Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI


DENGAN TINDAKAN SECTIO CAESARIA TEKNIK REGIONAL
ANESTESI
DI RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL

Disusun Oleh :
Nama : Lusi Indah Silvia
NIM : 2018040050

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN PKU
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding Rahim
dengan syarat Rahim dalam keadaan utuh serta janin diatas 500 gr
(Wiknjosastro 2010). Sectio Caesarea adalah jalan alternative menyambut
kelahiran seorang bayi melalui operasi praktis. Pembedahan dilakukan
pada perut dan Rahim ibu. (MT Indiarti dan Khotimah Wahyudi 2014).
Penyebab persalinan dengan bedah Sectio Caesarea ini bisa karena
masalah di pihak ibu maupun bayi. Terdapat dua keputusan bedah
Sectiocaesarea, pertama keputusan bedah Sectio Caesarea yang sudah
didiagnosa sebelumnya. Penyebab antara lain bayi sungsang, ketuban
pecah dini, CPD (Cephalopelvic disproportion), sebagian kasus mulut
tertutupnya plasenta, bayi kembar, kehamilan pada usia lanjut, sesar
sebelumnya, dan sebagainya. Kedua adalah keputusan diambil tiba-tiba
karena tuntutan kondisi darurat. Contoh kasus ini antara lain, persalinan
berkepanjangan, bayi belum lahir lebih dari 24 jam sejak ketuban pecah,
kontraksi terlalu lemah dan sebagainya (akhmad, 2008).
Banyak sekali masalah yang sering dihadapi oleh ibu post Sectio
Caesarea diantaranya rasa nyeri, kecemasan, dan gangguan mobilitas.
Gangguan-gangguan tersebut membuat ibu post Sectio Caesarea merasa
tidak nyaman atau menimbulkan ketidaknyamanan ibu post Sectio
Caesarea. Nyeri dirasakan ibu post post Sectio Caesarea yang berasal dari
luka bekas sayatan operasi post Sectio Caesarea berada dibawah perut.
Tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh ibu post post Sectio Caesarea
tergantung pada psikologis dan fisiologi individu ibu dan toleransi yang di
timbulkan nyeri. (Whalley, 2008).
Tindakan SC (Sectio Caesarea) akan memutuskan kontinuitas atau
persambungan jaringan karena insisi yang akan mengeluarkan reseptor
nyeri terutama setelah efek anastesi habis. (Des dan Berlian, 2018).
Melahirkan dengan cara operasi memang lebih cepat dan mudah. Namun,
bukan berarti dengan operasi section caesarea ibu akan terbebas dari rasa
nyeri. Melahirkan dengan sectio caesarea memerlukan waktu
penyembuhan luka uterus/rahim yang lebih lama dari pada persalinan
normal. Selama luka belum benar benar sembu, rasa nyeri bisa saja timbul
pada luka operasi. Bahkan menurut pengakuan para ibu yang melahirkan
dengan menggunakan prosedur operasi, rasa nyeri memang kerap terasa
sampai beberapa hari setelah operasi, sehingga nyeri berpengaruh negative
dan mengganggu kenyamanan bagi individu yang merasakan. (Maryunani,
2010).
Dengan demikian sectio caesarea bertujuan untuk mencegah
kematian janin maupun ibu yang dikarenakan bahaya atau komplikasi
yang akan terjadi apabila ibu melahirkan secara pervaginam (Sukowati et
al, 2010). Dalam hal ini praktek pelayanan anestesi mengharuskan setiap
penata anestesi meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam
proses pelayanan kesehatan dan memahami penyakit dengan
memperhatikan pemeberian asuhan keperawatan anestesi kondisi pasien
secara individual (Rovers et al., 2013 ). Berdasarkan pembahasan latar
belakang diatas, maka penting dilakukan tindakan regional anestesi pada
pasien dengan tindakan sectio caesarea . Dilihat dari uraian diatas dan
literatur yang ada maka mendorong penulis untuk melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa panggul sempit.
I. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dirumuskan
masalah “Asuhan Kepenataan Anestesi pada Ny. I dengan Sectio caesaria
dengan Tehnik Regional Anestesi di Rumah Sakit Islam Kendal.
II. Tujuan
A. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kepenataan anestesi pada pasien Sectio
caesaria dengan teknik Regional Anestesi.
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa diharapkan mampu memberikan asuhan kepenataan
anestesi pada pasien pre, intra dan post operasi yang akan
dilakukan pemberian general anestesi.
2. Mahasiswa diharapakan mampu melakukan perhitungan dan
pemberian terapi cairan pada saat pre, intra dan post operasi.
3. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan perhitungan dosis
pemberian obat-obat anestesi sesuai dengan kondisi pasien.
4. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan tindakan intubasi
dan memberikan pemeliharaan tindakan anestesi.
5. Mahasiswa diharapakan mampu memberikan asuhan
kepenataan anestesi setelah selesai operasi dan akhir dari
anestesi.
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Pengertian
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin lewat
insisi pada abdomen dan uterus (Oxorn, 1996 : 634).
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan/
pada dinding perut atau section caesaria adalah suatu histerektomi untuk
melahirkan janji dan dalam rahim (Mochtar, 1998 : 177).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan yang dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktu melahirkan (Rukiyah dan Yulianti,2010)
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah suatu bentuk
ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu. (Reader,
1997).
Oligohidromnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang
dari normal, yaitu kurang dari 500 cc
Masa nifas atau post parfum adalah masa pulih kembali, mulai dan
persalinan selesai sampai dengan pulihnya alat-alat reproduksi sampai
keadaan sebelum hamil, berlangsung 6-8 minggu (Mochtar, 1998 : 115).
Berdasarkan pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa post sektio caesarea dengan CPD adalah suatu tindakan yang
dilakukan untuk melahirkan janin melalui sayatan pada dinding uterus
dikarenakan ukuran kepala janin dan panggul ibu tidak sesuai.

II. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram.
Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).
III. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi organ reproduksi wanita

Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan organ


interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulsi, sedangkan organ interna
berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan
perpindahan blastosis dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan
organ interna berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.

a. Organ eksterna
1) Mons pubis
Adalah bantalan berisi lemak yang terletak dipermukaan anterior
simphisis pubis. Mons pubis berfungsi sebagai bantalan pada waktu
melakukan hubungan seks.
2) Labia mayora
Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lemak yang
ditutupi memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis sampai
sekitar satu inci dari rectum. Panjang labia mayora 7 – 8 cm, lebar 2 –
3 cm, tebal 1 – 1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah.
3) Labia minora
Jaringan berwarna kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada
ujung atas vulva disebut labia minora atau nimfe
4) Klitoris
Adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil,
silinder, erektil dan letaknya dekat superior vulva. Organ ini menonjol
ke bawah diantara kedua ujung labia minora
5) Vulva
Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil,
sampai ke belakang dibatasi perineum
6) Vestibulum
Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia
minora dilateral dan memanjang dari klitoris di atas hingga forchet di
bawah. Verstibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang
berasal dari urogenital pada embrio.
7) Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata – rata 4 cm.
jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan
urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan kulit dan
menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan.

b. Organ interna
1. Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang
ke atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Vagina mempunyai
banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi
uterus dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai
bagian jalan lahir saat persalinan
Dinding vagina terdiri dari 4 lapisan :
a).Lapisan epitel gepeng berlapis
b).Jaringan konektif areoler yang dipasok pembuluh dengan baik
c). Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler
d). Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih
2. Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang sebagai tertutup oleh
peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang
gepeng.
Uterus wanita nullipara panjang 6 – 8 cm, dibandingkan dengan 9 –
10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah
melahirkan antara 50 – 70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah
melahirkan beratnya 80 gram atau lebih.
Uterus terdiri dari :
a). Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi
berinsensi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai
dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
b).Korpus uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat
pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri
terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai
fungsi utama sebagai janin berkembang.
3. Serviks uteri
Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di
bawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama
terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh
darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dan
lengket dari kanalis servikalis.
4. Tuba fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu
uterina hingga suatu tempat didekat ovarium dan merupakan jalan
ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi anata 8 – 14 cm,
tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran
mukosa.
Tuba fallopi terdiri atas :
a). Pars interstisialis
Bagian yang terdapat di dinding uterus
b). Pars ismika
Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya
c). Pars ampularis
Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi
d). Pars infundibulum
Bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai
fimbria
5. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel,
fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintetis dan
sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5
– 3 cm, dan tebal 0,6 – 1 cm. setelah menopause ovarium sangat kecil.
Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan
menempel pada lekukan dinding lateral pelvis di antara illiaka eksternal
yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik fossa ovarica waldeyer.
Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
2. Adaptasi fisiologi ibu post partum dengan post sectio caesaria Menurut
Helen Farrer (2001) antara lain :
a. Perubahan pada corpus uteri
Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran bayi
yang disebut involusi. Dalam 12 jam setelah persalinan fundus uteri berada
kira – kira 1 cm di atas umbilicus, enam hari setelah persalinan normal
barada kira – kira 2 jari di bawah pusat dan uterus tidak teraba pada
abdomen setelah 9 hari post partum. Kemudian terjadi peningkatan
kontraksi uterus segera setelah persalinan yang merupakan respon untuk
mengurangi volume intra uteri pada uteri terdapat tempat pelepasan
plasenta sebesar telapak tangan, regenerasi tempat pelepasan plasenta
belum sempurna sampai 6 minggu post partum. Uterus mengeluarkan
cairan melalui vagina yang disebut lochea. Pada hari pertama dan kedua
cairan berwarna merah disebut lochea rubra. Setelah satu minggu lochea
kuning disebut lochea serosa. Dua minggu setelah pesalinan cairan
berwarna putih disebut lochea alba.
b. Perubahan pada serviks
Bagian atas serviks sampai segmen bawah uteri menjadi sedikit edema,
ecso serviks menjadi lembut, terlihat memar dan terkoyak yang
memungkinkan terjadi infeksi.
c. Vagina dan perineum
Dinding vagina yang licin berangsur – angsur ukurannya akan kembali
normal dalam waktu 6 – 8 minggu post partum.
d. Payudara
Sekresi dan ekskresi kolostrum berlangsung pada hari ke 2 dan ke 3
setelah persalinan. Payudara menjadi penuh, tegang dan kadang nyeri,
tetapi setelah proses laktasi maka perawatan payudara akan lebih nyaman.

IV. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500
gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia
jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin
adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu
akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka
dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi
lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.
Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang
tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaandengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat
dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan
yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga
menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin,
Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)

V. Klasifikasi Sectio Caesarea


Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R.
Forte, 2010).
1. Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang
aman sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun
dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim
terinfeksi, maka insisi melintang segmenn bawah uterus telah
menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
2. Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti
insisi melintang, insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan
dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam
dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan
gunting yang berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena
bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta
dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa
modern ini hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan
Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas
adalah kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah.
4. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan
mencegahh peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada
beberapa metode Sectio Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters,
Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada prosedur ini relative lebih sulit, sering
tanpa sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cedera
vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap
disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
5. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan denngan
pengeluaran uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus dikerjakan
lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral
lebih mmudah dan dapatt dikerjakan lebih cepat, maka pemmbedahan
subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan
pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-
sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan adalah
menyelesaikannya secepat mungkin.

VI. Penatalaksanaan Sectio caesaria


a. Perawatan pre operasi Sectio Caesarea
1. Persiapan kamar operasi
a. Kamar operasi sudah di bersihkan dan siap untuk dipakai.
b. Peralatan dan obat –obatan telah siap semua termasuk kain operasi.
2. Persiapan pasien
a. Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi
b. Informed concent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien
c. Perawat memberi support kepada pasien
d. Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis dicukur
dan sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptik)
e. Pemeriksaan tanda tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui
penyakit yang pernah di derita oleh pasien
f. Pemeriksaan laboratorium (darah, urine)
g. Pemeriksaan USG
h. Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi

b. Perawatan post operasi Sectio Caesarea


1. Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntik 75 mg
meperidin (IM) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi
rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morfin.
a. Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis meperidin yang diberikan
50 mg
b. Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg
meperidin
c. Obat obat antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan
bersama sama dengan pemberian preparat narkotik
2. Tanda tanda vital
Tanda tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan
darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan
funfus harus diperiksa.
3. Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah
cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya,
meskipun demikian, jika output urine jauh dibawah 30 ml/jam, pasien
harus segera dievaluasi kembali paling lambat pada hari kedua
4. Vesica urinaria dan usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam post operasi atau pada
keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum
terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua
bising usus masih lemah dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga
5. Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan dapat
bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang kurangnya2x pada hari
kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
6. Perawatan luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang
alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara
normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari keempat setelah
pembedahan. Paling lambat hari ketiga post partum,klien dapat mandi
tanpa membahayakan luka insisi.
7. Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit
tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah
yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8. Perawatan payudara
Pemberian ASI bisa langsung diberikan setelah operasi pada bayi
dengan IMD terlebih dahulu.
9. Memulangkan pasien dari RS
Memulangkan pasien mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang
dari RS pada hari ke empat dan kelima post operasi, aktivitas ibu
seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan
bantuan orang lain (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012)

Anda mungkin juga menyukai