Anda di halaman 1dari 13

ANALISA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MASALAH

PEMBERIAN TABLET TAMBAH DARAH PADA IBU HAMIL DI


WILAYAH KERJA UPT TAMBELAN SAMPIT KOTA PONTIANAK
TAHUN 2021

LAPORAN EVALUASI PROGRAM DOKTER INTERNSIP

Oleh:
dr. Endah Irnanda Ulfah Gea

Pendamping Internsip:
dr. Mishermaliyani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PERIODE III TAHUN 2021
UPT TAMBELAN SAMPIT KOTA PONTIANAK
28 September – 27 November 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak menjadi perhatian
utama karena berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia dimasa
mendatang. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan pencapaian
program pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak adalah akses ibu hamil
ke tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali kunjungan selama hamil atau yang
dikenal dengan K4. Salah satu standar pelayan K4 berupa pemberian tablet
tambah darah minimal 90 tablet pada pada ibu hamil.
Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya
anemia pada kehamilam (Hidayah dan Anasari Tri, 2012). Anemia pada
kehamilan merupakan penyebab paling sering komplikasi pada kehamilan yang
mengakibatkan mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin. Komplikasi yang
dapat terjadi pada ibu berupa kesulitan persalinan, perdarahan postpartum,
preeklamsia, aborsi/stillbirth dan kematian ibu. Sedangkan komplikasi yang dapat
terjadi pada janin berupa berat badan lahir rendah, asfiksia dan kematian janin
(Suryanarayana et al, 2017).
Menurut hasil Rikesda Kementrian Kesehatan (2020) secara nasional jumlah
ibu hamil yang mendapatkan tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan pada tahun 2020 sebesar 83.6% dan tahun 2019 sebesar 64%.
Presentase pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet tambah darah di
Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2017-2019 cenderung mengalami
peningkatan meskipun masih dibawah target nasional pada tahun 2019 yaitu 90%,
dimana tahun 2017 sebesar 29.16%, 2018 sebesar 82,5% dan 2019 sebesar 89,7%.
Sedangkan pada tahun 2020 mengalami sedikit penurunan dengan presentase
capaian 83.0%.
Berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kalimantan Barat Tahun
2019 capaian pemberian tablet tambah darah minimal 90 hari di Kota Pontianak
merupakan tertinggi di Kalimantan Barat pada tahun 2019 yaitu sebesar 98,1%.
Sedangkan pada tahun 2020, capaian Kota Pontianak hanya sebesar 87,6%. Faktor
yang menyebabkan ibu tidak mendapatkan tablet tambah darah berupa kurangnya
edukasi mengenai manfaat dan efek samping penggunaan tablet tambah darah,
kurangnya pengetahuan ibu tentang bahaya anemia pada kehamilan dan manfaat
konsumsi tablet tambah darah, serta sulitnya akses untuk mendapatkan tablet
tambah darah (Titaley et al, 2015).
Capaian pemberian tablet tambah darah di Puskesmas Tambelan Sampit juga
menjadi salah satu masalah yang ditemukan. Hal ini terlihat dari laporan triwulan
dan bulanan pada tahun 2021 yang tidak tercapai. Pada laporan bulan Januari
hingga Agustus 2021 capaian pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil
hanya sebesar 59.64% dari 65.36 target. Maka dari itu, kurangnya hasil capaian
cakupan pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesamas Tambelan Sampit ini mendorong kami untuk menjalani
evaluasi program agar dapat dijadikan sebagai bahan untuk evaluasi mendatang.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana faktor masalah yang berhubungan pada pemberian tablet tambah darah
pada ibu hamil di Puskesmas Tambelan Sampit Kota Pontianak pada Tahun 2021?

1.3 Tujuan Evaluasi Program


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa faktor yang berhubungan
dengan masalah pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil di UPT Tambelan Sampit
Kota Pontianak tahun 2021.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Dokter internsip mampu mengidentifikasi masalah pada pemberian tablet tambah
darah pada ibu hamil.
2. Dokter internsip mampu menentukan prioritas masalah yang ditemukan pada
pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil.
3. Dokter intersip mampu menganalisa penyebab masalah dari prioritas masalah
yang ditemukan pada pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil.
4. Dokter internsip mampu membuat alternatif pemecahan masalah dari masalah
yang ditemukan pada masalah pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil.
5. Dokter internsip mampu menyusun rencana kegiatan dari pemecahan masalah
yang terpilih pada masalah pemberian talet tambah darah pada ibu hamil.

1.4 Manfaat Evaluasi Program


1.4.1 Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi minimal 90
tablet tambah darah selama kehamilan untuk mengurangi kejadian anemia, perdarahan
saat persalinan, bayi lahir berat badan rendah, AKI dan AKB.

1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan


Khususnya untuk pemegang program pelayanan kesehatan Ibu dan Anak agar
mengetahui upaya peningkatan layanan pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet
pada ibu hamil untuk mencegah kejadian anemia, perdarahan saat persalinan, bayi lahir
berat badan rendah, AKI dan AKB.

1.4.3 Bagi Peneliti


Menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu
selama masa internsip ke masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Zat Besi


Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh karena diperlukan sintesis
hemoglobin (Hb). Besi bebas yang dikonsumsi manusia terdapat dalam dua bentuk yaitu
ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Fe3+ dikonversi mejadi Fe2+ oleh ferric reductase enzyme
diduodenum. Fe2+ merupakan bentuk zat besi yang dapat diserap oleh tubuh(Ems et al, 2021).
Setiap Hb memiliki rantai heme dan globin. Setiap unit globin mengandung cincin
protoporphyrin dan mengikat Fe2+. Sedangkan setiap kandungan besi pada heme dapat
mengikat oksigen untuk membantu transpor oksigen keseluruh sel (Farid et al, 2021).

2.2 Fungsi Zat Besi


Rata-rata kadar besi dalam tubuh sebesar 3-4 gram. Sebagian besar (± 2 gram) terdapat
dalam bentuk hemoglobin dan sebagian kecil (± 130 mg) dalam bentuk mioglobin. Simpanan
besi dalam tubuh terdapat dalam bentuk feritin dan hemosiderin dihepar. Dalam plasma,
transferin mengangkut 3 mg besi untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Sistem
retikuloendoplasma akan mendegradasi besi dari eritrosit untuk dibawa kembali ke sumsum
tulang untuk eritropoesis. Selain berperan untuk pembentukan Hb, zat besi juga berperan
sebagai komponen untuk membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot),
kolagen (protein yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), sistem
pertahanan tubuh (Farid et al, 2021).

2.3 Sumber Zat Besi


Sumber zat besi paling banyak adalah makanan hewani, seperti daging, ayam dan ikan.
Sumber lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa
jenis buah. Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan memiliki kandungan besi
paling tinggi dibandingkan sumber nabati.

Tabel 2.1 Kandungan Besi pada Makanan

Bahan makanan sumber besi didapatkan dari produk hewani dan nabati. Besi yang
bersumber dari bahan makanan terdiri atas besi heme dan besi non heme. Berdasarkan tabel
diatas dapat dilihat bahwa walaupun kandungan besi dalam sereal dan kacang-kacangan
relatif tinggi, namum oleh karena bahan makanan tersebut mengandung bahan yang dapat
menghambat absorpsi dalam usus, maka sebagian besar besi tidak akan diabsorpsi dan
dibuang bersama feses.

2.4 Kebutuhan Zat Besi dan Suplementasi Zat Besi Pada Kehamilan
Menurut World Health Organization (WHO) wanita hamil direkomendasikan untuk
menonsumsi 30mg-60mg besi elemental atau setara dengan 150-300 mg ferrous sulfate
heptahydrate untuk mencegah anemia saat kehamilan, bayi berat lahir rendah, bayi lahir
prematur dan puerperal sepsis. Sedangkan pada ibu hamil yang didiagnosa anemia pada
kehamilan, dosis besi elemental harus dinaikan hingga 120 mg sampai konsentarsi Hb
normal (11 g/L atau lebih).
2.5 Efek Samping Pemberian Suplementasi Zat Besi
Pemberian zat besi secara oral dapat menimbulkan efek samping pada saluran
gastrointestinal pada sebagian orang, seperti mual muntah, perut begah, nyeri perut, diare,
konstipasi, feses berwarna hitam. Frekuensi efek samping ini berkaitan langsung dengan
dosis zat besi dan tidak tergantung senyawa zat besi yang digunakan (Tolkien et al, 2015).
Efek samping pemberian zat besi lebih sedikit terjadi dengan pemberian dosis 20- 50 mg besi
elemental/hari (Stoffel et al, 2020).
Efek samping zat besi yang dimakan bersamaan dengan makanan akan ditolelir lebih baik
meskipun jumlah zat besi yang diserap akan berkurang apabila dimakan bersamaan dengan
makanan yang mengandung phytic acid seperti beras dan gandum (Lynch et al, 2018).
Pemberian suplementasi zat besi pada sebagian wanita, menyebabkan sembelit. Hal ini
dapat dicegah dengan memperbanyak minum, menambah konsumsi makanan yang kaya akan
serat seperti roti, serealia, dan agar-agar (Lynch et al, 2018).
Ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum dapat merasakan mual yang lebih
parah dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami keluhan tersebut. Ada beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi mual akibat minum zat besi. Salah satu cara yang
dianjurkan adalah dengan mengurangi dosis tablet besi dari 1 x 1 tablet sehari menjadi 2 x ½
tablet sehari. Akan tetapi hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Milman,
Bergholt, dan Erikson (2006) yang menyatakan tidak ada hubungan antara efek samping atau
gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri epigastrik, kolik, konstipasi, dan diare
dengan empat dosis yang diuji cobakan yaitu : 20 mg, 40 mg, 60 mg, dan 80 mg. Konsumsi
tablet besi pada malam hari juga dilakukan para partisipan dalam upaya mencegah mual
setelah minum tablet besi. Dalam penelitian ini tablet besi diminum pada malam hari agar
tidak mengalami mual (Stoffel et al, 2020).

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Zat Besi


Diperkirakan hanya 5-15 % zat besi dalam makanan yang diabsorbsi oleh orang dewasa
tanpa anemia defisiensi besi. Dalam keadaan defisiensi besi absorbsi dapat mencapai 50%
(Stoffel et al, 2020).
Banyak faktor berpengaruh terhadap absorbsi besi. Bentuk besi di dalam makanan
berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi-hem, yang merupakan bagian dari hemoglobin
dan mioglobin yang terdapat didalam daging hewan dapat diserap dua kali lipat daripada
besi- nonhem. Kurang lebih 40% dari besi didalam daging , ayam dan ikan terdapat besi-hem
dan selebihnya sebagai non-hem. Besi-nonnhem juga terdapat di dalam telur, serealia,
kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah-buahan. Makan besi-hem dan non-
hem secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi-nonhem. Daging, ayam dan ikan
mengandung suatu faktor yang membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri atas asam amino
yang mengikat besi dan membantu absorbsi besi. Selain itu, asam organik, seperti vitamin C
sangat membantu penyerapan besinon-hem dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero
yang lebih mudah diabsorbsi. Oleh karena itu sangat dianjurkan memakan makanan sumber
vitamin C tiap kali makan (Abbaspour et al, 2014).

Tingkat keasaman lambung dapat meningkatkan daya larut besi. Kekurangan asam
klorida di dalam lambung atau penggunaan obat-obatan yang bersifat basa seperti antacid
dapat menghalangi absorbsi besi. Faktor intrinsik di dalam lambung membantu penyerapan
besi, diduga karena hem mempunyai struktur yang sama dengan vitamin B12. Kebutuhan
tubuh akan besi berpengaruh terhadap absorbsi besi. Bila tubuh kekurangan besi atau
kebutuhan meningkat pada kondisi tertentu, absorbsi besi-nonhem dapat meningkat sampai
sepuluh kali, sedangkan besi-hem dua kali (Abbaspour et al, 2014).

2.7 Anemia Pada Kehamilan


Anemia merupakan kondisi kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%.
Sedangkan menurut WHO anemia pada kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II.
Penyebab anemia pada kehamilan pada negara berkembang disebabkan oleh berbagai
faktor seperti defisiensi besi, defisiensi folat dan defisiensi vitamin A dan B12 karena infeksi
parasit maupun infeksi kronik seperti tuberkulosis dan HIV (Stephen et al, 2018). Namun
menurut WHO 50% kasus anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi.

2.7.1 Anemia defisiensi besi pada kehamilan


Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problem kesehatan yang dialami
oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. WHO melaporkan bahwa
prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin
meningkat seiring dengan pertambah usia kehamilan dan 40% kematian ibu dinegara
berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan.
Anemia defisiensi besi disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga
kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel
darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan transferin
menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan
cadangan besi dalam sumsum tulang serta di tempat yang lain sangat kurang atau tidak ada
sama sekali (Garzon et al, 2020).
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain,
kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus,
perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita
hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit. Upaya pencegahan telah
dilakukan dengan pemberian tablet besi selama kehamilan. Akan tetapi hasilnya belum
memuaskan karena saat kehamilan terjadi peningkatan absorpsi dan kebutuhan besi dengan
total besi yang dibutuhkan sekitar 1000 mg (Garzon et al, 2020). Kebutuhan zat besi yang
tinggi pada ibu hamil tidak dapat dipenuhi hanya melalui diet besi harian tetapi juga
diperlukan suplemen besi. Suplemen besi seharusnya diberikan pada periode sebelum hamil
untuk mengantisipasi rendahnya cadangan besi tubuh sebelum kehamilan. Pada penelitian
Prahesti (2016) didapatkan bahwa pemberian tablet besi pada prahamil dapat menurunkan
prevalensi anemia lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian tablet besi yang dimulai saat
kehamilan.

2.7.2 Gejala Anemia Defisiensi Besi


Secara umum gejala anemia berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang, serta telinga berdenging. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun
dibawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada
konjungtiva dan jaringan dibawah kuku.
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah koilonikia, atropi papil lidah, stomatitis angularis, disfagia, atrofi mukosa gaster
sehingga menimbulkan akhloridia, pica. Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh
cepat lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu
makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan
mual muntah lebih hebat pada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa (Harrison,
2010).

2.7.3 Patofisiologi Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil


Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah
sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah
dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam
kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Irianto, 2014).
Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung
yang semakin berat dengan adanya kehamilan. Perubahan hematologi sehubungan dengan
kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta
dan pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II
kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml,
menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus.  
 

2.7.4 Dampak Anemia Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil


Anemia defisiensi besi dapat berakibat fatal bagi ibu hamil karena ibu hamil memerlukan
banyak tenaga untuk melahirkan. Setelah itu, pada saat melahirkan biasanya darah keluar
dalam jumlah banyak sehingga kondisi anemia akan memperburuk keadaan ibu hamil.
Kekurangan darah dan perdarahan akut merupakan penyebab utama kematian ibu hamil saat
melahirkan (Stepehen et al, 2018).
Penyebab utama kematian maternal antara lain perdarahan pascapartum (disamping
eklampsia dan penyakit infeksi) dan plasenta previa yang disebabkan oleh anemia defisiensi.
Ibu hamil yang menderita anemia defisiensi besi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan
zat-zat gizi bagi dirinya dan janin dalam kandungan. Oleh karena itu, keguguran, kematian
bayi dalam kandungan, berat bayi lahir rendah, atau kelahiran prematur rawan terjadi pada
ibu hamil yang menderita anemia defisiensi besi (Garzon et al, 2020).
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga
terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur), gangguan
proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atoni), gangguan pada masa nifas
(subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan
gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-
lain) (Georgieff et al, 2020).
Salah satu efek anemia defisiensi besi pada janin adalah kelahiran premature dimana hal
ini berasosiasi dengan masalah baru dikemudian hari seperti berat badan lahir rendah,
defisiensi respon imun dan cenderung mendapat masalah psikologik dan pertumbuhan.
Apabila hal ini berlanjut maka hal ini berkorelasi dengan rendahnya IQ dan kemampuan
belajar. Semua hal tersebut mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia,
produktivitas dan implikasi ekonomi (Georgieff ety al, 2020).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengambilan Data


3.1.1 Metode Pengambilan Data Primer
Untuk data primer didapatkan melalui wawancara tidak terstruktur dan diskusi
terhadap Dokter Pendamping, Pemegang Program Gizi, Pemegang program KIA di
UPT Puskesmas Tambelan Sampit.
3.1.2 Metode Pengambilan Data Sekunder
Data sekunder adalah data kesehatan diperoleh dari SPM dan laporan capaian
kerja triwulan 3 tahun 2021 UPT Puskesmas Tambelan Sampit.

3.2 Rencana Analisis Data


Baik data primer maupun sekunder akan diolah menggunakan metode statistik analitik
deskriptif.

3.3 Prosedur Kerja


Evaluasi program dilakukan berdasarkan langkah-langkah pada problem solving cycle,
yaitu:
1. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah dilakukan dengan cara menentukan kesenjangan atau perbedaan
antara target dan pencapaian program. 
2. Menentukan prioritas masalah 
Prioritas masalah ditentukan dengan analisa matriks urgency, seriousness, and growth
(USG). Urgency merupakan mendesaknya masalah berdasarkan waktu yang
diperlukan untuk menyelsaikan masalah. Seriousness merupakan adanya dampak dari
masalah tersebut. Sedangkan growth merupakan cepatnya perkembangan masalah.
Skala skor yang digunakan 1-5. Semakin tinggi tingkat urgency, seriousness dan
growth maka semakin tinggi skor.
3. Menentukan penyebab masalah
Alternatif penyebab masalah diltentukan dengan membuat fishbone diagram dari
masalah-masalah yang ditemukan mencakup komponen input (man, material, money,
method, controlling dan environment) dan proses yang diperkirakan berpengaruh
terhadap prioritas masalah
4. Menentukan alternatif pemecahan masalah
Penentuan alternatif pemecahan masalah dilakukan dengan cara menilai dan meninjau
alternatif solusi masalah yang memungkinkan untuk dilakukan sambil melihat
fishbone diagram.
5. Menentukan prioritas pemecahan masalah
Prioritas pemecahan masalah ditentukan menggunakan brainstorming  (metode
CARL). Pemilihan prioritas ini dilakukan dengan menggunankan skala penilaian dari
1-5 yang didasarkan pada:

 C : Capability (kemampuan), seberapa banyak kekuatan yang dimiliki oleh


sumber daya untuk mengatasi masalah.
 A : Accessibility (kemudahan), seberapa mudah masalah atau penyebab masalah
untuk diatasi dilihat dari ketersediaan metode, cara, teknologi, dan penunjang
pelaksanaannya.
 R : Readyness (kesiapan), seberapa siap tenaga pelaksana untuk mengatasi
masalah.
 L : Leverage (daya ungkit), besarnya pengaruh antar metode penyelesaian
masalah yang satu dengan yang lain secara langsung maupun tidak langsung.
Nilai total merupakan hasil perkalian dari C x A x R x L, urutan prioritas masalah dari
nilai tertinggi hingga terendah.

3.4 Definisi Operasional

Pemberian Fe : Ibu hamil yang mendapat minimal 90 tablet Fe (suplemen zat besi)
selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

Formula

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai