Anda di halaman 1dari 5

ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL

Pendahuluan
Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel darah merah
(eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu mengandung hemoglobin yang
berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh (Proverawati, 2013). Pada
tahun 2011, terdapat 32.4 juta ibu hamil usia 15-49 tahun di dunia mengalami anemia.
Berdasarkan data WHO, prevalensi anemia pada ibu hamil di dunia menunjukkan penurun
dari 43 % pada tahun 1995 menjadi 38 % pada tahun 2011. Prevalensi tertinggi anemia pada
ibu hamil terdapat di kawasan benua Afrika dan Asia yaitu 44.6 % dan 39.3% berturut-turut.
Bila dibandingkan dengan kawasan benua Asia lain, prevalensi anemia pada ibu hamil di
Asia tenggara adalah yang tertinggi yaitu 48.7%

Menurut Riskesdas (2018) pada tahun 2013 prevalensi ibu hamil anemia yaitu sebesar
37,1% sedangkan prevalensi ibu hamil anemia pada tahun 2018 meningkat menjadi 48,9%.
Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu hamil
yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilan dengan
tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi kejadian anemia masih tinggi
(Kementerian Kesehatan RI, 2013)

Anemia pada kehamilan tidak dapat dipisahkan dengan perubahan fisiologis yang
terjadi selama proses kehamilan, umur janin, dan kondisi ibu hamil sebelumnya. Pada saat
hamil, tubuh akan mengalami perubahan yang signifikan, jumlah darah dalam tubuh
meningkat sekitar 20 - 30 %, sehingga memerlukan peningkatan kebutuhan pasokan besi dan
vitamin untuk membuat hemoglobin (Hb). Ketika hamil, tubuh ibu akan membuat lebih
banyak darah untuk berbagi dengan bayinya. Tubuh memerlukan darah hingga 30 % lebih
banyak dari pada sebelum hamil (Noverstiti, 2012).

Penyebab Anemia Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil


Terdapat tiga penyebab umum anemia pada ibu hamil, yaitu:

1. Hipervolemia
Terjadi perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Selama kehamilan darah
bertambah banyak. Namun, pertambahan sel-sel darah lebih sedikit dibandingkan
dengan bertambahnya plasma darah sehingga terjadi pengenceran darah dengan
perbandingan sebagai berikut plasma 30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19%

2. Peningkatan kebutuhan besi


Kebutuhan zat besi pada ibu hamil lebih tinggi sekitar 200-300% dari
kebutuhan wanita tidak hamil. Untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin dan
pembentukan darah ibu harus diimbangi dengan intake yang adekuat. Jika tidak
diimbangi akan menyebabkan kekurangan zat besi. Cadangan Fe yang minimal akan
menguras cadangan Fe dalam tubuh dan menyebabkan anemia pada kehamilan
berikutnya. Diperlukan banyak zat besi untuk meningkatkan masa sel darah merah ibu
sekitar 35% pada kehamilan.
Menurut Manuaba (2011), kebutuhan zat besi ibu hamil yaitu:
a. 500 mg untuk meningkatkan hematopoisis
b. 300 mg kebutuhan janin untuk proses hemopoisis selama dalam kandungan
c. 200 mg untuk menggantikan kehilangan karena perdarahan pasca partum

3. Asupan dan penyerapan zat besi tidak adekuat


Kebutuhan besi total selama kehamilan sebesar 800 mg tidak dapat terpenuhi dari diet
yang cukup. Dianjurkan pemberian sumplemen besi 60 mg/hari. Faktor-faktor
penyebab asupan besi tidak adekuat:
a. Asupan makanan atau gizi yang kurang
b. Tidak dapat mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi
c. Kurangnya pengetahuan tentang makanan yang mengandung zat besi dan cara
pengolahannya
d. Adanya penyakit pada usus halus yang mengganggu penyerapan zat besi
e. Tidak mengkonsumsi tablet tambah darah karena tidak memeriksakan
kandungan
f. Kebiasaan mengkonsumsi kopi dan the pada waktu makan

Menurut Keisnawati, dkk (2015) faktor – faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
anemia kehamilan diantaranya umur, paritas, tingkat pendidikan, status ekonomi dan
kepatuhan konsumsi tablet Fe.

Faktor Umur dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi Ibu Hamil


Umur ibu yang ideal dalam kehamilan yaitu pada kelompok umur 20-35 tahun dan
pada umur tersebut kurang beresiko komplikasi kehamilan serta memiliki reproduksi yang
sehat.Hal ini terkait dengan kondisi biologis dan psikologis dari ibu hamil.Sebaliknya pada
kelompok umur < 20 tahun beresiko anemia sebab pada kelompok umur tersebut
perkembangan bilogis yaitu reproduksi belum optimal. Selain itu, kehamilan pada kelompok
usia diatas 35 tahun merupakan kehamilan yang beresiko tinggi. Wanita hamil dengan umur
diatas 35 tahun juga akan rentan anemia. Pada penelitian yang dilakukan di UPTD Puskesmas
Tanjung Agung Tahun 2017 oleh Astriana menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Begitu pula dengan penelitian
yang dilakukan oleh Salmariantity (2012) menunjukkan hubungan umur dengan kejadian
anemia pada ibu hamil dengan nilai uji statistik terbukti signifikan yang artinya ibu hamil
pada umur beresiko (< 20 Tahun) berpeluang mendapatkan anemia 1,8 kali dibandingkan
dengan ibu hamil pada umur tidak beresiko (20 - 35 Tahun)

Faktor Paritas dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi Ibu Hamil


Paritas adalah banyaknya bayi yang dilahirkan seorang ibu, baik melahirkan yang
lahir hidup ataupun lahir mati.Resiko ibu mengalami anemia dalam kehamilan salah satu
penyebabnya adalah ibu yang sering melahirkan dan pada kehamilan berikutnya ibu kurang
memperhatikan asupan nutrisi yang baik dalam kehamilan.Hal ini disebabkan karena dalam
masa kehamilan zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandung (Herlina,
2009). Penelitian yang dilakukan oleh Astrina di UPTD Puskesmas Tanjung Agung Tahun
2017 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian
anemia pada ibu hamil. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Salmariantity (2012)
menunjukkan hubungan paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai uji
statistik terbukti signifikan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan
paritas beresiko lebih banyak mengalami anemia pada ibu hamil dibandingkan responden
dengan paritas tidak beresiko. Menurut peneliti hal ini dikarenakan Paritas merupakan salah
satu faktor penting dalam kejadian anemia zat besi pada ibu hamil. Pengaruh anemia dalam
kehamilan dapat berakibat fatal jika tidak segera di atasi di antaranya dapat menyebabkan
keguguran, partus prematus, inersia uteri, partus lama, atonia uteri dan menyebabkan
perdarahan serta syok.

Faktor Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup
sehat. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu status gizi, dan mortalitas ibu,
bayi, dan anak (Bencaiova et al. 2012). Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Tanzihal dkk (2016), hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian anemia pada ibu
hamil menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Kondisi yang berbeda terlihat dari hasil
penelitian Jin et al. (2010) yang menyebutkan bahwa prevalensi anemia lebih tinggi pada ibu
yang berpendidikan rendah.

Faktor Status Ekonomi dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil
Depkes RI (2009), peran status ekonomi dalam kesehatan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan seseorang dan cenderung mempunyai ketakutan akan besarnya biaya
untuk pemeriksaan, perawatan, kesehatan dan persalinan. Ibu hamil dengan status ekonomi
yang memadai akan mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan. Hasil analisis hubungan
yang dilakukan oleh Septiasari (2019) antara status ekonomi dengan kejadian anemia pada
ibu hamil diperoleh bahwa ada sebanyak 25 dari 39 orang ( 61,0 %) ibu yang berpenghasilan
< UMP mengalami anemia, sedangkan diantara ibu hamil yang berpenghasilan ≥ UMP ada
sebanyak 16 dari 47 orang (39,0 %) mengalami anemia. Prevalensi anemia lebih besar pada
ibu hamil dengan kondisi pendapatan lebih rendah dari Upah Minimum Regional (UMR).
Hal ini berpengaruh terhadap daya beli makanan yang dikonsumsi oleh keluarga karena
>57% penghasilan keluarga di habiskan untuk keperluan pembelian makan. Kondisi ini yang
menyebabkan ibu dengan keluarga pendapatan rendah tidak mendapat nutrisi yang adekuat
sehingga berisiko terjadinya anemia (Melku M, Assis Z, Alem M, & Enawgaw B, 2014).

Risiko Anemia selama Kehamilan terhadap Janin

Ibu hamil yang mengalami anemia lebih berisiko melahirkan bayi dengan BBLR
dibandingankan ibu hamil yang tidak anemia. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Haryanti et
al (2019), ada hubungan antara kejadian anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR, yaitu
p=0,001 (p<0,05). Haryanti mengungkapkan bahwa ibu hamil yang mengalami anemia,
suplai darah ke plasenta akan berkurang yang akan memengaruhi fungsi plasenta terhadap
janin. Akibatnya pertumbuhan janin akan terganggu dan berisiko lahir BBLR.
Risiko Anemia selama Kehamilan Terhadap Pendarahan Pasca Persalinan

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menurut SUPAS (2015) dalam Laporan
Tahunan Direktorat Kesehatan Keluarga Tahun 2016 adalah sebesar 305 per 100.000
kelahiran hidup. Sebesar 75% penyebab kematian ibu adalah pendarahan pasca bersalin,
infeksi pasca bersalin, preeklampsia, partus lama, dan aborsi yang tidak aman (WHO, 2018).
Anemia menjadi faktor risiko terjadinya pendarahan pada ibu hamil. Resiko pendarahan
pasca persalinan antara lain karena adanya gangguan rahim, pelepasan placenta, robekan
jalan lahir, dan gangguan pembekuan darah akan meningkat pada ibu hamil yang mengalami
anemia.Jumlah oksigen yang terikat dalam darang kurang, sehingga jumlah oksigen yang
disalurkan ke uterus juga berkurang. Hal ini menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi
dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan pendarahan pasca persalian
(Wuryanti, A., 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, Rizqi. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil
Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Naskah Publikasi, 1 – 16.
Astriana, Willy. (2017). Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan Usia.
STIKES Al-Ma’arif Baturaja, Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(2): 123 – 130.

Astutik, Reni Yuli Dwi Ertiana. (2018). Anemia dalam Kehamilan. Jember: CV.Pustaka
Abadi.

Direktorat Kesehatan Keluarga. (2016). Laporan Tahunan Direktorat Kesehatan Keluarga


Tahun 2016.

Haryanti, S.Y., Pangestuti, D.R., Kartini, A.. (2019). Anemia dan KEK pada Ibu Hamil
sebagai Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Puskesmas
Juwana Kabupaten Pati. Jurnal Kesehatan Masyarakat, (7)1: 322–329, ISSN: 2356-
3346. http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm diakses pada 3 Desember 2019.

Jin L, Yeung LF, Cogswekk ME, Ye R, Berry RJ, Liu J, Hu DJ, Zhu L. 2010. Prevalence Of
Anaemia Among Pregnant Women In South-East China, Public Health Nutr,
13(10):1511–1518.
Krisnawati., Desi Ari Madi Yanti., Apri Sulistianingsih. (2015). Faktor-Faktor Terjadinya
Anemia pada Ibu Primigravida di Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015. STIKES
Peringsewu Lampung.
Melku M, Assis Z, Alem M & Enawgaw B. (2014). Prevalence and Preditors of Maternal
Anemia During Pregnancy in Gondar, Northwest Ethiopia: An Institusional Based
Cross-Sectional Study. Hindawi Publishing Corporation.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018.

Salmariantity. (2012). Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Ibu Hamil di
Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir tahun
2012. Jakarta: FK UI.

Septiasari, Yeti. (2019). Status Ekonomi Berperan Dalam Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil
Di Puskesmas Bernung Pesawaran. STIKes Muhammadiyah Pringsewu, Jurnal
Ilmiah Kesehatan, (8): 14 – 19.
Tanziha, I., Damanik, M. R. M., Utama, L. J., Rosmiati, R.. (2016). Faktor Risiko Anemia
Ibu Hamil Di Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Jurnal Gizi Pangan, 11(2):143-152.

WHO. 2018. Key Facts (Maternal Mortality). https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/maternal-mortality diakses pada 3 Desember 2019.

Wuryanti, Ayu. 2010. Hubungan Anemia dalam Kehamilan dengan Pendarahan Postpartum
karena Atonia Uteri di RSUD Wonogiri.

Anda mungkin juga menyukai