Anda di halaman 1dari 37

LAPORANN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN UROPATI


OBSTRUKTIF DI RUANG SERUNI RSD dr. SOEBANDI
JEMBER

Oleh
Virgiana Piesesha, S.Kep
NIM 222311101067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI


NERS FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan dengan judul “Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Uropathy Obstructive di Ruang Seruni RSD dr. Seobandi Jember”.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
dosen pembimbing Profesi Stase Keperawatan Bedah serta para CI di Ruang Seruni
RSD dr. Soebandi Jember yang telah memberikan bimbingan serta arahan pada kami.

Penyusunan laporan ini tentunya tidak lepas dari bantuan serta dukungan dari berbagi
pihak baik secara moril dan materil. Ucapan terima kasih penulis sampaikan karena
laporan pendahuluan ini dapat diselesaikan atas bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak.

Jember, 16 Januari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
2.1 Konsep Penyakit...........................................................................4
2.1.1 Anatomi Fisiologi Genitourinari........................................4
2.1.2 Definisi Obstruksi Uropati.................................................5
2.1.3 Etiologi Obstruksi Uropati.................................................6
2.1.4 Klasifikasi Obstruksi Uropati.............................................7
2.1.5 Manifestasi Klinis Obstruksi Uropati................................8
2.1.6 Patofisiologi Obstruksi Uropati.........................................9
2.1.7 Pathway Obstruksi Uropati................................................10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.....................................................11
2.1.9 Penatalaksanaan Medis......................................................13
2.1.10 Komplikasi Obstruksi Uropati...........................................14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan....................................................15
2.2.1 Pengkajian Keperawatan......................................................15
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.........................................................20
2.2.3 Intervensi Keperawatan........................................................21
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................26
3.1 Kesimpulan...................................................................................26
3.2 Saran.............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................27

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Uropati obstruktif terjadi ketika urin tidak dapat mengalir melalui saluran
kemih. Urin kembali ke ginjal dan menyebabkannya menjadi bengkak. Kondisi ini
dikenal sebagai hidronefrosis. Uropati obstruktif dapat mempengaruhi satu atau
kedua ginjal. Itu bisa terjadi tiba-tiba atau menjadi masalah jangka panjang. Banyak
kondisi yang dapat menyebabkan uropati obstruktif, yang dapat bersifat akut atau
kronis, sebagian (parsial) atau seluruhnya (totalis) dan unilateral atau bilateral.
Penyebab paling umum berbeda berdasarkan usia yakni pada anak-anak uropati
obstruktif disebabkan oleh kelainan anatomi (termasuk katup uretra posterior atau
striktur dan stenosis di ureterovesical atau ureteropelvic junction), pada dewasa muda
biasanya disebabkan oleh kalkuli. Sedangkan pada dewasa tua biasanya disebabkan
oleh benign prostatic hyperplasia (BPH) atau kanker prostat , tumor retroperitoneal
atau panggul (termasuk kanker metastatik) dan batu (Olney dan Hinson, 2022).
Prevalensi uropati obstruktif tergantung penyebabnya, kasus uropati obsruktif
berkisar antara 5 kasus per 10.000 hingga 5 kasus per 1.000. Pada anak-aanak, uropati
obsruktif disebabkan oleh kelainan bawaan pada saluran kemih. Sementara itu untuk
usia 60 tahun, kasus terbanyak terjadi pada pria karena peningkatan insiden
hiperplasia prostat jinak (BPH) dan kanker prostat. Secara keseluruhan, uropati
obstruktif memengaruhi sekitar 4% penyakit ginjal stadium akhir. Hidronefrosis
ditemukan pada pemeriksaan postmortem sekitar 2 sampai 4% pasien. Gejala retensi
urin terjadi pada 1% hingga 2% pria dengan BPH per tahun. Uropati obstruktif secara
signifikan lebih jarang terjadi pada wanita (Preminger, 2022).
Uropati obstruktif terjadi ketika ada pembatasan aliran urin normal melalui
saluran kemih sehingga akan ada tekanan balik urin ke dalam sistem pengumpul
ginjal. Pada waktunya, ini dapat menghasilkan dilatasi di dalam saluran dan ketika
sistem filtrasi ginjal terpengaruh, makan akan menyebabkan nefropati obstruktif.
Mekanisme nefropati dalam hal ini melibatkan banyak faktor, antara lain iskemia
lokal akibat distensi dan peningkatan tekanan intratubular. Pada obstruksi parsial,
angiotensin dan
1
reseptor AT1 tampak diregulasi, meningkatkan peristaltik ureter untuk membantu
meringankan obstruksi.
Penatalaksanaan pasien dengan uropati obstruktof ialah tergantung pada kondisi
atau lokasi obsruksi. Tujuan pengobatan adalah untuk menghilangkan sumbatan
seperti antibiotik untuk mengobati infeksi saluran kemih, katerisasi urine untuk
mengalirkan urin, terapi hemodialisa jika terjadi gagal ginjal, Laser untuk
mengecilkan prostat jika masalahnya disebabkan oleh pembesaran prostat,
pembedahan seperti reseksi transurethral prostat (TURP) serta jenis operasi lain untuk
gangguan yang menyebabkan penyumbatan uretra atau leher kandung kemih.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, makas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
a. Bagaimana konsep penyakit uropati obstruktif?
b. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pasien dengan uropati obstruktif ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan pendahuluan ini ialah untuk mengetahui
konsep umum penyakit uropati obstruktif serta asuhan keperawatan pada pasien
dengan uropati obstruktif.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Menjelaskan anaotomi fisiologi system urinaria (perkemihan).
b. Mengetahui definisi dari uropati obstruktif.
c. Mengidentifikasi etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis dari uropati obstruktif.
d. Menjelaskan patofisiologi atau pathway dari uropati obstruktif
e. Menjelaskan pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan medis uropati
obstruktif
f. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pasien dengan uropati obstruktif.

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Osteomyelitis


2.1.1 Anatomi Fisiologi

Sumber: (Nuari, 2017)


Sistem perkemihan adalah suatu sistem tentang terjadinya proses penyaringan
darah sehingga darah bisa bebas dari zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh dan
menyerap kembali zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Zat yang digunakan oleh tubuh
akan larut dalam air kemudian dikeluarkan dalam bentuk urine.
Sistem perkemihan meliputi, dua organ ginjal yang menghasilkan urine, dua
ureter yang membawa urine dari ginjal ke kandung kemih, vesika urinaria (kandung
kemih) sebagai tempat pengumpulan urine, dan uretra yang terletak di rongga
retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang mengelilinginya.

3
Sumber: (Ari Sapti, 2017)
Fungsi dari sistem perkemihan yang utama yaitu melakukan ekskresi dan
eliminasi sisa-sisa metabolisme di tubuh, selain itu terdapat fungsi lain, yaitu sebagai
berikut.
a. Sebagai pengatur volume darah dan tekanan darah dengan cara mengeluarkan
sejumlah cairan kedalam urine dan melepaskan hormon eritropoietin dan renin
b. Sebagai pengatur konsentrasi plasma dari ion seperti: sodium, pottasium, klorida
dan mengkontrol jumlah kehilangan ion lain kedalam urine, serta menjaga batas ion
kalsium dengan cara sintesis kalsiterol
c. Sebagai pengatur pH darah dengan cara mengkontrol jumlah pengeluaran hidrogen
dan ion bikarbonat kedalam urine
d. Sebagai detoksifikasi racun dengan organ hepar selama kelaparan melalui proses
deaminasi asam amino yang bisa merusak jaringan (Muttaqin & sari, 2012)

4
Sistem perkemihan pada manusia terdiri dari beberapa komponen, yaitu sebagai
berikut.
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ perkemihan yang tersusun dari komponen-komponen untuk
memproduksi dan mengeluarkan urin dari tubuh. Bentuk ginjal menyerupai kacang
merah dengan panjang sekitar 12,5 cm atau kurang lebih seukuran kepalan tangan.
Berat ginjal berkisar antara 125-175 gram pada lakilaki, sedangkan ginjal pada
perempuan memiliki kisaran berat antara 115-155 gram. Posisi ginjal terletak pada area
dinding abdomen posterior yang berdekatan dengan dua pasang costa terakhir. Organ
ginjal terletak di peritoneum rongga abdomen atas dan di antara otot-otot punggung
dikarenakan ginjal merupakan organ retroperitoneal. Letak ginjal kanan lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri akibat berbagi ruang dengan organ hati pada rongga abdomen
kanan. Organ urinaria ini memiliki jaringan ikat pembungkus yang terdiri dari tiga
lapisan, yakni fasia renal, lemak perirenal, dan kapsul fibrosa. Fasia renal merupakan
lapisan terluar yang berfungsi membungkus ginjal dan mempertahankan posisinya.
Kemudian lemak perirenal terdiri dari jaringan adiposa yang membantali dan
mempertahankan posisi ginjal. Sementara itu, kapsul fibrosa adalah membran halus
yang langsung bersentuhan dengan ginjal, berwarna transparan, dan mudah terlepas.
(Chalik, 2016). Ginjal terbagi menjadi beberapa bagian struktur makroskopis yaitu,
bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis
renalis).

Sumber: (Nuari, 2017)

5
1. Kulit ginjal (korteks)
Pada korteks terdapat bagian yang dapat melakukan penyaringan darah
yang disebut dengan nefron. Di tempat penyaringan darah banyak mengandung
kapiler darah yang berupa gumpalan-gumpalan atau disebut dengan glomerulus.
Pada tiap glomerulus dilingkari oleh simpai bowman dan gabungan antara
glomerus dengan simpai bownman disebut badan malpighi. Badan malpigi
merupakan tempat penyaringan darah.
2. Sumsum ginjal (medula)
Medula terdiri dari beberapa badan yang berbentuk kerucut atau disebut
dengan piramid renal yang berjumlah antara 8-16 buah dengan basis sepanjang
ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.
3. Rongga ginjal (pelvis renalis)
Pelvis renalis merupakan ujung dari ureter yang berpangkal di ginjal dan
berbentuk corong lebar. Pelvis renalis terdiri dari dua kaliks yaitu kaliks mayor
dan kaliks minor yang menampung urine yang keluar dari papilla. Kemudian
setelah melewati kalik minor urine akan masuk ke kaliks mayor dan dilanjutkan
ke pelvis renalis dan ureter dan akhirnya akan ditampung di dalam kandung
kemih (vesikula urinaria).

Sumber: (Nuari, 2017)


Ginjal terbagi menjadi beberapa bagian struktur mikroskopis yaitu,
glomerulus, kapsula bowman, tubulus proksimal konvulta, lengkung henle, dan
tubulus distal konvulta.
1. Glomerulus

6
Glomerulus adalah bagian yang dominan pada komponen vaskuler.
Glomerulus merupakan berkas kapiler berbentuk gulungan sebagai tempat filtrasi
sebagian air dan zat yang terlarut dalam darah yang melewatinya.
2. Kapsula Bowman
Komponen tubulus berawal dari kapsul bowman. Kapsul bowman
merupakan suatu invaginasi yang berdinding rangkap untuk melingkupi
glomerulus. Kapsul bowman dan glomerulus akan membentuk korpuskel ginjal.
3. Tubulus Proksimal Konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman dan
memiliki panjang sekitar 15mm dengan diameter 55 55µm. Bentuknya berkelok-
kelok mulai dari kortek ke medula dan kembali lagi ke kortek. Disinilah
merupakan tempat terjadinya proses transpor aktif natrium dan kalium.
4. Lengkung Henle (ansa henle)
Lengkung henleadalah bagian dari struktur ginjal yangmenyerupai huruf
U dan terdiri dari ruas tebaldescenden yang mirip dengan tubulus kontraktus
proksimal dengan panjang antara 2-14mm, ruas tipis descenden dan ruas tebal
ascenden strukturnya mirip dengan tubulus kontraktus distal.
5. Tubulus Distal Konvulta
Bagian ginjal yang berbentuk berkelok-kelok dan letaknya jauh dari
kapsula bowman dengan panjang 5 mm. Dari masing-masing nefron di tubulus
distal bemuara pada duktus koligentes.
b. Ureter
Pada ureter terdapat 2 saluran pipa yang terhubung dari ginjal ke vesika
urinaria, memiliki panjang sekitar 25-30 cm, dengan garis tengah 3 mm. Ureter
terletak di posterior dinding abdomen dan sebagian lagi terletak di rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter dapay membuat gerakan peristaltik dalam 5 menit sekali
untuk mendorong urine supaya masuk ke dalam kandung kemih. Lapisan ureter
terdiri dari beberapa lapisan yakni sebagai berikut.
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah lapisan otot polos

7
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
c. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)

Sumber: (Nuari,2017)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini menyerupai buah
pir dan berada di belakang simfisis pubis dalam rongga panggul. Vesika urinaria
bisa mengembang dan mengempis menyerupai balon karet. Pada dinding kandung
kemih terdapat beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika
muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
d. Uretra
Uretra adalah saluran akhir dalam pengeluaran urine keluar tubuh. Uretra
wanita lebih pendek dari pria yaitu hanya 4 cm sedangkan pada pria sekitar 20 cm.
Perbedaan ini membuat wanita memiliki resiko tinggi mengalami infeksi saluran
kemih.
1. Uretra Pria
Uretra pada pria mempunyai dua fungsi yaitu sebagai saluran untuk
mengeluarkan urine dan saluran pengeluaran semen dari organ reproduksi dan
terdiri atas dua bagian, yaitu uretra posterior yang terdiri dari uretra pars
prostatika dan pars membranasea dan uretra anterior yang merupakan uretra
terpanjang dan dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Pada Uretra terdapat
dua otot sfingter yang berfungsi sebagaipenahan laju urine. Uretra interna berada
diantara perbatasan buli-buli dan uretra yang di syarafi oleh sistem simpatik,
sehingga apabila buli-buli penuh sfingter otomatis terbuka. Sfingter uretra
eksterna terdapat di perbatasan uretra posterior dengan uretra anterior yang di
syarafi oleh sistem
8
somatik atau dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang.

Sumber: (Brandes and Allen, 2014)


2. Uretra Wanita
Uretra wanita berada di belakang simfisis pubis yang memiliki fungsi
sebagai tempat menyalurkan urinne ke bagian luar tubuh. Lapisan uretra wanita
terdiri atas, tunika muskularis, lapisan spongeosa, dan lapisan mukosa sebelah
dalam.

2.1.2 Definisi
Obstruksi uropati adalah sumbatan secara anatomi maupun fungsi pada
semua level dari saluran kemih mulai dari ginjal, ureter, kandung kemih, hingga
pada urethra. Obstruksi dapat di sebabkan oleh kelainan kongenital, neoplasma,
infeksi ataupun adanya batu saluran kemih (Arsito & Danarto, 2017).

2.1.3 Etiologi
Penyebab obstruktif uropati diklasifikasika menjadi 4 kategori utama yaitu
inflamasi, neoplasia, herediter dan lainnya. Obstruksi aliran urine dapat disebabkan
oleh blockade mekanik dari intrnsik atau ekstrinsik. Adapun titik normal
penyempitan
9
seperti UPJ, UVJ, leher buli, serta meatus uretra merupakan tempat yang sering
terjadi obstruksi. Apabila sumbatan terdapat diatas bui, dilatasi unilateral ureter
(hidroureter) dan system pelviskokalises ginjal (hidronefrosis) akan terjadi.
Sementara itu, jika lesi terjadi dibawah buli akan menyebabkan keterlibatan
bilateral. Ada sejumlah besar potensi penyebab uropati obstruktif yang sangat
bervariasi. Namun, penyebab yang paling sering didiagnosis adalah hipertrofi atau
hiperplasia prostat jinak. Meskipun tidak terlalu umum, penyebab potensial lainnya
dapat terjadi seperti konstipasi, striktur uretra, phimosis atau parafimosis,
adenokarsinoma prostat, adenopati retroperitoneal, endometriosis kolon, ureterokel,
urolitiasis, dan disfungsi kandung kemih neuropatik, obstruksi parasit,
endometriosis
kandung kemih, dan nefrolitiasis urat ()
Renal Konginetal Ginjal polikistik, kista renal, kista peripelvic,
ureteropelvic junction obstruction
Neoplastik Tumor wilms, renal cell
carcinoma,karsinomal sel transisional system
kolektivus, multiple myeloma
Inflamasi Tuberculosis, infeksi bakteri echinococcus
Lain-lain Batu, trauma, aneurisma arteri renalis,
sloughed papillae
Ureter Konginetal Striktur, uterokel, megaureter obstruktif, ureter
retrokaval, sindrom prune-belly
Neoplastik Karsinoma primer ureter, karsinoma
metastatik
Inflamasi Tuberculosis, amilodosis, schistosomiasis,
abses, ureteritis sistika, endometriosis
Lain-lain Fibrosis retroperitoneal, pelvic lipomatosis,
aneurisma aorta, terapi radiasi, limfokel,
trauma, urinoma, kehamilan
Buli dan Konginetal Posterior urethal valve, Fimosis, hydrocolpas
Uretra Neoplastik Kanker buli, kanker prostat, karsinoma uretra,
karsinoma penis
Inflamasi Prostatitis, abses parauretral
Lain-lain BPH, neurogenic bladder

10
2.1.4 Klasifikasi
1) Uropati Obstruktif Unilateral
Uropati obstruktif unilateral terjadi perubahan aliran darah dalam
ginjal karena perubahan biokimia dan hormonal akibat perubahan resistensi
vascular ginjal. Terbagi menjadi 3 fase yakni sebagai berikut (Danarto,
2021)
a. Fase I, peningkatan prostaglandin diimbangi dengan peningkatan aliran
darah ginjal melalui vasodilatasi ginjal membatasi turunnya GFR, PGE2
dan NO berkonstribusi terhadap vasodilatasi ginjal.
b. Fase II dan II, peninkatan resistensi arterio; aferen menyebabkan
penurunan RBF. Pergeseran RBF dari korteks bagian luar ke korteks
bagian dalam akan terjadi. Angiotensi II, TXA2 dan endotelin merupakan
mediator vasokontriksi preglomerular selama fase II dan III
2) Uropati Obstruktif Bilateral
Pada uropati obstruktif bilateral hanya sedikit peningkatan RBF yang
berlangsunh dalam kurun waktu 90 menit. Hal ini akan diikuti dengan
penurunan yang signifikan dan berkepanjangan dalam RBF. Distribusi
aliran darah intrarenal mengalami perubahan dari korteks bagian dalam
ke korteks luar (berlawanan dengan uropati obstruktif unilateral).
Akumulasi zat vasoaktif (ANP) memberikan konstribusi untuk
vasodilatasi preglomerular dan vasokontriksi posglemorular. Ketika
obstruksi dihilangkan, GFR dan RBF tetap menurun karena
vasokontriksi persisten arteriol aferen.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Keparahan gejala dan bahkan kemungkinan jumlah gejala yang ada
dipengaruhi oleh derajat, lokasi, dan waktu sejak timbulnya obstruksi. Adanya nyeri
umum terjadi pada obstruksi saluran kemih. Pasien mungkin datang dengan nyeri
perut dan/atau panggul. Lokasi, kualitas, tingkat keparahan, dan faktor pengubahan
ketidaknyamanan dapat membantu menentukan lokasi dan penyebab yang
mendasarinya. Sebagai contoh, nyeri pinggang tumpul dengan penjalaran tajam ke

11
kuadran bawah atau selangkangan mungkin menyarankan ureterolithiasis sebagai
penyebab obstruksi (Olney & Hinson, 2022)
Timbulnya uropati obstruktif dapat bersifat sangat cepat dan akut, atau
lambat dan progresif. Anda akan merasakan sakit di bagian pinggang pada salah
satu atau kedua sisi tubuh. Tingkat dan lokasi rasa sakit bervariasi pada setiap orang
tergantung organ yang terlibat.
Demam, mual, dan muntah merupakan gejala umum uropati obstruktif.
Pasien mungkin mengalami pembengkakan atau nyeri pada pinggang (lokasi ginjal)
saat urine mengalir kembali ke ginjal. Perubahan pada kebiasaan buang air kecil
dapat mengindikasikan adanya penyumbatan pada ureter. Gejalanya dapat meliputi
a. Perubahan pola berkemih (anuria, poliuri, dan nokturia)
b. Nyeri saat BAK
c. Aliran urine yang melambat
d. Merasa kandung kemih tidak benar-benar kosong setelah BAK
e. Penurunan jumlah keluaran (output) urine
f. Terdapat darah pada urine

2.1.6 Patofisiologi
Obstruksi upropati biasanya unilateral (jika bilateral, dapat menyebabkan
anuria). Perbedaan obstruksi uropati unilateran dan bilateral ialah pada laju filtrasi
glomerulus (GFR) serta laju aliran darah ke ginjal (RBF). Pada obstruksi unilateral,
RBF berkurang pada ginjal yang mengalami obstruksi (salah satu bagian saja),
namun karena adanya ginjal yang sehat kontralateral, GFR akan tetap stabil dalam
fase ini. Sementara itu, pada obstruksi uropati bilateral GFR menurun sesuai dengan
derajat obstruksi. Sementara itu berdasrkan fasenya, abstruksi uropati dibedakan
menjadi 4 yakni sebagai berikut.
c. Fase akut obstruksi (1 – 2 jam pertama)
d. Fase intermediet (2 – 5 jam)
e. Fase akhir (24 jam)
f. Fase 24 jam setelah obstruksi.

12
Kerusakan tubular dimulai lima menit setelah obstruksi akibat terjadi
peningkatan tekanan intratubular. Apabila tekanan di tubulus proksimal dan kapsul
Bowman mengalami peningkatan, laju filtrasi glomerulus (GFR) akan mengalami
penurunan. Hal ini akan menyebabkan penurunan tekanan hidrostatik intravascular.
Pada fase akut, RBF akan meningkat karena adanya peningkatan dari prostaglandin
dan prostasiklin yang disebabkan oleh kompresi jaringan vascular kapsul Bowman,
setelah 2 jam akan terjadi penurunan progresif hingga 50 %. Penurunan RBF terjadi
karena peningkatan resistensi vascular ginjal oleh vasokonstriktor seperti
tromboxan- A2 dan Angiotensin II. Karena terjadi penurunan pada RBF, maka akan
terjadi penurunan pula pada tekanan filtrasi glomerulus dan penurunan lebih lanjut
pada GFR. Setelah 12 – 24 jam obstruksi komplet, tekanan intratubular menurun ke
tingkat sebelum obstruksi.
Peningkatan tekanan intratubular menyebabkan distensi collecting system
ginjal. Pada awalnya hidronefrosis terjadi di kaliks dan kemudian pelvis renalis.
Efek I parenkim ginjal disebabkan oleh atrofi karena adanya peningkatan tekanan
dan iskemia arteri arkuata yang melintasi dasar piramida ginjal. Tekanan dalam
collecting system ginjal mendekati tekanan filtrasi glomerular (6 – 12 mmHg), lebih
sedikit urine diproduksi, dan kemampuan kondensasi ginjal secara bertahap hilanh.
Urine yang masih diproduksi diabsorpsi ke dalam jaringan interstitial dan limfatik
(arus balik pyelointerstitial). Dengan mekanisme ini, ginjal yang bersobstruksi dapat
terus menghasilkan urine.
Dengan obstruksi yang masih berlanjut, aliran darah ginjal semakin menurun
sehingga mengakibatkan iskemia dan rusaknya nefron. Obstruksi juga menyebabkan
tekanan balik dan atrofi parenkim ginjal serta dapat pula menyebabkan infeksi dan
pembetukan batu yang akan mengakibatkan gangguan tambahan yang akhirnya
akan menyebabkan kerusakan ginjal unilateral atau bilateral. Dengan demikian,
obstruksi uropati dapat menyebabkan obstruksi nefropati. Pada pasien dengan
obstruksi uropati, perubahan fungsi tubulus distal juga terjadi berkaitan dengan
proses asidifikasi dan konsentrasi. Selama fase oklusi akut, terjadi peningkatan
reabsorpsi natrium oleh tubulus dan konsetrasi natrium urine < 10 mEq/L,
sementara fraksi
13
eksresi Nattrium < 1 % menunjukkan gagal ginjak akut prerenal. Apabila obstruksi
terus berlangsung, kehilangan natrium yang signifikan akan terjadi terutama karena
kerusakan tubulus dan penurunan aktivitas enzim Na-K ATPase. Hilangnya
kemampuan tubulus distal untuk mereabsorpsi natrium akan membatasi terjadinya
potensi elektronegatif pada membrane tubulus yang menyebabkan eliminasi ion
hydrogen dan kalium. Resistensi kalium dan hydrogen menyebabkan asidosis
tubulus ginjal. Ketidakmampuan absorpsi di sepanjang lengkung henle juga
memengaruhi kemampuan nefron distal untuk mengkondensasi urine secara efektif,
gangguan reabsorpsi air juga berkonstribusi terhadap ketidakmampuan untuk
mengonsentrasikan urine, sehingga akan menimbulkan gejala polyuria (Danarto,
2021)

14
2.1.7 Pathway

Konginetal Neoplastic Inflamasi

Gangguan aliran urine pada saluran kemih

UROPATI OBSTRUKTIF

Peningkatan tekanan intratubular

Urine kembali lagi ke ginjal (refluk urine ke ginjal)

Akumulasi urine pada kaliks ginjal Distensi collecting system ginjal

Kontaminasi ginjal Dilatasi pelvis dan kaliks ginjal

Inflamasi : demam dan menggigil Penurunan laju darah ke ginjal dan


penurunan GFR
Hipertermi Risiko Infeksi
Risiko perfusi renal
tidak efektif
Retensi urine

Tekanan pada urinary tract

Tekanan pada kaliks ginjal

Nyeri abdomen bagian


Nyeri akut bawah atau pinggang

15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengetahui Faal Ginjal (laju
filtrasi glomerulus, kreatinin serum, BUN). Selain itu juga untuk mengetahui
hasil hematologi lengkap untuk mengetahui apakah ada infeksi yang
menyertai serta melihat kadar elektrolit.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dilakukan untuk menilai volume kandung kemih dan
tingkat keparahan hidronefrosis dengan cepat. Selain itu pemeriksaan USG
dapat meperlihatkan dilatasi system pengumpul dan distensi buli sekunder
terhadap obstruksi.
c. Radiografi
Pemeriksaan CT-Scan berguna untuk mendiagnosis penyebab
obstruksi intraabdominal dan retroperitoneal.

d. Pielogram intravena
Pemeriksaan urografi intravena bertujuan untuk mengetahui fungsi
ginjal dan derajat obstruksi. intravenous pyelography dilakukan untuk
memeriksa ginjal, ureter, dan kandung kemih. Hal ini memungkinkan dokter
melihat ukuran dan bentuk struktur bagian urologi tersebut, serta mendeteksi
fungsi dari organ tersebut.

16
e. Voiding cystourethrogram
Pemeriksaan voiding cystourethrogram dapat menilai diagnosis
refluks vesicoutreteral serta obstruksi leher buli dan uretra. Pasien dengan
obstruksi pada buli atau dibawah buli akan menyebabkan penebalan,
trabekulasi dan diverticula di dinding buli. Postvoiding filam dapat
menunjukkan residu urine.
f. Retrograde atau Antegrade Urografi
Pemeriksaan retrograde urografi bertujuan untuk melihat lesi yang
dicurigai dalam ureter atau pelvis renalis. Retrograde urografi dilakukan
dengan katerisasi ureter melalui sistokopi, sedangkan tekni antegrade
dilakukan dengan memasukkan kateter ke dalam pelvis renalis melalui jarum
yang dimasukkan percutaneous dengan bimbingan USG atau fluoroskopi.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis Obstruksi harus dilakukan sesuai indikasi dari lokasi
obstruksi.
a. Uropati obstruktif dengan komplikasi Gangguan ginjal akut dan hiperkalemia
memerlukan intervensi segera
b. Obstruksi muara buli atau bladder outlet dapat dilakukan dengan pemasangan
kateter transuretra atau suprapubik. Sementara itu, obstruksi ureter dapat
dibebaskan dengan sistoskopi dengan retrograde ureteroscopy dan

17
pemasangan stent atau dengan nefrostomi perkutan.
c. Obstruksi karena batu saluran kemih dengan ukuran kurang dari 5-6 mm
biasanya dapat keluar spontan dan dapat hanya diobservasi. Pasien seperti ini
dapat diberikan asupan cairan yang banyak dan obat analgetik. Beberapa
intervensi medis dilaporkan dapat membantu keluarnya batu ureter seperti
obat antispasmodik, calcium channel blocker (nifedipin), dan kombinasi
steroid.
d. Obstruksi karean batu saluran kemih lebih dari 7 mm kemungkinan untuk
keluar secara spontan kecil. Batu pada ureter dapat dilakukan ekstraksi batu
dengan ureterorenoskopi (URS). Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi
(ESWL) juga dapat dilakukan.
e. Beberapa pasien memerlukan kateterisasi lansung intermiten atau pemasangan
kateter Foley kronik.
f. Terapi Obat
Obat antibiotic. Pada pasien dengan uropati obstruktif dan kasus-kasus
tertentu di mana terapi obat dapat dilakukan. Obat yang menghambat reseptor
alfa-1- adrenergik (misalnya, tamsulosin, terazosin), yang menghasilkan
relaksasi otot polos di dalam leher kandung kemih dan prostat, telah
diindikasikan untuk memperbaiki gejala obstruktif urin sekunder akibat BPH.
Tamsulosin menunjukkan memiliki efek positif untuk gejala obstruktif sedang
hingga berat akibat hipertrofi prostat jinak. Pasien dengan obstruksi uropati
juga akan mengalami nyeri yang disebabkan oleh peningkatan tekanan system
pengumpul dan distensi dinding ureter atau kapsul ginjal sehingga dibutuhkam
obat-obatan seperti NSAID, analgesic narkotika, , kortikosteroid dan alpha
blocker.
2.1.10 Komplikasi
Obstruksi biasanya dapat diterapi, namun jika terlalu lama, obstruksi dapat
menimbulkan beberapa komplikasi, seperti:
a. Gagal ginjal
b. Infeksi saluran kemih kronis atau berulang
c. Inkotenensia urine atau retensi urine jangka panjang
18
d. Pembentukan batu uretral atau ginjal

19
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien gangguan
system perkemihan karena obstruksi uropati bergantung pada lokasi obstruksi di
saluran kemih. Pengkajian keperawatan osteomielitis meliputi anamnesis riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.
a. Identitas
Penderita obstruksi uropati dapat terjadi pada segala jenjang usia.
 Pada anak-anak: kelainan struktur, contohnya adalah adanya katup pada
bagian belakang dari uretra dan penyempitan pada ureter atau uretra
 Pada dewasa muda: batu pada ginjal, ureter, atau tempat lain di sepanjang
saluran kemih
 Pada dewasa lanjut: hiperplasia prostat jinak (pembesaran prostat), kanker
prostat, tumor, dan batu saluran kemih
b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa medis
Sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter dengan penjelasan dari singkatan
atau istilah medis terkait Uropathy Obstructive.
2) Keluhan utama
Keluhan yang paling menganggu yang dirasakan klien sehingga klien datang
ke rumah sakit. Keluhan utama yang di alami oleh pasien dengan Uropathy
Obstructive ialah nyeri baik pada daerah pinggang, simfisit pubik atau
panggul. Selanjutnya pasien juga dapat mengeluh kesulitan untuk BAK.
3) Riwayat penyakit sekarang
Kronologi peristiwa terkait penyakit klien yang sekarang dialami sejak klien
mengalami keluhan pertama kali sampai klien memutuskan ke rumah sakit.
Kronologi kejadian yang harus diceritakan meliputi waktu kejadian, cara atau
proses, tempat, suasana, manifestasi klinis, riwayat pengobatan, persepsi
tentang penyebab penyakit. Jika ada keluhan nyeri maka disertai pengkajian

20
PQRST. Klien Osteomyelitis masuk rumah sakit biasanya memiliki keluhan
seperti nyeri dan gangguan BAK
4) Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang berhubungan
dengan uropathy obstructive seperti riwayat trauma, tumor / karsinoma, ISK,
batu saluran kemih, CKD ataupun penyakit Tuberkulosis.
5) Riwayat penyakit keluarga
Kaji ada atau tidaknya riwayat anggota keluarga klien yang juga menderita
uropathy obstructive atau etiologi lainnya yang berhubungan dengan uropathy
obstructive.
c. Pengkajian Pola Gordon
No. Pola Gordon Komponen Pengkajian
1. Pola persepsi dan Klien osteomyelitis biasanya tidak menyadari
pemeliharaan bahwa mengidap penyakit tersebut sebelum
kesehatan memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan.

2. Pola nutrisi Berisi tentang pola makan klien, berat badan,


dan metabolisme intake dan output makanan.
3. Pola Terjadi gangguan eliminasi urine baik nokturia,
eliminasi polyuria, anuria. Pasien juga dapat merasakan
kesulitan memulai untuk berkemih, pancaran
lemah atau urine hanya menetes, frekuensi BAK
menurun sampai rasa nyeri dan terbakar saat
BAK.
4. Pola aktivitas dan Klien dengan uropathy obstructive pola aktivitas
latihan dan latihan untuk memenuhi perawatan diri
sedikit terganggu, dikarenakan nyeri lokal pada
area pinggang atau panggul

5. Pola tidur dan Klien dengan uropathy obstructive kemungkinan


istirahat akanterganggu saat istirahat, dikarenakan nyeri
pada area obstruksi.

21
6. Pola Kognitifdan Klien uropathy obstructive masih tetap sadar
konseptual dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik
saat dilakukan anamnesa

7. Pola persepsi diri Menjelaskan tentang gamabran diri, harga diri,


idealdiri dan peran masing-masing individu.
Pada klien uropathy obstructive tidak terjadi
gangguan pada pola persepsi.

8. Pola peran dan Klien uropathy obstructive tidak mengalami


hubungan gangguan pada pola peran dan hubungan.

9. Pola seksualitas Pada klien uropathy obstructive mungkin


dan mengalami penurunan pada pola seksualitas
reproduksi dan reproduksi yang bersifat sementara

10. Pola toleransi Manajemen koping setiap individu berbeda-beda


koping stres tergantung dari berbagai faktor. Lamanya waktu
perawatan membuat klien ketergantungan dan
ketidakberdayaan yang bisa menngakibatkan
reaksi psikologis negatif yaitu, ansietas. Hal ini
menyebabkan mekanisme koping klien tidak
efektif.
11. Pola tata nilai dan Sistem nilai dan kepercayaan pada penderita
kepercayaan osteomyelitis berkaitan dengan klien percaya
bahwa dapat sembuh dan mampu melakukan
tidakan untuk kesembuhannya dan tidak
menghambat klien untuk
beribadah.

d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada penderita uropathy obstructive, klien tampak meringis karena
merasa nyeri pada area pinggang, panggul, simfisis pubik ataupun nyeri
saat BAK.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital:

22
Pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, pola
pernapasan, dan suhu tubuh. Pasien dapat ditemui peningkatan suhu tubuh
atau demam yang dikaitkan dengan etiologi Infeksi saluran kemih (ISK).
3) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala
Inspeksi : Kepala simetris, distribusi rambut merata, rambuthitam, tidak
Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan pada kepala, tidak terdapat
benjolan tidak terjadi abnormalitas di bagian kepala.
b) Mata
Inspeksi : Pupil isokor, reflek cahaya positif, konjungtiva anemis, sklera
normal, tidak ada edema palpebral serta tidak ada gangguan penglihatan
Palpasi : Tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
c) Telinga
Inspeksi : Tidak ada kelainan bentuk, tidak ada luka, bagiantelinga
kanan dan kiri bersih.
Palpasi: Tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : Tidak ada keluhan, tidak terdapat lesi, tidak terdapat edema,
tidak terdapat sumbatan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
e) Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir tampak sedikit kering, kebersihan,tidak ada
lesi dan tidak ada luka.
Palpasi : Tidak ada masalah
f) Leher
Inspeksi : Simetris, warna merata, tidak ada jejas atau lesi, tidak ada
benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak nampak
pembesaran vena jugularis
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
g) Dada

23
Paru-paru Jantung
Inspeksi Simetris, tidak ada otot bantu Simetris, tidak terlihat
pernapasan, warna kulit adanya pulsasi ictus
merata. Tidak ada lesi, cordis,
pergerakan dada kanan kiri
sama
Palpasi Tidak ada benjolan, tidak ada Tidak ada nyeri tekan
nyeri tekan, tidak ada massa
Perkusi terdengar sonor pada kedua Suara pekak
lapang paru
Auskultasi Suara napas vesikuler, Ronchi S1 dan S2 tunggal,
-/-, wheezing -/- tidak ada bunyi
tambahan
h) Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : pasien mungkin ada nyeri tekan pada adomen bagian
bawah
Perkusi : pekak dan timpani
i) Urogenital
Inspeksi: pasien terpasang kateter urine
j) Ekstremitas
Inspeksi : melihat adanya tanda tanda deformitas, kekuatan
otot dan ROM
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
k) Kulit dan kuku
Kondisi akral dingin dan turgor kulit menurun berkaitan dengan
penurunan perfusi
l) Keadaan lokal
Pengkajian terfokus pada area obstruksi

24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul dari uropathy obstructive
antara lain sebagai berikut.
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis atau agen pencedera fisik d.d pasien
mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah
2. Retensi Urine b.d gangguan aliran urine d.d anuria/dysuria, distensi pada
kandung kemih
3. Hipertermia b.d proses inflamasi d.d suhu tubuh diatas normal
4. Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif b.d refluks urine pada ginjal, gangguan
filtrasi glomerulus
5. Risiko infeksi b.d proses inflamasi, kontaminasi bakteri

25
2.2.3 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI Paraf
KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut b.d agen Setelah di lakukanasuahan keperawatan Manajemen nyeri (I.08238) :
Selama 2x24 jam di harapkan tingkat nyeri Observasi
pencedera fisiologis
dapat menurun dengan kriteria hasil sebagai 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
atau agen pencedera berikut : Tingkat Nyeri (L.08066) durasi, frekuensi, kualitas dan
Indikator Skor Skor yang intensitas nyeri
fisik d.d pasien
awal diinginkan 2. Identifikasi skala nyeri
mengeluh nyeri, Keluhan 2 (cukup 4 (cukup Terapeutik
nyeri meningka menurun) 3. Berikan teknik terapi non
tampak meringis,
t) farmakologis untuk mengurangi
gelisah Meringis 2 (cukup 4 (cukup nyeri untukmengurangi rasa nyeri
meningka menurun) 4. Kontrol lingkungan yang
t) memperberat rasa nyeri
Gelisah 3 4 (cukup Edukasi
(sedang) menurun) 5. Ajarkan teknik non-farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian analgesik

2. Retensi Urine b.d Setelah di lakukanasuahan keperawatan Perawatan Kateter Urine (I.04164)
gangguan aliran Selama 2x24 jam di harapkan eliminasi urine Observasi
dapat membaik dengan kriteria hasil sebagai
urine d.d 1. Monitor kepatenan keteter urine
berikut : Eliminasi Urine
2. Monitor tanda dan infeksi saluran
anuria/dysuria, Indikator Skor awal Skor yang kemih
distensi pada diinginkan 3. Monitor tanda dan gejala obstruksi
aliran urine

26
kandung kemih Sensasi 2 (cukup 4 (cukup 4. Monitor input dan output cairan
berkemih menurun) meningkat) Terapeutik
5. Pastikan selang kateter dan
Distensi 2 (cukup 4 (cukup
kantung urine bebas dari lipatan
kandung meningkat) menurun) 6. Kosongkan kantung urine jika
kemih kantung urine telah terisi
Anuria 2 (cukup 4 (cukup setengahnya
Edukasi
meningkat) menurun)
7. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur
dan risiko sebelum pemasangan
kateter

Perawatan Retensi Urine (I.04165)


Observasi
1. Identifikasi penyebab retensi urine
2. Monitor efek agen farmakologis
3. Monitor intake dan output cairan
4. Monitor tingkat distensi kandung
kemih dengan palpasi
Terapeutik
5. Berikan rangsangan untuk
berkemih
6. Lakukan maneuver crede
Edukasi
7. Jelaskan penyebab retensi urine

27
8. Ajarkan cara melakukan
rangsangan berkemih

3. Hipertermia b.d Setelah di lakukanasuahan keperawatan Selama Manajemen Hipertermia (I.15506) :


2x24 jam di harapkan termoregulasi membaik Observasi
proses inflamasi d.d
dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Identifikasi penyebab hipertermia
suhu tubuh diatas 2. Monitor suhu tubuh
Termoregulasi
3. Monitor kadar lektrolit
normal Indikator Skor awal Skor yang 4. Monitor haluaran urine
diinginkan Terapeutik
Menggigil 2 (cukup 4 (cukup 5. Berikan cairan oral
meningkat) menurun) 6. Lakukan pendinginan eksternal
(mis. selimut hipotermia,
Piloereksi 2 (cukup 4 (cukup kompres dingin pada dahi, leher,
meningkat) menurun) dada, abdomen, aksila)
Edukasi
Takikardia 2 (cukup 4 (cukup 7. Anjurkan tirah baring
meningkat) menurun) Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan dan
Suhu tubuh 2 (cukup 4 (cukup elektrolit itravena
memburuk) membaik)

4. Risiko Perfusi Renal Setelah di lakukanasuahan keperawatan Manajemen Cairan (I. 03098)
Tidak Efektif b.d Selama 2x24 jam di harapkan termoregulasi Observasi
membaik dengan kriteria hasil sebagai a. Monitor status hidrasi
refluks urine pada
berikut : (mual,muntah tekanan darah
ginjal, gangguan Perfusi Renal sistolik)
filtrasi glomerulus Indikator Skor awal Skor yang b. Monitor berat badan sebelum dan
diinginkan sesudah dialysis
Jumlah 2 (cukup 4 (cukup c. Monitor hasil pemeriksaan

28
Urine menurun) meningkat) laboratorium (Kreatinib, BUN dan
Nyeri 2 (cukup 4 (cukup elektrolit lainnya)
abdomen Terapeutik
meningkat) menurun) d. Catat Intake-output dan hitung
mual 2 (cukup 4 (cukup balance cairan 24 jam
meningkat) menurun) e. Berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan
Distensi 2 (cukup 4 (cukup
Edukasi
abdomen
meningkat) menurun) f. Edukasi terkait pembatasan cairan
Kadar 2 (cukup 4 (cukup bagi pasien dengan uropati
elektrolit memburuk) membaik) obstruktif
Kolaborasi
g. kolaborasi pemberian obat diuretic,
jika perlu
5. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Pencegahan infeksi
2 x 24 jam diharapkan tingkat infeksi Observasi
proses inflamasi,
menurun dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
kontaminasi bakteri Tingkat Infeksi local dan sistemik
Indikator Skor awal Skor yang Terapeutik
diinginkan 2. Cuci tangan sebelum dan
Demam 2 (cukup 4 (cukup sesudah kontak dengan pasien
memburuk) membaik) dan lingkungan pasien
Nyeri 2 (cukup 4 (cukup 3. Pertahankan teknik aspetik pada
meningkat) menurun) pasien risiko tinggi
2 (cukup 4 (cukup Edukasi
Kadar sel memburuk) membaik) 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
darah putih 5. Ajarkan tata cara personal
hygiene
6. Anjurkan untuk meningkatkan

29
asupan nutrisi dan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian antibiotic

30
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Uropati obstruktif terjadi ketika urin tidak dapat mengalir melalui saluran kemih.
Urin kembali ke ginjal dan menyebabkannya menjadi bengkak. Kondisi ini dikenal
sebagai hidronefrosis. Uropati obstruktif dapat mempengaruhi satu atau kedua ginjal.
Itu bisa terjadi tiba-tiba atau menjadi masalah jangka panjang. Banyak kondisi yang
dapat menyebabkan uropati obstruktif, yang dapat bersifat akut atau kronis, sebagian
(parsial) atau seluruhnya (totalis) dan unilateral atau bilateral. Penyebab paling umum
berbeda berdasarkan usia yakni pada anak-anak uropati obstruktif disebabkan oleh
kelainan anatomi (termasuk katup uretra posterior atau striktur dan stenosis di
ureterovesical atau ureteropelvic junction), pada dewasa muda biasanya disebabkan
oleh kalkuli. Sedangkan pada dewasa tua biasanya disebabkan oleh benign prostatic
hyperplasia (BPH) atau kanker prostat , tumor retroperitoneal atau panggul (termasuk
kanker metastatik) dan batu.
Tata laksana biasanya bertujuan untuk menghilangkan penyebab obstruksi.
Sebagai contoh, jika uretra tersumbat akibat pembesaran prostat, maka terapi akan
menggunakan obat-obatan, operasi, atau pelebaran uretra dengan alat. Terapi lain
seperti litotripsi atau operasi endoskopik dapat diperlukan untuk mengeluarkan batu
yang menyumbat aliran urine di ureter atau ginjal.Jika penyebab sumbatan tidak
dapat ditangani dengan cepat, terutama jika terdapat infeksi, gagal ginjal, atau nyeri
berat, maka akan dilakukan pengosongan saluran kemih. Ketika hidronefrosis
disebabkan oleh obstruksi yang tidak mudah ditangani, maka urine yang menumpuk
di atas lokasi sumbatan dapat dialirkan melalui selang yang dimasukan ke bagian
belakang ginjal atau melalui selang plastik lembut yang menghubungkan kandung
kemih dengan ginjal (stent ureter).Komplikasi prosedur ini adalah pergeseran lokasi
selang, infeksi, dan rasa tidak nyaman. Jika lokasi obstruksinya ada di uretra dan
harus ditangani segera, maka dokter akan memasukan kateter karet lembut ke dalam
kandung kemih untuk mengalirkan urine.Obstruksi yang menyebabkan hidronefrosis
kronis (jangka panjang dan perlahan) biasanya tidak memerlukan penanganan segera.
Selain untuk menangani obstruksi, terapi juga bertujuan untuk menangani
31
komplikasi.

32
1.1 Saran
1.1.1 Untuk penderita
Diharapkan penderita uropati obstruktif tetap menerapkan diet yang sesuai
serta kooperatif dalam pengobatan.
1.1.2 Untuk keluarga
Diharapkan keluarga mampu mengawasi dan memperhatikan klien, karena
dukungan dari keluarga juga hal yang penting untuk klien.
1.1.3 Untuk tenaga kesehatan
Diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang baik, dan
bertugas sesuai dengan tupoksi masing-masing.

33
DAFTAR PUSTAKA

Aristo, & Danarto. (2017). Parameter Prognosis Perbaikan Fungsi Ginjal Pada Pasien
Obstruksi Uropati. Jurnal Ilmu Kedokteran. 2 (3) : 34–45.

Danarto, H.R. 2021. Buku Ajar Urologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Garg, Anju., Manavjit, S.S., Arun, K,G., Diagnosatic Radiologi Genitourinary Imaging. 4th
ed. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers.

Kadam, D., Patil, S., Dhok, A., & Jain, M. (2019). MR Urography in evaluating obstructive
uropathy: One Stop Shop. International Surgery Journal. 6 (3) : 944 - 952.

Olney, R,. Hilson, MR. 2022. Uropathy Obstructive. Finlandia : Stat Pearls Publishing.

Peteinaris, A., Syllaios, A., Schizas, D., Davakis, S., Kalinterakis, G., Fasoulakis, Z.,
Ntounis, T., Garmpis, N., Diakosavvas, M., Kalfountzos, C., Andreadou, M.,
Papachatzopoulou, P., Chionis, A., Thomakos, N., Kontomanolis, E. N., & Koutras,
A. (2020). Gynecological benignities causing obstructive uropathy. Review of the
literature. Chirurgia (Romania), 115 (5) : 579 – 584.

Preminger, Glenn. 2022. Obstructive Uropathy. [diakses pada 15 Januari 2023]


https://www.msdmanuals.com/professional/genitourinary-disorders/obstructive-
uropathy/obstructive-uropathy

34

Anda mungkin juga menyukai