Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. P DENGAN DIAGNOSA MEDIS KANKER PARU


DENGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA TENTANG
OKSIGENASI DI RUANG GARDENIA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Di Susun Oleh:
Mahasiswa Kelompok 4
Tingkat II B/Semester IV

1. Dhea Permatasari Iskandar 2018.C.10a.0964


2. Dony Sentory 2018.C.10a.0965
3. Fachrianto 2017.C.09a.0838
4. Rama 2018.C.10a.0981
5. Rivaldo Setyo Prakoso 2018.C.10a.0983

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Kelompok : IV (Empat)
Anggota Kelompok : 1. Dhea Permatasari Iskandar
2. Dony Sentory
3. Fachrianto
4. Rama
5. Rivaldo Setyo Prakoso
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada
Tn.P dengan diagnosa medis Kanker Paru-Paru dengan
Kebutuhan Dasar Manusia tentang Oksigenasi di Ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Nia Pristina., S. Kep., Ners Erika Sihombing, S.Kep., Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn.P dengan diagnosa
medis Kanker Paru-Paru dan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Oksigenasi di
Ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan
ini disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina., S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku Kepala Ruang Gardenia RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dan Pembimbing Klinik yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik
manajemen keperawatan di ruang Gardenia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 21 Juli 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit Kanker Paru...................................................................5
2.1.1 Definisi Kanker Paru......................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi..........................................................................5
2.1.3 Etiologi.........................................................................................13
2.1.4 Klasifikasi....................................................................................15
2.1.5 Patofisiologi (Pathways)..............................................................19
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)........................................21
2.1.7 Komplikasi...................................................................................22
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................24
2.1.9 Penatalaksanaan Medis................................................................26
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi).....................................27
2.2.1 Konsep Oksigenasi.......................................................................27
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................33
2.3.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................33
2.3.2 Diagnosa Keperawatan................................................................37
2.3.3 Intervensi Keperawatan................................................................37
2.3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................44
2.3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................45
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................46
3.1 Pengkajian................................................................................................46
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................62
3.3 Intervensi..................................................................................................63
3.4 Implementasi............................................................................................67
3.5 Evaluasi....................................................................................................67
BAB 4 PEMBAHASAN.......................................................................................74
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................81
5.1 Kesimpulan..............................................................................................81
5.2 Saran........................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................83
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia yang di gunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai berbagai organ atau sel. Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan
sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0.5 cc tiap menit. Respirasi
berperan dalam mempertahankan kelangsungan metabolisme sel. Fenomena
penyakit Kanker paru memang sudah menjadi ancaman yang mematikan bagi
masyarakat di seluruh dunia terutama laki-laki. Kanker paru menjadi penyebab
utama keganasan di dunia dan mencapai hingga 13% dari semua diagnosis kanker.
Kanker paru adalah tumor ganas paru yang berasal dari saluran napas atau epitel
bronkus yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas,
dan merusak sel-sel jaringan normal. Selain itu, kanker paru juga menyebabkan
1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki (Kemenkes RI, 2016:1).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2018 menyebutkan
bahwa kasus baru kanker diperkirakan telah meningkat menjadi 18,1 juta kasus
dan sebesar 9,6 juta kematian disebabkan oleh kanker. Dari jumlah tersebut,
kanker paru tergolong menduduki peringkat tertinggi yaitu sebesar 1,8 juta
kematian, kanker kolorektal sebesar 881.000 kematian, kanker lambung sebesar
783.000 kematian, kanker hati 782.000 kematian, kanker perut 754.000 kematian
dan kanker payudara sebesar 627.000 kematian. International Agency for
Research on Cancer (IARC) memperoleh data setidaknya 1,8 juta (12,9%) kasus
kanker paru ditemukan di tahun 2018, sehingga menjadi kasus kanker paling
umum di dunia. Faktanya, sebagian besar kasus kanker paru (58%) ditemukan di
negara-negara berkembang.
Prevalensi Kanker paru di Indonesia menurut Riskesdas 2018 menyajikan
1,79 per 1000 penduduk. Sedangkan menurut Globocan 2018 sekitar 26.069 orang
meninggal karena kanker paru yang terdapat 136,2 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan data Profil Mortalitas Kanker (Cancer Mortality Profile) yang dirilis
oleh WHO menyebutkan, angka kematian yang disebabkan oleh kanker di

1
2

Indonesia mencapai 195.300 orang, dengan kontribusi kanker paru sebesar 21,8%
dari jumlah kematian. Di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, pada tahun 2019
pasien dengan kunjungan ke poliklinis paru antara 20-30 orang perhari. Jumlah rata-rata
pasien baru sekitar 75-100 orang pertahun dari seluruh Kalteng. Selama satu minggu
kemoterapi pasien kanker berkisar 15-20 orang.
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang
dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang. Penyakit kanker
paru-paru lebih banyak disebabkan oleh merokok (87%), sedangkan sisanya
disebabkan oleh zat asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas
mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun
biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok. Selain itu, ada pula
penderita kanker paru-paru yang sebelumnya menderita penyakit paru-paru
lainnya, seperti tuberkulosis dan fibrosis. Penyebab kematian penderita kanker
paru-paru biasanya bukan kesulitan bernafas, tetapi karena posisi paru-paru dalam
sistem peredaran darah menyebabkan kanker mudah menyebar ke organ vital
lainnya. Penyebaran ini akan menyebabkan terganggunya fungsi organ vital
tersebut dan menyebabkan kematian. Hampir 90% kanker paru-paru
mengakibatkan kematian dan 30% orang yang meninggal akibat kanker adalah
penderita kanker paru-paru.
Dari besarnya insiden kanker paru di negara–negara berkembang seperti di
Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik kanker paru dalam upaya
perawatan kuratif, paliatif, dan suportif yang bersifat menyembuhkan,
memperlambat perkembangan tumor dan terapi lain yang sifatnya sebagai
pendukung. Upaya preventif yang dapat dilakukan diantaranya dengan menjauhi
asap rokok, baik perokok aktif atau perokok pasif, karena asap rokok mengandung
karsinoma yang paling aktif, hidup di lingkungan yang sehat dan terbebas dari
polusi udara, dan membiasakan diri mengkonsumsi makanan bergizi serta
berserat, sehingga ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang
adekuat.
3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu : Bagaimana pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif
dengan diagnosa medis Kanker Paru dan kebutuhan dasar manusia tentang
Oksigenasi pada Tn.P di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus palangka
Raya?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien Tn.P
dengan diagnosa medis Kanker Paru dengan KDM Oksigenasi di ruang Gardenia
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan pada Tn.P dengan diagnosa medis Kanker Paru dan
kebutuhan dasar manusia tentang Oksigenasi.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan
diagnosa keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu
melakukan perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Kanker Paru dan KDM Oksigenasi.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan diagnosa
medis Kanker Paru dan KDM Oksigenasi.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
4

1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga


Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit Kanker Paru
secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan dan referensi tentang Kanker Paru dan Asuhan
Keperawatannya.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
Kanker Paru melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Kanker Paru


2.1.1 Definisi Kanker Paru

Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis


atau lesi primer. Kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernapasan
bawah bersifat epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkhus
(Muttaqin, 2008).
 Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami
proliferasidalam paru. Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker
yang tidak terkendali dalam jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh
sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru-paru
merupakan penyebab kematian utama dalam kelompok kanker baik pada
pria maupun wanita. Sebagaian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel
di dalam paru-paru, tetapi bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh
lain yang menyebar ke paru-paru.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kanker paru
adalah tumor ganas paru yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus yang
ditandai dengan pertumbuhan sel yang abnormal sehingga merusak sel-sel
jaringan yang normal dan akhirnya mempengaruhi sistem pernapasan.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


2.1.2.1 Anatomi
1) Saluran Nafas Bagian Atas
1. Hidung
6

Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika


proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga
hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi),
penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian
sebagai berikut: 5

a) Bagian luar dinding terdiri dari kulit.


b) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan
karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis
inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.
a. Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus
superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang
dilewati oleh udara pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang
berhubungan dengan tekak yang disebut koana.
b. Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung
berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis yaitu
sinus maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi,
sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada
rongga tulang tapis.
c. Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang
menuju ke konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel
penciuman , sel tersebut terutama terdapat pada di bagian atas. Pada
hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf
penciuman ( nervus olfaktorius ).
d. Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit
terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak
dengan rongga pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva
7

eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan


laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba
lakrimalis.
e. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi
secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan
mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan
silia.

2. Faring

Faring merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak


sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).
a) Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan
di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke
dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius
membuka ke dalam didnding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil
(tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding
posteriosuperior nasofaring.
b) Orofaring
Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah).
Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan , makanan
masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru.
c) Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang
laring, dan dengan ujung atas esofagus.
8

3. Laring (tenggorok)
a) Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal
ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri
dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan
menutup laring.
b) Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian
atas esopagus.
c) Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut:
a. Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun ( Adam’s apple) dan sangat
jelas terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan
leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu
superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan
dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan
bagian luar cartilago cricoidea.
b. Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan
menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada
bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan
kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago
arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
c. Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk
cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah
cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh
membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea
berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana
cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin
trachea I.
d. Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago
kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea.
9

Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid
yang menonjol kedepan.
d) Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian epiglottis
yang dilapisi olehsel epithelium berlapis.

2) Saluran Nafas Bagian Bawah


1. Trachea atau Batang tenggorok
Trakes Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm
dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah
pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir
setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau
sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20
lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah
belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

2. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan
ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih
pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai
akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang
10

tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis


memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat
bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-
paru yaitu alveolus.

3. Paru-Paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri


atas gelembung-gelembung kecil (alveoli). Alveolus yaitu tempat
pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.
Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris
terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus
primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
11

a) Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri
dari 3 lobus (lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media,
lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus
(lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior).
b) Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen.
Paru-paru kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior
dan lima lobus inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen, yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan
3 segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan yang bernama lobulus.
c) Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga
dada/ kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru
atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
d) Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura . Pleura dibagi
menjadi dua yaitu pleura visceral ( selaput dada pembungkus) yaitu selaput
paru yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput
yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat
rongga kavum yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum
pleura ini vakum/ hampa udara.
e) Suplai Darah
Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel
kanan jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi cabang-
cabang untuk lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal berakhir
dalam sebuah jaringan kapiler pada permukaan setiap alveolus. Jaringan
kapiler ini mengalir ke dalam vena yang secara progresif makin besar, yang
akhirnya membentuk vena pulmonalis, dua pada setiap sisi, yang dilalui
oleh darah yang teroksigenasi ke dalam atrium kiri jantung. Artheria
bronchiale yang lebih kecil dari aorta menyuplai jaringan paru dengan darah
yang teoksigenasi.
f) Pleura
Paru-paru dibungkus oleh lapisan pleura yang dibagi menjadi 2 jenis yaitu
pleura viseral dan pleura parietal. Pleura viseral adalah pleura yang
12

menempel erat pada dinding paru sedangkan pleura parietal adalah pleura
yang tidak menempel langsung pada paru. Pleura parietal lebih tebal
dibanding pleura viseral. Di antara pleura visceral dan pleura parietal
terdapat rongga yang disebut kavum pleura (Moore, Dalley dan Agur,
2010).

4. Alveolus

Alveolus merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan


bertanggung jawab akan struktur paru-paru yang menyerupai kantong
kecil terbuka pada salah satu sisinya dan tempat pertukaran O2 dan CO2
Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan
seluas 70 m2.

2.1.2.2 Fisiologi Sistem Pernapasan


Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna,
oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen
masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan
erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membran,
yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah.
Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua
bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen 100
mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen. Di
dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,
13

menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan


setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung
dan mulut.
Paru juga memainkan peranan dalam sistem pertahanan tubuh.
Apabila terdapat benda asing yang masuk ke dalam bronki akan terjadi
refleks bronkial konstriksi dan batuk. Di epitelium saluran nafas satu
pertiga dari anterior hidung bronkiolus terdapat silia dan periciliary fluid.
Dibahagian atas silia dan periciliary fluid dapat dijumpai lapisan mukus
yang fungsinya untuk memerangkap dan mengeluarkan benda asing
dengan bantuan silia (Ganong, 2010).
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu
gerak badan, lebih banyak darah datang di paru – paru membawa terlalu
banyak CO2dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan
dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2
dan memungut lebih banyak O2. Pernapasan jaringan atau pernapasan
interna. Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen
(oksihemoglobin) megintari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler,
di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen
dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah
menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon dioksida.

2.1.3 Etiologi
Menurut (Amin,2006) seperti pada umumnya kanker yang lain,
penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau
inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan
tubuh, genetik, dan lain-lain. Berikut beberapa faktor penyebab pasien
dengan kanker paru yaitu :
2.1.3.1 Merokok
14

Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling


penting, yaitu 85% dari seluruh kasus (Wilson, 2005). Rokok mengandung
lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat
menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi
oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari,
lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok.
2.1.3.2 Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam
ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi
mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua
kali (Wilson, 2005).
2.1.3.3 Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian
akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan
bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas
tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka
dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung
hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah
3,4 benzpiren.
2.1.3.4 Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani
asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko
kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat
15

kalau orang tersebut juga merokok.


2.1.3.5 Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker
paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-
gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk
gen rb, p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).
2.1.3.6 Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena
kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).
2.1.3.7 Metastase dari organ lain
Kanker paru yang merupakan metastase dari organ lain adalah kanker paru
sekunder. Paru-paru menjadi tempat berakhirnya sel kanker yang ganas.
Meskipun stadium penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien menderita
penyakit kanker paru stadium akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus
berkembang dan bisa mematikan sel imunologi. Artinya, sel kanker
bersifat imortal dan bisa menghancurkan sel yang sehat supaya tidak
berfungsi. Paru- paru itu adalah end organ bagi sel kanker atau tempat
berakhirnya sel kanker, yang sebelumnya dapat menyebar di aera
payudara, ovarium, usus, dan lain- lain.

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Kanker Paru menurut (Sudoyono,2007) Kanker paru
dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan
kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi
ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan
kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe
sel besar, atau campuran dari ketiganya. Berikut klasifikasi kanker paru :
16

2.1.4.1 SCLC (small ceel lung cancer)


Karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar
percabangan utama bronki.Karsinoma sel kecil memiliki waktu
pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan
dengan semua karsinoma bronkogenik.Sekitar 70% dari semua pasien
memiliki bukti-bukti yang ekstensif (metastasis ke distal) pada saat
diagnosis, dan angka kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%.
Gambaran histologi karsinoma sel kecil yang khas adalah nominasi sel-sel
kecil hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin dan
sedikit sekali/tanpa nukleoli. Bentuk sel bervariasi dan fusiform,
poligonal, dan bentuk seperti limfosit.

2.1.4.2 NSCLC (non small cell lung cancer)


1) Karsinoma Epidermoid/ Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma epidermoid merupakan tipe histologik kanker paru yang
paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel
bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat
merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor.
Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan
menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke
kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan
mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan (Wilson, 2005).
2) Adenokarsinoma
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian
perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan
jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi
sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan
17

sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-


gejala.
3) Karsinoma bronkoalveolus
Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi
terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas
yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang
besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul
pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif
dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
4) Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di
sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas
sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan
kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya
ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan
sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan
biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas
pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak
sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar,
2007).
5) Karsinoma sel besar
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan
berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran
inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke
tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005). Bentuk lain dari kanker paru
primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma bronkus.
Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai
karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.

Tabel 1.1 TNM Klasifikasi Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil
18

Tumor Primer (T)


TX Tumor primer tidak dapat dinilai, atau tumor dibuktikan dengan
adanya sel-sel ganas dalam sputum atau bronkial tetapi tidak
divisualisasikan dengan bronkoskopi
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor ≤ 3cm , di kelilingi oleh paru-paru atau pleura visceral,
tidak ada bukti bronkoskopi invasi lebih proksimal dari bronkus
lobus (tidak dibronkus utama), penyebaran tumor dangkal di
saluran udara yang utama (terbatas pada dinding bronkus)
T1a Tumor ≤ 2cm dalam dimensi terbesar
T1b Tumor > 2cm tetapi ≤ 3cm dalam dimensi terbesar
T2 Tumor > 3cm tetapi ≤ 7cm atau tumor dengan salah satu dari
berikut: Menyerang pleura visceral, Terutama melibatkan
bronkus ≥ 2cm distal karina, Terkait dengan
atelektasis/pneumonitis obstruktif memperluas ke daerah hilus
tetapi tidak melibatkan seluruh paru- paru
T2a Tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm dalam dimensi terbesar
T2b Tumor > 5cm tetapi ≤ 7cm dalam dimensi terbesar
T3 Tumor > 7cm atau yang langsung menyerang salah satu dari
berikut :
a) Dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma,
saraf phrenikus, pleura mediastinal, atau parietal perikardium
atau tumor di bronkus utama < 2cm distal karina tetapi tanpa
keterlibatan karina.
b) Atelektasis terkait/pneumonitis obstruktif seluruh paru-paru
atau nodul
T4 Tumor terpisah di lobus yang sama. Tumor dari berbagai ukuran
yang menyerang salah satu dari berikut: mediastinum, jantung,
pembuluh darah besar, trakea, esofagus, vertebral, atau karina;
tonjolan kecil tumor terpisah dalam lobus ipsilateral yang berbeda.
Kelenjar getah bening (N)
NX Kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 Tidak ada metastasis
N1 Metastasis di peribronkial ipsilateral dan/atau kelenjar getah
bening hilus ipsilateral dan nodul intrapulmo, termasuk
keterlibatan secara langsung
N2 Metastasis di mediastinum dan/atau subkranial kelenjar getah
bening Ipsilateral
N3 Metastasis di mediastinum kontralateral, hilus kontralateral,
ipsilateral atau kontralateral sisi tidak sama panjang, atau kelenjar
getah bening supraklavikula.
Metastase (M)
M0 Tidak diketahui adanya metastasis jauh
M1 Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
Sumber: Purba & Wibisono, 2015
19

Tabel 1.2 Stadium Kanker Paru berdasarkan TNM Klasifikasi


Stadium TNM
Stadium 0 TX N0 M0
Stadium IA Tis N0 M0
Stadium IB T1 N0 M0
Stadium IIA T2 N0 M0
Stadium IIB T1 N1 M0
Stadium IIIA T2 N1 M0
Stadium IIIB T3 N0 M0 atau T3 N1 M0
Stadium 4 T berapapun N3 M0 atau T4 N berapapun M0
Sumber: Purba & Wibisono, 2015

2.1.5 Patofisiologi (Pathways)


Dari etiologi yang menyebabkan Ca paru ada 2 jenis yaitu primer
dan sekunder. Primer yaitu berasal dari merokok, asap pabrik, zat
karsinogen, dll dan sekunder berasal dari metastase organ lain, Etiologi
primer menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia
hilang. Fungsi dari cilia ini adalah menggerakkan lendir yang akan
menangkap kotoran kecil agar keluar dari paru-paru. Jika silia hilang maka
akan terjadi deskuamasi sehingga timbul pengendapan karsinogen maka akan
menimbulkan ulserasi bronkus dan menyebabkan metaplasia. Perluasan dari
lesi primer paru adalah carcinoma bronchogenic, tumor pada epithelium
jalan nafas. Tumor-tumor ini dibedakan berdasarkan tipe selnya, yaitu :
small cell, atau oat cell, carcinoma, dan non-small-cell carcinoma. Small
cell carcinoma kira-kira 25% dari kanker paru, tumbuh dengan cepat dan
menyebar secara dini. Tumor-tumor ini memiliki unsur- unsur
paraneoplastik, ini berarti tumor ini menghasilkan lokasi metastasis yang
dipengaruhi oleh tumor secara tidak langsung.
Small cell carcinoma bisa mensintesis bahan bioaktif dan hormon
yang berperan sebagai adrenocorticotropin (ACTH), hormon antidiuretik
20

(ADH), dan sebuah parathormon seperti hormon dan gastrin releasing


peptide. Angka Non small-cell carcinoma mencapai 75% dari angka
kanker paru. Tiap tipe sel berbeda dari segi insiden, penampakan dan cara
penyebaran. Tumor dimulai sebagai lesi mukosa yang tumbuh menjadi
bentuk massa yang melewati bronki atau menyerang jaringan sekitar paru.
Semua tipe sering menyebar melalui sistem kelenjar getah bening yang
membengkak dan organ lain. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke,
2000).
Sedangkan pada Ca paru sekunder, paru-paru menjadi tempat
berakhirnya sel kanker yang ganas. Meskipun stadium penyakitnya masih
awal, seolah-olah pasien menderita penyakit kanker paru stadium akhir. Di
bagian organ paru, sel kanker terus berkembang dan bisa mematikan sel
imunologi. Artinya, sel kanker bersifat imortal dan bisa menghancurkan
sel yang sehat supaya tidak berfungsi. Paru-paru itu adalah end organ bagi
sel kanker atau tempat berakhirnya sel kanker, yang sebelumnya dapat
menyebar di aera payudara, ovarium, usus, dan lain-lain (Stopler, 2010).
21

WOC Kanker Paru


Etiologi : Merokok, perokok pasif, menghirup asap rokok, zat karsinogen, polusi udara, penyakit paru seperti PPOK atau
TBC, Genetik, Metastase organ lain

Bronkus mengalami trauma Beta karoten dalam


oleh paparan zat karsinogen tubuh rendah

Perubahan epitel silia dan mukosa Diferensiasi sel abnormal

Deskumasi

Ulserasi bronkus

Lapisan epitel bronkus hiperplasi & metaplasia abnormal

KANKER PARU

B1 (BREATHING) B2 (BLOOD) B3 (BRAIN) B4 (BLADDER) B5 (BOWEL) B6 (BONE)

Massa tumor dalam bronkus Metastase s el kanker ke Metastase s el Iritasi massa Oksigen dlm Invasi sel kanker Persebaran hematogen
jantung kanker ke otak tumor dalam tubuh ↓ ke kerongkongan sel kanker ke tulang
bronkus
v
Hipersekresi Perubahan Bronkospasme
Penumpukan cairan dlm Lesi diotak Penekanan Nyeri pada tulang
kelenjar mukus membrane Anoksi jaringan
alveolous rongga perikard kanker pada
Merangsang kerongkongan
Ekspansi paru ↓ Penurunanan
Peningkatan saraf intra
Pengisian fungsi serebral Penimbunan asam
produksi sputum Dispnea thorax
ventrikel ↓ laktat Mati rasa
Peningkatan Gangguan
kebutuhan O2 Disorientasi Hipotalamus menelan
Obstruksi MK:
jalan nafas Tidak dapat Kelemahan
Gangguan CO2 ↓
Takipnea Kesadaran dikeluarkan oleh ginjal
Pertukaran Penekanan
menurun pada syaraf Nafsu makan
gas Ketidakcukupan MK : Intoleransi
Sesak nyeri MK : Gangguaan menurun
Sesak nafas pengisian sistem arteri Aktivitas
Hemiplegia Keseimbangan
MK : Bersihan Perasaan asam basa BB menurun
Aliran darah sistemik ↓
Jalan Nafas tidak MK: Pola nafas tidak nyaman
efektif tidak efektif MK :
MK : Gangguan Perfusi Defisit MK :
MK : Nyeri Defisit Nutrisi
Serebral tidak efektif Pemenuhan ADL
22

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Menurut (Sudoyo,2007) manifestasi klinis pada klien dengan kanker paru
pada fase awal kebanyakan tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat
bersifat :
2.1.6.1 Lokal (tumor tumbuh setempat) :
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
b. Hemoptisis
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis
2.1.6.2 Invasi lokal :
a. Nyeri dada
b. Dispnea karena efusi pleura
c. Invasi ke perikardium —> terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis.
2.1.6.3 Gejala Penyakit Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor  yang
mengalami ulserasi.
2.1.6.4 Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala:
a. Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam.
b. Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi, hipertrofi
osteoartropati, Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati
perifer, neuromiopati.
c. Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia).
d. Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh.
e. Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
23

2.1.6.5 Asimtomatik dengan kelainan radiologis


Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara
radiologis, kelainan berupa nodul soliter.
2.1.6.6 Gejala ekstratorasik metastasik
Karsinoma bronkogenik adalah satu-satunya tumor yang mampu berhubungan
langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut dapat menyebar
hampir ke semua organ, terutama otak, hati dan tulang.
2.1.6.7 Gejala ekstrapulmonal non metastasik
a. Manifestasi neuromuskuler
Mempunyai insiden sebesar 4-15%, biasanya berupa “neuropatia
karsinomatosa” terutama didapatkan pada kasus lanjut. Bersifat progresif
serta paling sering ditemukan pada karsinoma sel kecil. Sindroma
neuropatia karsinomatosa terdiri dari miopatia, neuropatia perifer,
degenerasi serebeler subakut, ensefalomiopatia dan mielopati nekrotik.
b. Manifestasi jaringan ikat dan tulang.
Manifestasi yang paling terkenal adalah hypertropic pulmonary
osteoarthropathy, terutama didapatkan pada karsinoma epidermoid, dan
dikatakan belum pernah ditemukan pada karsinoma sel kecil. Kelainan
ini dihubungkan dengan peningkatan kadar human growth hormon yang
imunoreaktif di dalam plasma. Secara radiologik didapatkan
pembentiukan tulang baru sub periosteal, terutama tulang-tulang
ekstremitas bagian distal, yaitu jari tabuh.
c. Manifestasi vaskuler dan hematologic
Tidak begitu sering didapatkan, sering dalam bentuk migratory
trhomboplebitis, purpura dan anemia.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi pasien dengan kanker paru di antaranya:
2.1.7.1 Efusi pleura
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di sekitar paru-paru yang
menyebabkan nyeri dan sesak napas. Komplikasi kanker paru ini terjadi pada
sekitar 30% penderita kanker paru stadium 4. Adanya sel-sel kanker di dalam
cairan pleura sering kali mengarah pada efusi pleura ganas. Akan tetapi, tidak
24

semua kasus efusi pleura terjadi pada penderita kanker paru. Dokter akan
melakukan rontgen dada, CT scan dada, atau MRI untuk memastikan
penyebabnya. Berbagai tanda dan gejala efusi pleura meliputi:
1) Sering batuk
2) Nyeri di bahu, dada, dan punggung
3) Sesak napas
4) Muncul suara nyaring setiap bernapas
5) Bronkitis
6) Pneumonia
7) Batuk berdahak, batuk darah
8) Perubahan suara

2.1.7.2 Neuropati
Neuropati adalah sensasi mati rasa atau kesemutan di tangan dan kaki
akibat kerusakan jaringan saraf. Kondisi ini bisa menjadi salah satu komplikasi
kanker paru yang perlu diwaspadai. Sel kanker yang tumbuh di dekat saraf lengan
atau bahu umumnya membuat penderita merasakan sakit dan kelemahan pada
tangan maupun kaki. Sedangkan bila tumor muncul di dada, tumor tersebut dapat
memengaruhi saraf yang terhubung ke kotak suara dan menyebabkan suara
serak hingga perubahan suara.

2.1.7.3 Komplikasi jantung


Jika sel kanker tumbuh di dekat jantung atau pembuluh darah besar, maka
sel-sel kanker tersebut akan menekan atau menyumbat pembuluh darah besar di
sekitar jantung. Kondisi ini dapat menyebabkan bagian atas tubuh membengkak,
mulai dari bagian dada, leher, hingga wajah. Sejumlah perawatan kanker paru
seperti radiasi atau kemoterapi juga dapat memicu gangguan pada jantung.
Melansir dari Very Well Health, obat kemoterapi dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, hingga gagal jantung.

2.1.7.4 Kompresi sumsum tulang belakang


Kompresi sumsum tulang belakang terjadi ketika sel kanker paru mulai
menyebar ke tulang. Kondisi ini umumnya ditandai dengan melemahnya struktur
25

tulang hingga kerusakan tulang belakang. Gejala kompresi sumsum tulang


belakang biasanya diawali dengan rasa sakit di leher atau punggung bagian
bawah. Lama-kelamaan, komplikasi kanker paru ini akan terasa semakin nyeri
hingga menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah ekstremitas (lengan dan
kaki). Jika sumsum tulang belakang yang rusak di bagian tulang belakang bawah,
artinya penderita mengalami cauda equina syndrome. Penyakit cauda equina
syndrome dapat menurunkan fungsi kandung kemih dan saluran pencernaan
disertai rasa sakit yang parah.

2.1.7.5 Penyebaran sel kanker ke organ lain


Komplikasi kanker paru paling serius adalah menyebarnya sel kanker dari
paru-paru ke bagian tubuh lainnya. Beberapa sel kanker dapat 'berjalan'
melalui sistem limfatik atau melalui aliran darah hingga mencapai organ tubuh
lainnya. Menurut Cancer Reasearch UK, sel kanker paru kemungkinan besar
menyebar ke:
1) Kelenjar getah bening, yaitu di dada, perut, leher, atau ketiak
2) Hati
3) Tulang
4) Otak
5) Kelenjar adrenal

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


2.1.8.1 Radiologi
a. Foto thorax posterior-anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Foto thorax merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, efusi pleura, atelektasis erosi tulang
rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi. Bronkhografi untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2.1.8.2 Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
26

Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan


ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker
paru).

2.1.8.3 Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam-macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

2.1.8.4 Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI

CA PARU/ KANKER PARU


27

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti
terapi). Kenyataannya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan
pada jenis histologi, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-
medis seperti fasilitas rumah sakit dan ekonomi penderita juga merupakan faktor
yang amat menentukan.
2.1.9.1 Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara
total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada
kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2
N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLS. Luas reseksi atau pembedahan
tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan paliatif
mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian
kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik. Prinsip
pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan
KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumoktomi. Segmentektomi
atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi.
Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas
sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi
sistematis, serta diperiksa secara patologis anatonis (PDPI, 2003).

2.1.9.2 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil
(KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk
kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian
kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang
diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai
penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK sebagai
upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal maupun bersama
modiliti lain, yaitu radioterapi dan atau pembedahan.
28

Indikasi pemberian kemoterapai pada kanker paru ialah:


a. Penderita kanker paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau
dengan gejala.
b. Penderita kanker jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB dan IV), jika memenuhi syarat dikombinasi
dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating
kemoradioterapi.
c. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil stage I, II, dan III yang telah dibedah.
d. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA
dan beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan.
Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.
2.1.9.3 Radioterapi
Menurut PDPI (2003) Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan
pada kanker paru dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi
dapat dilakukan pada NCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak
dapaat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama
sehingga teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum paien tidak
mendukung untuk dilakukan pembedahan.
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel
kanker. Pada beberapa kasus, radiasi diberiakn dari luar tubuh (eksternal). Tetapi
ada juga radiasi yang diberikan secara internal dengan cara meletakkan senyawa
radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter dimasukkan ke dalam
atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai kombinasi
dengan pembedahan atau kemoterapi.

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi)


2.2.1 Konsep Oksigenasi
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali
bernapas. (Wartonah Tarwanto, 2006).
29

Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia


atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah
karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktifitas sel. (Wahit Iqbal Mubarak, 2007).
Oksigenisasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O 2). Kebutuhan
fisiologis oksigenisasi merupakan kebutuha dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupny, dan untuk
aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. (Brunner & Suddarth 2014).
Jadi, kesimpulannya Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia
yang di gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan
hidup dan aktivitas berbagai berbagai orgn atau sel. Dalam keadaan biasa manusia
membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0.5 cc tiap
menit. Respirasi berperan dalam mempertahankan kelangsungan metabolisme sel.
Sehingga diperlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti
gabungan aktivitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh
tubuh dan pembuangan CO2 (hasil pembakaran sel). Terapi oksigen merupakan
salah satu terapi pernapasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari
terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat ke dalam
darah sambil menurunkan upaya bernapas dan mengurangi stress pada
miokardium.

2.2.2 Anatomi Fisiologi


2.2.2.1 Sistem pernafasan atas
Sistem pernafasan atas terdiri atas mulut, hidung, faring, dan laring.
1) hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan, himudifikasi
dan pengahangantan.
2) faring merupsksn seluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan.
3) faring terdiri atasa nosafaring dan orafaring yang kaya akan jaringan
lifoid yang berfungsi menangkap dan menghancurkan kuman
30

photogen yang masuk bersama udara. Laring merupakan struktur yang


merupai tulang rawan yang bisa disebut jakun.selain berperan sebagai
penghasil suara laring juga berfungsi untuk menjaga kepatenan dan
melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan yang masuk.

2.2.2.2 Sistem pernfasan bawah


Sistem pernfasan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi
dengan bronkus, brenkiolus, alvealus, jaringan kapiler paru dan pleura.
1) Trakea merupakan pipa mambran yang dikosongkan oleh cincinkartilago
yang mehubungkan laring dan bronkus utama kanan kiri
2) Paru-paru ada daua buah terletak disebelah kanan kiri.masing-masing paru
terdiri atas beberapa(paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus)dan dipasok
oleh satu bronkus.jaringan-jaringan paru sendiri terdiri serangakaiam jalam
nafas yang bercabang cabang, yaitu alveoulus, pembuluh darah paru, dan
jaringan ikat elastic. Permukaan luar paru-paru dilapisi oleh dua lapis
pelindung yang disebut pleura. pleura prental membatasi torlak dan
permukaan diagfragm, sedangkan pleura visceral membatasi permukaan luar
paru. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi
sebagai pelumas guna mencegah gerakan friksi selama bernafas.

Berdasarkan tempatnya proses pernafasan dibagi dua yaitu:


1) Pernapasan eksternal
Pernafasan ekternal (pernapasan plumoner) mengacu kepada keseluruhan
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum
peroses ini berlangsung dalam tiga langkah yakni:
a. Ventilasi pulmoner
Saat bernafas,udara bergatian masuk keluar melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas anatar lingkungan ekternal dan
alvelous.proses ventilasi ini dipanaruhi oleh beberapa factor yaitu jalan
nafas yang bersih, system syraf pusat dan system penapasan yang utuh,
rongga torax yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan baik,serta
komplins paru yang adekuat.
31

b. Pertukaran gas alveoral


Setelah oksigen masuk alveoral,proses-proses pernapasan berikutnya adalah
disfungsi oksigen dari alvelous ke pembuluh darah pulmoner.
c. Transfor oksigen dan karbon dioksida
Tahap ketiga proses pernapasan adalah tranfor gas-gas pernapasan. Pada
proses ini oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbon dioksida
diangkutdari jaringan kembali menuju paru.

2) Pernapasan Internal
Pernapasan internal (pernpasan jaringan) mengaju pada proses metabolisme
intara sel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigendan
menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi melekul nutrient. Pada proses
ini darah banyak mengandung oksigen dibawa keseluruh tubuh sehingga
mencapai kapiler sistemetik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara
kapiler sistemetik dan sel jaringan.

2.2.3 Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menbabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi meenurut NANDA (2013), yaitu hiperventelasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri ,cemas, penurunan energy/kelelahan,
kerusakan neurumoscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif/
persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis keselahan otot pernafasan
dan adanya perubahan mambrane kapiler-alveoli.
2.2.3.1 Faktor fisiologi
1. Menurunnya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia
2. Menurunnya kosentrasi O2 yang diispiransi seperti pada obstruksi
saluran pernapasan bagian atas.
3. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan
terganggunya oksigen.
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka dan
lain lain.
32

5. Kondisi yang mempengaruhi pegerakan dinding dada seperti pada


kehamilan, obesitas,muskulur sekeletal yang abnorma.
2.2.3.2 Faktor prilaku
1. Nutrisi, misalnya kurang gizi yang buruk menjadi anemia sehinnga
daya ikat oksigen berkurang.
2. Execise, akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3. Merokok ,menyebabkan vesokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner
4. Alkohol dan obat obatan akan menyebabkan intake nutrisi/Fe
mengakibatkan penurunan hemaglobin,alkohol dapat menyebabkan
depresi pusat pernapasan
5. Kecemsan dapat mengakibatkan metabolisme meningkat.

2.2.4 Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan,
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
2.2.4.1 Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer
ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer.
2.2.4.2 Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler
dan paru CO2, dikapiler dengan alveoli.
2.2.4.3 Tranportasi Gas
Tranportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O 2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler.

2.2.5 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersulur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan napas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari aveoli ke jaringan) yang ventilasi, difusi, maka
33

kerusakan pada transportasi seperti perubahn volume sekuncup, afterload,


preload, dan kontaktilitis miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas.
(Brunner & Suddarth 2014)

2.2.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala pasien yang membutuhkan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi adalah :
2.2.6.1 Suara nafas tidak normal.
2.2.6.2 Perubahan jumlah pernafasan.
2.2.6.3 Batuk disertai dahak
2.2.6.4 Penggunaan otot tambahan pernafasan.
2.2.6.5 Dipsnea.
2.2.6.6 Penurunan haluran urin.
2.2.6.7 Penurunan ekspansi paru.

2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1 Penurunan kesadaran.
2.2.7.2 Hipoksia.
2.2.7.3 Cemas dan gelisah.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
ganguan oksigenasi yaitu :
2.2.8.1 Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas
secara efisien.
2.2.8.2 Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigen.
2.2.8.3 Oksimetri
Untuk mengatur saturasi oksigen kapiler.
2.2.8.4 Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
34

2.2.8.5 Bronkoskopi.
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel suputum/benda
asing yang menghambat jalan napas.
2.2.8.6 Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
2.2.8.7 Fluoroskopi
Untuk mengetahui metabolisme radiopulmonal, misal : kerja jantung dan
kontraksi paru.
2.2.8.8 CT-Scan
Untuk meninfikasi adanya massa abnormal

2.2.9 Penatalaksanaan Medis


2.2.9.1 Bersihan Jalan Napas Tidk Efektif
1) Pembersihan jalan naapas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
4) Jalan napas buatan
2.2.9.2 Pola Napas Tidak Efektif
1) Atur posisi pasien (semi fowler)
2) Pemberian oksigen
2.2.9.3 Gangguan pertukaran gas
1) Atur posisi pasien (semi fowler)
2) Pemberian oksigen
3) Suctioning

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
2.3.1.1 Pengumpulan Data, meliputi :
1) Identitas Klien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, nomor
registrasi/MRS, dan diagnosa medis.
35

2) Keluhan Utama
Pada keluhan utama biasanya pasien dengan kanker paru (karsinoma
bronkhogenik) biasanya bervariasi seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk
darah, sesak napas, akan merasakan keluhan nyeri dada. Nyeri dapat disebabkan
kerena tekanan tumor paru. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t).
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan kanker paru biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk produktif, dahak bersifat mukoid atau
purulen, batuk berdahak, malaise, demam, anoreksia, berat badan
menurun, suara serak, sesak napas pada penyakit yang lanjut dengan
kerusakan paru yang makin luas, serta mengalami nyeri dada yang
dapat bersifat lokal atau pleuritik.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien kanker paru
biasanya memiliki kebiasaan yang sangat berkaitan denga Ca paru
adalah kebiasaan merokok, menghirup asap rokok, zat karsinogen, dan
polusi udara, industri asbes, uranium, kromat, arsen (insektisida), besi
dan oksida besi, serta mengkonsumsi bahan pengawet. Merokok
merupakan faktor yang berperan paling penting yaitu 85% dari seluruh
kasus. Jika terjadi pada laki-laki maka yang harus dikaji adalah usia
mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya
kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok. Jika terjadi pada
wanita maka yang harus dikaji adalah seberapa sering menghirup asap
rokok atau terpapar zat lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada/tidak gambaran keadaan kesehatan keluarga
dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi :
jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan,
tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan
penyakit turunan.
36

d. Riwayat Psikososial
Perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya. Pada klien dengan kanker paru sering muncul
masalah ansietas yang disebabkan karena proses penyakit. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.

2.3.1.2 Pemeriksaan Fisik (B1-B6)


Menurut (Wijaya, 2013) Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada
pasien dengan Kanker Paru adalah sebagai berikut:
1) Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan mengeluh sesak nafas, lemah
dan disertai nyeri dada.
2) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah biasanya hipotensi dan hipertensi, nadi mengalami
takhikardi, suhu biasanya mengalami hipertermi, pernafasan tidak adekuat
dan takipnea.
3) Pernafasan (B1: Breathing).
1. Inspeksi
Secara umum biasanya klien tampak kurus, terlihat batuk, dengan/tanpa
peningkatan produksi sekret. Pergerakan dada biasanya asimetris
apabila terjadi komplikasi efusi pleura dengan hemoragi. Nyeri dada
dapat timbul dalam berbagai bentuk tapi biasanya sebagai rasa sakit
atau tidak nyaman akibat penyebaran neoplastik ke mediastinum. Selain
itu, dapat pula timbul nyeri pleuritis bila terjadi serangan sekunder pada
pleura akibat penyebaran neoplastik atau pneumonia. Gejala-gejala
umum seperti anoreksia, lelah, dan berkurangnya berat badan
merupakan gejala-gejala lanjutan
2. Palpasi
Pada palpasi, denyutan jantung teraba cepat, ekspansi meningkat dan
taktil fremitus biasanya menurun.
37

3. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor.
4. Auskultasi
Sering didapatkan kemungkinan adanya bunyi wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan
bunyi stidor lokal, wheezing unilateral didapatkan apabila karsinoma
melibatkan penyempitan bronkus yang merupakan tanda khas pada
tumor bronkhus. Penyebaran lokal tumor ke struktur mediastinum dapat
menimbulkan suara serak akibat terangsangnya saraf rekuren, terjadi
disfagia akibat keterlibatan esofagus, dan paralisis hemidiafragma
akibat keterlibatan saraf frenikus. (Alsagaff, 1996 dalam Muttaqin,A,
2008).
4) Kardiovaskuler (B2:Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Frekuensi jantung
takikardi, berkeringat, tekanan darah biasanya meningkat atau menurun. Batas
jantung tidak mengalami pergeseran. bunyi gerakan perikardial (pericardial
effusion).
5) Persyarafan (B3: Brain)
Nyeri ringan sampai dengan berat pada saat mengalami kanker paru
(karsinoma bronkhogenik) dikarenakan respon sensitivitas nyeri mengenai ujung-
ujung saraf dan respon tersebut ditransmisikan ke otak. Manifestasi sistem saraf
pusat dapat terjadi berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian.
6) Perkemihan (B4: Bladder)
Peningkatan frekuensi/jumlah urine menyebabkan ketidakseimbangan
hormonal dan tumor epidermoid. Kanker paru menyebabkan pula oksigen dalam
tubuh menurun sehingga penimbunan asam laktat yang menumpuk didalam tuhuh
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa.
7) Pencernaan (B5: Bowel)
Pasien biasanya mual dan muntah dikarenakan terdapat invasi dan
penekanan sel kanker ke kerongkongan sehingga menyebabkan pasien tidak nafsu
makan, kesulitan menelan, kadang disertai penurunan berat badan.
38

8) Tulang, otot dan integument (B6: Bone)


Pada klien karsinoma bronkhogenik terjadi gangguan massa otot dan
kekuatan otot menurun, persebaran hematogen sel kanker ketulang membuat nyeri
pada tulang, turgor kurang, pucat, dan kulit berkeringat. Penggunaan otot bantu
nafas yang lama pasien terlihat keletihan/kelemahan, sering didapatkan intoleransi
aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Activity Day Living)

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


2.3.2.1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi tumor dan peningkatan
sekresi trakeobronkial. (halaman 18, D.0001).
2.3.2.2 Pola nafas tidak efektif b.d obstruksi bronkus, deformitas dinding dada,
keletihan otot pernapasan. (halaman 26, D.0005).
2.3.2.3 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler
(halaman 22, D.0003).
2.3.2.4 Nyeri kronis b.d cedera (karsinoma), penekanan saraf oleh tumor paru
(halaman 174, D.0078).
2.3.2.5 Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan (halaman 56,
D.0019).
2.3.2.6 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen. (halaman 128,
D.0056).
2.3.2.7 Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi (halaman 246,
D.0111).

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan pada klien dengan vulnus combustio meliputi :
Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi tumor dan
peningkatan sekresi trakeobronkial. (halaman 18, D.0001)
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan pasien dapat menunjukkan perilaku untuk memperbaiki
bersihan jalan napas.
39

2. Kriteria hasil :
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal).
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan.
3. Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Melatih untuk batuk secara
efektif, untuk memberishkan
laring, trakea dan bronkiolus dari
secret atau benda asing di jalan
napas.
2. Monitor adanya retensi sputum 2. Mempertahankan jalan napas agar
mengetahui perkembangan status
kesehatan pasien dan mencegah
komplikasi lanjutan.
3. Atur posisi semi-fowler atau 3. Posisi semi-fowler atau fowler
fowler. dapat mengurangi sesak nafas dan
ekspansi paru.
4. Buang sekret pada tempat sputum 4. mengurangi penumpukan secret
5. Amati adanya dahak untuk jumlah, 5. Indikasi adanya perubahan pola
warna, konsistensi. pernapasan.
6. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk 6. Melatih otot-otot pernafasan agar
efektif. dapat melakukan fungsi dengan
baik.
7. Anjurkan tarik nafas dalam melalui 7. Mengeluarkan semua udara dari
hidung selama 4 detik, ditahan dalam paru-paru dan saluran
selama 2 detik, kemudian nafas, sehingga menurunkan
keluarkan dari mulut dengan bibir frekuensi sesak nafas.
mencucu (dibulatkan) selama 8
detik.
8. Anjurkan batuk dengan kuat 8. Menghemat energi sehingga tidak
langsung setelah tarik nafas dalam mudah lelah saat batuk
yang ke-3. mengeluarkan dahak dan dapat
secara maksimal.
9. Kolaborasi pemberian mukolitik 9. Teknik batuk efektif dapat
atau ekspektoran. mengurangi sesak napas karena di
keluarkannya sputum dari saluran
napas.
40

Diagnosa II : Pola nafas tidak efektif b.d obstruksi bronkus, deformitas


dinding dada, keletihan otot pernapasan. (halaman 26, D.0005)
1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
pasien akan mempertahankan pola nafas efektif, bebas dispneu dan sianosis,
dan kapasitas vital dalam rentang normal.
2) Kriteria Hasil:
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal).
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan).
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Monitor kecepatan, irama, bunyi 1. Mengetahui perkembangan status
nafas, kedalaman dan kesulitan kesehatan pasien.
bernafas.
2. Monitor tanda-tanda vital. 2. Perubahan TTV akan
memberikan dampak pada resiko
asidosis yang bertambah berat
dan berindikasi pada intervensi
untuk secepatnya melakukan
koreksi asidosis.
3. Kaji distensi abdomen. 3. Memudahkan ventilasi dengan
menurunkan tekanan abdomen
terhadap diafragma sehingga
ekspansi maksimal, dengan
mengukur lilitan atau lingkar
abdomen.
4. Catat pergerakan dada, catatan 4. Untuk mengetahui perkembangan
ketidaksimetrisan, penggunaan status kesehatan pasien dan
otot-otot bantu nafas, dan retraksi mencegah komplikasi lanjutan.
pada otot supraclaviculas dan
intercosta.
5. Posisikan semi-fowler atau fowler. 5. Posisi semi-fowler atau fowler
dapat mengurangi sesak nafas dan
ekspansi paru.
6. Auskultasi suara nafas, catat area 6. Untuk mengetahui perkembangan
yang ventilasinya menurun atau status kesehatan pasien dan
tidak adanya suara nafas buatan. mencegah komplikasi lanjutan.
7. Kolaborasi : 7. Kolaborasi
 Pemberian oksigen 4  Bekerja sama dengan dokter
liter/menit dengan metode dalam pemberian terapi
41

kanul atau sungkup non- pemeliharaan untuk


rebreathing. kebutuhan asupan oksigenasi
 Pemberian inhalasi terapi bila dan tindakan dependen
diperlukan. perawat, dimana oksigenasi
berfungsi untuk
meningkatkan kadar oksigen
dalam tubuh terpenuhi
sehingga fungsi organ
berjalan lancar. Untuk
mencegah hipoksia,
memudahkan pernafasan
dengan menurunkan tekanan
pada diafragma.

Diagnosa III : Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-


kapiler (halaman 22, D.0003)
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan pasien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat.
2) Kriteria Hasil :
 GDA dalam rentang normal
 Tidak terdapat sianosis dan dispneaa
 Bebas dari gejala distress pernapasan
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Monitor kecepatan, irama, bunyi 1. Mengetahui perkembangan
nafas, kedalaman dan kesulitan status kesehatan pasien.
bernafas.
2. Monitor GDA. 2. Menurunnya saturasi oksigen
(PaO2) atau meningkatnya
PaCO2 menunjukkan perlunya
penanganan yang lebih. adekuat
atau perubahan terapi.
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas. 3. Obstruksi jalan nafas
mempengaruhi ventilasi dan
mengganggu pertukaran gas.
4. Fasilitasi mengubah posisi 4. Memaksimalkan ekspansi paru
senyaman mungkin. dan drainase secret.
5. Ajarkan melakukan teknik 5. Meningkatkan ventilasi agar
relaksasi nafas dalam. pemenuhan oksigensi maksimal
dan menurunkan/mencegah
atelectasis.
6. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan 6. Mengurangi konsumsi oksigen
42

bantu aktivitas sesuai kebutuhan pada periode respirasi.


7. Berikan oksigenasi sesuai 7. Membantu mengoreksi
kebutuhan (mis. nasal kanul, hipoksemia yang terjadi
masker wajah, masker rebreathing sekunder hipoventilasi dan
atau non-breathing). penurunan permukaan alveolar
paru.

Diagnosa IV : Nyeri kronis b.d cedera (karsinoma), penekanan saraf oleh


tumor paru (halaman 174, D.0078)
1) Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan dan
masalah nyeri klien dapat teratasi.
2) Kriteria Hasil :
 Skala nyeri= 3 (1-10)
 Menyangkal nyeri,
 Melaporkan perasaan nyaman,
 Ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
 Irama pernafasan teratur
 TTV dalam batas normal
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
nyeri.
2. Identifikasi faktor yang 2. Mencari tahu faktor memperberat
memperberat dan memperingan dan memperingan nyeri agar
nyeri. mempercepat proses kesembuhan.
3. Memberikan kondisi lingkungan
3. Kontrol lingkungan yang yang nyaman untuk membantu
memperberat rasa nyeri. meredakan nyeri.
4. Salah satu cara mengurangi nyeri
4. Berikan teknik nonfarmakologis. seperti TENS, hipnosis, terapi
musik, terapi pijat, akupresur,
aromaterapi, imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain.
5. Agar klien atau keluarga dapat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis melakukan secara mandiri ketika
untuk mengurangi rasa nyeri. nyeri kambuh.
6. Bekerja sama dengan dokter
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian dosis obat dan
pemberian analgetik, jika perlu. tindakan dependen perawat,
dimana analgetik berfungsi untuk
43

memblok stimulasi nyeri.

Diagnosa V : Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan


makanan (halaman 56, D.0019)
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan status nutrisi klien terpenuhi dan adekuat.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat
 Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
 Peningkatan berat badan.
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Identifikasi status nutrisi. 1. Mengidentifikasi derajat kurang
nutrisi dan menentukan pilihan
intervensi.
2. Identifikasi makanan yang disukai. 2. Makanan kesukaan biasanya
meningkatkan selera makan.
3. Monitor asupan makanan, 3. Kandungan nutrisi yang tepat
kandungan nutrisi dan kalori berat untuk meningkatkan energi klien
badan, dan frekuensi muntah. beraktivitas.
4. Monitor berat badan. 4. Untuk mengawasi keefektifan
rencana diet.
5. Berikan makanan tinggi kalori dan 5. Makanan tinggi kalori dibutuhkan
tinggi protein. pada kebanyakan pasien yang
pemasukannya dibatasi,
karbohidrat memberikan energi
siap pakai. Protein diperlukan
pada perbaikan kadar protein
serum untuk menurunkan edema
dan untuk meningkatkan
regenerasi sel hati.
6. Berikan makanan/ minuman sedikit 6. Makan sedikit demi sedikit tapi
tapi sering. sering dapat membantu untuk
meminimalkan anoreksia dan
menurunkan rangsangan muntah.
7. Ajarkan diet yang diprogramkan. 7. Dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi individu dengan diet yang
paling tepat dan mendorong
regenerasi jaringan area cedera
permukaan tubuh.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi (jika 8. Berguna dalam memenuhi
perlu) jumlah kalori dan jenis zat kebutuhan nutrisi individu dengan
gizi yang dibutuhkan. diet yang paling tepat.
44

Diagnosa VI : Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.


(halaman 128, D.0056)
1) Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan pasien akan
mempertahankan toleransi aktivitas.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien merasa nyaman saat beraktivitas
 Frekuensi nadi menurun
 Keluhan lelah menurun
 Dispnea saat aktivitas menurun
 Perasaan lemah menurun
 Aritmia saat aktivitas menurun
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh 1. Mengetahui perkembangan status
yang mengakibatkan kelelahan. kesehatan klien menghindari
adanya keluhan lain.
2. Monitor kelelahan fisik dan 2. Meminimalkan atrofi otot,
emosional. meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
3. Lakukan latihan rentang gerak 3. Memperbaiki mekanika tubuh dan
pasif dan/aktif. melatih otot-otot ketahanan tubuh.
4. Anjurkan tirah baring. 4. Istirahat menurunkan mobilitas
dan juga mempercepat proses
penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang 5. Memenuhi kebutuhan nutrisi
cara meningkatkan asupan individu agar lebih berenergi.
makanan.

Diagnosa VII : Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi


(halaman 246, D.0111)
1) Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan pasien
memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
45

 Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan


pengetahuan yang diperoleh.
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi
pasien/keluarga tentang penyakit. pada pasien/keluarga, perawat
perlu mengetahui sejauh mana
informasi atau pengetahuan yang
diketahui pasien/keluarga
2. Kaji latar belakang pendidikan 2. Agar perawat dapat memberikan
pasien. penjelasan dengan menggunakan
kata-kata dan kalimat yang dapat
dimengerti pasien sesuai tingkat
pendidikan pasien
3. Jelaskan tentang proses penyakit, 3. Agar informasi dapat diterima
diet, perawatan dan pengobatan dengan mudah dan tepat sehingga
pada pasien dengan bahasa dan tidak menimbulkan
kata-kata yang mudah dimengerti. kesalahpahaman.

4. Jelasakan prosedur yang akan 4. Dengan penjelasan yang ada dan


dilakukan, manfaatnya bagi pasien ikut secra langsung dalam
dan libatkan pasien didalamnya. tindakan yang dilakukan, pasien
akan lebih kooperatif dan
cemasnya berkurang
5. Gunakan gambar-gambar dalam 5. Gambar-gambar dapat membantu
memberikan penjelasan (jika mengingat penjelasan yang telah
ada/memungkinkan). diberikan.

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
46

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tahap evaluasi menentukan
kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien
terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian mengganti rencana
perawatan jika diperlukan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.
47

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Berdasarkan hasil pengkajian di ruang Gardenia pada tanggal 29 Juni 2020


pukul 14:00 WIB didapatkan hasil :
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.P
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Beliang No.12, Palangka Raya
Tgl MRS : 25 Juni 2020
Diagnosa Medis : Kanker Paru-Paru

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien merasakan “batuk berdahak susah dikeluarkan”.

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pada tanggal 24 Juni 2020 jam 20:45 WIB klien mengatakan dirinya sesak
nafas, susah mengeluarkan dahak, terasa nyeri dada sebelah kanan dan
keringat malam setelah pulang berkebun. Lalu ia memutuskan untuk
meminum minuman jahe hangat yang telah sering dilakukan ketika sesak
nafas kambuh dan meredakan nyeri yang dirasakan sudah 4 bulan. Klien
merasakan nyeri dada sebelah kanan, nyeri terkadang menjalar sampai ke
leher serta belakang telinga, nyeri dirasakan karna beraktifitas, nyeri yang
dirasakan berdenyut dan tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri yang di rasakan

46
48

sudah lama dan sering dirasakan durasi nyeri sekitar 1 jam. Terkadang
untuk meredakan nyeri dan untuk mengatur pola nafas Tn.P mengambil
posisi semi-fowler, nyeri dan sesak pun berkurang dan lama akhirnya
menghilang. Klien mengatakan tidak nafsu makan dan tidak mampu
menelan makanan.
Pada tanggal 25 Juni 2020 pukul 08:00 WIB, dikarenakan sesak nafas,
dahak susah dikeluarkan dan nyeri yang tidak kunjung sembuh, keluarga
memutuskan untuk membawa ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya. Pada saat di IGD Tn. P merasa badannya lemas, klien terbaring di
tempat tidur aktivitas klien di bantu oleh keluarga, di berikan terapi Injeksi
Katerolac 2x8mg (IV) pada pukul 08:30 WIB, Ranitidine 2x50 mg (IV)
pada pukul 08:33 WIB, Gemcitabine 1x1000 mg (IV) pada pukul 08:40
WIB, tampak terpasang terapi oksigen nasal kanul 5 lpm pada pukul 08:35
WIB, infus Ringer Lactat 500ml 15 tpm pada pukul 08:40 WIB. Dokter
memutuskan Tn.P harus dirawat inap di ruang gardenia no.7, setibanya di
ruangan Tn.P diberikan posisi berbaring semi-fowler.

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Klien mengatakan sebelumnya sudah pernah di rawat di rumah sakit dengan
penyakit yang sama selama 4 bulan, tidak ada riwayat operasi dan
sebelumnya juga memiliki kebiasaan merokok, klien sudah merokok sejak
SMA. Konsumsi rokok pasien dalam sehari sekitar 2 bungkus. Klien baru
berhenti merokok 8 bulan terakhir Oktober 2019.

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tn. P mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama seperti dia dan tidak memiliki riwayat penyakit turunan.
49

Genogram Keluarga

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak batuk berdahak, sesak nafas, nyeri dada sebelah kanan saat
beraktivitas, pucat, posisi berbaring semi-fowler, klien sering memegang dada
sebelah kanan, terpasang O2 nasal kanul 5 lpm, terpasang infus Ringer Lactat
500ml 15 tpm 1 tetes/ 4 detik ditangan sebelah kiri klien.

3.1.3.2 Status Mental :


Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak
meringis, bentuk badan klien mesomorph, posisi berbaring semi fowler,
klien berbicara jelas, suasana hati klien sedih, penampilan klien rapi, klien
mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat membedakan antara perawat
dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah sakit, insigt
klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
50

3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :


Saat pengkajian TTV klien tanggal 29 Juni 2020 pukul 14:00 WIB, suhu
tubuh klien/ S = 37,0 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 110 x/menit
dan pernapasan/ RR = 26 x/menit, tekanan darah TD = 120/80 mmhg.

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada klien teraba tidak simetris, klien memiliki kebiasaan merokok
2 bungkus/hari (24 batang/hari), kemampuan batuk menurun, ada sputum
warna putih, tidak sianosis, terdapat nyeri dada, dypsnea, merasa sesak nafas
saat aktivitas, type pernapasan klien tampak menggunakan perut dan dada,
irama pernapasan tidak teratur dan suara nafas klien vesikuler serta suara
nafas tambahan ronchi.
Keluhan lainnya : Pasien mengatakan sesak nafas sewaktu beraktivitas.
Masalah Keperawatan : Bersihan Jalan Nafas Tidak efektif

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Klien merasakan nyeri di dada, konjungtiva anemis, tidak ada merasakan
keram dikaki, klien tampak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami
clubbing finger, tidak sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi,
tidak ada pingsan, capillary refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali
dalam <2 detik, tidak ada terdapat oedema, ictus cordis klien tidak terlihat,
vena jugulasir klien tidak mengalami peningkatan, suara jantung klien (S1-
S2) reguler dan tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan “nyeri dada sebelah kanan, nyeri
terkadang menjalar sampai ke leher serta belakang telinga, nyeri yang
dirasakan karena beraktifitas, nyeri seperti terasa berdenyut dan tertusuk-
tusuk, skala nyeri 6 (sedang), nyeri berlangsung sudah lama dan sering
dirasakan selama 4 bulan, durasi nyeri lama sekitar 1 jam”
Masalah keperawatan : Nyeri Kronis

3.1.3.6 Persyarafan (Brain)


Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran
51

klien tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri
positif, klien merasakan nyeri dada sebelah kanan, tidak vertigo, tampak
gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung,
tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I (Olfaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih atau alcohol.
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Klien dapat mendengar perkataaan
dokter, perawat dan keluarganya.
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa
pahit dan manis.
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya.
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki,
kestabilan tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik
skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik skala 1, brakioradialis kanan dan
kiri klien baik skala 1, patella kanan kiri klien baik skala 1, dan akhiles
52

kanan dan kiri klien baik skala 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien
baik skala 1.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan “nyeri dada sebelah kanan, nyeri
terkadang menjalar sampai ke leher serta belakang telinga, nyeri yang
dirasakan karena beraktifitas, nyeri seperti terasa berdenyut dan tertusuk-
tusuk, skala nyeri 6 (sedang), nyeri berlangsung sudah lama dan sering
dirasakan selama 4 bulan, durasi nyeri lama sekitar 1 jam”
Masalah keperawatatan : Nyeri Kronis

3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)


Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5 x
24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancar, tidak menetes, tidak inkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)


Bibir klien tampak lembab, ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi klien
lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien
tidak ada lesi, mukosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien ada
peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 2x/hari
warna kekuningan dengan konsistensi lemah, tidak diarem tidak konstipasi,
tidak kembung, kembung, bising usus klien terdengar hiperakif 25 x/menit,
dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : Pasien mengatakan tidak nafsu makan.
Masalah keperawatan : Defisit Nutrisi

3.1.3.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi klien tampak terbatas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri tulang,
53

tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot
klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas kanan dan kiri skala
5/4. Uji kekuatan ektermitas bawah kanan dan kiri skala 5/4. Tidak terdapat
peradangan dan perlukaan.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan badannya terasa lemas, skala aktivitas
2 memerlukan bantuan atau pengawas orang lain.
Masalah keperawatan : Intoleransi Aktivitas

3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan, dan kosmetik
dan lainnya. Suhu kulit klien teraba panas, warna kulit coklat tua, turgor
baik, tekstur halus, tidak ada tampak terdapat lesi, tidak tampak terdapat
jaringan, tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan bentuk
kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada

3.1.3.11 Sistem Penginderaan


a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata
kiri (VOS) = 6/6, sclera klien ikterik, warna konjungtiva ikterik, kornea
ikterik, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat
adanya nyeri.
b. Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.
c. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
54

Keluhan lainnya : tidak ada.


Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher
klien bergerak bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
3.1.3.13.1 Reproduksi Pria
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, tidak ada gatal-gatal, gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/
normal, tidak ada discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada
keluhan lainnya.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan ”saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang
kerumah“.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien ada program diet (tinggi kalori, tinggi protein) TKTP, klien tidak
merasa mual, tidak ada muntah, mengalami ketidakmampuan menelan dan
merasa haus.
TB : 176 Cm
BB sekarang : 65 Kg
BB Sebelum sakit : 54 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 54 = 17,4 (gizi kurang)
(176)²
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 2x/ hari 3x/ hari
Porsi 2 porsi 3 porsi
Nafsu makan Berkurang Baik
Jenis Makanan Nasi, sayur, buah, Nasi, sayur, buah,
55

lauk lauk
Jenis Minuman Air putih, air susu Air putih, air susu
Jumlah minuman/cc/24 jam 1500 cc 2000 cc
Kebiasaan makan Pagi, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : Pasien mengatakan tidak nafsu makan.
Masalah keperawatan : Defisit Nutrisi
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pola istirahat dan tidur.
Sebelum sakit tidur malam klien sekitar 7-8 jam dan tidur siang sekitar 1-2
jam, sesudah sakit tidur malam klien sekitar 8-9 jam dan tidur siang 1-2
jam.
3.1.4.4 Kognitif
Klien mengatakan “Ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan
ingin dapat bisa melaksanakan aktifitas seperti sebelumnya."
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya, klien adalah seorang laki-laki,
klien orang yang ramah, klien bekerja sebagai seorang Petani.
Masalah keperawatan : Tidak ada.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas namun sesudah sakit
klien tidak dapat beraktivitas secara bebas dan didampingi oleh keluarga
dan istrinya.
Masalah keperawatan : Intoleransi Aktivitas
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta
bantuan kepada keluarga, dan keluarga selalu menolongnya.

3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan


Pasien mengatakan bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan
dengan keyakinan yang di anut.
56

Masalah keperawatan : Tidak ada.

3.1.5 Sosial - Spiritual


3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
5.2.7.1 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa
Indonesia.
5.2.7.2 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap
saat selalu memperhatikan dan mendampingi Tn.P selama diarawat di
rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat
berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah istri dan anak-
anaknya.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk bekerja dan meluangkan
waktu untuk keluarga, sesudah sakit aktivitas klien dibatasi
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Sebelum sakit klien selalu menjalankan ibadah Kebaktian dan membaca
alkitab bersama dengan suami dan abaknya , disaat sakit klien tidak bisa
beribadah.

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


Data penunjang : 26 Juni 2020
1) Pemeriksaan Radiologis (Foto Thorax)
57

K
Kesan : Tampak ada perselubungan sel kanker paru dekstra peribronkial
ipsilateral sekitar 6 cm, Stadium IIIA.

2) Pemeriksaan Laboratorium
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Hematologi
Hemaglobin 9,8 g/dL 14-18 (Laki-Laki)
Hematokrit 34,1 % 35 – 47
Eritrosit 4,08/uL 4,4 – 5,9
Leukosit 31.570/mm3 5000-10.000
Trombosit 393 uL 150 – 400
Neutrofil stab 1% (2-5)
Neutrofil segmen 90% (50-70)
Limfosit 20% 20-40
GDS 73 mg/dL 80-160
2 Elektrolit
Natrium (Na) 136 135-148 mmol/L
Kalium (K) 3,7 3,5-5,3 mmo/L
Chlorida - 98-106 mmol/L
Calcium 1,11 0,98-1,2 mmol/L
3.1.7 Penatalaksanaan Medis
Tanggal 29 Juni-1 Juli 2020
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi Kontraindikasi
1 Infus Ringer 500 cc IV Menambah elektrolit Alergi terhadap
Laklat 15 tpm tubuh untuk sodium laktat, tidak
mengembalikan boleh diberikan
keseimbangan tubuh. bersamaan dengan
(Sumber : ceftriaxone pada BBL
https://honestdocs.id/ ) (<28 hari)
(Sumber :
58

https://honestdocs.id)
2 Gemcitabine 1x IV Kanker paru non small Kehamilan,
1000 cell; kanker pankreas; hipersensitif
mg kanker kandung kemih. (Sumber :
Obat ini berkerja dalam http://pionas.pom.go.i
memperlambat d)
perkembangan sel
kanker yang bertumbuh
dan beresiko menyebar
ke organ tubuh lain.
(Sumber :
https://www.honestdocs
.id/gemcitabine)
3 Injeksi 2x 8 IV Penanganan jangka Anak usia di bawah
Katerolac mg pendek untuk nyeri 16 tahun; gangguan
pasca bedah yang fungsi ginjal sedang
sedang (tablet); sampai berat
penanganan jangka (kreatinin serum <
pendek untuk nyeri akut 160µmol/L)
pasca bedah yang (Sumber:http://pionas.
sedang hingga berat pom.go.id)
(injeksi)
(Sumber :
http://pionas.pom.go.id)
4 Paracetamol 2x 200 IV Parasetamol merupakan Hipersensitif dan
mg obat yang memiliki gangguan hati berat.
efek untuk mengurangi (Sumber:
rasa sakit (analgesik) https://kalbemed.com)
dan menurunkan
demam (antipiretik)
(Sumber :
https://kalbemed.com/)
5 Ranitidine 2x 50 IV Tukak lambung dan Penderita yang
mg tukak duodenum, diketahui hipersensitif
refluks esofagitis, terhadap ranitidine
dispepsia episodik (Sumber:
kronis, tukak akibat http://pionas.pom.go.i
AINS, tukak duodenum d)
karena H.pylori,
sindrom Zollinger-
Ellison, kondisi lain
dimana pengurangan
asam lambung akan
bermanfaat. (Sumber :
http://pionas.pom.go.id)
6 Injeksi 2x4 IV Sebagai terapi Hipersensitif, pasien
Bromhexine mg/2ml sekretolitik meredakan menderita ulku
HCL (1 batuk berdahak pada lambung.
59

Ampul) bronkopulmonari akut (Sumber:http://pionas.


dan kronik terkait pom.go.id
sekresi mucus abnormal https://honestdocs.id)
dan gangguan saluran
mucus.
(Sumber :
http://pionas.pom.go.id)

Palangka Raya, 29 Juni 2020


Mahasiswa,

Kelompok 4
60

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Bronkus mengalami Nyeri Kronis
Pasien mengatakan “nyeri dada trauma zat karsinogen
sebelah kanan, nyeri terkadang
menjalar sampai ke leher serta Iritasi massa tumor
belakang telinga, nyeri yang dalam bronkus
dirasakan karena beraktifitas,
nyeri seperti terasa berdenyut dan Terangsangnya saraf
tertusuk-tusuk, skala nyeri 6 intra thorax
(sedang), nyeri berlangsung sudah
lama dan sering dirasakan selama Hipotalamus
4 bulan, durasi nyeri lama sekitar
1 jam”. Korteks cerebri
DO :
- Ekspresi wajah klien tampak Penekanan pada syaraf
meringis nyeri
- Klien tampak gelisah
- Bersikap protektif (mis.posisi Perasaan tidak nyaman
menghindar nyeri)
- Klien tampak memegang dada
sebelah kanan Nyeri Kronis
- Skala nyeri sedang (6)
- Klien tampak lemas
- Klien tampak pucat
- Cara berbaring klien tampak
semi-fowler
- Irama pernafasan tidak teratur
- Terpasang O2 nasal kanul 5
lpm
- Terpasang infus Ringer
Lactate 500 ml 15 tpm
ditangan sebelah kiri klien.
- TTV
TD : 110/80 mmHg
N : 110 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 26 x/menit

DS : Klien mengatakan batuk dan Bronkus mengalami Bersihan Jalan


susah mengeluarkan dahak. trauma zat karsinogen Nafas Tidak
DO : Efektif
- Klien tampak batuk tidak Iritasi massa tumor
efektif (tidak mampu batuk) dalam bronkus
61

- Sputum berlebih (secret putih


kental) Peningkatan produksi
- Suara nafas tambahan adanya sputum
ronchi. Sekret susah keluar
- Tonsil klien tampak
peradangan Obstruksi jalan nafas
- Klien tampak lemas, gelisah
dan pucat Batuk tidak efektif
- Irama pernafasan cepat dan
dangkal (dypsnea) Bersihan jalan nafas
- Ekspresi wajah klien tampak tidak efektif
meringis.
- Terpasang O2 nasal kanul 5
lpm
- Terpasang infus Ringer
Lactate 500 ml 15 tpm
ditangan sebelah kiri kanan
klien
- TD : 120/80 mmHg
N : 110 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 26 x/menit

Nilai
Pemeriksaan Hasil
Normal
Hemaglobin 9,8 g/dL 14-18 (L)
Hematokrit 34,1% 35-47
Eritrosit 4,08/ uL 4,4-5,9
5000-
Leukosit 31.579 mm3
10.000
Trombosit 393 uL 150-400
Neutrofil stab 1% (2-5)
Neutrofil
90% (50-70)
segmen
Limfosit 20% 20-40
GDS 73 mg/dL 80-160
62

DS : Klien mengatakan badannya Sesak nafas Intoleransi


terasa lemas. Aktivitas
DO : Kurangnya suplay
- Klien tampak terbatas oksigen ke tubuh
melakukan pergerakan
- Klien tampak lelah dan gelisah Kekuatan otot menurun
- Ekspresi klien tampak
meringis Persebaran hematogen
- Skala aktivitas 2 : memerlukan sel kanker ke tulang
bantuan atau pengawas orang
lain. Keterbatasan bergerak
- Terpasang O2 nasal kanul 5
lpm Intoleransi Aktivitas
- Terpasang infus Ringer
Lactate 500 ml 15 tpm
ditangan sebelah kiri klien.
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 110 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 26 x/menit

DS : Klien mengatakan tidak Invasi sel kanker ke Defisit Nutrisi


nafsu makan. kerongkongan
DO :
- BB Klien menurun 10% Penekanan kanker pada
dibawah rentang ideal (dari kerongkongan
65 kg ke 54 kg)
- Bising usus klien hiperaktif Ketidakmampuan
25x/menit menelan
- Tonsil ada peradangan
- Klien tampak tidak mampu Suplai nutrisi tidak
menelan makanan adekuat
- Porsi makan sebelum sakit 3
Porsi Nafsu makan menurun
- Porsi makan sesudah sakit 1
porsi BB menurun
- Klien tampak pucat
- Klien tampak lemas dan Defisit Nutrisi
gelisah
- IMT = BB
(TB)²
= 54 = 17,4 (gizi kurang)
(176)²
63

PRIORITAS MASALAH

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi tumor dan
peningkatan sekresi trakeobronkial ditandai dengan tampak batuk tidak
efektif, sputum berlebih, sekret putih kental, suara nafas tambahan adanya
ronchi, tonsil ada peradangan, tampak lemas, gelisah pucat, irama pernafasan
cepat dan dangkal (dypsnea), ekspresi wajah meringis, posisi berbaring semi-
fowler, dyspneu, terpasang O2 Nasal Kanul 5 lpm, terpasang infus Ringer
Lactate 500 ml 15 tpm ditangan sebelah kiri klien dan hasil pemeriksaan
TTV = TD : 120/80 mmHg, N : 110 x/menit, S : 37,0 0C, RR : 26 x/menit

2. Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor ditandai dengan nyeri dada
sebelah kanan, ekspresi wajah klien tampak meringis, gelisah, bersikap posisi
menghindar nyeri, tampak memegang dada sebelah kanan, skala nyeri 6
(sedang), lemas, pucat, posisi berbaring semi-fowler, irama pernafasan tidak
teratur, terpasang O2 Nasal Kanul 5 lpm, terpasang infus Ringer Lactate 500
ml 15 tpm ditangan sebelah kiri klien dan hasil pemeriksaan TTV = TD :
120/80 mmHg, N : 110 x/menit, S : 37,0 0C, RR : 26 x/menit.

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen ditandai dengan


mengeluh badan terasa lemas, sesak saat beraktivitas, skala aktivitas 2
memerlukan bantuan orang lain, gerakan terbatas, tampak gelisah, ekpresi
wajah klien tampak meringis, dan hasil pemeriksaan TTV = TD : 120/80
mmHg ,N : 110 x/menit, S : 37,0 0C, RR : 26 x/menit.

4. Defist nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan BB


Klien menurun 10% dibawah rentang ideal (dari 65 kg ke 54 kg), bising usus
klien hiperaktif 25x/menit, tonsil ada peradangan, sebelum sakit 3 porsi
makan, sesudah sakit 1 porsi makan, tampak gelisah, pucat, dan lemas. Hasil
pemeriksaan TTV = TD : 120/80 mmHg ,N : 110 x/menit, S : 37,0 0C, RR :
26 x/menit dan IMT =17,4 (gizi kurang).
64

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn. P
Ruang Rawat : Gardenia No.7
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif (halaman 142,
tidak efektif b.d keperawatan 1x7 jam masalah I.01006)
obstruksi tumor dan bersihan jalan nafas klien dapat 1. Identifikasi kemampuan batuk. 1. Melatih untuk batuk secara efektif,
peningkatan sekresi teratasi dengan kriteria hasil : untuk memberishkan laring, trakea dan
trakeobronkial ditandai 1. Klien tidak mengeluh susah bronkiolus dari secret atau benda asing
dengan tampak batuk mengeluarkan dahak di jalan napas.
tidak efektif, sputum 2. Klien menjadi rileks dan bugar 2. Monitor adanya retensi sputum. 2. Mempertahankan jalan napas agar
berlebih, sekret putih 3. Tidak ada sputum dan batuk mengetahui perkembangan status
kental, suara nafas 4. Irama pernafasan menjadi kesehatan pasien dan mencegah
tambahan adanya teratur komplikasi lanjutan.
wheezing, konjungtiva 5. Tidak ada suara nafas tambahan. 3. Atur posisi semi-fowler atau 3. Posisi semi-fowler atau fowler dapat
anemis, tampak lemas, 6. TTV fowler. mengurangi sesak nafas dan ekspansi
gelisah pucat, irama TD : 120/90 mmHg paru.
pernafasan cepat dan N : 80 x/menit 4. Buang sekret pada tempat sputum 4. mengurangi penumpukan secret
dangkal (halaman 18, S : 35,5 0C 5. Amati adanya dahak untuk jumlah, 5. Indikasi adanya perubahan pola
D.0001). RR : 24 x/menit warna, konsistensi. pernapasan.
6. Jelaskan tujuan dan prosedur 6. Melatih otot-otot pernafasan agar dapat
batuk efektif. melakukan fungsi dengan baik.
7. Anjurkan tarik nafas dalam 7. Mengeluarkan semua udara dari dalam
melalui hidung selama 4 detik, paru-paru dan saluran nafas, sehingga
ditahan selama 2 detik, kemudian menurunkan frekuensi sesak nafas.
keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8
detik.
8. Anjurkan batuk dengan kuat 8. Menghemat energi sehingga tidak
langsung setelah tarik nafas dalam mudah lelah saat batuk mengeluarkan
yang ke-3. dahak dan dapat secara maksimal.

9. Kolaborasi pemberian mukolitik 9. Teknik batuk efektif dapat mengurangi


65

atau ekspektoran. sesak napas karena di keluarkannya


sputum dari saluran napas.
2. Nyeri kronis Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (halaman 201,
berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah I.08238)
infiltrasi tumor ditandai nyeri klien dapat teratasi, dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan nyeri.
dengan nyeri dada kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
sebelah kanan, ekspresi 1. Dalam waktu 24 jam Skala intensitas nyeri.
wajah klien tampak nyeri = 3 (1-10) 2. Identifikasi faktor yang 2. Mencari tahu faktor memperberat dan
meringis, gelisah, 2. Dalam waktu 7 jam klien memperberat dan memperingan memperingan nyeri agar mempercepat
bersikap posisi menjadi rileks dan bugar nyeri. proses kesembuhan.
menghindar nyeri, 3. Dalam waktu 7jam klien dapat 3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan yang
tampak memegang tersenyum. memperberat rasa nyeri. nyaman untuk membantu meredakan
dada sebelah kanan, 4. Dalam waktu 7 jam Irama nyeri.
skala nyeri berat, pernfasan teratur 4. Berikan edukasi teknik 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
lemas, pucat, posisi 5. Dalam waktu 24 jam hasil TTV nonfarmakologis. seperti TENS, hipnosis, terapi musik,
berbaring semi-fowler, normal : terapi, pijat, akupressur, aromaterapi,
irama pernafasan tidak TD : 120/80 mmHg imajinasi terbimbing, kompres
teratur (halaman 174, N : 90 x/menit hangat/dingin, dan terapi bermain.
D.0078). S : 36,5 0C 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis 5. Agar klien atau keluarga dapat
RR : 20 x/menit untuk mengurangi rasa nyeri. melakukan secara mandiri ketika nyeri
kambuh.
6. Kolaborasi dengan dokter 6. Bekerja sama dengan dokter dalam
pemberian analgetik, jika perlu. pemberian dosis obat dan tindakan
dependen perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.
66

3. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (halaman 176,
ketidakseimbangan keperawatan 1x7 jam masalah I.05178) 1. Mengetahui perkembangan status
suplai oksigen ditandai intoleransi aktivitas klien dapat 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh kesehatan klien menghindari adanya
dengan mengeluh teratasi dengan kriteria hasil : yang mengakibatkan kelelahan keluhan lain.
badan terasa lemas, 1. Klien tidak mengeluh sesak 2. Monitor kelelahan fisik dan 2. Meminimalkan atrofi otot,
sesak saat beraktivitas, nafas di saat beraktivitas emosional. meningkatkan sirkulasi, membantu
gerakan terbatas, 2. Klien mampu melakukan mencegah kontraktur.
tampak gelisah, ekpresi aktivitas secara perlahan 3. Lakukan latihan rentang gerak 3. Memperbaiki mekanika tubuh dan
wajah klien tampak 3. Klien tampak pergerakan bebas pasif dan/aktif. melatih otot-otot ketahanan tubuh.
meringis. (halaman 4. Tidak terjadi kekakuan pada 4. Anjurkan tirah baring. 4. Istirahat menurunkan mobilitas dan
128, D.0056). otot klien. juga mempercepat proses
penyembuhan.

5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang 5. Memenuhi kebutuhan nutrisi individu


cara meningkatkan asupan agar lebih berenergi.
makanan.

4. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (halaman 200,
ketidakmampuan keperawatan selama 1x7 jam I.03119)
menelan makanan diharapkan nutrisi klien terpenuhi 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengidentifikasi derajat kurang nutrisi
ditandai dengan BB sebagian dengan kriteria hasil : dan menentukan pilihan intervensi.
Klien menurun 10% 1. Meningkatkan intake makanan 2. Identifikasi makanan yang disukai 2. Makanan kesukaan biasanya
dibawah rentang ideal 2. IMT normal : 18-24 meningkatkan selera makan.
(dari 65 kg ke 54 kg), 3. Menunjukkan perubahan pola 3. Monitor asupan makanan, 3. Kandungan nutrisi yang tepat untuk
Bising usus klien makan kandungan nutrisi dan kalori berat meningkatkan energi klien beraktivitas.
hiperaktif 25x/menit, 4. Meningkatkan nafsu makan badan, dan frekuensi muntah.
sebelum sakit 3 porsi
makan, sesudah sakit 1 4. Monitor berat badan 4. Untuk mengawasi keefektifan rencana
porsi makan, tampak diet.
gelisah, pucat, dan 5. Berikan makanan tinggi kalori dan 5. Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada
lemas (halaman 56, tinggi protein. kebanyakan pasien yang pemasukannya
D.0019) dibatasi, karbohidrat memberikan energi
siap pakai. Protein diperlukan pada
perbaikan kadar protein serum untuk
67

menurunkan edema dan untuk


meningkatkan regenerasi sel hati.
6. Berikan makanan/ minuman sedikit 6. Makan sedikit demi sedikit tapi sering
tapi sering. dapat membantu untuk meminimalkan
anoreksia dan menurunkan rangsangan
muntah.
7. Ajarkan diet yang diprogramkan 7. Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
individu dengan diet yang paling tepat
dan mendorong regenerasi jaringan area
cedera permukaan tubuh.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi (jika 8. Berguna dalam memenuhi kebutuhan
perlu) jumlah kalori dan jenis zat nutrisi individu dengan diet yang paling
gizi yang dibutuhkan. tepat.
68

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Senin, 29 Juni 2020 1. Memonitor kecepatan, irama, bunyi S = Klien mengatakan masih batuk dan
Pukul : 14.00 WIB nafas, kedalaman dan kesulitan sulit mengeluarkan dahak.
Pukul : 15:00 WIB bernafas. O=
2. Mengidentifikasi kemampuan batuk - Klien masih tampak batuk
Diagnosa Keperawatan I 3. Memonitor adanya retensi sputum - Klien masih sulit mengeluarkan
4. Mengatur posisi semi-fowler atau dahak
fowler. - Klien tampak sesak nafas/kesulitan
5. Membuang sekret pada tempat sputum bernafas Kelompok 4
6. Mengamati adanya dahak untuk - Suara nafas tambahan ronchi
jumlah, warna, konsistensi. - Sudah diberi posisi semifowler
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur - Sputum berwarna putih, konsistensi
batuk efektif kental
8. Menganjurkan tarik nafas dalam - Klien dan keluarga dapat
melalui hidung selama 4 detik, ditahan mempraktekan teknik batuk efektif
selama 2 detik, kemudian keluarkan - Sudah diberi injeksi Bromhexine
dari mulut dengan bibir mencucu 4mg/2ml melalui (IV)
(dibulatkan) selama 8 detik. - TTV
9. Menganjurkan batuk dengan kuat TD : 120/ 80 mmHg
langsung setelah tarik nafas dalam N : 110 x/menit
yang ke-3. S : 370C
10. Berkolaborasi pemberian mukolitik RR : 26 x/menit
atau ekspektoran. A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan semua intervensi 1-9
2. Senin, 29 Juni 2020 1. Mengidentifikasi, lokasi, karakteristik, S = Klien mengatakan sedikit nyaman
Pukul : 16:00 WIB durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dari sebelumnya, nyeri datang ketika
nyeri. efek obat menghilang, seperti Kelompok 4
2. Mengidentifikasi faktor yang ditusuk-tusuk, skala nyeri 6
Diagnosa Keperawatan II memperberat dan memperingan nyeri. (sedang), dan sering dirasakan
Suhu ruangan 25 °C (Klien berlangsung 1 jam.
mengatakan sedikit nyaman dari O =
69

sebelumnya) - Ekspresi wajah masih tampak


3. Mengontrol lingkungan yang meringis
memperberat rasa nyeri. - Bersikap posisi menghindar nyeri
4. Memberikan teknik nonfarmakologis. - Tampak memegang dada sebelah
Terapi relaksasi (klien masih tampak kanan
meringis) - Klien dan keluarga klien dapat
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologis melakukan terapi musik dan
untuk mengurangi rasa nyeri. Dapat pemberian posisi semi-fowler secara
melakukan secara mandiri terapi mandiri disaat nyeri datang
musik dan bermain (tampak disaat - Irama pernafasan tidak teratur
klien merasa nyeri, klien dan keluarga - Sudah di beri Injeksi Katerolac 8 mg
dapat melakukan terapi music dan (IV) dan Paracetamol 200 mg (IV).
bermain secara mandiri). - TTV belum dibatas normal
6. Berkaloborasi dengan dokter TD : 120/80 mmHg
pemberian analgetik (Katerolac 8 mg N : 110 x/menit
pemberian injeksi diberikan melalui S : 37,0 0C
IV, 2-3 kali/hari, klien mengatakan RR : 26 x/menit
nyeri berkurrang menjadi skala 3 (1-
10) dan Paracetamol 200 mg (IV). A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi no 2, 3 dan 5
3. Senin, 29 Juni 2020 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi S = Klien mengatakan badannya rileks
Pukul : 17:00 WIB tubuh yang mengakibatkan dan dapat sedikit-sedikit melakukan
kelelahan. aktivitasnya
2. Memonitor kelelahan fisik dan O =
Diagnosa Keperawatan III emosional. - Ekspresi tampak masih rileks dan
3. Melakukan latihan rentang gerak bugar
pasif dan/aktif. - Klien dapat mengerakkan kaki dan Kelompok 4
4. Menganjurkan tirah baring. tangannya
5. Berkolaborasi dengan ahli gizi - Pergerakan tampak masih terbatas
tentang cara meningkatkan asupan - Klien tampak masih membutuhkan
makanan. bantuan orang lain. (skala aktivitas
2)
- Klien dan keluarga dapat
mempraktekan latihan gerak
70

pasif/aktif ROM secara mandiri.


- Klien tampak mengikuti anjuran
tirah baring.
- Sudah di beri asupan makanan/
nutrisi.
- TTV TD : 120/80 mmHg
N : 100 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 24 x/menit

A = Masalah teratasi sebagian


P = Lanjutkan intervensi 1-5
4. Senin, 29 Juni 2020 1. Mengidentifikasi status nutrisi S = Klien mengatakan sudah bisa makan
Pukul 18:00 WIB 2. Mengidentifikasi makanan yang sedikit-sedikit tapi tidak nafsu makan
disukai karena susah menelan.
3. Memonitor asupan makanan, O=
Diagnosa Keperawatan IV kandungan nutrisi dan kalori berat - Berat badan 54 kg
badan, dan frekuensi muntah. - Terdengar adanya bising usus
4. Memonitor berat badan. 25x/menit
5. Memberikan makanan tinggi kalori - Klien tampak masih lemas, pucat
dan tinggi protein. dan gelisah Kelompok 4
6. Memberikan makanan/ minuman - Makanan yang diberikan
sedikit tapi sering. dihabiskan,walaupun sedikit-sedikit
7. Ajarkan diet yang diprogramkan. tapi sering.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi (jika - Sudah diberikan nutrisi sesuai
perlu) jumlah kalori dan jenis zat gizi kebutuhan dari ahli gizi
yang dibutuhkan. - TTV
TD : 120/80mmHg
N : 100 x/menit
S : 37.0 0C
RR : 24 x/menit
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi 1-8
71

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Tn. P
Ruang Rawat : Gardenia No.7
Tanda tangan dan
No Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1 Selasa, 30 Juni 2020 1. Memonitor kecepatan, irama, bunyi S = Klien mengatakan masih batuk dan mampu
Pukul : 08:00 WIB nafas, kedalaman dan kesulitan mengeluarkan dahak.
Pukul : 09:30 WIB bernafas. O=
2. Mengidentifikasi kemampuan - Klien masih tampak batuk
Diagnosa Keperawatan I batuk - Klien mampu mengeluarkan dahak
3. Memonitor adanya retensi sputum - Klien tampak tidak sesak nafas
4. Mengatur posisi semi-fowler atau - Suara nafas tambahan ronchi
fowler. - Sudah diberi posisi semifowler
5. Membuang sekret pada tempat - Sputum berwarna putih, konsistensi kental Kelompok 4
sputum - Klien dan keluarga dapat mempraktekkan
6. Mengamati adanya dahak untuk teknik batuk efektif
jumlah, warna, konsistensi. - Sudah diberi injeksi Bromhexine 4mg/2ml
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur melalui (IV)
batuk efektif - TTV
8. Menganjurkan tarik nafas dalam TD : 120/ 80 mmHg
melalui hidung selama 4 detik, N : 95 x/menit
ditahan selama 2 detik, kemudian S : 370C
keluarkan dari mulut dengan bibir RR : 20 x/menit
mencucu (dibulatkan) selama 8 A = Masalah teratasi
detik. P = Intervensi dihentikan dan tetap anjurkan
9. Menganjurkan batuk dengan kuat untuk kontrol secara rutin.
langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke-3.
10. Berkolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran.
72

2. Selasa, 30 Juni 2020 2. Mengidentifikasi, lokasi, S = Klien mengatakan tidak terasa nyeri lagi dan
Pukul : 11:00 WIB karakteristik, durasi, frekuensi, nyaman dari sebelumnya, dari skala nyeri 6
kualitas, intensitas nyeri. (sedang) menjadi skala nyeri 3 (ringan)
Diagnosa Keperawatan II 3. Mengidentifikasi faktor yang O=
memperberat dan memperingan - Ekspresi wajah tampak rileks dan bugar
nyeri. Suhu ruangan 25 °C (Klien dapat tersenyum.
mengatakan sedikit nyaman dari - Tampak bersikap tidak menghindar nyeri
sebelumnya). - Klien dan keluarga klien dapat Kelompok 4
4. Mengontrol lingkungan yang mempraktekkan terapi musik dan pemberian
memperberat rasa nyeri. posisi semi-fowler secara mandiri disaat
5. Memberikan teknik nyeri datang.
nonfarmakologis. Terapi musik dan - Irama pernafasan teratur
bermain (klien masih tampak - Sudah di beri Injeksi Katerolac 8 mg (IV)
meringis) dan Paracetamol 200 mg (IV).
6. Mengajarkan teknik - TTV
nonfarmakologis untuk TD : 120/ 80 mmHg
mengurangi rasa nyeri. Dapat N : 95 x/menit
melakukan secara mandiri terapi S : 370C
musik dan bermain (tampak disaat RR : 20 x/menit
klien merasa nyeri, klien dan A = Masalah teratasi
keluarga dapat melakukan terapi P = Intervensi dihentikan dan tetap anjurkan
music dan bermain secara untuk tetap kontrol secara rutin perasaan
mandiri). nyeri jika kambuh.
7. Berkaloborasi dengan dokter
pemberian analgetik (Katerolac 8
mg pemberian injeksi diberikan
melalui IV, 3-4 kali/hari, klien
mengatakan nyeri berkurrang
menjadi skala 3 (1-10) dan
Paracetamol 200 mg untuk
menurunkan demam.
73

3 Selasa, 30 Juni 2020 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi S = Klien mengatakan badannya rileks dan dapat Kelompok 4
Pukul : 12:00 WIB tubuh yang mengakibatkan sedikit-sedikit melakukan aktivitasnya
kelelahan. O=
2. Memonitor kelelahan fisik dan - Ekspresi tampak masih rileks dan bugar
Diagnosa Keperawatan III emosional. - Klien dapat mengerakkan kaki dan
3. Melakukan latihan rentang gerak tangannya
pasif dan/aktif. - Klien tampak mampu melakukan aktivitas
4. Menganjurkan tirah baring. diri sendiri secara penuh tanpa bantuan
5. Berkolaborasi dengan ahli gizi orang lain. (skala aktivitas 0)
tentang cara meningkatkan asupan - Klien tampak pergerakan bebas
makanan. - Tidak terjadi kekakuan pada otot klien.
- Klien dan keluarga dapat mempraktekan
latihan gerak pasif/aktif ROM secara
mandiri.
- Klien tampak mengikuti anjuran tirah
baring.
- Sudah di beri asupan makanan/ nutrisi.
- TTV
TD : 120/ 80 mmHg
N : 95 x/menit
S : 370C
RR : 20 x/menit
A = Masalah teratasi
P = Intervensi dihentikan
4 Selasa, 30 Juni 2020 1. Mengidentifikasi status nutrisi S = Klien mengatakan sudah bisa makan sedikit-
Pukul : 14:00 WIB 2. Mengidentifikasi makanan yang sedikit tapi tidak nafsu makan karena susah Kelompok 4
disukai menelan.
3. Memonitor asupan makanan, O =
kandungan nutrisi dan kalori berat - Berat badan 54 kg
Diagnosa Keperawatan IV badan, dan frekuensi muntah. - Terdengar adanya bising usus 25x/menit
4. Memonitor berat badan. - Klien tampak masih lemas, pucat dan
5. Memberikan makanan tinggi kalori gelisah
dan tinggi protein. - Makanan yang diberikan
6. Membeerikan makanan/ minuman dihabiskan,walaupun sedikit-sedikit tapi
74

sedikit tapi sering. sering.


7. Ajarkan diet yang diprogramkan. - Sudah diberikan nutrisi sesuai kebutuhan
8. Kolaborasi dengan ahli gizi (jika dari ahli gizi.
perlu) jumlah kalori dan jenis zat - TTV
gizi yang dibutuhkan. TD : 120/80mmHg
N : 95 x/menit
S : 37.0 0C
RR : 20 x/menit
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi 1-8
75

BAB 4
PEMBAHASAN

Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek


keperawatan. Hal ini disebutkan sebagai suatu pendekatan problem yang
memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat
mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam
2001). Pada bab ini penulis akan mencoba membandingkan konsep teori
mengenai asuhan keperawatan pasien dengan Kanker Paru Pada pasien Tn P. di
Ruang Gardenia RSUD.dr Doris Sylvanus palangka Raya.

4.1 Pengkajian
Pengkajian menurut teori (Nursalam, 2010:17) adalah tahap awal dari
proses keprawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk menegvaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan.
Menurut (Sudoyo, 2007) manifestasi klinis pada klien dengan kanker paru
pada fase awal kebanyakan tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat
muncul seperti batuk baru, batuk kronis (batuk berdahak/darah), sputum bersemu
darah, hemoptisis, mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas,
abses paru, atelectasis, nyeri dasa, dispnea karena efusi pleura, suara serak,
kelelahan, sakit kepalla, kehilangan selera makan, berat badan menurun,
pembengkakan pada muka dan leher, dan perubahan pada ujung jari menjadi
cembung.
Dalam pengkajian asuhan keperawatan pada Tn.P yang dilakukan dari
tanggal 29 Juni sampai dengan 4 Juli 2020, dengan Kanker Paru data didapat
secara langsung melalui wawancara pasien dan keluarga, pengkajian, pemeriksaan
fisik serata didokumentasikan pada pasien dan keluarga, ditemukan data-data
pasien mengatakan batuk berdahak susah dikeluarkan, susah mengeluarkan

74
76

sputum, terasa nyeri dada sebelah kanan, nyeri yang dirasakan sudah 4 bulan
ketidakmampuan menelan makanan dan berat badan menurun, skala aktivitas 2
memerlukan bantuan atau pengawas orang lain. Klien memiliki riwayat
sebelumnya sudah pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit yang sama
selama 4 bulan, dan memiliki kebiasaan merokok, sudah merokok sejak SMA.
Konsumsi rokok pasien dalam sehari sekitar 2 bungkus. Klien baru berhenti
merokok 8 bulan terakhir Oktober 2019. Hasil pemeriksaan fisik yaitu tanda-tanda
vital S = 37,0 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 110 x/menit dan
pernapasan/ RR = 26 x/menit, tekanan darah TD = 120/80 mmhg dan terdapat
suara nafas tambahan ronchi. Hasil pemeriksaan radiologi thorax didapatkan
tampak ada perselubungan sel kanker paru dekstra sekitar 6 cm, stadium IIIA.
Berdasarkan analisa penulis terhadap teoritis dan membandingkannya
dengan temuan masalah yang di alami Tn. P maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa ada persamaan antara data temuan pada klien dengan teoritis yang
diuraikan para ahli. Persamaan tanda dan gejala yang ditemukan sesuai dengan
teori pengkajian.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia dan individu atau kelompok dimana perawatan secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2009).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual
ataupun potensial pasien terhadap masalah kesehatan dan perawat mempunyai ijin
dan kompeten untuk mengatasinya.(Potter dan Perry 2005).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Kanker Paru
adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi tumor dan peningkatan
sekresi trakeobronkial. (halaman 18, D.0001).
2. Pola nafas tidak efektif b.d obstruksi bronkus, deformitas dinding dada,
keletihan otot pernapasan. (halaman 26, D.0005).
77

3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler


(halaman 22, D.0003).
4. Nyeri kronis b.d cedera (karsinoma), penekanan saraf oleh tumor paru
(halaman 174, D.0078).
5. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan (halaman 56,
D.0019).
6. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen. (halaman 128,
D.0056).
7. Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi (halaman 246,
D.0111).
Berdasarkan fakta dan teori diatas ditemukan persamaan diagnosa
keperawatan pada pasien Tn. P dengan Kanker Paru yaitu masalah oksigenasi dan
penyebabnya pun sesuai dengan teori.
Diagnosa munurut penulis yang ditemukan pada kasus Tn. P dengan
Kanker Paru diagnosa yang didapatkan yaitu Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan obstruksi tumor dan peningkatan sekresi trakeobronkial
ditandai dengan tampak batuk tidak efektif, sputum berlebih. Nyeri kronis
berhubungan dengan infiltrasi tumor ditandai dengan nyeri dada sebelah kanan,
ekspresi wajah klien tampak meringis. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan
suplai oksigen ditandai dengan mengeluh badan terasa lemas. Defist nutrisi b.d
ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan BB Klien menurun 10%
dibawah rentang ideal dan bising usus klien hiperaktif 25x/menit.

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi munurut fakta yang ditemukan pada Tn. P dengan Kanker Paru
yaitu dengan diagnosa yang pertama keperawatan Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d obstruksi tumor dan peningkatan sekresi trakeobronkial yaitu:
Identifikasi kemampuan batuk, monitor adanya retensi sputum, atur posisi semi-
fowler atau fowler, buang sekret pada tempat sputum, amati adanya dahak untuk
jumlah, warna, konsistensi, jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif, anjurkan
tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
dan anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke-3.
78

Diagnosa yang kedua Nyeri kronis b.d cedera (karsinoma), penekanan saraf oleh
tumor paru yaitu , Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri,
kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, berikan edukasi teknik
nonfarmakologis, ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri,
dan kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik, jika perlu. Diagnosa yang
ketiga Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen yaitu ,
Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan, monitor
kelelahan fisik dan emosional, lakukan latihan rentang gerak pasif dan/aktif,
anjurkan tirah baring, dan kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan. Diagnosa yang ke empat adalah Defisit nutrisi b.d
ketidakmampuan menelan makanan yaitu, Identifikasi status nutrisi, identifikasi
makanan yang disukai, monitor asupan makanan, kandungan nutrisi dan kalori
berat badan, dan frekuensi muntah, monitor berat badan, berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein, berikan makanan/ minuman sedikit tapi sering, ajarkan
diet yang diprogramkan, dan kolaborasi dengan ahli gizi (jika perlu) jumlah kalori
dan jenis zat gizi yang dibutuhkan.
Menurut teori (Surhayanto, 2009:193) intervensi keperawatan adalah
perilaku sfesifik yang diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat, Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan (Intervensi) keperawatan, tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan, mencegah yang dirasakan oleh pasien.

4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan selama 1 hari pada tanggal 29 Juni
2020 dinas di Ruang Gardenia, yaitu diagnosa pertama dengan implementasi
yaitu bersihan jalan nafas tidak efektik, memonitor kecepatan, irama, bunyi nafas,
kedalaman dan kesulitan bernafas, mengidentifikasi kemampuan batuk,
memonitor adanya retensi sputum, mengatur posisi semi-fowler atau fowler,
membuang sekret pada tempat sputum, mengamati adanya dahak untuk jumlah,
warna, konsistensi, menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif, menganjurkan
tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
79

kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8


detik, menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang
ke-3, berkolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran. Diagnosa kedua
dengan implementasi yaitu nyeri kronis, mengidentifikasi, lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan nyeri, mengontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri, memberikan teknik nonfarmakologis, mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, berkaloborasi dengan dokter
pemberian analgetik.
Diagnosa ketiga intoleransi aktivitas yaitu, mengidentifikasi gangguan
fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan, memonitor kelelahan fisik dan
emosional, melakukan latihan rentang gerak pasif dan/aktif, menganjurkan tirah
baring, berkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan. Diagnosa yang keempat adalah defisit nutrisi dengan implementasi
yaitu, mengidentifikasi status nutrisi, mengidentifikasi makanan yang disukai,
memonitor asupan makanan, kandungan nutrisi dan kalori berat badan, dan
frekuensi muntah, memonitor berat badan, memberikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein, memberikan makanan/ minuman sedikit tapi sering, ajarkan diet
yang diprogramkan, kolaborasi dengan ahli gizi (jika perlu) jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan.
Berdasarkan fakta dan teori ditemukan pada masalah Bersihan jalan nafas
tidak efektif memiliki kesamaan implementasi yaitu memonitor kecepatan, irama,
bunyi nafas, kedalaman dan kesulitan bernafas, mengidentifikasi kemampuan
batuk, memonitor adanya retensi sputum, mengatur posisi semi-fowler atau
fowler, membuang sekret pada tempat sputum, mengamati adanya dahak untuk
jumlah, warna, konsistensi, menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif,
menganjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama
8 detik, menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang
ke-3, berkolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran. Ada juga sedikit
perbedaan dengan masalah Defisit nutrisi berhubungan ketidakmampuan menelan
dengan implementasi yaitu mengidentifikasi status nutrisi, mengidentifikasi
80

makanan yang disukai, memonitor asupan makanan, kandungan nutrisi dan kalori
berat badan, dan frekuensi muntah, memonitor berat badan, memberikan makanan
tinggi kalori dan tinggi protein, memberikan makanan/ minuman sedikit tapi
sering, ajarkan diet yang diprogramkan, kolaborasi dengan ahli gizi (jika perlu)
jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan.
Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan bahwa,
penatalaksanaan sesuai dengan intervensi keperawatan yang direncanakan.
Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul,
menentukan dan Implementasi adalah tahap awal tindakan keperawatan menurut
perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan.
Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan : Review tindakan keperawatan
yang diidentifikasi pada tahap perencanaan, menganalisa pengetahuan dan
keterampilan keperawatan yang diperlukan mempersiapkan peralatan yang
diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.

4.5 Evaluasi
Berdasarkan hasil evaluasi keperawatan yang dilakukan pada hari Senin 29
juni 2020 pukul 14:00-18:00 WIB diruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya terhadap Tn.P didapatkan hasil evaluasi pada diagnosa pertama
yaitu Bersihan jalan nafas tidak efektif, masalah keperawatan belum teratasi
karena saat diberikan tindakan teknik batuk efektif, klien tampak masih batuk
namun mampu mengeluarkan dahak, dan klien tampak tidak sesak nafas. Evaluasi
untuk diagnosa kedua Nyeri kronis masalah teratasi sebagian klien dapat
melakukan terapi relaksasi dan distraksi, tampak tidak menghindari nyeri lagi dan
tidak memengang dada sebelah kanan, intervensi dilanjutkan dengan
berkolaborasi pemberian analgetik dan guna mengetahui masalah benar-benar
teratasi atau belum. Evaluasi untuk diagnosa ketiga intoleransi aktivitas masalah
teratasi intervensi dilanjutkan masalah teratasi karena klien dapat mengerakkan
kaki dan tangannya, dapat melakukan aktivitas secara mandiri, mengikuti anjuran
tirah baring guna mempercepat proses penyembuhan, intervensi terselesaikan.
Evaluasi untuk diagnosa keempat defisit nutrisi masalah belum teratasi karena
81

klien mengatakan tidak nafsu makan karena susah untuk menelan namun sudah
bisa makan sedikit-sedikit, intervensi dilanjutkan guna mengetahui masalah
benar-benar teratasi atau belum.
Berdasarkan hasil catatan perkembangan evaluasi keperawatan yang
dilakukan di Ruang Gardenia pada tanggal 30 Juni 2020 yaitu pada diagnosa
pertama yaitu data subyektif : Klien mengatakan masih batuk namun mampu
mengeluarkan dahaknya, data obyektif : klien mampu mengeluarkan dahak,
tampak tidak sesak nafas, Hasil TTV pasien, TD:120/80mmHg, N: 95 x/menit, S:
37.0 0C, RR: 20x/menit, pada assesment: Masalah teratasi, dan planning:
Intervensi dihentikan dan tetap anjurkan untuk kontrol secara rutin. Diagnosa
kedua hasil catatan perkembangan evaluasi keperawatan yaitu data subyektif :
Klien mengatakan tidak terasa nyeri lagi dan nyaman dari sebelumnya, dari skala
nyeri 6 (sedang) menjadi skala nyeri 3 (ringan), data obyektif : Ekspresi wajah
tampak rileks dan bugar dapat tersenyum, Tampak bersikap tidak menghindar
nyeri, pada assesment: Masalah teratasi, dan planning : Intervensi dihentikan dan
tetap anjurkan untuk tetap kontrol secara rutin perasaan nyeri jika kambuh.
Diagnosa ketiga hasil catatan perkembangan evaluasi keperawatan yaitu data
subyektif : Klien mengatakan badannya rileks dan dapat sedikit-sedikit melakukan
aktivitasnya, data obyektif : Klien tampak mampu melakukan aktivitas diri sendiri
secara penuh tanpa bantuan orang lain. (skala aktivitas 0), klien tampak
pergerakan bebas dan tidak terjadi kekakuan pada otot klien, pada assesment :
Masalah teratasi, dan planning : Intervensi dihentikan. Diagnosa keempat hasil
catatan perkembangan evaluasi keperawatan yaitu data subyektif : Klien
mengatakan sudah bisa makan sedikit-sedikit tapi tidak nafsu makan karena susah
menelan. Data obyektif hanya berbeda Hasil TTV pasien, TD:120/80mmHg, N:
95 x/menit, S : 37.0 0C, RR : 20x/menit, Pada assesment: Masalah belum teratasi,
dan planning : Lanjutkan Intervensi 1-8.
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
82

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalam jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen,
lingkungan, terutama asap rokok. (Suryo 2010). Faktor penyebab utama kanker
paru adalah kebiasaan merokok, dan perokok pasif dan zat karsinogen. Asuhan
keperawatan merupakan bagian dari pemeliharaan kesehatan. Asuhan
keperawatan pada Tn. P dengan Ganguan Oksigenasi dalam pemberian asuhan
keperawatan disesuaikan dengan standar keperawatan dalam pelaksanaan
intervensi dan implementasi ditetapkan bersama pasien. Dimana masalah yang di
temukan pada kasus Tn. P dengan diagnosa Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
obstruksi tumor dan peningkatan sekresi trakeobronkial, Nyeri kronis b.d cedera
(karsinoma), penekanan saraf oleh tumor paru, Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan suplai oksigen dan Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan
menelan makanan. Dimana dalam setiap masalah yang diangkat berbanding lurus
dengan teori baik dalam tahap pengkajian, masalah diagnosa keperawatan yang
muncul, dan intervensi keperawatan. Evaluasi keperawatan dilakukan setelah
semua kegiatan intervensi diimplementasikan dengan hasil masalah, sehingga
pasien masih harus mendapatkan perawatan baik dirumah sakit maupun selama
dirumah dan dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri dan menjaga kesehatan.

5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah :
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada pasien dengan Kanker Paru serta sebagai
acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya.
5.2.2 Bagi Rumah sakit RSUD dr. Doris Sylvanus
Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang
Gardenia, penulisan laporan seminar studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi

81
83

perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Kanker Paru,
serta sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik,
khususnya pada pasien dengan Kanker Paru.
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap
Palangka Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa
yang akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam
penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
84

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mardika.
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3.
Jakarta: EGC.

Brunner & suddarth.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 2.


Jakarta : EGC.
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG.

Globocan. 2012. Estimated cancer incidence, Mortality and prevalence 2012.


Available at: http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx pada
tanggal 29 Juni 2020

Joyce, Black & Jane Hokanse. 2014. Medical Surgical Nursing Vol.2. Jakarta.
Salemba Medika.
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC.
NANDA. 2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 201 2-2014. Jakarta : EGC.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental , Buku 1 Edisi 7. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
85

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Price, Sylvia (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis proses-proses Penyakit. Edisi 6.


Jakarta : EGC.
Riskedas. 2018. Hasil utama Riskesdas tahun 2018. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI. 83

Setiya, Andri & Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2008. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi
8. Jakarta : EGC.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: B First.

Tamsuri. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.


WHO. 2018. Cancer Cases. Diakses dari https://www.who.int pada tanggal 29
Juni 2020.

Anda mungkin juga menyukai