Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia menjadi masalah kesehatan utama pada negara berkembang,
anemia dalam kehamilan menyebabkan terjadinya morbiditas dan mortalitas pada
ibu dan bayi. Anemia pada ibu hamil disebut “potensial danger to mother and
child” (potensial membahayakan ibu dan anak). Menurut Depkes RI tahun 2009
anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko perdarahan sebelum dan pada saat
persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi jika ibu hamil
menderita anemia yang berat.
World Health Organization (WHO) 2010 tercatat 41,8% kematian ibu di
negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Angka kematian
ibu merupakan suatu indikator dalam menentukan keberhasilan upaya kesehatan
ibu. Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi
mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap
perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas
(Kemenkes RI, 2016). Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih menjadi
masalah kesehatan di Indonesia, berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) tahun 2015 mencatat bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 305
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup Profil (Kesehatan Indonesia, 2016).
Berdasarkan hasil evaluasi Millenium Development Goals (MDGs) pada
tahun 2015 lalu angka tersebut masih jauh dari target, yaitu menurunkan AKI
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Karena target yang masih jauh maka
dibentuk Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai hasil kesepakatan
global dan lanjutan program MDGs sebagai bentuk upaya mencapai target
pengurangan AKI yaitu hingga dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2030 mendatang (Kemenkes RI, 2015).
Menurut Kemenkes RI, 2017 prevalesi anemia di Indonesia sebesar 36.4%
pada ibu hamil perkotaan dan 37.8% pada ibu hamil di perdesaan, ibu hamil
dengan anemia kekurangan zat besi, sangat membahayakan bagi ibu dan bayi, ibu
yang menderita anemia sangat berpeluang besar meningkatkan angka kematian
ibu dibandingkan dengan ibu tidak anemia. Dari Data Profil Kesehatan Provinsi

1
2

Riau Pada tahun 2014 AKI 124.5 per 1000 kelahiran hidup (Diskes Riau, 2014).
Penyebab AKI di Provinsi Riau yaitu perdarahan pasca persalinan (33%) salah
satu penyebab dari perdarahan diakibatkan dari kejadian anemia saat kehamilan,
hipertensi dalam kehamilan (31%) dan penyebab lain-lain (28%) (Diskes Riau,
2016).
Laporan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS-KIA) angka kejadian
anemia di Puskesmas Karya Wanita pada tahun 2018 tercatat 56 dari 1009 orang
jumlah sasaran ibu hamil mengalami anemia dan angka ini meningkat pada Tahun
2019 yaitu sebanyak 196 dari 1012 orang jumlah sasaran ibu hamil. Skrining dini
anemia, konseling dan pemberian tablet Fe dapat diperoleh selama asuhan
Antenatal Care. Selain itu, kunjungan ANC bertujuan memberikan informasi
kesehatan essensial bagi ibu hamil salah satunya adalah informasi tentang
pemenuhan nutrisi zat besi (Sulistyoningsih, 2011).

1.2 Tujuan Residensi


Tujuan dari Residensi ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya anemia dan melakukan pengelolaan masalah anemia pada ibu hamil di
Puskesmas Karya Wanita Tahun 2019.

1.3 Manfaat Residensi


1. Bagi Mahasiswa
a. Dengan adanya Residensi ini mahasiswa mampu menerapkan teori
tentang Kesehatan Reproduksi yang telah diperoleh selama menjalani
perkuliahan.
b. Mendapatkan pengalaman nyata dengan terlibat secara langsung di
lapangan.
c. Mendapatkan ide untuk bisa dijadikan sebagai topik dalam penulisan
tesis.

2. Bagi Puskesmas Karya Wanita


a. Sebagai masukan, informasi, dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas
Karya Wanita dalam melaksanakan Program untuk menurunkan
3

Anemia. Terutama dalam melakukan pencapaian penurunan Anemia


pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Karya Wanita Kota
Pekanbaru.
b. Mendapat informasi tentang Program Studi Kesehatan Masyarakat
STIKes Hang Tuah Pekanbaru, sehingga terbuka peluang kerjasama
lebih lanjut dalam bidang penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.

3. Bagi Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat STIKes Hang


Tuah Pekanbaru
a. Dapat dijadikan acuan untuk melakukan evaluasi pemberian materi
kuliah dan pembekalan kepada mahasiswa, sehingga mempunyai
informasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
b. Dapat dijadikan sebagai sumber data dan informasi yang lengkap di
tempat residensi dilaksanakan.
c. Terjalinnya hubungan kerjasaam yang saling menguntungkan bagi
Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat dengan instansi
tempat residensi.
d. Mempunyai bahan kajian dan studi kasus yang dapat disajikan kepada
angkatan selanjutnya.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Anemia Pada Kehamilan


Anemia adalah keadaan menurunnya kadar hemoglobin (< 11gr/dl) anemia
dalam kehamilan dapat memperburuk dan diperburuk oleh kehamilan itu sendiri
(Irianti, 2013).
Anemia ialah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya
hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-
organvital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi
anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10.5 sampai 11.0 g/dl
(Tarwoto, 2013). Anemia dalam kehamilan di Indonesia masih tinggi, dengan
angka nasional 65% yang setiap daerah mempunyai variasi berbeda (Manuaba,
2005).
Anemia pada ibu hamil menurunkan kemampuan metabolisme tubuh,
sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim akan terganggu.
Anemia dapat menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan karena
melemahnya kontraksi rahim, meningkatkan resiko melahirkan bayi berat badan
lahir rendah, dan pada anemia berat dapat menyebabkan kematian ibu dan janin
( Rukiyah, 2010).
Menurut WHO Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah kurang dari normal, berdasar kelompok umur, jenis kelamin dan
kehamilan. berdasarkan batas normal kadar Hb dalam darah dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 2.1 Kadar HB


Kelompok Umur Hemoglobin

Anak-anak 6-59 bulan 11,0 g/dl


5-11 tahun 11,5 g/dl
12-14 tahun 12,0 g/dl
5

Dewasa Wanita > 15 tahun 12,0 g/dl


Wanita Hamil 11.0 g/dl
Laki – laki > 15 13.0 g/dl

2.2 Patofisiologis Anemia Pada Ibu Hamil


Patofisiologis anemia dalam kehamilan adalah pada ibu hamil darah akan
bertambah sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan, yang lazim disebut
hidremia atau hipervolemia. Pertambahan sel darah pada saat hamil yang kurang
dan jumlah plasma yang meningkat menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah karena perubahan
sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan perubahan payudara.
Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester 2 kehamilan dan
maksimum terjadi bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1.000 ml, menurun sedikit
menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus Secara fisiologis,
pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin
berat dengan adanya kehamilan. (Prawirohardjo, 2013).

2.3 Penyebab Anemia


Sebahagian besar penyebab anemia terbesar di Indonesia memang
penyebabnya adalah kekurangan zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur gizi
yang merupakan komponen pembentukan Hb, sehingga sebagian besar kasus
anemia pada ibu disebabkan oleh defisiensi besi. Hal ini penting dilakukan
pemeriksaan untuk anemia pada kunjungan pertama kehamilan, bahkan jika tidak
mengalami anemia pada kunjungan pertama, masih kemungkinan mengalami
anemia pada kehamilan lanjutnya ( Proverawati, 2011).
Penyebab terjadinya defisiensi besi pada ibu hamil disebabkan oleh 2
faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Penyebab secara langsung,
anemia disebabkan perdarahan hebat, akut (mendadak), kecelakaan, pecah
pembuluh darah, kanker atau polip disaluran pencernaan, pembesaran limpa,
kurang zat besi, kronik menahun, infeksi parasit (Winarsih, 2018). Penyebab tidak
6

langsung Usia ibu, jarak kehamilan. Paritas, status ekonomi, pengtahuan,


pendidikan dan kunjungan ANC (Mochtar, 1998 ).
Secara umum anemia pada kehamilan disebabkan oleh (Prawirohardjo,
2013) :
a. Meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin.
b. Kurangnya asupan zat besi yang di konsumsi oleh ibu hamil.
c. Pola makan ibu yang terganggu akibat mual selama kehamilan.
d. Adanya kecendrungan rendahnya cadangan zat besi (Fe) pada wanita
diakibatkan karena persalinan sebelumnya dan menstruasi.

2.4 Dampak Anemia Dalam Kehamilan


Pengaruh anemia terhadap kehamilan dapat menimbulkan masalah seperti
berikut ( Manuaba, 2004) :
a. Saat kehamilan
1) Tumbuh kembang janin terlambat dengan berbagai manifestasi klinisnya.
2) Menimbulkan hipertensi gravidarum dan gestosis.
3) Abortus.
4) Menimbulkan prasenta previa.
5) Dapat menimbulkan sulosio plasenta.
b. Saat persalinan
1) Persalinan berlangsung lama.
2) His terganggu.
3) Perdarahan.
4) Bayi lahir belum waktunya.
5) Sering terjadi fetal distress.
6) Persalinan dengan tindakan operasi.
7) Terjadi emboli ketuban.
c. Saat post partum
1) Antonia uteri.
2) Terjadi perdarahan post partum.
3) Mudah terinfeksi puerperium.
4) Subinvolusi uteri.
7

5) Bayi lahir dengan anemia.


6) Bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).

2.5 Penanganan Anemia Pada Kehamilan


Menurut Prawirohardjo, 2013 anemia pada kehamilan dilihat dari derajat
anemia yaitu:
a. Anemia Ringan
Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10gr% masih dianggap ringan
sehingga hanya perlu diberikan kombinasi 60 mh/hari zat besidan 500 mg
asam folat peroral sekali sehari jika tidak ditanganin akan menjadi anemia
sedang.
b. Amenia Sedang
Pengobatan dapat dimulai dengan prefat besi 600-1000 mg/hari seperti
sulfat ferrosus atau glukonas ferrosus. Jika tidak ditanganin dengan segera
akan menjadi anemia berat.
c. Anemia Berat
Pemberian prefarat parenteal yaitu dengan ferum dexrim sebanyak
1000 mg (20 ml) intramuskuler. Transfusi darah pada kehamilan lanjut dapat
di berikan walaupun sangat jarang dilakukan mengingat resiko tranfuse bagi
ibu dan janin.

2.6 Tanda dan Gejala Pada Ibu Hamil Dengan Anemia


Gejala anemia yang dialami ibu hamil menurut (Morgan, 2009) :
a. Keletihan , malaise atau mudah ngantuk .
b. Pusing atau lemah.
c. Lesi pada mulut dan lidah .
d. Anoreksia, mual dan muntah.
e. Kulit pucat.
f. Mukosa membrane atau kunjutiva pucat.
g. Dasar kuku pucat.
h. Takikardia.
i. Edema dan Stomatiti
8

2.7 Faktor – Faktor Berhubungan Dengan Anemia Pada Ibu Hamil


a. Umur Ibu
Reproduksi sehat untuk hamil dan melahirkan adalah usia 20-30 tahun
jika kehamilan dibawa atau diatas usia tersebut maka akan beresiko dan dapat
menyebabkan anemia didalam kehamilan (Manuaba, 2004). Ada banyak hal
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi pada masa kehamilan
diantaranya adalah usia ibu pada saat hamil jika ibu hamil dengan usia < 20
tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil. Pemikiranya
belum matang sehingga mudah mengalami guncangan yang mengakibatkan
kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama
hamil (Prawirohardjo, 2013), selain itu kehamilan pada kelompok usia diatas
35 tahun merupakan kehamilan yang beresiko tinggi, hal ini dikarenakan
menurunnya daya tahan tubuh sehingga tubuh mudah terkena berbagai infeksi
dan komplikasi selama masa kehamilan (Manuaba, 2010).
Yang memperberat terjadinya anemia yaitu sering kali wanita
memasuki masa kehamilan dengan kondisi cadangan zat besi dalam tubuhnya
kurang dan terbatas. Hal ini dapat diperberat dengan usia yang < 20 tahun
karena pada usia tersebut membutuhkan zat besi yang banyak selain untuk
keperluan sendiri, juga untuk janin yang dikandungnya, jika cadangan Fe
minimal di dalam tubuh, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan
zat besi dalam tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia dalam kehamilan.
Sedangkan hamil di usia ≥ 35 tahun terkait dengan kemunduran daya tahan
tubuh serta berbagai penyakit yang sering timbul sehingga penyerapan zat
besi berkurang optimal (Manuaba, 2013). Menurut penelitian Jasmi tahun
2016 yang berjudul “ Hubungan Antara Paritas Dan Umur Dengan Kejadian
Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Melur Kecamatan Sukajadi Kota
Pekanbaru” dari 77 ibu hamil yang mengalami anemia didapatkan 57 (83,8%)
ibu hamil dengan umur resiko tinggi mengalami anemia sedangkan ibu hamil
dengan resiko rendah 20 (39,9%) yang mengalami anemia. Hasil uji statistik
dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai p = 0.000 (p<0,05) artinya
terdapat hubungan antara umur dengan kejadian anemia ibu hamil.
9

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Astriana tahun 2017 yang


berjudul “ Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Ditinjau Dari Paritas dan Usia
“dari 118 responden yang mengalami kejadian anemia dengan usia beresiko
yaitu 94 responden (47,2%) lebih besar dibandingkan responden dengan
respoden dengan usia tidak beresiko yaitu 24 responden (30,8%). Hasil uji
statistik chi-square didapatkan p value 0,018 artinya ada hubungan signifikan
antara usia dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Wanita yang hamil pada usia < 20 tahun kadang kala tidak
memperhatikan kesejahteraan kehamilannya dikernakan sikapnya yang masih
labil yang enggan memeriksakan kehamilanya sehingga pemberian tablet Fe
tidak mencukupi dari yang telah disarankan selama kehamilan, seringkali ibu
hamil < 20 doyan mengkomsusi cemil-cemilan yang tidak terdapat zat besi
didalamnya yang menyebabkan ibu terdebut anemia dalam kehamilan. Pada
usia > 35 tahun adanya perubahan biologis yang dikaitkan dengan terkait
dengan kemunduran daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering
timbul sehingga penyerapan zat besi berkurang optimal.
b. Paritas
Jumlah paritas adalah banyaknya bayi yang di lahirkan seorang ibu
dalam keadaan hidup maupun lahir mati. Paritas merupakan salah satu faktor
penting dalam kejadian anemia zat besi pada ibu hamil, wanita yang sering
mengalami kehamilan dan melahirkan maka semakin anemia karena banyak
kehilangan zat besi dalam tubuhnya (Proverawati, 2011).
Ibu hamil dengan frekuensi melahirkan banyak akan lebih beresiko
dari ibu hamil dengan frekuensi melahirkan sedikit, hal ini dikarenakan
cadangan besi sebanyak 900mg setiap persalinan, maka akan beresiko apabila
melahirkan ≥ 3 anak/multipara (Manuaba, 2010).
Jasmi tahun 2018 yang berjudul “ Hubungan Antara Paritas Umur
Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Melur Kecamatan
Sukajadi Kota Pekanbaru” dari 91 ibu hamil didapatkan ibu hamil dengan
paritas resiko rendah terdapat 32,9%, Hasil uji statistik dengan menggunakan
chi-square di dapatkan hasil nilai p = 0.000 (p<0,05) artinya terdapat
hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil, sedangkan
10

pada ibu hamil dengan paritas risiko tinggi terdapat 87%. Pada ibu hamil
yang mempunyai paritas > 3 ibu telah banyak melahirkan yang menyebabkan
fungsi organ produksi mengalami kemunduran dan bila ibu tidak
memperhatikan pola makannya yang seimbang disertai mengkomsumsi tablet
Fe dapat menimbulkan anemia pada ibu hamil yang akan beresiko terhadap
ibu maupun janinnya dan akan berakibat pada proses persalinan nantinya.
Hasil penelitian Salmariantity tahun 2012 yang berjudul. “ Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Gajah Mada Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir” dari 47 ibu
hamil 36 (75,0%) ibu hamil dengan paritas berisiko mengalami anemia
sedangkan ibu hamil dengan paritas tidak berisiko 11 (45,8%) yang
mengalami anemia, hasil dari uji statistik hubungan antara paritas dengan
kejadin anemia pada ibu hamil dengan terbukti signifikan (p= 0,029) yang
artinya ibu yang mempunyai jumlah anak bersiko berpeluang tinggi
terjadinnya anemia.
Hubungan kadar Hb dengan paritas dalam Hasil survei SKRT, 2005
menunjukan bahwa prevalensi anemia ringan terjadi pada ibuyang memiliki
paritas 1-4 lebih tinggi dari pada paritas 0 yaitu 70,5% sedangkan prevelensi
anemia berat pada ibu yang memiliki paritas 0 sebesar 2,9%, ibu yang
memiliki paritas 1-4 sebesar 3,5% dan dan ibu yang memiliki paritas > 5
sebesar 7,6%. Dari peningkatan prevelensi tersebut dapat disimpulkan bahwa
semakin sering wanita mengalami kehamilan maka semakin beresiko
mengalami anemia ringan maupun berat.
Menurut Arisman, 2009 paritas menyebabkan meningkatnya
metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi zat besi meningkat.
Peningkatan kebutuhan energi dan zat besi tersebut diperlukan untuk tumbuh
dan kembang janin. Apabila cadangan besi didalam tubuh kurang maka
kehamilan akan menguras persediaan besi didalam tubuh, sehingga dengan
patitas tinggi beresiko menimbulkan anemia.
Seorang ibu yang sering melahirkan juga mempunyai resiko
mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memerhatikan
11

kebutuhan nutrisi, karena selama kehamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu
dan untuk janin yang dikandungnya (Proverawati, 2009).
c. Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan adalah suatu pertimbangan menentukan kehamilan
pertama dengan kehamilan berikutnya (Kemenkes RI, 2006). Menurut
BKKBN, 2007 jarak kehamilan dekat meningkatkan resiko pada ibu hamil
seperti anemia dan berbagai penyulit saat persalinan kerena kondisi rahim ibu
belum pulih sempurna.
Setiap kehamilan akan menyebabkan cadangan zat besi berkurang
oleh karena itu pada setiap akhir kehamilan diperlukan waktu 2 tahun untuk
mengembalikan cadangan zat besi ketingkat normal dengan syarat bahwa
selama masa tenggang waktu tersebut kesehatan dan gizi dalam kondisi baik.
Maka sebaiknya jarak persalinan terakhir dengan jarak persalinana berikutnya
minimal 2 tahun. Dengan adanya tenggang waktu diharapkan ibu dapat
mempersiapkan keadaan fisiknya dengan cara melengkapi dengan memakan
makanan yang mengandung protein dan zat besi serta gizi tinggi untuk
menghindari terjadinya anemia, disamping itu memberikan kesempatan
organ-organ tubuh untuk memulihkan fungsi faal maupun anatomisnya
( Manuaba,2007).
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya defisiensi
gizi pada ibu hamil adalah jarak kehamilan yang terlalu pendek yaitu < 18
bulan (Whitney, 2006). Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat
menyebabkan cadangan besi ibu belum pulih akibat terkuras untuk kebutuhan
janin yang dikandung(Prawirohardjo, 2013). Salah satu penyebab kematian
masih banyak dijumpai salah satunya karena jarak kehamilan yang < 2 tahun
dimana keadaan rahim belum terlalu pulih dan kondisi kesehatan belum
dalam optimal (Manuaba, 2002).
Menurut Hasil dari penelitian Yunita Sri tahun 2017 yang berjudul. “
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil
Trimester III Di Puskesmas Umbulharjo II “ dari 45 ibu hamil trimester III
terdapat paling banyak 35 (71,1%) ibu hamil trimester III yang mengalami
anemia dengan resiko tinggi (> 2th) dengan presentasi 18 ( 40%) sedangkan
12

dengan resiko rendah 14 (31,1%) . Hasil uji statistik chi-square didapatkan p


value 0,003 artinya ada hubungan signifikan antara jarak kehamilan dengan
kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu yang memiliki jarak kelahiran teralu
dekat (< 2 tahun) akan mengurangi kesempatan untuk memulihkan kondisi
tubuh dan untuk mengembalikan zat gizi yang terpakai selama kehamilan
berikutnya (Brown, 2002).
d. Pendidikan
Pendidikan adalah proses alamiyah yang harus terjadi pada semua
manusia, secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadian, sesuai nilai-nilai dalam masyarakat dan
kebudayaan, oleh karena itu bagaimanapun primitifnya suatu masyarakat di
dalamnya pasti terjadi proses pendidikan (Notoadmojo, 2003)
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendukung prilaku ibu
dalam upaya mendektesi dini komplikasi kehamilan, ibu yang mempunyai
pendidikan tinggi lebih mudah memperoleh informasi tentang kesehatan
(Nugroho, 2014)
Tingkat pendidikan ibu hamil sangat berperan dalam kualitas
kesehatan ibu hamil, semakin tinggi pendidikan ibu tersebut maka semakin
tinggi pula pengetahuannya. Ibu hamil dengan pendidikan yang rendah
ketika tidak mendapatkan informasi mengenai kesehatannya, maka ia tidak
tahu mengenai bagaimana cara melakukan perawatan kehamilan yang baik
(Putri dkk, 2010).
Menurut Penelitian Thaib tahun 2014 yang berjudul “Analisis
Hubungan Kejadian Anemia Dalam Kehamilan Trimester II Dan III Di
Puskesmas Merdeka Palembang” dari 28 responden ibu hamil yang
mengalami anemia dengan berpendidikan rendah adalah 21 orang (91,3%)
presentase tersebut lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil berpendidikan
tinggi adalah 7 orang (41,1%). Hasil Uji chi-square diperoleh p value (0,001)
< a (0,05) secara statistik hasil ini dapat diartikan bahwa adahubungan
bermakna antara ibu pendidikan rendah dengan kejadian anemia.
Pendidikan ibu tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana
seseorang untuk bertindak untuk mencari penyebab dan solusi dalam
13

kehidupannya. Orang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih


rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan lebih mudah menerima
gagasan baru. Demikian halnya dengan ibu yang berpendidikan tinggi akan
memeriksakan kehamilannya secara teratur demi menjaga kesehatan dirinya
dan anak dalam kandungannya (Walyani, 2015).
Ibu yang pendidikan rendah, beranggapan bahwa kehamilan dan
persalinan merupakan suatu yang alami yang berarti tidak memerlukan
pemeriksaan dan perawatan, padahal tanpa mereka sadari bahwa ibu hamil
termasuk kedalam kelompok resiko tinggi (Wibowo, 2006).
e. Ibu Yang Bekerja
Wanita hamil tetap dapat berkerja namun aktivitas yang dijalaninya
tidak boleh terlalu berat. Istirahat untuk ibu hamil disarankan untuk sesering
mungkin. Seorang ibu hamil disarankan untuk berhenti aktivitas jika dia
merasa gangguan dalam kehamilannya, salah satu gangguan itu adalah
kejadian anemia dimana kejadian anemia yang mempengaruhi ibu hamil
cepat merasakan lelah (Sulistyawati, 2009).
Menurut penelitian Ernawatik tahun 2017 yang berjudul “ Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Di Puskesmas Karangnyar”
didapatkan kejadian anemia pada katagori tidak bekerja sebanyak 9 orang
(4,29%) pada ibu hamil yang bekerja sebanyak 9 orang (4,29%). Hasil dari
uji Chi-square p value (p=0,031) yang artinya ada hubungan pekerjaaan
dengan kejadian anemia.
Salah satu kemungkinan kejadian anemia adalah pekerjaan dengan
adanya peningkatan beban kerja yang mempengaruhi kehamilannya
(Manuaba, 2010). pada ibu hamil yang bekerja mempunyai kerja ganda yaitu
ibu rumah tangga dan ibu sebagai pekerja. Pada ibu bekerja swasta (buruh -
pabrik) akan lebih rentan terjadi anemia karena kondisi ibu yang lelah dan
kurang istirahat dan tidak memperhatikan pola makannya sehingga nutrisi
tidak tercukupi. Kejadian anemia terkait dengan pekerjaan ibu. Ibu yang
mempunyai pekerjaan tetap akan memengaruhi kesempatan untuk
memeriksakan kehamilannya, penyebabnya karena mereka lebih
mengutamakan pekerjaan dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup. Hal ini
14

berdampak dengan tidak adanya waktu para ibu untuk memeriksakan


kehamilan, sebab pada tahap awal anemia pada ibu hamil jarang sekali
menimbulkan keluhan bermakna, keluhan timbul setelah anemia ke tahap
yang lebih lanjut (Husaeni, 2005).
f. Status Sosial Ekonomi
Tingkat ekonomi sosial terbukti sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan fisik dan kesajahteraan psikologis ibu hamil. Pada ibu hamil
dengan tingkat sosial ekonomi yang baik, status gizipun akan meningkat
karena nutrisi yang didapatkan berkualitas, selain itu ibu tidak akan terbebani
secara psikologis mengenai biaya persalinan dan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari setelah bayi lahir. Ibu akan lebih fokus untuk mempersiapkan fisik
dan mentalnya sebagai seorang ibu. Sementara pada ibu hamil dengan kondisi
ekonomi yang lemah maka ia akan mendapatkan banyak kesulitan, terutama
pemenuhan kebutuhan primer (Sulistyawati, 2009).
Status ekonomi juga dapat menyebabkan terjadinya anemia dalam
kehamilan. Pendapatan seorang berkaitan sangat erat dengan status ekonomi.
Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan berkurangnya pembelian
makanan sehari-hari sehingga mengurangi jumlah kualitas makanan ibu
perhari yang berdampak penurunan status gizi (Asrinah dkk, 2010).
g. Fasilitas Kesehatan
Adanya fasilitas kesehatan yang memadai akan sangat menentukan
kualitas pelayanan kepada ibu hamil. Dektesi dini terhadap kemungkinan
adanya penyulit akan lebih cepat, sehingga langkah antisipatif atau
berpengaruh terhadap upaya penurunan AKI, adanya fasilitas yang memadai
kelengkapan klinik dimana ibu hamil bisa memeriksakan kadar Hb nya
sehingga dapat diketahuinya ibu hamil tersebut anemia atau tidak, jika ibu
hamil tersebut diketahui anemia maka bisa di berikan segera penangananya
untuk menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi yang disebabkan oleh
anemia (Asrinah, 2010).
h. Frekuensi Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
untuk ibu selama masa kehamilan. Pelayanan antenatal care dilaksanakan
15

sesuai dengan pedoman antenatal care (ANC) oleh Depkes RI. Menurut
Dinkes Riau, 2016 , pemeriksaan kehamilan ANC bertujuan untuk :
1. Timbang berat badan dan pengukuran tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
4. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus
teksoid sesuai status imunisasi.
5. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet besi selama kehamilan.
6. Penentuan pesentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
7. Penatalaksanaan temuwicara (pemberian komunikasi interpersonal dan
konseling, termasuk keluarga berencana (KB).
8. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah
9. (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila
belum pernah dilakukan sebelumnya); dan.
10. Tatalaksana kasus.
Cakupan pelayanam antenatal dapat dipantau melalui kunjungan ibu
hamil sesuai standar minimal 4 kali kunjungan dengan distribusi satu kali
pada trimester pertama (K1), satu kali pada trimester dua (K2), 2 kali pada
trimester ketiga (K4). Pada saat ANC ibu mendapatkan pendidikan kesehatan
mengenai gizi dan tambahan makanan, personal hygien. Pada saat
pemeriksaan ibu mendapat tablet tambah darah pemberian tablet tambah besi
minimal 90 hari, dengan tujuan untuk memperkecil terjadinya anemia semasa
kehamilan.
i. Konsumsi Suplementasi Besi
Pemberian tablet Fe selama kehamilan merupakan salah satu standar
kualitas pelayanan antenatal care (ANC). Dimana jumlah suplemen besi yang
diberikan selama kehamilan ialah 90 tablet (Fe3). Zat besi merupakan mineral
yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin).
Pada ibu hamil, zat besi memeliki peranan yang cukup penting untuk
pertumbuhan janin. Selama kehamilan, asupan zat besi harus ditambah
mengingat selama kehamilan volume darah pada tubuh ibu jugameningkat.
Asupan zat besi yang diberikan oleh ibu hamil kepada janinnya melalui
16

plasenta yang digunakan janin untuk kebutuhan tumbuh kembangnya,


termasuk untuk perkembangan otak janin. Kekurangan zat besi sejak sebelum
kehamilan bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita anemia
(Dinkes Riau, 2016).
Zat besi sangat penting untuk perkembangan otak janin dan
kemampuan kognitif bayi. Defisiensi besi dalam tubuh akan mengakibatkan
anemia yang dapat menurunkan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Defiensi besi menyebabkan berkurangnya persediaan zat besi untuk
pemenuhan kebutuhan ibu, janin dan plasenta (Irianti dkk, 2013).
17

BAB 3
RENCANA KEGIATAN

Tabel 3.1 Rencana Kegiatan


WAKTU

22 Nov 2019

5 Desember 2019

8 Desember 2019

13 Desember 2019

6-9 Januari 2020

13-16 Januari 2020

20-23 Januari 2020

27-30 Januari 2020

3-6 Februari 2020


NO JENIS KEGIATAN

1. a. Pembekalan residensi
pertama
b. Proses Administrasi
perizinan residensi ke
Akademik

2. aa. Kunjungan dan


Pengurusan perizinan
residensi di PKM Karya
Wanita
bb. Mengumpulkan data
sekunder yang berkaitan
dengan topik
cc. Konsultasi topik kepada
Pembimbing Akademik
3. Membuat rencana
kegiatan
4. Pengumpulan Proposal
Residensi
5. a. Melakukan pendataan
jumlah ibu hamil di
18

wilayah kerja PKM Karya


Wanita
b. Melakukan pembagian
program kerja di wilayah
kerja PKM Karya Wanita
c. Penyebaran undangan
kepada ibu hamil di
kelurahan Lembah Sari
dan Keluarahan Sei
Ambang untuk mengikuti
kegiatan kelas ibu hamil
6. a. Melakukan Penyuluhan
kesehatan tentang anemia
pada kehamilan
b.Melakukan pemeriksaan
HB pada ibu hamil
c. Memberikan tablet Fe
dan Makanan Tambahan
pada ibu hamil
7. Penyebaran undangan
kepada ibu hamil di
kelurahan Lembah Damai
dan Kelurahan
Limbungan Baru untuk
mengikuti kegiatan kelas
ibu hamil

8. a. Melakukan penyuluhan
kesehatan tentang anemia
pada kehamilan
b.Melakukan pemeriksaan
19

HB pada ibu hamil


c. Memberikan tablet Fe
dan Makanan Tambahan
pada ibu hamil
9. Melakukan evaluasi
setelah pemberian tablet
Fe dan Makanan
Tambahan pada Ibu
Hamil
a. Melakukan
pemeriksaan HB
lanjutan pada ibu hamil
dikelurahan Lembah
Sari dan Sei Ambang
10. Melakukan evaluasi
setelah pemberian tablet
Fe dan Makanan
Tambahan pada Ibu
Hamil
a. Melakukan
pemeriksaan HB
lanjutan pada ibu
hamil dikelurahan
Lembah Damai dan
Limbungan Baru
11. Membuat laporan hasil
residensi
20

BAB 4
PENUTUP

Ruang lingkup dari residensi ini adalah memberikan asuhan kebidanan


pada ibu hamil sebagai salah satu upaya meningkatkan kesehatan masyarakat
khususnya pada ibu dan anak. Proposal residensi ini dibuat untuk menjadi
acuan dalam melaksanakan kegiatan selama residensi.
21

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai