Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

B DENGAN DIAGNOSA
MEDIS URETEROLITHIASIS DI SISTEM PERKEMIHAN
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :
Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Ny. B
dengan diagnosa medis Ureterolithiasis di Sistem Perkemihan
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Mengetahui,

Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Pembimbing Praktik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. Meida Sinta A, S. Kep., Ners

ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny.B dengan diagnosa
medis Ureterolithiasis di Sistem Perkemihan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik
Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta A, S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 15 Oktober 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ............................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
2.1 Konsep Penyakit Ureterolithiasis ........................................................... 5
2.1.1 Definisi Ureterolithiasis ................................................................ 5
2.1.2 Etiologi ......................................................................................... 6
2.1.3 Klasifikasi ..................................................................................... 8
2.1.4 Patofisiologi (Pathways) .............................................................. 10
2.1.5 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) ......................................... 13
2.1.6 Komplikasi.................................................................................. 14
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 14
2.1.8 Penatalaksanaan Medis................................................................ 15
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan (Teoritis) ......................................... 20
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................. 20
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 23
2.2.3 Intervensi Keperawatan ............................................................... 24
2.3.4 Implementasi Keperawatan ......................................................... 29
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................. 29
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................... 31
3.1 Pengkajian ............................................................................................ 31
3.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 45
3.3 Intervensi .............................................................................................. 46
3.4 Implementasi Keperawatan .................................................................. 49
3.4 Evaluasi Keperawatan .......................................................................... 49
BAB 4 PENUTUP ............................................................................................ 52
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 52
4.2 Saran .................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 53

iv
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ureterolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran
air kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior. Diperkirakan
10% dari semua individu dapat menderita ureterolhitiasis selama hidupnya,
meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Risiko
menderita urolitiasis meningkat akibat dari faktor-faktor apa pun yang
menyebabkan terjadinya urin yang stasis yang berkaitan dengan menurun atau
tersumbatnya aliran urin. Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia
dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas
(gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas
sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk
menderita batu saluran kemih.
Menurut (Hidayah, dkk, 2013) menyebutkan bahwa ureterolithiasis
menduduki kasus 3 teratas untuk kasus urologi setelah ISK dan pembesaran
prostat benigna Kejadian batu saluran kemih (urolitiasis) di Amerika serikat tahun
2007 dilaporkan sekitar 5 -10% penduduk dalam hidupnya pernah menderita
penyakit ini, sedangkan di Eropa bagian selatan di sekitar laut tengah 6 - 9%. Di
Jepang 7%, di Taiwan 9,8% dan di Indonesia sekitar 59,1% dari 10.000 penduduk
(Muslim, 2007). Riskesdas (2013) telah melakukan riset pada penduduk indonesia
mengenai kejadian batu saluran kemih, 0,6 % penduduk Indonesia telah
mengalami kejadian batu saluran kemih. Angka tertinggi kejadian terdapat di
wilayah DI Yogyakarta sebanyak 1,2% dan terendah di wilayah Riau dan
Sulawesi Barat dengan angka kejadian 0,2% masing masing wilayah. Sumatera
Barat memiliki angka kejadian batu saluran sebanyak 0,4 % sama dengan 9
provinsi lain di Indonesia..
Batu saluran kemih merupakan kondisi dimana terbentuknya batu di saluran
keluarnya urin, dapat berada di ginjal, ureter, kandung kemih maupun uretra.
Sering pula masyarakat mengenali dengan batu ginjal, secara khusus maksudnya

1
2

batu itu hanya terdapat diginjal. Ureterolithiasis adalah proses terbentuknya batu
(kalkuli) pada traktus urinarius. Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya
penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal.
Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu
sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap
di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus
larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai
beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis
ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam,
hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. Risiko menderita
ureterolithiasis meningkat akibat dari faktor-faktor apa pun yang menyebabkan
terjadinya urin yang stasis yang berkaitan dengan menurun atau tersumbatnya
aliran urin. Ureter secara normal mengalami kontriksi dengan derajat yang
bervariasi pada tiga tempat, yaitu: 1). Junctura ureteropelvicum, 2). Saat ureter
melewati tepi dari aditus pelvicum, dan 3). Saat melewati dinding vesica urinaria.
Area-area yang menyempit ini merupakan lokasi yang potensial untuk terjadinya
obstruksi yang disebabkan oleh batu (kalkuli) ginjal. Nyeri klasik pada pasien
dengan kolik renalis akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang awalnya
dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior dan inferior. Diagnosis
ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penanganannya tergantung dari ukuran kalkuli, lokasi dan komplikasi yang
timbul.
Dari besarnya insiden ureterolithiasis di negara–negara berkembang seperti
di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik ureterolithiasis (batu ureter)
dalam upaya perawatan kuratif, paliatif, dan suportif yang bersifat
menyembuhkan, memperlambat perkembangan tumor dan terapi lain yang
sifatnya sebagai pendukung. Upaya preventif yang dapat dilakukan diantaranya
dengan menjalankan gaya hidup yang sehat seperti minum air putih yang cukup,
konsumsi makanan kaya kalsium, batasi asupan garam dan natrim, kurangi protein
hewani sehingga ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang
adekuat.
3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu : Bagaimana pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan pada Ny.
B yang komprehensif pada dengan diagnosa medis Ureterolithiasis di Sistem
Perkemihan RSUD dr. Doris Sylvanus palangka Raya?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada Ny.B dengan diagnosa medis Ureterolithiasis di Sistem
Perkemihan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dengan menggunakan
proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan pada Ny.B dengan diagnosa medis Ureterolithiasis.
1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengidentifikasi pengkajian pada dengan diagnosa
medis Ureterolithiasis di Sistem Perkemihan RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada Ny.B dengan diagnosa
medis Ureterolithiasis di Sistem Perkemihan RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
2.3.2.3 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah pada Ny. B dengan diagnosa medis Ureterolithiasis di Sistem
Perkemihan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada Ny.B dengan diagnosa medis Ureterolithiasis di Sistem Perkemihan
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan
yang dilakukan pada Ny. B dengan diagnosa medis Ureterolithiasis di
Sistem Perkemihan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4

1.3.2.2 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan


asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada Ny.B pasien dengan
diagnosa medis Ureterolithiasis.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit secara benar dan
bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan
mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian
proses keperawatan khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sehingga dapat
diterapkan di masa yang akan datang.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatanjang pelayanan perawatan yang berguna bagi
status kesembuhan klien.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Ureterolithiasis


2.1.1 Definisi Ureterolithiasis

.
Urolithiasis atau Batu saluran kemih merupakan kondisi dimana terbentuknya
batu di saluran keluarnya urin, dapat berada di ginjal, ureter, kandung kemih
maupun uretra. Sering pula masyarakat mengenali dengan batu ginjal, secara
khusus maksudnya batu itu hanya terdapat diginjal. (Mehmed & Ender, 2015).
Ureterolithiasis merupakan batu yang terdapat pada saluran ureter. Ureter
merupakan dua buah pipa saluran yang masing masing terhubung dari ginjal ke
kandung kemih, memiliki panjang 35 – 40 cm dan diameter 1 – 1,5 cm (Pearce,
2013).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu
ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan
batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan
pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti
teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2002: 1460).
Urolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai
zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium
oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium fosfat

5
6

(batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%).( Pierce
A. Grace & Neil R. Borley 2006, ILMU BEDAH, hal. 171).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Ureterolithiasis
merupakan batu yang terdapat pada saluran ureter yang pada umumnya berasal
dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke
kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Terbentuknya batu
disebabkan karena air kemih kekurangan bahan-bahan seperti sitrat, magnesium,
pirofosfat yang dapat menghambat pembentukan batu, serta kurangnya produksi
air seni, infeksi saluran kencing, gangguan aliran air kencing dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik. Batu saluran kencing dapat
terbentuk karena adanya peningkatan kalsium, oksalat, atau asam urat dalam air
kencing.

2.1.2 Etiologi
Menurut (Prabowo & Pranata, 2014), penyebab terjadinya urolithiasis
secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk diseluruh salurah kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urin) antara
lain yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesiko kronik, seperti
Benign Prostate Hyperplasia (BPH), struktur dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Menurut Grace & Barley (2006) Teori dalam pembentukan batu saluran
kemih adalah sebagai berikut :
2.1.2.1 Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu
yang membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari
senyawa jenuh yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi
sehingga pada urin dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk
terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadi kristalisasi.
2.1.2.2 Teori Matriks Batu
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan
partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali
7

terbentuk matriks yang merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa
protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan
hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-
kristal batu.
2.1.2.3 Teori Inhibisi yang Berkurang
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor
inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem
urinaria dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya
adalah mencegah terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang dapat
menjaga dan menghambat kristalisasi mineral yaitu magnesium, sitrat,
pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat tersebut
mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat
terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor).

Menurut (Boyce, 2010; Moe, 2006), Batu terbentuk dari traktus urinarius
ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan
asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi
tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin.
Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan
status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi).
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
1) Faktor intrinsik, meliputi:
(1) Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
(2) Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
(3) Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien
wanita.
8

2) Faktor ekstrinsik, meliputi:


(1) Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu)
(2) Iklim dan temperatur
(3) Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
(4) Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
batu saluran kemih.
(5) Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

2.1.3 Klasifikasi
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat,
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin.
Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha
pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.

2.1.3.1 Batu Sistin (Cystine Stones)


Batu sistin sangat jarang terjadi, kira-kira sekitar 1%-2% dari kejadian
batu saluran kemih. Batu sistin disebabkan oleh defek genetik pada
reabsorpsi asam amino (terutama sistin) sehingga menyebabkan sistinuria.
Keadaan sistinuria akan membuat pH rendah sehingga batu dapat
terbentuk. Beberapa sumber mengatakan defek genetik reabsorpsi asam
amino ini merupaka autosomal resesif.
9

2.1.3.2 Batu Kalsium (Calcium Stones)


Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor
tejadinya batu kalsium adalah:
(1) Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam,
dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus
(hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium
pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan
resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada
hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
(2) Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam,
banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar
konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink,
kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
(3) Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam.
Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang
mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam
urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau
berasal dari metabolisme endogen.
(4) Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada
penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian
diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
(5) Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak
sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine
magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium
oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat.

2.1.3.3 Batu Urat (Uric Acid Stones)


Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak
dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat
sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat).
10

Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar


untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya
batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2
liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.

2.1.3.4 Batu Struvit (Struvite Stones)


Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya
batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab
infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus
spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus)
yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan
garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu
magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

2.1.4 Patofisiologi (Pathways)


Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake
cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi
saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain
mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam,
jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan
metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga
mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap
dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam
urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju
tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang
akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau
pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks
sehingga terjadi batu. Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi,
11

ada batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin
dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak
darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi
saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi
refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada
organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak
mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi penyakit GGK
yang dapat menyebabkan kematian.
12

WOC Ureterolithiasis
Etiologi :
Faktor intrinsik : Herediter, Umur (30-50 th), Jenis Kelamin (Pria)
Faktor ekstrinsik : Geografi, Iklim dan temperatur, konsumso
Perubahan rendah
epitel silia dan Asupan
mukosa air, Diet tinggi mineral berlebihan, Pekerjaan
Faktor Idiopatik : ISK dan Dehidrasi

Defisiensi kadar magnesium, sitrat prifosfor, mukoprotein

Kalsium oksalat, fosfat dan asam urat meningkat

Pengendapan garam mineral dan perubahan pH urin menjadi kristal

Pembentukkan batu (Calculi) yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih

Obstruksi saluran kemih

Batu dalam ginjal, kemudian turun ke ureter

URETEROLITHIASIS

B1 (BREATHING) B2 (BLOOD) B3 (BRAIN) B4 (BLADDER) B5 (BOWEL) B6 (BONE)

Peningkatan Ureum dalam darah Batu tetap dalam ureter Urine sedikit Batu tetap Reabsorbsi dan Peningkatan Pembedahan
keluar disertai dalam ureter distensi abdomen vasokoliktektomi
darah (Hematuria) sekresi ↓
O2 dalam darah Peningkatan Ureum dalam darah
Obstruksi Anoreksia
Kurang terpajan Luka post-op
Stasis urin Gg. Fungsi ginjal
Ekspansi paru ↓ informasi peyakit
Hambatan
aliran urin Nafsu makan
Urine sulit keluar Produksi urine ↓ Kerusakan
Stressor menurun
Peningkatan integritas kulit
Urine
ke otak Peningkatan tekanan
kebutuhan O2 Urine sedikit cairan pada ureter dan Menyumbat aliran
keluar disertai berwarna keruh Mual muntah
pelvis ginjal urin ke Vesika
darah (Hematuria) seperti
Cemas MK : Gangguan
Takipnea teh/kemerahan Urinaria Integritas kulit
Nyeri Kolik ureter Output berlebih
Terjadi absobsi batu (saat berekemih &
Sesak nafas Gelisah dan MK : Retensi urin
nyeri pinggang)
Cemas Defisit
Kolik ureter MK :
Pengetahuan Trauma pada
MK: Pola nafas Hipotalamus Defisit Nutrisi
MK : mukosa dinding
tidak efektif MK : Risiko Tinggi ureter (distensi)
Ansietas Penekanan pada syaraf nyeri
Kekurangan
Volume Cairan Perasaan tidak nyaman MK :
Gangguan
MK : Nyeri AKut Eliminasi Urin
13

2.1.5 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Menurut (Brooker, 2009) Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus
urinarius bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema serta lokasi batu
tersebut berada. Adapun manifestasi klinis menurut lokasi batu dibagi menjadi 4,
yaitu:
1) Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter
proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam
dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu
menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional
(nefron) ginjal. Nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan.
2) Batu di piala ginjal
(1) Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
(2) Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
(3) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita
nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria
mendekati testis.
(4) Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area
kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah.
(5) Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat dari reflex renoinstistinal dan proksimitas
anatomic ginjal ke lambung pancreas dan usus besar.
3) Batu yang terjebak di ureter
(1) Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang
menyebar ke paha dan genitalia.
(2) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar.
(3) Hematuria (kencing berdarah) akibat aksi abrasi batu.
(4) Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm
4) Batu yang terjebak di kandung kemih
(1) Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuri. Jika batu menyebabkan obstruksi pada
leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.
14

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi pasien dengan ureterolithiasi di antaranya:
2.1.6.1 Sumbatan : akibat pecahan batu
2.1.6.2 Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
2.1.6.3 Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
dan pengangkatan batu ginjal.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


2.1.7.1 Urinalisa: warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal
(sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri, pus,
pH urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin
meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
2.1.7.2 Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
meningkat.
2.1.7.3 Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus
aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas).
2.1.7.4 Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein dan elektrolit.
2.1.7.5 BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah
pada urine) sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
2.1.7.6 Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
2.1.7.7 Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.
2.1.7.8 Sel darah merah : biasanya normal.
2.1.7.9 Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (
mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi
ginjal).
15

2.1.7.10 Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine).
2.1.7.11 Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
2.1.7.12 Pielografi Intra Vena (PIV) : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis,
seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen
pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
2.1.7.13 Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukan batu dan efek obstruksi.
2.1.7.14 Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain,
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
2.1.7.15 USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,
yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai
adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow),
hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi
ginjal.
Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase
alkali serum.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis


Tujuan pentalaksanaan medis pada pasien denga ureterolithiasis yaitu :
Menghilangkan batu untuk mempertahankan fungsi ginjal
Mengetahui etiologi untuk mencegah kekambuhan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
16

untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi social.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang
diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Pilihan terapi antara lain :
1) Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil
yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar
tanpa intervensi medis. Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet
makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya
kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan
ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu saluran kemih harus minum paling
sedikit 8 gelas air sehari. Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang
ditemukan :
1. Batu kalsium oksalat
2. Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung
kalsium oksalat seperti bayam, daun seledri, kacang-kacangan, kopi, teh,
dan coklat. Sedangkan batu kalsium fosfat : mengurangi makanan yang
mengandung kalsium tinggi seperti : ikan laut, kerang, daging, sarden, keju
dan sari buah.
3. Batu asam urat
4. Makanan yang dikurangi : daging, kerang, gandum, kentang, tepung-
tepungan, saus dan lain-lain.
5. Batu struvite
6. Makanan yang dikurangi : keju, telur, buah murbai, susu dan daging.
7. Batu cystin
8. Makanan yang dikurangi : sari buah, susu, kentang. Anjurkan pasien banyak
minum : 3-4 liter/hari serta olahraga yang teratur.
17

2) Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan


Analgesik dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar
batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu
petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan
naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat
digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat
infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi
sekunder. Setelah batu dikeluarkan, batu saluran kemih dapat dianalisis untuk
mengetahui komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau
menghambat pembentukan batu berikutnya.

3) Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b) α - blocker
c) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi.
4) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
18

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan
bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran
batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan
efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim
yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau
tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan
perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah
tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil
dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-
anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

5) Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:
19

PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang


berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. Meskipun demikian
untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada tempat untuk
PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara
perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid
atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara
utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir
pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena
ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan
segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan
lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.
Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa
untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat
pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan
jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing
operator dan ketersediaan alat tersebut.
Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui
alat keranjang Dormia).

6) Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
20

mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi


atau infeksi yang menahun. Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter
mungkin masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior.
Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih
tinggal 1-2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan
anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

7) Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengumpulan Data, meliputi :
1) Identitas Klien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, nomor
registrasi/MRS, dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada keluhan utama biasanya yang sering ditemukan pada pasien dengan
ureterolithiasis adalah nyeri (pada punggung, panggul, abdominal, lipat paha,
genetalia), mual muntah, kesulitan dalam kencing, urine output sedikit sampai
tidak dapat BAK, hematuria (kencing berdarah) akibat aksi abrasi batu, gelisah
sampai penurunan kesadaran, tidak ada selera makan, mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, dan demam. Nyeri dapat disebabkan karena adanya tekanan
21

batu pada saluran kemih (ureter). Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). (Prabowo & Pranata, 2014, p.
121).
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada observasi sering ditemukan adanya hematuria (baik secara
mikroskopis maupun gross), oliguria. Kondisi kolik (ginjal atau
ureter) biasanya timbul secara tiba-tiba (mendadak) dengan pemicu
yang beragam (aktifitas rendah, input cairan rendah, pengaruh
gravitasi yang tinggi, imobilitas) (Prabowo & Pranata, 2014, p. 121)
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
Ureterolithiasia biasanya pasien pernah menderita infeksi saluran
kemih (ISK), Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi, bekerja di
lingkungan panas, penderita osteoporosis dengan pemakaian
pengobatan kalsium. Kaji riwayat penyakit sebelumnya, utamanya
penyakit yang meningkatkan resiko terbentuknya batu, misalnya asam
urat, hiperkolestrol, hiperkalsemia, dan lain sebagainya (Prabowo &
Pranata, 2014, p. 121).
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut (Prabowo & Pranata, 2014, p. 121) Ureterolithiasis bukan
merupakan penyakit menular dan genetik, sehingga tidak ada
pengaruhnya terhadap keluarga yang sebelumnya mengalami batu
saluran kemih.
d. Riwayat Psikososial
Perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya. Pada klien dengan kanker paru sering muncul
masalah ansietas yang disebabkan karena proses penyakit. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
22

2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik (B1-B6)


Menurut (Nuari & Widayati, 2017, p. 199) pemeriksaan Fisik yang dapat
dilakukan pada pasien dengan Ureterolithiasis adalah sebagai berikut:
1) Keadaan umum
Umumnya kesadaran klien dalam keadaan composmentis, penderita datang
dengan keadaan nyeri (pada punggung, panggul, abdominal, lipat paha, genetalia),
mual muntah, kesulitan dalam kencing, urine output sedikit sampai tidak dapat
BAK.
2) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah biasanya terjadi Peningkatan tekanan darah >120/80mmHg,
peningkatan suhu >37,50C suhu biasanya mengalami hipertermi, peningkatan nadi
(takhikardi) >100x/menit, dan biasanya RR meningkat, pernafasan tidak adekuat
dan takipnea.
3) Pernafasan (B1: Breathing).
1. Inspeksi
Secara umum biasanya klien, terlihat sesak dikarenakan adanya
peningkatan ureum dalam darah dan O2. Pergerakan dada biasanya
simetris. Nyeri dada dapat timbul dalam berbagai bentuk tapi biasanya
sebagai rasa sakit atau tidak nyaman akibat nyeri akut.
2. Palpasi
Pada palpasi, denyutan jantung teraba cepat, ekspansi meningkat dan
taktil fremitus biasanya normal
3. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor.
4. Auskultasi
Perubahan frekuensi pernapasan dikarenakan nyeri akut, suara napas
biasanya normal/vesikuler. Kadang disertai juga ada nafas tambahan.
4) Kardiovaskuler (B2:Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Frekuensi jantung
takikardi, berkeringat, tekanan darah biasanya meningkat atau menurun. Batas
jantung tidak mengalami pergeseran.
23

5) Persyarafan (B3: Brain)


Pasien mengalami syok karena nyeri yang dirasakan. Nyeri ringan sampai
dengan berat pada saat mengalami ureterolithiasis dikarenakan respon sensitivitas
nyeri mengenai ujung-ujung saraf dan respon tersebut ditransmisikan ke otak.
Manifestasi sistem saraf pusat dapat terjadi berkisar dari sakit kepala, sampai
koma, hingga kematian.
6) Perkemihan (B4: Bladder)
Terdapat perubahan pola berkemih, nyeri pada saat miksi, dysuria.
Penurunan rebasorbsi dan sekresi pada ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine
dikarenakan ada hambatan aliran urin ke kandung kemih sehingga menyebabkan
retensi urin dan trauma pada mukosa dinding ureter mengakibatkan gangguan
eliminasi urin.
7) Pencernaan (B5: Bowel)
Pasien penderita batu saluran kemih biasanya nyeri tekan abdomen pada
region 8 dan tidak terdengar bising usus. Pasien biasanya mual dan muntah
dikarenakan terdapat kekurangan volume cairan ke kerongkongan sehingga
menyebabkan pasien tidak nafsu makan, kesulitan menelan, kadang disertai
penurunan berat badan.
8) Tulang, otot dan integument (B6: Bone)
Pada klien ureterolithiasis terjadi turgor kulit menurun/kurang, dan pucat,
pada post op dilakukan pembedaha vasokoliktektomi menyebabkan gangguan
integritas kulit. Penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat
keletihan/kelemahan, sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan
pemenuhan ADL (Activity Day Living)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi,
iskemia, neoplasma)
2.2.2.2 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi kandung kemih
oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
24

2.2.2.3 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter,
diuresis pasca obstruksi).
2.2.2.4 Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
2.2.2.5 Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
(Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017)

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan pada klien dengan ureterolithiasis meliputi :
Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi, iskemia, neoplasma)
1) Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan dan
masalah nyeri klien dapat teratasi.
2) Kriteria Hasil :
 Skala nyeri= 3 (1-10)
 Menyangkal nyeri,
 Melaporkan perasaan nyaman,
 Ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
 Irama pernafasan teratur
 TTV dalam batas normal
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
nyeri. 2. Mencari tahu faktor memperberat
2. Identifikasi faktor yang dan memperingan nyeri agar
memperberat dan memperingan mempercepat proses
nyeri. kesembuhan.
3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan
memperberat rasa nyeri. yang nyaman untuk membantu
4. Berikan teknik nonfarmakologis. meredakan nyeri.
5. Jelaskan penyebab, periode, dan 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
pemicu nyeri seperti TENS, hipnosis, terapi
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis musik, terapi pijat, akupresur,
25

untuk mengurangi rasa nyeri aromaterapi, imajinasi


(latihan napas dalam, imajinasi terbimbing, kompres
visual, aktivitas dipersional) hangat/dingin, terapi bermain dan
7. Kolaborasi dengan dokter mengalihkan perhatian terhadap
pemberian analgetik, jika perlu. nyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama.
5. Memberikan penjelasan akan
menambah pengetahuan pasien
tentang nyeri.
6. Agar klien atau keluarga dapat
melakukan secara mandiri ketika
nyeri kambuh dan mampu
mengalihkan perhatian terhadap
nyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama
7. Bekerja sama dengan dokter
dalam pemberian dosis obat dan
tindakan dependen perawat,
dimana analgetik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri.

Diagnosa II : Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi


kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan
peradangan.
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan gangguan eliminasi urine teratasi dan tidak terjadi.
2) Kriteria Hasil:
 Haematuria tidak ada.
 Piuria tidak terjadi
 Rasa terbakar tidak ada.
 Dorongan ingin berkemih terus berkurang.
 Pola berkemih kembali normal
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Identifikasi tanda dan gejala retensi 1. Mengetahui kondisi pasien dan
dan inkotinensia urine adanya penyebab lain dari
2. Observasi intake dan output cairan penyakit.
dan karakteristik urine dan catat 2. Hasil pengawasan memberikan
adanya keluaran batu. informasi tentang fungsi ginjal
26

3. Observasi keluhan kandung kemih, dan adanya komplikasi


palpasi dan perhatikan output,dan 3. Retensi urine,menyebabkan
edema. distensi jaringan.,potensial resiko
4. Obserevasi perubahan status infeksi dan GGK (Gagal Ginjal
mental, perilaku atau tingkat Kronis)
kesadaran 4. Kalkulus dpt menyebabkan
5. Tentukan pola berkemih normal eksitabiliats saraf
6. Anjurkan minum yang cukup dan 5. Menyebabkan kebutuhan sensasi
tingkatkan pemasukan sampai 2500 berkemih segera dan mengetahui
ml/hari sesuai toleransi pola berkemih normal pasien
7. Kolaborasi 6. Hidrasi yang cukup
 Pemberian obat : meningkatkan pengenceran kemih
 Diamox, alupurinol, dan membantu mendorong
 Esidrix dan Higroton lewatnya batu.
 Antibiotik 7. Kolaborasi
 Amonium Klorida,  Obat
Kalium atau Natrium,  Meningkatkan pH.urine
Fosfat. menurunkan
 Agen antigon, Ziloprim pembentukan batu asam.
 Ambil sampel urine  Mencegah stasis urin
(pemeriksaan laboratorium  Mencegah pembentukan
untuk elektrolit, BUN, dan beberapa kalkuli dan
kreatinin) Mencegah berulangnya
pembentukan batu
alkalin.
 Mencegah retensi,dan
komplikasi
 Menurunkan
pembentukan batu fosfat
 Menurunkan produksi
asam urat
 Indikasi disfungsi
ginjal/komplikasi

Diagnosa III : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan


berhubungan dengan mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal
atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi).
1) Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan pasien
keseimbangan cairan dan volume cairan intravaskuler adekuat.
2) Kriteria Hasil:
 Intake dan Output seimbang
27

 TTV normal (TD 120/80 mmHg. Nadi 60-100, RR16-20, suhu 36.5°-
37°C).
 Membran mukosa lembab
 Turgor kulit baik
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Catat insiden muntah, diare, 1. Mengetahui perkembangan status
perhatikan karakteristik, dan kesehatan klien menghindari
frekuensi. adanya keluhan lain dan
2. Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 Mengesampingkan kejadian
lt / hari dalam toleransi jantung. abdominal lain.
3. Monitor tanda vital, evaluasi nadi, 2. Mempertahankan keseimbangan
turgor kulit dan membran mukosa. cairan dan homeostasis.
4. Timbang berat badan tiap hari 3. Penurunan LFG merangasang
5. Kolaborasi: produksi renin, yg. Bekerja
 Awasi Hb,Ht,elektrolit. meningktakan TD.
 Berikan diet tepat,cairan 4. Peningkatan BB.yang
jernih,makanan lembut s/d cepat,waspada retensi
toleransi 5. Kolaborasi
 Mengkaji hidrasi, kebutuhan
intervensi.
 Mempertahankan
keseimbangan nutrisi dan
menurunkan mual muntah

Diagnosa IV : Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.


1) Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan pasien
memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien tidak lagi menunjukkan cemas
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Ajarkan tentang proses penyakit 1. Untuk memberikan informasi
dan penyebab penyakit. pada pasien/keluarga, perawat
2. Ajarkan teknik relaksasi nafas perlu mengetahui sejauh mana
dalam untuk mengontrol informasi atau pengetahuan yang
mengurangi kecemasan pasien diketahui pasien/keluarga dan
3. Anjurkan pasien dan orang terdekat Dengan pengajaran
28

untuk mengungkapkan tentang rasa meningkatkan pengetahuan


takut, berikan privasi tanpa pasien, menurunkan kecemasan
gangguan, sediakan waktu pasien.
bersama mereka untuk 2. Mengatasi kecemasan pasien.
mengembangkan hubungan. 3. Pasien yang merasa nyaman
4. Beri informasi dan diskusikan berbicara dengan perawat,
prosedur dan pentingnya prosedur mereka sering dapat memahami
medis dan perawatan. dan memasukkan perubahan
5. Orientasikan pasien terhadap kebutuhan dalam praktek dengan
lingkungan, obat-obatan, dosis, sedikit kesulitan.
tujuan, jadwal dan efek samping, 4. Informasi yang adekuat
diet, prosedur diagnostik meningkatkan pengetahuan dan
6. Kolaborasi dengan keluarga dalam koopereratif pasien.
memberikann dukungan dan 5. Pengorientasian meningkatkan
semangat. pengetahuan pasien.
6. Memberikan informasi pada
pasien/keluarga untuk
menurunkan kecemasan yang
dialami pasien.

Diagnosa V : Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
1) Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan pasien
memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
 Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh.
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi
pasien/keluarga tentang penyakit. pada pasien/keluarga, perawat
2. Kaji latar belakang pendidikan perlu mengetahui sejauh mana
pasien. informasi atau pengetahuan yang
3. Berikan penyuluhan pada pasien diketahui pasien/keluarga
dan keluarga tentang penyakitn dan 2. Agar perawat dapat memberikan
kondisinya sekarang. penjelasan dengan menggunakan
4. Jelaskan tentang proses penyakit, kata-kata dan kalimat yang dapat
diet, perawatan dan pengobatan dimengerti pasien sesuai tingkat
pada pasien dengan bahasa dan pendidikan pasien
29

kata-kata yang mudah dimengerti. 3. Dengan mengetahui penyakit dan


5. Jelasakan prosedur yang akan kondisinya sekarang, pasien dan
dilakukan, manfaatnya bagi pasien keluarganya akan merasa tenang
dan libatkan pasien didalamnya. dan mengurangi cemas.
6. Minta pasien dan keluarga 4. Agar informasi dapat diterima
mengulangi kembali tentang materi dengan mudah dan tepat sehingga
yang dilakukan tidak menimbulkan
7. Gunakan gambar-gambar dalam kesalahpahaman.
memberikan penjelasan (jika 5. Dengan penjelasan yang ada dan
ada/memungkinkan). ikut secra langsung dalam
tindakan yang dilakukan, pasien
akan lebih kooperatif dan
cemasnya berkurang
6. Mengetahui seberapa jauh
pemahaman pasien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan.
7. Gambar-gambar dapat membantu
mengingat penjelasan yang telah
diberikan.

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tahap evaluasi menentukan
kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien
terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian mengganti rencana
perawatan jika diperlukan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
30

tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.
31

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Dhea Permatasari Iskandar


NIM : 2018.C.10a.0964
Ruang Praktek : Ruang Gardeniaa
Tanggal Praktek : 15 Oktober- 17 Oktober 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 15 Oktober Juni 2020, pukul 08.00 WIB
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny.B
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Beliang No.12, Palangka Raya
Tgl MRS : 13 Oktober 2020
Diagnosa Medis : Ureterolithiasis Sinistra (Batu Ureter)

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan “nyeri pada bagian pinggang sebelah kiri, nyeri terasa
seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 (0-10), nyeri terasa saat beraktivitas dan
beristirahat, nyeri dirasakan tidak menentu waktunya biasanya dirasakan ±5-
7 menit”.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan nyeri pinggang dan nyeri bahu sejak kira-kira 5 bulan
yang lalu kemudian klien berobat dengan dokter dan di anjurkan untuk
operasi, namun pasien menolak. Ny. B mencoba mengikuti pengobatan

30
32

alternatif, pengobatan tersebut kurang berhasil setelah 3 bulan sakit pasien


makin parah.
Pasien mengatakan “Pada hari Selasa, 13 Oktober 2020 jam 4 subuh saya
merasakan nyeri hebat pada pinggang saya lalu suami segera membawa
saya ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Di IGD pasien
langsung mendapatkan tindakan pemasangan infus NaCl 0,9% ditangan
sebelah kiri, injeksi Omeprazole 40 mg (IV), injeksi katerolac 30 mg (IV),
injeksi ranitidin 50 mg (IV), dan ampicilin 1,5 gram per oral. Dikarenakan
kondisi pasien, dokter menganjurkan untuk dirawat inap di ruang Aster agar
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan rencana
perawatannya.

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit yang sama pada bulan Mei
tahun 2020 tepatnya 5 bulan yang lalu dan disarankan dokter untuk
dilakukan operasi tetapi pasien menolak dan memilih untuk melakukan
pengobatan alternatif.

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Ny.B mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan dan keluarga
tidak memiliki riwayat penyakit keturunan (DM, Asma, dll) serta tidak
memiliki riwayat penyakit menular (TBC, hepatitis, dll).
Genogram Keluarga
33

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Pasien tampak lemas, pasien tampak meringis, berbaring terlentang/supinasi
tingkat kesadaran pasien compos menthis, gelisah, merasa khawatir dengan
kondisi yang dihadapi, penampilan pasien tampak rapi dan bersih, klien
sering memegang pinggang sebelah kiri, terpasang infus NaCl 0,9% 500ml 15
tpm 1 tetes/ 4 detik ditangan sebelah kiri klien.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak
meringis, bentuk badan klien mesomorph, posisi berbaring semi fowler,
klien berbicara jelas, suasana hati baik, penampilan klien rapi, klien
mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat membedakan antara
perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah
sakit, insigt klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Saat pengkajian TTV klien tanggal 15 Oktober 2020 pukul 08:00 WIB, suhu
tubuh klien/ S = 36,1 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 90 x/menit
dan pernapasan/ RR = 20 x/menit, tekanan darah TD = 110/70 mmhg.

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada klien teraba simetris, tidak ada batuk, tidak ada sputum, tidak
ada nyeri dada, type pernapasan klien tampak menggunakan perut dan dada,
irama pernapasan teratur dan suara nafas klien vesikuler dan tidak ada suara
nafas tambahan.
Keluhan lainnya : Tidak ada
34

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Pasien merasa pusing, tidak ada nyeri dada, tidak ada pembengkakan pada
ekstrimitas. Pasien tidak mengalami clubing finger ataupun kram pada kaki
dan tidak terlihat pucat, capillary refill <2 detik, tidak terdapat oedema,
tidak ada asites, ictus cordis tidak terlihat, tidak terjadi peningkatan vena
jugularis dan suara jantung normal.
Keluhan lainnya : Tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

3.1.3.6 Persyarafan (Brain)


Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran
klien tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri
positif, klien merasakan nyeri dada sebelah kanan, tidak vertigo, tampak
gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung,
tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I (Olfaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih atau alcohol.
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
35

3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Klien dapat mendengar perkataaan


dokter, perawat dan keluarganya.
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa
pahit dan manis.
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya.
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki,
kestabilan tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik
skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik skala 1, brakioradialis kanan dan
kiri klien baik skala 1, patella kanan kiri klien baik skala 1, dan akhiles
kanan dan kiri klien baik skala 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien
baik skala 1.
Keluhan lainnya : Pasien mengatakan “nyeri pada bagian pinggang sebelah
kiri, nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 (0-10), nyeri terasa
saat beraktivitas dan beristirahat, nyeri dirasakan tidak menentu waktunya
biasanya dirasakan ±5-7 menit”.
Masalah keperawatatan : Nyeri Akut

3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)


Pada pemeriksaan sistem eliminasi urin (bladder) ditemukan hasil yaitu,
pasien mengatakan ada perasaan ingin berkemih tetapi produksi urine
menetes warna urine kuning kemerahan (hematuri) dan bau khas (amoniak).
Terdapat distensi kandung kemih, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : Tidak Ada
Masalah keperawatan : Gangguan Eliminasi Urin

3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)


Bibir klien tampak lembab, tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah
36

klien tidak ada lesi, mukosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien
tidak ada peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien
BAB 2x/hari warna kekuningan dengan konsistensi lunak, tidak diarem
tidak konstipasi, tidak kembung, bising usus klien terdengar 25 x/menit, dan
tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

3.1.3.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, tidak terdapat nyeri
tulang, tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran
otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas kanan dan kiri
skala 5/5 Uji kekuatan ektermitas bawah kanan dan kiri skala 5/5. Tidak
terdapat peradangan dan perlukaan.
Keluhan lainnya : Tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah.

3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan, dan kosmetik
dan lainnya. Suhu kulit klien teraba panas, warna kulit coklat tua, turgor
baik, tekstur halus, tidak ada tampak terdapat lesi, tidak tampak terdapat
jaringan, tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan bentuk
kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada

3.1.3.11Sistem Penginderaan
a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata
kiri (VOS) = 6/6, sclera klien ikterik, warna konjungtiva ikterik, kornea
37

ikterik, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat
adanya nyeri.
b. Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.
c. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher
klien bergerak bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
3.1.3.13.1 Reproduksi wanita
Reproduksi tidak ada mengalami kemerahan, gatal-gatal, perdarahan, tidak
ada kelainan pada uretra, kebersihan cukup bersih.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan ”saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang
kerumah“.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien ada program diet (tinggi kalori, tinggi protein) TKTP, klien tidak
merasa mual, tidak ada muntah, mengalami ketidakmampuan menelan dan
merasa haus.
TB : 162 Cm
BB sekarang : 58 Kg
BB Sebelum sakit : 58 Kg
38

IMT = BB
(TB)²
= 58 = 22,1 (gizi baik)
(162)²
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit

Frekuensi/hari 3x/ hari 3x/ hari


Porsi 2 porsi 2 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi, sayur, buah, Nasi, sayur, buah,
lauk lauk
Jenis Minuman Air putih Air putih, air susu
Jumlah minuman/cc/24 jam 500 cc/24 jam 2000 cc/24 jam
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pola istirahat dan tidur.
Sebelum sakit tidur malam klien sekitar 7-8 jam dan tidur siang sekitar 1-2
jam, sesudah sakit tidur malam klien sekitar 8-9 jam dan tidur siang 1-2
jam.
3.1.4.4 Kognitif
Klien mengatakan “Saya merasa khawatir dengan kondisi yang dihadapi
terkadang pusing memikirkannya saat ini dan saya bingung tentang
penyakit saya, dan saya takut jika harus dilakukan operasi”.
Masalah keperawatan : Ansietas, Defisit Pengetahuan
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya, klien adalah seorang
perempuan, klien orang yang ramah, klien bekerja sebagai seorang Buruh
di perusahaan swasta.
39

Masalah keperawatan : Tidak ada.


3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas namun sesudah sakit
klien tidak dapat beraktivitas secara bebas dan didampingi oleh keluarga
dan suaminya dan berbaring ditempat tidur.
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta
bantuan kepada keluarga, dan keluarga selalu menolongnya.
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien mengatakan bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan
dengan keyakinan yang di anut.
Masalah keperawatan : Tidak ada.

3.1.5 Sosial - Spiritual


3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
4.2.7.1 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa
Indonesia.
4.2.7.2 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap
saat selalu memperhatikan dan mendampingi Ny.B selama diarawat di
rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat
berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Orang yang paling dekat dengan Ny.S adalah suami, anak, dan keluarga.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk bekerja dan meluangkan
waktu untuk keluarga, sesudah sakit aktivitas klien dibatasi
40

3.1.5.7 Kegiatan beribadah :


Sebelum sakit klien selalu menjalankan ibadah Kebaktian digereja dan
membaca alkitab bersama dengan suami dan anaknya , disaat sakit klien
hanya berdoa dan beribadah diatas tempat tidur.

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


Data penunjang : 13 Oktober 2020
1) Pemeriksaan Laboratorium
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal

Glukosa (S) 113 <200 mg/dL


L: -7,0
Creatinin 0,69
P: 2,4-5,7
L : 8-24 mg/dL
Ureum 15
P : 6-21 mg/dL
WBC 10.00x10^3/uL 4.00-10.00
RBC 2,85 x 10^6/uL 3.50-5.50
HGB 10,3.g/dL 11.0-16.0
PLT 391 x 10^3/uL 150-400
HCT 31,7% 37-48%

Pemeriksaan Laboratorium Urinalisa


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
1. Kimia Urin
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat Jenis 1.020 1.010-1.020
pH 6,0 4,5-8,0
Leukosit (+)2 Negatif
Darah (+)2 Negatif
2. Sedimen Urin
Epitel Skuamous (+)/Positif Positif
Leukosit Banyak sel < 5/Lp 40x
Eritrosit 6-8 sel < 3/Lp 40x
Bakteri (+)/Positif Negatif/Positif 1
41

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Tanggal 15 Oktober -17 Oktober 2020
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi Kontraindikasi
1 Infus NaCl 500 cc IV Menambah elektrolit Alergi terhadap
0,9% 15 tpm tubuh untuk sodium laktat, tidak
mengembalikan boleh diberikan
keseimbangan tubuh. bersamaan dengan
(Sumber : ceftriaxone pada BBL
https://honestdocs.id/ ) (<28 hari) belum
(Sumber :
https://honestdocs.id)
2 Omeprazole 1x40 IV Untuk mengurangi Omeprazole
gram produksi asam dikontraindikasikan
lambung. untuk pasien yang
diketahui
(Sumber:
hipersensitivitas
https://www.halodoc.co terhadap obat ini atau
m/) bahan lain yang
terdapat dalam
formulasi.
(Sumber:
https://www.halodoc.c
om/)
3 Injeksi 2x 30 IV Penanganan jangka Anak usia di bawah
Katerolac mg pendek untuk nyeri 16 tahun; gangguan
pasca bedah yang fungsi ginjal sedang
sedang (tablet); sampai berat
penanganan jangka (kreatinin serum <
pendek untuk nyeri akut 160µmol/L)
pasca bedah yang (Sumber:http://pionas.
sedang hingga berat pom.go.id)
(injeksi)
(Sumber :
http://pionas.pom.go.id)
4 Paracetamol 2x 200 IV Parasetamol merupakan Hipersensitif dan
mg obat yang memiliki gangguan hati berat.
efek untuk mengurangi (Sumber:
rasa sakit (analgesik) https://kalbemed.com)
dan menurunkan
demam (antipiretik)
(Sumber :
42

https://kalbemed.com/)
5 Ranitidine 2x 50 IV Tukak lambung dan Penderita yang
mg tukak duodenum, diketahui hipersensitif
refluks esofagitis, terhadap ranitidine
dispepsia episodik (Sumber:
kronis, tukak akibat http://pionas.pom.go.i
AINS, tukak duodenum d)
karena H.pylori,
sindrom Zollinger-
Ellison, kondisi lain
dimana pengurangan
asam lambung akan
bermanfaat. (Sumber :
http://pionas.pom.go.id)
6 Ampicilin 2x1,5 IV Untuk mengobati Pasien dengan riwayat
gram berbagai macam infeksi alergi terhadap obat
bakteri. Ampicilin ampicillin, atau
diindikasikan untuk komponennya, atau
mengobati infeksi dengan derivat
saluran pernapasan, penisilin lainnya
saluran kemih dan seperti golongan
kelamin (gonore tanpa sefalosporin.
komplikasi), septikemia (Sumber :
dan meningitis, yang https://www.alomedik
disebabkan bakteri a.com/)
gram positif atau
negatif.
(Sumber :
https://www.alomedika.
com/)

Palangka Raya, 15 Oktober 2020


Mahasiswa,

Dhea Permatasari Iskandar


NIM:2018.C.10a.0964
43

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Ureterolithiasis Nyeri Akut
Pasien mengatakan “nyeri pada
bagian pinggang sebelah kiri, Obstruksi
nyeri terasa seperti tertusuk-
tusuk, skala nyeri 5 (0-10), nyeri
terasa saat beraktivitas dan Hambatan aliran urin
beristirahat, nyeri dirasakan tidak
menentu waktunya biasanya Peningkatan tekanan
dirasakan ±5-7 menit”. cairan pada ureter dan
pelvis ginjal
DO :
- Ekspresi wajah klien tampak Terangsangnya saraf
meringis intra thorax
- Klien tampak gelisah
- Bersikap protektif (mis.posisi Hipotalamus
menghindar nyeri)
- Klien tampak memegang Korteks cerebri
pinggang kiri
- Skala nyeri sedang (5) Penekanan pada syaraf
- Klien tampak lemas nyeri
- Klien tampak pucat
- Cara berbaring klien tampak Perasaan tidak nyaman
semi-fowler
- Irama pernafasan tidak teratur
- Terpasang O2 nasal kanul 5 Nyeri kolik ureter (saat
lpm berkemih dan nyeri
- Terpasang infus NaCl 0,9% pinggang)
500 ml 15 tpm ditangan
sebelah kiri klien.
- TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
S : 36,1 0C
RR : 20 x/menit
44

DS : Ureterolithiasis Gangguan
Pasien Mengatakan “Ada rasa Eliminasi Urin
ingin kencing tetapi keluarnya Obstruksi
menetes“
DO : Hambatan aliran urin
- Pasien tampak lemah
- Distensi kandung kemih Peningkatan tekanan
- Hematuri
- Hasil TTV : Reabsorbsi dan sekresi
TD :110/70 mmHg, menurun
N:90x/m
RR : 20/m Menyumbat aliran urin
S : 36,1 0C. ke Vesika Urinaria
- Hasil lab Urinalisa :
Kejernihan: Keruh Retensi urin
Darah: (+)2
Leukosit : Banyak sel Trauma pada mukosa
Bakteri: (+)/Positif dinding ureter (distensi)

Gangguan eliminasi Urin

DS : Ureterolithiasis Ansietas
Pasien mengatakan “Saya merasa
khawatir dengan kondisi yang Kurang informasi
dihadapi terkadang pusing
memikirkannya saat ini dan saya Hospitalisasai
bingung tentang penyakit saya,
dan saya takut jika harus Tindakan pembedahan
dilakukan operasi”.
DO : Perubahan perilaku
- Pasien tampak gelisah (cemas)
- Muka tampak pucat
- Hasil TTV :
TD :110/70 mmHg,
N:90x/m
RR : 20/m
S : 36,1 0C.
45

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan cairan pada ureter dan
pelvis ginjal yang ditandai dengan Pasien Mengatakan “P: terdapat batu
saluran kemih, Q: nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk, R: nyeri pada bagian
pinggang sebelah kiri, S: skala nyeri 5 (0-10), T: nyeri terasa saat
beraktivitas dan beristirahat, nyeri dirasakan tidak menentu waktunya
biasanya dirasakan ±5-7 menit”, pasien tampak meringis.

2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan distensi kandung kemih yang


ditandai dengan pasien mengatakan “ada rasa ingin kencing tetapi keluarnya
menetes“, pasien tampak lemah, distensi kandung kemih, hasil TTV: TD
:110/70 mmHg, N:90x/m, RR : 20/m, S : 36,1 0C, Hematuri, Hasil lab
Urinalisa: Kejernihan: Keruh, Darah: (+)2, Leukosit : Banyak sel, Bakteri:
(+)/Positif.

3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi yang ditandai


dengan pasien mengatakan “Saya merasa khawatir dengan kondisi yang
dihadapi terkadang pusing memikirkannya saat ini dan saya bingung tentang
penyakit saya, dan saya takut jika harus dilakukan operasi”, pasien tampak
gelisah, muka tampak pucat, hasil TTV: TD :110/70 mmHg, N:84x/m, RR :
20/m, S : 36,1 0C.
46

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


Nama Pasien : Ny.B
Ruang Rawat : Aster No.7
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (halaman 201, 1. Memantau dan mengetahui kondisi
berhunbungan dengan keperawatan diharapkan masalah I.08238) umum pasien.
peningkatan tekanan nyeri klien dapat teratasi, dengan 1. Observasi TTV 2. Selalu memantau perkembangan nyeri.
cairan pada ureter dan kriteria hasil : 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, 3. Mencari tahu faktor memperberat dan
pelvis ginjal (halaman 1. Dalam waktu 24 jam Skala durasi, frekuensi, kualitas, memperingan nyeri agar mempercepat
172, D.0077). nyeri = 3 (1-10) intensitas nyeri. proses kesembuhan.
2. Dalam waktu 7 jam klien 3. Identifikasi faktor yang 4. Memberikan kondisi lingkungan yang
menjadi rileks dan bugar memperberat dan memperingan nyaman untuk membantu meredakan
3. Dalam waktu 7jam klien dapat nyeri. nyeri.
tersenyum. 4. Kontrol lingkungan yang 5. Salah satu cara mengurangi nyeri
4. Dalam waktu 7 jam Irama memperberat rasa nyeri. seperti TENS, hipnosis, terapi musik,
pernfasan teratur 5. Berikan edukasi teknik terapi, pijat, akupressur, aromaterapi,
5. Dalam waktu 24 jam hasil TTV nonfarmakologis. imajinasi terbimbing, kompres
normal : 6. Jelaskan penyebab, periode, dan hangat/dingin, dan terapi bermain dan
TD : 120/80 mmHg pemicu nyeri. mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
N : 90 x/menit 7. Ajarkan teknik nonfarmakologis meningkatkan kontrol terhadap nyeri
S : 36,5 0C untuk mengurangi rasa nyeri. yang mungkin berlangsung lama
RR : 20 x/menit ((latihan napas dalam, imajinasi 6. Memberikan penjelasan akan
visual, aktivitas dipersional) menambah pengetahuan pasien tentang
8. Kolaborasi dengan dokter nyeri.
pemberian analgetik, jika perlu. 7. Agar klien atau keluarga dapat
melakukan secara mandiri ketika nyeri
kambuh dan mampu mengalihkan
perhatian terhadap nyeri,
meningkatkan kontrol terhadap nyeri
yang mungkin berlangsung lama.
8. Bekerja sama dengan dokter dalam
pemberian dosis obat dan tindakan
dependen perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.
47

2. Gangguan eliminasi Setelah di lakukan tindakan 1. Observasi TTV Pasien 1. Memantau dan mengetahui kondisi
urin berhubungan keperawatan selama 3x7 jam 2. Observasi intake dan output cairan umum pasien.
dengan distensi diharapkan gangguan eliminasi urin dan karakteristik urine dan catat 2. Hasil pengawasan memberikan
kandung kemih. dapat berkurang dengan kriteria adanya keluaran batu. informasi tentang fungsi ginjal dan
(halaman 96, D.0040) hasil: 3. Observasi keluhan kandung kemih, adanya komplikasi. Mengetahui
1. Tanda-tanda vital dalam rentang palpasi dan perhatikan output,dan jumlah pemasukan dan haluaran cairan
normal edema klien
- TD :120-150/80-90 mmHg 4. Berikan posisi senyaman mungkin 3. Retensi urine, menyebabkan distensi
- N : 60-100 x/mnt 5. Tentukan pola berkemih normal jaringan.,potensial resiko infeksi dan
- RR : 16-24 x/menit 6. Anjurkan minum yang cukup dan GGK (Gagal Ginjal Kronis)
- S ; 36,5-37,5 °C tingkatkan pemasukan sampai 2500 4. Mengurangi rasa nyeri dengan
2. Aliran urin lancar. ml/hari sesuai toleransi mengatur posisi sesuai kenyamanan
3. Klien berkemih dengan jumlah 7. Kolaborasi klien
normal dan seperti biasanya  Pemberian obat ampicilin 1,5 5. Menyebabkan kebutuhan sensasi
Tanda da perubahan status mnetal gram per oral. berkemih segera dan mengetahui pola
berkemih normal.
6. Hidrasi yang cukup meningkatkan
pengenceran kemih dan membantu
mendorong lewatnya batu.
7. Untuk mengobati dan mencegah
infeksi bakteri.
3. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan tentang proses penyakit 1. Untuk memberikan informasi pada
dengan kurang terpapar keperawatan 3x7 jam diharapkan dan penyebab penyakit. pasien/keluarga, perawat perlu
informasi yang ditandai pasien tidak mengalami 2. Ajarkan teknik relaksasi nafas mengetahui sejauh mana informasi
dengan pasien ansietas/kecemasan dan dapat dalam untuk mengontrol atau pengetahuan yang diketahui
mengatakan “Saya teratasi dengan kriteria hasil : mengurangi kecemasan pasien pasien/keluarga dan Dengan
merasa khawatir 1. Pasien tampak rileks 3. Anjurkan pasien dan orang pengajaran meningkatkan
dengan kondisi yang 2. Tingkat pengetahuan meningkat terdekat untuk mengungkapkan pengetahuan pasien, menurunkan
dihadapi terkadang 3. TTV tidak mengalami tentang rasa takut, berikan privasi kecemasan pasien.
pusing memikirkannya peningkatan tanpa gangguan, sediakan waktu 2. Mengatasi kecemasan pasien.
saat ini dan saya bersama mereka untuk 3. Pasien yang merasa nyaman berbicara
bingung tentang mengembangkan hubungan. dengan perawat, mereka sering dapat
penyakit saya, dan saya 4. Beri informasi dan diskusikan memahami dan memasukkan
takut jika harus prosedur dan pentingnya prosedur perubahan kebutuhan dalam praktek
dilakukan operasi”, medis dan perawatan. dengan sedikit kesulitan.
(halaman 180, D.0080). 5. Orientasikan pasien terhadap 4. Informasi yang adekuat meningkatkan
lingkungan, obat-obatan, dosis, pengetahuan dan koopereratif pasien.
48

tujuan, jadwal dan efek samping, 5. Pengorientasian meningkatkan


diet, prosedur diagnostik pengetahuan pasien.
6. Kolaborasi dengan keluarga dalam 6. Memberikan informasi pada
memberikann dukungan dan pasien/keluarga untuk menurunkan
semangat. kecemasan yang dialami
49

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Kamis, 15 Oktober 2020 1. Mengobservasi TTV (08.00 WIB) S = Pasien Mengatakan : “nyeri pinggang
Pukul : 08:00 WIB 2. Memberikan posisi senyaman saya berkurang”
mungkin (08.00 WIB) O=
- Hasil TTV
3. Memberikan edukasi tentang Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan I TD : 110/80 mmHg
manajemen nyeri napas dalam (08.10 Iskandar
N : 90 x/menit
WIB) S : 36,1 0C
4. Berkolaborasi dalam pemberian RR : 20 x/menit
analgesik ketorolac 30 mg melalui - Ekspresi wajah tampak rileks
intravena (08.15 WIB) - Klien nyaman dengan posisi semi
fowler
- Klien dan keluarga klien dapat
melakukan pemberian posisi semi-
fowler secara mandiri dan latihan
nafas dalam disaat nyeri datang
- Setelah diberikan Injeksi Katerolac
30 mg (IV) nyeri mulai berkurang
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi
1) Mengobservasi TTV
2) Berkolaborasi dalam pemberian
analgesik ketorolac 30 mg melalui
intravena.
2. Kamis, 15 Oktober 2020 1. Mengobservasi TTV pasien. S = Klien mengatakan “ada rasa ingin
Pukul : 10:00 WIB 2. Mengobservasi intake dan output berkemih dan alirannya masih
cairan, catat adanya keluaran batu. menetes tetapi agak banyak”
Diagnosa Keperawatan II 3. Memberikan posisi senyaman O =
mungkin. - TTV Dhea Permatasari
4. Menganjurkan minum yang cukup TD : 110/80 mmHg Iskandar
dan tingkatkan pemasukan sampai N : 90 x/menit
50

2500 ml/hari sesuai toleransi S : 36,6 0C


5. Berkolaborasi dengan dokter dalam RR : 20 x/menit
pemberian obat ampicilin 1,5 gram - Intake = 600 cc
per oral Output = 300 cc
- Klien nyaman dengan posisi semi
fowler
- Memberikan obat ampicilin 1,5 gram
per oral
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi
1) Observasi intake dan output cairan,
catat adanya keluaran batu.
2) Observasi TTV
3) Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat ampicilin 1,5 gram
per oral.
3. Kamis, 15 Oktober 2020 1. Mengajarkan tentang proses penyakit S = Klien mengatakan “Saya merasa
Pukul : 14:00 WIB dan penyebab penyakit. khawatir dengan kondisi yang
2. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dihadapi terkadang pusing
dalam untuk mengontrol mengurangi memikirkannya saat ini dan saya
kecemasan pasien bingung tentang penyakit saya, dan Dhea Permatasari
3. Menganjurkan pasien dan orang saya takut jika harus dilakukan Iskandar
terdekat untuk mengungkapkan operasi”
tentang rasa takut, berikan privasi O=
tanpa gangguan, sediakan waktu - Hasil TTV
bersama mereka untuk TD : 110/80 mmHg
mengembangkan hubungan. N : 95 x/menit
4. Memberi informasi dan diskusikan S : 36,6 0C
prosedur dan pentingnya prosedur RR : 20 x/menit
medis dan perawatan. - Pasien tampak rileks setelah
5. Berkolaborasi dengan keluarga dalam melakukan nafas dalam
memberikann dukungan dan semangat - Pasien tampak mendengarkan apa
yang dijelaskan
- Pasien tampak lebih tenang setelah
51

diberikan dukungan dan semangat


oleh keluarga
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi
1) Observasi kecemasan berlanjut
2) Observasi TTV
52

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ureterolithiasis merupakan batu yang terdapat pada saluran ureter yang
pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin
dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih.
Terbentuknya batu disebabkan karena air kemih kekurangan bahan-bahan seperti
sitrat, magnesium, pirofosfat yang dapat menghambat pembentukan batu, serta
kurangnya produksi air seni, infeksi saluran kencing, gangguan aliran air kencing
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik. Batu saluran
kencing dapat terbentuk karena adanya peningkatan kalsium, oksalat, atau asam
urat dalam air kencing. Batu saluran kemih merupakan keadaan patologis karena
adanya masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing. Masalah
keperawatan yang sering dialami pada batu saluran kemih ialah nyeri akut,
gangguan pola eliminasi urin, resiko tinggi kekurangan volume cairan dan
defisiensi pengetahuan.

4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan pasien dengan ureterolithiasis hendaknya
dengan hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan
mempercepat proses penyembuhan. Perawat perlu mengetahui tanda gejala
adanya nyeri, perawat harus mampu mengetahui kondisi pasien secara
keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan
fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain
dan keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam
pemberian asuhan keperawatan diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang penyakit, penyebab nyeri, pencegahan, dan penanganannya.

51
53

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mardika.
Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2008). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Brunner & suddarth.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 2.
Jakarta : EGC.
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG.

Globocan. 2012. Estimated cancer incidence, Mortality and prevalence 2012.


Available at: http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx pada
tanggal 29 Juni 2020

Joyce, Black & Jane Hokanse. 2014. Medical Surgical Nursing Vol.2. Jakarta.
Salemba Medika.
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC.
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish Publisher.
Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2006). System Perkemihan. Jakarta : sSalemba
medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Price, Sylvia (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis proses-proses Penyakit. Edisi
6. Jakarta : EGC.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. yogyakarta: Nuha Medika.
Riskedas. 2018. Hasil utama Riskesdas tahun 2018. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.

52
54

Setiya, Andri & Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Suharyanto, T., & Majid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. TRANS INFO MEDIA.
Tamsuri. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J. (2016). Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai