Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

“URETERORENOSCOPY (URS) + DJ STENT DI”


Disusun untuk memenuhi tugas profesi keperawatan Departemen Surgikal
RUANG OK RSPN Malang

DISUSUN OLEH
Puguh Priyo Romadhoni
NIM. 180070300111006

KELOMPOK 1A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
URS yaitu prosedur spesialistik dengan menggunakan alat endoskopi
semirigid / fleksibel berukuran kurang dari 30 mm yang dimasukkan
melalui saluran kemih kedalam saluran ginjal (ureter) kemudian batu
dipecahkan dengan gelombang udara. Tindakan ini memerlukan
pembiusan umum atau regional dan rawat inap dan memerlukan waktu
kira-kira 30 menit. Dengan menggunakan laser atau lithoclast, kita dapat
melakukan kontak langsung dengan batu untuk dipecahkan menjadi
pecahan kecil-kecil . Alat ini dapat mencapai batu dalam kaliks ginjal dan
dapat diambil atau dihancurkan dengan sarana elektrohidraulik atau laser.

Double–J stent merupakan alat untuk mempermudah aliran urin dari


ginjal ke kandung kemih yang terganggu akibat adanya obstruksi.
Pemasangan DJ stent pada ureter, baik unilateral maupun bilateral
memiliki makna sebagai implantasi benda asing pada tubuh yang dapat
menimbulkan komplikasi, salah satunya adalah infeksi.

Fungsi dari benda ini adalah untuk mempermudah aliran kencing dari
ginjal ke kandung kencing, juga memudahkan terbawanya serpihan batu
saluran kencing. Ketika ujung DJ stent berada di sistema pelvikokaliks
maka peristaltik ureter terhenti sehingga seluruh ureter dilatasi. (Sumber
peristaltik berada di kaliks minoris ginjal). Urine dari ginjal mengalir di
dalam lubang DJ stent dan juga antara DJ stent dengan ureter.

B. TUJUAN
1. Memecah batu yang berada disaluran kemih/ureter keluar bersama air
seni.
2. Melancarkan air seni yang tersumbat akibat adanya batu tersebut.
3. Menghilangkan nyeri pada saat membuang air seni akibat sumbatan
batu di dalam saluran kemih.

C. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


INDIKASI URS
1. Besar batu > 4 mm sampai ≤ 15 mm.
2. Ukuran batu ≤ 4 mm dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif,
intractable pain dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila
terjadi kolik.
3. Batu pelvic ginjal yang simptomatik.
4. Lokasi batu yang terletak di bagian bawah ginjal.
5. Morbid obesity dimana operasi terbuka lebih sukar dilakukan.
6. Perdarahan diathesis yang tidak dapat diatasi.
7. Batu diantara calyceal diverticulum atau infundibular stenosis.

INDIKASI DJ STENT
1. menyambung ureter yang terputus.
2. jika saat tindakan URS lapisan dalam ureter terluka.
3. setelah operasi URS batu ureter distal, karena dikhawatirkan muara
ureter bengkak sehingga urine tidak dapat keluar.
4. stenosis atau penyempitan ureter. DJ stent berfungsi agar setelah
dipasang penyempitan tersebut menjadi longgar.
5. setelah URS dengan batu ureter tertanam, sehingga saat selesai URS
lapisan dalam ureter kurang baik.
6. operasi batu ginjal yang jumlahnya banyak dan terdapat kemungkinan
batu sisa. Jika tidak dipasang dapat terjadi bocor urine
berkepanjangan.
7. batu ginjal yang besar dan direncanakan ESWL. Seandainya tidak
dipasang maka serpihan batu dapat menimbulkan rasa nyeri.
8. untuk mengamankan saluran kencing pada pasien kanker cervix.
9. untuk mengamankan ginjal saat kedua ginjal/ureter tersumbat dan
baru dapat diterapi pada 1 sisi saja. Maka sisi yang lain dipasang DJ
stent.
10. pada pasien gagal ginjal karena sumbatan kencing, (jika tidak dapat
dilakukan nefrostomi karena hidronefrosis kecil).

D. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
1. Konservatif : dengan banyak minum, olah raga loncat-loncat maupun
obat diuretikum (menambah kencing).
2. Operatif : kalau secara konservatif tidak berhasil.
Ada 2 prosedur operasi :
1.Terbuka :dengan membuat sayatan.
2.Tertutup/ endoskopi : tanpa sayatan, yaitu lithotripsy, URS, ESWL, PCN

E. PEMERIKSAAN
PENUNJANG USG abdomen
Foto rontgen
Cek darah lengkap
EKG
F. PATHWAY KEPERAWATAN (YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KASUS TINDAKAN)
AMPUTASI

Pre Operasi Intra Operasi Post Operasi


Penumpukan sekret
PerencanaanI. Masukan alat Kesadaran
URS belum pulih,
II. efek anastesi Bersihan
Terputusnya
III. jalan nafas
pembuluh darah
Indikasi Operasi Pasca tidak efektif
Pembedahan/
PerubahanIV. status Perdarahan Prosedur Pasien gelisah

V.kesehatan Kehilangan cairan


Continuitas Resiko jatuh
jaringan rusak
Takut,VI. gelisah, HB menurun
gugup, TD
2 Ujung saraf
VII. Suplai O rusak
Kurang
pegetahuan
informasi Syok Pelepasan
prostaglandin
Kurang Sianosis, akral
pengetahuan dingin dan TD Nyeri di
menurun persepsikan
Ansietas

Hipotermia Kekurangan
volume cairan
Gangguan rasa
nyamannyeri
G. GAMBAR
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa pre Operasi
a. Diagnosa I: ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
b. Tujuan dan criteria hasil:
Dalam perawatan pre operatif klien diharapkan:
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas.
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
c. Intervensi
1. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur.
2. Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
3. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan
persepsi.
4. Intruksikan untuk menggunakan teknik relaksasi
5. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.

a. Diagnosa I: kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kehilangan cairan aktif (perdarahan)
b. Tujuan dan kriteria hasil:
Dalam perawatan intra operatif klien diharapkan:
1. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
2. Tidak ada tanda-tanda sianosis
c. Intervensi
1. Monitor vital sign
2. Hentikan perdarahan
3. Persiapan untuk tranfusi
d. Diagnosa 2: hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan
yang dingin
e. Kriteria hasil dan tujuan:
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi/RR dalam rentang normal
f. Intervensi
1. Monitor suhu tubuh klien saat operasi
2. Kolaborasi pemberian obat dengan medis

a. Diagnosa 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


sekret yang berlebihan
b. Tujuan dan kriteria hasil:
1. Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak ada suara nafas
abnormal)
2. Mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapatmenghambat
jalan nafas.
c. Intervensi
1. Pastikann kebutuhan oral/tracheal suctioning.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
3. Monitor status oksigen pasien.
4. Buka jalan nafas menggunakan teknik chin lift atau jaw thrust
5. Monitor respirasi dan status O2.
d. Diagnosa 2: Resiko Jatuh berhubungan dengan pemulihan status
kesadaran.
e. Tujuan dan kriteria hasil:
1. Meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu jatuh
dilingkungan individu seperti pemasangan pagar pada bed klien.
2. Tidak terjadi jatuh/ resiko jatuh berkurang
f. Intervensi
1. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang memperngaruhi resiko
jatuh.
2. Gunakan rel sisi panjang yang sesuai agar mencegah jatuh dari bed
klien
3. Memberikan pengawasan ketat.
I. DAFTAR PUSTAKA
Mitra Medikasi.com, diakses pada 14 Januari 2017
Sarwendah. S“ ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN MASALAH
UROLOGI.” Erlangga, 2015
www.asepku.com, diakses pada 3 januari 2017
Nurarif.A.H. ”ASUHAN KEPERAWATAN BERDSARKAN DIAGNOSA
MEDIS & NANDA NIC NOC”. MEDICATION Publishing, 2015

Anda mungkin juga menyukai