B DENGAN DIAGNOSA
MEDIS URETEROLITHIASIS DI SISTEM PERKEMIHAN
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
Oleh :
Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny.B dengan diagnosa
medis Ureterolithiasis di Sistem Perkemihan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik
Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta A, S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
batu itu hanya terdapat diginjal. Ureterolithiasis adalah proses terbentuknya batu
(kalkuli) pada traktus urinarius. Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya
penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal.
Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu
sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap
di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus
larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai
beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis
ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam,
hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. Risiko menderita
ureterolithiasis meningkat akibat dari faktor-faktor apa pun yang menyebabkan
terjadinya urin yang stasis yang berkaitan dengan menurun atau tersumbatnya
aliran urin. Ureter secara normal mengalami kontriksi dengan derajat yang
bervariasi pada tiga tempat, yaitu: 1). Junctura ureteropelvicum, 2). Saat ureter
melewati tepi dari aditus pelvicum, dan 3). Saat melewati dinding vesica urinaria.
Area-area yang menyempit ini merupakan lokasi yang potensial untuk terjadinya
obstruksi yang disebabkan oleh batu (kalkuli) ginjal. Nyeri klasik pada pasien
dengan kolik renalis akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang awalnya
dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior dan inferior. Diagnosis
ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penanganannya tergantung dari ukuran kalkuli, lokasi dan komplikasi yang
timbul.
Dari besarnya insiden ureterolithiasis di negara–negara berkembang seperti
di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik ureterolithiasis (batu ureter)
dalam upaya perawatan kuratif, paliatif, dan suportif yang bersifat
menyembuhkan, memperlambat perkembangan tumor dan terapi lain yang
sifatnya sebagai pendukung. Upaya preventif yang dapat dilakukan diantaranya
dengan menjalankan gaya hidup yang sehat seperti minum air putih yang cukup,
konsumsi makanan kaya kalsium, batasi asupan garam dan natrim, kurangi protein
hewani sehingga ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang
adekuat.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
.
Urolithiasis atau Batu saluran kemih merupakan kondisi dimana terbentuknya
batu di saluran keluarnya urin, dapat berada di ginjal, ureter, kandung kemih
maupun uretra. Sering pula masyarakat mengenali dengan batu ginjal, secara
khusus maksudnya batu itu hanya terdapat diginjal. (Mehmed & Ender, 2015).
Ureterolithiasis merupakan batu yang terdapat pada saluran ureter. Ureter
merupakan dua buah pipa saluran yang masing masing terhubung dari ginjal ke
kandung kemih, memiliki panjang 35 – 40 cm dan diameter 1 – 1,5 cm (Pearce,
2013).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu
ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan
batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan
pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti
teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2002: 1460).
Urolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai
zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium
oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium fosfat
5
6
(batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%).( Pierce
A. Grace & Neil R. Borley 2006, ILMU BEDAH, hal. 171).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Ureterolithiasis
merupakan batu yang terdapat pada saluran ureter yang pada umumnya berasal
dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke
kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Terbentuknya batu
disebabkan karena air kemih kekurangan bahan-bahan seperti sitrat, magnesium,
pirofosfat yang dapat menghambat pembentukan batu, serta kurangnya produksi
air seni, infeksi saluran kencing, gangguan aliran air kencing dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik. Batu saluran kencing dapat
terbentuk karena adanya peningkatan kalsium, oksalat, atau asam urat dalam air
kencing.
2.1.2 Etiologi
Menurut (Prabowo & Pranata, 2014), penyebab terjadinya urolithiasis
secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk diseluruh salurah kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urin) antara
lain yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesiko kronik, seperti
Benign Prostate Hyperplasia (BPH), struktur dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Menurut Grace & Barley (2006) Teori dalam pembentukan batu saluran
kemih adalah sebagai berikut :
2.1.2.1 Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu
yang membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari
senyawa jenuh yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi
sehingga pada urin dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk
terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadi kristalisasi.
2.1.2.2 Teori Matriks Batu
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan
partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali
7
terbentuk matriks yang merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa
protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan
hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-
kristal batu.
2.1.2.3 Teori Inhibisi yang Berkurang
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor
inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem
urinaria dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya
adalah mencegah terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang dapat
menjaga dan menghambat kristalisasi mineral yaitu magnesium, sitrat,
pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat tersebut
mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat
terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor).
Menurut (Boyce, 2010; Moe, 2006), Batu terbentuk dari traktus urinarius
ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan
asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi
tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin.
Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan
status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi).
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
1) Faktor intrinsik, meliputi:
(1) Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
(2) Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
(3) Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien
wanita.
8
2.1.3 Klasifikasi
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat,
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin.
Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha
pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.
ada batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin
dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak
darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi
saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi
refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada
organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak
mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi penyakit GGK
yang dapat menyebabkan kematian.
12
WOC Ureterolithiasis
Etiologi :
Faktor intrinsik : Herediter, Umur (30-50 th), Jenis Kelamin (Pria)
Faktor ekstrinsik : Geografi, Iklim dan temperatur, konsumso
Perubahan rendah
epitel silia dan Asupan
mukosa air, Diet tinggi mineral berlebihan, Pekerjaan
Faktor Idiopatik : ISK dan Dehidrasi
Pembentukkan batu (Calculi) yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih
URETEROLITHIASIS
Peningkatan Ureum dalam darah Batu tetap dalam ureter Urine sedikit Batu tetap Reabsorbsi dan Peningkatan Pembedahan
keluar disertai dalam ureter distensi abdomen vasokoliktektomi
darah (Hematuria) sekresi ↓
O2 dalam darah Peningkatan Ureum dalam darah
Obstruksi Anoreksia
Kurang terpajan Luka post-op
Stasis urin Gg. Fungsi ginjal
Ekspansi paru ↓ informasi peyakit
Hambatan
aliran urin Nafsu makan
Urine sulit keluar Produksi urine ↓ Kerusakan
Stressor menurun
Peningkatan integritas kulit
Urine
ke otak Peningkatan tekanan
kebutuhan O2 Urine sedikit cairan pada ureter dan Menyumbat aliran
keluar disertai berwarna keruh Mual muntah
pelvis ginjal urin ke Vesika
darah (Hematuria) seperti
Cemas MK : Gangguan
Takipnea teh/kemerahan Urinaria Integritas kulit
Nyeri Kolik ureter Output berlebih
Terjadi absobsi batu (saat berekemih &
Sesak nafas Gelisah dan MK : Retensi urin
nyeri pinggang)
Cemas Defisit
Kolik ureter MK :
Pengetahuan Trauma pada
MK: Pola nafas Hipotalamus Defisit Nutrisi
MK : mukosa dinding
tidak efektif MK : Risiko Tinggi ureter (distensi)
Ansietas Penekanan pada syaraf nyeri
Kekurangan
Volume Cairan Perasaan tidak nyaman MK :
Gangguan
MK : Nyeri AKut Eliminasi Urin
13
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi pasien dengan ureterolithiasi di antaranya:
2.1.6.1 Sumbatan : akibat pecahan batu
2.1.6.2 Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
2.1.6.3 Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
dan pengangkatan batu ginjal.
2.1.7.10 Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine).
2.1.7.11 Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
2.1.7.12 Pielografi Intra Vena (PIV) : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis,
seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen
pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
2.1.7.13 Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukan batu dan efek obstruksi.
2.1.7.14 Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain,
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
2.1.7.15 USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,
yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai
adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow),
hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi
ginjal.
Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase
alkali serum.
untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi social.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang
diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Pilihan terapi antara lain :
1) Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil
yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar
tanpa intervensi medis. Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet
makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya
kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan
ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu saluran kemih harus minum paling
sedikit 8 gelas air sehari. Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang
ditemukan :
1. Batu kalsium oksalat
2. Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung
kalsium oksalat seperti bayam, daun seledri, kacang-kacangan, kopi, teh,
dan coklat. Sedangkan batu kalsium fosfat : mengurangi makanan yang
mengandung kalsium tinggi seperti : ikan laut, kerang, daging, sarden, keju
dan sari buah.
3. Batu asam urat
4. Makanan yang dikurangi : daging, kerang, gandum, kentang, tepung-
tepungan, saus dan lain-lain.
5. Batu struvite
6. Makanan yang dikurangi : keju, telur, buah murbai, susu dan daging.
7. Batu cystin
8. Makanan yang dikurangi : sari buah, susu, kentang. Anjurkan pasien banyak
minum : 3-4 liter/hari serta olahraga yang teratur.
17
3) Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b) α - blocker
c) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi.
4) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
18
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan
bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran
batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan
efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim
yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau
tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan
perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah
tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil
dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-
anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.
5) Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:
19
6) Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
20
7) Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun
batu pada saluran kemih (ureter). Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). (Prabowo & Pranata, 2014, p.
121).
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada observasi sering ditemukan adanya hematuria (baik secara
mikroskopis maupun gross), oliguria. Kondisi kolik (ginjal atau
ureter) biasanya timbul secara tiba-tiba (mendadak) dengan pemicu
yang beragam (aktifitas rendah, input cairan rendah, pengaruh
gravitasi yang tinggi, imobilitas) (Prabowo & Pranata, 2014, p. 121)
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
Ureterolithiasia biasanya pasien pernah menderita infeksi saluran
kemih (ISK), Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi, bekerja di
lingkungan panas, penderita osteoporosis dengan pemakaian
pengobatan kalsium. Kaji riwayat penyakit sebelumnya, utamanya
penyakit yang meningkatkan resiko terbentuknya batu, misalnya asam
urat, hiperkolestrol, hiperkalsemia, dan lain sebagainya (Prabowo &
Pranata, 2014, p. 121).
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut (Prabowo & Pranata, 2014, p. 121) Ureterolithiasis bukan
merupakan penyakit menular dan genetik, sehingga tidak ada
pengaruhnya terhadap keluarga yang sebelumnya mengalami batu
saluran kemih.
d. Riwayat Psikososial
Perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya. Pada klien dengan kanker paru sering muncul
masalah ansietas yang disebabkan karena proses penyakit. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
22
TTV normal (TD 120/80 mmHg. Nadi 60-100, RR16-20, suhu 36.5°-
37°C).
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Catat insiden muntah, diare, 1. Mengetahui perkembangan status
perhatikan karakteristik, dan kesehatan klien menghindari
frekuensi. adanya keluhan lain dan
2. Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 Mengesampingkan kejadian
lt / hari dalam toleransi jantung. abdominal lain.
3. Monitor tanda vital, evaluasi nadi, 2. Mempertahankan keseimbangan
turgor kulit dan membran mukosa. cairan dan homeostasis.
4. Timbang berat badan tiap hari 3. Penurunan LFG merangasang
5. Kolaborasi: produksi renin, yg. Bekerja
Awasi Hb,Ht,elektrolit. meningktakan TD.
Berikan diet tepat,cairan 4. Peningkatan BB.yang
jernih,makanan lembut s/d cepat,waspada retensi
toleransi 5. Kolaborasi
Mengkaji hidrasi, kebutuhan
intervensi.
Mempertahankan
keseimbangan nutrisi dan
menurunkan mual muntah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.
31
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
30
32
Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien
klien tidak ada lesi, mukosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien
tidak ada peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien
BAB 2x/hari warna kekuningan dengan konsistensi lunak, tidak diarem
tidak konstipasi, tidak kembung, bising usus klien terdengar 25 x/menit, dan
tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.11Sistem Penginderaan
a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata
kiri (VOS) = 6/6, sclera klien ikterik, warna konjungtiva ikterik, kornea
37
ikterik, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat
adanya nyeri.
b. Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.
c. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher
klien bergerak bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
3.1.3.13.1 Reproduksi wanita
Reproduksi tidak ada mengalami kemerahan, gatal-gatal, perdarahan, tidak
ada kelainan pada uretra, kebersihan cukup bersih.
IMT = BB
(TB)²
= 58 = 22,1 (gizi baik)
(162)²
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
https://kalbemed.com/)
5 Ranitidine 2x 50 IV Tukak lambung dan Penderita yang
mg tukak duodenum, diketahui hipersensitif
refluks esofagitis, terhadap ranitidine
dispepsia episodik (Sumber:
kronis, tukak akibat http://pionas.pom.go.i
AINS, tukak duodenum d)
karena H.pylori,
sindrom Zollinger-
Ellison, kondisi lain
dimana pengurangan
asam lambung akan
bermanfaat. (Sumber :
http://pionas.pom.go.id)
6 Ampicilin 2x1,5 IV Untuk mengobati Pasien dengan riwayat
gram berbagai macam infeksi alergi terhadap obat
bakteri. Ampicilin ampicillin, atau
diindikasikan untuk komponennya, atau
mengobati infeksi dengan derivat
saluran pernapasan, penisilin lainnya
saluran kemih dan seperti golongan
kelamin (gonore tanpa sefalosporin.
komplikasi), septikemia (Sumber :
dan meningitis, yang https://www.alomedik
disebabkan bakteri a.com/)
gram positif atau
negatif.
(Sumber :
https://www.alomedika.
com/)
ANALISIS DATA
DS : Ureterolithiasis Gangguan
Pasien Mengatakan “Ada rasa Eliminasi Urin
ingin kencing tetapi keluarnya Obstruksi
menetes“
DO : Hambatan aliran urin
- Pasien tampak lemah
- Distensi kandung kemih Peningkatan tekanan
- Hematuri
- Hasil TTV : Reabsorbsi dan sekresi
TD :110/70 mmHg, menurun
N:90x/m
RR : 20/m Menyumbat aliran urin
S : 36,1 0C. ke Vesika Urinaria
- Hasil lab Urinalisa :
Kejernihan: Keruh Retensi urin
Darah: (+)2
Leukosit : Banyak sel Trauma pada mukosa
Bakteri: (+)/Positif dinding ureter (distensi)
DS : Ureterolithiasis Ansietas
Pasien mengatakan “Saya merasa
khawatir dengan kondisi yang Kurang informasi
dihadapi terkadang pusing
memikirkannya saat ini dan saya Hospitalisasai
bingung tentang penyakit saya,
dan saya takut jika harus Tindakan pembedahan
dilakukan operasi”.
DO : Perubahan perilaku
- Pasien tampak gelisah (cemas)
- Muka tampak pucat
- Hasil TTV :
TD :110/70 mmHg,
N:90x/m
RR : 20/m
S : 36,1 0C.
45
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan cairan pada ureter dan
pelvis ginjal yang ditandai dengan Pasien Mengatakan “P: terdapat batu
saluran kemih, Q: nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk, R: nyeri pada bagian
pinggang sebelah kiri, S: skala nyeri 5 (0-10), T: nyeri terasa saat
beraktivitas dan beristirahat, nyeri dirasakan tidak menentu waktunya
biasanya dirasakan ±5-7 menit”, pasien tampak meringis.
2. Gangguan eliminasi Setelah di lakukan tindakan 1. Observasi TTV Pasien 1. Memantau dan mengetahui kondisi
urin berhubungan keperawatan selama 3x7 jam 2. Observasi intake dan output cairan umum pasien.
dengan distensi diharapkan gangguan eliminasi urin dan karakteristik urine dan catat 2. Hasil pengawasan memberikan
kandung kemih. dapat berkurang dengan kriteria adanya keluaran batu. informasi tentang fungsi ginjal dan
(halaman 96, D.0040) hasil: 3. Observasi keluhan kandung kemih, adanya komplikasi. Mengetahui
1. Tanda-tanda vital dalam rentang palpasi dan perhatikan output,dan jumlah pemasukan dan haluaran cairan
normal edema klien
- TD :120-150/80-90 mmHg 4. Berikan posisi senyaman mungkin 3. Retensi urine, menyebabkan distensi
- N : 60-100 x/mnt 5. Tentukan pola berkemih normal jaringan.,potensial resiko infeksi dan
- RR : 16-24 x/menit 6. Anjurkan minum yang cukup dan GGK (Gagal Ginjal Kronis)
- S ; 36,5-37,5 °C tingkatkan pemasukan sampai 2500 4. Mengurangi rasa nyeri dengan
2. Aliran urin lancar. ml/hari sesuai toleransi mengatur posisi sesuai kenyamanan
3. Klien berkemih dengan jumlah 7. Kolaborasi klien
normal dan seperti biasanya Pemberian obat ampicilin 1,5 5. Menyebabkan kebutuhan sensasi
Tanda da perubahan status mnetal gram per oral. berkemih segera dan mengetahui pola
berkemih normal.
6. Hidrasi yang cukup meningkatkan
pengenceran kemih dan membantu
mendorong lewatnya batu.
7. Untuk mengobati dan mencegah
infeksi bakteri.
3. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan tentang proses penyakit 1. Untuk memberikan informasi pada
dengan kurang terpapar keperawatan 3x7 jam diharapkan dan penyebab penyakit. pasien/keluarga, perawat perlu
informasi yang ditandai pasien tidak mengalami 2. Ajarkan teknik relaksasi nafas mengetahui sejauh mana informasi
dengan pasien ansietas/kecemasan dan dapat dalam untuk mengontrol atau pengetahuan yang diketahui
mengatakan “Saya teratasi dengan kriteria hasil : mengurangi kecemasan pasien pasien/keluarga dan Dengan
merasa khawatir 1. Pasien tampak rileks 3. Anjurkan pasien dan orang pengajaran meningkatkan
dengan kondisi yang 2. Tingkat pengetahuan meningkat terdekat untuk mengungkapkan pengetahuan pasien, menurunkan
dihadapi terkadang 3. TTV tidak mengalami tentang rasa takut, berikan privasi kecemasan pasien.
pusing memikirkannya peningkatan tanpa gangguan, sediakan waktu 2. Mengatasi kecemasan pasien.
saat ini dan saya bersama mereka untuk 3. Pasien yang merasa nyaman berbicara
bingung tentang mengembangkan hubungan. dengan perawat, mereka sering dapat
penyakit saya, dan saya 4. Beri informasi dan diskusikan memahami dan memasukkan
takut jika harus prosedur dan pentingnya prosedur perubahan kebutuhan dalam praktek
dilakukan operasi”, medis dan perawatan. dengan sedikit kesulitan.
(halaman 180, D.0080). 5. Orientasikan pasien terhadap 4. Informasi yang adekuat meningkatkan
lingkungan, obat-obatan, dosis, pengetahuan dan koopereratif pasien.
48
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ureterolithiasis merupakan batu yang terdapat pada saluran ureter yang
pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin
dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih.
Terbentuknya batu disebabkan karena air kemih kekurangan bahan-bahan seperti
sitrat, magnesium, pirofosfat yang dapat menghambat pembentukan batu, serta
kurangnya produksi air seni, infeksi saluran kencing, gangguan aliran air kencing
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik. Batu saluran
kencing dapat terbentuk karena adanya peningkatan kalsium, oksalat, atau asam
urat dalam air kencing. Batu saluran kemih merupakan keadaan patologis karena
adanya masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing. Masalah
keperawatan yang sering dialami pada batu saluran kemih ialah nyeri akut,
gangguan pola eliminasi urin, resiko tinggi kekurangan volume cairan dan
defisiensi pengetahuan.
4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan pasien dengan ureterolithiasis hendaknya
dengan hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan
mempercepat proses penyembuhan. Perawat perlu mengetahui tanda gejala
adanya nyeri, perawat harus mampu mengetahui kondisi pasien secara
keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan
fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain
dan keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam
pemberian asuhan keperawatan diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang penyakit, penyebab nyeri, pencegahan, dan penanganannya.
51
53
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mardika.
Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2008). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Brunner & suddarth.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 2.
Jakarta : EGC.
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG.
Joyce, Black & Jane Hokanse. 2014. Medical Surgical Nursing Vol.2. Jakarta.
Salemba Medika.
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC.
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish Publisher.
Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2006). System Perkemihan. Jakarta : sSalemba
medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Price, Sylvia (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis proses-proses Penyakit. Edisi
6. Jakarta : EGC.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. yogyakarta: Nuha Medika.
Riskedas. 2018. Hasil utama Riskesdas tahun 2018. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
52
54
Setiya, Andri & Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Suharyanto, T., & Majid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. TRANS INFO MEDIA.
Tamsuri. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J. (2016). Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta:
EGC.