Oleh :
Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964
Pembimbing Praktik
Mengetahui
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn.P dengan diagnosa
medis Fraktur Humerus di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan
pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan II
(PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Kristinawati., S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit Fraktur Humerus............................................................5
2.1.1 Definisi Fraktur Humerus..............................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi Humerus...........................................................6
2.1.3 Etiologi.........................................................................................11
2.1.4 Klasifikasi....................................................................................12
2.1.5 Patofisiologi (Pathways)..............................................................17
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)........................................21
2.1.7 Komplikasi...................................................................................21
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................23
2.1.9 Penatalaksanaan Medis................................................................24
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................28
2.2.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................28
2.2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................37
2.2.3 Intervensi Keperawatan................................................................38
2.2.4 Implementasi Keperawatan..........................................................42
2.2.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................43
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................48
3.1 Pengkajian................................................................................................48
3.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................................64
3.3 Intervensi..................................................................................................65
3.4 Implementasi dan Evaluasi.......................................................................68
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................71
4.1 Kesimpulan..............................................................................................71
4.2 Saran........................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................73
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
LEAFLET
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
6
udara luar yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai
lengan atas.
2.1.2 Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya:
2.1.2.1 Fraktur Fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan,
tenaga fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:
1) Cidera langsung berarti pukulan lansung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
2) Cidera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan terjulur menyebabkan fraktur
klavikula, atau orang tua yang terjatuh mengenai bokong dan berakibat
fraktur kolom femur.
2.1.2.2 Fraktur Patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada
berbagai keadaan berikut:
1) Tumor tulang, terbagi menjadi jinak dan ganas
2) Infeksi seperti Osteomielitis
3) Scurvy (penyakit gusi berdarah)
4) Osteomalasia
5) Rakhitis
6) Osteoporosis
Menurut (Rasjad, 2007) Umumya fraktur disebabkan oleh trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung
terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang
tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon pada menopause.
7
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Fraktur Proximal Humerus
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua
yang terkaitdengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah
2:1.Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan
dengankerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur
ini dapatterjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu
lintas sepedamotor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan
abduksi bahu,trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri
pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat
dinding dadadan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan
dengan cedera thoraks.
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang :
a. Caput/kepala humerus
b. Tuberkulum mayor
c. Tuberkulum minor
d. Diafisis atau shaft
Klasifikasi menurut Neer, antara lain:
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis
fraktu
2. Two-part fracture:
anatomic neck
surgical neck
Tuberculum mayor
Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
Surgical neck dengan tuberkulum mayor
Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
8
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture
1. Suprakondiler Fraktur
2. Transkondiler Fraktur
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.
3. Interkondiler Fraktur
Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe
fraktur humerus distal yang lain.
Klasifikasi menurut Riseborough and Radin:
Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis
fraktur
Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen
kondilus
Tipe III : pergeseran dengan rotasi
Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan articular.
4. Kondiler Fraktur
a. Pada Dewasa
Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateral.
Klasifikasi menurut Milch :
Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan
ulna
Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan kapsuloligamen
b. Pada Anak
Lateral Condyler Physeal Fractures
Pada anak, kejadian fraktur jenis ini adalah sebanyak 17% dari seluruh
fraktur distal humerus. Usia puncaknya adalah pada saat anak berusia 6
tahun.
Klasifikasi Milch :
Tipe I : garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui
celah kapitulotroklear. Hal ini timbul pada fraktur salter-
harris tipe IV. Siku stabil dikarenakan troklea intak.
12
Tipe II : garis fraktur meluas sampai apeks dari troklea. Ini timbul
pada fraktur salter-harris tipe II. Siku tidak stabil oleh
karena ada kerusakan pada troklea.
Klasifikasi Jacob:
Stage I : fraktur tanpa pergeseran dengan permukaan artikuler
Intak
Stage II : fraktur dengan pergeseran sedang
Stage III : pergeseran dan dislokasi komplit dan instabilitas siku.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
2) Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.
Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah
dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.
Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium
ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk
ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi
dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini
berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
14
Trauma pada tulang Gerakan pintir mendadak Tekanan yang berulang (kompresi) Keadaan patologis
(Kecelakaan)
MK : Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer
16
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi pasien dengan fraktur humerus di antaranya:
2.1.6.1 Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
17
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan
pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif
ditunda hingga fraktur mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6
minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling
(gendongan) yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus
dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan
operasi dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh.
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:
a. Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus
dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada fraktur
transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena
berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat penyembuhan.
Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan
posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2
minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.
b. Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging
arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation splint
diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal
dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan
penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla,
bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan fuctional
brace pada 1-2 minggu pasca trauma.
c. Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat
ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik ini
diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang tidak
bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat
dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma.
21
B. Pemeriksaan lokal:
Tulang, otot dan integument (B6: Bone)
Pada klien fraktur humerus terjadi gangguan massa otot dan kekuatan otot
menurun, Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
28
oedema, nyeri tekan. Deformitas membuat nyeri pada tulang. Penggunaan otot
bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan/kelemahan, sering didapatkan
intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Activity Day Living). Harus
dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama
mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal
yang penting adalah:
1) Look (inspeksi)
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan adanya pembengklakan
yang tidak biasa (abnormal) dan deformitas. Perhatikan adanya sindrom
kompartemen pada bagian distal fraktur humerus. Apabila terjadi fraktur terbuka,
perawat dapat menemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai
kerusakann intergritas kulit.
a. Bandingkan dengan bagian yang sehat
b. Perhatikan posisi anggota gerak
c. Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka.
d. Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari.
e. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan.
2) Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar
dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si
pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan
perasaan si pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Temperatur setempat yang meningkat
b. Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
c. Krepitasi
d. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota
29
gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada
bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
e. Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh
menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa). Selain pemeriksaan penting
untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat
kemajuan/kemunduran pengobatan. Selain diperiksa pada posisi duduk dan
berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk
mengetahui apakah pincang disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy,
fixed deformity.
30
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.P
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Beliang No.12, Palangka Raya
Tgl MRS : 14 September 2020
Diagnosa Medis : Fraktur Humerus
48
49
Genogram Keluarga
Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien
50
K
Kesan : Fraktur kominutif 1/3 distal sampai tengah os humerus sinistra .
hipovolemik.
2 Mecobalamin 3 x 50 IV Sebagai vitamin hipersensitif
mg persyarafan (Sumber :
(Sumber : http://pionas.pom.go.id)
https://www.honestdo
cs.id/mecobalamin)
3 Injeksi 2x 8 IV Penanganan jangka Anak usia di bawah 16
Katerolac mg pendek untuk nyeri tahun; gangguan fungsi
pasca bedah yang ginjal sedang sampai
sedang (tablet); berat (kreatinin serum <
penanganan jangka 160µmol/L)
pendek untuk nyeri (Sumber:http://pionas.p
akut pasca bedah yang om.go.id)
sedang hingga berat
(injeksi)
(Sumber :
http://pionas.pom.go.i
d)
4 Paracetamol 3x 200 IV Parasetamol Hipersensitif dan
mg merupakan obat yang gangguan hati berat.
memiliki efek untuk (Sumber:
mengurangi rasa sakit https://kalbemed.com/)
(analgesik) dan
menurunkan demam
(antipiretik)
(Sumber :
https://kalbemed.com/
)
5 Ranitidine 3 x 50 IV Untuk mengobati dan Penderita yang
mg mencegah berbagai diketahui hipersensitif
penyakit perut yang terhadap ranitidine
disebabkan terlalu (Sumber:
banyak produksi asam http://pionas.pom.go.id)
lambung. Tukak
lambung dan tukak
duodenum, refluks
esofagitis, dispepsia
episodik kronis, tukak
akibat AINS, tukak
duodenum
karena H.pylori,
sindrom Zollinger-
60
ANALISIS DATA
PRIORITAS MASALAH
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan tindakan Dukungan Mobilisasi (halaman 30, 1. Mengetahui keluhan sehingga
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam I.05173) mobilisasi terganggu
Kerusakan integritas jam diharapkan mobilitas fisik 2. Identifikasi adanya nyeri atau
struktur tulang yang keluhan fisik 2. Membantu pasien dalam mobilisasi
meningkat dengan kriteria 3. Melatih keluarga dalam membantu
ditandai dengan Pasien hasil: 3. Fasilitasi melakukan mobilisasi
mengatakan “sulit dengan alat bantu mobilisasi pasien.
1. Kekuataan otot meningkat 4. Memberikan pemahaman tentang
menggerakkan badan”, 4. Libatkan keluarga untuk membantu
ektremitas atas 51 mobilisasi pada pasien dan keluarga
Tingkat kesadaran Pasien pasien dalam meningkatkan
ektremitas bawah 55 dan membantu proses penyembuhan.
compos menthis, gerakan pergerakan
2. Pasien dapat melakukan 5. Menilai batasan kemampuan aktivitas
terbatas, gelisah, ekspresi 5. Jelaskan tujuan dari prosedur
mobilisasi dengan optimal.
tampak meringis saat mobilisasi
menggunakan alat bantu 6. Mempertahankan /meningkatkan
menggerakann tangan 6. Anjurkan melakukan mobilisasi
(cructh) kekuatan dan ketahanan otot.
kirinya, Pasien tampak sakit dini
3. Rentang gerak (ROM) 7. Sebagai suaatu sumber untuk
pada luka operasi, pada saat 7. Ajarkan dan dukung pasien dalam
ektremitas atas sd 900 mengembangkan perencanaan dan
makan Pasien tampak di latihan ROM aktif dan pasif.
4. Pasien dapat miring kanan mempertahankan/meningkatkan
bantu oleh keluarga, 8. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
dan miring kiri secara mobilitas pasien.
kekuatan otot atas 5 1 atau okupasi.
mandiri
,bawah 5 5,terpasang
vacum drain dan kateter,
TD : 120/ 80 mmHg, N: 90
x/mnt, RR : 22 x/mnt, S:
37,0 ℃, skala aktivitas 3
(halaman 124, D.0054)
67
3. Resiko Infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (halaman 328,
dengan prosedur invasif keperawatan 1x7 jam masalah I.14564) 1. Untuk mengetahui jika infeksi
yang ditandai dengan Hasil intoleransi aktivitas klien dapat 1. Monitor karakteristik luka dan bertambah parah
Laboratorium WBC : 11,79 teratasi dengan kriteria hasil : tanda-tanda infeksi 2. Untuk menjaga luka agar tetap bersih.
10^3/uL,terdapat luka bekas 1. Tidak ada tanda-tanda 2. Pertahankan teknik steril saat 3. Untuk mencegah infeksi bertambah
operasi dilengan atas bagian infeksi luka post ORIF dan melakukan perawatan luka parah.
kiri, post ORIF H1 luka area insersi vacuum 3. Anjurkan keluarga untuk menjaga 4. Memberikan pemahaman tentang
(halaman 304, D.0142). drain (tidak ada kemerahan, lingkungan agar tetap bersih perawatan luka operasi pada pasien dan
pembengkakan, 4. Anjurkan prosedur perawatan luka keluarga untuk membantu proses
pengeluaran pus, dan secara mandiri oleh keluarga penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam 5. Untuk mengatasi atau mencegah infeksi
produksi drainase purulen)
pemberian antibiotik. bakteri
2. Integritas kulit dan jaringan
membaik.
3. Suhu tubuh dalam batas
normal (36-37,50C)
4. WBC dalam batas normal
4.00-10.00 10^3/uL
4. Defisit pengetahuan tantang Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien 1. Mengetahui seberapa jauh pengalaman
kondisi, prognosis dan keperawatan selama 1x24 jam dan keluarga tentang penyakitnya. dan pengetahuan klien dan keluarga
kebutuhan pengobatan diharapkan pasien 2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya.
berhubungan dengan tentang kondisinya sekarang . 2. Dengan mengetahui penyakit dan
mengutarakan pemahaman
keterbatasan kognitif, 3. Berikan informasi pada klien dan kondisinya sekarang, klien dan
kurang terpajan/mengingat, tentang perawatn paska keluarga perawatan paska ORIF keluarganya akan merasa tenang dan
salah interpretasi informasi ORIFdengan kriteria hasil : 4. Minta klien dan keluarga mengurangi rasa cemas.
(halaman 246, D.0111) 1. Pasien dan keluarga mengulangi kembali tentang 3. Pengetahuan pasien dan keluarga
mengatakan sudah mengerti materi yang telah diberikan. membantu mempercepat pemulihan
tentang perawatan paska pasien.
operasi 4. Mengetahui seberapa jauh pemahaman
2. Pasien dan keluarga mampu klien dan keluarga serta menilai
menjelaskan kembali keberhasilan dari tindakan yang
tentang perawatan paska dilakukan.
operasi dengan bahasa
sederhana
68
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses
degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner &
Suddarth, 2015). Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih
besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat
menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan
atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang
berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan
kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah
memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan
fraktur (Brunner & Suddarth, 2015).
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian
tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang
di rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas
kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu
fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera
dilakukan tindakan untuk menyelamatkan Pasien dari kecacatan fisik. Kecacatan
fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian yaitu dengan
latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot. Untuk mengatasinya dapat dilakukan pula tindakan
pembedahan.
ORIF adalah suatu jenis operasi pemasangan fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi yang tepat pada fragmen fraktur. Pasien harus diusahakan
untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan
sedini mungkin pada Pasien post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi
71
72
Pasien seoptimal mungkin atau melatih Pasien dan menggunakan fungsi yang
masih tertinggal seoptimal mungkin.
Pada Nn. D dengan diagnosa medis Fraktur os. Humerus terdapat 4 diagnosa
keperawatan yang saya dapatkan, yaitu:
1) Nyeri akut
2) Gangguan Mobilisasi Fisik
3) Resiko infeksi
4) Defisit Pengetahuan.
4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan pasien dengan fraktur humerus hendaknya
dengan hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan
mempercepat proses penyembuhan. Perawat perlu mengetahui tanda gejala
adanya nyeri, perawat harus mampu mengetahui kondisi pasien secara
keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan
fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain
dan keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam
pemberian asuhan keperawatan diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang penyakit, penyebab nyeri, pencegahan, dan penanganannya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mardika
Billie Fernsebner. 2010. Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Price, Sylvia Anderson. 2011. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6. Brahm U. Pendit, Penerjemah. Jakarta: EGC
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian RI Tahun 2018. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Setiya, Andri & Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer dan Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II.
Edisi 8. Agung Waluyo, Penerjemah. Jakarta : EGC
Tamsuri. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
WHO. 2018. Cancer Cases. Diakses dari https://www.who.int pada tanggal 29
Juni 2020.
73
LAMPIRAN
F. Matode
1) Ceramah
2) Tanya Jawab
Penyuluhan dilakukan dengan media diskusi secara terbuka, yaitu
dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga. Keluarga
dapat mengajukan pertanyaan setelah penyampain materi selesai
G. Media
1) Leaflet
Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam
bentuk selebaran mengenai informasi pentingnya mengenal kebutuhan
dasar manusia mengatasi nyeri pasien dengan diagnosa medis Fraktur
Humerus.
H. Kegiatan Penyuluhan
Hari/Tanggal : Jumat, 25 Agustus 2020
Pukul : 10.00-10.20 WIB
Alokasi Waktu : 20 menit
Lokasi : RSUD dr, Doris Sylvanus / Ruang Muskuloskeletal
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 2 menit 1. Menjawab salam
1) Membuka kegiatan dengan 2. Mendengarkan
mengucapkan salam dan
2) Menjelaskan tujuan dari tujuan memperhatikan
penyuluhan
3) Menyebutkan materi yang
akan diberikan.
4) Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : 5 menit Diskusi
1. Penyampaian materi dan memperhatikan
penyuluhan
3 Demonstrasi dan mengajarkan 5 menit Memperagakan
ROM (Range Of Motion)
ekstremitas atas pada pasien
4 Evaluasi : 5 menit Tanya jawab
Menanyakan pada peserta tentang
materi yang telah diberikan, dan
meminta kembali peserta untuk
mengulang materi yang telah
disampaikan.
5 Terminasi : 3 menit Mendengar
1. Mengucapkan terimakasih atas Menjawab salam
perhatian peserta
2. Mengucapkan salam penutup
3. Berfoto bersama
I. Tugas Perorganisasian
1) Moderator : Dhea Permatasari Iskandar
a. Membuka acara penyuluhan
b. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
c. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
d. Mengatur jalannya acara.
2) Penyaji : Dhea Permatasari Iskandar
1 Menyampaikan materi penyuluhan
2 Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3 Mengucapkan salam penutup
3) Fasilitator : Dhea Permatasari Iskandar
Mendampingi peserta penyuluhan saat kegiatan berlangsung
4) Dokumentasi : Dhea Permatasari Iskandar
Mendokumentasi kegiatan.
J. SETTING TEMPAT
Keterangan:
: Peserta
K. Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
Tempat dan alat sesuai rencana.
Peran dan tugas sesuai rencana.
Setting tempat sesuai dengan rencana.
2) Evaluasi Proses
Selama kegiatan semua peserta dapat mengikuti seluruh kegiatan.
Selama kegiatan semua peserta aktif.
Bagaimana berlangsungnya proses penyuluhan, ada hambatan atau
tidak ada hambatan, keaktifan keluarga Pasien dalam proses
pembelajaran, tanya jawab bisa hidup atau tidak.
3) Evaluasi Hasil
Keluarga pasien mampu mengetahui tentang penyakit hepatomegali, cara
mengatasi nyeri akibat hepatomegali dan manajemen nyeri nonfarmakologi.
2) ROM Pasif
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang
lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien
sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua
latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM
pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu
dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
7. Indikasi dan Sasaran ROM (Range Of Motion)
1) ROM Aktif :
Indikasi :
Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan
menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak.
Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan
persendian sepenuhnya, digunakan A-AROM (Active-Assistive ROM,
adalah jenis ROM Aktif yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar
apakah secara manual atau mekanik, karena otot penggerak primer
memerlukan bantuan untuk menyelesaikan gerakan).
ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik.
ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan
dibawah daerah yang tidak dapat bergerak.
Sasaran :
Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindikasi, sasaran ROM Aktif
serupa dengan ROM Pasif.
Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan pembelajaran gerak dari
kontrol gerak volunter.
Sasaran spesifik:
a Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis dari otot yang
terlibat
b Memberikan umpan balik sensoris dari otot yang berkontraksi
c Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas jaringan
persendian
d Meningkatkan sirkulasi
e Mengembangkan koordinasi dan keterampilan motorik
2) ROM Pasif
Indikasi :
Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan
pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan
Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif
pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed
rest total
Sasaran :
Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat
Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
Membantu kelancaran sirkulasi
Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi
persendian
Menurunkan atau mencegah rasa nyeri
Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi
Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien
2) Bahu
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menaikan lengan dari posisi di samping rentang 180°
tubuh ke depan ke posisi di atas kepala,
Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi di rentang 180°
samping tubuh,
Hiperektens Mengerkan lengan kebelakang tubuh, rentang 45-
i siku tetap lurus, 60°
Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di rentang 180°
atas kepala dengan telapak tangan jauh
dari kepala,
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan rentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin,
Rotasi Dengan siku pleksi, memutar bahu rentang 90°
dalam dengan menggerakan lengan sampai ibu
jari menghadap ke dalam dan ke
belakang,
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan lengan rentang 90°
sampai ibu jari ke atas dan samping
kepala,
Sirkumduks Menggerakan lengan dengan lingkaran rentang 360°
i penuh,
3) Siku
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan rentang 150°
bahu bergerak ke depan sendi bahu dan
tangan sejajar bahu,
Ektensi Meluruskan siku dengan menurunkan rentang 150°
tangan,
4) Lengan bawah
Gerakan Penjelasan Rentang
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan rentang 70-
sehingga telapak tangan menghadap ke 90°
atas,
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak rentang 70-
tangan menghadap ke bawah, 90°
5) Pergelangan tangan
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakan telapak tangan ke sisi rentang 80-
bagian dalam lengan bawah, 90°
Ekstensi Mengerakan jari-jari tangan sehingga rentang 80-
jari-jari, tangan, lengan bawah berada 90°
dalam arah yang sama,
Hipereksten Membawa permukaan tangan dorsal ke rentang 89-
si belakang sejauh mungkin, 90°
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30°
ibu jari,
Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30-
arah lima jari, 50°
7) Ibu jari
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan ibu jari menyilang rentang 90°
permukaan telapak tangan,
Ekstensi menggerakan ibu jari lurus menjauh dari rentang 90°
tangan,
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari
-
tangan pada tangan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta : EGC.
Perry, Potter Peterson. 2015. Keterampilan Dasar dan Prosedur Dasar. Jakarta :
EGC.
Perry, Potter. 2016. Konsep Proses dan Praktik, Fundamental Keperawatan, vol
2, edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.