Anda di halaman 1dari 84

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. P DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR


HUMERUS DI RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :
Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn.P
dengan diagnosa medis Fraktur Humerus di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Pembimbing Praktik

Kristinawati, S. Kep., Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn.P dengan diagnosa
medis Fraktur Humerus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan
pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan II
(PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Kristinawati., S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 17 September 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit Fraktur Humerus............................................................5
2.1.1 Definisi Fraktur Humerus..............................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi Humerus...........................................................6
2.1.3 Etiologi.........................................................................................11
2.1.4 Klasifikasi....................................................................................12
2.1.5 Patofisiologi (Pathways)..............................................................17
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)........................................21
2.1.7 Komplikasi...................................................................................21
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................23
2.1.9 Penatalaksanaan Medis................................................................24
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................28
2.2.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................28
2.2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................37
2.2.3 Intervensi Keperawatan................................................................38
2.2.4 Implementasi Keperawatan..........................................................42
2.2.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................43
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................48
3.1 Pengkajian................................................................................................48
3.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................................64
3.3 Intervensi..................................................................................................65
3.4 Implementasi dan Evaluasi.......................................................................68
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................71
4.1 Kesimpulan..............................................................................................71
4.2 Saran........................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................73
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
LEAFLET
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan
penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan
karena kecelakaan yang tidak terduga. Fraktur femur mempunyai insiden yang
cukup tinggi diantara jenis- jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur
terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada
laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Departemen Kesehatan RI tahun 2017 menyatakan sekitar 8 juta
orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan
penyebab yang berbeda. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang, (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%) dari 14.127 trauma benda tajam/
tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Data kasus fraktur di
Kalimantan Tengah khususnya di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya tahun
2016 semakin meningkat, semua penderita yang dirawat di ruang Dahlia sebanyak
250 orang dengan rata-rata lama hari rawat inap 10-15 hari.
Fraktur humerus adalah disebabkan oleh rusaknya atau terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan. Fraktur humerus
menghubungkan tulang humerus disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,
jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan
antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar yang disebabkan oleh cedera
dari trauma langsung yang mengenai lengan bagian atas. Dampak masalah dari
fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cidera,
merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di rasakannya, resiko

1
2

terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai


masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat
menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan
untuk menyelamatkan Pasien dari kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat
dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian yaitu dengan latihan
range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot.
Untuk mengatasinya dapat dilakukan pula tindakan pembedahan. ORIF
adalah suatu jenis operasi pemasangan fiksasi internal untuk mempertahankan
posisi yang tepat pada fragmen fraktur. Pasien harus diusahakan untuk kembali ke
aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin
pada Pasien post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi Pasien seoptimal
mungkin atau melatih Pasien dan menggunakan fungsi yang masih tertinggal
seoptimal mungkin.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu : Bagaimana pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan yang
komprehensif pada Tn.P dengan diagnosa medis Fraktur Humerus di RSUD dr.
Doris Sylvanus palangka Raya?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada Tn.P dengan diagnosa medis Fraktur Humerus di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya dengan menggunakan proses keperawatan dari
pengkajian sampai dengan evaluasi keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan pada Tn.P dengan diagnosa medis Fraktur Humerus.
3

1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengidentifikasi pengkajian pada Tn.P dengan diagnosa


medis Fraktur Humerus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada Tn.P dengan diagnosa medis
Fraktur Humerus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
2.3.2.3 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah pada Tn.P dengan diagnosa medis Fraktur Humerus di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada Tn.P dengan diagnosa medis Fraktur Humerus di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan
yang dilakukan pada Tn.P dengan diagnosa medis Fraktur Humerus di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien Tn.P dengan
diagnosa medis Fraktur Humerus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit secara benar dan
bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan
mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian
proses keperawatan khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap dalam
4

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sehingga dapat


diterapkan di masa yang akan datang.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatanjang pelayanan perawatan yang berguna bagi
status kesembuhan klien.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Fraktur Humerus


2.1.1 Definisi Fraktur Humerus
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau
permukaan rawan sendi. Tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan
fisik yang menyebabkan terjadinya fraktur, dan tekanan fisik juga menimbulkan
pergeseran mendadak pada fragmen fraktur yang selalu menghasilkan cedera
jaringan lunak disekitarnya. Hal ini bisa disebabkan karena : trauma tunggal,
trauma yang berulang- ulang, kelemahan pada tulang atau fraktur patologik
(Hardisman dan Riski, 2014).
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di intregritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses
degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner &
Suddarth, 2015).
Fraktur humerus adalah terputusnya hubungan tulang humerus disertai
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga
memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan
udara luar yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai
lengan atas. (Muttaqin, 2011)
Fraktur humerus adalah Fraktur humerus atau yang dikenal juga dengan
patah tulang lengan atas. Fraktur humerus paling sering terjadi di sepanjang tulang
bagian tengah atau di ujung tulang dekat bahu. Sangat jarang kondisi ini terjadi di
ujung tulang dekat siku. (TIM Riset IDN Medis, 2019)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur
merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang
seperti Fraktur humerus yang menghubungkan tulang humerus disertai kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga
memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan

4
6

udara luar yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai
lengan atas.

2.1.2 Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya:
2.1.2.1 Fraktur Fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan,
tenaga fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:
1) Cidera langsung berarti pukulan lansung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
2) Cidera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan terjulur menyebabkan fraktur
klavikula, atau orang tua yang terjatuh mengenai bokong dan berakibat
fraktur kolom femur.
2.1.2.2 Fraktur Patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada
berbagai  keadaan berikut:
1) Tumor tulang, terbagi menjadi jinak dan ganas
2) Infeksi seperti Osteomielitis
3) Scurvy (penyakit gusi berdarah)
4) Osteomalasia
5) Rakhitis
6) Osteoporosis
Menurut (Rasjad, 2007) Umumya fraktur disebabkan oleh trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung
terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang
tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon pada menopause.
7

2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Fraktur Proximal Humerus
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua
yang terkaitdengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah
2:1.Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan
dengankerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur
ini dapatterjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu
lintas sepedamotor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan
abduksi bahu,trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri
pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat
dinding dadadan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan
dengan cedera thoraks.
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang :
a. Caput/kepala humerus
b. Tuberkulum mayor
c. Tuberkulum minor
d. Diafisis atau shaft
Klasifikasi menurut Neer, antara lain:
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis
fraktu
2. Two-part fracture:
 anatomic neck
 surgical neck
 Tuberculum mayor
 Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
 Surgical neck dengan tuberkulum mayor
 Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
8

5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture

2) Fraktur Shaft Humerus


Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah
fraktur sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis
dan 10% sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat
secara langsung maupun tidak langsung.
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak,
deformitas, dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur.
Pemeriksaan neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi
nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan
neurovaskuler serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari
sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada
manipulasi lembut.
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi artikular
9

3) Fraktur Distal Humerus


Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar
2% untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh
kejadian fraktur humerus. Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi
karena trauma langsung atau trauma tidak langsung. Trauma langsung
contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan
menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul
benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan
menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa
terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia tua.
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat
terlihat bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan
mengeluhkan siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan
(palpasi) terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas
normal.

1. Suprakondiler Fraktur

Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang


mengenai daerah siku, dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur
suprakondilus adalah fraktur yang mengenai humerus bagian distal di atas
kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi fraktur
supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion type
10

(pergeseran anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal dari


humerus. Jenis fleksi adalah jenis yang jarang terjadi. Jenis ekstensi terjadi
karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku
dan lengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan siku dalam posisi
ekstensi dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal humerus akan
terdislokasi ke arah posterior terhadap humerus.
a. Pada Dewasa
 Fraktur suprakondilus extension type
Menunjukkan cedera yang luas, dan biasanya akibat jatuh pada tangan
yang terekstensi. Humerus patah tepat di atas condilus. Fragmen distal
terdesak ke belakang lengan bawah (biasanya dalam posisi pronasi)
terpuntir ke dalam. Ujung fragmen proksimal yang bergerigi mengenai
jaringan lunak bagian anterior, kadang mengenai arteri brachialis atau
n. medianus. Periosteum posterior utuh,sedangkan periosteum anterior
ruptur; terjadi hematom fossa cubiti dalam jumlah yang signifikan.
 Fraktur suprakondilus flexion type
Tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung pada
sendi siku pada distal humeri.
b. Pada Anak
Angka kejadiannya pada anak sekitar 55% sampai 75% dari semua fraktur
siku. Insidensi puncaknya adalah pada anak berusia 5-8 tahun. 98% dari
fraktur suprakondiler pada anak adalah fraktur suprakondiler tipe ekstensi.
Gejala klinisnya adalah bengkak, nyeri pada daerah siku pada saat
digerakkan. Dapat ditemukan Pucker Sign, cekungan dari kulit pada bagian
anterior akibat penetrasi dari fragmen proximal ke muskulus brakhialis.
Pada anak, fraktur suprakondiler dapat diklasifikasikan menurut Gartland.
Klasifikasi Gartland
Tipe I : tidak ada pergeseran
Tipe II : ada pergeseran dengan korteks posterior intak, dapat disertai
angulasi atau rotasi
Tipe III : pergeseran komplit; posteromedial atau posterolateral.
11

2. Transkondiler Fraktur
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.

3. Interkondiler Fraktur
Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe
fraktur humerus distal yang lain.
Klasifikasi menurut Riseborough and Radin:
Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis
fraktur
Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen
kondilus
Tipe III : pergeseran dengan rotasi
Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan articular.

4. Kondiler Fraktur
a. Pada Dewasa
Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateral.
Klasifikasi menurut Milch :
Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan
ulna
Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan kapsuloligamen
b. Pada Anak
 Lateral Condyler Physeal Fractures
Pada anak, kejadian fraktur jenis ini adalah sebanyak 17% dari seluruh
fraktur distal humerus. Usia puncaknya adalah pada saat anak berusia 6
tahun.
Klasifikasi Milch :
Tipe I : garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui
celah kapitulotroklear. Hal ini timbul pada fraktur salter-
harris tipe IV. Siku stabil dikarenakan troklea intak.
12

Tipe II : garis fraktur meluas sampai apeks dari troklea. Ini timbul
pada fraktur salter-harris tipe II. Siku tidak stabil oleh
karena ada kerusakan pada troklea.
Klasifikasi Jacob:
Stage I : fraktur tanpa pergeseran dengan permukaan artikuler
Intak
Stage II : fraktur dengan pergeseran sedang
Stage III : pergeseran dan dislokasi komplit dan instabilitas siku.

 Medial Condyler Physeal Fractures


Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.
Klasifikasi Milch:
Tipe I : garis fraktur melewati sepanjang apex dari troklea. Hal ini
timbul pada fraktur salter-harris tipe II.
Tipe II : garis fraktur melewati celah capitulotroklear. Ini timbul
pada fraktur salter-harris tipe VI.
Klasifikasi kilfoyle :
Stage I : tidak ada pergeseran, permukaan artikular intak
Stage II : garis fraktur komplit dengan pergeseran yang minimal
Stage III : pergeseran komplit dengan rotasi fragmen dari
penarikan otot fleksor.

2.1.4 Patofisiologi (Pathways)


Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,
maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
13

ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi


sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya.
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
2) Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.
Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah
dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.
Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium
ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk
ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi
dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini
berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
14

c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus


Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.
WOC Fraktur Humerus 15

Trauma pada tulang Gerakan pintir mendadak Tekanan yang berulang (kompresi) Keadaan patologis
(Kecelakaan)

FRAKTUR HUMERUS MRS MK : Ansietas

Diskontiunitas tulang Pergeseran fragmen tulang

B I (BREATHING) B 2 (BLOOD) B 3 (BRAIN) B 4 (BLADDER) B 5 (BOWEL) B 6 (BONE)

Mual Perubahan Perubahan


Perubahan jaringan Perubahan jaringan Pergeseran fragmen Perubahan jaringan
muntah jaringan jaringan sekitar
sekitar sekitar tulang sekitar
sekitar

Inflamasi Laserasi kulit Nafsu makan Laserasi kulit


Laserasi kulit Spasme otot Nyeri saat
menurun beraktifitas
Merangsang Terputusnya vena / Ada luka
Terputusnya vena/ Peningkatan tekanan
neurotransmiter arteri terbuka
arteri kapiler BB Aktivitas
menurun terhambat
Hipotalamus perdarahan Sebagai media
perdarahan Pelepasan histamin masuknya virus
MK : penyebab infeksi
MK : Gangguan
Suplai O2 oleh darah Protein plasma hilang Reseptor nyeri Perdarahan Defisit Mobilitas
Nutrisi Fisik MK :
Persepsi nyeri Risiko Infeksi
Kebutuhan O2 Edema Kehilangan volume
Kerusakan
cairan integritas Kulit
Penekanan pembuluh MK : Nyeri Akut
Takipnea, dispnea
darah
MK : Kekurangan
MK: Ketidakefektifan perfusi jaringan Volume Cairan
Pola Napas

MK : Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer
16

2.1.5 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Menurut (Brunner & Suddarth, 2010) Manisfestasi klinis fraktur adalah
nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembekakan lokal, dan perubahan warna. Berikut tanda dan gejala dari fraktur :
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti nomalnya.  Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
3) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkapi satu sama lain 2,5 – 5 cm (1 – 2 inci).
4) Saat eksremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainnya ( uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak
yang lebih berat.
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi pasien dengan fraktur humerus di antaranya:
2.1.6.1 Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
17

ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi


pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

2.1.6.2 Komplikasi Dalam Waktu Lama


a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a
penurunan supai darah ke tulang.
18

b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


2.1.7.1 Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur
(transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas).
Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus
terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada
perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan,
bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan
kemungkinan fraktur patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus
vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.
Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur,
juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Arteriogram : dilakukan bila
dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
2.1.7.2 Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
mengikat di dalam darah.
a. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
19

b. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk pasien ginjal.


c. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
mulpel atau cidera hati.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis


2.1.8.1 Konservatif
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani
secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta
rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat ditoleransi,
ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-
union perlu reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi interna.
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada
lengan dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah.
Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku fleksi 90°
dan bagian lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast
(pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek (short cast)
dari bahu hingga siku atau functional polypropylene brace selama ± 6 minggu.

Gambar . Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif.


20

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan
pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif
ditunda hingga fraktur mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6
minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling
(gendongan) yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus
dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan
operasi dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh.
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:
a. Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus
dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada fraktur
transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena
berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat penyembuhan.
Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan
posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2
minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.
b. Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging
arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation splint
diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal
dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan
penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla,
bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan fuctional
brace pada 1-2 minggu pasca trauma.
c. Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat
ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik ini
diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang tidak
bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat
dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma.
21

d. Shoulder spica cast


Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi dan
eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi cast,
berat cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan
memposisikan ektremitas atas.
e. Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan
aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan. Brace
biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien diberikan
hanging arm cast atau coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi
metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat
dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi.
Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling
dapat menghasilkan angulasi varus (kearah midline).

2.1.8.2 Tindakan operatif


Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan
dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang
cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat
komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan sebagian besar fraktur
humerus mengalami union tanpa tindakan operatif.
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan, diantaranya:
a. Cedera multiple berat
b. Fraktur terbuka
c. Fraktur segmental
d. Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
e. Fraktur patologis
f. Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah (antebrachii)
dan humerus tidak stabil bersamaan
g. Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
h. Non-union
22

Fiksasi dapat berhasil dengan;


1. Kompresi plate and screws
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki keuntungan
tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku. Biar
bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada saraf
radialis. Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan kanal
medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus, fraktur humerus
dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi
dan perawatan yang berhubungan dengan lesi neurovaskuler, serta humerus non-
union.
Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental dimana
penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur humerus pada
tulang osteopenic, serta pada fraktur humrus patologis. Antegrade nailing
terbentuk dari paku pengunci yang kaku (rigid interlocking nail) yang
dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah kontrol (petunjuk) fluoroskopi. Pada
cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun memiliki kerugian, yaitu
menyebabkan masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus yang berarti. Jika
hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan fraktur belum mengalami union,
penggantian nailing dan bone grafting mungkin diperlukan; atau dapat diganti
dengan external fixator.
Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari
masalah tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan
kurang aman dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur. External fixation
mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan fraktur segmental
energy tinggi. External fixation ini juga prosedur penyelamatan yang paling
berguna setelah intermedullary nailing gagal. Indikasi umumnya pada fraktur
humerus dengan non-union infeksi, defek atau kehilangan tulang, dengan luka
bakar, serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak yang luas.
23

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengumpulan Data, meliputi :
1) Identitas Klien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, nomor
registrasi/MRS, dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Nyeri dapat
disebabkan karena trauma, jatuh, pukulan, kecelakaan, atau cedera. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan.:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan fraktur humerus biasanya akan diawali dengan
adanya tanda-tanda seperti.
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
24

sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian


tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada/tidak gambaran keadaan kesehatan keluarga
dan penyakit yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
d. Riwayat Psikososial
Perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya. Pada klien dengan fraktur humerus sering muncul
masalah ansietas yang disebabkan karena proses penyakit. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.

2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik (B1-B6)


Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih
sempit tetapi lebih mendalam.
25

Berikut pemeriksaan fisik dari fraktur humerus :


A. Gambaran Umum
1) Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan mengeluh nyeri dilokasi
frakturnya, Baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2) Sistematik
Secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut
(abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin, Ekstremitas atas dan
bawah serta punggung (tulang belakang).
1) Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris., tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepala.
2) Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
3) Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain tidak
mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Wjah simetris, tidak ada lesi dan
edema.
4) Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis (pada klien dengan
patah tulang tertutup tidak terjadi perdarahan). Klien yang mengalami
fraktur femur terbuka biasanya mengfalami perdarahan sehingga
konjungtiva nya anemis.
5) Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
dan nyeri tekan.
6) Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
7) Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
26

3) Pernafasan (B1: Breathing).


1. Inspeksi
Secara umum biasanya thoraks klien Tak ada pergerakan otot
intercostae, gerakan dada simetris. Pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru. Gejala-gejala umum seperti anoreksia, lelah, dan
berkurangnya berat badan merupakan gejala-gejala lanjutan.
2. Palpasi
Pada palpasi, pergerakan simetris, denyutan jantung teraba cepat,
ekspansi meningkat dan taktil fremitus teraba sama.
3. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor. Suara ketok
sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
4. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
4) Kardiovaskuler (B2:Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Frekuensi jantung
takikardi, tekanan darah biasanya meningkat atau menurun. Batas jantung tidak
mengalami pergeseran. Inspeksi tidak ada iktus jantung, iktus tidak teraba,
auskultasi suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur
5) Persyarafan (B3: Brain)
Nyeri ringan sampai dengan berat pada saat mengalami fraktur humerus
dikarenakan respon sensitivitas nyeri mengenai ujung-ujung saraf dan respon
tersebut ditransmisikan ke otak. Manifestasi sistem saraf pusat dapat terjadi
berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian. Tingkat kesadaran
biasanya komposmentis.
a. Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku klien. Biasanya
status mental tidak mengalami perubahan.
b. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I : fungsi pendiuman tidak ada gangguan.
27

Saraf II : ketajaman penglihatan normal


Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata, pupil
isokor.
Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah dan reflek kornea tidak
ada kelainan.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII: lidah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
faskulasi. Indra pengecapan normal.
c. Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
d. Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur humerus berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak menga;lami
gangguan. Selian itu, timbul nyeri akibat fraktur.
6) Perkemihan (B4: Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Biasanya klien fraktur humerus tidak mengalami gangguan.
7) Pencernaan (B5: Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi: turgor
baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk teraba. Perkusi: suiara timpani, ada
pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik normal 20x/menit.
Inguinal,genital: hernia tidak teraba, tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada
kesulitan BABmmengalami gangguan yaitu terjadi tidak nafsu makan dan mual
muntah.

B. Pemeriksaan lokal:
Tulang, otot dan integument (B6: Bone)
Pada klien fraktur humerus terjadi gangguan massa otot dan kekuatan otot
menurun, Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
28

oedema, nyeri tekan. Deformitas membuat nyeri pada tulang. Penggunaan otot
bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan/kelemahan, sering didapatkan
intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Activity Day Living). Harus
dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama
mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal
yang penting adalah:
1) Look (inspeksi)
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan adanya pembengklakan
yang tidak biasa (abnormal) dan deformitas. Perhatikan adanya sindrom
kompartemen pada bagian distal fraktur humerus. Apabila terjadi fraktur terbuka,
perawat dapat menemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai
kerusakann intergritas kulit.
a. Bandingkan dengan bagian yang sehat
b. Perhatikan posisi anggota gerak
c. Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka.
d. Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari.
e. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan.

2) Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar
dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si
pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan
perasaan si pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Temperatur setempat yang meningkat
b. Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
c. Krepitasi
d. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota
29

gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada
bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
e. Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.

3) Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)


Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan
anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
a. Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk
mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk
mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,
agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan
sebelum dan sesudahnya.
b. Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah
fraktur (kecuali pada incomplete fracture).
c. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
d. Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor
intra artikuler atau ekstra artickuler.
 Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang
menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena
kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi.
 Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit.

Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh
menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa). Selain pemeriksaan penting
untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat
kemajuan/kemunduran pengobatan. Selain diperiksa pada posisi duduk dan
berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk
mengetahui apakah pincang disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy,
fixed deformity.
30

Anggota gerak atas:


 Sendi bahu:
Sendi bahu merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada
beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak tulang
belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi akromioklavikula, gerak
sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal (floating joint). Karena
gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan
diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang pasien,
kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa ada
di samping pasien.
 Sendi siku:
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap
humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dan
memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk
menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
 Sendi pergelangan tangan:
Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral adalah
pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii.
Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar deviasi.
 Jari tangan:
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan aposisi
terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi, dan fleksi.
Jari-jari lainnya hamper sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)
merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,
sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx)
hanya diukur fleksi dan ekstensi.

2.2.1.1 Pola-Pola Fungsi Kesehatan


(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
31

klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme


kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap.
32

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri


Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
body image).
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur.
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri
yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping
yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik, agen pencedera
fisiologis, agen pencedera kimiawi (halaman 172, D.0077).
2.2.2.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan. (halaman 124, D.0054).
2.2.2.3 Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi, perubahan pigmentasi, perubahan hormonal, faktor mekanis,
33

kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi


integritas kulit. (halaman 282, D.0129).
2.2.2.4 Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit,
insisi pembedahan (halaman 304, D.0142).
2.2.2.5 Defisit pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi (halaman 246, D.0111)
(Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017).

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan pada klien dengan fraktur humerus meliputi :
Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik, agen
pencedera fisiologis, agen pencedera kimiawi (halaman 172, D.0077).
1) Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan dan
masalah nyeri klien dapat teratasi.
2) Kriteria Hasil :
 Skala nyeri= 3 (1-10)
 Menyangkal nyeri,
 Melaporkan perasaan nyaman,
 Ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
 Irama pernafasan teratur
 TTV dalam batas normal
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
nyeri. 2. Untuk mengetahui perkembangan
2. Observasi tanda-tanda vital klien
3. Identifikasi faktor yang 3. Mencari tahu faktor memperberat
memperberat dan memperingan dan memperingan nyeri agar
nyeri. mempercepat proses kesembuhan.
4. Memberikan kondisi lingkungan
4. Kontrol lingkungan yang yang nyaman untuk membantu
memperberat rasa nyeri. meredakan nyeri.
5. Jelaskan pada klien penyebab dari 5. Memberikan penjelasan akan
34

nyeri. menambah pengetahuan klien


6. Berikan teknik nonfarmakologis. tentang nyeri.
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis 6. Salah satu cara mengurangi nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri. seperti TENS, hipnosis, terapi
8. Kolaborasi dengan dokter musik, terapi pijat, akupresur,
pemberian analgetik, jika perlu. aromaterapi, imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain.
7. Agar klien atau keluarga dapat
melakukan secara mandiri ketika
nyeri kambuh.
8. Bekerja sama dengan dokter
dalam pemberian dosis obat dan
tindakan dependen perawat,
dimana analgetik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri.

Diagnosa II : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak


nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan
penurunan kekuatan/tahanan. (halaman 124, D.0054).
1) Tujuan : Setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunjukan
peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas dan tingkat mobilitas
optimal.
2) Kriteria Hasil:
 Penampilan yang seimbang, melakukan pergerakkan dan perpindahan.,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
0 : mandiri penuh
1 : memerlukan alat bantu
2 : memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,
dan pengajaran.
3 : membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 : ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan 1. Mengidentifikasi masalah,
kesehatan dan kebutuhan akan memudahkan intervensi.
peralatan. 2. Mempengaruhi penilaian terhadap
2. Tentukan tingkat motivasi pasien kemampuan aktivitas apakah
35

dalam melakukan aktivitas. karena ketidakmampuan ataukah


3. Ajarkan dan pantau pasien dalam ketidakmauan.
hal penggunaan alat bantu. 3. Menilai batasan kemampuan
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam aktivitas optimal.
latihan ROM aktif dan pasif. 4. Mempertahankan /meningkatkan
5. Kolaborasi dengan ahli terapi kekuatan dan ketahanan otot.
fisik atau okupasi. 5. Sebagai suaatu sumber untuk
mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan
mobilitas pasien.

Diagnosa III : Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan


perubahan sirkulasi, perubahan pigmentasi, perubahan hormonal, faktor
mekanis, kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas kulit. (halaman 282, D.0129)
1) Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan Mencapai
penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
2) Kriteria Hasil:
 Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
 Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor,
 Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Kaji kulit dan identifikasi pada 1. Mengetahui sejauh mana
tahap perkembangan luka. perkembangan luka
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, mempermudah dalam melakukan
serta jumlah dan tipe cairan luka. tindakan yang tepat
3. Pantau peningkatan suhu tubuh. 2. Mengidentifikasi tingkat
4. Berikan perawatan luka dengan keparahan luka akan
teknik aseptik. Balut luka dengan mempermudah intervensi.
kasa kering dan steril, gunakan 3. Suhu tubuh yang meningkat dapat
plester kertas. diidentifikasikan sebagai adanya
5. Jika pemulihan tidak terjadi proses peradangan.
kolaborasi tindakan lanjutan, 4. Teknik aseptik membantu
misalnya debridement. mempercepat penyembuhan luka
6. Setelah debridement, ganti balutan dan mencegah terjadinya infeksi.
sesuai kebutuhan. 5. Agar benda asing atau jaringan
7. Kolaborasi dengan tim bedah untuk yang terinfeksi tidak menyebar
dilakukan bedah perbaikan pada luas pada area kulit normal
kerusakan jaringan agar tingkat lainnya.
kesembuhan dapat dipercepat. 6. Balutan dapat diganti satu atau
dua kali sehari tergantung kondisi
36

parah/ tidak nya luka, agar tidak


terjadi infeksi.
7. Bedah perbaikan dilakukan
terutama pada pasien fraktur
terbuka dengan luka yang luas
yang dapat menjadi pintu  masuk
kuman yang ideal.

Diagnosa IV : Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh,


respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan (halaman 304, D.0142).
1) Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan infeksi tidak
terjadi / terkontrol.
2) Kriteria Hasil:
 Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
 Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda vital. 1. Mngidentifikasi tanda-tanda
2. Lakukan perawatan luka dengan peradangan terutama bila suhu
teknik aseptik. tubuh meningkat.
3. Lakukan perawatan terhadap 2. Mengendalikan penyebaran
prosedur inpasif seperti infus, mikroorganisme patogen.
kateter, drainase luka. 3. Untuk mengurangi risiko infeksi
4. Jika ditemukan tanda infeksi nosokomial.
kolaborasi untuk pemeriksaan 4. Penurunan Hb dan peningkatan
darah, seperti Hb dan leukosit. jumlah leukosit dari normal bisa
5. Kolaborasi untuk pemberian terjadi akibat terjadinya proses
antibiotik. infeksi.
5. Antibiotik mencegah
perkembangan mikroorganisme
patogen

Diagnosa V : Defisit pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi (halaman 246, D.0111)
37

1) Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan pasien


memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
 Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh.
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi
pasien/keluarga tentang penyakit. pada pasien/keluarga, perawat
2. Kaji latar belakang pendidikan perlu mengetahui sejauh mana
pasien. informasi atau pengetahuan yang
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diketahui pasien/keluarga
diet, perawatan dan pengobatan 2. Agar perawat dapat memberikan
pada pasien dengan bahasa dan penjelasan dengan menggunakan
kata-kata yang mudah dimengerti. kata-kata dan kalimat yang dapat
4. Jelasakan prosedur yang akan dimengerti pasien sesuai tingkat
dilakukan, manfaatnya bagi pasien pendidikan pasien
dan libatkan pasien didalamnya. 3. Agar informasi dapat diterima
5. Gunakan gambar-gambar dalam dengan mudah dan tepat sehingga
memberikan penjelasan (jika tidak menimbulkan
ada/memungkinkan). kesalahpahaman.
4. Dengan penjelasan yang ada dan
ikut secra langsung dalam
tindakan yang dilakukan, pasien
akan lebih kooperatif dan
cemasnya berkurang
5. Gambar-gambar dapat membantu
mengingat penjelasan yang telah
diberikan.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
38

efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tahap evaluasi menentukan
kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien
terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian mengganti rencana
perawatan jika diperlukan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.
48

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Dhea Permatasari Iskandar


NIM : 2018.C.10a.0964
Ruang Praktek : Ruang Muskuloskeletal (Dahlia)
Tanggal Praktek : 17 September-19 September 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 17 September 2020, pukul 16.00 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.P
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Beliang No.12, Palangka Raya
Tgl MRS : 14 September 2020
Diagnosa Medis : Fraktur Humerus

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan “nyeri luka pada bagian lengan atas sebelah kiri, nyeri
terasa seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 (0-10), nyeri terasa saat bergerak dan
nyeri terasa selama 1-2 menit.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan telah mengalami KLL (Kecelakaan Lalu Lintas) pada
tanggal 13 September 2020 pukul 09.00 WIB. Saat pasien sedang berkendara
dengan sepeda motor pasien ditabrak dari belakang oleh sepeda motor. Pasien

48
49

segera di bawa ke IGD RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya oleh


keluarganya, di IGD pasien langsung mendapatkan tindakan pemasangan bidai di
bagian lengan atas sebelah kiri, pemasangan infus Nacl 0,9% ditangan sebelah
kanan dan dilakukan rontgen pada bagian ekstremitas atas. Karena kondisi pasien,
dokter menyarankan untuk di rawat inap untuk dilakukan tindakan operasi
humerus namun pasien belum siap. Pada tanggal 15 September 2020 pasien
datang kembali lagi ke poli RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dibawa oleh
keluarganya karena pasien menyatakan sudah siap untuk dilakukan tindakan
operasi, kemudian pasien rawat inap di ruang dahlia dan dijadwalkan untuk
dilakukan operasi orif pada tanggal 17 September 2020 pukul 08.00 WIB.

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Klien mengatakan tidak pernah mempunyai riwayat penyakit sebelumnya.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tn. P mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama seperti dia dan tidak memiliki riwayat penyakit turunan.

Genogram Keluarga

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien
50

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran Pasien Compos Menthis, posisi
pasien supinasi, ekspresi pasien tampak meringis, terpasang cairan infus Nacl
0,9% dengan tetesan 20 tpm di tangan sebelah kanan, pada lengan atas bagian
kiri tampak terbalut dengan perban elastis, Terdapat luka post operasi
pembedahan ORIF H1 serta terdapat vakum drain dari bekas operasi dengan
produksi darah 25cc.

3.1.3.2 Status Mental :


Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pasien. Kesadarannya
compos menthis, berbicara dengan jelas dan kooperatif, ekspresi wajah
Pasien meringis, bentuk tubuh Pasien mesomorph, Pasien berbaring dengan
cara supinasi, suasana hati Pasien tenang dan Pasien tampak kurang rapi.
Pada saat pengkajian orientasi, Pasien mampu membedakan pagi, siang dan
malam, Pasien mampu membedakan antara keluarga dan tenaga kesehatan
(Dokter. Perawat), dan Pasien mengetahui bahwa ia berada di Rumah sakit,
insight klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.

3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :


Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian TTV pasien pada tanggal 17
September 2020 pukul 16:00 WIB, suhu tubuh klien/ S = 37,0 °C tempat
pemeriksaan axilla, nadi/N = 90x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit,
tekanan darah TD = 120/80 mmhg.

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada pasien teraba simetris, Pasien tidak memiliki kebiasaan
merokok, tidak ada batuk berdarah, tidak ada batuk, tidak ada sianosis, tidak
ada nyeri dada, tidak ada sesak napas, tipe pernasan dada dan perut, irama
pernapasan teratur, suara napas vesikuler, dan tidak ada suara nafas
tambahan.
Keluhan lainnya : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada
51

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Pasien tidak ada nyeri dada, tidak ada kram kaki, tidak pucat, tidak ada
pusing, tidak clubbing finger, tidak sianosis, tidak ada sakit kepala, tidak
ada palpitasi, tidak pingsan. Capillary refill <2 detik, tidak ada edema pada
bagian ekstremitas atas dan bawah, ictus cordis tidak terlihat, tidak ada
peningkatan vena jugularis, suara jantung normal S1 lup, S2 dup.
Keluhan lainnya : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada

3.1.3.6 Persyarafan (Brain)


Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran
klien tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri
positif, klien merasakan nyeri lengan atas sebelah kiri, tidak vertigo, tampak
gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung,
tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I (Olfaktori) : Pasien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih atau alcohol, kopi.
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (Optik) : Pasien dapat melihat dengan jelas orang
yang ada disekitarnya.
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil pasien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Pasien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Pasien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah, Pasien mampu merasakan nyeri.
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Pasien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat mendengar perkataaan
dokter, perawat dan keluarganya.
52

3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Pasien dapat membedakan rasa


pahit dan manis.
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Pasien dapat berbicara dengan jelas.
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : Pasien dapat mengangkat bahunya.
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Pasien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstremitas atas dari jari ke jari sebelah kiri (-), sebelah kanan positif, jari
kehidung sebelah kanan positif sebelah kiri negatif, ektremitas bawah, tumit
ke jempol kaki positif, dan uji kestabilan positif. Pemeriksaan tes reflek
pada bisep pada tanan kanan positif (+) skala 5, pada kiri negatif(-) dengan
skala kiri 1. Pada reflek trisep pada tangan kanan positif (+) dengan skala 5,
pada tangan kiri negatif (-) dengan skala 1. Pada brachioradialis kanan
positif (+) dengan skala 5, tangan kiri positif (-) dengan skala 1. Pada patella
pada kaki kanan negatif (+) skala 5 dan pada kaki kiri positif (+) dengan
skala 5. Pada aciles pada kaki kanan positif (+) dengan skala 5, dan pada
kaki kiri (+) dengan skala 5. Pada babinski negatif (+) dan kiri negatif(+).
Keluhan lainnya : Pasien mengatakan “nyeri luka pada bagian lengan atas
sebelah kiri, nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 (0-10), nyeri
terasa saat bergerak dan nyeri terasa selama 1-2 menit
Masalah keperawatatan : Nyeri Akut

3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)


Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5 x
24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak inkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
53

3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)


Bibir klien tampak lembab, tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah
klien tidak ada lesi, mukosa klien tidak ada pembengkakan, tidak ada
peradangan, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 2x/hari warna
kekuningan dengan konsistensi lemah, tidak diare, tidak konstipasi, tidak
kembung, bising usus klien terdengar hiperakif 20 x/menit, dan tidak ada
terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada

3.1.3.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi klien tampak terbatas, ada nyeri pada lengan
atas bagian kiri, ada kekakuan lengan. Ukuran otot pasien simetris.
Kekuatan otot Pasien ektermitas atas kiri 1, kanan 5, ektremitas bawah kiri
5, kanan 5, tidak ada peradangan pada kaki atau tangan, dan ada perlukaan
pada bagian lengan atas sebelah kiri yaitu luka operasi pembedahan ORIF
H0.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan sulit menggerakan badannya, skala
aktivitas 3 memerlukan bantuan atau pengawas orang lain dan peralatan
Masalah keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik

3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan, dan kosmetik
dan lainnya. Suhu kulit klien teraba panas, warna kulit coklat tua, turgor
baik, tekstur halus, tidak ada tampak terdapat lesi, tidak tampak terdapat
jaringan, tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan bentuk
kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
54

3.1.3.11 Sistem Penginderaan


a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata
kiri (VOS) = 6/6, sclera klien ikterik, warna konjungtiva ikterik, kornea
ikterik, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat
adanya nyeri.
b. Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.
c. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher
klien bergerak bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
3.1.3.13.1 Reproduksi Pria
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, tidak ada gatal-gatal, gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/
normal, tidak ada discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada
keluhan lainnya.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Pasien mengatakan kesehatan merupakan suatu keadaan terbebas dari
penyakit sedangkan penyakit adalah keadaan dimana fisik terganggu
karena terjadi proses penyakit
55

3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme


Klien ada program diet (tinggi kalori, tinggi protein) TKTP, klien tidak
merasa mual, tidak ada muntah, tidak mengalami ketidakmampuan
menelan dan merasa haus.
TB : 170 Cm
BB sekarang : 60 Kg
BB Sebelum sakit : 60 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 60 = 20,7 (gizi baik)
(170)²
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x/ hari 3x/ hari
Porsi 3 porsi 3 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi, sayur, buah, lauk Nasi, sayur, buah, lauk
Jenis Minuman Air putih, air susu Air putih, air susu
Jumlah minuman/cc/24 jam 2000 cc 2000 cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : Tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada

3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur


Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pola istirahat dan tidur.
Sebelum sakit tidur malam klien sekitar 7-8 jam dan tidur siang sekitar 1-2
jam, sesudah sakit tidur malam klien sekitar 8-9 jam dan tidur siang 1-2
jam.
3.1.4.4 Kognitif
Sebelum sakit Pasien dapat berkomukasi dengan keluarganya, dapat
mendengarkan mengerti dengan baik apa yang di bicarakan serta dapat
berespon dengan baik dengan orang–orang sekitar. Setelah dilakukan
operasi pasien mengatakan tidak tau tentang perawatan selanjutnya dan
tidak berani melakukan apa-apa setelah operasi. Keluarga mengatakan
56

belum ada dijelaskan bagaimana cara perawatan pada pasien setelah


operasi. Saat ditanyakan apa yang pasien dan keluarga ketahui tentang
perawatan paska operasi, pasien dan keluarga tampak bingung dan
menjawab luka operasi dapat cepat sembuh bila diberikan obat yang baik
dan luka tidak kena basah.
Masalah keperawatan : Tidak ada.
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya, klien adalah seorang laki-laki,
klien orang yang ramah, klien bekerja sebagai seorang Petani.
Masalah keperawatan : Tidak ada.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Pasien mengatakan sulit menggerakkan badanSebelum dibawa ke RS
Pasien mengatakan aktivitas sehari-hari yang dilakukan adalah bekerja
disawah. Setelah sakit dan dibawa ke RS Pasien tidak dapat beraktivitas
dan hanya di tempat tidur serta aktivitas seperti BAK, BAB dan makan
Pasien dibantu oleh keluarga.
Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta
bantuan kepada keluarga, dan keluarga selalu menolongnya.
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien mengatakan bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan
dengan keyakinan yang di anut.
Masalah keperawatan : Tidak ada.

3.1.5 Sosial - Spiritual


3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
57

4.2.7.1 Bahasa sehari-hari


Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa
Indonesia.
4.2.7.2 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap
saat selalu memperhatikan dan mendampingi Tn.P selama diarawat di
rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat
berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah istri dan anak-
anaknya.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk bekerja dan meluangkan
waktu untuk keluarga, sesudah sakit aktivitas klien dibatasi
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Sebelum sakit klien selalu menjalankan ibadah Kebaktian dan membaca
alkitab bersama dengan suami dan abaknya , disaat sakit klien tidak bisa
beribadah.

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


Data penunjang : 13 September 2200
1) Pemeriksaan Radiologis (Rontgen)
58

K
Kesan : Fraktur kominutif 1/3 distal sampai tengah os humerus sinistra .

2) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Glukosa (S) 92 <200 mg/dL
Creatinin 1,01 L: -7,0
P: 2,4-5,7
Ureum 44 mg/dl 21-53
WBC 11,79x10^3/uL 4.00-10.00
HGB 10.0 g/dL 11.0-16.0
PLT 231x 10^3/uL 150-400
HCT 38% 37-48%

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Tanggal 17 September 2020
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi Kontraindikasi
1 Infus NaCl 500 cc Infu Di indikasikan untuk Alergi terhadap natriym
0,9%/24 jam 20 tpm s membantu memenuhi chloride, tidak boleh
elektroit pada keadaan
dehidrasi syok
59

hipovolemik.
2 Mecobalamin 3 x 50 IV Sebagai vitamin hipersensitif
mg persyarafan (Sumber :
(Sumber : http://pionas.pom.go.id)
https://www.honestdo
cs.id/mecobalamin)
3 Injeksi 2x 8 IV Penanganan jangka Anak usia di bawah 16
Katerolac mg pendek untuk nyeri tahun; gangguan fungsi
pasca bedah yang ginjal sedang sampai
sedang (tablet); berat (kreatinin serum <
penanganan jangka 160µmol/L)
pendek untuk nyeri (Sumber:http://pionas.p
akut pasca bedah yang om.go.id)
sedang hingga berat
(injeksi)
(Sumber :
http://pionas.pom.go.i
d)
4 Paracetamol 3x 200 IV Parasetamol Hipersensitif dan
mg merupakan obat yang gangguan hati berat.
memiliki efek untuk (Sumber:
mengurangi rasa sakit https://kalbemed.com/)
(analgesik) dan
menurunkan demam
(antipiretik)
(Sumber :
https://kalbemed.com/
)
5 Ranitidine 3 x 50 IV Untuk mengobati dan Penderita yang
mg mencegah berbagai diketahui hipersensitif
penyakit perut yang terhadap ranitidine
disebabkan terlalu (Sumber:
banyak produksi asam http://pionas.pom.go.id)
lambung. Tukak
lambung dan tukak
duodenum, refluks
esofagitis, dispepsia
episodik kronis, tukak
akibat AINS, tukak
duodenum
karena H.pylori,
sindrom Zollinger-
60

Ellison, kondisi lain


dimana pengurangan
asam lambung akan
bermanfaat. (Sumber :
http://pionas.pom.go.i
d)
6 Po: vitamin C 3x500 IV Membantu Penggunaan suplemen
mg mempercepat proses vitamin C atau alergi
penyembuhan luka terhadap bahan inaktif
(Sumber :
dalam suplemen
http://pionas.pom.go.i
(seperti kacang atau
d) kedelai). Pada pasien
yang memiliki alergi
terhadap sulfit juga
perlu diperhatikan
karena beberapa
sediaan vitamin C
mengandung sulfit.
(Sumber:
https://www.alomedika.
com
https://honestdocs.id)
7 Kalnex 3x500 IV Untuk mengurangi Pasien yang menerima
mg serta memberhentikan terapi trombin.
perdarahan. Pasien dengan riwayat
hipersensitivitas.

Palangka Raya, 17 September 2020


Mahasiswa,

Dhea Permatasari Iskandar


NIM:2018.C.10a.0964
61

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Kecelakaan lalu lintas Nyeri Akut
Pasien mengatakan “nyeri luka
pada bagian lengan atas sebelah Terjadinya fraktur
kiri, nyeri terasa seperti tertusuk- humerus
tusuk, skala nyeri 5 (0-10), nyeri
terasa saat bergerak dan nyeri Tindakan pembedahan
terasa selama 1-2 menit”. invasif ORIF
DO :
- Ekspresi wajah klien tampak Terangsangnya saraf
meringis saat bergerak.
- Tampak berhati-hati bila Hipotalamus
bergerak.
- Terdapat luka post operasi Korteks cerebri
pembedahan ORIF H1 pada
tanggal 17 September 2020 Penekanan pada syaraf
- Terbalut perban elastis pada nyeri
lengan atas bagian kiri
- Klien tampak gelisah Perasaan tidak nyaman
- Bersikap protektif (mis.posisi
menghindar nyeri)
- Skala nyeri sedang (5) Nyeri Akut
- Klien tampak lemas
- Terdapat vakum drain 25cc
bekas operasi
- Cara berbaring klien tampak
supinasi
- Terpasang NaCl 0,9% 500 ml
20 tpm ditangan sebelah kanan
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 90 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 22 x/menit
62

DS : - Kecelakaan lalu lintas Risiko Infeksi


DO :
- Tidak tampak kemerahan di Terjadinya fraktur
area sekitar balutan luka. humerus
- Terpasang cairan infus Nacl
0,9% dengan tetesan 20 tpm di Tindakan pembedahan
tangan sebelah kanan invasif ORIF
- Ekspresi wajah klien tampak
meringis saat menggerakan (prosedur invasif)
tangan kirinya
- Terpasang vakum drain Risiko Infeksi
dengan produksi darah 25cc.
- Hasil lab
WBC: 11,79 10^3/uL
- Terdapat luka bekas operasi di
lengan atas bagian kiri Post op
H1
- Terbalut perban elastis pada
lengan atas bagian kiti.
- Terpasang NaCl 0,9% 500 ml
20 tpm ditangan sebelah kanan
klien
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 90 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 22x/menit
63

DS : Pasien mengatakan sulit Kecelakaan lalu lintas Gangguan


menggerakkan badan. Mobilitas Fisik
DO : Terjadinya fraktur
- Klien tampak terbatas humerus
melakukan pergerakan
- Klien tampak lelah dan gelisah Kekuatan otot lengan
- Ekspresi klien tampak menurun
meringis pada saat
menggerakan tangan kiri nya Kerusakan integritas
- Skala aktivitas 3 : memerlukan struktur tulang
bantuan atau pengawas orang
lain dan peralatan. Keterbatasan bergerak
- Pasien terpasang vacum drain
- Ketika kaki di gerakkan Pasien Gangguan Mobilitas
tampak sakit pada luka operasi Fisik
- Kekuatan otot
Atas 5 1
Bawah 55
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 90 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 22 x/menit
DS: Fraktur Defisit
- Pasien dan keluarga Pengetahuan
mengatakan tidak tau tentang Pembedahan
perawatn setelah operasi
- Keluarga mengatakan belum Perubahan status
ada dijelaskan bagaimana cara kesehatan
perawatan pada pasien setelah
operasi Kurang terpapar
DO : informasi
- Saat ditanyakan apa yang
pasien dan keluarga ketahui Defisit Pengetahua
tentang perawatan paska
operasi, pasien dan keluarga
menjawab luka operasi dapat
cepat sembuh bila diberikan
obat yang baik dan luka tidak
kena basah.
- Pasien post op ORIF fraktur
Humerus H1
- Pasien dan keluarga
- Tampak bingung
- Tingkat pendidikan pasien
lulusan SMA
64

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (Prosedur Pembedahan)


yang ditandai dengan Pasien mengatakan “nyeri luka pada bagian lengan atas
sebelah kiri, nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 (0-10), nyeri
terasa saat bergerak dan nyeri terasa selama 1-2 menit”, Pasien tampak
meringis, pasien tampak berhati-hati bila bergerak, terdapat luka post oporasi
pembedahan ORIF H1 pada tanggal 17 September 2020, Terbalut perban
elastis pada lengan atas bagian kiri, tampak gelisah, terdapat vakum drain
bekas operasi, hasil pemeriksaan TTV = TD : 120/80 mmHg, N : 90 x/menit,
S : 37,0 0C, RR : 22 x/menit.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan integritas struktur
tulang yang ditandai dengan Pasien mengatakan “sulit menggerakkan badan”,
Tingkat kesadaran Pasien compos menthis, gerakan terbatas, gelisah, Pasien
tampak sakit pada luka operasi, ekspresi klien tampak meringis pada saat
menggerakan tangan kiri nya, pada saat makan Pasien tampak di bantu oleh
keluarga, kekuatan otot atas 5 1 ,bawah 5 5,terpasang vacum drain dan
kateter, TD : 120/ 80 mmHg, N: 90 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S: 37,0 ℃, skala
aktivitas 3.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan Prosedur invasif yang ditandai dengan
Hasil Laboratorium WBC : 11,79 10^3/uL, Terdapat luka bekas operasi di
lengan atas bagian kiri, Post op hari ke 0.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai
dengan pasien dan keluarga mengatakan tidak tau perawatan setelah operasi,
keluarga mengatakan belum ada dijelaskan bagaimana cara perawatan pada
pasien setelah operasi, saat ditanyakan apa yang pasien dan keluarga ketahuii
tentang perawatan paska operasi, pasien dan keluarga menjawab luka operasi
dapat cepat sembuh bila diberikan obat yang baik dan luka tidak kena basah,
Pasien post op ORIF fraktur Femur hr.0, Pasien dan keluarga tampak bingung
,Tingkat pendidikan pasien lulusan SMA.
65

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn. P
Ruang Rawat : Dahlia No.7
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (halaman 201,
dengan agen cidera fisik keperawatan 1x24 jam I.08238)
(Prosedur Pembedahan) diharapkan masalah nyeri klien 1. Observasi TTV 1. Mengetahui kondisi umum pasien
yang ditandai dengan dapat teratasi, dengan kriteria 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, 2. Selalu memantau perkembangan nyeri
Pasien mengatakan “nyeri hasil : durasi, frekuensi, kualitas, 3. Mencari tahu faktor memperberat dan
luka pada bagian lengan 1. Dalam waktu 24 jam Skala intensitas nyeri. memperingan nyeri agar mempercepat
atas sebelah kiri, nyeri nyeri = 3 (1-10) 3. Identifikasi faktor yang proses kesembuhan.
terasa seperti tertusuk- 2. Klien menjadi rileks dan memperberat dan memperingan 4. Memberikan kondisi lingkungan yang
tusuk, skala nyeri 5 (0-10), bugar nyeri. nyaman untuk membantu meredakan
nyeri terasa saat bergerak 3. Klien dapat tersenyum. 4. Kontrol lingkungan yang nyeri.
dan nyeri terasa selama 1-2 4. Dalam waktu 24 jam hasil memperberat rasa nyeri. 5. Salah satu cara mengurangi nyeri
menit”, ekspresi tampak TTV normal : 5. Berikan edukasi teknik seperti TENS, hipnosis, terapi musik,
meringis, tampak berhati- TD : 120/80 mmHg nonfarmakologis. terapi, pijat, akupressur, aromaterapi,
hati bila bergerak, terdapat N : 90 x/menit 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis imajinasi terbimbing, kompres
luka post oporasi S : 37,0 0C untuk mengurangi rasa nyeri. hangat/dingin, dan terapi bermain.
pembedahan ORIF H1 pada RR : 22 x/menit 7. Kolaborasi dengan dokter 6. Agar klien atau keluarga dapat
tanggal 17 September 2020, pemberian analgetik, jika perlu. melakukan secara mandiri ketika nyeri
Terbalut perban elastis pada kambuh.
lengan atas bagian kiri, 7. Bekerja sama dengan dokter dalam
tampak gelisah, terdapat pemberian dosis obat dan tindakan
vakum drain bekas operasi, dependen perawat, dimana analgetik
hasil pemeriksaan TTV = berfungsi untuk memblok stimulasi
TD : 120/80 mmHg, N : 90 nyeri.
x/menit, S : 37,0 0C, RR :
22 x/menit (halaman 174,
D.0078).
66

2. Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan tindakan Dukungan Mobilisasi (halaman 30, 1. Mengetahui keluhan sehingga
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam I.05173) mobilisasi terganggu
Kerusakan integritas jam diharapkan mobilitas fisik 2. Identifikasi adanya nyeri atau
struktur tulang yang keluhan fisik 2. Membantu pasien dalam mobilisasi
meningkat dengan kriteria 3. Melatih keluarga dalam membantu
ditandai dengan Pasien hasil: 3. Fasilitasi melakukan mobilisasi
mengatakan “sulit dengan alat bantu mobilisasi pasien.
1. Kekuataan otot meningkat 4. Memberikan pemahaman tentang
menggerakkan badan”, 4. Libatkan keluarga untuk membantu
ektremitas atas 51 mobilisasi pada pasien dan keluarga
Tingkat kesadaran Pasien pasien dalam meningkatkan
ektremitas bawah 55 dan membantu proses penyembuhan.
compos menthis, gerakan pergerakan
2. Pasien dapat melakukan 5. Menilai batasan kemampuan aktivitas
terbatas, gelisah, ekspresi 5. Jelaskan tujuan dari prosedur
mobilisasi dengan optimal.
tampak meringis saat mobilisasi
menggunakan alat bantu 6. Mempertahankan /meningkatkan
menggerakann tangan 6. Anjurkan melakukan mobilisasi
(cructh) kekuatan dan ketahanan otot.
kirinya, Pasien tampak sakit dini
3. Rentang gerak (ROM) 7. Sebagai suaatu sumber untuk
pada luka operasi, pada saat 7. Ajarkan dan dukung pasien dalam
ektremitas atas sd 900 mengembangkan perencanaan dan
makan Pasien tampak di latihan ROM aktif dan pasif.
4. Pasien dapat miring kanan mempertahankan/meningkatkan
bantu oleh keluarga, 8. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
dan miring kiri secara mobilitas pasien.
kekuatan otot atas 5 1 atau okupasi.
mandiri
,bawah 5 5,terpasang
vacum drain dan kateter,
TD : 120/ 80 mmHg, N: 90
x/mnt, RR : 22 x/mnt, S:
37,0 ℃, skala aktivitas 3
(halaman 124, D.0054)
67

3. Resiko Infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (halaman 328,
dengan prosedur invasif keperawatan 1x7 jam masalah I.14564) 1. Untuk mengetahui jika infeksi
yang ditandai dengan Hasil intoleransi aktivitas klien dapat 1. Monitor karakteristik luka dan bertambah parah
Laboratorium WBC : 11,79 teratasi dengan kriteria hasil : tanda-tanda infeksi 2. Untuk menjaga luka agar tetap bersih.
10^3/uL,terdapat luka bekas 1. Tidak ada tanda-tanda 2. Pertahankan teknik steril saat 3. Untuk mencegah infeksi bertambah
operasi dilengan atas bagian infeksi luka post ORIF dan melakukan perawatan luka parah.
kiri, post ORIF H1 luka area insersi vacuum 3. Anjurkan keluarga untuk menjaga 4. Memberikan pemahaman tentang
(halaman 304, D.0142). drain (tidak ada kemerahan, lingkungan agar tetap bersih perawatan luka operasi pada pasien dan
pembengkakan, 4. Anjurkan prosedur perawatan luka keluarga untuk membantu proses
pengeluaran pus, dan secara mandiri oleh keluarga penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam 5. Untuk mengatasi atau mencegah infeksi
produksi drainase purulen)
pemberian antibiotik. bakteri
2. Integritas kulit dan jaringan
membaik.
3. Suhu tubuh dalam batas
normal (36-37,50C)
4. WBC dalam batas normal
4.00-10.00 10^3/uL

4. Defisit pengetahuan tantang Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien 1. Mengetahui seberapa jauh pengalaman
kondisi, prognosis dan keperawatan selama 1x24 jam dan keluarga tentang penyakitnya. dan pengetahuan klien dan keluarga
kebutuhan pengobatan diharapkan pasien 2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya.
berhubungan dengan tentang kondisinya sekarang . 2. Dengan mengetahui penyakit dan
mengutarakan pemahaman
keterbatasan kognitif, 3. Berikan informasi pada klien dan kondisinya sekarang, klien dan
kurang terpajan/mengingat, tentang perawatn paska keluarga perawatan paska ORIF keluarganya akan merasa tenang dan
salah interpretasi informasi ORIFdengan kriteria hasil : 4. Minta klien dan keluarga mengurangi rasa cemas.
(halaman 246, D.0111) 1. Pasien dan keluarga mengulangi kembali tentang 3. Pengetahuan pasien dan keluarga
mengatakan sudah mengerti materi yang telah diberikan. membantu mempercepat pemulihan
tentang perawatan paska pasien.
operasi 4. Mengetahui seberapa jauh pemahaman
2. Pasien dan keluarga mampu klien dan keluarga serta menilai
menjelaskan kembali keberhasilan dari tindakan yang
tentang perawatan paska dilakukan.
operasi dengan bahasa
sederhana
68

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Kamis, 17 September 1. Mengobservasi TTV S = Pasien Mengatakan : “saat bergerak
2020 2. Mengidentifikasi, lokasi, karakteristik, nyeri seperti di tusuk-tusuk pada
Pukul : 16:00 WIB durasi, frekuensi, kualitas, intensitas lengan atas kiri area luka operasi Dhea Permatasari
nyeri. saya berkurang namun tetap pada Iskandar
3. Mengidentifikasi faktor yang skala 5 datang kadang-kadang.
Diagnosa Keperawatan I memperberat dan memperingan nyeri. O =
4. Mengontrol lingkungan yang - Ekspresi wajah masih tampak
memperberat rasa nyeri. meringis
5. Memberikan teknik nonfarmakologis. - Bersikap posisi menghindar nyeri
Terapi relaksasi - Klien dan keluarga klien dapat
6. Mengajarkan teknik nonfarmakologis melakukan manajemen neyri
untuk mengurangi rasa nyeri. Dengan relaksasi nafas dalam secara mandiri
teknik relaksasi nafas dalam. disaat nyeri datang.
7. Berkaloborasi dengan dokter - Klien nyaman dengan posisi supinasi
pemberian analgetik (Katerolac 8 mg - Sudah di beri Injeksi Katerolac 8 mg
pemberian injeksi diberikan melalui (IV) nyeri mulai berkurang
IV, 2-3 kali/hari, klien mengatakan - TTV belum dibatas normal
nyeri berkurrang menjadi skala 3 (1- TD : 120/80 mmHg
10) N : 90 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 22 x/menit
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi
1) Mengobservasi TTV
2) Mengajarkan teknik distraksi
3) Berkolaborasi dalam pemberian
analgesik katerolac 8 mg melalui
intravena
2. Kamis, 17 September 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S = Pasien mengatakan sulit untuk
2020 keluhan fisik menggerakkan lengan atas sebelah
69

Pukul : 16:00 WIB 2. Memberikan motivasi pada keluarga kiri


untuk memberikan dukungan O =
mobilisasi - Ekspresi tampak masih meringis
Diagnosa Keperawatan II 3. Melibatkan keluarga untuk - Pergerakan tampak masih terbatas
membantu pasien dalam - Klien tampak masih membutuhkan Dhea Permatasari
meningkatkan pergerakan mobilisasi bantuan orang lain. (skala aktivitas Iskandar
4. Jelaskan tujuan dari prosedur 3)
mobilisasi - Posisi siku fleksi sebelah kiri 90 0
5. Menganjurkan melakukan mobilisasi dengan penyangga bantal dan
dini Terbalut perban elastis pada lengan
6. Mengajarkan dan dukung pasien atas bagian kiri
dalam latihan ROM aktif dan pasif. - Keluarga tampak membantu pasien
untuk mirik kiri dan kanan.
- Klien dan keluarga dapat
mempraktekan latihan gerak
pasif/aktif ROM secara mandiri.
- Klien tampak mengikuti anjuran
- TTV TD : 120/80 mmHg
N : 90 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 22 x/menit
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi
1) Fasilitasi melakukan mobilisasi
2) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
atau okupasi.
3. Kamis, 17 September 1. Mengukur tanda-tanda vital S=-
2020 2. Memonitor karakteristik luka dan O =
Pukul : 16.30 WIB tanda-tanda infeksi - Tidak tampak kemerahan disekitar
2. Mempertahankan teknik steril saat balutan luka.
melakukan perawatan luka - Keluarga menjaga kebersihan
Diagnosa Keperawatan III 3. Anjurkan keluarga untuk menjaga dilingkungan pasien agar tetap bersih
lingkungan agar tetap bersih - Pasien dan keluarga dapat
4. Anjurkan prosedur perawatan luka mempraktekkan cara cuci tangan 6
70

secara mandiri oleh keluarga langkah. Dhea Permatasari


5. Mengajarkan pasien dan keluarga cara - Sudah diberikan injeksi Ceftriaxone Iskandar
cuci tangan 6 langkah. 1gr/IV sesuai advis dokter.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam - TTV
pemberian antibiotic TD : 120/80mmHg
N : 90 x/menit
S : 37.0 0C
RR : 22 x/menit
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi
1) Observasi tanda-tanda infeksi
2) Lakukan perawatan luka setiap 3
hari sekali post operasi
3) Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antibiotik Ceftriaxone 1
gram per intravena
4. Kamis, 17 September 1. Memberikan penjelasan pada klien S : Pasien mengatakan sudah tau apa yang
2020 tentang kondisinya sekarang. harus dilakukan setelah dilakukan operasi
Pukul : 16:30 WIB 2. Memberikan informasi pada klien dan yaitu miring kanan kiri dan melatih otot-
keluarga tentang tindakan yang akan otot kaki, menjaga kebersihan dan makan
Diagnosa Keperawatan IV dilakukan selama dirumah sakit makanan yang bergizi supaya luka cepat
terkait perawatan sembuh.
3. Memberikan informasi pada klien dan O:
keluarga tentang perawatan paska - Pasien dan keluarga kooperatif
ORIF mendengarkan
4. Memiinta klien dan keluarga - Pasien miring kanan kiri secara
mengulangi kembali tentang materi berkala
yang telah diberikan. - Keluarga tampak menjaga kebersihan
dilingkungan pasien agar tetap bersih
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
71

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses
degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner &
Suddarth, 2015). Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih
besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat
menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan
atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang
berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan
kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah
memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan
fraktur (Brunner & Suddarth, 2015).
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian
tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang
di rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas
kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu
fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera
dilakukan tindakan untuk menyelamatkan Pasien dari kecacatan fisik. Kecacatan
fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian yaitu dengan
latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot. Untuk mengatasinya dapat dilakukan pula tindakan
pembedahan.
ORIF adalah suatu jenis operasi pemasangan fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi yang tepat pada fragmen fraktur. Pasien harus diusahakan
untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan
sedini mungkin pada Pasien post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi

71
72

Pasien seoptimal mungkin atau melatih Pasien dan menggunakan fungsi yang
masih tertinggal seoptimal mungkin.
Pada Nn. D dengan diagnosa medis Fraktur os. Humerus terdapat 4 diagnosa
keperawatan yang saya dapatkan, yaitu:
1) Nyeri akut
2) Gangguan Mobilisasi Fisik
3) Resiko infeksi
4) Defisit Pengetahuan.

4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan pasien dengan fraktur humerus hendaknya
dengan hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan
mempercepat proses penyembuhan. Perawat perlu mengetahui tanda gejala
adanya nyeri, perawat harus mampu mengetahui kondisi pasien secara
keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan
fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain
dan keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam
pemberian asuhan keperawatan diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang penyakit, penyebab nyeri, pencegahan, dan penanganannya.
73

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mardika
Billie Fernsebner. 2010. Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Price, Sylvia Anderson. 2011. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6. Brahm U. Pendit, Penerjemah. Jakarta: EGC
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian RI Tahun 2018. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Setiya, Andri & Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer dan Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II.
Edisi 8. Agung Waluyo, Penerjemah. Jakarta : EGC
Tamsuri. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
WHO. 2018. Cancer Cases. Diakses dari https://www.who.int pada tanggal 29
Juni 2020.

73
LAMPIRAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik : Range Of Motion (ROM)


B. Sasaran
1. Program : Latihan Rentang Ekstremitas Atas Pasien dengan
Fraktur Humerus
2. Penyuluhan : Pasien dan Keluarga Tn.P

C. Tujuan Intruksional Umum


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 20 menit keluarga
Pasien dapat menambah pengetahuan keluarga yang menunggu/menemani
klien di Ruang Muskuloskeletal dan keluarga klien dapat memahami tentang
perawatan untuk meningkatkan kekuatan otot dan sendi ektremitas atas yang
dialami pasien agar tidak terjadi kekakuan dan dapat melakukan tindakan
secara mandiri.

D. Tujuan Insruksional Khusus


Setelah dilakukan penyuluhan selama 20 menit keluarga dapat :
1. Keluarga dapat memahami dan mengetahui definisi dari fraktur
humerus dan Range of Motion (ROM)
2. Keluarga dapat memahami dan mengetahui bagaimana cara ROM post
orif Fraktur Humerus.
3. Keluarga dapat berperan dalam melakukan perawatan terhadap
anggota keluarga yang mengalami fraktur humerus.

E. Materi Penyuluhan (Terlampir)


2. Pengertian Fraktur Humerus
3. Pengertian ROM
4. Tujuan ROM (Range Of Motion)
5. Manfaat ROM (Range Of Motion)
6. Prinsip latihan ROM (Range Of Motion)
7. Jenis-Jenis ROM (Range Of Motion)
8. Indikasi dan Sasaran ROM (Range Of Motion)
9. Macam-macam Gerakan ROM (Range Of Motion)
10. Gerakan ROM Berdasarkan Bagian Tubuh.

F. Matode
1) Ceramah
2) Tanya Jawab
Penyuluhan dilakukan dengan media diskusi secara terbuka, yaitu
dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga. Keluarga
dapat mengajukan pertanyaan setelah penyampain materi selesai
G. Media
1) Leaflet
Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam
bentuk selebaran mengenai informasi pentingnya mengenal kebutuhan
dasar manusia mengatasi nyeri pasien dengan diagnosa medis Fraktur
Humerus.
H. Kegiatan Penyuluhan
Hari/Tanggal : Jumat, 25 Agustus 2020
Pukul : 10.00-10.20 WIB
Alokasi Waktu : 20 menit
Lokasi : RSUD dr, Doris Sylvanus / Ruang Muskuloskeletal
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 2 menit 1. Menjawab salam
1) Membuka kegiatan dengan 2. Mendengarkan
mengucapkan salam dan
2) Menjelaskan tujuan dari tujuan memperhatikan
penyuluhan
3) Menyebutkan materi yang
akan diberikan.
4) Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 5 menit Diskusi
1. Penyampaian materi dan memperhatikan
penyuluhan
3 Demonstrasi dan mengajarkan 5 menit Memperagakan
ROM (Range Of Motion)
ekstremitas atas pada pasien
4 Evaluasi : 5 menit Tanya jawab
Menanyakan pada peserta tentang
materi yang telah diberikan, dan
meminta kembali peserta untuk
mengulang materi yang telah
disampaikan.
5 Terminasi : 3 menit Mendengar
1. Mengucapkan terimakasih atas Menjawab salam
perhatian peserta
2. Mengucapkan salam penutup
3. Berfoto bersama

I. Tugas Perorganisasian
1) Moderator : Dhea Permatasari Iskandar
a. Membuka acara penyuluhan
b. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
c. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
d. Mengatur jalannya acara.
2) Penyaji : Dhea Permatasari Iskandar
1 Menyampaikan materi penyuluhan
2 Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3 Mengucapkan salam penutup
3) Fasilitator : Dhea Permatasari Iskandar
Mendampingi peserta penyuluhan saat kegiatan berlangsung
4) Dokumentasi : Dhea Permatasari Iskandar
Mendokumentasi kegiatan.

J. SETTING TEMPAT
Keterangan:

: Moderator dan Penyaji : Fasilitator

: Peserta

K. Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
Tempat dan alat sesuai rencana.
Peran dan tugas sesuai rencana.
Setting tempat sesuai dengan rencana.
2) Evaluasi Proses
Selama kegiatan semua peserta dapat mengikuti seluruh kegiatan.
Selama kegiatan semua peserta aktif.
Bagaimana berlangsungnya proses penyuluhan, ada hambatan atau
tidak ada hambatan, keaktifan keluarga Pasien dalam proses
pembelajaran, tanya jawab bisa hidup atau tidak.
3) Evaluasi Hasil
Keluarga pasien mampu mengetahui tentang penyakit hepatomegali, cara
mengatasi nyeri akibat hepatomegali dan manajemen nyeri nonfarmakologi.

Palangka Raya, 19 September 2020


Mahasiswa,

Dhea Permatasari Iskandar


NIM :2018.C.10a.0964
MATERI SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Pengertian Fraktur Humerus


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau
permukaan rawan sendi. Tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan
fisik yang menyebabkan terjadinya fraktur, dan tekanan fisik juga menimbulkan
pergeseran mendadak pada fragmen fraktur yang selalu menghasilkan cedera
jaringan lunak disekitarnya. Hal ini bisa disebabkan karena : trauma tunggal,
trauma yang berulang- ulang, kelemahan pada tulang atau fraktur patologik
(Hardisman dan Riski, 2014).
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di intregritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses
degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner &
Suddarth, 2015).
Fraktur humerus adalah terputusnya hubungan tulang humerus disertai
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga
memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan
udara luar yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai
lengan atas. (Muttaqin, 2011)
Fraktur humerus adalah Fraktur humerus atau yang dikenal juga dengan
patah tulang lengan atas. Fraktur humerus paling sering terjadi di sepanjang tulang
bagian tengah atau di ujung tulang dekat bahu. Sangat jarang kondisi ini terjadi di
ujung tulang dekat siku. (TIM Riset IDN Medis, 2019)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur
merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang
seperti Fraktur humerus yang menghubungkan tulang humerus disertai kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga
memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan
udara luar yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai
lengan atas.
2. Pengertian ROM (Range Of Motion)
ROM (Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu
sagital, transversal, dan frontal. Potongan sagital adalah garis yang
melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian
kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan
membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal
adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan
bawah.
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan
konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan.
Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan
siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah
abduksi dan adduksi (lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada
potongan transversal, gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi
internal dan eksternal (lutut), dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki).
Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan dan
mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekakuan sendi,
pembengkakan, nyeri, keterbatasan gerak, dan gerakan yang tidak sama. Klien
yang memiliki keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit, ketidakmampuan,
atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi.
Latihan tersebut dilakukan oleh perawat yaitu latihan rentang gerak pasif. Perawat
menggunakan setiap sendi yang sakit melalui rentang gerak penuh.
Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot ataupun gaya
eksternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan,
maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh,
yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf.
Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan
terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005)

3. Tujuan ROM (Range Of Motion)


Adapun tujuan dari ROM (Range Of Motion), yaitu :
Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot.
Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan.
Mencegah kekakuan pada sendi.
Merangsang sirkulasi darah
Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur

4. Manfaat ROM (Range Of Motion)


Adapun manfaat dari ROM (Range Of Motion), yaitu :
1) Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan.
2) Mengkaji tulang, sendi, dan otot
3) Mencegah terjadinya kekakuan sendi 
4) Memperlancar sirkulasi darah
5) Memperbaiki tonus otot
6) Meningkatkan mobilisasi sendi
7) Memperbaiki toleransi otot untuk Latihan

5. Prinsip Latihan ROM (Range Of Motion)


Adapun prinsip latihan ROM (Range Of Motion), diantaranya :
1) ROM harus diulang sekitar 5-8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali
sehari
2) ROM di lakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan
pasien.
3) Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,
diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4) Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher,
jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5) ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-
bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
6) Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah di lakukan.

6. Jenis-Jenis ROM (Range Of Motion)


ROM dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1) ROM Aktif
ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan
menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing
klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan
rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot 75 %. Hal ini untuk
melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-
ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di
seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif.

2) ROM Pasif
          ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang
lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien
sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %.
          Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua
latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).
          Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM
pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu
dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
7. Indikasi dan Sasaran ROM (Range Of Motion)
1) ROM Aktif :
Indikasi :
Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan
menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak.
Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan
persendian sepenuhnya, digunakan A-AROM (Active-Assistive ROM,
adalah jenis ROM Aktif yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar
apakah secara manual atau mekanik, karena otot penggerak primer
memerlukan bantuan untuk menyelesaikan gerakan).
ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik.
ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan
dibawah daerah yang tidak dapat bergerak.
Sasaran :
Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindikasi, sasaran ROM Aktif
serupa dengan ROM Pasif.
Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan pembelajaran gerak dari
kontrol gerak volunter.
Sasaran spesifik:
a Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis dari otot yang
terlibat
b Memberikan umpan balik sensoris dari otot yang berkontraksi
c Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas jaringan
persendian
d Meningkatkan sirkulasi
e Mengembangkan koordinasi dan keterampilan motorik

2) ROM Pasif
Indikasi :
Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan
pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan
Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif
pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed
rest total
Sasaran :
Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat
Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
Membantu kelancaran sirkulasi
Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi
persendian
Menurunkan atau mencegah rasa nyeri
Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi
Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien

8. Macam-Macam Gerakan ROM (Range Of Motion)


Ada berbagai macam gerakan ROM, yaitu :
1) Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian.
2) Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.
3) Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.
4) Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah tubuh.
5) Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.
6) Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang.
7) Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, bergerak
membentuk sudut persendian.
8) Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak
membentuk sudut persendian.
9) Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan
bergerak ke bawah.
10) Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan
bergerak ke atas.
11) Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan
pada tangan yang sama.
9. Gerakan ROM Berdasarkan Bagian Tubuh
Menurut Potter & Perry, (2005), ROM ekstremitas atas terdiri dari
gerakan pada persendian  sebagai berikut :
1) Leher, Spina, Serfikal
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45°
Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°
Hiperektens Menekuk kepala ke belakang sejauh rentang 40-
i mungkin, 45°
Fleksi Memiringkan kepala sejauh mungkin rentang 40-
lateral  sejauh mungkin kearah setiap bahu,    45°
Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin dalam rentang 180°
gerakan sirkuler,

2) Bahu
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menaikan lengan dari posisi di samping rentang 180°
tubuh ke depan ke posisi  di atas kepala,
Ekstensi       Mengembalikan lengan ke posisi di rentang 180°
samping tubuh,
Hiperektens Mengerkan lengan kebelakang tubuh, rentang 45-
i siku tetap lurus, 60°
Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di rentang 180° 
atas kepala dengan telapak   tangan jauh
dari kepala,
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan rentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin,
Rotasi Dengan siku pleksi, memutar bahu rentang 90°
dalam dengan menggerakan lengan sampai ibu
jari menghadap ke dalam dan ke
belakang,
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan lengan rentang 90°
sampai ibu jari ke atas dan samping
kepala,
Sirkumduks Menggerakan lengan dengan lingkaran rentang 360°
i penuh,
3) Siku
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan rentang 150°
bahu bergerak ke depan sendi bahu dan
tangan sejajar bahu,
Ektensi Meluruskan siku dengan menurunkan rentang 150°
tangan,

4) Lengan bawah
Gerakan Penjelasan Rentang
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan rentang 70-
sehingga telapak tangan menghadap ke 90°
atas,
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak rentang 70-
tangan menghadap ke bawah, 90°

5) Pergelangan tangan
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakan telapak tangan ke sisi rentang 80-
bagian dalam lengan bawah, 90°
Ekstensi Mengerakan jari-jari tangan sehingga rentang 80-
jari-jari, tangan, lengan  bawah berada 90°
dalam arah yang sama,
Hipereksten Membawa permukaan tangan dorsal ke rentang 89-
si belakang sejauh mungkin, 90°
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30°
ibu jari,
Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30-
arah lima jari, 50°

6) Jari- jari tangan


Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Membuat genggaman, rentang 90°
Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°
Hipereksten Menggerakan jari-jari tangan ke belakang rentang 30-
si sejauh mungkin, 60°
Abduksi Mereggangkan jari-jari tangan yang satu rentang 30°
dengan yang lain,
Adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°

7) Ibu jari
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan ibu jari menyilang rentang 90°
permukaan telapak tangan,
Ekstensi menggerakan ibu jari lurus menjauh dari rentang 90°
tangan,
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari
-
tangan pada tangan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC.
Perry, Potter Peterson. 2015. Keterampilan Dasar dan Prosedur Dasar. Jakarta :
EGC.
Perry, Potter. 2016. Konsep Proses dan Praktik, Fundamental Keperawatan, vol
2, edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Suddarth & Brunner. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:


EGC.

Tabunan, Eviana. S. Dkk. 2009. Panduan Praktik Kebutuhan Dasar Manusia I.


Jakarta : Salemba Medika
Tamsuri, A. (2006). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai