PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia menjadi masalah kesehatan utama pada negara berkembang,
anemia dalam kehamilan menyebabkan terjadinya morbiditas dan mortalitas pada
ibu dan bayi. Anemia pada ibu hamil disebut “potensial danger to mother and
child” (potensial membahayakan ibu dan anak). Menurut Depkes RI tahun 2009
anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko perdarahan sebelum dan pada saat
persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi jika ibu hamil
menderita anemia yang berat.
World Health Organization (WHO) 2010 tercatat 41,8% kematian ibu di
negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Angka kematian
ibu merupakan suatu indikator dalam menentukan keberhasilan upaya kesehatan
ibu. Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi
mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap
perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas
(Kemenkes RI, 2016). Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih menjadi
masalah kesehatan di Indonesia, berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) tahun 2015 mencatat bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 305
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup Profil (Kesehatan Indonesia, 2016).
Berdasarkan hasil evaluasi Millenium Development Goals (MDGs) pada
tahun 2015 lalu angka tersebut masih jauh dari target, yaitu menurunkan AKI
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Karena target yang masih jauh maka
dibentuk Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai hasil kesepakatan
global dan lanjutan program MDGs sebagai bentuk upaya mencapai target
pengurangan AKI yaitu hingga dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2030 mendatang (Kemenkes RI, 2015).
Menurut Kemenkes RI, 2017 prevalesi anemia di Indonesia sebesar 36.4%
pada ibu hamil perkotaan dan 37.8% pada ibu hamil di perdesaan, ibu hamil
dengan anemia kekurangan zat besi, sangat membahayakan bagi ibu dan bayi, ibu
yang menderita anemia sangat berpeluang besar meningkatkan angka kematian
ibu dibandingkan dengan ibu tidak anemia. Dari Data Profil Kesehatan Provinsi
1
2
Riau Pada tahun 2014 AKI 124.5 per 1000 kelahiran hidup (Diskes Riau, 2014).
Penyebab AKI di Provinsi Riau yaitu perdarahan pasca persalinan (33%) salah
satu penyebab dari perdarahan diakibatkan dari kejadian anemia saat kehamilan,
hipertensi dalam kehamilan (31%) dan penyebab lain-lain (28%) (Diskes Riau,
2016).
Laporan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS-KIA) angka kejadian
anemia di Puskesmas Karya Wanita pada tahun 2018 tercatat 56 dari 1009 orang
jumlah sasaran ibu hamil mengalami anemia dan angka ini meningkat pada Tahun
2019 yaitu sebanyak 196 dari 1012 orang jumlah sasaran ibu hamil. Skrining dini
anemia, konseling dan pemberian tablet Fe dapat diperoleh selama asuhan
Antenatal Care. Selain itu, kunjungan ANC bertujuan memberikan informasi
kesehatan essensial bagi ibu hamil salah satunya adalah informasi tentang
pemenuhan nutrisi zat besi (Sulistyoningsih, 2011).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
pada ibu hamil dengan paritas risiko tinggi terdapat 87%. Pada ibu hamil
yang mempunyai paritas > 3 ibu telah banyak melahirkan yang menyebabkan
fungsi organ produksi mengalami kemunduran dan bila ibu tidak
memperhatikan pola makannya yang seimbang disertai mengkomsumsi tablet
Fe dapat menimbulkan anemia pada ibu hamil yang akan beresiko terhadap
ibu maupun janinnya dan akan berakibat pada proses persalinan nantinya.
Hasil penelitian Salmariantity tahun 2012 yang berjudul. “ Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Gajah Mada Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir” dari 47 ibu
hamil 36 (75,0%) ibu hamil dengan paritas berisiko mengalami anemia
sedangkan ibu hamil dengan paritas tidak berisiko 11 (45,8%) yang
mengalami anemia, hasil dari uji statistik hubungan antara paritas dengan
kejadin anemia pada ibu hamil dengan terbukti signifikan (p= 0,029) yang
artinya ibu yang mempunyai jumlah anak bersiko berpeluang tinggi
terjadinnya anemia.
Hubungan kadar Hb dengan paritas dalam Hasil survei SKRT, 2005
menunjukan bahwa prevalensi anemia ringan terjadi pada ibuyang memiliki
paritas 1-4 lebih tinggi dari pada paritas 0 yaitu 70,5% sedangkan prevelensi
anemia berat pada ibu yang memiliki paritas 0 sebesar 2,9%, ibu yang
memiliki paritas 1-4 sebesar 3,5% dan dan ibu yang memiliki paritas > 5
sebesar 7,6%. Dari peningkatan prevelensi tersebut dapat disimpulkan bahwa
semakin sering wanita mengalami kehamilan maka semakin beresiko
mengalami anemia ringan maupun berat.
Menurut Arisman, 2009 paritas menyebabkan meningkatnya
metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi zat besi meningkat.
Peningkatan kebutuhan energi dan zat besi tersebut diperlukan untuk tumbuh
dan kembang janin. Apabila cadangan besi didalam tubuh kurang maka
kehamilan akan menguras persediaan besi didalam tubuh, sehingga dengan
patitas tinggi beresiko menimbulkan anemia.
Seorang ibu yang sering melahirkan juga mempunyai resiko
mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memerhatikan
11
kebutuhan nutrisi, karena selama kehamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu
dan untuk janin yang dikandungnya (Proverawati, 2009).
c. Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan adalah suatu pertimbangan menentukan kehamilan
pertama dengan kehamilan berikutnya (Kemenkes RI, 2006). Menurut
BKKBN, 2007 jarak kehamilan dekat meningkatkan resiko pada ibu hamil
seperti anemia dan berbagai penyulit saat persalinan kerena kondisi rahim ibu
belum pulih sempurna.
Setiap kehamilan akan menyebabkan cadangan zat besi berkurang
oleh karena itu pada setiap akhir kehamilan diperlukan waktu 2 tahun untuk
mengembalikan cadangan zat besi ketingkat normal dengan syarat bahwa
selama masa tenggang waktu tersebut kesehatan dan gizi dalam kondisi baik.
Maka sebaiknya jarak persalinan terakhir dengan jarak persalinana berikutnya
minimal 2 tahun. Dengan adanya tenggang waktu diharapkan ibu dapat
mempersiapkan keadaan fisiknya dengan cara melengkapi dengan memakan
makanan yang mengandung protein dan zat besi serta gizi tinggi untuk
menghindari terjadinya anemia, disamping itu memberikan kesempatan
organ-organ tubuh untuk memulihkan fungsi faal maupun anatomisnya
( Manuaba,2007).
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya defisiensi
gizi pada ibu hamil adalah jarak kehamilan yang terlalu pendek yaitu < 18
bulan (Whitney, 2006). Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat
menyebabkan cadangan besi ibu belum pulih akibat terkuras untuk kebutuhan
janin yang dikandung(Prawirohardjo, 2013). Salah satu penyebab kematian
masih banyak dijumpai salah satunya karena jarak kehamilan yang < 2 tahun
dimana keadaan rahim belum terlalu pulih dan kondisi kesehatan belum
dalam optimal (Manuaba, 2002).
Menurut Hasil dari penelitian Yunita Sri tahun 2017 yang berjudul. “
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil
Trimester III Di Puskesmas Umbulharjo II “ dari 45 ibu hamil trimester III
terdapat paling banyak 35 (71,1%) ibu hamil trimester III yang mengalami
anemia dengan resiko tinggi (> 2th) dengan presentasi 18 ( 40%) sedangkan
12
sesuai dengan pedoman antenatal care (ANC) oleh Depkes RI. Menurut
Dinkes Riau, 2016 , pemeriksaan kehamilan ANC bertujuan untuk :
1. Timbang berat badan dan pengukuran tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
4. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus
teksoid sesuai status imunisasi.
5. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet besi selama kehamilan.
6. Penentuan pesentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
7. Penatalaksanaan temuwicara (pemberian komunikasi interpersonal dan
konseling, termasuk keluarga berencana (KB).
8. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah
9. (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila
belum pernah dilakukan sebelumnya); dan.
10. Tatalaksana kasus.
Cakupan pelayanam antenatal dapat dipantau melalui kunjungan ibu
hamil sesuai standar minimal 4 kali kunjungan dengan distribusi satu kali
pada trimester pertama (K1), satu kali pada trimester dua (K2), 2 kali pada
trimester ketiga (K4). Pada saat ANC ibu mendapatkan pendidikan kesehatan
mengenai gizi dan tambahan makanan, personal hygien. Pada saat
pemeriksaan ibu mendapat tablet tambah darah pemberian tablet tambah besi
minimal 90 hari, dengan tujuan untuk memperkecil terjadinya anemia semasa
kehamilan.
i. Konsumsi Suplementasi Besi
Pemberian tablet Fe selama kehamilan merupakan salah satu standar
kualitas pelayanan antenatal care (ANC). Dimana jumlah suplemen besi yang
diberikan selama kehamilan ialah 90 tablet (Fe3). Zat besi merupakan mineral
yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin).
Pada ibu hamil, zat besi memeliki peranan yang cukup penting untuk
pertumbuhan janin. Selama kehamilan, asupan zat besi harus ditambah
mengingat selama kehamilan volume darah pada tubuh ibu jugameningkat.
Asupan zat besi yang diberikan oleh ibu hamil kepada janinnya melalui
16
BAB 3
RENCANA KEGIATAN
22 Nov 2019
5 Desember 2019
8 Desember 2019
13 Desember 2019
1. a. Pembekalan residensi
pertama
b. Proses Administrasi
perizinan residensi ke
Akademik
8. a. Melakukan penyuluhan
kesehatan tentang anemia
pada kehamilan
b.Melakukan pemeriksaan
19
BAB 4
PENUTUP
LAMPIRAN