Anda di halaman 1dari 49

BAGIAN ANASTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

VENTILASI MEKANIK

Oleh :
Ninis Ilmi Octasari, S. Ked
K1A1 15 095

Pembimbing:
dr. Agussalim Ali, M.Kes.,Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANASTESIOLOGI


DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Ninis Ilmi Octasari, S. Ked

Nim : K1A1 15 095

Judul referat : Ventilasi Mekanik

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Halu
Oleo

Kendari, Februari 2020


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Agussalim Ali, M.Kes., Sp.An


NIP. 19820805 200812 1 003
VENTILASI MEKANIK
Ninis Ilmi Octasari, Agussalim Ali

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ventilasi tekanan positif pertama kali dikemukakan oleh Vesalius -
400 tahun yang lalu namun konsep tersebut baru diterapkan pada tahun 1955.
Pada tahun tersebut terjadi epidemi polio terjadi hampir di seluruh dunia
sehingga dibutuhkan bantuan ventilasi yang dapat bertindak sebagai tangki
ventilator bertekanan negatif yang dikenal dengan istilah iron lung. Seluruh
pusat pendidikan kedokteran di Swedia tutup dan mahasiswanya bekerja
selama 8 jam sehari sebagai human ventilator yang memompa paru pada
pasien dengan gangguan ventilasi. Di Boston, Amerika Serikat, Emerson
Company berhasil membuat suatu prototype alat inflasi paru bertekanan
positif yang kemudian digunakan di Massachusetts General Hospital dan
memberikan hasil yang memuaskan dalam waktu singkat. Sejak itudimulailah
era baru penggunaan ventilasi mekanis bertekanan positif serta ilmu
kedokteran dan perawatan intensif.1
Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu
fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan
hipoksemia, hiperkapnia berat dan gagal napas. Ventilator mekanik
merupakan salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi
perawatan pasien yang kritis di Intensive Care Unit (ICU) dengan penggunaan
di Amerika Serikat mencapai 1,5 juta per tahun.2
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan
positif atau negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan
napaspasien sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen dalam jangka waktu lama. Alat bantu napas mekanik berperan sebagai
alat pengganti fungsi pompa dada yang mengalami kelelahan atau kegagalan.
Tujuan pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan
ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan
metabolik, memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan transpor oksigen.3
Indikasi pemakaian ventilator atau ventilasi mekanis adalah henti
jantung, gagal napas, hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian
oksigen non invasif, sepsis berat, bantuan ventilasi pada pasien yang
diintubasi atas indikasi mempertahankan jalan napas, mengurangi beban
jantung pada syok kardiogenik serta pasien pasca bedah mayor yang
memerlukan bantuan ventilasi untuk memperbaiki homeostasis, gangguan
keseimbangan asam basa dan anemia.4
BAB II

LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny.N
Umur : 35 tahun
Tanggal Lahir : 17 Desember 1984
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Tombawatu, Kecamatan Kapolala,
Kabupaten Konawe
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Bugis-Tolaki
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 24 Januarir 2020
RM : 56-68-34

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien Baru Masuk rujukan dari RS. Dr.Soetomo dengan keluhan
keluar darah dari jalan lahir yang dirasakan sejak pukul pagi sekitar pukul
06.00. Pasien mengaku tidak merasakan gerakan janinnya sejak pukul
14.00. Pasien merasakan nyeri perut bagian bawah yang dirasakan sejak
pukul 15.00. Nyeri bertambah dengan perubahan posisi. Keluhan lain:
pusing (+), sakit kepala (-), penglihatan kabur (-), mual (-), muntah (-),
nyeri epigastrium (-), lemas (+).
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat Persalinan 4 kali dan lahir normal pada kehamilan
sebelumnya di tolong oleh Dukun
 Riwayat Seksio Sesaria (+) 2 tahun yang lalu
 Riwayat kejang saat hamil sebelumnya (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Asma (-)
 Riwayat Diabetes Mellitus (-)
 Riwayat Alergi Obat dan Makanan (-)
 Riwayat ANC (+) 4x
4. Riwayat kebiasaan:
Pola makan pasien mengkonsumsi makanan berlemak dan
mengandung banyak garam (-). Riwayat konsumsi rokok dan alkohol (-),
Pasien juga jarang melakukan olahraga.
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluarga yang menderita eklampsia (-).

C. Pemeriksaan Fisik
Primary survey
Airway : Clear (+), NGT (-), ETT (-), Nasal Kanul (+)
Breathing : RR: 28 kali/menit, simetris Kanan/Kiri, Pernapasan
thorakoabdominal, vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-,
SPO2 100% dengan nasal kanul
Circulation : TD: 90/60 mmHg, N: 115 x/m reguler,kuat angkat, S:
36,0ºC
Disability : Composmentis, GCS : E4V5M6, kaku kuduk (-)
Exposure : hangat kering merah, urine 500 cc/24 jam,turgor kulit
baik.
Status Generalis
Kulit Berwarna sawo matang
Kepala Normocephal
Rambut Berwarna hitam, tidak mudah tercabut.
Mata Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), Exopthalmus (-/-),
edema palpebra -/-, Gerakan bola mata dalam batas normal,
kornea refleks (-) pupil refleks (+)
Hidung Epitaksis (-) rinorhea (-)
Telinga Otorrhea (-) nyeri tekan mastoid (-)
Mulut Bibir pucat (+) bibir kering (-) perdarahan gusi (-)
Leher Inspeksi
Bentuk leher simetris, penonjolan vena jugularis (-), tampak
tumor (-)
Palpasi
Kaku kuduk (-) , massa (-), pembesaran tiroid (-), posisi
trakea (ditengah)
Auskultasi
Bruit pd arteri karotis (-), bruit pada tiroid (-)
Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan. Retraksi sela
iga (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi napas vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung Inspeksi
Ictus kordis tidak tampak
Palpasi
Ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan pada linea parasternal dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
BJ I dan II murni regular, murmur (-)
Abdomen Inspeksi
Cembung , ikut gerak napas
Auskultasi
DJJ (-)
Palpasi
TFU 3 jari diatas Umbilikus
Ekstremitas Inspeksi
-peteki -/-, edema -/-, deformitas -/-
-ekstremitas atas tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat
krepitasi dan teraba dingin
-ekstremitas bawah terdapat nyeri tekan (-/-), tidak terdapat
krepitasi dan teraba dingin

D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Kimia Darah dan Elektrolit (24-1-2020)
Parameter Nilai Rujukan Satuan
GDS 121 70-180 Mg/dl
Darah Rutin (24-1-2020)
Parameter Nilai Rujukan Satuan
WBC 22,87 4.00-10.00 103/uL
RBC 3,84 3.50-5.50 106/Ul
HGB 11,5 11.0-15.0 g/Dl
HCT 34,4 36.0-48.0 %
MCV 89,6 80.0-99.0 fL
MCH 29,9 26.0-32.0 Pg
MCHC 33,4 32.0-36.0 g/dL
PLT 264 100-300 103/uL

E. Resume
Pasien Baru Masuk rujukan dari RS. Dr.Soetomo dengan keluhan
keluar darah dari jalan lahir yang dirasakan sejak pagi sekitar pukul 06.00.
Pasien mengaku tidak merasakan gerakan janinnya sejak pukul 14.00. Pasien
merasakan nyeri perut bagian bawah yang dirasakan sejak pukul 15.00. Nyeri
bertambah dengan perubahan posisi. Keluhan lain: pusing (+), sakit kepala (-),
penglihatan kabur (-), mual (-), muntah (-), nyeri epigastrium (-), lemas (+).
Riwayat Penyakit Dahulu pada pasien yaitu riwayat Persalinan 4 kali
dan lahir normal pada kehamilan sebelumnya di tolong oleh Dukun, riwayat
Seksio Sesaria (+) 2 tahun yang lalu,riwayat kejang saat hamil sebelumnya (-),
riwayat Hipertensi (-), riwayat Asma (-), riwayat Diabetes Mellitus (-), riwayat
Alergi Obat dan Makanan (-), dan Riwayat ANC (+) 4x. Riwayat kebiasaan
pasien yaitu pola makan pasien mengkonsumsi makanan berlemak dan
mengandung banyak garam (-), riwayat konsumsi rokok dan alkohol (-) dan
pasien juga jarang melakukan olahraga. Riwayat Penyakit Keluarga yaitu
tidak ada yang memiliki riwayat eklampsia.
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis dengan GCS
E4V5M6, kaku kuduk (-). Tekanan Darah: 90/60 mmHg, Nadi: 115
kali/menit, reguler, Suhu: 36,0ºC. Pada perabaan, Ekstremitas bawah teraba
kering, urine 500 cc/24 jam, turgor kulit baik.
Pemeriksaan Laboratorium didapatkan WBC: 22,87 u/L, HCT: 34,4
u/L. Berdasarkan Anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis pasien adalah
Kematian Janin dalam Rahim dengan Ruptur uteri.

F. Assesment
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat disimpulkan :
Diagnosis pre operatif : G4P3A0 + Gravid Aterm + KJDR + Ruptur Uteri
Status Operatif : ASA II E
Jenis Operasi : Laparotomi
Jenis Anastesi : General Anastesi

G. Tindakan Operasi
1. Intra Operatif
Jenis Anastesi :General Anastesi
a. Persiapan Pre-Operasi :
1) Pre-operasi
a) Informed consent terhadap pasien dan keluarga mengenai
tindakan pembedahan dan anestesi
b) Pemberian antibiotik profilaksis ceftriaxon 2 gram/iv 30’-60’
sebelum tindakan
c) Monitoring tekanan darah, saturasi, heart rate, respiration rate
d) Maintenance cairan tubuh
Infus : terapi cairan
Kebutuhan cairan pasien 2 cc/kgBB/jam
Kebutuhan cairan selama operasi di hitung dengan rumus :
M = kebutuhan cairan/jam
PP = 8 x kebutuhan cairan/jam
SO = 4/6/8 x (Berat Badan)
Pemberian jam I (1/2 PP) + M + SO
Pemberian jam II & III (1/4 PP) + M + SO
Sehingga didapatkan perhitungan sbb :
M = 2cc x 65 = 130 cc/jam
PP = 8 x 130 = 1040 cc
SO = 6 x 65 = 390 cc
Jam pertama = 520 + 130 + 390 = 1040 cc
Jam kedua = 260 + 130 + 390= 780 cc
2) Premedikasi
a) Ondansetron 4 mg/iv
b) Dexamethasone 10 mg/iv
c) Midazolam 3mg/iv
d) Fentanyl 100 mcg/iv
3) Induksi Anestesia
Propofol 100 mg/iv
Sevofluran volume 2 %

4) Pemeliharaan (Maintenance)
Atracurium basylate30 mg/iv
Fentanyl 50 mcg/iv
Propofol 100 mg/iv
Efedrin 50 mg/iv
Tramadol 100 mg/iv
Ketorolac 30 mg/iv
5) Tehnik anastesi :
a) injeksi midazolam 3 mg kemudian fentanyl 100 mcg
selanjutnya propofol 100 mg
b) menaikkan O2 4L/m, sevofluran volume 2 %
c) face mask di dekatkan ke wajah pasien
d) periksa refleks bulu mata untuk memastikan pasien sudah
tertidur
e) pasang fase mask ke wajah pasien
f) lakukan maneuver airway kemudian dilakukan bagging
g) segera lepaskan sungkup dan pasang laringoskop secepatnya
untuk mencegah penurunan saturasi
h) ETTdimasukan di mulut pasien sebelah kanan
i) Setelah ETT masuk, cuff dikembangkan
j) Segera pasang selang airway ke ETT
k) Memastikan udara masuk ke dalam paru dengan mendengarkan
menggunakan stetoskop untuk memastikan bunyi nafas paru
kiri dan kanan sama
l) Melakukan fiksasi ETT menggunakan Tape
m) Selanjutnya pernafasan dikontrol dengan bagging dari mesin
anastesi.
2. Intra Operasi
a. Pukul 23.30 WITA pasien masuk kamar operasi , manset dipasang di
tangan kanan dan monitor saturasi di tangan kiri
b. Premedikasi injeksi pukul 23.40
c. Pukul 23.45 WITA dilakukan induksi
d. Pukul 23.50 dilakukan intubasi
e. Operasi di mulai pukul 23.58
Laporan monitor anestesi selama operasi:

Jam TD (mmHG) Nadi SPO2


23.58 117/56 98 100 %
00.03 113/54 95 100 %
00.08 99/56 120 100 %
00.13 132/63 109 100 %
00.18 122/65 97 100 %
00.23 91/53 95 100 %
00.28 111/56 88 100 %
00.33 105/52 89 100 %
00.38 131/68 98 100 %
00.43 110/56 100 100 %
00.48 106/58 102 100 %
00.53 122/78 99 100 %
00.58 110/56 95 100 %
01.03 126/87 100 100 %
01.08 106/54 89 100 %
01.13 111/68 98 100 %
01.18 110/56 100 100 %
01.23 106/58 102 100 %
01.28 122/82 99 100 %
01.33 112/64 95 100 %
01.38 124/86 100 100 %

H. Diagnosa Post Operasi


Gagal napas et causa Bleeding et causa Ruptur Uteri + Histerektomi +
Tubektomi Bilateral
I. Follow Up
Hasil follow up pasien dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Hari/ Pemberi Perjalanan Penyakit Planning
asuhan
Tanggal

Sabtu, Dokter S: Keluar darah dari jalan P :


24/1/2020 Obgyn lahir sejak pagi, pasien 1. Informed
Pukul tidak merasakan gerakan Consent
22.30 janin 2. Lapor dokter
O: KU: Lemah, GCS: Anastesi
E4V5M6 3. Pro
-TD: 110/80 mmHg Histerektomi
-N: 115 kali/menit Total +
-P: 22 kali/menit Tubektomi

-S: 36,0oC Bilateral

-TFU 3 jari di atas


Umbilikus, punggung
kanan (+), DJJ (-)
A: G4P3A0 + Gravid Aterm
+ KJDR + Ruptur Uteri
Sabtu, Dokter S: Lemas dan pusing P:
24/1/2020 Anastesi O: KU: Lemah dan anemis, 1. Awasi tanda
Pukul GCS: E4V5M6 vital
23.00 -TD: 112/69 mmHg 2. IVFD RL 20
-N: 118 kali/menit tpm
-P: 28 kali/menit 3. Siapkan

-S: 36,2ºc Operasi

-VAS 10/10
A: ASA 2 E
Sabtu, Pasien menjalani Operasi
24/1/2020
Pukul
23.30

Minggu, Dokter S: Kesadaran menurun P:


25/1/2019 Anastesi O: KU: Lemah dan anemis, 1. Rawat ICU
Pukul GCS: E4VxM6 2. Awasi tanda
01.56 -TD: 130/75 mmHg vital dan
-N: 85 kali/menit balance
-P: 28 kali/menit cairan
-VAS 10/10 3. IVFD RL
A: Post Histerektomi + 1000 cc/24
Gagal napas e.c jam
Bleeding e.c Ruptur 4. IVFD
Uteri Dekstrose
500 cc/24
jam
5. Injeksi
Morfin 2
cc/jam via
Syringe
Pump
6. Injeksi Asam
Traneksamat
500 mg/IV/8
jam
7. Pasang 02
ventilator
mode SIMV,
TV 440, PS
15, PEEP 5,
FiO2 60%
8. Cek Lab, DR
Minggu, Dokter S: Kesadaran menurun P:
25/1/2019 Obgyn O: KU: Lemah dan anemis, 1. Rawat ICU
Pukul GCS: E4VxM6 2. Awasi tanda
02.00 -TD: 130/75 mmHg vital
-N: 85 kali/menit 3. IVFD RL +
-P: 28 kali/menit Oxytosin 2
-VAS 10/10 ampul/8 jam
A: Post Histerektomi + 4. Injeksi
Gagal napas e.c Bleeding Ceftriaxon 1
e.c Ruptur Uteri gram/12
jam/iv
5. Injeksi
Ketorolac 1
ampul/8 jam
6. Injeksi Asam
Traneksamat
1 ampul/8
jam/iv
7. Injeksi
Pantoprazol 1
vial/8 jam/iv
Minggu, Dokter S: Nyeri luka bekas Op P:
25/1/2019 Anastesi O: KU: Lemah dan anemis, 1. Ekstubasi
Pukul GCS: E4VxM6 2. Pasang NRM
15.00 -TD: 128/76 mmHg 8-10 lpm
-N: 78 kali/menit 3. IVFD RL
-P: 22 kali/menit 1000 cc/24
-VAS 6/10 jam
A: Post Histerektomi + 4. IVFD
Gagal napas e.c Bleeding Dekstrose
e.c Ruptur Uteri 5% 500 cc/24
jam
5. Diet bebas
(minum air
hangat)
6. Hasil lab Hb
11,9 g/dL
(post
transfusi 2
unit)
7. Terapi lain
dilanjutkan
Senin, Dokter S: Nyeri luka bekas Op P:
26/1/2020 Anastesi O: KU: Lemah dan anemis, 1. Terapi lain
Pukul GCS: E4V5M6 dilanjutkan
15.00 -TD: 128/76 mmHg 2. Pasien boleh
-N: 78 kali/menit pindah
-P: 22 kali/menit
-VAS 6/10
A: Post Histerektomi +
Gagal napas e.c Bleeding
e.c Ruptur Uteri
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ventilasi mekanik adalah upaya bantuan napas dengan alat bantu napas
mekanik atau ventilator sebagai alat pengganti fungsi pompa dada yang
mengalami kelelahan atau kegagalan. Ventilasi mekanik digunakan untuk
membantu atau menggantikan napas spontan. Ventilasi mekanik ini
diaplikasikan dengan alat khusus yang dapat mendukung fungsi ventilasi dan
memperbaiki oksigenasi melalui penggunaan gas dengan konten tinggi
oksigen dan tekanan positif.3
Fungsi ventilator umumnya adalah mengembangkan paru selama
inspirasi, dapat mengatur waktu dari inspirasi ke ekspirasi, mencegah paru
untuk menguncup sewaktu ekspirasi, serta dapat mengatur waktu dari fase
ekspirasi ke fase inspirasi. Semua ventilator mekanik canggih dilengkapi oleh
monitor pengukur tekanan (pressure gauge), pembatas tekanan untuk
mencegah paru dari barotrauma (pressure limiting device), pengaman (alarm)
tekanan tinggi dan rendah, serta pengatur volum paru (spirometer).4

B. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik


Penggunaan ventilasi mekanik diindikasikan ketika ventilasi spontan
pada pasien tidak adekuat untuk memelihara kehidupannya. Indikasi utama
penggunaan ventilasi mekanik adalah untuk mensuport pasien dengan gagal
napas, termasuk kegagalan dalam ventilasi (hiperkarbia), kegagalan oksigenasi
(hipoksia) ataupun keduanya.3
Kegagalan pernapasan terjadi ketika pertukaran O2 dan CO2 yang tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme yang mengarah pada
hipoksemia dengan atau tanpa hiperkarbia. Diagnosis memerlukan
pengukuran gas darah arteri yaitu tekanan parsial O2 dalam darah arteri (PaO2)
dan tekanan parsial CO2 dalam darah arteri (PaCO2). Kegagalan pernapasan
dapat didefinisikan sebagai PaO2 <8 kPa (60 mmHg), atau PaCO2> 6,7 kPa
(50 mmHg) pada pasien saat istirahat, menghirup udara di permukaan laut.
Kegagalan pernapasan dapat dibagi menjadi:
1. Gagal napas tipe I, di mana proses yang menghambat transfer oksigen di
paru-paru menyebabkan hipoksemia (kegagalan pernapasan akut atau
hipoksemia). Dimana O2 rendah dengan CO2 normal/rendah. Pada
umumnya terjadi pada V:Q matching yang buruk (area paru dengan
ventilasi yang buruk namun tetap terperfusi), contohnya pada pneumonia,
edema paru atau ARDS, atau emboli paru.5
Gagal napas hipoksemia ditandai dengan SaO2 arteri <90%, meskipun
fraksi oksigen inspirasi > 0.6. Tujuan dari pemasangan ventilasi mekanik
pada kondisi ini yaitu untuk menyediakan saturasi oksigen yang adekuat
melalui kombinasi oksigen tambahan dan pola ventilasi tertentu sehingga
meningkatkan ventilasi-perfusi dan mengurangi intrapulmonary shunt.5
2. Gagal napas tipe II, dimana ventilasi yang tidak memadai menyebabkan
retensi CO2 dengan hiperkarbia dan hipoksemia (gagal napas kronis,
ventilasi atau hiperkapital). Gagal napas hiperkapnia disebabkan oleh
kondisi yang menurunkan ventilasi semenit atau peningkatan ruang mati
fisiologis sehingga ventilasi alveolar menjadi tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolik. Kondisi yang berhubungan dengan gagal
napas hiperkapnia, yaitu: penyakit neuromuscular seperti miastenia gravis,
ascending polyradiculopathy, miopati, dan penyakit-penyakit yang
menyebabkan kelelahan otot pernapasan karena peningkatan kerja, seperti:
asma, PPOK, dan penyakit paru restriktif. Kondisi gagal napas hiperkapnia
ditandai dengan PCO2 > 50 mmHg dan pH arteri < 7.30.5
3. Gagal napas tipe campuran', dimana terdapat kombinasi kegagalan
pernapasan tipe I dan tipe II (gagal pernapasan akut-kronis).5
Indikasi untuk memulai ventilasi mekanis didasarkan pada penemuan
klinis, namun parameter tertentu telah diusulkan dan ditetapkan sebagai
kriteria untuk memberikan tunjangan ventilasi mekanik yang mengacu pada
parameter kimiawi pernapasan yang dijabarkan pada tabel berikut:5
Tabel 1. Kriteria Aplikasi Ventilasi
Parameter Aplikasi Nilai Normal
Mekanik
Frekuensi Napas >35 x/menit 10-20 x/menit
Volume Tidal < 5 ml/KgBB 5-7 ml/kgBB
Kapasitas Vital < 15 ml/KgBB 65-75 ml/kgBB
Kekuatan Inspirasi Maksimal (cm H2O) <25 75-100
Oksigenasi
PaO2 (mmHg) < 60 (FiO2 0,6) 75-100 (udara)
P (A-aDO2) >350 25-65 (FiO2 1,0)
Ventilasi
PaCO2 (mmHg) >60 35-45
VD : VT >0,6 0,3

C. Fisiologi Pernapasan
Fungsi utama respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk
digunakan oleh sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh
sel. Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi
internal dan respirasi eksternal.6
Istilah respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-
proses metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang
menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari
molekul nutrient.6
Istilah respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian
dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Respirasi eksternal mencakup empat langkah:
1. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru
sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan eksternal)
dan kantung udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh
tindakan mekanis bernapas atau ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur untuk
menyesuaikan aliran udara antara atmosfer dan alveolus sesuai kebutuhan
metabolik tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2
2. O2 dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam
kapiler paru melalui proses difusi
3. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.
4. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui proses
difusi menembus kapiler sistemik (jaringan).6

Gambar 1. Respirasi eksternal dan internal. Respirasi eksternal mencakup


langkah-langkah yang terlibat dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan
eksternal dan sel jaringan (tahap 1 sampai 4). Respirasi internal mencakup
reaksi metabolik intrasel yang melibatkan pemakaian O2 untuk menghasilkan
energi (ATP) dari makanan menghasilkan CO2 sebagai produk sampingan.
Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru-paru itu
sendiri, dan struktur-struktur thoraks (dada) yang berperan menyebabkan
aliran udara masuk dan keluar paru melalui saluran napas. Saluran napas
adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antara atmosfer dan kantung
udara (alveolus), alveolus merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas
anrara udara dan darah. Saluran napas berawal dari saluran nasal (hidung) .
Saluran hidung membuka ke dalam faring (tenggorokan) yang berfungsi
sebagai saluran bersama untuk sistem pernapasan dan pencernaan. Terdapat
dua saluran yang berasal dari faring dan trakea yang dilalui oleh udara untuk
menuju paru dan esophagus yang dilalui oleh makanan untuk menuju
lambung. Udara dalam keadaan normal masuk ke faring melalui hidung, tetapi
udara juga dapat masuk melalui mulut ketika saluran hidung tersumbat; yaitu,
dapat bernapas melalui mulut ketika pilek karena faring berfungsi sebagai
saluran bersama untuk udara dan makanan maka sewaktu menelan terjadi
mekanisme refleks yang menutup trakea agar makanan masuk ke esofagus dan
bukan ke saluran napas.7
Esofagus selalu tertutup kecuali ketika menelan untuk mencegah udara
masuk ke lambung sewaktu bernapas. Laring, terletak di pintu masuk trakea.
Tonjolan anterior laring membentuk jakun (Adam’s apple). Pita suara
merupakan dua pita jaringan elastik yang melintang di pintu masuk laring,
dapat diregangkan dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring.
Sewaktu udara dilewatkan melalui pita suara yang kencang, lipatan tersebut
bergetar untuk menghasilkan berbagai suara bicara. Bibir, lidah, dan palatum
mole memodifikasi suara menjadi pola suara yang dapat dikenali. Sewaktu
menelan, pita suara melaksanakan fungsi yang tidak berkaitan dengan bicara;
keduanya saling mendekat untuk menutup pintu masuk ke trakea. Di belakang
laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang
masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Di dalam masing-masing paru,
bronkus terus bercabang-cabang menjadi saluran napas yang semakin sempit,
pendek, dan banyak, seperti percabangan sebuah pohon. Cabang-cabang yang
lebih kecil dikenal sebagai bronkiolus. Di ujung bronkiolus terminal
berkelompok alveolus, kantung-kantung udara halus tempat pertukaran gas
antara udara dan darah agar aliran udara dapat masuk dan keluar bagian paru
tempat pertukaran berlangsung, kontinum saluran napas penghantar dari pintu
masuk melalui bronkiolus terminal hingga alveolus harus tetap terbuka.
Tiakea dan bronkus besar adalah tabung yang cukup kaku tak berotot yang
dikelilingi oleh serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah saluran ini
menyempit. Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan untuk
menjaganya terap terbuka. Dinding saluran ini mengandung otor polos yang
disarafi oleh sistem saraf otonom dan peka terhadap hormon dan bahan kimia
lokal tertentu. Faktor-faktor ini mengatur jumlah udara yang mengalir dari
atmosfer ke setiap kelompok alveolus, dengan mengubah derajat kontraksi
otot polos bronkiolus sehingga mengubah kaliber saluran napas terminal. 6
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Normalnya,
hanya terdapat satu lapisan tipis diantara paru-paru dan dinding dada (ruang
intrapleural). Paru-paru mudah bergerak pada dinding dada akibat adanya
ruang intrapleural,namun paru-paru tidak dapat ditarik menjauh dari dinding
dada. Tekanan pada ruang diantara paru-paru dan dinding dada (tekanan
intrapleural) adalah sub atmosferik. Jika dinding dada terbuka, paru-paru akan
kolaps, dan jika paru-paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang
dan berbentuk barrel.8
Inspirasi adalah proses aktif. Kontraksi otot inspirasi yaitu otot
diafragma dan otot pernapasan yang lain, akan meningkatkan volume
intratoraks. Tekanan intrapleural pada dasar paru-paru normalnya adalah 2.5
mmHg (relatif pada atmosfer), sedangkan pada awal inspirasi tekanan akan
turun sekitar 6 mmHg. Kemudian paru-paru tertarik hingga posisi menjadi
lebih mengembang. Tekanan pada saluran napasmenjadi sedikit negatif
sehinggaudara mengalir ke paru-paru. Pada akhir inspirasi, rekoil paru-paru
menarik dada ke posisi ekspirasi, dimana tekanan rekoil paru-paru dan dinding
dada seimbang. Jumlah udara yang masuk akan dianggap cukup setelah otot-
otot diafragma dan pernapasan mulai relaksasi dan tekanan dalam rongga dada
sama dengan tekanan di luar tubuh. Tekanan pada saluran napas menjadi
positif dan udara mengalir keluar dari paru-paru. Ekspirasi selama pernapasan
tenang (quiet breathing) adalah proses pasif dimana tidak terdapat kontraksi
otot yang mengurangi volume intratoraks.3,7
1. Struktur dan Fungsi Sistem Respirasi
Sebagai komponen sistem respirasi, saluran napas memiliki peran
sebagai penghangat, penyaring, pelembap udara dan tempat pertukaran
CO2 dengan O2 yaitu di paru-paru. Saluran napas yang berperan sebagai
penghangat terdapat di nasofaring. Sedangkan saluran napas sebagai
penyaring yaitu bertugas membuang material tertentu seperti serbuk sari
bunga yang terperangkap di bulu hidung dan oleh mukus di saluran
napaskan dipindahkan ke atas menuju faring oleh silia yang dapat
bergerak. Saluran napas yang bertugas melembabkan adalah membran
saluran napas atas. Kegagalan dalam menghangatkan atau melembabkan
udara dapat menyebabkan kegagalan silia dan kerusakan endothel dimana
akan memerlukan waktu berminggu-minggu untuk sembuh. Pertukaran
gas terjadi di level bronkiolus yang lebih kecil dan paling maksimal terjadi
di membran kapiler alveolus yaitu tempat pertemuan antara pembuluh
darah arteri pulmonal dengan udara alveolus.3,7
2. Ventilasi
Ventilasi semenit (minute ventilation)adalah volume gas yang
dibuang dari paru-paru setiap menitnya, dengan rumus volume tidal dikali
laju napas. Oleh karena itu ventilasi semenit dapat dipengaruhi dengan
peningkatan atau penurunan kedalaman pernapasan (volume tidal) atau
laju napas. Untuk diketahui, tidak banyak ventilasi yang diperlukan untuk
mengantar O2 ke paru-paru. Kebutuhan metabolisme basal hanya sekitar
250 ml/min, dimana udara lingkungan sekitar terdiri atas 21% oksigen,
sehingga hanya perlu udara sebanyak 1 mL/min untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Manusia bernapas lebih banyak dari jumlah tersebut
untuk membersihkan CO2. Namun ketika level CO2 mengalami
peningkatan yang sangat tinggi, maka SaO2 menurun dan hal ini
disebabkan karena berkurangnya tempat bagi O2 di alveolus akibat
dipenuhi oleh CO2.3
3. Ruang Mati/Dead Space
Sebagian pernapasan akan terventilasi pada ruang mati fisiologis
kurang lebih sebanyak 2 mL/kgBB, dimana ruang tersebut tidak ikut serta
dalam pertukaran gas. Ruang mati memiliki dua komponen, antara lain:5
a. Ruang mati anatomis: volume yang tidak pernah bertemu dengan
membrane alveoli (contohnya pada saluran napas konduksi atau pada
endotracheal tube).
b. Ruang mati alveolar: bagian dari volume tidalyang mencapai area paru
yang tidak terperfusi, sehingga pertukaran gas tidak dapat terjadi.

PaCO2 tergantung pada keseimbangan antara produksi CO2


(VCO2) dengan ventilasi alveolar. Level CO2 arterial yang tinggi
(hiperkapnia) dapat disebabkan oleh berkurangnya ventilasi semenit dan
atau meningkatnya ruang mati anatomis atau meningkatnya paru-paru
yang tak terperfusi.3
4. Ventilasi/ Perfusi Matching
Darah deoksigenasi melewati vena kava menuju ventrikel kanan,
kemudian menuju arteri pulmonal dan ke kapiler pulmonal. Distribusi
aliran darah (Q) dan ventilasi (V) sangat cocok satu sama lain (V:Q
matching) di seluruh lapang paru, hal ini bertujuan untuk meminimalisir
ruang mati fisiologis dan memaksimalkan efisiensi pembersihan CO2 dan
oksigenasi. Rasio optimal V:Q adalah 1. Sehingga jika sebagian darah di
paru merupakan alveoli yang tak terventilasi (V:Q=0,5), maka darah
tersebut akan masuk ke ventrikel kiri dan percabangan arterinya sebagai
darah deoksigenasi seperti saat darah tersebut datang dari vena dan masuk
ke ventrikel kanan. Area seperti itu dimana perfusi bagus namun
ventilasinya tidak mencukupi dideskripsikan sebagai physiological shunt.
Kemudian, jika salah satu paru tidak memiliki suplai darah sama sekali
(V:Q>1) maka volume salah satu paru tersebut hanyalah berupa ruang
mati (dead space).1
Tahanan vaskuler pulmonal 4-5 kali lebih rendah dibanding
tahanan di sirkulasi sistemik, hal ini berarti tekanan arteri pulmonal juga 4-
5 kali lebih rendah dibanding tekanan darah arterial. Namun tahanan dapat
berubah secara lokal. Jika ventilasi pada alveolus buruk, tekanan O2
alveolar menurun, sehingga menyebabkan pembuluh darah lokal konstriksi
(Hypoxic Pulmonary Vasoconstrictionataun atau HPV) dan aliran darah
lokal ikut menurun. Pada hal ini, area dengan ventilasi terburuk
merupakan area yang perfusinya juga paling buruk. Pada kenyataannya,
V:Q matching berbeda-beda pada masing-masing bagian paru, dan hal ini
dipengaruhi oleh postur tubuh. Ketika sedang berdiri, darah akan menuju
basal paru, dimana terjadi perfusi paling baik, dan ventilasi alveolar paling
buruk, oleh karena itu rasio V:Q rendah. Hal sebaliknya terjadi pada apeks
paru.1
5. Kontrol Pernapasan
Pusat napasyang mengatur ventilasi terletak di medulla, yang akan
mengkoordinasikan kontraksi otot interkostal dan diafragma. Pusat napas
menerima rangsangan dari korteks serebral, sedangkan bernapas
dipengaruhi oleh keadaan sadar seperti ketakutan, kegembiraan dan lain
sebagainya. Selain itu, juga terdapat rangsangan dari sentral (medulla) dan
kemoreseptor perifer (carotid body, nasofaring, laring dan paru-paru),
sehingga berperan dalam menjaga PaCO2, PaO2 dan pH dalam rentang
normal fisiologis (dan sensitif terhadap perubahan pada ketiga parameter
tersebut).1

D. Fisiologi Ventilasi Mekanik


Pada saat inspirasi pernapasan normal yang spontan diawali dengan
terjadi kontraksi otot diafragma dan otot pernapasan yang lain sehingga
volume dada mengembang dan membuat tekanan negatif dalam rongga dada.
Tekanan negatif ini menyebabkan udara di luar yang bertekanan lebih tinggi
masuk ke dalam paru-paru.dan terjadilah inspirasi. Jumlah udara yang masuk
akan dianggap cukup setelah otot-otot diafragma dan pernapasan mulai
relaksasi dan tekanan dalam rongga dada sama dengan di luar tubuh. Ketika
otot-otot kembali ke posisi semula terjadilah ekspirasi karena kini tekanan
dalam rongga dada lebih tinggi daripada diluar tubuh.3
Pada penggunaan ventilasi mekanik, aliran udara dapat masuk ke paru-
paru karena adanya tekanan positif buatan oleh ventilator dimana fase
ekspirasinya terjadi secara pasif. Ventilator mengirimkan udara dengan
memompakan ke paru-paru pasien sehingga tekanan selama inspirasi adalah
positif dan menyebabkan tekanan intrathorakal meningkat. Pada akhir
inspirasi tekanan dalam rongga toraks paling positif. Perbedaan tekanan baik
pada proses inspirasi dan ekspirasi menimbulkan dampak terhadap kondisi
hemostasis yang fisiologi.1
Efek pada kardiovaskular terlihat karena tekanan positif yang
diberikan menyebabkan penurunan aliran darah balik ke jantung sehingga
curah jantung menurun. Penderita dengan status hemodinamik baik akan dapat
mengkompensasi perubahan ini dengan vasokontriksi namun pada penderita
dengan gangguan saraf simpatis dan sedang mengalami hipovolemik sehingga
hemostatis terganggu dan pasien bisa jatuh dalam keadaan syok.1
Perubahan pada paru sendiri sangat bervariasi tergantung keadaan paru
dari pasien. Tekanan inflasi yang tinggi dan lama dapat merusak membran
kapiler paru, kerusakan surfaktan, atelektasis, barotrauma, malditribusi gas,
perubahan V/Q ratio dan penurunan kapasitas residu fungsional. Penggunaan
ventilasi mekanik juga dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa dalam
tubuh dikarenakan volume ventilasi yang besar dapat menyebabkan
hipokarbia dan alkalosis respiratorik. Hal ini menyebabkan vasokontriksi
serebral dan peningkatan afinitas oksigen-hemoglobin. Hipokarbia tersebut
dapat diatasi dengan menggunakan ruang rugi tambahan.1
Efek pada organ lain bisa dilihat dari menurunnya aliran darah ke hati
dan ginjal akibat penurunan curah jantung. Penurunan perfusi pada ginjal akan
mengakibatkan sekresi ADH dan aldosteron sehigga terjadi retensi natrium
dan air, dimana berujung pada eksresi urin yang menurun.3

E. Klasifikasi Ventilasi Mekanik


1. Negative Pressure Tank Respiratory Support (Ventilasi Bertekanan
Negatif)
Mekanismenya Ventilasi Bertekanan Negatif adalah penderita
diletakkan di dalam sebuah silinder yang bertekanan udara sub-atmosfer
(tekanan negatif) sehingga mengakibatkan dada mengembang dan tekanan
jalan napas menjadi negatif. Prinsip dari ventilator jenis ini adalah
mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal.1
Pada saat bernapas spontan, tekanan negatif diciptakan oleh rongga
pleura melalui otot-otot pernapasan, sehingga gradien tekanan yang terjadi
antara tekanan atmosfer dan tekanan di dalam toraks menghasilkan aliran
udara ke dalam paru. Pada ventilator bertekanan negatif ini, udara ditarik
secara mekanik untuk membentuk ruang vakum di dalam tanki, sehingga
tekanan menjadi negatif. Tekanan negatif tersebut akan menyebabkan
terjadinya ekspansi dada, yang menyebabkan turunnya tekanan
intrapulmoner sehingga meningkatkan aliran udara sekitar ke dalam paru.
Ketika vakum dilepaskan, tekanan di dalam tangki menjadi sama dengan
sekitar, menyebabkan terjadinya ekshalasi pasif dada dan paru.8
Kelebihan dari alat ventilasi mekanik jenis ini adalah tidak
diperlukannya pemasangan pipa endotrakea, akan tetapi alat ini memiliki
kekurangan dimana alat yang terlalu besar, volume semenit tidak pasti dan
kesulitan dalam perawatanpenderita. Selain itu penggunan ventilator jenis
ini tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya
membutuhkan perubahan ventilasi sering. Dengan kekurangan-kekurangan
tersebut, alat ventilator mekanik tipe ini kurang populer aplikasinya di
klinik.6
Seiring berjalannya waktu, banyak jenis ventilator dengan tekanan
negatif lainnya dikembangkan dan digunakan, dengan berbagai
keberhasilan. Namun, pada 1960-an ventilasi tekanan negatif mulai
ditinggalkan karena beberapa faktor. Ventilator ICU/anestesi bertarget
volume pertama mulai muncul. Kedua, pengembangan penerbangan jet
pada penutupan perang dunia kedua mengarah pada pengembangan
perangkat pernapasan tekanan-positif (IPPB) kecil, kompak, intermiten.
Ketiga, masalah dengan penerapan ventilasi tekanan negatif menjadi
terlalu banyak untuk terus digunakan di ICU yang baru berkembang.
Sebagai sebuah kelompok, perangkat ini besar, berat, dan rumit, dan sulit
untuk menghindari kebocoran berlebihan (umumnya mengakibatkan tubuh
pasien kedinginan); mereka mengalami kesulitan mempertahankan
ventilasi yang efektif, tidak mampu mempertahankan tekanan jalan nafas
yang tinggi atau membuat PEEP, akses ke pasien terbatas, dan "tank
shock" adalah masalah yang sedang berlangsung dengan ventilator seluruh
tubuh.8

Gambar 1. Ventilasi tekanan negatif, iron lung (kiri), rocking bed (kanan)

2. Positive Pressure Ventilation (Ventilasi Bertekanan Positif)


Ventilator tipe ini akan memberikan tekanan positif di atas tekanan
atmosfer sehingga dada dan paru mengembang pada fase inspirasi,
selanjutnya pada akhir inspirasi tekanan kembali sama dengan tekanan
atmosfer sehingga udara keluar secara pasif pada fase ekspirasi.1
Gambar 2. Ventilasi tekanan positif
Selama ventilasi bertekanan positif, inflasi paru dicapai dengan
secara berkala menerapkan tekanan positif ke saluran napas bagian atas
melalui masker ketat (ventilasi mekanik non-invasif) atau melalui
endotrakeal tube atau trakeostomi. Peningkatan resistensi saluran napas
dan penurunan complians paru bisa diatasi dengan memanipulasi aliran
dan tekanan gas inspirasi. Kelemahan utama dari ventilasi bertekanan
positif yakni mengubah rasio ventilasi-perfusi, efek pada peredaran darah
yang berpotensi merugikan, dan risiko barotrauma paru dan volutrauma.
Ventilasi bertekanan positif meningkatkan ruang mati (dead space)
fisiologis karena aliran gas secara khusus dialirkan ke bagian paru yang
lebih compliant, daerah non dependent dari paru-paru, sedangkan aliran
darah (yang dipengaruhi oleh gravitasi) mengisi daerah paru yang
dependen. Penurunan curah jantung terutama disebabkan oleh penurunan
aliran balik vena ke jantung karena tekanan intratoraks yang meningkat.
Barotrauma berkaitan erat dengan paparan berulang dari puncak-puncak
tekanan inflasi yang sedangkan volutrauma terkait dengan beruangnya
kolaps dan pengembangan kembali paru yang normal ataupun yang
patologis.3,8
Berdasarkan mekanisme kerjanya, ventilator jenis ini dibagi
menjadi beberapa mode. Penting untuk memahami mode-mode tersebut
yang dikategorikan berdasarkan volume, tekanan, dan waktu, karena
berperan dalam mengaplikasikan ventilasi yang aman dan efektif. Alasan
mengapa mode ventilator dibagi berdasarkan siklus tekanan, volume atau
waktu adalah untuk mengidentifikasi variabel apa yang dapat dikontrol
oleh operator, dan variabel yang tidak dapat dikontrol ditentukan
berdasarkan fisiologi dan patofisiologi parenkim paru, jalan napas dan
dinding dada pasien. Adapun mode ventilator dibagi berdasarkan cycling
(perubahan dari inspirasi ke ekspirasi), antara lain.1,3
a. Pressure limited/pressure cycled
Pressure-cycle ventilator berjalan ke fase ekspirasi ketika
tekanan udara mencapai tingkat yang telah ditentukan sebelumnya.
Volume Tidal dan waktu inspirasi bervariasi, yang terkait dengan
resistensi saluran napas dan paru serta komplians sirkuit. Dalam
aplikasinya alat ini lebih mudah dipacu oleh usaha napas pasien,
namun pada peningkatan tahanan jalan napas atau penurunan daya
regang dada atau paru, akan terjadi penurunan volume tidal dan
volume semenit.
b. Time cycled
Time-cycled ventilator masuk ke fase ekspirasi setelah interval
yang telah ditentukan yang dihitung dari awal inspirasi. VT (tidal
volume) adalah produk dari waktu inspirasi dan laju aliran inspirasi.
Ventilator time-cycled biasanya digunakan untuk neonatus dan di
ruang operasi.
c. Volume cycled
Ventilator jenis ini dapat menghasilkan volume tertentu yang
disesuaikan dengan kebutuhan penderita. Apabila volume yang
ditentukan sudah dicapai, fase inspirasi akan berakhir. Banyak
ventilator untuk pasien dewasa menggunakan volume-cycled tapi
dilengkapi dengan batas sekunder pada tekanan inspirasi untuk
melindungi paru-paru dari barotrauma. Jika tekanan inspirasi melebihi
batas tekanan, siklus mesin berlanjut ke ekspirasi bahkan jika volume
yang dipilih belum disampaikan.
d. Flowcycled
Fase inspirasi akan berganti menjadi ekspirasi ketika aliran
udara jatuh ke level tertentu. Ventilator flow-cycle memiliki sensor
tekanan dan aliran yang memungkinkan ventilator untuk memantau
aliran inspirasi pada tekanan inspirasi yang ditentukan sebelumnya;
ketika aliran ini mencapai tingkat yang telah ditentukan.

F. Metode Ventilasi Mekanik


1. Controlled Mechanical Ventilation (CMV)/Ventilasi Mekanik
Terkontrol)
Dalam mode ini, siklus ventilator berubah dari ekspirasi ke
inspirasi setelah interval waktu yang telah ditetapkan, karena pasien tidak
dapat memicu pernapasan sendiri. Ventilasi terkontrol (time-triggered
inspiration) hanya dapat diterapkan pada pasien yang tidak memiliki usaha
napas sendiri atau pada saat ventilasi ini diberikan, pasien harus dikontrol
seluruhnya. Namun tidak dianjurkan untuk tetap mempertahankan mode
ventilasi ini tanpa membuat pasien mempunyai usaha napas sendiri.
Ventilasi terkontrol cocok diterapkan pada pasien-pasien yang tidak sadar
karena pengaruh obat, gangguan fungsi serebral, cedera saraf spinal dan
frenikus serta pasien dengan kelumpuhan saraf motorik yang
menyebabkan hilangnya usaha napas volunteer.1,3
2. Assist-Control (AC) Ventilasi
Ventilator dengan mode ini menggabungkan sensor tekanan di
sirkuit pernapasan, upaya inspirasi dari pasien dapat digunakan untuk
memicu inspirasi. Pasien dapat memicu pernapasannya dengan laju yang
lebih cepat namun volume preset atau tekanan tetap diberikan pada tiap
napas. Bila telah ada usaha napas pasien, maka mode assist-control dapat
digunakan. Dengan mode ini, tiap napas (pemicu waktu ataupun pasien)
merupakan pernapasan yang diatur. Pemicu dari pasien timbul karena
ventilator sensitif terhadap tekanan atau perubahan aliran pada saat pasien
berusaha untuk bernapas.1,3
3. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV didesain untuk memberikan bantuan ventilasi parsial. Mode
ini mengkombinasikan periode ventilasi assist-control dengan periode
pernapasan spontan pasien. Periode pernapasan spontan ini dapat
membantu untuk mencegah hiperinflasi paru dan auto PEEP pada pasien-
pasien dengan pernapasan yang cepat. Selain itu,tujuan dari penggunaan
ventilasi ini adalah untuk mencegah atrofi otot-otot pernapasan karena
ventilasi mekanik jangka lama. Kekurangan dari IMV iniadalah terjadinya
peningkatan work of breathing dan penurunan curah jantung. IMV telah
ditetapkan sebagai pilihan terbaik untuk teknik penyapihan.1,8
4. Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)
Synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV) mengatur
napas mekanik kapanpun memungkinkan agar bertepatan dengan awal dari
upaya respirasi spontan. Sinkronisasi yang tepat mencegah tersisipnya
napas mekanik di tengah napas spontan, menghasilkan VT yang sangat
besar. Keuntungan dari SIMV termasuk kenyamanan pasien, dan jika
digunakan untuk menyapih, napas dari mesin menyediakan cadangan jika
pasien menjadi lelah. Namun, jika laju napas terlalu rendah (4 kali/menit),
cadangan mungkin terlalu rendah, terutama untuk pasien yang lemah yang
mungkin tidak dapat mengatasi tambahana kerja pernapasan yang
disisipkan ventilator selama napas spontan.51,3
5. Mandatory Minute Ventilation (MMV)
Pasien dapat bernapas secara spontan dan juga menerima napas
mekanik, sementara mesin memonitor ventilasi semenit yang
dihembuskan. Dalam mode ini, mesin kemudian terus menyesuaikan
jumlah napas mekanik sehingga jumlah napas spontan ditambah mekanik
dikalikan dengan VT menghasilkan besar ventilasi semenit yang
diinginkan.1,3,7
6. Presure Support Ventilation (PSV)
Metode ini digunakan untuk memperkuat penapasan spontan, tidak
untuk memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di samping itu, PSV
ini dapat mengatasi resistensi pernapasan melalui sirkuit ventilator,
tujuannya adalah untuk mengurangi work of breathing selama proses
penyapihan (weaning) dari ventilator. Tujuan PSV ini bukan untuk
memperkuat volume tidal, namun untuk memberikan tekananyang cukup
untuk mengatasi resistensi yang dihasilkan pipa endotrakeal dan sirkuit
ventilator. PSV cukup populer sebagai salah satu metode ventilasi
mekaniknon invasif. Untuk ventilasi non invasif ini PSV diberikan melalui
sungkupwajah atau sungkup hidung khusus dengan tekanan 20 cmH2O.1,3
7. Pressure Control Ventilation/ventilasi pressure-control (PCV)
Ventilasi tekanan terkontrol (PCV) menggunakan tekanan yang
konstan untuk mengembangkan paru-paru. Ventilasi seperti ini kurang
disukai karenavolume pengembangan paru tidak sama, namun masih tetap
digunakan karenarisiko cedera paru yang diinduksi ventilator lebih rendah
pada mode ini.Ventilasi dengan PCV secara keseluruhan diatur oleh
ventilator, tanpa peranserta pasien (sama dengan ventilasi assist-control).1,3
8. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)/Tekanan Positif Akhir
Pernapasan
Pada pasien-pasien dengan ketergantungan pada ventilator, di akhir
pernapasan, umumnya terjadi kolaps ruang udara bagian distal sehingga
sering menyebabkan timbulnya atelektasis yang dapat mengganggu
pertukaran gasdan memperberat gagal napas yang sudah ada. Upaya untuk
mengatasi atelektasis ini dengan menurunkan komplians paru-paru dengan
konsekuensi dapat terjadi kelainan paru-paru yang umum pada pasien-
pasien yang tergantung pada ventilator, misalnya ARDS dan pneumonia.
Untuk mengantisipasi kecenderungan timbulnya kolaps alveoli pada akhir
pernapasan, maka dibuat suatu tekanan positif pada akhir ekspirasi
(PEEP).1,8
Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga
agar jalannapas yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. PEEP ini
telah menjadi ukuran standar pada penatalaksanaan pasien dengan
ketergantungan pada ventilator PEEP tidak direkomendasikan pada pasien-
pasien dengan penyakit paru-paru yang terlokalisasi seperti pneumonia
karena tekanan yang diberikan dapat didistribusikan ke daerah paru-paru
yang normal dan hal ini dapat menyebabkan distensi yang berlebihan
sehingga menyebabkan rupture alveoli.1
9. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)/ Tekanan Positif Jalan
Napas Kontinyu
Pernapasan spontan dengan tekanan positif yang dipertahankan
selama siklus respirasi disebut dengan Continuous Positive Airway
Pressure (CPAP). Pada mode ventilasi ini, pasien tidak perlu
menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas yang di inhalasi. Hal
ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka bila tekanan
udara di atas tekanan atmosfer. CPAP harus dibedakan dengan PEEP
spontan. Pada PEEP spontan, tekanan negative jalan napas dibutuhkan
untuk inhalasi. PEEP spontan telah digantikan oleh CPAP karena dapat
menurunkan work of breathing.1,3
Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak
diintubasi. CPAP dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus
yangdilengkapi dengan katup pengatur tekanan. Sungkup wajah CPAP
(CPAP mask) telah terbukti berhasil untuk menunda intubasi pada pasien
dengangagal napas akut, tetapi sungkup wajah ini harus dipasang dengan
tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas saat pasien makan, sehingga hanya
dapat digunakan sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat
ditoleransi oleh pasien terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat
tidur, juga pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi
akut.1,3

G. Perawatan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik


1. Intubasi endotrakeal dan trakeostomi
Intubasi trakea untuk ventilasi mekanik paling sering dilakukan
pada pasien ICU untuk mengelola kegagalan paru. Intubasi trakea nasal
dan oral (translaryngeal) tampaknya relatif aman untuk setidaknya 2-3
minggu. Bila dibandingkan dengan intubasi oral untuk waktu yang lama di
ICU, intubasi nasal mungkin lebih nyaman bagi pasien, lebih aman (lebih
sedikit kasus dari ekstubasi yang tidak sengaja), dan kurang menyebabkan
kerusakan laring. Intubasi nasal, bagaimanapun juga memiliki efek
samping yang signifikan terkait dengan penggunaannya, termasuk
perdarahan yang signifikan dari hidung, bakteremia transien, diseksi
submukosa dari nasofaring atau orofaring, dan sinusitis atau otitis media
(dari obstruksi dari lubang pendengaran).1
Intubasi sering dapat dilakukan tanpa menggunakan obat sedasi
atau pelumpuh otot pada pasien yang tidak sadar. Anestesi topikal pada
jalan napas atau sedasi, dapat membantu pasien yang masih memiliki
refleks jalan napas aktif. Pada pasien yang melawan dan tidak kooperatif
memerlukan berbagai tingkat sedasi; administrasi NMBA juga sangat
memudahkan intubasi Orotracheal. Dosis kecil agen kerja cepat umumnya
digunakan; agen populer termasuk midazolam, etomidate, propofol, dan
methohexital. Suksinilkolin atau NMBA nondepolarisasi (mivacuronium
atau rocuronium) dapat digunakan untuk kelumpuhan setelah hipnosis
diberikan.3
Intubasi trakea dan inisiasi ventilasi mekanik sering merupakan
periode terjadinya ketidakstabilan hemodinamik besar. Hipertensi atau
hipotensi dan bradikardi atau takikardi mungkin ditemui. Faktor yang
bertanggung jawab termasuk aktivasi refleks otonom dari stimulasi saluran
napas, depresi miokard dan vasodilatasi dari agen sedatif-hipnotik,
tegangan oleh pasien, penarikan aktivitas simpatis yang intens, dan
berkurangnya aliran balik vena karena tekanan positif dalam saluran udara.
Monitoring yang hati-hati diperlukan selama dan segera setelah intubasi.3
2. Penataan/setting awal ventilator
Setelah pipa endotrakeal atau trakeostomi terpasang baik,
dilanjutkan dengan pemberian napas buatan dengan pompa manual, sambil
menilai masalah sistem organ yang lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan
penataan ventilator :3
1. Volume tidal awal 10-15 ml/kgBB,volume ini 50% lebih besar dari
ukuran normal. Tujuannya adalah untuk membuka alveoli yang sempat
kolaps atau atelektasis agar pertukaran gas lebih baik.
2. Frekuensi ditentukan 12-15 menit padaorang dewasa, relatif lebih
lambatuntuk mencegah kenaikan rasio VD/VT (volume ruag
rugi/volume tidal)
3. Rasio waktu inspirasi : ekspirasi=I/E=1:2 menit
4. Fraksi inspirasi oksigen (FiO2)= 100% selama 15-30 menit
5. Tekanan inflasi <35-40 cm H2O untuk menegah barotrauma atau
goncangan fungsi kardiovaskular
6. Pemberian volume inspirasi sekitar 2x atau lebih dikenal dengan istilah
“sigh” pada periode tertentu untuk mencegah atelektasis paru.
Biasanya tidak digunakan bila sudah mempergunakan volume tidak
yang besar.

Setelah 15-30 menit aplikasi dilakukan, periksa analisis gas darah.


Berdasarkan hasil analisis gas darah ditentukan metode ventilasi mekanik
yang akan diberikan, tata kembali parameter tersebut diatas apakah perlu
PEP atau tidak. Setiap perubahan ventilasi mekanik 15-30 menit kemudian
periksa analisis gas darah untuk menilai kondisi yang pantas bagi
penderita.3
3. Pemantauan
Pasien dengan ventilasi mekanik membutuhkan pemantauan terus
menerus terhadap efek hemodinamik yang tidak diinginkan dan efek
merugikan pada paru akibattekanan positif di saluran udara.
Elektrokardiografi rutin,pulse oksimetri, dan monitoring tekanan
intraarterial langsung sangat berguna. Yang terakhir ini juga
memungkinkan pengambilan sampel darah arteri untuk analisis gas darah.
Catatan-asupan cairanmasuk dan keluar diperlukan untuk menilai
keseimbangan cairan secara akurat. Kateter urin sangat membantu.
pemantauan vena sentral dan/ atau tekanan arteri pulmonalis diindikasikan
pada hemodinamik pasien stabil dan mereka yang dengan output urin yang
rendah. Foto polos dada setiap hari umumnya dilakukan untuk menilai TT
dan posisi lini tengah, mencari bukti barotrauma paru, membantu
mengevaluasi keseimbangan cairan, dan memantau perkembangan
penyakit paru.1
Tekanan udara saluran napas (baseline, puncak, dan rerata), VT
yang dihirup dan dihembuskan (mekanik dan spontan), dan konsentrasi
fraksi oksigen harus dimonitor. Pemantauan parameter ini tidak hanya
memungkinkan penyesuaian optimal dari setting ventilator tapi membantu
mendeteksi masalah dengan TT, sirkuit bernapas, dan ventilator.
Pengisapan/suction periodik sekresi jalan napasyang tidak adekuat dan
adanya gumpalan sekret yang besar pada klinis tampak sebagai
peningkatan tekanan puncak inflasi dan penurunan VT yang dihembuskan.
Selain itu, peningkatan mendadak tekanan puncak inflasi bersama-sama
dengan hipotensi tiba-tiba kemungkinan terjadi pneumotoraks.1
4. Kebersihan saluran napas
Pipa endotrakea yang dipasang dan aplikasi ventilasi mekanik
menimbulkan hipersekresi kelenjar jalan napas. Apabila tidak bisa
dikeluarkan, timbunan sekresi ini dapat menyebabkan sumbatan jalan
napas dan atelektasis, menyebabkan timbulnya gangguan pertukaran gas
serta bisa merupakan media infeksi. Oleh karena itu, tindakan asepsis dan
kebersihan jalan napas selalu harusdiperhatikan.1
Upaya cuci bronkus baik secara buta maupun mempergunakan
fasilitas bronkoskopi merupakan tindakan rutin dalam upaya pemeliharaan
kebersihan jalan napas. Cara membersihkan jalan napas yaitu dengan
melakukan hiperinflasi manual dengan oksigen100% memakai alat bantu
napas manual selama 2-3 menit. Masukkan kateter secara hati-hati ke
dalam trakea lewat pipa endotrakeal atau trakeotomi, kemudian tarik
pelan-pelan sambil memutar dan lakukan penghisapan. Prosedur ini jangan
lebih dari 15 detik, kemudian lakukan hiperinflasi manual kembali dengan
oksigen 100%. Prosedur ini lebih efektif apabila disertai vibrasi atau
perkusi dinding dada.1
5. Penderita melawan mesin/ Fighting
Pasien melawan mesin berarti antara pasien dan mesin tidak padu
lagi. Ketidakpaduan ini bisa disebabkan oleh karena pasien tidak nyaman,
nyeri, hipoksemia, hiperkarbia, pneumotoraks dan kemungkinan kerusakan
pada ventilator. Perlawanan pasien menyebabkan proses ventilasi-
oksigenasi tidak teratur, kebutuhan oksigen meningkat dan resiko
komplikasi meningkat. Upaya penanggulangannya adalah: ambil alih
ventilasi sementara dengan pompa napas manual oleh tenaga terampil dan
berikan oksigen 100% sambil mencari penyebabnya. Apabila yakin tidak
ada masalah pada komponen respirasi, berikan sedativa atau narkotik dan
kalau perlu berikan pelumpuh otot. Apabila disebabkan oleh faktor
respirasi, analisis masalah pada pasien dan tata ulang parameter ventilasi
mekanik yang telah ditentukan terdahulu dengan tuntunan analisis gas
darah.

H. Penyulit Ventilasi Mekanik


1. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
VAP (Ventilator Associated Pneumonia) didefinisikan sebagai
pneumonia yang muncul pada pasien dengan ventilator mekanik setelah 48
jam pemasangan intubasi endotrakea dan mengenai 5-25% pasien
terintubasi. Secara klinis, akan ditemukan penanda inflamasi yang
meningkat, demam dapat muncul atau meningkat, dan oksigenasi
memburuk, serta adanya perubahan pada gambaran radiologi. VAP
berhubungan dengan lamanya pemasangan ventilasi mekanik.1,3
Onset munculnya VAP penting dalam variabel epidemiologis:
a. Early onset VAP: muncul dalam 5 hari pertama setelah pemasangan
ventilasi mekanik, memiliki prognosis yang lebih baik dan sering
disebabkan mikroorganise komunitas seperti Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, methicillin-sensitive
Staphylococcus aureus and antibiotic-sensitive enteric Gram-negative
bacilli
b. Late onset VAP: muncul setelah 5 hari dan lebih sering disebabkan
pathogen multidrug resistant seperti Pseudomonas aeruginosa, resistant
Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter baumannii or methicillin
resistant S. aureus, denganangka kematian yang lebih tinggi.

Menurut Department of Health 2011, terdapat beberapa cara dalam


mencegah VAP yang disebut VAP bundle yang terdiri atas 6 elemen:1
1. Elevasi kepala tempat tidur: yaitu dengan cara menaikkan kepala tempat
tidur hingga 30-45°.
2. Penilaian level sedasi: sedasi dikurangi untuk dilakukan penilaian minimal
tiap hari sekali, kecuali pasien sadar dan merasa nyaman
3. Kebersihan oral: mulut dibersihkan dengan Chlorhexidine Gluconate (≥1-
2% gel or liquid) tiap 6 jam. Gigi dibersihkan dengan pasta gigi standar
tiap 12 jam.
4. Aspirasi subglotis: tracheal tube (endotracheal atau tracheostomy) dengan
drainase sekresi subglotis digunakan bila pasien direncanakan pemasangan
intubasi >72 jam. Sekresi diaspirasi melalui sekresi subglotis tiap 1-2 jam.
5. Tekanan cuff tracheal tube: tekanan cuff diukur tiap 4 jam, dijaga antara
20-30 cmH2O dan dicatat pada grafik ICU.
6. Profilaksis stress ulcer: digunakan hanya untuk pasien dengan resiko tinggi
berdasarkan pedoman lokal.
2. Atelektasis
Penyulit ini terjadi karena sumbatan sputum dalam waktu cukup
lama dan imobilisasi dalam waktu yang lama. Untuk mencegah kejadian
ini perlu dilakukan mobilisasi, fisioterapi dada, drainase postural, dan
penghisapan sputum. Apabila belum berhasil bisa dihisap dengan bantuan
bronkoskop lewat pipa endotrakeal atau trakeostomi.3
3. Barotrauma
Barotrauma terjadi ketika tekanan tinggi (>50 cmH2O) terlalu
mengembang dan mengganggu jaringan paru-paru. Secara klinis, dicirikan
dengan interstitial emphysema, pneumomediastinum, subcutaneous
emphysema, atau pneumotoraks. Interstitial emphysema,
pneumomediastinum, subcutaneous emphysema dapat diperbaiki dengan
mengurangi tekanan udara. Sedangkan pneumotoraks yang signifikan,
yang diindikasikan dengan hipoksemia, penurunan komplians paru dan
gangguan hemodinamik, memerlukan tube thoracostomy.3
4. Hipotensi
Hipotensi terjadi akibat peningkatan tekanan intratoraks dengan
penurunan venous return yang hampir selalu responsive terhadap
penurunan volume intravaskular. Pada pasien yang terdiagnosis hipotensi
atau kegagalan respirasi akibat edema alveolar, monitoring hemodinamik
dengan kateter arteri pulmonal dapat berperan penting dalam delivery O2
melalui manipulasi volume intravaskular serta level FIo dan PEEP.3
5. Efek pada gastrointestinal
Efek pada gastrointestinal akibat ventilasi bertekanan positif antara
lain stress ulceration dan kolestasis mild hingga moderate. Pada
umumnya, pasien dengan ventilasi mekanik diberikan profilaksis H2-
receptor antagonist atau sucralfate untuk mencegah stress-related ulcer.
Kolestasis ringan disebabkan olehefekmeningkatnya tekanan intratoraks
terhadap tekanan vena portal, dan pada umumnya bersifat self-limited.
I. Penghentian Ventilasi Mekanik
Penghentian atau penyapihan (weaning) sudah harus direncanakan
pada saat mulai aplikasi ventilasi mekanik, semakin cepat penyapihan
dilakukan, pasien akan terhindar dari masalah yang dapat timbul akibat
pemakaian ventilasi mekanik yang berkepanjangan.3
Penyapihan dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai proses
pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap. Tindakan ini
biasanya mengandung dua hal yang terpisah tapi memiliki hubungan erat yaitu
pemutusan ventilator dan pelepasan jalan napas buatan.3
1. Kriteria penyapihan
Penyapihan bisa dimulai apabila seluruh kriteria berikut dapat
dipenuhi. Apabila salah satu parameter tersebut belum optimal, maka
proses penyapihan belum bisa dilaksanakan:1
a. Penyakit primer sebagai penyebab telah membaik
b. Tonus otot pernapasan masih cukup kuat
c. Memenuhi kriteria yang berlawanan dengan kriteria untuk aplikasi
ventilasi mekanik.
d. Kondisi faktor non respirasi, seperti kesadaran, status hemodinamik,
metabolik dan suhu tubuh, keseimbangan cairan elektrolit dan asam
basa serta normalisasi sistem organ yang lain.
2. Syarat-syarat penyapihan
Proses penyapihan dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:1
a. Memenuhi kriteria penyapihan
b. Pasien bebas dari pengaruh sisa obat pelumpuh otot, sedatif, atau
narkotik
c. Sebaiknya dimulai pada sianghari
d. Dipantau oleh dokter spesialis yang terkait
e. Disiapkan alat atau obat untuk mengantisipasi kegagalan proses
penyapihan.
3. Prosedur Penyapihan
Prosedur penyapihan dilakukan secara bertahap, terutama pada
penderita yang diberikan ventilasi mekanik dalam jangka waktu lama.
Metode yang digunakan untuk program penyapihan adalah:1
a. IMV/SIMV, yang frekuensinya diturunkan secara bertahap
b. PSV, yang tekanannya diturunkan secara bertahap
c. CPAP, secara bertahap tekanan positif diturunkan
d. T piece, dengan humidifier
Selama proses penyapihan, dipantau hal-hal berikut: keluhan
umum, tanda vital respirasi dan non respirasinya antara lain tanda-tanda
aktivitas simpatis seperti berkeringat, gelisah, takikardi dan tekanan darah
meningkat. Memperhatikan perubahan pola napas selama penyapihan.
Secara periodic dilakukan pemeriksaan analisis gas darah (AGD) untuk
mengetahui perubahan kimia darah. Koreksi segera faktor-faktor yang
mengarah pada kegagalan penyapihan.1,5
Periode napas spontan secara bertahap diperpanjang terutama pada
siang hari, sebaliknya pada malam hari kondisi akhir pada siang hari
dipertahankan dengan ventilator. Apabila dalam 2 hari berturut-turut
pasien sudah mampu bernapas spontan dan hasil gas darahnya normal,
aplikasi ventilasi mekanik dihentikan, dilanjutkan dengan oksigenasi
dengan fasilitas “Nebulizer”. Apabila sekresi tidak banyak dan
kemampuan batuk memadai, setelah 2-3 hari berikutnya dilakukan
dekanulasi kanul trakeostomi bila selama aplikasi dilakukan
trakeostomi.1,5
Kegagalan penyapihan pada umumnya disebabkan oleh
ketidaksiapan psikis pasien untuk bernapas spontan setelah dalam jangka
waktu lama dibantu.1,5
Selain itu, kegagalan dalam memulai penyapihan biasanya
disebabkan oleh belum tertanganinya penyakit yang memicu penggunaan
ventilator, penyembuhan penyakit yang tidak komplit atau berkembanya
masalah baru. Proses penyapihan tergantung pada kekuatan otot
pernapasan, beban yang ditanggung otot tersebut, dan pengendali pusat.3
BAB IV

PEMBAHASAN
A. Analisa Kasus
Ny. N, Perempuan usia 35 tahun rujukan dari RS. Dr.Soetomo dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir yang dirasakan sejak pagi sekitar pukul
06.00. Pasien mengaku tidak merasakan gerakan janinnya sejak pukul 14.00.
Pasien merasakan nyeri perut bagian bawah yang dirasakan sejak pukul 15.00.
Nyeri bertambah berat dengan perubahan posisi. Keluhan lain: pusing (+),
sakit kepala (-), penglihatan kabur (-), mual (-), muntah (-), nyeri epigastrium
(-), lemas (+).
Riwayat Penyakit Dahulu pada pasien yaitu riwayat Persalinan 4 kali
dan lahir normal pada kehamilan sebelumnya di tolong oleh Dukun, riwayat
Seksio Sesaria (+) 2 tahun yang lalu, riwayat kejang saat hamil sebelumnya (-
), riwayat Hipertensi (-), riwayat Asma (-), riwayat Diabetes Mellitus (-),
riwayat Alergi Obat dan Makanan (-), dan Riwayat ANC (+) 4x. Riwayat
kebiasaan pasien yaitu pola makan pasien mengkonsumsi makanan berlemak
dan mengandung banyak garam (-), riwayat konsumsi rokok dan alkohol (-)
dan pasien juga jarang melakukan olahraga. Riwayat Penyakit Keluarga yaitu
tidak ada yang memiliki riwayat eklampsia.
Pemeriksaan tanda vital menunjukkan Tekanan Darah: 90/60 mmHg,
Nadi: 115 kali/menit, reguler, Suhu: 36,0º, SpO2 100%. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak lemas dengan GCS E1V5M6.
Pada pemeriksaan Leopold 2 tidak terdengar denyut jantung janin. Pada
perabaan, kulit teraba hangat, kering, urine 500 cc/24 jam, turgor kulit baik.
Diagnosis Pre Operatif pasien ini adalah G4P3A0 + Gravid Aterm +
KJDR + Ruptur Uteri dengan status fisik ASA 2 E. Tindakan yang
direncanakan untuk pasien ini adalah Pro Histerektomi Total dengan
Tubektomi Bilateral. Diagnosa Post Operatif adalah Post Histerektomi +
Gagal napas e.c Bleeding e.c Ruptur Uteri.
B. Pembahasan
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Angka kejadian
ruptur uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1:92 sampai 1:428
persalinan. Angka-angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan
dengan negara-negara maju yaitu antara 1:1250 sampai 1:2000 persalinan.
Angka kematian Ibu akibat ruptur uteri juga masih tinggi yaitu berkisar antara
17,9% sampai 62,6%, sedangkan angka kematian anak pada ruptur uteri
berkisar antara 89,1% sampai 100%. Janin umumnya meninggal pada ruptur
uteri. Janin hanya dapat ditolong apabila pada saat terjadinya ruptur uteri ia
masih hidup dan segera dilakukan laparatomi untuk melahirkannya. Angka
kematian janin pada ruptur uteri mencapai 85%.4
Ruptur uteri pada bekas seksio sesaria biasanya terjadi tanpa banyak
menimbulkan gejala, hal ini terjadi karena tidak terjadi robekan secara
mendadak melainkan terjadi perlahan-lahan pada sekitar bekas luka. Daerah
disekitar bekas luka lambat laun makin menipis sehingga akhirnya benar-
benar terpisah dan terjadilah ruptur uteri. Robekan pada bekas sayatan lebih
mudah terjadi karena tepi sayatan sebelah dalam tidak berdekatan,
terbentuknya hematom pada tepi sayatan, dan adanya faktor lain yang
menghambat proses penyembuhan. Hal ini merupakan salah satu faktor risiko
pada pasien yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri, dimana pasien
memiliki Riwayat seksio sesaria 2 tahun yang lalu. Pasien ini tidak segera ke
Rumah Sakit ketika darah keluar sejak pagi, keadaan ini menyebabkan pasien
kehilangan banyak darah dan datang ke Rumah Sakit dalam keadaan lemah.
Kemudian ketika di lakukan Pemeriksaan Leopold tidak ditemukan denyut
jantung janin.4
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan. Faktor etiologi ruptur uteri pada pasien ini
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu faktor trauma pada uterus, faktor jaringan
parut pada uterus, dan faktor yang terjadi secara spontan. Faktor prediposisi
terjadinya ruptur uteri dipengaruhi oleh faktor uterus dimana Ibu telah
melakukan Seksio Sesaria sebelumnya sehingga tebentuk jaringan parut pada
dinding abdomen, ibu, janin, plasenta, dan persalinan.4
Setelah dilakukan tindakan Histerektomi Total, akibat perdarahan
pasien mengalami gagal napas sehingga dilakukan tindakan pemasangan
Ventilator Mekanik. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik pada pasien ini
adalah pasien mengalami gagal napas yang disebabkan oleh syok hipovolemik
karena perdarahan akibat ruptur uteri. Pada gagal napas ini, aliran darah ke
paru tidak mencukupi oksigenasi atau pembersihan CO2. Semua jenis syok
menyebabkan proses metabolik seluler yang akan memicu terjadinya jejas sel,
organ failure, dan kematian. Syok akan menyebabkan paling tidak tiga respon
pernapasan, yaitu: peningkatan ruang mati ventilasi, disfungsi otot-otot
pernapasan, dan inflamasi pulmoner. Gagal napas dibagi 2, yaitu Tipe 1
(hipoksemi) bila PaO2< 60 mmHg (sering ditemukan pada kerusakan
parenkim paru, seperti pneumonia, emboli paru dan acute respiratory distress
syndrome/ARDS) dan Tipe 2 (hiperkapni) bila PaCO2> 50 mmHg (sering
ditemukan pada pasien neuromuskuler seperti Myastenia Gravis/MG dan
GBS) circulation/sirkulasi Nilai apakah sirkulasi adekuat dan hemodinamik
stabil. Meliputi tekanan darah/MAP (target: 100–120 mmHg), tekanan vena
sentral (jika terpasang CVC, dengan target 5–12 mmHg) ), dan cerebral
perfusion pressure/CPP (target 50-70 mmHg).9
Pada pasien ini membutuhkan perawatan di ICU dengan ventilator
karena sistem respirasi pada pasien ini gagal mencapai oksigenasi, ventilasi
atau kebutuhan metabolisme. Indikasi untuk rawat ICU pada pasien ini adalah
karena hemodinamik pasien yang tidak stabil dan memerlukan monitoring
ketat.
Mode ventilasi mekanik yang paling umum digunakan adalah ventilasi
pressure support, tekanan yang ditambahkan untuk mencapai volume total 5–
8 mL/kgBB dan frekuensi pernapasan <25 kali/menit. Pasien yang koma atau
dengan pola pernapasan abnormal memerlukan controlled mechanical
ventilation; SIMV (Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation)
merupakan pilihan utama.
Mode ventilator yang digunakan pada pasien ini adalah mode SIMV
(Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation). Pada mode SIMV,
pengaturan volume tidal disesuaikan dengan usaha napas spontan pasien dan
jika tidak ada nafas spontan volume tidal yg dikeluarkan oleh ventilator akan
disesuaikan dengan mengaturan frekwensi nafas (preset rate) sehingga volume
minimal terpenuhi. Bila pasien bernapas spontan maka bantuan ventilator
untuk memberikan volume tidal tidak ada, akan tetapi mesin akan tetap
mengalirkan oksigen.10
Pasien dipasangkan Ventilator Mekanik selama 1 hari kemudian
dilepaskan karena telah memenuhi syarat penyapihan. Problem yang
menyebabkan pasien membutuhkan ventilator telah teratasi, pasien telah sadar
dan responsive, respon terhadap analgesik yang baik, dapat batuk, fungsi usus
normal, tidak ada distensi abdomen, Status metabolik mengarah ke normal,
HB cukup. Selanutnya angka-angka yang digunakan untuk memprediksi
weaning yang berhasil:
- Minute ventilation: < 10 lpm
- Kapasitas vital/BB: > 10 ml/kgBB
- Laju napas < 35 x/menit
- Volume tidal/BB : > 5 ml/kgBB
- Tekanan inspirasi maksimal : < - 25 cmH2O
- PaO2/PAO2 : > 0,35
- RR/Volume tidal : < 105
- PaO2/FiO2 : > 200 mmHg (26,3 kPa)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem respirasi merupakan sistem yang penting dalam kehidupan,
yang berfungsi dalam mengadakan pertukaran O2 dan CO2. Apabila fungsi
respirasi mengalami gangguan atau kegagalan, maka kebutuhan oksigen untuk
memenuhi metabolisme tidak dapat dipenuhi. Disinilah peran ventilator
mekanik sebagai alat pengganti fungsi pompa dada yang mengalami
kegagalan.
Alat bantu napas mekanik yang sering digunakan saat ini adalah jenis
ventilasi tekanan positif. Ventilator ini memberikan tekanan positif kedalam
rongga dada sehingga memulai proses inspirasi. Terdapat 4 jenis ventilator
berdasarkan mekanisme kerjanya yakni: pressure cycled, time-cycled,
volumecycled, dan flow-cycled.
Selain harus memilih ventilator berdasarkan mekanisme kerjanya,
merupakan hal yang penting untuk mengatur mode ventilator menyesuaikan
keadaan masing-masing pasien di ICU. Terdapat beberapa mode yang sering
digunakan diikuti dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing mode.
Mode tersebut antara lain : CMV, Assist-controlled ventilation, IMV, SIMV,
PEEP, CPAP, dan lain-lain. Sebelum pemasangan ventilator mekanik, penting
untuk sebelumnya menganalisis penyulit yang dapat terjadi, di antaranya
adalah ventilator associated pneumonia (VAP), atelektasis, barotrauma, dan
efek pada gastrointestinal. Pasien dengan ventilasi mekanik tidak dianjurkan
untuk berlama-lama menggunakan alat bantu napas tersebut, sehingga
diperlukan pula pengetahuan tentang teknik penyapihan dari ventilator.
DAFTAR PUSTAKA

1. Handbook of Mechanical Ventilation. 2015. 1st ed. London: Intensive Care


Foundation
2. Susanti, E., Utomo, W., Dewi, Y.I. 2015. Identifikasi Faktor Resiko Kejadian
Infeksi Nosokomial Pneumonia Pada Pasien Yang Terpasang Ventilator Di
Ruang Intensive Care. JOM Vol 2 (1). Universitas Riau
3. Dewantari, L.P.A., Nada, I.K.W. 2017. Aplikasi Alat Bantu Napas Mekanik.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah. Denpasar
4. Ika Yunita Sari, I.Y., Pamungkasningsih, S.W., Rasmin, M. 2018. Ventilasi
Mekanis pada Pasien Pasca Bedah Non Paru. Jurnal Respirologi Indonesia 38
(3). Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo. Surabaya
5. Bristle, T.J., Collin, S.B., Hewer, I., Hollifield, K. 2014. Anesthesia and
Critical Care Ventilator Modes: Past, Present, and Future. AANA Journal
Course 85(2). Amerika Serikat
6. Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem (Human
Physiology: From Cells fo Systems) Edisi 6. EGC. Jakarta
7. Barrett, K., Barman, S., Boitano, S., Brooks, H. 2015. Ganong's Review of
Medical Physiology 25th Edition. 1st ed. McGraw-Hill Medical Publishing
Division. New York
8. Kacmarek, R.M. 2011. The Mechanical Ventilator: Past, Present, and Future.
Journal Respiratory Care 56(8). Boston
9. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran [PNPK] Anestesiologi dan Terapi
Intensif. 2015. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi Dan Terapi
Intensif Indonesia (PERDATIN)
10. Rogayah, R., Fitriyani, F., Rasmin, M. 2014. Ventilasi Noninfasif (Noninvasif
Ventilation/NIV ). Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FKUI – SMF Paru RSUP Perahabatan. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai