sekarang berada
25

di rumah sakit serta dapat membedakan antara keluarga dan perawat, pasien tidak
menggunakan kaca mata, insight baik, mekanisme pertahanan diri adaptif.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada Keluhan
3.1.4 Tanda-tanda Vital
Suhu klien 36,8 oC Axilla, nadi 80x/menit, pernapasan 22x/menit, tekanan
darah 110/80 mmHg.
3.1.5 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada pasien simetris, Pasien merokok 5-6 batang/hari, pasien tidak
batuk, tidak ditemukan sputum, Tidak sianosis, tidak terdapat nyeri dada, tidak
ada dyspnea, tidak mengalami sesak napas saat inspirasi dan beraktivitas, type
pernapasan dada, irama pernapasan tidak teratur, tidak ada suara napas tambahan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.6 Cardiovasculer (Bleeding)
Klien tampak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing
finger, tidak terlihat sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak terdapat
palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill klien > 2 detik, tidak terdapat oedema,
ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami peningkatan,
suara jantung klien “Lupp Dubb”.
Keluhan Lainnya: Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.7 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien
tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, tidak
vertigo, tampak gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak
bingung, tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
1.1.3.7.1 Nervus Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih atau alcohol.
1.1.3.7.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
26

1.1.3.7.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
1.1.3.7.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
1.1.3.7.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
1.1.3.7.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
1.1.3.7.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
1.1.3.7.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat merespon perkataaan
dokter, perawat dan keluarganya.
1.1.3.7.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien kesulitan dapat
membedakan rasa pahit dan manis.
1.1.3.7.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
1.1.3.7.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : Klien dapat mengangkat bahunya.
1.1.3.7.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Keluhan Lainya : Klien mengatakan merasakan nyeri pada bagian
perutnya.
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut.
3.1.8 Eliminasi Uri (Bladder)
Klien memproduksi urin 400 ml 2-4 x 24 jam, dengan warna kuning pekat,
aroma khas aroma ammoniak, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak oliguria, tidak
nyeri, retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak hematuria, tidak
terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada Keluhan
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.9 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir pasien nampak pucat, gigi pasien komplit, gusi pasien nampak pucat,
lidah pasien Nampak pucat, membran lidah tidak terdapat pembengkakan, tonsil
pasien normal dan tidak terdapat peradangan, tidak terdapat peradangan di
hemoroid, muntah 2-3 x/hari.
27

Keluhan Lainnya : Pasien mengatakan mual/muntah dan tidak napsu


makan.
Masalah Keperawatan: Defisit Nutrisi
3.1.10 Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien terbatas, tidak ada parase, tidak ada
paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, ada kekakuan pada abdomen,
tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien teraba simetris. Uji
kekuatan otot ekstermitas atas = 3 (Kurang) dan ektermitas bawah = 3 (Kurang).
tidak terdapat peradangan dan perlukakaan di bagian punggung bagian kanan,
tangan kanan, pantat kaki kiri, tidak terdapat patah tulang, tulang belakang klien
tampak teraba normal, Keletihan.
Keluhan Lainnya : Klien mengatakan merasa letih dan lesu.
Masalah Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
3.1.11 Kulit-kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik
dan lainnya. Suhu kulit klien hangat, warna kulit sianosis, turgor kurang baik,
tekstur kasar, tidak terdapat lesi, tidak terdapat jaringan parut, tekstur rambut
kasar keriting, distribusi rambut dengan sebaran yang baik dan bersih berwarna
hitam dan bentuk kuku simetris.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah
3.1.12 Sistem Penginderaan
3.1.12.1 Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien berkurang karena usia, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 (20/20) dan
mata kiri (VOS) = 6/6 (20/20), sclera klien normal/ putih, warna konjungtiva
pucat, kornea bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak
terdapat adanya nyeri.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada Keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
1.1.12.2 Telinga/Pendengaran: Normal
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.
28

1.1.12.3 Hidung/Penciuman : Normal


Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat
transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, dan tidak ada
polip.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah
1.1.13 Leher dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien
bergerak bebas.
1.1.14 Sistem Reproduksi
3.1.14.1 Reproduksi Pria
Tidak terdapat kemerahan pada organ reproduksi pasien, tidak terjadi
gatal-gatal, gland panis normal, meatus uretra normal, discharge putih bening
(normal), srotum normal, tidak ditemukan organ yang mencuat keluar, tidak ada
kelainan.
3.1.15 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.15.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit:
Pasien mengatakan mengetahui keadaannya yang sedang tidak sehat.
3.1.15.2 Nutrisida Metabolisme
Pasien mendapatkan diet khusus rendah garam, tidak terdapat kesukaran
menelan.
TB : 141 cm
BB sekarang : 40,5 Kg IMT : 20,4 (Normal) -10%
BB sebelum sakit: 45 Kg IMT : 22,6 (Normal)
Keluhan Lainnya: Napsu makan menurun
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x1 sehari 3x1 sehari
Porsi 1 porsi Rumah Sakit 1-2 porsi
Nafsu makan Menurun Baik
Jenis makanan Bubur, lauk, sup, sayur Nasi, sayur, lauk, sayur
dan buah
Jenis minuman Air putih, Susu Bebas
Jumlah minuman/cc/24 jam ± 1200cc ± 1800cc
29

Kebiasaan makan Dibantu perawat dan Mandiri, teratur


keluarga, teratur
Keluhan/masalah Mual/muntah Tidak Ada

Masalah Keperawatan: Defisit Nutrisi


3.1.15.3 Pola istirahat dan tidur:
klien mengatakan tidak ada masalah pada pola tidur Tn. B sebelum sakit klien
tidur 7 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari sedangkan pada saat sudah
sakit klien mengatakan tidur 8 jam pada malam hari 2 jam pada siang hari.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.15.4 Kognitif:
Pasien dan keluarga mengatakan sudah mengetahui penyakitnya setelah
diberikan penjelasan dari dokter dan tenaga medis lainnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.15.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran):
3.1.15.5.1 Gambaran Diri : Pasien merasa kurang percaya diri dengan kondisinya
3.1.15.5.2 Ideal Diri : Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan pulang
kerumah
3.1.15.5.3 Identitas Diri : Pasien dapat mengenali diri sendiri
3.1.15.5.4 Harga Diri : Pasien dapat disayangi oleh anggota keluarganya saat
sakit keluarga datang menjenguk
3.1.15.5.5 Peran : Pasien adalah kepala keluarga dengan 4 orang anak
dan 1 istri
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.15.6 Aktivitas Sehari-hari
Klien mengatakan sebelum sakit selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluraga namun setelah jatuh sakit klien hanya tebaring di kasur dengan sesekali
melakukan gerakan mobilitas yang di bantu oleh perawat dan keluarga.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.15.7 Koping-Toleransi terhadap stress
Klien mengatakan selalu mengatakan keluhan sakitnya kepada keluarga
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
30

3.1.15.8 Nilai Pola Keyakinan


Klien mengatakan Tn. R sebelum sakit selalu rajin beribadah di gereja
namun setelah sakit pasien hanya bisa berdoa bersama kelurganya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.16 Sosial – Spiritual
3.1.16.1 Kemampuan berkomunikasi :
Pasien dapat memahami apa yang disampaikan oleh perawat
3.1.16.2 Bahasa sehari-hari :
Pasien berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia kepada perawat dan
bahasa Dayak pada keluarganya
3.1.16.3 Hubungan dengan Keluarga :
Pasien sebagai kepala rumah tangga
3.1.16.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Pasien selalu dijenguk oleh keluarga dan ramah terhadap perawat.
3.1.16.5 Orang berarti/terdekat :
Pasien mengatakan sangat mencintai keluarganya karena selalu memberikan
motivasi kepada pasien.
3.1.16.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Pasien mengatakan sering bekerja sambal merokok
3.1.16.7 Kegiatan beribadah :
Pasien selau berdoa agar diberi kesembuhan
3.1.17 Data Penunjang
Pemeriksaan Tanggal 20-Oktober-2020

No PARAMETER HASIL SATUAN NILAI


NORMAL

1 WBC ( White Blood Cels) 23.12x10^3 U/L 4.00 – 10.00

2 RBC ( Red Blood Cels ) 4.14x10^6 U/L 3.50 – 5.50

3 HGB ( Hemoglobin Blood) 12.0 g/dl 11.0 – 15.0


31

4 PLT(Platelet/Trombosit) 12.0 g/dl 11.0 – 15.0

236 x10^3 U/L 150


– 400

3.1.18 Penatalaksanaan Medis


Obat/Terapi Dosis Indikasi Kontraindikasi
Medis

1. infus RL ; 20 TPM - Pengganti cairan plasma


Hipertonik uterus,
D5 % isotonic yang hilang. hiponatremia,retensi
cairan, dugunkan dalam
- Pengganti cairan pada dengan pengawasan
kondisi alkalosis ketat pada chf,
hipokloremia. insufisieensi renal,
hipertensi, edema
perifer dan edema paru.

2. Injeksi 30 mg/8 Penanganan jangka pendek Anak usia dibawah 16


Ketorolac jam untuk nyeri akut pasca tahun
bedah yang sedang hingga
berat Gangguan fungsi ginjal
sedang sampai berat
(kreatin serum
<160µmol/L

3.injeksi 1 ampl/12 tukak lambung dan tukak Kontraindikasi ranitidin


Ranitidine jam duodenum, refluks adalah bila terdapat
esofagitis, dispepsia riwayat porfiria akut
episodik kronis, tukak dan hipersensitivitas
akibat AINS, tukak terhadap ranitidin.
duodenum
karena H.pylori,
sindrom Zollinger-Ellison

Palangka Raya, 20 Oktober


2020

Ruly Ramadana
32

3.2 Tabel dan Analisa Data

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA OBYEKTIF PENYEBAB

DS : Iritasi dinding mukosa Nyeri Akut


Klien mengatakan nyeri pada
perutnya, muncul saat
bergerak, seperti ditusuk-
Pelepasan mediator nyari
33

tusuk, dan berlangsung (histamine, bradykinin,


selama 5 menit. prostaglandin, serotonin,
DO : dll)
1. K
lien Nampak meringis,
keringat dingin, dan Merangsang reseptor nyeri
gelisah.
2. T
erpasang infus RL 20
Tetes/menit Proses presepsi nyeri
3. S
= 9 (Nyeri berat)
4. P Nyeri Akut
osisi semi fowler
5. TTV : TD 110/80 mmhg,
RR 22 x/mnt, N 80 x/mnt,
T 36,8 oC.

DS : Obstruksi antara lambung Defisit Nutrisi


1. Klien mengatakan tidak dan usus halus
napsu makan
DO :
1. Muntah 2-3 x/hari Distensi lambung
2. Klian nampak lesu dan
lemah
3. Bada klien nampak kurus
4. Berat badan menurun Perasaan penuh
sebesar 10%

Anoreksia, mual/muntah

Tidak napsu makan, bb


menurun

Defisit Nutrisi Intoleransi Aktivitas


DS: Perdarahan
1. Klien mengatakan merasa
letih dan mudah kelelahan
dan mengganggu
aktivitasnya Transport O2 menurun
34

DO :
1. Klien nampak letih dan
lesu
2. Nampak aktivitas masih di Hipoksia jaringan dan sel
bantu oleh keluarga dan
perawat
3. Skala aktivitas 3

Penurunan pembentukan
ATP dan penumpukan asam
laktat

Keletihan

Intoleransi Aktivitas

PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot
sekunder yang ditandai dengan Tn. B merasa nyeri, muncul saat gerakan,
35

seperti ditusuk-tusuk, di perut, skala nyeri 9 (1-10), berlangsung selama 5


menit, cara berbaring semi-fowler, ekspresi wajah meringis, terpasang infus
RL 20 tetes/menit, dan hasil pemeriksaan TTV : TD : 110/80 mmHg, N : 80
x/menit, S : 36,8 0C, RR : 22 x/menit.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan distensi lambung yang ditandai dengan
Pasien mengatakan tidak napsu makan, muntah 2-3 x/hari, klien nampak
lesu dan lemah, badan klien nampak kurus, berat badan menurun sebesar
10%.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan klien
merasa letih dan mudah kelelahan dan mengganggu aktivitasnya, klien
nampak letih dan lesu, nampak aktivitas masih di bantu oleh keluarga dan
perawat, skala aktivitas 3.
36

3.3 Rencana Keperawatan


Nama Pasien : Tn. B
Ruang Rawat : Ruang Pencernaan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Nyeri akut Dalam waktu 3 x 24 jam 1. Tentukan lokasi, karakteristik, 1. Menentukan lokasi, karakteristik, durasi,
setelah diberikan durasi, frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri dapat
berhubungan dengan
intervensi Nyeri akut dengan intensitas nyeri. menjadi penilaian untuk mengetahui
trauma jaringan dan kreteria evaluasi: 2. Identifikasi skala nyeri seberapa kuat rasa nyeri yang di alami
1. Keluhan nyeri 3. Memberikan tehknik 2. Identifikasi sala nyeri dapat membantu
reflex spasme otot
menurun pengalihan rasa nyeri dengan menilai efektivitas perawatan yang akan di
sekunder yang ditandai terapi napas dalam. lakukan
2. Meringis menurun 4. Kontrol lingkungan yang 3. Terapi napas dalam dapat mengalihkan rasa
dengan Tn. B merasa
3. Pasien dapat memperberat rasa nyeri nyeri pasien dan dapat membuat pasien rilex
nyeri, muncul saat 5. Kolaborasi medis untuk 4. Lingkungan yang tidak kondusif dapat
melakukan tehknik pemberian analgesik. menambah parah rasa nyeri
gerakan, seperti
pengalihan nyeri 6. Memonitor efek samping 5. Obat analgesic dapat mengurangi rasa nyeri
ditusuk-tusuk, di perut, penggunaan analgesic. 6. Memonitor efek samping dapat mengetahui
4. Skala Nyeri 0 (1-10) apakah pasien mengalami alergi terhadap
skala nyeri 9 (1-10),
obat yang diberikan atau tidak
5. Klien dapat rileks
berlangsung selama 5
menit, cara berbaring
semi-fowler, ekspresi
wajah meringis,
37

terpasang infus RL 20
tetes/menit, dan hasil
pemeriksaan TTV :
TD : 110/80 mmHg, N :
80 x/menit, S : 36,8 0C,
RR : 22 x/menit.
1.
Defisit nutrisi Dalam waktu 3 x 24 jam 1. Identifikasi status gizi 1. Mengetahui status nutrisi klien
setelah diberikan intervensi 2. Identifikasi makanan yang
berhubungan dengan Defisit nutrisi dengan kreteria
2. Untuk mengetahui makanan yang disukai
disukai
distensi lambung yang evaluasi: 3. Meningkatkan berat badan klien
3. Identifikasi kebutuhan kalori
ditandai dengan Pasien 1. Nafsu makan klien dan jenis nutrien 4. Untuk menambah daya nafsu klien
mengatakan tidak napsu meningkat 4. Sajikan makanan secara 5. Untuk mencerna makanan dengan baik
menarik dan suhu yang
makan, muntah 2-3 2. Berat badan kembali 6. Bekerja sama dalam pemberian makanan
sesuai
normal sesuai dengan kebutuhan klien untuk
x/hari, klien nampak 5. Anjurkan posisi duduk pada mendapatkan hasil yang maksimal
lesu dan lemah, badan 3. Porsi makan klien saat makan, jika mampu
6. Kolabrasi dengan ahli gizi
klien nampak kurus, habis
untuk menentukan jumlah
berat badan menurun kalori dan jenis nutrien yang
sebesar 10%. dibutuhkan jika perlu
38

1. Mengetahui status tingkat kelelahan


Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 2. Untuk mengetahui lokasi yang membuat
berhubungan dengan 1. Monitor kelelahan fisik
jam setelah diberikan
pasien tidak nyaman
anemia ditandai dengan intervensi intoleransi 2. Monitor lokasi dan
aktivitas dengan kriteria 3. Meningkatkan kinerja otot
klien merasa letih dan ketidaknyamanan selama
hasil :
4. Lingkungan yang nyaman dapat membuat
mudah kelelahan dan 1. Frekuensi nadi normal melakukan aktivitas
pasien rileks sehingga dapat mempercepat
mengganggu 2. Dapat kembali 3. Lakukan latihan rentang gerak
proses kesembuhan
aktivitasnya, klien beraktivitas dengan pasif dan aktif
5. Agar terhindar dari tirah baring yang
nampak letih dan lesu, baik 4. Sediakan lingkungan yang
terlalu lama
nampak aktivitas masih 3. Rasa letih berkurang nyaman
6. Istirahat yang cukup agar mempercepat
di bantu oleh keluarga 5. Berikan aktivitas distraksi yang
proses penyembuhan
dan perawat, skala menenangkan
7. Berikan asupan makanan agar pasien
aktivitas 3. 6. Anjurkan pasien tirah baring
mendapat energi yang cukup
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk meningkatkan asupan
makanan
39
40

3.4 Implementasi dan Evaluasi


Nama Pasien : Tn. B
Ruang Rawat : Ruang Pencernaan
Hari Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
Diagnosa 1 1. Mengidentifikasi faktor yang memperberat S:
20-Oktober-2020 dan memperingan nyeri. 1. Klien mengatakan rasa nyeri yang di
Pukul 07:00 WIB 2. Memberikan teknik napas dalam. rasakan sedikit berkurang
Pukul 09:00 WIB 3. Memfasilitasi suasana ruangan tenang O:
Pukul 11:00 WIB (tidak bising). 1. Klian Nampak sesekali masih meringis
Pukul 14:00 WIB 4. Mengobservasi TTV akibat adanya gerakan, lalu kembali
5. Berkaloborasi dengan dokter pemberian rileks ketika kondisi ruangan menjadi (Ruly
analgetik (Kataroc tablet 20 mg pemberian tenang. Ramadana)
3 kali/hari) 2. Klien Nampak sudah terbiasa dengan
tehknik napas dalam sehingga rasa
nyeri sedikit terkontrol
3. Klien nampak rileks beristirahat ketika
suasana menjadi tenang
4. TTV: TD120/80 mmHg, N 80 x/menit,
S 35 0C, RR 22 x/menit
41

5. Setelah di berikan terapi obat klien


Nampak lebih rileks meskipun sesekali
masih meringis
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1. Memberikan tehknik pengalihan nyeri
2. Memfasilitasi suasana ruangan yang
tenang
3. Kolaborasi pemberian analgesik

Diagnosa 2 1. Mengidentifikasi makanan yang disukai S:


21 Oktober 2020 2. Menyajikan makanan secara menarik dan Klien mengatakan nafsu makannya sudah
suhu yang sesuai
Pukul 07:00 WIB mulai kembali membaik meskipun
3. Menganjurkan posisi duduk pada saat
Pukul 09:00 WIB makan terkadang rasa mual masih terasa.
Pukul 11:00 WIB 4. Berkolabrasi dengan ahli gizi untuk O: (Ruly
menentukan jumlah kalori dan jenis
Pukul 14:00 WIB - Klien menyukai makanan tempe. Ramadana)
nutrien yang dibutuhkan
- Klien nampak menyukai makanan
yang diberikan
- Klien nampak makan sambal duduk
42

dan sambil di suapi oleh perawat


- Klien di berikan sarapan susu dan nasi
sup serta diberikan vitamin.
A: Masalah defisit nutrisi teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Kolaborasi

Diagnosa 3 1. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan S:


Klien mengatakan sudah mengerti dan
22 Oktober 2020 selama melakukan aktivitas paham akan penjelasan perawat
Pukul 07:00 WIB 2. Ajarkan latihan rentang gerak pasif dan
Pukul 09:00 WIB aktif O: (Ruly
- Nampak saat klien bergerak klien
Pukul 11:00 WIB 3. Menyediakan lingkungan yang nyaman Ramadana)
meraba bagian perutnya
Pukul 14:00 WIB 4. Berikan aktivitas distraksi yang - Klien nampak sudah bisa melakukan
menenangkan gerakan rom meskipun masih di bantu
keluarga
5. Anjurkan pasien tirah baring
- Klien nampak rileks pada saat situasi
tenang tanpa ada suara bising.
43

- Klien nampak tengah membaca koran


dengan tenang
- Klien nampak beristirahat (tidur)
dengan pulas
A:
Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi
Memberikan asupan makanan yang bergizi
Memberikan lingkungan yang nyaman
44

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan studi kasus pada Tn. B dengan gangguan sistem


pencernaan Ulkus Peptikum di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dapat
disimpulkan beberapa hal diantaranya :

1. Pada pengkajian klien dengan rasa nyeri Ulkus Peptikum, kita harus
cermat dalam pengumpulan data yaitu dengan mengetahui keluhan utama
yang normal, riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang, pemeriksaan fisik
dan pola kehidupan sehari-hari klien.
2. Diagnosa yang muncul ditentukan dari kondisi klien dan patofisiologi
penyakit klien.
3. Untuk menentukan prioritas diperlukan pengetahuan perawat mengenai
kondisi klien yang ada di lapangan, dengan mendahulukan kebutuhan/
keadaan yang mendesak untuk diselesaikan/diatasi yang mungkin dapat
membahayakan klien.
4. Pada rencana tindakan tidak semua diterpkan dalam implemntasi secara
ideal, tetapi dissuaikan dengan situasi kondisi dan fasilitas ruangan.
5. Evaluasi secara umum terhadap klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian. Hal ini terjadi
karena keterbatasan dalam waktu.
6. Keberhasilan tujuan dapat dicapai dalam asuhan keperawatan yang
diberikan pada Tn. B jika melibatkan peran klien, keluarga dan tim
kesehatan lain.

Asuhan keperawatan medis pada Tn. B dengan penyakit Ulkus Peptikum


dalam pemberian asuhan keperawatan disesuaikan dengan standar keperawatan
dalam pelaksanaan intervensi dan implementasi. Dimana masalah yang ditemukan
pada kasus Tn. B dengan diagnosa Nyeri akut, Defisit nutrisi, dan Intoleransi
aktivitas. Dengan hasil yang cukup membaik.

4.2 Saran

45
45

Penulis mengharapkan agar materi laporan ini dapat bermanfaat bagi


pembaca agar dapat menambah wawasan tentang keilmuan keperawatan penyakit
Ulkus Peptikum, dan semoga keilmuan keperawatan terus dapat berkembang
dalam bidang ilmu pengetahuan.
46

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta,
EGC.

Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta,
EGC.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC; 2001.

Gloria M. Bulechek dkk. 2016. Nursing Interventions Classification Edisi


Keenam (NIC). Indonesia: ISBN. Mocomedia

Sue Moorhead dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi


Kelima. Inonesia: Mocomedia
47

Hidayat, A. A. A. 2016. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Ulkus Peptikum.


Surabaya. Diakses dari Google Search PDF (16 Januari 2018 : 16.00)

Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

47

Anda mungkin juga menyukai