K DENGAN OLIGOHIDRAMNION
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Stase Keperawatan Maternitas Islami
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Sholawat dan salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW, berkat
Rahmat dan Hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan
pendahuluan ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada
masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di
berbagai negara. Diare dapat menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak
lebih rentan mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum sempurna.
Hasil Riskesdas (2018), menyatakan bahwa insiden diare pada anak di Indonesia
adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%),
Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%).
Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-
laki (5,5%), perempuan (4,9%). Angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit diare di
Indonesia masih tinggi. Proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok
umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar
14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada
kelompok umur 54 – 59 bulan yaitu 2,06% (Kemenkes, 2011).
Diare pada bayi dan balita ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
yaitu infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologis anak. Infeksi enteral merupakan
infeksi saluran percernaan, yang menjadi penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral
disebabkan karena bakteri, virus dan parasit. Sedangkan infeksi parenteral merupakan
infeksi dari luar pencernaan seperti otitis media akut (OMA), bronkopneumonia,
ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun
(Ngastiyah, 2014).
Pengkajian keperawatan terhadap diare dimulai dengan mengamati keadaan umum
dan perilaku anak. Pengkajian selanjutnya yang dilakukan pada pasien diare dengan
gangguan keseimbangan cairan yaitu pengkajian dehidrasi seperti berkurangnya keluaran
urine, turgor kulit yang jelek, ubun-ubun yang cekung. Nursalam (2008), mengatakan
dampak yang dapat ditimbulkan jika mengalami gangguan keseimbangan cairan yaitu
terjadi hal-hal seperti dehidrasi pada bayi dan balita, hipoglikemia, mengalami gangguan
gizi, gangguan sirkulasi, hingga terjadi komplikasi pada anak
Dampak masalah fisik yang akan terjadi bila diare tidak diobati akan berakibat
kehilangan cairan dan eletrolit secara mendadak. Pada balita akan menyebabkan
anoreksia (kurang nafsu makan) sehingga mengurangi asupan gizi, dan diare dapat
mengurangi daya serap usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan
sari makanan pada anak yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap serangan
diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Jika hal ini berlangsung terus menerus akan
menghambat proses tumbuh kembang anak. Sedangkan dampak psikologis terhadap
anak-anak antara lain anak akan menjadi rewel, cengeng, sangat tergantung pada orang
terdekatnya.
Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien yang menderita diare adalah
kekurangan volume cairan dan ketidakseimbangan nutrisi. Peran perawat sebagai pemberi
pelayanan keperawatan pada anak yang dirawat dengan diare, diantaranya memantau
asupan dan pengeluaran cairan. Anak yang mendapatkan terapi cairan melalui intravena
perlu pengawasan untuk asupan cairan, kecepatan tetesan harus diatur untuk memberikan
cairan dengan volume yang dikehendaki dalam waktu tertentu dan lokasi pemberian infus
harus dijaga.
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Oligohidramnion
a) Pengertian
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc. Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm.
Karena VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI
yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan).
b) Etiologi
1) Kelainan kongenital.
2) PJT
3) Ketuban Pecah Dini.
4) Kehamilan Postterm.
5) Insufisiensi plasenta.
6) Obat - obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin)
c) Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala oligohidramnion menurut Y. L. Latin (2014) adalah
1) “Molding” uterus mengelilingi janin.
2) Janin dapat diraba dengan mudah.
3) Tidak ada efek pantul (ballotement) pada janin.
4) Penambahan tinggi fundus uteri berlangsung lambat (Varney, 2006).
5) Adanya keadaan lain yang menyertai (Tekanan darah yang tinggi dan
Edema).
6) Tinggi fundus yang lebih rendah sedikitnya 3 cm atau lebih
dibandingkan tinggi fundus pada usia kehamilannya. (Jumlah cairan
amnion yang secara klinis berkurang dan Tanda retardasi pertumbuhan
intrauteri/IUGR atau insufisiensi plasenta)
d) Patofisologis
Patofisiologi oligohidramnion menurut Y. L. Latin (2014) adalah:
1) Produksi cairan amnion yang abnormal.
2) Perfusi plasenta yang buruk.
3) Tekanan darah Tinggi (hipertensi).
4) Pertumbuhan janin yang kurang baik/ IUGR.
5) Produksi urine janin yang rendah.
6) Intoksikasi renal.
7) Nefrosis.
8) Ketuban pecah dini
e) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang oligohidramnion menurut Y. L. Latin (2014) adalah
1) USG
MVP (maximum vertical pocket) < 3 cm. 2)AFI (amniotic fluid
index) < 5 cm
Keberadaan anomali janin
Pemeriksaan Doppler dapat membantu menegakkan diagnosis
penurunan perfusi plasenta (Arteri serebri media dan Arteri
umbilikalis)
f) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara konservatif menurut Varney (2006) meliputi:
1) Tirah baring.
2) Pemberian cairan cukup.
3) Asupan nutrisi yang seimbang.
4) Pemantauan kesejahteraan janin (menghitung gerakan janin, NST, profil
bifisik, velocimetri Doppler).
5) Pengukuran volume cairan amnion dengan ultrasonografi secara teratur.
6) Amniofusi
7) Induksi dan Pelahiran.
8) Terminasi kehamilan jika terdapat anomali janin. (Y. L. Latin, 2014).
9) SC jika kemungkinan anomali janin sudah disingkirkan. (Y. L. Latin,
2014).
g) Komplikasi
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB
< 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/
sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari
maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsungselama 14 hari
atau lebih adalah diare persisten.
a) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak.
f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine
normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan
atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
a) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih sering
terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak
dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh
pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat
imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta
imunisasi polio.
b) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik),
makan makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan
penyebab diare.
c) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan
botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak
mencuci tangan saat menjamah makanan.
d) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda
dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis
e) Riwayat Penyakit Keluarga
f) Riwayat Nutrisi
a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi
resiko diare dan infeksi yang serius.
b) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan
mudah menimbulkan pencemaran.
c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak
bisa minum
Kaji apakah pasien saat sakit mengalami distress spiritual atau tidak
h) Keadaan Umum
a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
i) Berat badan
j) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
b) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal.
Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung
(cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya
sangat cekung.
c) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak
ada pernapasan cuping hidung.
d) Telinga
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada
kelenjar tyroid.
g) Thorak
Jantung
- Inspeksi
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.
- Auskultasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi
ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga meningkat,
diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien mengalami takikardi dan
bradikardi.
Paru-paru
- Auskultasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi
ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga
meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien
mengalami takikardi dan bradikardi.
h) Abdomen
- Inspeksi
Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
- Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien
diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi
berat kembali > 2 detik.
- Auskultasi
Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat
i) Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral
teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik,
akral dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral
teraba dingin, sianosis.
j) Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan
pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
k) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratrium
a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum
Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5
mEq/L (b)
b) Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Elektrolit urin yang diperiksa
adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis.
c) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat.
d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein
leukosit dalam feses atau darah makroskopik. pH menurun disebabkan
akumulasi asama atau kehilangan basa.
e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik.
2) Diagnosa Keperawatan
Kolaborasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat
1) Mengurangi dan meberhentikan
pengeras feses
diare
2) Kolaborasi pemberian obat
antimotilitas
2 Hipovolemi Setelah dilakukan intervensi Obsevasi Obsevasi
b.d keperawatan diharapkan 1) Periksa tanda dan gejala 1) Mengetahui perubahan dalam
kehilangan status cairan pasien membaik hypovolemia (misal frekuensi tubuh yang merupakan tanda
cairan aktif dengan kriteria hasil nadi meningkat, nadi teraba hypovolemia
a. Turgor kulit membaik lemah, tekanan darah menurun,
b. Frekuensi nadi membaik tekanan nadi menyempit, turgor
c. Tekanan darah membaik kulit menurun, membrane
d. Membrane mukosa mukosa kering, volume urin
membaik
e. Intake cairan membaik menurun,haus,lemah).
f. Output urine meningkat 2) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik Terapeutik
Edukasi Edukasi
cairan oral
2) Anjurkan menghidari posisi
mendadak
Kolaborasi
Kolaborasi
1) Membantu menyuplai kebutuhan
1) Kolaborasi pemberian cairan
cairan yang telah keluar akibat
isotonis (Nacl.RL)
diare
2) Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20 ml/kg bb
untuk anak.
5) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan
dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan
tanda gejala yang spesifik.