Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PSEUDOANEURISMA

A. Pengertian Pseudoaneurisma
Pseudoaneurisma disebut juga false aneurisma, yaitu robeknya satu, dua, atau
tiga lapisan pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya darah dari pembuluh
darah dan membentuk sebuah kantung didalam jaringan sebuah pembuluh darah.

B. Patofisiologi Pseudoaneurisma
Lapisan pembuluh darah yang robek kemudian didorong dengan tekanan darah
pada arteri yang tinggi sehingga menyebabkan darah keluar dan membentuk sebuah
kantung atau rongga dalam jaringan yang dihubungkan oleh neck dengan pembuluh
darah utama.

C. Tanda dan gejala


Tanda – tanda Pseudoaneurisma :
a. Terdapatnya benjolan pada daerah pseudoaneurisma
b. Benjolan pada pseudoaneurisma terasa berdenyut
c. Kemungkinan dapat terjadi penekanan pada pembuluh darah arteri di bawahnya, maka
tungkai terasa nyeri, bila penekanan terjadi pada pembuluh vena maka akan terjadi
oedema (Bengkak) pada tungkai.
d. Pasien mengeluh ada benjolan pada bekas puncture dan bila berjalan kaki terasa nyeri
e. Bila didengarkan dengan stetoskop pada daerah benjolan terdengar ada Bruit
f. Terdapat hematoma
g. Pulsatil pada daerah pseudoaneurisma
D. Jenis – jenis Pseudoaneurisma
1. Pseudoaneurisma aktif
Pseudoaneurisma aktif dapat diketahui dengan cara memberi Doppler
warna pada daerah pseudoaneurisma pada pemeriksaan ultrasonografi
vaskuler, maka akan terlihat aliran yang berputar-putar dipembuluh darah
tersebut.
2. Pseudoaneurisma pasif
Pada pseudoaneurisma pasif ketika daerah pseudoaneurisma diberikan
doppler warna pada pemeriksaan ultrasonografi vaskuler, warna tersebut tidak
terlihat, misalnya :
a) Necknya tidak ada
b) Terdapat bekuan pada pseudoanerisma (hematoma)
c) Terdapat bendungan
d) Dopplernya tidak ada aliran
e) Ketika di beri color maka tidak ada aliran yang mengalir pada
pseudoanerisma

E. Etiologi Pseudoaneurisma
Faktor penyebab terjadinya pseudoaneurisma :
1. Tindakan post kateterisasi
2. Trauma pembuluh darah
3. Tindakan medik seperti jarum infus dan pembedahan
4. Infeksi pada pembuluh

F. Komplikasi Pseudoaneurisma
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan pseudoaneneurisma :
a. insufisiensi pada vena yang mengalami dilatasi,
b. Perdarahan pada tahap awal pemasangan,
c. Trombosis, pada fase awal maupun lanjut,
d. Aneurisma pada vena yang di-“shunt” sehingga bisa mempersulit hemostasis
jika berdarah,
e. Iskemia pada tangan dan “steal syndrome”,
f. cardiac failure karena karena peningkatan preload jantung,
g. hipertensi vena, yang bisa menyebabkan oedema.

G. Tatalaksana Pseudoaneurisma
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien pseudoaneurisma :
a. Compressi Ultrasound
Pemeriksaan fisik dan inspeksi saja tidak bisa menilai arteri dan vena
yang baik pada ekstremitas atas. Penentuan konsisi non mature atau
penurunan fungsi dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi. Dengan
ultrasonografi dapat dikenali kondisi sebagai berikut: trombus intra lumen,
stenosis baik pada sambungan maupun pada arteri dan vena, ukurang
pembuluh darah, jarak dari permukaan kulit, volume flow pembuluh darah
terutama pada drain vein,
b. Injeksi Thrombin
Pada kondisi dimana av shunt tidak mau matang, maka dapat
dilakukan beberapa tindakan. Tindakan yang dilakukan dapat berupa tindakan
minimal invasif dan dapat juga operasi. Pada kondisi trombosis dapat
dilakukan trombektomi, pada keadaan stenosis dapat dilakukan balloning.
c. Bedah
Jika terjadi penurunan fungsi dapat dilakukan tindakan minimal invasif atau
operasi

H. Perawatn Post Operatif

Pasien harus berlatih buka tutup kepalan tangan agar aliran vena cepat
meningkat. Tangan harus diposisikan seenak mungkin, elevasi tak diperlukan
karena dapat menyebakan iskemia tangan pada pasien dengan perfusi yang
marginal, perban konstriksi tidak boleh dipakai pada tindakan ini. Pemeriksaan
patensi av shunt harus dilakukan selama kurun waktu 6 jam dengan meraba thrill
atau mendengarkan murmur dengan stetoskop. Waspadai ischemia steal
syndrome, bila hal ini terjadi maka harus dilakukan revisi dengan memperkecil
av fistula. Penggantian kasa pertama kali dilakukan pada hari ketiga setelah
operasi kecuali jika ditemukan kasa yang kotor atau basah dan kasa diganti tiap
tiga hari. Jika luka baik maka kasa sudah bisa dibuka pada hari kesepuluh.

I. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat penyakit dahulu
c. Riwayat penyakit keluarga
d. Pemerikasaan Fisik (11 pola Gordon)

1. Pola Persepsi Kesehatan

 Kaji apakah klien mempunyai bakat atau bawaan lemahnya


pembuluh darah

 Kaji apakah pasien mempunyai riwayat ateroklerosis

 Kaji apakah pasien mempunyai riwayat pembuluh darah

2. Pola Nutrisi Metabolik

 Kaji apakah nafsu makan klien berkurang

3. Pola Eliminasi

 Kaji frekuensi bab dan bak pasien

4. Pola Aktivitas dan Latihan


 Kaji apakah klien ada merasakan nyeri dan di daerah mana nyeri
tersebut

 Kaji apakah klien membutuhkan bantuan orang lain saat melakukan


, aktivitas sehari-hari

 Detensi vena-vena superfisial pada dada, leher, atau lengan


(menunjukkan tekanan pada vena kava superior)

5. Pola Tidur dan Istirahat

 Kaji apakah klien mengalami insomnia

 Kaji apakah istirahat klien cukup

6. Pola Persepsi Kognitif

 Kaji mekanisme koping klien

 Kaji apakah klien ada menggunakan alat bantu pendegaran,


penglihatan, cek terakhir?

 Pupil tak sama (menunujkan tekanan pada rantai simpatis servikal)

7. Pola Persepsi dan Konsep Diri

 Kaji apakah klien merasa putus asa/frustasi

8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama

 Kaji bagaimana hubungan klien dengan sesama, keluarga

9. Pola Reproduksi – Seksualitas

 Kaji apakah klien mengalami perubahan atau masalah yang


berhubungan dengan penyakit yang di derita klien

10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress


 Kaji adakah gangguan penyesuain diri terhadap lingkugan dan
situasi baru

 Kaji ketidakmampuan koping klien terhadap berbagai hal

11. Pola Sistem Kepercayaan

 Apakah klien menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya

e. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan


rencana tindakan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan anuerisma aorta
b. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Ruptur berhubungan dengan
aneurisma aorta
3. Intervensi
Nyeri berhubungan dengan aneurisma aorta

Hasil yang diharapkan :

– Mendemonstrasikan hilangnya nyeri

– Melaporkan penurunan intensitas nyeri

– Ekspresi wajah rileks

– Tak ada merintih

Rencana Tindakkan :

1. Berikan analgesik yang diresepkan dan evaluasi keefektifan seperlunya.


Namun gunakan amanlgesik narkotik secara hemat.
R/: Analgesik memblok jaras nyeri. Dosis besar narkotik dapat menutupi
gejala-gejala.

2. Beri tahu dokter bila nyeri menetap atau memburuk

R/: Ini dapat menandakan progresi aneurisma dan seperlunya intervensi


pembedahan segera.

3. Kaji karakteristik nyeri meliputi : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan


menggunakan skala nyeri.

R/: Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis
tindakannya.

Resiko tinggi terhadap komplikasi : Ruptur berhubungan dengan aneurisma


aorta

Hasil yang diharapkan :

– Mendemonstrasikan tak adanya komplikasi

– TD tetap antara 90/60-120/80 mmHg

– Tak adanya manisfestasi syok hipovoleksmik

Rencana Tindakan :

1. Pantau masukan dan halauran setiap jam bila halauran urine 8 jam kurang
dari 240 ml sebaliknya setiap 8 jam.

R/: Untuk mengevaluasi keefektifan terapi dan untuk deteksi dini


komplikasi.
2. Pantau TD, nadi dan pernapasan setiap jam bila di UPI, sebaliknya 2-4
jam.

R/: Untuk mengevaluasi keefektifan terapi dan untuk deteksi dini komplikasi

3. Pantau kualitas nyeri setiap 1-2 jam

R/: Untuk mengevaluasi keefektifan terapi dan untuk deteksi dini komplikasi

4. Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler’s

R/: Tirah baring menurunkan penggunaan energi. Posisi tegak memudahkan


pernapasan.

5. Beritahu dokter bila : nyeri dada hebat dan rasa tersobek, syok (kulit
dingin dan lembab, disertai dengan hipotensi, takikardia dan pucat)

R/: Tindakan segera diperlukan unutk menyelamatkan hidup pasien.


Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keparawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Juall, Carpenito Lynda. 2009. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Marry, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular.


Jakarta : EGC.

Ester O. V. Mewengkang, Reginald L. Lefrandt.2012 Jurnal of Pseudoaneurisma


Arteri Femoralis.
Bagian Keperawatan Medikal Bedah II
Program Profesi Ners
STIKes Mega Rezky

LAPORAN PENDAHULUAN
PSEUDOANUERISMA

Disusun Oleh :
Nila Anggraeni
17 3145 901 120

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

Program Studi Pendidikan Profesi Ners


STIKes Mega Rezky
Makassar
2018

Anda mungkin juga menyukai