Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PATOLOGIS PADA NY.C UMUR


21 TAHUN P2A0 POST PARTUM HARI-1 DENGAN ANEMIA SEDANG
DI RSUD BUNG KARNO SURAKARTA

Digunakan Untuk Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Kebidanan


Kegawatdaruratan Maternal Neonatal & Kolaborasi pada
Kasus Patologis dan Komplikasi

Program Studi Profesi Bidan

Disusun oleh:
Nama : Linda Lestari
NIM : P27224021260
Kelas : Profesi Kebidanan Reguler C

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum (Maritalia,2012).

Di Negara berkembang seperti indonesia, masa nifas merupakan masa


yang kritis bagi ibu yang sehabis melahirkan. Dirpekirakan bahwa 60%
kematian ibu terjadi setelah persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam
selang waktu 24 jam pertama (Prawirardjo,2006). Tingginya kematian ibu
nifas merupakan masalah yang kompleks yang sulit diatasi. AKI merupakan
sebagai pengukuran untuk menilai keadaan pelayanan obstretri disuatu
negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstretri masih buruk,
sehingga memerlukan perbaikan. Dari laporan WHO di Indonesia merupakan
salah satu angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu 420 per 100.000
kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Menurut Data Program Kasga Provinsi Jawa Tengah tahun 2016


menjelaskan bahwa, AKI menggambarkan resiko yang dialami ibu dari
kehamilan sampai pasca bersalin yang telah dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya, status gizi ibu saat kehamilan, kondisi sosial ekonomi juga dapat
menunjang tidaknya kesehatan ibu dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan, keadaan kesehatan, adanya komplikasi selama kehamilan dan
persalinan (perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi, gangguan
sistem peredaran darah, gangguan metabolisme, dan lainnya) serta
ketersediaan fasilitas kesehatan. Biasanya angka kematian ibu yang tinggi
dikarenakan kurangnya fasilitas pelayanan yang memadai termasuk
pelayanan prenatal dan postnatal serta keadaan sosial ekonomi ibu yang
rendah. Tingginya kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 602
kasus atau setara dengan 109,65 per 100.000 kelahiran hidup dengan
prosentase 63,12 % diakibatkan oleh kematian maternal waktu nifas, 22,92%
pada waktu hamil dan 13,95 pada waktu bersalin (Dinkes Jateng, 2017).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang diuraikan diatas dapat dibuat rumusan
masalah “Bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan kegawatdaruratan
masa nifas di RSUD Bung Karno”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktek stase gadar maternal & neonatal &
manajemen pelayanan kebidanan professional (MPAKP) mahasiswa
diharapkan dapat :
a. Melakukan penanganan awal, rujukan, dokumentasi, penapisan
(screening), stabilisasi, kolaborasi, follow up pada kasus-kasus
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal (clinical setting)
berdasarkan evidence based practice
b. Menerapkan prinsip-prinsip manajemen kebidanan dengan
menggunakan Model Asuhan Kebidanan Profesional (MAKP),
secara bertanggung jawab, dan menunjukan sikap kepemimpinan
yang professional serta langkah-langkah manajemen kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada kasus ibu
nifas dengan anemia sedang
b. Menginterpretasi data dasar dengan berpikir kritis pada kasus ibu
nifas dengan anemia sedang
c. Mengidentifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi pada
kasus ibu nifas dengan anemia sedang
d. Mengidentifikasi tindakan segera pada kegawatdaruratan nifas
e. Merumuskan perencanaan asuhan kegawatdaruratan nifas dengan
pendekatan holistik
f. Melakukan implementasi asuhan nifas dengan pendekatan holistik
dan berdasarkan evidence based practice
g. Melakukan evaluasi obstetric dengan pendekatan holistik
h. Melakukan pendokumentasian asuhan kegawatdaruratan nifas yang
terstandar dengan model dokumentasi SOAP
D. Manfaat
a. Dapat melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada kasus
ibu nifas dengan anemia sedang
b. Dapat menginterpretasi data dasar dengan berpikir kritis pada kasus
ibu nifas dengan anemia sedang
c. Dapat mengidentifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi
pada kasus ibu nifas dengan anemia sedang
d. Dapat mengidentifikasi tindakan segera pada kasus ibu nifas dengan
anemia sedang
e. Dapat merumuskan perencanaan asuhan pada kasus ibu nifas dengan
anemia sedang
f. Dapat melakukan implementasi asuhan nifas dengan pendekatan
holistik dan berdasarkan evidence based practice
g. Dapat melakukan evaluasi obstetric dengan pendekatan holistik
h. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan kegawatdaruratan nifas
yang terstandar dengan model dokumentasi SOAP
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anemia
1. Definisi Anemia
Anemia adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal (Soebroto, 2010). Anemia adalah keadaan menurunnya kadar
hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal
yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2007).
2. Kategori Anemia
Berikut ini merupakan kategori tingkat keparahan pada anemia (Soebroto,
2010) :
a. Kadar Hb 10 gr - 8 gr disebut anemia ringan
b. Kadar Hb 8 gr – 5 gr disebut anemia sedang
c. Kadar Hb kurang dari 5 gr disebut anemia berat
Kategori tingkat keparahan pada anemia (Waryana, 2010) yang bersumber
dari WHO adalah sebagai berikut:
a. Kadar Hb 11 gr% tidak anemia
b. Kadar Hb 9-10 gr % anemia ringan
c. Kadar Hb 7-8 gr% anemia sedang
d. Kadar Hb < 7 gr% anemia berat
Kategori tingkat keparahan anemia (Nugraheny E, 2009) adalah sebagai
berikut:

a. Kadar Hb < 10 gr% disebut anemia ringan


b. Kadar Hb 7-8 gr% disebut anemia sedang
c. Kadar Hb < 6gr% disebut anemia berat
d. Kadar Hb normal pada ibu nifas adalah 11-12 gr %
Pada penelitian ini bersumber dari WHO.
3. Jenis Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia akibat kekurangan zat besi. Zat besi merupakan bagian dari molekul
hemoglobin. Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa disebabkan karena banyak
hal. Kurangnya zat besi pada orang dewasa hampir selalu disebabkan karena
perdarahan menahun, berulang-ulang yang bisa berasal dari semua bagian
tubuh (Soebroto, 2010).
4. Gejala
Gejala yang seringkali muncul pada penderita anemia diantaranya
(Soebroto, 2010):
a. Lemah, letih, lesu, mudah lelah, dan lunglai.
b. Wajah tampak pucat.
c. Mata berkunang-kunang.
d. Nafsu makan berkurang.
e. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa.
f. Sering sakit.
Anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada
(Soebroto, 2010):
a. Kecepatan timbulnya anemia
b. Usia individu
c. Mekanisme kompensasi
d. Tingkat aktivitasnya
e. Keadaan penyakit yang mendasarinya
f. Beratnya anemia
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume
darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan
pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks
yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu,
dan keadaan serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan
dan membrane mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang
lebih baik untuk menilai pucat. Pada anemia berat, gagal jantung kongestif
dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi
terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Pada anemia berat dapat juga
timbul gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau
diare, dan stomatitis (nyeri pada lidah dan membrane mukosa mulut), gejala-
gejala umumnya disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti defisiensi zat
besi (Price, 2005).
B. Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas adalah masa dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pascapersalinan
harus terselengara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan
bayi, yang meliputi upaya pencegahan deteksi dini dan pengobatan
komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan
pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehailan, imunisasi dan
nutrisi bagi ibu(Prawirohardjo, 2016).
Masa Nifas atau puerperium adalah setelah kala IV sampai dengan
enam minggu berikutnya (pulihnya alat – alat kandungan kembali seperti
sebelum hamil).Akan tetapi seluruh otot genetalia baru pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. Masa ini merupakan
periode kritis baik bagi ibu maupun bayinya maka perlu diperhatikan
(Nurjasmi,2016)
2. Tahapan Masa Nifas yaitu (Ambarwati dan Wulandari, 2010):
a. Puerperium Dini
Yaitu masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan
jalan-jalan.
b. Puerperium Intermedial
Yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital kira-
kira antara 6-8 minggu.
c. Remot Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi.
3. Perubahan Fisiologis Pada Ibu Nifas
1) Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot
hanya 60 gram. Involusi uteri dapat dikatakan juga sebagai proses
kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan sebelum
hamil. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan
decidua atau endometrium atau pengelupasan lapisan pada tempat
implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta
perubahan tempat uterus , warna dan jumlah lokea (Marmi, 2012)
2) Lokea
Lokea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai eaksi basa atau alkalis yang dapat membuat organism
berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lokea memiliki bau yang amis meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda – beda pada setiap
wanita. Secret mikroskopik lokea terdiri dari eritrosit, peluruhan
deciduas, sel epitel dan bakteri. Lokea mengalami perubahan karena
proses involusi (Marmi, 2012)
menjadi 3:
a) Lokea rubra :warna merah, keluar hari 1-hari ke 3
b) Lokea serosa : warna merah muda hari ke 3- ke 7
c) Lokea alba :warna putih krem. Keluar hari ke 10 sampai dua
hingga 4 minggu masa nifas
3) Vagina dan perineum
Segera setelah persalinan,vagina tetap terbuka lebar, mungkin
mengalami beberapa derajat edema dan memar. Setelah satu hingga
dua hari pertama pascapersalinan, tonus otot vagina kembali, celah
vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema.
4) Payudara
Payudara pun juga tak luput dari perubahan fisik pada asa nifas.
Untuk laktasu di mulai pada semua wanita dengan perubahan
hormon saat melahirkan. Pengkajian payudara pada periode awal
masa nifas meliputi penampilan dan integritas punting susu, memar
atau iritasi jaringan payudara karna posisi bayi pada payudara,
adanya kolostrum, apakah payudara terisi air susu atua adanya
sumbatan dan adanya tanda-tanda mastitis potensial.
4. Kebutuhan gizi pada ibu nifas
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk
keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas
terutama bila menyusui akan meningkat 25%, karena berguna
untuk proses kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk
memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi
(Waryana, 2010). Semua itu akan meningkat tiga kali dari
kebutuhan biasa. Makanan yang dikonsumsi berguna untuk
melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses
memproduksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan
dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi
cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas, atau berlemak, tidak
mengandung alkohol, nikotin, serta bahan pengawet atau pewarna.
Tambahan zat besi sangat penting dalam masa menyusui karena
dibutuhkan untuk kenaikan sirkulasi darah dan sel, serta
menambah sel darah merah (Hb) sehingga daya angkut oksigen
mencukupi kebutuhan. Sumber zat besi antara lain kuning telur,
hati, daging, kerang, ikan, kacang-kacangan, dan sayuran hijau
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
C. Anemia pada ibu nifas
Menurut Prawirohardjo (2005), faktor yang mempengaruhi anemia
pada masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil dengan
anemia, nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri. Anemia dalam
masa nifas merupakan lanjutan daripada anemia yang diderita saat
kehamilan, yang menyebabkan banyak keluhan bagi ibu dan mengurangi
presentasi kerja, baik dalam pekerjaan rumah sehari-hari maupun dalam
merawat bayi (Wijanarko, 2010). Pengaruh anemia pada masa nifas
adalah terjadinya subvolusi uteri yang dapat menimbulkan perdarahan
post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI
berkurang dan mudah terjadi infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005).
Praktik ASI tidak eksklusif diperkirakan menjadi salah satu prediktor
kejadian anemia setelah melahirkan (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008). Pengeluaran ASI berkurang, terjadinya
dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan dan mudah terjadi
infeksi mamae. Di masa nifas anemia bisa menyebabkan rahim susah
berkontraksi, ini dikarenakan darah tidak cukup untuk memberikan
oksigen ke rahim.
a. Penanganan anemia dalam nifas adalah sebagai berikut:
1) Lakukan pemeriksaan Hb post partum, sebaiknya 3-4 hari setelah
anak lahir. Karena hemodialisis lengkap setelah perdarahan
memerlukan waktu 2-3 hari.
2) Tranfusi darah sangat diperlukan apabila banyak terjadi
perdarahan pada waktu persalinan sehingga menimbulkan
penurunan kadar Hb < 5 gr (anemia pasca perdarahan).
3) Anjurkan ibu makan makanan yang mengandung banyak protein
dan zat besi seperti telur, ikan, dan sayuran.
D. Faktor yang mempengaruhi timbulnya anemia
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadahinya
asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan
menyusui (perubahan fisiologi), dan kehilangan banyak darah. Anemia
yang disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara cepat saat cadangan
Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe. Wanita usia subur
(WUS) adalah salah satu kelompok resiko tinggi terpapar anemia karena
mereka tidak memiliki asupan atau cadangan Fe yang cukup terhadap
kebutuhan dan kehilangan Fe. Dari kelompok WUS tersebut yang
paling tinggi beresiko menderita anemia adalah wanita hamil, wanita
nifas, dan wanita yang banyak

kehilangan darah saat menstruasi. Pada wanita yang mengalami


menopause dengan defisiensi Fe, yang menjadi penyebabnya adalah
perdarahan gastrointestinal (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008).
Penyebab tersering anemia adalah kekurangan zat gizi yang
diperlukan untuk sintesis eritrosit, terutama besi, vitamin B12 dan asam
folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti
perdarahan, kelainan genetik, dan penyakit kronik (Nugraheny E,
2009).
Secara garis besar penyebab terjadinya anemia gizi dikelompokkan
dalam sebab langsung, tidak langsung dan sebab mendasar sebagai
berikut:
1. Sebab langsung
a. Ketidak cukupan makanan
Kurangnya zat besi di dalam tubuh dapat disebabkan oleh
kurang makan sumber makanan yang mengandung zat besi,
makanan cukup namun yang dimakan biovailabilitas besinya
rendah sehingga jumlah zat besi yang diserap kurang dan
makanan yang dimakan mengandung zat penghambat
penyerapan besi. Inhibitor (penghambat) utama penyerapan Fe
adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-
bijian sereal, kacang, dan beberapa sayuran seperti bayam.
Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, teh, sayuran, dan
kacang- kacangan. Enhancer (mepercepat penyerapan) Fe antara
lain asam askorbat atau vitamin C dan protein hewani dalam
daging sapi, ayam, ikan karena mengandung asam amino
pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam
laktat kurang mampu meningkatkan penyerapan Fe (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008).
Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup
mengandung zat besi atau absorpsinya rendah, maka ketersediaan
zat besi untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan zat
besi. Hal ini terutama dapat terjadi pada orang-orang yang
mengkonsumsi makanan kurang beragam, seperti menu makanan
yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan. Tetapi apabila
di dalam menu terdapat pula bahan - bahan makanan yang
meninggikan absorpsi zat besi seperti daging, ayam, ikan, dan
vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang ada dalam makanan
dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan zat besi dapat
terpenuhi.
b. Infeksi penyakit
Beberapa infeksi penyakit memperbesar resiko menderita
anemia. Infeksi itu umumnya adalah kecacingan dan malaria.
Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara
langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya. Infeksi cacing akan menyebabkan malnutrisi dan
dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi.
Infeksi malaria dapat menyebabkan anemia. Beberapa fakta
menunjukkan bahwa parasitemia yang persisten atau rekuren
mengakibatkan anemia defisiensi besi, walaupun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti.

Pada malaria fase akut terjadi penurunan absorpsi besi, kadar


heptoglobin yang rendah, sebagai akibat dari hemolisis
intravaskuler, akan menurunkan pembentukan kompleks
haptoglobin hemoglobin, yang dikeluarkan dari sirkulasi oleh
hepar, berakibat penurunan availabilitas besi.
2. Sebab tidak langsung
Beberapa penyebab tidak langsung anemia diantaranya adalah:
kualitas dan kuantitas diet makanan tidak adekuat, sanitasi
lingkungan dan makanan yang buruk, layanan kesehatan yang buruk
dan perdarahan akibat menstruasi, kelahiran, malaria, parasit :
cacing tambang dan schistosomiasis, serta trauma.
Diet yang tidak berkualitas dan ketersediaan biologis besinya
rendah merupakan faktor penting yang berperan dalam anemia
defisiensi besi. Pola menu makanan yang hanya terdiri dari sumber
karbohidrat, seperti nasi dan umbi-umbian, atau kacang-kacangan,
tergolong menu rendah (penyerapan zat besi 5%). Pola menu ini
sangat jarang atau sedikit sekali mengandung daging, ikan, dan
sumber vitamin C. Terdapat lebih banyak bahan makanan yang
mengandung zat penghambat zat absorpsi besi, seperti fitat, serat,
tannin, dan fostat dalam meni makanan ini (Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat, 2008). Adanya kepercayaan yang
merugikan seperti permasalahan pemenuhan nutrisi pada ibu nifas
yang masih sering dijumpai yaitu banyaknya yang berpantang
terhadap makanan selama masa nifas, misalnya makan daging, telur,
ikan, kacang-kacangan dll, yang beranggapan bahwa dengan makan
makanan tersebut dapat menghambat proses penyembuhan luka
setelah melahirkan juga dapat menimbulkan anemia.
Layanan kesehatan yang buruk dan hygiene sanitasi yang
kurang akan mempermudah terjadinya penyakit infeksi. Infeksi
mengganggu masukan makanan, penyerapan, penyimpanan serta
penggunaan berbagai zat gizi, termasuk besi. Pada banyak
masyarakat pedesaan dan daerah urban yang kumuh dimana sanitasi
lingkungan buruk, angka kesakitan akibat infeksi, virus dan bakteri
tinggi. Dalam masyarakat tersebut, makanan yang dimakan
mengandung sangat sedikit energy. Kalau keseimbangan zat besi
terganggu, episode infeksi yang berulang-ulang dapat menyebabkan
terjadinya anemia.
3. Sebab mendasar
a. Pendidikan yang rendah
Anemia gizi lebih sering terjadi pada kelompok penduduk
yang berpendidikan rendah. Kelompok ini umumnya kurang
memahami kaitan anemia dengan faktor lainnya, kurang
mempunyai akses mengenai informasi anemia dan
penanggulangannya, kurang dapat memilih bahan makanan yang
bergizi khususnya yang mengandung zat besi relatif tinggi dan
kurang dapat menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PATOLOGIS


PADA NY.C UMUR 21 TAHUN P2A0 DENGAN ANEMIA SEDANG
DI RSUD BUNG KARNO SURAKARTA

PENGKAJIAN
Tanggal : Senin, 02 April 2022 Jam : 10.10 WIB
IDENTITAS PASIEN
Ibu Suami
Nama : Ny. C Tn. S
Umur : 21 tahun 23 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMK SMK
Pekerjaan : Karyawan Swasta Karyawan Swasta
Suku bangsa : Jawa Jawa
Alamat : Dk. Jati 06/04 Cemani
Grogol
:
I. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan utama :
Ibu masih merasa lelah, nyeri luka jahitan dan khawatir dengan keadaannya
2. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, pernikahan pertama, umur saat menikah 20 tahun, lamanya
pernikahan ± 20 tahun
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu :
Kehamilan Persalinan Nifas Keadaan
Tahun Keluhan/ Jenis/Tempat ASI anak
JK/BB Penyulit IMD Penyulit
Penyakit persalinan Eksklusif sekarang

2013 - Normal/Bidan Pr/3200gr - Ya - Ya Hidup


2017 - Normal/RS Pr/2900gr - Ya - Ya Ya
Hamil
ini
4. Riwayat KB
Ibu mengtakan pernah menggunakan KB suntik 3 bulan
5. Riwayat Kesehatan : Ibu tidak memiliki riwayat penyakit berat, turunan dan
menular seperti jantung, darah tinggi, penyakit gula,
turunan kembar, asma, TBC dan penyakit HIV.
6. Riwayat Persalinan Terakhir
a. Keadaan Ibu :
1) Masa nifas dan menyusui 0 hari
2) Persalinan di tolong oleh Bidan di RS
3) Jenis persalinan normal, pervaginam
4) Terdapat komplikasi persalinan yaitu Retensio sisa plasenta dan
perdarahan
5) Proses persalinan
b. Keadaan bayi
1) Tanggal lahir : 02 April 2022 Pukul 09.45 WIB
2) Antopometri : BB 3345 g. PB 52 LK/LD 31/34 cm dan LILA 11 cm
3) Keadaan secara umum : baik, bayi lahir spontan pervaginam langsung
menangis, warna kulit kemerahan, tonus otot aktif
4) Rawat gabung : Iya. Bayi dilakukan rawat gabung dengan ibu dan
langsung dilakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) pada 1 jam pertama.
7. Kebutuhan Fisik
a. Nutrisi
1) Makan : makan ibu 3x1 hari dengan porsi cukup dan menu gizi
seimbang dan sering ngemil makanan
2) Minum : ibu minum >10 gelas perhari minum air putih, susu
b. Eliminasi
1) BAK : ibu baru BAK sebanyak 4x1 hari. Warna urine kuning, bau
khas urin.
2) BAB : ibu BAB 1 hari sekali.
c. Personal hygiene : ibu mandi 1x1 hari
8. Riwayat perkawinan : ibu sudah menikah selama 20 tahun dan ini merupakan
pernikahan yang pertama. Ibu menikah pada usia 20 tahun. Suami berperan
dalam pengambilan keputusan keluarga.
9. Psikologi, Sosio dan Spiritual : penerimaan ibu terhadap kelahiran bayi sangat
senang dan bahagia begitupun tanggapan dari keluarga. Bahkan keluarga
sangat mendukung untuk pemberian ASI secara eksklusif.
10. Pengetahuan : ibu mendapatkan pengetahuan masa nifas dari sejak kehamilan dari
ibu KIA dan penyuluhan dari tenaga kesehatan
II. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran umum : Sedang Tensi : 120/80 mmHg
BB terakhir : 58 kg Nadi : 86 x/m
TB : 151 cm Suhu : 36,5 oC
LILA : 21 cm Respirasi : 24 x/m
2. Pemeriksaan fisik
Kepala : kepala simetris, tidak terdapat benjolan, kulit kepala bersih,
rambut tidak rontok.
Mata : mata simetris, sklera putih, konjungtiva pucat, tidak ada
pengeluaran cairan abnormal
Hidung : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada gangguan jalan nafas,
tidak ada pengeluaran cairan abnormal
Mulut : mulut simetris, tidak ada stomatitis, gigi tidak ada yang
berlubang
Telinga : telinga simetris, tidak ada benjolan dan pengeluaran cairan
abnormal
Leher : tidak ada pembengkakan vena jugularis, tidak ada
pembengkakan kelenjar getah bening dan pembengkakan tiroid
Dada : dada simetris, tidak ada tarikan dinding dada.
Payudara : payudara simentris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan,
areola hiperpigmentasi, puting susu menonjol, ASI keluar cukup
banyak.
Abdomen : tidak terdapat luka parut, tinggi fundus uteri 3 jari dibawah
pusat, kandung kemih tidak penuh.
Ekstermitas
Atas : tampak tangan kanan di infus cairan RL 500 cc 20 tetes per
menit, pucat dan tidak ada oedema
Bawah : pucat, tidak ada oedema dan tidak ada varises, reflek patela +/+,
tidak ada tanda tromboplebitis.
Genitalia : terdapat luka jahitan di perineum dalam keadaan baik
Anus : tidak ada hemoroid
3. Pemeriksaan penunjang
Hb : 7 g/dL (02 April 2022)

III. ANALISIS DATA


NY. C 21 tahun P2A0 post partum hari ke-1 dengan anemia sedang

IV. PENATALAKSAAN
Tanggal : 02 April 2022 Jam : 10.30 WIB
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan asuhan yang
diberikan.
Rasionalisasi : pemberian informasi hasil pemeriksaan pada pasien
merupakan hak pasien untuk mengetahui keadaan dirinya.
Hasil : Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan asuhan yang akan diberikan.
2. Menginformasikan pada ibu dan keluarga bahwa ibu mengalami Anemia
sedang dengan menunjukkan hasil pemeriksaan lab Hb dan perlu dilakukan
transfusi darah pada pukul 07.00. Transfusi PRC 2 kolf premedikasi
Dexamethasone 1 ampul. Dilanjutkan 1 kolf kedua jam 10.30 – 13.00 WIB.
Rasionalisasi : ibu mengerti dan bersedia dilakukan transfusi darah
3. KIE kepada ibu untuk pemberian ASI kepada bayi sesering mungkin. Ibu
mengerti.
Rasionalisasi : pemberian KIE kepada ibu untuk memberikan ASI kepada
bayi sesering mungkin sebagai pencegahan penyakit kuning.
Hasil : ibu mengerti dan paham pemberian ASI sesering mungkin sebagai
pencegahan penyakit kuning dan ibu ingin memberikan ASI Eksklusif.
4. Menganjurkan kepada ibu untuk pemberian ASI kepada bayi secara on
demand
Rasionalisasi : pemberian KIE kepada ibu untuk memberikan ASI kepada
bayi sesering mungkin atau on demand bertujuan agar kebutuhan nutrisi
bayi tercukupi.
Hasil : ibu mengerti
5. Menginformasikan ibu untuk pola makan dan pola istirahat. Terutama
meningkatkan konsumsi protein tinggi.
Rasionalisasi : pemenuhan nutrisi ibu mendukung dalam produksi ASI dan
proses penyembuhan ibu. Pola istirahat memberikan kesempatan bagi ibu
untuk beristirahat sehingga dapat optimal dalam pemberian asuhan bagi
bayi.
Hasil : Ibu mengerti.
6. Memberitahukan ibu dan keluarga tanda bahaya masa nifas.
Rasionalisasi : pengetahuan ibu untuk mengetahui tanda bahaya nifas
menjadi screening/deteksi dini sendiri pencegahan tanda bahaya nifas.
Hasil : ibu mengerti dan dapat menjelaskan tanda bahaya nifas seperti
perdarahan, demam, payudara bengkak dan pusing.
7. Memberikan terapi oral atas advis dokter yaitu Amoxicillin 3x500mg, Asam
mefenamat 3x500mg, SF (Ferrous Sulfate) 2x1, dan Vitamin A 1x1.
Rasionalisasi : tablet oral diberikan untuk mempercepat penyembuhan ibu.
Asam mefenamat diberikan untuk mengurangi rasa sakit ibu, Amoxicillin
diberikan sebagai antibiotic, dan SF diberikan sebagai obat penambah darah
ibu karena Hb ibu < 11 g/Dl, dan Vitamin A untuk memperoleh ASI yang
berkualitas serta dapat mempercepat pemulihan saat setelah melahirkan.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian asuhan kebidanan yang telah dilakukan pada NY. C dari
pengkajian data subjektif dan objektif didapatkan NY. C usia 21 tahun P2A0
postpartum dengan anemia sedang. Selain itu, NY. C merasa cemas dengan
kondisinya sekarang. Penatalaksanaan asuhan sudah sesuai dengan standar asuhan
kebidanan pada NY. C usia 21 tahun P2A0 postpartum dengan anemia sedang yaitu
memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga,
berkolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian terapi oral tablet penambah
darah dan transfusi darah.
Terkait asuhan yang dilakukan pada NY. C penulis tertarik untuk membahas dua
topik masalah yaitu anemi sedang pada ibu nifas.
B. Urutan Prioritas Masalah
Dari ke dua topik asuhan yang telah ditentukan, penulis melakukan analisis
urgensi masalah dengan menggunakan metode USG yakni:
1. Urgency (dilihat dari ketersediaan waktu, mendesak atau tidaknya masalah
tersebut diselesaikan).
2. Seriousness (tingkat keseriusan masalah).
3. Growth (tingkat perkembangan masalah).
Berdasarkan penilaian dengan menggunakan skala likert yakni poin 1 (sangat
kecil), 2 (kecil), 3 (sedang), 4 (besar), dan 5 (sangat besar) ditemukan hasil
penilaian sebagai berikut.
U S G
Masalah Total
(Urgency) (Seriousness) (Growth)
Anemia 5 5 5 15
C. Analisis Penyebab Masalah
Anemia dalam masa nifas merupakan lanjutan daripada anemia yang diderita
saat kehamilan, yang menyebabkan banyak keluhan bagi ibu dan mengurangi
presentasi kerja, baik dalam pekerjaan rumah sehari-hari maupun dalam merawat bayi
(Wijanarko, 2010). Pengaruh anemia pada masa nifas adalah terjadinya subvolusi uteri
yang dapat menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium,
pengeluaran ASI berkurang dan mudah terjadi infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005).
Praktik ASI tidak eksklusif diperkirakan menjadi salah satu prediktor kejadian anemia
setelah melahirkan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Pengeluaran
ASI berkurang, terjadinya dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan dan
mudah terjadi infeksi mamae. Di masa nifas anemia bisa menyebabkan rahim susah
berkontraksi, ini dikarenakan darah tidak cukup untuk memberikan oksigen ke Rahim.
a. Penanganan anemia dalam nifas adalah sebagai berikut:
1) Lakukan pemeriksaan Hb post partum, sebaiknya 3-4 hari setelah anak lahir.
Karena hemodialisis lengkap setelah perdarahan memerlukan waktu 2-3 hari.
2) Tranfusi darah sangat diperlukan apabila banyak terjadi perdarahan pada waktu
persalinan sehingga menimbulkan penurunan kadar Hb < 5 gr (anemia pasca
perdarahan).
3) Anjurkan ibu makan makanan yang mengandung banyak protein dan zat besi
seperti telur, ikan, dan sayuran.
D. Alternatif Pemecahan Masalah
Dari permasalahan di atas ditemukan salah satu akar permasalahan ialah riwayat
perdarahan postpartum. Oleh karena itu, alternatif pemecahan masalahnya adalah
berkolaborasi dengan dokter memberikan tindakan terapi oral tablet penambah darah,
dan dilakukan transfuse darah karena SOP di RS dilakukan transfuse darah untuk
pasien yang Hb nya < 7 g/dl.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia ringan melalui pendekatan
management Varney dengan tahap-tahap manajemen asuhan kebidanan terdiri
dari pengkajian, interpretasi data, diagnosa/masalah potensial, tindakan antisipasi,
intervensi, implementasi, dan evaluasi. Sistem pendokumentasian dilakukan
dengan SOAP. Berdasarkan tinjauan kasus yang telah dibuat asuhan kebidanan
ibu nifas dan menyusui pada NY. C 21 tahun P2A0 Postpartum dengan anemia
sedang, dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Pada pengkajian didapatkan data subyektif berdasarkan data yang telah
didapat melalui anamnesis pada Ny.R
2. Pada pengkajian didapatkan data objektif berdasarkan data yang telah didapat
melalui pemeriksaan fisik dan pengkajian pada Ny.R
3. Pada analisa data didapatkan diagnosa kebidanan NY. C 21 tahun P2A0
Postpartum dengan anemia sedang.
4. Pada kasus NY. C tersebut, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang
dibuat berdasarkan masalah yang dirasakan ibu dimana perencanaan ini
dibuat untuk memberikan asuhan kepada ibu nifas dan menyusui sesuai
masalah yang dirasakan ibu, dilaksanakan sesuai rencana dan evaluasi yang
didapatkan untuk bagaimana hasilnya.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar menjadi tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan pada asuhan
kebidanan pada ibu nifas dengan komplikasi.
2. Bagi Klien dan Keluarga
Agar Klien lebih mengetahui dan memahami proses masa nifas secara
fisiologis maupun psikologis, serta masalah pada masa nifas
3. Bagi Lahan Praktik
Hasil penulisan dapat memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk
lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu menjaga
mutu pelayanan.
4. Bagi Masyarakat
Agar menambah informasi kepada masyarakat tentang masa nifas dari segi
biologis dan psikologis serta masalah pada masa nifas.
CRITICAL APPRAISAL

INTRAVENOUS IRON IN POSTPARTUM ANEMIA

A. Apakah Hasil Penelitian Valid?


1. Apakah pasien pada penelitian dirandomisasi?
Ya, penelitian tersebut bersifat random.
Abstrak : 40 wanita dengan anemia postpartum dengan hemoglobin
(Hb) kurang dari 7 g/dl dalam waktu 48 jam postpartum diacak
menjadi dua kelompok.
Metode : Penelitian ini merupakan uji coba acak dan tidak tersamar.
Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan
Ginekologi dari Government Medical College, Haldwani,
Nainital.
2. Apakah semua pasien yang masuk dalam kelompok control dan
eksperimen dicatat dengan benar dan dikaitkan dengan
kesimpulannya?
Ya, pasien dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen dicatat
dengan benar dan dikaitkan dengan hasil penelitian. Hal ini dibuktikan
pada data awal penelitian, dicatat secara lengkap pada tabel 1 yang
berisikan karakteristik subjek eksperimen.
3. Apakah follow-up kepada pasien cukup panjang dan lengkap?
Ya, pasien di follow up dengan jelas dan panjang. Dibuktikan dengan
pemberian itervensi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium.
4. Apakah pasien dianalisis di dalam grup di mana mereka
dirandomisasi?
Ya, pasien dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen
dianalisis dalam grup dimana mereka dirandomisasi. Hal ini dibuktikan
pada data awal penelitian, dicatat secara lengkap pada tabel selanjutnya
dilakukan pengkajian baik untuk menilai outcome.
5. Apakah pasien, klinisi, dan peneliti blind terhadap terapi?
Tidak, pada penelitian ini tidak terdapat sistem blind, sebab setiap pasien
dan klinisi/peneliti telah mengetahui program apa yang akan dilakukan
oleh pasien.
6. Apakah grup pasien diperlakukan sama, selain dari terapi yang
diberikan?
Ya, setiap grup mendapat intervensi yang sama.
7. Apakah karakteristik grup pasien sama pada awal penelitian?
Ya, karakteristik pasien sama dari pengkajian awal.
B. Apa Hasil dari Penelitian Tersebut ?
1. Seberapa penting hasil penelitian ini ?
Penelitian ini penting sebab dapat menjadi referensi dalam memberi asuhan
pada perempuan anemia dalam masa nifas. Ditinjau dari perbandingan dua
kelompok yaitu terapi oral dan terapi intravena kemudian hasil disimpulkan
dari dua kelompok tersebut manakah yang paling efektif untuk digunakan
sebagai asuhan. Dan didapatkan hasil bahwa pemberian terapi transfusi
darah atau intravenous iron merupakan intervensi paling efektif untuk ibu
nifas dengan anemia.
C. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable
(dapat diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
1. Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita?
Ya, hasil tersebut sangat dapat diterapkan pada pasien kita.
2. Apakah hasilnya mungkin dikerjakan di tempat kerja kita?
Hasil penelitian cocok jika dilakukan di lingkungan praktek lahan.
3. Apakah kita dan pasien kita mempunyai penilaian yang jelas dan tepat
akan value dan preferensi pasien kita?
Ya, pasien telah memahami value dari penanganan anemia
4. Apakah value dan preferensi pasien kita dipenuhi dengan terapi yang
akan kita berikan?
Ya
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah.

Ambarwati, W. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas . Yogyakarta: Nuha Medika.

Jain, G., Palaria, U., & Jha, S. K. (2013). Intravenous iron in postpartum anemia. The
Journal Of obstetrics and gynecology of India, 63(1) 45 - 58.

Maritalia, D. (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Marmi. 2012. Asuan Kebidanan Pada Masa Nifas “Peurperium Care”. Yogyakarta:
pustaka pelajar.

Nugraheny, E. (2009). Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta: Pustaka Rihana.

Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Prawirohardjo, S. (2016). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Soebroto, I. (2010). Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta: Bangkit.

Waryana. (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihana.

Wijanarko. (2010). Anemia Dalam Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Anda mungkin juga menyukai