Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH JUS KACANG PANJANG TERHADAP

KADAR HB PADA IBU HAMIL ANEMIA

DI PUSKESMAS “X” YOGYAKARTA

CASE STUDY RESEARCH

Disusun oleh:
Dea Pebrianti
1810104432

PROGRAM STUDI KEBIDANAN SARJANA

TERAPAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS “AISYIYAH

YOGYAKARTA
2019

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menurut WHO menyatakan 25% kematian pada ibu hamil disebabkan perdarahan
dan memperkiraan sekitar 10% kelahiran hidup mengalami komplikasi perdarahan
pasca persalinan, salah satu penyebab perdarahan adalah salah satu anemia.
Persentase kematian ibu saat melahirkan akibat anemia adalah 70% (Nida, 2008).

Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya angka


kesakitan ibu saat melahirkan. Anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada
kehamilan pada kehamilan dan persalinan, seperti meningkatkan resiko terjadinya
kematian janin di dalam kandungan, melahirkan prematur, atau bayi lahir dengan
berat badan rendah, dan juga angka kematian bayi setelah dilahirkan. Perdarahan
sebelum dan setelah melahirkan juga lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia
dan hal ini dapat berakibat fatal karena wanita yang anemia tidak dapat mentolerir
kehilangan darah (Nida, 2008).

Menurut World health Organization (WHO) menyatakan prevalensi anemia


terjadi pada 45% wanita yang terjadi di negara berkembang dan 13% di negara maju,
sedangkan 40% anemia yang terjadi di negara berkembang merupakan penyebab
kematian ibu hamil. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012 rata-rata kematian ibu tercatat mencapai 358 kematian per 100.000
kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu yang terbanyak karena perdarahan dan salah
satu penyebab perdarahan adalah kadar hemoglobin yang rendah atau anemia.
Menurut catatan dan perhitungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia sekitar
67% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia pada berbagai jenjang ( Manuaba,
2007).
Anemia sering terjadi akibat defisiensi zat besi karena pada ibu hamil terjadi
peningkatan kebutuhan zat besi dua kali lipat akibat peningkatan volume darah tanpa
ekspansi volume plasma, untuk memenuhi kebutuhan ibu (mencegah peningkatan
darah pada saat melahirkan) dan pertumbuhan janin. Ironisnya, destimasi dibawah
50% ibu tidak mempunyai cadangan zat besi yang cukup selama perawatannya,
sehingga risiko defisiensi zat besi atau anemia meningkat bersama dengan kehamilan.
Hal ini telah dibuktikan di Thailand bahwa penyebab utama anemia pada ibu hamil
adalah karena defisiensi besi (43,1%). Disamping itu, studi di Malawi ditemukan dari
150 ibu hamil sekitar 32% mengalami defisiensi zat besi dan satu atau lebih
mikronutrien (Fatimah, 2011).

Terdapat korelasi yang erat antara anemia pada saat kehamilan dengan kematian
janin, abortus, cacat bawaan, berat bayi lahir rendah, cadangan zat besi yang
berkurang pada anak atau anak lahir dalam keadaan anemia gizi. Kondisi ini
menyebabkan angka kematian perinatal masih tinggi, demikian pula dengan
mortalitas dan morbiditas pada ibu. Selain itu, dapat mengakibatkan perdaraharn pada
saat persalinan yang merupakan penyebab utama (28%) kematian ibu hamil atau
bersalin di Indonesia (Fatimah, 2011).

Berbagai usaha untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) telah dilakukan,
tetapi program Safe Motherhood pada tahun 1988 yang memiliki 4 pilar yaitu
keluarga perencanaan, pelayanan antenatal, persalinan yang aman dan pelayanan
obstetri essentials. Salah satu komponen penting dalam program Safe Motherhood
pelayanan antenatal yang berhubungan dengan anemia kehamilan yaitu skrining,
pengobatan aaanemia, malaria dan penyakit menular seksual. Meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu dan anak yang berkualitas dengan meningkatkan fungsi
Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan Rumah Sakit
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) (Wicaksono, 2009).

Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI sejak Tahun 1970 telah


melaksankan suatu program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil di puskesmas
dan posyandu secara gratis dengan mendistribusikan tablet zat besi 300 mg dan 0,5
asam folat untuk semua ibu hamil sebanyak 1 tablet perhari selama 90 hari. Intervensi
yang paling mudah dan paling luas jangkauannya adalah melalui institusi posyandu
dan puskesmas. Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah janin dan plasenta sehingga semakin banyak kehilangan zat
besi dan menjadi semakin anemis (Manuaba, 2007).

Kementerian kesehatan pada tahun 2012, meluncurkan program Expanding


Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian
ibu sebesar 25%. Sehingga dengan menurunnya angka kematian ibu disuatu wilayah
dapat menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu) secara signifikan (Kepmenkes, 2016).

Bidan sebagai tenaga kesehatan berperan penting dalam mengatasi anemia


dengan upaya yang dilakukan bidan yaitu memberikan Komunikasi Informasi dan
Motivasi (KIM) kepada ibu hamil tentang bahaya anemia, pentingnya tambahan zat
besi, faktor penting makanan yang mengandung zat besi, pentingnya peningkatan
kesehatan, peningkatan Antenatal Care (ANC) sehingga anemia secara dini dapat
diketahui dan diatasi serta pendamping suami dalam minum zat besi (Manuaba,
2007).

Namun masyarakat kebanyakan menganggap beberapa tanda-tanda anemia atau


penuruan kadar hemoglobin yang dirasakan seperti pusing, mata berkunang-kunang,
nafsu makan yang menurun adalah hal yang biasa terjadi pada ibu hamil. Kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap tanda gejala anemia serta pemenuhan gizi yang baik
menyebabkan banyak ibu mengalami anemia baik ringan hingga berat (Alam, 2012).

Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia pada
ibu hamil sebesar 50,5% (Kemenkes RI, 2013) di Yogyakarta pada tahun 2013
sebesar 24,11% pada tahun 2015 sebesar 32,39%. Meskipun begitu peningkatan
prevalensi anemia masih terjadi dibeberapa kabupaten/kota di DIY (Daerah Istimewa
Yogyakarta) seperti, Kabupaten Sleman dengan prevalensi kenaikan dari tahun 2013
sebesar 9,05% tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 7,44% dan pada tahun 2015
mengalami kenaikan sebesar 10,36% (Dinkes DIY, 2015).

Dalam Q.S. Surah Al-Baqarah: ayat 172 menerangkan bagaimana Allah SWT
menjelaskan makan yang baik untuk ibu hamil anemia yang berarti:

"Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari benda-benda yang bak yang
telah Kami buat untukmu, dan bersyukurlah untuk bang halal) yang telah Kami
berikan kepada kamu, dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya beribadat
kepadanya.”"[Surah Al-Baqarah: ayat 172].

Maksud dari ayat di atas ialah masa kehamilan ialah masa dimana seorang ibu
membutuhkan makanan dengan gizi yang seimbang. Bahkan dianjurkan seorang ibu
hamil unutk makan dua kali lebih banyak dari biasanya karena nutrisi yang masuk
dalam tubuh terbagi untuk ibu dan janin. Sebagai seorang manusia dan seorang calon
ibu sedang mengandung, pola asupan nutrisi diperhatikan karena asupan gizi yang
dikonsumsi berpengaruh pada kembang janin.

Pada masalah kehamilan yang sering dijumpai adalah ibu hamil dengan anemia,
oleh karena itu asupan nutrisi pada ibu hamil perlu diperhatikan dan ditingkatkan.
Salah satunya cara untuk meningkatkan kadar Hb agar ibu tidak mengalami anemia
adalah dengan mengonsumsi jus kacang panjang. Kacang panjang yang ada banyak
disekitar kita membuat ibu hamil dapat dengan mudah mengkonsumsinya. Sebagai
manusia wajib berusaha agar melahirkan bayi yang sehat. Dalam hal ini Islam telah
mewajibkan sang suami untuk memberikan nafkah yang layak dan memenuhi standar
gizi sesuai dengan kemampuan suami itu sendiri.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian tentang pengaruh jus kacang panjang terhadap kadar Hb ibu hamil di
Puskesmas Mlati Sleman.
B. Batasan Masalah
Pada studi kasus ini berfokus pada penatalaksaan masalah kebidanan dengan ibu
hamil anemia yang akan di berikan jus kurma untuk meningkatkan kada HB ibu
hamil di puskesmas “X” yogyakarta.
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka


permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut "Bagaimana pengaruh jus
kurma terhadap kadar Hb pada ibu hamil anemia di Wilayah Kerja Puskesmas “X”
Yogyakarta"

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengaruh jus kurma terhadap kadar Hb pada ibu hamil anemia
di Wilayah Kerja Puskesmas “X” Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya kadar hemoglobin ibu hamil anemia sebelum mengkonsumsi


jus kurma .
b. Diketahuinya kadar hemoglobin ibu hamil anemia sesudah mengkonsumsi
jus kurma.

D. Manfaat

1. Bagi Ibu Hamil

Diharapkan dapat menambah informasi tentang bahaya anemia atau


kekurangan darah, serta pentingnya menaikkan kadar Hb dengan cara
mengkonsumsi jus kacang panjang.
2. Bagi bidan Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam


pelaksanaan pemberian asuhan kebidanan pada ibu hamil anemia di Puskesmas
“X” Yogyakarta.

3. Bagi Mahasiswa Universitas Aisyiyah Yogyakarta

Menambah informasi dan referensi terkait dengan penanganan ibu hamil


anemia.

E. Ruang Lingkup

Dalam proposal ini peneliti membatasi ruang lingkup agar tidak terlalu luas yang
meliputi ruang publikasi materi, ruang lingkup responden, dan ruang lingkup
waktu dan tempat.

1. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah pengaruh pemberian


jus kurma pada ibu hamil anemia terhadap kadar hemoglobin. Ibu hamil sangat
rentan terhadap terjadinya anemia, karena ibu hamil mengandung anemia, karena
ibu hamil harus membagi nutrisi yang ia dapat dengan bayi yang ia kandung.
Pemberian tambahan nutrisi seperti jus kurma merupakan upaya dalam
penanganan anemia. Pemberian jus kurma diminum setiap pagi dan sore hari
sebanyak 200 gram selama 2 minggu dan bisa ditambahkan perasa sesuai selera
responden.

2. Ruang Lingkup Responden

Ruang lingkup responden penelitian ini dilakukan pada ibu hamil


trimester I, II, dan anemia yang melakukan pemeriksaan kehamilannya di
Wilayah Kerja Puskesmas “X” Yogyakarta.

3. Ruang Lingkup Waktu


Penelitian ini dilaksanakan sejak pembuatan proposal sampai dengan
hasil penelitian selesai.

4. Ruang penelitian tempat

Penelitian ini dilakukan di ruang KIA Wilayah Kerja Puskesmas “X”


Yogyakarta karena merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang memberikan
pelayanan pada ibu hamil. Di Puskesmas “X” Yogyakarta.

F. Keaslian Penelitian

1. Pamudya ningsih (2015) dengan judul pengaruh pemberian kacang hijau


terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada remaja di SMK Ma'arif
Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen, dengan rancangan
One Group pretest-postet. Analisis data parametik menggunakan uji shapiro
wilk, pengambilan sampel dengan kriteria. Hasil penelitian Jus kacang hijau
mempengaruhi peningkatan kadar hemoglobin 12 orang mengalami
peningkatan dan 3 orang tidak mengalami perubahan.
a. Perbedaannya adalah pola konsumsi kacang hijau pada kadar
hemoglobin sedang pada penelitian ini pengaruh jus kacang panjang,
lokasi penelitian di SMK Ma'arif Yogyakarta, sedang pada penelitian
ini dilakukan di Puskesmas Mlati Sleman, desain penelitian yang
digunakan juga berbeda yaitu cross sectional dengan analisis
multivariat sedangkan yang akan dilakukan pada penelitian ini
menggunakan motode Pre-eksperiment dengan pendekatan One Group
Pre-test past-test pengumpulan data menggunakan lembar observasi,
kemudian data dianalisa menggunakan uji statistik wilcoxon.
b. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama melakukan penelitian
pada kadar HB dengan rancangan One Group pretest-post-test.
2. Dewi. 2014. Dengan Judul Pengaruh Konsumsi Daun Kacang Panjang
Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Tm II Dengan
Anemia Di Wilayah Kerja Puskesmas Polanharjo Kabupaten Klaten.
Penelitian ini adalah penelitian Quasy dengan desain kelompok kontrol
posttest pretest. Penelitian ini menggunakan kelompok perlakuan wanita
trimester hamil kedua dengan anemia yang telah memberikan kacang panjang
sebanyak 15 responden dan kelompok kontrol adalah kelompok ibu hamil
dengan anemia trimester kedua tanpa tambahan asupan tablet Fe sebanyak 15
responden. Ada perbedaan antara rata-rata kadar hemoglobin sebelum
kelompok intervensi dikonsumsi kacang panjang daun dengan rata-rata kadar
hemoglobin pada kelompok intervensi setelah mengonsumsi daun kacang
panjang. Dengan makan 350 gram daun kacang panjang selama satu bulan (28
hari) dapat membantu mencegah anemia pada wanita hamil.
a. Perbedaannya adalah pada variabel bebas pengaruh daun kacang
panjang, sedang pada penelian ini jus kacang panjang, lokasi penelitian
di Puskesmas Pulonharjo Klaten, sedang pada penelitian ini dilakukan
di Puskesmas Mlati Sleman.
b. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama melakukan penelitian
pada anemia pada ibu hamil, desain penelitian yang digunakan juga
sama dengan yaitu pra-eksperiment dengan pendekatan One Group
Pra-tes Post-test dengan pengambilan sampel secara purposive
sampling, metode pengumpulan data menggunakan lembar observasi,
kemudian data dianalisa menggunakan uji statistik wilcoxon.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Anemia dalam Kehamilan

a. Pengertian Kehamilan

Kehamilan adalah suatu proses fisiologi yang normal dimulai dari konsepsi
atau pembuahan dan berakhiri dengan permulaan persalinan. Lama kelahiran
adalah 40 minggu. Kehamilan antara 28-36 minggu disebut kehamilan matur, dan
kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan post matur.

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lainnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari, 40 minggu atau 9 bulan kalender dari hari pertama haid
terakhir. Periode kehamilan dibagi tiga triwulan yaitu triwulan pertama dimulai
dari konsepsi hingga triwulan ketiga, triwulan kedua dari bulan ke empat sampai
enam dan triwulan tiga dari bulan ketujuh hingga ke Sembilan (Manuaba, 2008).

b. Definisi Anemia

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di


bawah 11 gr 1% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada
trimester II (Depkes RI, 2009 205). Anemia adalah kondisi dimana sel darah
merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut
oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang.
Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang
dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr / dl (Varney, 2006: 138). Anemia Defisiensi
besi adalah anemia yang terjadi akibat berkurang zat besi dalam darah, artinya
konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah.
Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah bearti orang
tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis.
Simpanan zat yang sangat rendah tidak akan cukup untuk membuat sel-sel darah
merah di sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah
batas normal, keadaan ini lah yang disebut anemia gizi besi (Masrizal, 2007).

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya


cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi
transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang.
Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi
merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur yang sering mengalami
anemia, karena kehilangan sewaktu mentruasi dan peningkatan kebutuhan besi
sewaktu hamil (Masrizal, 2007)

Anemia defisiensi zat besi (kejadian 62,30%) adalah anemia dalam


kehamilan yang paling sering terjadi dalam kehamilan akibat kekurangan zat besi.
Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam
makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyak zat besi. Anemia
Megaloblastik dalam kehamilan (kejadian 29,00%) adalah anemia yang
disebabkan karena defisiensi asam folat. Anemia Hipoplastik (kejadian 8,0%)
pada wanita hamil adalah anemia yang disebabkan karena sumsum tulang kurang
mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui
dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan. Anemia
Hemolitik (kejadian 0,70%), yaitu anemia yang disebabkan karena penghancuran
sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria (Wiknjosastro,
2007)
c. Faktor penyebab anemia pada ibu hamil

1. Umur Ibu

Menurut Amirudin (2007) bahwa ibu hamil yan berumur kurang dari 20
tahun dan lebih dan 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu hamil
yang berumur 20-35 tahun yaitu 50,5% menderita anemia. Wanita yang
berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang
tinggi untuk hamil karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu
hamil serta janinnya, beresiko mengalami perdarahan dan dapat menyebabkan
ibu mengalami anemia. Menurut penelitian Padila, (2014), Umur ibu saat
melahirkan merupakan salah satu faktor risiko kematian perinatal. Dalam
kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa umur aman untuk persalinan
adalah 20-35 tahun.

2. Paritas

Menurut Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai


resiko 1,454 kali lebih besar untuk mengalami anemia di banding dengan
paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah
kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
Semakin sering seorang wanita hamil dan melahirkan maka risiko
mengalami anemia semakin besar karena kehamilan menguras cadangan zat
dalam tubuh (Syakira Husada, 2008).

3. Kurang Energi Kronis (KEK)

Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil, seperti halnya KEK, tidak
terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil dan
keluarganya seperti tingkat pendidikan, pendapatan, konsumsi, pangan,
umur, paritas, dan sebagainya.

Penggunaan lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk


mengetahuiv risiko Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita Usia Subur
(WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran lingkar lengan atas
(LILA) dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi Kurang Energi
Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran
LILA 23,5 cm. Deteksi KEK dengan ukuran LILA yang rendah
mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan 10
hari sehari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain,
diantaranya besi. Dapat diasumsikan sebagai ibu hamil yang menderita
KEK berpeluang untuk menderita anemia (Darlina, 2003).

4. Infeksi dan Penyakit


Zat merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh
agar tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan
kadar Hb <10 g / dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri)
yang rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia karena meningkatnya
kebutuhan tubuh akibat kondisi fisiologis (hamil, kehilangan darah karena
kecelakaan, pasca bedah atau menstruasi), adanya penyakit kronis atau
infeksi (infeksi cacing tambang, malaria, TBC) (Anonim, 2004: 36). Ibu
yang sedang hamil sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular.
Beberapa diantaranya meskipun tidak tidak mengancam nyawa ibu, tetapi
dapat menimbulkan dampak berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat
bertahan abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam
kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi yang diderita ibu hamil
biasanya tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi
lahir dengan kecacatan. Pada kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan
kekurangan banyak cairan tubuh serta zat gizi lainnya (Bahar, 2006).
Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas janin dan
bayi yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular
dapat mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri
atau virus yang penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak langsung
menderita penyakit, namun Demam yang menyertai penyakit infeksi sudah
cukup untuk menyebabkan keguguran. Penyakit menular yang disebabkan
virus dapat menimbulkan cacat pada janin sedangkan penyakit tidak
menular dapat menimbulkan komplikasi kehamilan dan meningkatkan
kematian Janin 30% (Bahar, 2006).

5. Jarak kehamilan
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada
ibu dengan prioritas 1 -3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan
ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukkan proposi kematian ibu lebih
banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu memiliki
waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke
kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat
beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu
hamil pulih. Akhimya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.
6. Pendidikan
Tingkat Pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang dapat
mempengaruhi tingkah laku manusia. Pendidikan akan mempengaruhi
seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.
Orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memberikan respon
yang lebih rasional dibandingkan mereka yang tidak berpendidikan, orang
yang berpendidikan rendah juga tidak mampu menghadapi suatu tantangan
dengan rasional (Notoadmodjo, 2007)

d. Kehamilan anemia pada ibu hamil

Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan


tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan
secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi).
Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka dilakukan
pemeriksaan kadar Hemoglobin. Pemeriksaan Hemoglobin dengan
spektrofotometri merupakan standar (Wiknjosastro, 2007).

Proses kekurangan zat sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap:


awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di
hati, saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang
diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah, Zat besi pada
pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20-30% sedangkan dari
sumber nabati 1-6%. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat
untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita
sering berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah,
letih, mata berkunang kunang, mengantuk, selaput lendir, kelopak mata, dan
kuku pucat (Sin-sin, 2008: 251).

e. Derajat anemia pada ibu hamil dan menentukan kadar hemoglobin

Menururt Word Health Organzsation (WHO) anemia pada ibu hamil


dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu (Sinsin, 2008)

1) Hb > 11 gr% : Tidak anemia

2) Hb 9-10 gr% : anemia ringan

3) Hb 7-8 gr % : anemia sedang

4) Hb < 7 gr% : anemia berat

Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO dengan cara cyanmet,


namun cara oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap
cara cyanmet. Dan pemeriksaan darah dilakukan setiap trimester dan minimal
dua kali selama hamil yaitu pada trimester I dan trimester III Depkes, 2009).

Metoda Cyanmethemoglobin ini cukup teliti dan dianjurkan oleh


International Committee For Standardizasi In Hemathology (ICSH) Menurut
cara ini darah dicampurkan dengan larutan drapkin untuk memecah
hemoglobin menjadi cyanmethemoglobin, daya serapnya kemudian diukur
pada 540 mm dalam kalorimeter fotoelekrit atau spektrofotometer. Cara
penentuan Hb yang banyak di Indonesia ialah Sahli. Cara ini untuk di
lapangan cukup.

f. Prevalensi anemia kehamilan

Diketahui bahwa 10% -20% ibu hamil di dunia menderita anemia pada
kehamilannya. Di dunia 34% terjadi anemia pada ibu hamil di mana 75%
berada di negara sedang berkembang (Syafa, 2010: 201). Prevalensi anemia
pada ibu hamil di Negara berkembang 43% dan 12% pada wanita hamil di
negara kaya atau Negara maju (Allen, 2007: 70). Di indonesia prevalensi
anemia kehamilan relatif tinggi, yaitu 38% - 71.5% dengan rata-rata 63,5%,
sedangkan di Amerika Serikat hanya 6% (Syaifudin, 2006).

Di Bali prevalensi anemia pada ibu hamil tahun 2007 adalah 46,2%
(Ani dkk. 2007 77). Di RSUD Wangaya Kota Denpasar ibu hamil aterm
dengan anemia 25,6% (CM RSUD Wangaya, 2010: 61). Tingginya prevalensi
anemia pada ibu hamil sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat
besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Saifudin, 2006)

Kematian ibu akibat anemia dibeberapa Negara berkembang berkisar


27 per kelahiran hidup (KH) di India, dan 194 per 100 000 kelahiran hidup di
Pakistan (Allen, 2007).

Menurut WHO 40% kematian ibu di negara berkembang terkait dengan


anemia dalam kehamilan (Saifudin, 2006: 157 dan Saspriyana, 2010).

Sedangkan di Kota Denpasar tahun 2008 kematian ibu 42 per KH dan


20% disebabkan oleh karena anemia (Profil Kesehatan Kota Denpasar, 2008).
Masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah masih tinggi prevalensi
anemia pada ibu hamil dan sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat
besi untuk pembentukan hemoglobin. Keadaan kekurangan zat pada ibu hamil
akan menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh
maupun sel otak janin (Depkes, 2009).

g. Transfer zat besi ke janin

Menurut Allen (2007) Transfer zat besi dari ibu ke janin di dukung oleh
peningkatan substansial dalam zat besi selama kehamilan dan diatur oleh
plasenta. Serum fertin meningkat pada umur kehamilan 12 - 25 minggu.
Kebanyakan zat besi ditransfer ke janin setelah umur kehamilan 30 minggu
yang sesuai dengan waktu puncak efisiensi penyerapan zat besi. Serum
transferin membawa zat besi dari sirkulasi ibu untuk transferin reseptor yang
terletak pada permukaan apikal dan sinsitiotropoblas plasenta, holotransferin
adalah endocytosied ; besi apotransferin dikembalikan ke sirkulasi ibu. Zat
besi kemudian bebas mengikat fertin dalam sel - sel plasenta yang akan
dipindahkan ke apotransferin yang masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai
holotransferrin ke dalam sirkulasi janin. Plasenta sebagai transfortasi zat besi
dari ibu ke janin. Ketika status gizi ibu yang kurang, jumlah reseptor tranferin
plasenta meningkat sehingga zat besi lebih banyak diambil oleh plasenta dan
ditransfortasi untuk janin serta zat besi yang berlebihan untuk janin dapat
dicegah oleh sintesis plasenta fertin.

h. Pengaruh anemia terhadap kehamilan

Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu,


baik dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya.
Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah: keguguran
(abortus), kelahiran prematur, persalinan yang lama akibat kelelahan otot
rahim di dalam kontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena
tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat
bersalin maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat ( < 4 gr%) dapat
menyebabkan dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemiadapat
menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan ( Wiknjosastro, 2007).
Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal: berat
badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada
masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan
intranatal, syok, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan
komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus: prematur, apgar scor rendah
gawat janin (Anonim, "tt"). Bahaya pada trimester II dan trimester II1, anemia
dapat menyebabkan terjadinya partus prematur, perdarahan ante partum,
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai
kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis
hingga kematian ibu (Mansjoe dik., 2008)

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan


gangguan his primernya, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan
dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan
perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer, 2008).

Anemia kehamilarn yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan


sehingga akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi
(Smith et al, 2010).

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan: gangguan his-kekuatan


mengedan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II
berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan
operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post
partum akibat atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum
sekunder dan atonia uteri. Pada kala nifas: Terjadi subinvolusi uteri yang
menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium,
pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kordis mendadak setelah
persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae( Shafa, 2010).

Anemia memiliki risiko mengalami partus 1,681 kali lebih besar


dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia tapi tidak bermakna secara
statistik. Ini diduga karena terjadi ketidakseragaman pengambilan kadar Hb
dan pada kontrolnya ada kadar Hb diambil pada trimester 1 dan bisa saja pada
saat itu ibu sedang anemia. Ibu hamil yang anemia bisa mengalami gangguan
his/gangguan mengedan yang mengakibatkan partum lama. Perdarahan pada
ibu setelah melahirkan berhubungan dengan anemia pada kehamilan 32
minggu. Kehilangan darah lebih banyak pada anemia berat dan kehilangan
meningkat sedikit pada wanita anemia ringan dibandingkan dengan ibu yang
tidak anemia. (Kavle et al, 2008).

Hasil penelitian yang telah dilakukan Indriyani (2006) di RS Siti


Fatimah Makasar menunjukkan faktor risiko anema ibu hamil <11 gr %.
Menpunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian partus lama. Ibu yang
mengalami kejadian pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan
karena terjadinya penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil
volume darah 50% meningkat dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit
yang menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan
ini akan lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan
volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta dan
untuk penyediaan cadangan saat kehilangan darah waktu melahirkan. Selama
kehamilan, rahim, plasenta dan janin memerlukan aliran darah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Smitht et al, 2010).

Pertumbuhan janin yang lambat, kekurang gizi pada janin, kelahiran


prematur dan berat badan bayi yang rendah, yaitu 38.85%, merupakan
penyebab kematian bayi. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak
terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus)
dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lair atau beberapa
saatsetelah lahir (asfiksia lahir) 27,97%. Hal ini menunjukkan 66,82 kematian
perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan. Jika dilihat dari
golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005 adalah
disaebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu
56,09% (Depkes, 2009: 202) Demikian pula penitian yang dilakukan di
kabupaten Labuan Batu oleh Simanjuntak (2008)

meneliti hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR


diperoleh 86 (53%) anemia dan 162 kasus. Dan yang melahirkan bayi dengan
BBLR 36,0%. Hasil penelitian Karafsahin et al. (2007) menunjukkan ibu
hamil dengan anemia, empat kali lebih berisiko melahirkan bayi prematur dan
1,9 kali berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dari pada ibu
hamil yang tidak anemia.

i. Pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil

Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan
cara meningkatkan konsumsi zat dari makanan, mengonsumsi pangan hewani
dalam jumlah yang cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga
masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain
untuk mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang
memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat
meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi
vitamin C sebanyak 25,50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan
zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan vitamin C, namun dalam
proses pemasakan 50-80% vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi
makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti: fitat, fosfat,
tannin (Wiknjosastro, 2005).

Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang


diminum (oral) atau dapat suntikan (parenteral). Terapi oral adalah dengan
pemberian preparat: fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat. Pemberian
preparat 60 mg / hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan.
Sedangkan pemberian preparat parenteral adalah dengan ferum dekstran
sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2x10 ml secara intramuskulus, dapat
meningkatkan hemoglobin relatif cepat yaitu 2g%. Pemberian secara
parenteral ini hanya berdasarkan indikasi, di mana terdapat intoleransi besi
pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang
buruk. Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi dan
dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap
wanita hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus,
sebanyak satu tablet sehari selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga
dinasehatkan untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang
mengandung banyak mineral serta vitamin (Wiknjosastro 2007).

Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan


kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg
dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya
volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil
menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin,
plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Kebijakan nasional yang diterapkan di
seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari
sesegera mungkin setelah rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet
mengandung FeS04 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 ug, minimal
masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh
atau kopi, karena akan mengganggu penyerapannya ( Depkes RI, 2009 ).

Menurut Shafa (2010) kebutuhan Fe selama ibu hamil dapat


diperhitungkan untuk peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr, pembentukan
300 mgr pertumbuhan darah janin 100 mgr. Penyebab anemia pada umumnya
adalah sebagai berikut :

a. Kurang gizi (malnutrisi)


b. Kurang zat besi dalam diit
c. Malabsorpsi
d. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, radang dan lain-lain
e. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-
lain.

j. Masalah dan tanda

Secara klinik dapat dilihat ibu lemah, pucat, mudah pingsan, mata
kunang-kunang, sementara pada tekanan darah masih dalam batas normal, perlu
dicurigai anemia defisiensi. Untuk menegakkan diagnosa dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan melakukan pemeriksaan kadar Hb (Saifuddin,
2008)

k. Klasifikasi Anemia dalam kehamilan

Klasifikasi Anemia dalam kehamilan menurut Wiknjosastro (2007).


adalah sebagai berikut:

1. Anemia Defisiensi Besi


Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil
dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
a) Terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu ferosulfat,
feroglukonat atau Natrium ferobisitrat. Pemberian preparat besi 60
mg/hari dapat meningkatkan kadar Hb sebanyak 1 gr% setiap bulan.
Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50
nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2008).
b) Terapi parenteral yang baru diperlukan apabila penderita tidak tahan
akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit
saluran pencernaan atau masa kehamilannya yang lama (Wiknjosastro,
2007).
c) Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000
mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml / IM pada gluteus, dapat
meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2008: 165).
d) Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata menempuh 800
mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin
dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa
hemoglobin maternal, kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan
melalui usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan
menghasilkan sekitar 8-10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali
dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20-25 mg zat besi
perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil
akan menghasilkan zat besi sebnyak 100 mg sehingga kebutuhan zat
besi masih kekurangan untuk wanita hamil( Manuaba, 2008).
2. Anemia Megaloblastik

Anemia yang disebabkan oleh kekurangan asam folat,jarang sekali


karena kekurangan vitamin B12. Pengobatannya:

a) Asam folat 15-30 mg per hari

b) Vitamin B12 3 X1 tablet per hari

c ) Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari

3. Anemia Hipoplastik

Anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang,


membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnosik diperlukan pemeriksaan-
pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan fungsi
eksternal dan pemeriksaan retikulosit.

4. Anemia Hemolitik

Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel


darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia
hemolitik sukar menjadi hamil; apabila ia hamil, maka anemianya biasanya
menjadi lebih berat. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan
gambaran darah, kelelahan, kelemahan serta gejala komplikasi bila terjadi
kelainan pada organ-organ vital. Pengobatannya tergantung pada jenis anemia
hemolitik dan beratnya anemia. Obat-obat penambah darah tidak memberi
hasil. Tranfusi darah, kadang dilakukan berulang untuk mengurangi ibu dan
menghindari bahaya hipoksia janin.

5. Anemia-anemia lain

Seorang wanita yang menderita anemia, misalnya berbagai jenis


anemia hemolitik herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria,
cacing tambang, penyakit ginjal menahun, penyakit hati, tuberkulosis, sifilis,
tumor ganas dan sebagainya dapat menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya
menjadi lebih berat dan berpengaruh pula bagi anak dalam kandungan.
Pengobatan yang ditujukan pada sebab pokok anemianya, misalnya
nantibiotika untuk infeksi, obat-obat anti malaria, anti sifilis obat cacing dan
lain-lain (Saifuddin, 2008)

l. Kebutuhan Fe untuk ibu hamil Tiap Trimester

Menurut Susiloningtyas (2012) pemberian suplemen Fe disesuaikan dengan


usia kehamilan atau kebutuhan zat besi tiap semester, yaitu sebagai berikut:

1) Trimester I : kebutuhan zat besi 1 mg / hari, (kehilangan basal 0,8 mg / hari


ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan perempuan dan sel

2) Trimester II: kebutuhan zat besi +5 mg / hari, (kebutuhan basal 0,8 mg / hari)
ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan konsepus 115 mg.

3) Trimester III: kebutuhan zat besi 5 mg / hari.,) Ditambah kebutuhan darah


150 mg dan konsepsi 223 mg.

m. Penanganan anemia dalam kehamilan

1) Pencegahan Anemia

Anemia dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan bergizi seimbang


dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat
besi dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi daging (terutama daging
merah) seperti daging sapi atau hati ayam. Zat besi juga dapat ditemukan
pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis,
kacang polong dan kacang-kacangan. ( Manuaba, 2007)

2) Penatalaksanaan Medis Dan Kewenangan Bidan

Menurut Purwaji (2008), terdapat 3 tahapan penangan bidan dalam upaya


penatalaksanaan anemia ibu hamil yaitu :

a. Penanganan Primer

Penanganan primer dilakukan pada fase prepathogenesis yaitu pada


tahap sebelum dimulainya perubahan patologis. Tujuan pencegahan ini
untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit dan
memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko
(AHA Task Force, 1998 dalam Murti 2010).

Bidan komunitas dalam penanganan anemia ibu hamil ini dapat


berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrium education berupa
asupan asupan bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi
atau tablet tambah darah selama 90 hari. Penanggulangannya, dimulai
jauh sebelum peristiwa melahirkan (Junadi, 2007).

Selain itu, bidan juga dapat berperan sebagai konselor atau sebagai
sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara mencegah maupun
untuk mengobati anemia pada kehamilan. Bidan juga sebagai fasilitator
bidan dapat mengaktifkan kader dan posyandu balita atau mengatur
posyandu (jika belum ada) sebagai tenaga, sarana dan tempat dalam
mempromosikan kesehatan. Bidan juga dapat menjadi alat pemeriksakan
kehamilannya secara rutin di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan
memotivasi keluarga ibu hamil untuk selalu mendukung perawatan yang
dilakukan pada ibu hamil untuk mencegah anemia.

b. Penanganan Sekunder
Penanganan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada
pathogenesis yang dimulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis atau
timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Pada penanganan
sekunder yang dapat dilakukan oleh bidan komunitas diantaranya adalah
sebagai care giver diantaranya melakukan screening (early dtection)
seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi apakah ibu
hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk untuk
anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk dalam anemia
ringan, sedang, atau berat. Dilakukan pemeriksaan terhadap tanda dan
gejala yang mendukung sepertyi tekanan darah, nadi dan melakukan
anamnesa berkaitan dengan hal ini, sehingga bidan dapat memberikan
tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut. (Purwaji, 2008).
Bidan dapat berperan juga sebagai penemu kasus, peneliti, konselor,
edukator, motivator, fasilitator dan kolaborator. Bidan sebagai penemu
kasus dan penelitian dapat mengambarkan dan melaporkan kejadian
anemia pada ibu hamil di suatu daerah, sehingga datanya bermanfaat
untuk dinas terkait dalam rangka penanganan terhadap kejadian anemia
tersebut. Bidan sebagai care giver dan kolaborator apabila ibu hamil
terkena aemia dengan memberikan terapi oral berupa Fe dan memberikan
rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan transfusi
(apabila ibu hamil memderita anemia berat). (Purwaji, 2008)
Bidan dapat memberikan pengarahan dan motivasi kepada ibu hamil
dan keluarganya agar tidak berlanjut pada komplikai yang diinginkan
pada ibu dan janin. Bidan juga dapat memotivasi kader untuk dapat
membantu mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil di wilayahnya.
(Purwaji, 2008)
c. Penanganan Tersier
Penanganan tersier dilakukan untuk mengobati perkembangan
penyakit ke arah yang lebih buruk. Bermanfaat untuk Memperbaiki
kualitas hidup klien seperti mengurangi atau mencegah terjadinya
kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah
serangan ulang dan memperpanjang hidup. (Purwaji, 2008)
Penanganan tersier bidan pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu
mempertahankan kadar hemoglobin tetap dalam batas normal, memeriksa
ulang secara teratur kadar hemoglobin, mengeliminasi faktor risiko
seperti asupan nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil, tetap
mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap mengkonsumsi
makanan yang adekuat setelah persalinan. Bidan dalam penanganan
tersier dapat berperan sebagai care giver, edukator, konselor, motivator,
kolaborator, dan fasilitator. (Purwaji, 2008)

2. kacang panjang

a. Pengertian Kacang Panjang

Kacang Panjang (Vigna Sinensis) merupakan tanaman yang tumbuhnya


menjalar dengan batang berwarna hijau muda yang membentuk segi enam.
Daunnya berwarna hijau tua dengan ujung meruncing. Bunganya berbentuk
kupu-kupu berwarna biru muda. Polongnya bulat hijau dan panjangnya sekitar
35-60 cm.Tanaman kacang panjang dapat tumbuh dengan baik di ketinggian
hingga 800 m dpl.tanah yang cocok untuk pertumbuhannya adalah latosol
(lempung berpasir).

Tanaman kacang panjang termasuk dalam famili papilionaceae yang


tergolong tanaman semusim berbentuk perdu yang bersifat membelit atau
setengah membelit (Suherni, 2007).

Kacang panjang merupakan salah satu bahan pahan dalam bentuk sayuran
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Pada saat tanaman kacang
panjang masih muda berikut daunnya dapat dipakai sebagai bahan pangan (Pitojo,
2006).

Kacang panjang merupakan tanaman sayuran sebagai sumber vitamin dan


mineral. Fungsinya sebagai pengatur metsbolisme tubuh, meningkatkan
kecerdasan dan ketahanan tubuh serta memperlancar proses pencernaa karena
kandungan seratnya yang tinggi (Rasyid, 2012).

Kacang panjang penting sebagai sumber vitamin dan mineral. Sayur ini
banyak mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C terutama pada polong
muda. Bijinya banyak mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Dengan
demikian, komoditi ini merupakan sumber protein nabati yang cukup potensial.
(Haryanto, 2003).

b. Morfologi kacang panjang

1. Akar

Akar tanaman kacang panjang terdiri atas akar tunggang, akar cabang dan
akar serabut. Perakaran tanaman dapat mencapai kedalaman 60 cm. Akar
tanaman kacang panjang dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. ciri
adanya simbiosis yaitu bitil bintil akar di sekitar pangkal akar (Pitojo, 2006).

2. Batang

Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak, berwarna hijau dengan permukaan
licin. Batang tumbuh keatas, membelit kearah kanan pada turus atau tegakan yang
didekatnya. Batang membentuk cabang sejak dari bawah batang (Pitojo, 2006)

3. Daun

Daun tanaman kacang panjang berupa daun majemuk, melekat pada batang
tangkai daun agak panjang, lonjong, berseling, panjangnya 6 -8 cm, lebar 3 - 4,5
cm, tepi rata, pangkal membulat, ujung lancip, pertulangan menyirip, tangkai
silindris, panjang kurang lebih 4 cm, dan tinggi hijau (Hutapea, 2007).
4. Bunga

Bunga tanaman kacang panjang berbentuk kupu-kupu. Ibu tangakai bunga


keluar dari ketiak daun. Setiap ibu tangkai bunga mempunyai 3- 5 bunga. Warna
bunganya ada yang putih, biru atau ungu. Bunga kacang panjang menyerbuk
sendiri. Penyerbukan silang dengan bantuan serangga dapat terjadi kemapuan
10% (Haryanto, 2003).

5. Buah

Buah tanaman kacang panjang bulat polong dan ramping. Bulat panjang
polong dan ramping. Panjan polong sekitar 10 - 80 cm. Warna polong hijau muda
sampai hijau keputihan. Setelah tua wana polong putin kekuningan. Polong yang
muda sifatnya renyah dan mudah patah. Setelah tua polong menjadi liat. Pada
satu polong dapat berisi 8-20 biji kacang panjang (Haryanto, 2007).

c. Manfaat Kacang Panjang

Beberapa manfaat kacang panjang dalam bidang medis yang dihasilkan adalah
(Satuhu, 2010).

1. Mengurangi risiko anemia

Disebutkan dalam penelitian (Rahmat, 2009). menyatakan bahwa


dalam 100 gr daun kacang panjang dengan 6,2 mg zat besi dengan tingkat
kelarutan besi dalam tubuh cukup tinggi yaitu sekitar 17,4%. Sehingga
dapat mengurangi kemungkinan anemia pada ibu hamil.

2. Mempebaiki Pencernaan

Pengaturan pola makan untuk ibu hamil harus memenuhi sumber


karbohidrat, protein dan lemak serta vitamin dan mineral. Makanan ibu
selama hamil diharapkan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi ibu dan janin
dalam kondisi sehat. Untuk kelancaran yang pencernaan dianjurkan
menghindari makanan yang banyak bumbu, terlalu panas / dingin dan tidak
menggunakan alkohol. Dianjurkan juga banyak makan sayuran berwarna
hijau (Prastiono, 2009)

3. Kesehatan Tulang
Menurut (Widowati, 2009) selain Osteoporosis, ada berbagai
penyakit kelainan yang terjadi pada tulang yang sangat penting untuk kita
hindari. Vitamin k dan Mangan yang terdapat di kacang panjang sangat
efektif untuk kesehatan tulang dan menjadikannya kuat sampai tua.
4. Mengatasi mual dan muntah
Morning Sickness adalah rasa mual atau ingin muntah yang kerap
muncul pada ibu hamil, terlebih saat pagi hari. Kacang panjang ternyata
bisa menghilangkan atau meminimalkan rasa mual, pusing, dan gejala
morning sickness tersebut. Kacang panjang juga sekaligus membantu
mengatasi rasa lesu selama hamil. (Widowati 2009)
5. Vitamin K
Menurut (Haryanto dkk, 2007) kacang panjang sangat penting
sebagai sumber vitamin dan mineral. Kacang panjang banyak
mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C. Selain itu, bijinya
banyak mengandung protein, lemak, dan karbohidrat. Setiap 100 g berat
kacang panjang mengandung protein 2,7g; lemak 1,3 g; hidrat arang 7,8 g;
dan kalori sebesar 34 kg kalori.
6. Vitamin C
Mencegah katarak, Menjaga kesehatan kulit, Mencegah kesulitan
bernafas, Mencegah serangan jantung dan stroke, meningkatkan
kelancaran sistem peredaran darah, Mencegah stres. (Widowati 2009)
7. Asam Folat
Mencegah anemia, Nutrisi untuk otak, meningkatkan produksi sel
darah merah, Sintesis DNA dan RNA, Membantu pembelahan dan
Pembagian sel, Sangat penting untuk wanita hamil. (Widowati 2009)
8. Vitamin B2
Mencegah katarak, Mencegah migrain dan sakit kepala, Sumber
Energi, Mencegah anemia, Sebagai antioksidan, Tembaga. Mencegah
osteoporosis, Mencegah anemia, membantu kesehatan janin (ibu hamil),
Mencegah pigmentasi kulit, Mencegah kelainan tiroid, Vitamin B1,
Mencegah gangguan metabolisme, mencegah kelainan pada otak,
Mencegah osteoporosis, Menjaga sistem imun, Mencegah katarak,
Mencegah gangguan ginjal. (Widowati 2009)
d. Komposisi Kacang Panjang.
Sebagai salah satu bahan pangan alami, kacang panjang mengandung
berbagai macam zat yang sangat diperlukan untuk kesehatan. Dalam kacang
panjang dapat dijumpai adanya Protein, Lemak, Karbohidrat, Vitamin A,
VitaminB1, Vitamin B2, Kalsium Fosfor, Besi, Belerang, Magnesium,
Mangan (Daniel, 2005).
Dengan vitamin dan gizi yang dikandung kacang panjang sangat baik
untuk dikonsumsi. Meski demikian, tidak sedikit orang yang menghindari
mengkonsumsi sayur salah satu keluarga Leguminoceae ini. Entah karena
alergi atau karena benar-benar tidak menyukai, menjadikan tidak banyak
orang yang memanfaatkannya. Selama ini cara yang lazim dalam
memanfatkan kacang panjang adalah dengan menjadikannya sayur atau
dimakan sebagai lalapan. Santapan seperti ini hanya berlaku untuk kacang
segar, dan tidak nikmat tanpa pendamping yang lain.
Kacang panjang (Vigna sesquipedalis (L) Fruhw) merupakan sayur
berkadar makanan tinggi (± 49% bobot kering); dikonsumsi tanpa atau melalui
pemasakan dengan variasi suhu, lama pemasakan, dan derajat keasaman. Cara
pengolahan meningkatkan afinitas pengikatan Fe oleh makromolekul (Torreet
al, 2006).

Tabel 2.1 Nilai zat gizi kacang panjang


Unit Nilai per 100 gram
Vitamin C Mg 2
Air G 12,2
Energi Kkal 357
Protein G 17,3
Lemak G 1,5
KH G 70
Kalsium Mg 163
Besi Mg 6,9
Thiamin Mg 0,57

Sumber: Komposisi Pangan Indonesia. (2008: 19)

Berikut keterangan komposisi zat gizi yang terdapat dalam 100 gram kacang
panjang:

1. Air
Merupakan komponen terbesar dalam struktur tubuh manusi, yang
mempunyai manfaat yaitu:
a. Sebagai media tranportasi zat gizi, membuang sisa-sisa metabolisme,
hormon ke organ target.
b. Mengatur temperatur tubuh terutama selana aktifitas fisik.
c. Mempertahankan keseimbangan volume darah (Djoko, 2006).

2. Energi

Energi yang diperlukan untuk kerja otot diperoleh dari zat makanan yang
dikonsumsi setiap hari, terdiri atas zat gizi makro yangmeliputi karbohidrat,
lemak dan protein. Energi dan zat gizi diperlukan oleh setiap orang dalam jumlah
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan jenis kelamin, berat badan, lama dan berat
ringannya aktifitas fisik (Djoko, 2006)

3. Protein

Menurut Agria (2012: 98) Protein adalah senyawa kimia yang


mengandung asam amino, tersusun atas atom C, H, O, dan N. Protein merupakan
bahan utama pembentuk sel tumbuhan, hewan dan manusia, lebih kurang ¾ zat
pada tubuh adalah protein. Oleh karena itu protein disebut sebagai zat pembangun.
Tubuh manusia memerlukan protein untuk menjalankan barbagai fungsi antara
lain:
a. Membangun sel tubuh, semakin bertambah usia seorang bayi makin
bertambah berat badannya. Bertambahnya berat disebabkan oleh terbentuknya
jaringan baru seperti tulang dan otot.
b. Mengganti sel tubuh, sering sel atau jaringan tubuh manusia mengalami
kerusakan misalnya akibat cidera sehingga memerlukan protein sebagai
pengganti sel-sel yang rusak.
c. Membuat air susu, enzim, dan hormon, ASI tersusun atas protein, demikian
juga untuk membuat enzim maupun hormon yang dibutuhkan protein
d. Membuat protein darah.
e. Menjaga keseimbangan asam basa cairan tubuh
f. Pemberi kalori, protein dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk
aktifitas, terutama untuk keadaaan yang disetujui, misalnya kelaparan. 1 gram
protein menghasilkan 4 kalori.

Sumber protein nabati yang paling baik ialahjenis kacang-kacangan,


seperti kacang panjang, kacang tunggak dll. Kacang-kacangan merupakan sumber
protein nabati yang paling lengkap protein utamanya, mengandung 20-30 persen.
Jenis kacang-kacangan ini dapat menggantikan daging dan ikan. Bila sumber
protein nabati satu-satunya adalah kacang –kacangan, maka diperlukan 100 gram
sehari. (Agria, dkk, 2012).

4. Lemak

Untuk memelihara keseimbangan fungsinya, tubuh memerlukan lemak 0,5 sd


1 gr / KgBB / hari. Latihan olah raga meningkatkan kapasitas otot dalam
menggunakan lemak sebagai sumber energi. Meski demikian konsumsi lemak
dianjurkan tidak lebih dari 30% total energi per hari (Djoko, 2006)

5. Karbohirat
Orang dewasa dengan kegiatan sedang memerlukan karbohidrat rata-rata 8-
12 grlkgBB / hari. Sedangkan kebutuhan minimal setiap orang adalah 50-100 gr /
hari untuk pencegahan ketosis. Ketosis adalah meningkatnya kadar atau sisa
produk hati yang tidak dapat di oksidasi dalam darah sehingga mengakibatkan
pembakaran lemak berlebihan, gejala ketosis antara lain produk urine meningkat,
depresi, mual, lelah (Djoko, 2006).

6. Vitamin C

Jika kekurangan / defisiensi vitamin C dapat mengakibatkan keracunan


kehamilan, ketuban pecah dini (KPD). Vitamin C berguna untuk mencegah
terjadinya reptur membran, sebagai bahan semen jaringan ikat dan pembuluh
darah. Fungsi lain dapat mengakibatkan absorbsi zat besi, meningkatkan absorbsi
suplemen besi dan profilaksis perdarahan post partum. Kebutuhan 10mg / hari
lebih tinggi dari ibu tidak hamil (Agria, dkk, 2012).

7. Zat Besi (Fe)

Sangat esensial, berhubungan dengan meningkatnya jumlah eritrosit ibu,


kenaikan sirkulasi darah ibu dan kenaikan kadar Hb) diperlukan untuk mencegah
terjadinya anemia. Intake yang tinggi dan berlebihan pada Fe juga tidak baik,
karena dapat menyebabkan konstipasi ( sulit BAB ) dan neusea (mual muntah)
(Agria, dkk, 2012).

8. Fosfor

Fosfor berhubungan erat dengan Ca. Fosfor berfiungsi pada pembentukan


rangka dan gigi janin serta kenaikan metabolisme kalsium ibu. Jika jumlah
didalam tubuh tidak seimbang sering mengakibatkan kram pada pada tungkai
(Agria, dkk. 2012)

e. Pengaruh Kacang Panjang terhadap Kadar Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi dan memiliki
kemampuan untuk mengikat oksigen di dalam sel darah merah. Zat besi yang di
dalam molekul hemoglobin sangat penting untuk menjalankan fungsi pengikatan
dan pelepasan oksigen. Apabila terjadi kekurangan zat besi, jumlah hemoglobin
juga akan berkurang yang menimbulkan keadaan kurang darah atau anemia. Data
terakhir menunjukkan bahwa prevalensi anemia gizi besi masih tinggi dan
defisiensi besi adalah penyebab utama anemia di dunia. Kacang panjang adalah
jenis kacang-kacangan dengan kandungan zast besi yang cukup tinggi (Aziz,
2007).

Strategi lain untuk menurunkan angka kejadian anemia khususnya pada ibu
hamil adalah dengan memberikan asupan nutrisi yang kaya akan zat besi. Telah
banyak dikenal oleh masyarakat bahwa sayuran hijau sangat kaya akan zat besi,
kebiasaan masyarakat awam akan mengkonsumsi bayam dan kangkung dalam
usaha untuk mencukupi kebutuhan zat besi, namun tanpa disadari bahwa
penanaman bayam dan kangkung kini telah banyak ditanam di tempat-tempat
yang terpapar banyak polutan sehingga kandungan nutrisi yang seharusnya
bermanfaat beralih menjadi hal yang harus diwaspadai. Salah satu contoh asupan
sayuran lain yang sering dikonsumsi dan juga sangat kaya akan zat besi adalah
daun kacang panjang. Dilaporkan hasil sebuah penelitian dari (Rahmat, 2009)

Dalam SEAFAST 2014, menyatakan bahwa dalam 100 gr daun kacang


panjang memiliki 6,2 mg zat besi dengan tingkat kelarutan zat besi dalam tubuh
cukup tinggi yaitu sekitar 17,4%. Dalam 100 gram kacang panang, di dalamnya
terkandung serat yang mampu mencukupi sebesar 15% kebutuhan serat harian
pada tubuh. Serat kacang panjang merupakan jenis serat yang dapat larut sehingga
bisa membantu menjaga kadar gula darah dan metabolisme lemak dalam tubuh.
Bahkan, protein yang teedapat di dalam Kacang panjang sangat baik untuk
memenuhi kebutuhan protein tubuh.

Proses penyerapan zat besi dalam duodenum terdiri dari 3 fase yaitu fase
luminal, fase mucosal, dan fase sistemik atau korporeal. Pada fase luminal ikatan
besi dari bahan makanan dilepaskan atau dirubah menjadi bentuk terlarut dan
terionisasi. Kemudian besi dalam bentuk feri (Fe3 +) direduksi menjadi bentuk
fero (Fe2 +) sehingga siap diserap usus. Dalam proses ini getah lambung
memegang peranan penting. Absorbs paling baik terjadi pada duodenum dan
jejenum proksimal. Hal ini dihubungkan dengan jumlah reseptor pada permukaan
usus dan płH usus. Di dalam usus, besi akan dibedakan menjadi besi heme, dan
non heme. Kedua jenis besi ini memiliki sifat yang berbeda. Besi hame diserap
secara langsung, tidak dipengaruhi oleh bahan penghambat atau pemacu dan
presentase absorbsinya besar yaitu 4 kali dari besi heme. Sedangkan absorbs besi
non heme sangat dipengaruhi oleh zat pengikat (ligand) yang dapat menghambat
atau memacu absorbsi. Senyawa besi heme diserap utuhb dan setelah berada
dalam epitel usus akan dilepaskan dari rantai porfirin oleh enzim haemoxygenase,
kemudian ditransfer ke dalam plasma atau disimpan dalam ferritin. (Komposisi
Pangan Indonesia, 2008)

Presentase penyerapan zat besi sangat tinggi yaitu 10-25%. Penyerapan zat
besi non heme sangat diperlukan oleh adanya zat yang mempertahankan besi tetap
dalam keadaan terlarut yaitu vitamin C (asam askorbat). Bahan ini disebut dengan
zat pemacu atau promotor atauenhancer. Pada kacang panjang terdapat vitamin C
(asam askorbat) yang merupakan bahan pemacu absorbs besi yang sangat kuat
yang berfiungsi sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi fero,
mempertahankan pH usus tetap rendah sehingga mencegah presipitasi besi dan
bersifat sebagai monomer chelator yang membentuk iron-abcorbate chelate yang
lebih mudah diserap oleh tubuh. Setelah itu, zat besi diserap secara aktif melalui
reseftor. Jika dosis terlalu besar zat besi akan masuk secara difusi pasif.
(Komposisi pangan Indonesia, 2008)

Dalam sel enterosit akan diikat oleh suatu karier protein spesifik dan yang
ditransfer melalui sel ke kapiler atau disimpan dalam bentuk ferritin dan dalam
enterosit kemudian dibuang bersamaan dengan deskuamasi epitel usus. Pada fase
sistemik , besi yang masuk ke plasma akan dikat oleh apotransferin menjadi
transferrin dan diedarkan ke seluruh tubuh, terutama ke sel eritroblast di sumsum
tulang. Semua sel memiliki reseptor transferin permukaannya. Transfer ditangkap
oleh reseptor ini dan kemudian melalui proses pinositosis (endositosis) masuk
dalam vesikel (endosome) dalam sel. Akibat penurunan pH, besi, transfrrin, dan
reseptor akan terlepas dari ikatan. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan reseptor
dan transferin dikeluarkan untuk dipakai ulang. Pada keadaan ini, tubuh akan
tercukupi persediaan besinya sehingga metabolisme besi berjalan lancar
(Komposisi Pangan Indonesia, 2008)

Pemberian suplemen kacang panjang dan nutrisi yang baik selama 2 minggu
pada ibu hamil dengan anemia sangat memberikan pengaruh yang signifikan.
Dalam 100 gram kacang panjang Ada 6,2 mg besi, 29 mg vitamin C, 4,1 gr
protein, dan 88,10 ± 0,28% udara. Besi diet yang berasal dari daun kacang
panjang diserap di dalam lambung (pH 1,5) sebesar 17,4%, sedangkan dalam
duodenum (pH 7,5) terserap sebesar 15,5 ± 0,29%. Berdasarkan data kandungan
gizi pada kacang panjang di atas, dapat dicemati bahwa mengkonsumsi kacang
panjang sangat baik untuk mencegah atau memperbaiki kondisi anemia pada ibu
hamil hal ini dapat dibuktikan dengan tingginya kandungan zat yang terkandung
di dalamnya yaitu sebesar 6,2 mg per 100 gram kacang panjang segar dengan hasil
sebesar 17,4%. Selain itu, didukung pula oleh kandungan asam askorbat (vitamin
C) yang terkandung di dalamnya sebesar 29 mg per 100 gram daun kacang dan
sifat asam askorbat ini adalah untuk membantu panj zat zat besi dalam tubuh
(Djoko, 2006)

f. Tinjauan Islam

Setiap penyakit yang bersarang di tubuh dan tidak segera di obati dapat
beresiko fatal dan hal tersebut tidaklah disukai Allah, maka dari itu sesuai dengan
riwayat imam Mulim dari Jabir bin Abdillah Nabi Muhammada SAW bersabda,
"bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya. Bila Sebuah obat sesuai dengan
penyulitnya dia akan dipulihkan dengan seizin Allah (HR Muslim).
Dalam penggalan hadist diatas dapat disimpulkan bahwa setiap penyakit
pasti ada obatnya, ini berarti Allah telah menciptakan semua hal yang ada dibumi
ini pasti dengan manfaatnya salah satunya kandungan dari kacang panjang adalah
zat besi yang baik untuk ibu hamil.

Menurut Imam Thabari Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah


kenikmatan dan kesehatan suatu kaum hingga mereka mengusahakannya. Setiap
perubahan haruslah dilakukan dengan cara usaha dan berdoa. Salah satu usaha
yang dilakukan manusia dalam menghadapi suatu masalah dalam dirinya terutama
inu hamil adalah memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuhnya. Permberian jus
kacang panjang pada ibu hamil merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil akan zat besi. Usaha tersebut merupakan
cara untuk mencegah terjadinya anemia defisiensi besi yang sering terjadi pada
ibu hamil dan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil akan zat
besi.
B. Clinical Pathway

Kekurangan zat gizi (zat besi,vit12,asam polat) pedarahan

Kegagalan sum-sum tulang

Konsentrasi sel darah merah

HB

Defisiansi zat besi ANEMIA Defisiansi asam folat, vit b12

Vakositas darah anemia megalosbrastik

resitensi aliran darah perifer Glositis kelemahan

aliran 02 kejaringan Intoleransi aktivitas


Perubahan
Perfusi jaringanHipoksia, pucat, lemah

Beban kerja jantung

Kerja jantung Kehilangan nafsu makan

Payah jantung malnutrisi

Syok
Hiperpolemia G.absorsi < zat besi dalam makanan P.sirkulasi

Plasma kurang motilitas usus plasenta <asupan nutrisi daya tahan tubuh

Pengenceran darah Konstipasi BBLR R.infeksi

Resiko pendarahan nyeri abdomen

Pembentukan otot konsentrasi menurun resiko kematian

Kemampuan mengelola informasi yang di dengar

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini kualitatif dengan desain study kasus berbasis asuhan.

Metode yang digunakan adalah studi kasus untuk mengeksplorasi masalah

asuhan kebidanan pada ibu hamil yang anemia.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini akan di lakukan di puskesmas dan mengambil

sempel yaitu 2 ibu hamil yang mengalami anemia dan sama-sama akan di berikan

jus kacang selama 2 minggu setiap pagi dan sore hari untuk melihat apakah ada

kesamaan peningkatan kadar HB pada saat di berikan jus kacang panjang dan

Waktu penelitian ini akan di lakukan pada bulan april tahun 2019.
C. Subyek Studi Kasus

KASUS 1
PENGARUH JUS KACANG PANJANG TERHADAP KADAR HB PADA
IBU HAMIL ANEMIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MLATI II
SLEMAN

http://digilib.unisayogya.ac.id/2572/1/naskah%20publikasi%20%20fix%20ok
%20%28pdf%29.pdf

Tabel 3.1 subyek studi kasus picot

No Kriteria Analisis
1 P = Populasi dan Sempel Populasi : Ibu hamil anemia di wilayah kerja puskesmas
mlati II sleman.
Sampel : 20 responden (10 kelompok eksperimen dan 10
kelompok kontrol)
2 I = Intervensi Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jenis pre eksperimen dengan rancangan two group
pre-test posttest design . dengan pendekatan penelitian yang
digunakan adalah dengan pendekatan cross sectional.

3 C = Comparasion Pembanding pada jurnal ini adalah pada kelompok kontrol


(minum Fe) dan kelompok eksperimen (minum jus kacang
panjang) dan tenaga kesehatan juga memberikan pendidikan
kesehatan tentang anemia.
4 O = Out Came Berdasarkan hasil penelitian Terjadi kenaikan kadar Hb
setelah diberikan minuman jus kacang panjang pada
kelompok perlakuan nilai p value= 0,005< ɑ (0,05). Dan Ada
pengaruh pemberian jus kacang panjang terhadap kenaikan
kadar Hb pada ibu hamil anemia di wilayah kerja Puskesmas
Mlai II Sleman.

5 T = Time Dalam jurnal ini tidak ditunjukkan kapan penelitian


dilakukan. Tetapi hanya ada tahumya saja penelitian ini di
lakukan pada taun 2017.

D. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

a. Alat dan bahan membuat jus kacang panjang

1) Blender

2) Gelas

3) Saringan

4) Kacang panjang 200 gram yang berwarna hijau tua dan masih segar

5) Air matang 100 cc

6) Gula pasir secukupnya

7) Jeruk nipis secukupnya

8) Perasa lain sesuai selera responden

b. Cara membuat jus kacang panjang

1) Cuci kacang panjang 200 gram dengan air bersih

2) Masukkan kedalam blender, tambahkan air 100 cc dan tunggu hingga


halus
3) Saring jus kacang panjang dan ke dalam gelas

4) Jus kacang panjang boleh ditambahkan perasa sesuai kemauan


responden, .bisa jeruk nipis.gula atau lainnya.

c. Alat untuk mengukur Hb

1) Lembar pengamatan kadar Hb

2) Bolpoint

3) Hematologi Analyzer

4) Tabung vacutainer EDTA

5) Handscoon

6) Lembar pengisian data responden untuk mengetahui karakteristik


responden

d. Cara megukur kadar Hb

1) Hidupkan alat dan pastikan alat ready

2) Sampel harus dipastikan harus homogen dengan antikoagulan

3) Tekan tombol whole blood pada layar

4) Tekan tombol ID dan masukkan nomor sampel, tekan enter

5) Tekan bagian atas dari tempat sampel yang berwarna ungu untuk
membuka dan letakkan sampel dalam adaptor

6) Tutup tempat sampel dan tekan RUN

7) Hasil akan muncul pada layar secara otomatis

e. Metode pengumpulan data meliputi :

1) semua ibu hamil yang datang ke Puskesmas Mlati Sleman sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi

2) Ibu hamil anemia yang sesuai dengan kriteria diberikan penjelasan


mengenai penelitian yang akan dilakukan dan menandatangani surat
persetujuan menjadi responden

3) Responden dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu : sama- sama


kelompok kontrol

4) Kelompok perlakuan di lakukan pengukuran kadar hemoglobin


menggunakan Hematology Analyzer, lalu diberikan jus kacang panjang
setiap pagi 100 gram dan sore 100 gram selama 2 minggu, selanjutnya 2
minggu berikutnya diperiksa kembali kadar hemoglobinnya.

6) Peneliti atau asisten peneliti setiap hari mengantarkan jus kacang


panjang ke rumah responden kelompok perlakuan.

7) Semua informasi yang didapat dicatat pada lembar observasi

f. Metode Pengumpulan Data

1. Anamnesa

Anamnesa akan dilakukan kepada ibu hamil dengan anemia yang


bersedia menjadi dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk
mengumpulkan data terkait dengan karakteristik responden dan inform
consent kepada responden.

2. Memeriksa kadar Hb ibu hamil

Melakukan pemeriksaan kadar Hb ibu hamil dengan alat Hematology


Analyzer.

3. Apersepsi Peneliti kepada asisten peneliti

Peneliti menjelaskan kepada asisten peneliti tentang cara melakukan

pembuatan jus kacang panjang yaitu kacang panjang 200 gram di cuci

dengan air bersih selanjutnya di masukkan ke dalam blender tambahkan

air 100 cc dan tunggu hingga halus, saring jus kacang panjang dan

maasukkan kedalam gelas. Jus kacang panjang boleh ditambahkan

perasa sesuai kemauan responden, bisa jeruk nipis, gula ataupun lainnya.

Selanjutnya asisten peneliti mengantarkan jus kacang panjang setiap

pagi dan sore saat dan menyaksikan saat responden minum kemudian

memberikan tanda bahwa responden sudah minum jus kacang panjang


selama 2 minggu.

E. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas

internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reabilitas) dan

confirmability (obyektifitas).

1.    Uji Kredibilitas Data

Ada 6 teknik yang dapat dilakukan dalam uji kredibilitas data (kepercayaan

terhadap data, antara lain :

a. Memperpanjang masa pengamatan.

Hal ini memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan,

bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari responden, dan untuk

membangun kepercayaan para responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri

peneliti sendiri.

b. Meningkatkan ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan

berkesinambungan . dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa

akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

c. Triangulasi. 

Pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

Triangulasi ini dilakukan dengan cara.


o    Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan

secara pribadi.

o    Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang saling berkaitan.

o    Mengadakan perbincangan dengan banyak pihak untuk mencapai pemahaman tentang

suatu atau berbagai hal.

d.      Analisis Kasus Negatif

         Melakukan analisis kasus negative berarti peneliti mencari data yang berbeda

atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada data lagi

yang berbeda atau bertentangan dengan temua, berarti data yang ditemukan sudah

dapat dipercaya.

e.       Menggunakan Bahan Referensi

Yang dimaksud dengan bahan referensi di sini adalah adanya pendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Misalnya, data hasil

wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara.

f.       Mengadakan Member Check

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada

pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data

yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

2.    Uji Transferability

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif.

Supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada

kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian yang didapat, maka peneliti dalam

membuat laporannya harus memberikan uraian rinci, jelas, sistematis dan dapat
dipercaya. Dengan demikian maka pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian

tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan

hasil penelitian tersebut di tempat lain.

3.    Uji Dependability

Uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan

proses penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor/pembimbing untuk mengaudit

keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Jika peneliti tidak

mempunyai data dan tak dapat menunjukkan “jejak aktivitas lapanganny”, maka

dependabilitas penelitiannya patut diragukan.

4.    Uji Konfirmability

Uji konfirmability mirip dengan uji dependability,sehingga pengujiannya dapat

dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian,

dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari

proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar

konfirmability. Dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada, tetapi hasilnya ada.

F. Analisis Data

Menurut patilima ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan

analisis kualitatif, yaitu :

a.       Transkrip wawancara

b.      Transkrip diskusi kelompok

c.       Catatan lapangan dan pengamatan

d.      Catatan harian peneliti

e.       Catatan kejadian penting dari lapangan


f.       Rekaman video, kamera, gambar

Semua data di atas akan mempermudah peneliti untuk melakukan kategorisasi

dan reduksi data. Setelah data direduksi dan dikategorisasikan maka analisis kualitatif

akan lebih terarah dan terfokus sesuai dengan masalah penelitian. Langkah-langkah

inilah yang dapat mengurangi subjektifitas peneliti dan data penelitian menjadi

reliable dan substansif.

Setelah data terkumpul peneliti dapat melakukan langkah-langkah analisis,

sebagai berikut :

1.         Editing

Dalam tahapan ini dilakukan reduksi data, pemilahan data sesuai focus

penelitian, transliting data (konversi data). Selanjutnya data yang belum bisa

dibaca dilakukan penerjemahan agar mudah dibaca dan dipahami.

2.    Kategorisasi/Coding

Pada tahap ini peneliti melakukan kategorisasi dengan focus masalah

penelitian. Kategorisasi ini dapat dilakukan secara domain, yaitu kategorisasi

data sesuai domain-domain yang akan dianalisis. Selain kategorisasi data juga

mempertimbangkan aspek kesamaan dan perbedaan dalam masalah penelitian.

3.    Meaning

Langkah ini juga disebut langkah interpretasi data, yaitu melakukan

kegiatan menghubungkan, membandingkan, dan mendeskripsikan data sesuai

focus masalah untuk diberi makna.

Anda mungkin juga menyukai