DISUSUN OLEH :
Ruly Ramadana
NIM : 2018.C.10a.0983
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING PRAKTIK
Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,
ii
3
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Tn. B Dengan Diagnosa Medis Ulkus Peptikum di Sistem Pencernaan Rsud
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
iii
4
SAMPUL DEPAN...................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1Konsep Penyakit..............................................................................................4
2.1.1 Definisi....................................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................5
2.1.3 Etiologi....................................................................................................9
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................10
2.1.5 Patofisiologi...........................................................................................10
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................14
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................14
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................14
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..........................................................................15
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................17
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................17
2.2.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................18
2.2.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................18
2.2.4 Implementasi Keperawatan...................................................................20
2.2.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................20
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................22
3.1 Pengkajian.................................................................................................22
3.2 Diagnosa.....................................................................................................47
3.3 Intervensi....................................................................................................48
3.4 Implementasi..............................................................................................51
3.5 Evaluasi......................................................................................................51
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................55
4.1 Kesimpulan.................................................................................................55
4.2 Saran...........................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................56
iv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
sebanyak 5%. Umur terbanyak yaitu antara umur 45- 65 tahun dengan
kecenderungan semakin tua umur, prevalensi semakin meningkat dengan
didominasi pria lebih banyak dibandingkan dengan wanita. Dari waktu ke waktu,
manajemen ulkus gaster lebih baik seiring dengan ditemukannya faktor-faktor
penyebab yang ditunjang dengan kemajuan dalam bidang farmasi yang berhasil
menemukan dan mengembangkan obat-obat yang sangat berpotensi untuk
penyembuhan ulkus gaster (WHO, 2011).
Prevalensi kemunculan ulkus peptikum perforasi berpindah dari yang
predominan pada pria ke frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin.
Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita. Sedangkan kaitan
dengan usia, jumlah kemunculan ulkus mengalami penurunan padapria usia muda,
khususnya untuk ulkus duodenum, dan jumlah meningkatpada wanita usia tua
(Anand, 2012).
Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan
mempengaruhi kondisi lambung, yaitu faktor pertahanan lambung dan faktor
perusak lambung. Kedua faktor ini, pada lambung sehat, bekerja secara seimbang,
sehingga lambung tidak mengalami kerusakan/luka. Faktor perusak lambung
meliputi faktor perusak endogen yang berasal dari dalam lambung sendiri antara
lain HCL, pepsin dan garam empedu; faktor perusak eksogen, misalnya
(obatobatan, alkohol dan bakteri). Faktor pertahanan lambung tersedia untuk
melawan atau mengimbangi kerja dari faktor tersebut diatas. Faktor/sistem
pertahanan pada lambung, meliputi lapisan pre-epitel, epitel, post epitel.Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara kedua faktor di atas, baik faktor pertahanan yang
melemah ataupun faktor perusak yang semakin kuat, dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel-sel lambung, yang pada akhirnya akan membentuk ulkus
lambung/peptikum. Pemberian paparan eksogen yang berlebihan seperti
kortikosteroid, OAINS dan kafein dapat memicu terjadinya ulkus lambung.
Lambung memiliki mekanisme penyembuhan ulkus sendiri. Mekanisme ini
merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan migrasi sel, proliferasi,
reepitelisasi, angiogenesis dan deposisi matriks yang selanjutnya akan membentuk
jaringan parut (Bas et al, 2008).
3
Faktor – faktor risiko dari morbiditas dan mortalitas pada ulkus peptikum
perforasi meliputi umur, penyakit penyerta, keterlambatan penanganan, ukuran
perforasi, jumlah leukosit dan letak ulkus dan terjadinya ulkus berulang.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan seperti penelitian Salih et al,
2007 bahwa infeksi H. pylori, penggunaan NSAID, merokok, alkohol, dan
konsumsi aspirin sebagai faktor risiko terjadinya ulkus peptikum perforasi dengan
hasil yang signifikan.
Bas et al, 2008 menyebutkan bahwa umur merupakan prediktor dari
morbiditas dimana pada pasien yang lebih tua didapatkan risiko lebih tinggi
daripada umur yang lebih muda. Morbiditas lain pada ulkus peptikum perforasi
yang berhubungan dengan riwayat penyakit, jumlah dari cairan abdomen, letak
dari ulkus, riwayat dari penyakit ulkus, jumlah drain menunjukkan data yang tidak
signifikan.
Dari besarnya insiden ulkus peptikum di negara–negara berkembang seperti
di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik ulkus peptikum dalam
upaya ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat
sehingga dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
2.1.2.1.3 Lambung
Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri atas bagian
atas disebut fundus bagian utama, dan bagian bawah berbentuk horizontal (antrum
pilorik). Lambung berhubungan langsung dengan esofagus melalui orifisium atau
kardia dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik. Lambung terletak di
bawah diafragma dan di depan pankreas, sedangkan limpa menempel pada
sebelah kiri fundus.
Lambung mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi sekresi dan pencernaan.
Fungsi motoris lambung adalah sebagai reservoir untuk menampung makanan
samapi dicerna sedikit demi sedikit dan sebagai pencampur adalah memecah
makanan menjadi partikel – partikel kecil yang dapat bercampur dengan asam
lambung. Fungsi sekresi dan pencernaan adalah mensekresi pepsin dan HCl yang
akan memecah protein menjadi pepton, amilase memecah amilum menjadi
maltosa, lipase memecah lemak menjadi asam lemak, dan gliserol membentuk
sekresi gastrin, mensekresi faktor intrinsik yang memungkinkan absorbsi vitamin
B12 yaitu di ileum, dan mensekresi mukus yang bersifat protektif. Makanan
berada pada lambung selama 2 – 6 jam, kemudian bercampur dengan getah
lambung (cairan asam bening tak berwarna) yang mengandung 0,4% HCl untuk
mengasamkan semua makanan serta bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan.
Dalam getah lambung terdapat beberapa enzim, diantaranya pepsin, dihasilkan
oleh pepsinogen serta berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih
mudah larut dan renin, berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih
dari karsinogen yang dapat larut. (AAA.Hidayat.2006;53).
2.1.2.1.4 Usus Halus
Usus halus merupakan tabung berlipat – lipat dengan panjang kurang lebih
2,5 meter dalam keadaan hidup. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaiut
duodenum dengan panjang kurang lebih 25 cm, jejunum dengan panjang kurang
lebih 2 m, dan ileum dengan panjang kurang lebih 1 m atau 3/5 akhir dari usus.
Lapisan dinding dalam usus halus menyerupai beludru. Pada permukaan setiap
vili terdapat tonjolan yang menyerupai jari – jari, yang disebut mikrovili.
Fungsi usus halus pada umumnya adalah mencerna dan mengabsorbsi chime
dari lambung. Zat – zat makanan yang telah halus akan diabsorbsi di dalam usus
8
halus, yaitu pada duodenum, dan disini terjadi absorbsi besi, kalsium dengan
bantuan vitamin D. Vitamin A, D, E, dan K dengan bantuan empedu dan asam
folat. (AAA.Hidayat.2006;53).
2.1.2.1.5 Usus Besar
Usus besar atau juga disebut sebagi kolon merupakan sambungan dari usus
halus yang dimulai dari aktup ileokolik yang merupakan tempat lewatnya
makanan. Usus besar memilki panjang kurang lebih 1,5 meter. Kolon terbagi atas
desenden, sigmoid, dan berakhir di rektum yang panjangnya kira – kira 10 cm dari
usus besar, dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Tempat
kolon asenden membentuk belokan tajam di abdomen atas bagian kanan disebut
fleksura hepatis, sedang tempat kolon transversum membentuk belokan tajam di
abdomen atau bagian kiri disebut fleksura lienalis.
Fungsi utama usus besar adalah mengabsorbsi air (kurang lebih 90%)
elektrolit, vitamin, dan sedikit glukosa. Kapasitas absorbsi air kurang lebih 5000
cc/hari. Flora yang terdapat pada usus besar berfungsi untuk menyintesis vitamin
K dan B serta memungkinkan pembusukan sisa – sisa makanan.
(AAA.Hidayat.2006;54).
2.1.2.1.6 Anus
Anus bertugas mengeluarkan feses yang sebelumnya telah dikumpulkan di
rektum. Proses ini sering disebut proses defikasi. Anus bekerja ditopang oleh otot
polos yang berada di dalam anus dan otot lurik yang terletak di luar anus. Otot
lurik akan terpicu ketika feses menyentuh dinding rektum. Pada kondisi ini otot
polos mengendur hingga feses akan keluar tubuh. (Sarwadi & Erwanto. 2014; 37).
Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia.Jakarta:Dunia Cerdas.
2.1.2.2 Organ Asesoris
2.1.2.2.1 Hati
Hati merupakan kelenjar tersbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
paling atas rongga abdomen, di sebelah kanan di bawah diafragma, dan memiliki
berat kurang lebih 1500 gram (kira – kira 2,5% orang dewasa).
Hati terdiri atas dua lobus, yaitu lobus kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
ligamen falsiformis. Pada lobus kanan bagian belakang kantong empedu terdapat
sel yang bersifat fagositosis terhadap bakteri dan benda asing lain dalam darah.
9
Fungsi hati adalah menghasilkan cairan empedu, fagositosis bakteri, dan benda
asing lainnya, memproduksi sel darah merah dan menyimpan glikogen.
(AAA.Hidayat.2006;56).
2.1.2.2.2 Kantong Empedu
Kantung emepedu merupakan sebuah organ berbentuk seperti kantong yang
terletak di bawah kanan hati atau lekukan permukaan bawah hati sampai pinggiran
depan yang memiliki panjang 8 – 12 cm dan berkapasitas 40 – 60 cm2. Kantong
empedu memilki bagian fundus, leher, dan tiga pembungkus, yaitu sebelah luar
pembungkus peritoneal, sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris, dan sebelah
dalam membran mukosa.
Fungsi kantong empedu adalah tempat menyimpan cairan empedu,
memekatkan cairan empedu yang berfungsi memberi pH sesuai dengan pH
optimum enzim – enzim pada usus halus, mengemulsi garam – garam empedu,
mengemulasi lemak, mengekskresi beberapa zat yang tak digunakan oleh tubuh,
dan memberi warna pada feses, yaitu kuning kehijau – hijauan (dihasilkan oleh
pigmen empedu). Cairan empedu mengandung air, garam, empedu, lemak,
kolesterol, pigmen fosfolipid, dan sedikit protein. (AAA.Hidayat.2006;55).
2.1.2.2.3 Pankreas
Pankreas meupakan kelenjar yang strukturnya sama seperti kelenjar ludah
dan memilki panjang kurang lebih 15 cm. Pankreas terdiri atas tiga bagian, yaitu
bagian kepala pankreas yang paling lebar, badan pankreas yang letaknya di
belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama, serta bagian ekor
pankreas yang merupakan bagian runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa.
Pankreas memilki dua fugsi, yaitu fungsi eksokrin yang dilaksanakan oleh
sel sekretori yang membentuk getah pankreas berisi enzim serta elektrolit dan
fungsi endokrin yang tersebar di antara alveoli pankreas. (AAA.Hidayat.2006;56).
2.1.3 Etiologi
Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara
selresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan sawar mukosa
gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum. (Arif
Mutaqqin,2011)
10
2.1.5 Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin).
Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam
peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa.
2.1.5.1 Peningkatan Konsentrasi atau Sekresi Lambung dan Kerja Asam Peptin
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau
rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan
menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan
makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus
peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring
mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus.
Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong
adalah iritan yang signifikan.
2. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal
menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.
3. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap
menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan
mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus
ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam
hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena
mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung
13
dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila
lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama
dengan pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan
sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan
lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung.
Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang
dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi
pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa,
dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus
peptikum karena satu dari dua factor ini : 1. hipersekresi asam pepsin
2.1.5.2 Kelemahan Barier Mukosa Lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak
mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid
lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.Sindrom Zollinger-
Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat
atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini
diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus
duodenal, dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan
dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua
dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira ⅓ dari gastrinoma
adalah ganas(maligna).
Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui.
Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan
karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama
adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi
mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh
stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan
trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi
fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung,
setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus
meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.
14
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa.
Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah
mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia,
asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus
stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain
dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak.
Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya
lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat
kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.
15
Ulkus Peptikum
terjadinya alkalosis (sindroma alkali-susu). Karena itu obat ini biasanya tidak
digunakan dalam jumlah besar selama lebih dari beberapa hari.
2. Antasid yang tidak dapat diserap.
Obat ini lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit, tidak
menyebabkan alkalosis. Obat ini berikatan dengan asam lambung membentuk
bahan yang bertahan di dalam lambung, mengurangi aktivitas cairan-cairan
pencernaan dan mengurangi gejala ulkus tanpa menyebabkan alkalosis. Tetapi
antasid ini mempengaruhi penyerapan obat lainnya (misalnya tetracycllin, digoxin
dan zat besi) ke dalam darah.
3. Alumunium Hdroksida
Merupakan antasid yang relatif aman dan banyak digunakan. Tetapi
alumunium dapat berikatan dengan fosfat di dalam saluran pencernaan, sehingga
mengurangi kadar fosfat darah dan mengakibatkan hilangnya nafsu makan dan
lemas. Resiko timbulnya efek samping ini lebih besar pada penderita yang juga
alkoholik dan penderita penyakit ginjal (termasuk yang menjalani hemodialisa).
Obat ini juga bisa menyebabkan sembelit.
4. Magnesium Hidroksida
Merupakan antasid yang lebih efektif daripada alumunium hidroksida.
Dosis 4 kali 1-2 sendok makan/hari biasanya tidak akan mempengaruhi kebiasaan
buang air besar; tetapi bila lebih dari 4 kali bisa menyebabkan diare.
Sejumla kecil magnesium diserap ke dalam darah, sehingga obat ini harus
diberikan dalam dosis kecil kepada penderita yang mengalami kerusakan ginjal.
Banyak antasid yang mengandung magnesium dan alumunium hidroksida.
2.1.9.2 Obat-Obat Ulkus
Ulkus biasanya diobati minimal selama 6 minggu dengan obat-obatan
yang mengurangi jumlah asam di dalam lambung dan duodenum. Obat ulkus bisa
menetralkan atau mengurangi asam lambung dan meringankan gejala, biasanya
dalam beberapa hari.
1. Sucralfate.
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus
untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus
peptikum dan merupakan pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4
17
kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah, sehingga efek sampingnya sedikit,
tetapi bisa menyebabkan sembelit.
2. Antagonis H2
Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine. Obat ini
mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim
pencernaan di dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa
diantaranya bisa diperoleh tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa
menyebabkan pembesaran payudara yang bersifat sementara dan jika diminum
dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi bisa menyebabkan impotensi.
Perubahan mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam, demam dan
nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi
cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping tersebut diatas,
maka sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa
mempengaruhi pembuangan obat tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk
asma, warfarin untuk pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).
3. Penghambat pompa proton
Omeprazole, Lansoprazole, Rabeprazole, Esomeprazole,
Pantoprazole merupakan obat yang sangat kuat menghambat pembentukan enzim
yang diperlukan lambung untuk membuat asam. Obat ini dapat secara total
menghambat pelepasan asam dan efeknya.berlangsung.lama.
Terutama efektif diberikan kepada penderita esofagitis dengan atau tanpa
ulkus esofageal dan penderita penyakit lainnya yang mempengaruhi pembentukan
asam lambung (misalnya sindroma Zollinger-Ellison).
4. Antibiotik.
Bila penyebab utama terjadinya ulkus adalah Helicobacter pylori.
Pengobatan terdiri dari satu macam atau lebih antibiotik dan obat untuk
mengurangi atau menetralilsir asam lambung. Yang paling banyak digunakan
adalah kombinasi bismut subsalisilat (sejenis sucralfate) dengan tetracyclin dan
metronidazole atau amoxycillin, Clarithromycin. Kombinasi efektif lainnya adalah
omeprazole dan antibiotik. Pengobatan ini bisa mengurangi gejala ulkus, bahkan
jika ulkus tidak memberikan respon terhadap pengobatan sebelumnya atau jika
ulkus sering mengalami kekambuhan.
18
5. Misoprostol.
Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan oleh obat-
obat anti peradangan non-steroid. Obat ini diberikan kepada penderita artritis
yang mengkonsumsi obat anti peradangan non-steroid dosis tinggi. Tetapi obat ini
tidak digunakan pada semua penderita artritis tersebut karena menyebabkan diare
(pada 30% penderita).
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengumpulan Data, Meliputi
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan/gejala yang sangat di rasakan oleh klien,
biasanya klien dengan Ulkus Peptikum akan mengalami nyeri pada
abdomennya biasanya terus menerus, nyeri tekan dan mual, muntah,
abdomen tegang dan kaku.
3) Riwayat Penyakit
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien Ulkus Peptikum didapatkan adanya keluhan utama nyeri,
penurunan berat badan, penurunan intake cairan, gatal – gatal, edema
atau asites.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada klien Ulkus Peptikum pernah mengalami kejadian ini atau tidak
sebelumnya.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak anggota keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan klien.
2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik B1-B6
1) B1 (Breathing)
19
L.03018 Hal 17
Intervensi Rasional
1. Identifikasi status gizi 1. Mengetahui status nutrisi klien
2. Identifikasi makanan yang disukai 2. Untuk mengetahui makanan yang
3. Identifikasi kebutuhan kalori dan disukai
jenis nutrien 3. Meningkatkan berat badan klien
4. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai 4. Untuk menambah daya nafsu klien
5. Anjurkan posisi duduk pada saat
makan, jika mampu 5. Untuk mencerna makanan dengan
6. Kolabrasi dengan ahli gizi untuk baik
menentukan jumlah kalori dan 6. Bekerja sama dalam pemberian
jenis nutrien yang dibutuhkan jika makanan sesuai dengan
perlu kebutuhan klien untuk
I.03119 Hal 200 mendapatkan hasil yang maksimal
Intervensi Rasional
1. Monitor kelelahan fisik 1. Mengetahui status tingkat
2. Monitor lokasi dan kelelahan
ketidaknyamanan selama 2. Untuk mengetahui lokasi yang
melakukan aktivitas membuat pasien tidak nyaman
3. Lakukan latihan rentang gerak 3. Meningkatkan kinerja otot
pasif dan aktif 4. Lingkungan yang nyaman dapat
4. Sediakan lingkungan yang membuat pasien rileks sehingga
22
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
23
Genogram :
Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
Hubungan keluarga
= Menikah
= Pasien
di rumah sakit serta dapat membedakan antara keluarga dan perawat, pasien tidak
menggunakan kaca mata, insight baik, mekanisme pertahanan diri adaptif.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada Keluhan
3.1.4 Tanda-tanda Vital
Suhu klien 36,8 oC Axilla, nadi 80x/menit, pernapasan 22x/menit, tekanan
darah 110/80 mmHg.
3.1.5 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada pasien simetris, Pasien merokok 5-6 batang/hari, pasien tidak
batuk, tidak ditemukan sputum, Tidak sianosis, tidak terdapat nyeri dada, tidak
ada dyspnea, tidak mengalami sesak napas saat inspirasi dan beraktivitas, type
pernapasan dada, irama pernapasan tidak teratur, tidak ada suara napas tambahan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.6 Cardiovasculer (Bleeding)
Klien tampak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing
finger, tidak terlihat sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak terdapat
palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill klien > 2 detik, tidak terdapat oedema,
ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami peningkatan,
suara jantung klien “Lupp Dubb”.
Keluhan Lainnya: Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.7 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien
tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, tidak
vertigo, tampak gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak
bingung, tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
1.1.3.7.1 Nervus Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih atau alcohol.
1.1.3.7.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
26
1.1.3.7.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
1.1.3.7.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
1.1.3.7.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
1.1.3.7.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
1.1.3.7.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
1.1.3.7.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat merespon perkataaan
dokter, perawat dan keluarganya.
1.1.3.7.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien kesulitan dapat
membedakan rasa pahit dan manis.
1.1.3.7.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
1.1.3.7.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : Klien dapat mengangkat bahunya.
1.1.3.7.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Keluhan Lainya : Klien mengatakan merasakan nyeri pada bagian
perutnya.
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut.
3.1.8 Eliminasi Uri (Bladder)
Klien memproduksi urin 400 ml 2-4 x 24 jam, dengan warna kuning pekat,
aroma khas aroma ammoniak, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak oliguria, tidak
nyeri, retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak hematuria, tidak
terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada Keluhan
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
3.1.9 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir pasien nampak pucat, gigi pasien komplit, gusi pasien nampak pucat,
lidah pasien Nampak pucat, membran lidah tidak terdapat pembengkakan, tonsil
pasien normal dan tidak terdapat peradangan, tidak terdapat peradangan di
hemoroid, muntah 2-3 x/hari.
27
Ruly Ramadana
32
Anoreksia, mual/muntah
DO :
1. Klien nampak letih dan
lesu
2. Nampak aktivitas masih di Hipoksia jaringan dan sel
bantu oleh keluarga dan
perawat
3. Skala aktivitas 3
Penurunan pembentukan
ATP dan penumpukan asam
laktat
Keletihan
Intoleransi Aktivitas
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot
sekunder yang ditandai dengan Tn. B merasa nyeri, muncul saat gerakan,
35
terpasang infus RL 20
tetes/menit, dan hasil
pemeriksaan TTV :
TD : 110/80 mmHg, N :
80 x/menit, S : 36,8 0C,
RR : 22 x/menit.
1.
Defisit nutrisi Dalam waktu 3 x 24 jam 1. Identifikasi status gizi 1. Mengetahui status nutrisi klien
setelah diberikan intervensi 2. Identifikasi makanan yang
berhubungan dengan Defisit nutrisi dengan kreteria
2. Untuk mengetahui makanan yang disukai
disukai
distensi lambung yang evaluasi: 3. Meningkatkan berat badan klien
3. Identifikasi kebutuhan kalori
ditandai dengan Pasien 1. Nafsu makan klien dan jenis nutrien 4. Untuk menambah daya nafsu klien
mengatakan tidak napsu meningkat 4. Sajikan makanan secara 5. Untuk mencerna makanan dengan baik
menarik dan suhu yang
makan, muntah 2-3 2. Berat badan kembali 6. Bekerja sama dalam pemberian makanan
sesuai
normal sesuai dengan kebutuhan klien untuk
x/hari, klien nampak 5. Anjurkan posisi duduk pada mendapatkan hasil yang maksimal
lesu dan lemah, badan 3. Porsi makan klien saat makan, jika mampu
6. Kolabrasi dengan ahli gizi
klien nampak kurus, habis
untuk menentukan jumlah
berat badan menurun kalori dan jenis nutrien yang
sebesar 10%. dibutuhkan jika perlu
38
P: Lanjutkan intervensi
Memberikan asupan makanan yang bergizi
Memberikan lingkungan yang nyaman
44
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pada pengkajian klien dengan rasa nyeri Ulkus Peptikum, kita harus
cermat dalam pengumpulan data yaitu dengan mengetahui keluhan utama
yang normal, riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang, pemeriksaan fisik
dan pola kehidupan sehari-hari klien.
2. Diagnosa yang muncul ditentukan dari kondisi klien dan patofisiologi
penyakit klien.
3. Untuk menentukan prioritas diperlukan pengetahuan perawat mengenai
kondisi klien yang ada di lapangan, dengan mendahulukan kebutuhan/
keadaan yang mendesak untuk diselesaikan/diatasi yang mungkin dapat
membahayakan klien.
4. Pada rencana tindakan tidak semua diterpkan dalam implemntasi secara
ideal, tetapi dissuaikan dengan situasi kondisi dan fasilitas ruangan.
5. Evaluasi secara umum terhadap klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian. Hal ini terjadi
karena keterbatasan dalam waktu.
6. Keberhasilan tujuan dapat dicapai dalam asuhan keperawatan yang
diberikan pada Tn. B jika melibatkan peran klien, keluarga dan tim
kesehatan lain.
4.2 Saran
45
45
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.
Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta,
EGC.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC; 2001.
47