Dibuat oleh:
dr. Agus Budi Waluyo
Pendamping:
dr. Padmi Bektilestari, SpPD
dr. Utari
2019-2020
BORANG PORTOFOLIO
Obyektif Presentasi :
: 101/65 mmHg
: 125 kali/menit
: 20 kali/menit
o
: 36,5 C
2. Kesadaran
3. Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Laju napas
Suhu
4. Status Generalis
a. Pemeriksaan kepala
a. Bentuk kepala : mesocephal (+)
b. Mata : Conjuctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
exophtalmus (+/+), lid lag (+/+), lid retraction (+/+)
c. Telinga : discharge (-/-), deformitas (-), massa (+/-)
d. Hidung : discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
e. Mulut : sianosis (-)
b. Pemeriksaan Leher
Inspeksi: Deviasi trakea (-), pembesaran limfonodi (-), tampak
benjolan di leher, bergerak saat menelan, simetris (+)
Palpasi : benjolan di leher teraba besar ± 3 cm di lobus kiri dan kanan
tiroid, simetris
Auskultasi: bruit tiroid (-)
c. Pemeriksaan thorax
Bentuk normochest, simetris, artrofi m. pectoralis (-/-), spider nevi (-),
retraksi interkostalis (-), retraksi supraklavikula (-),pernapasan thorako
abdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-)
Jantung
Paru
• Perkusi
Kanan : Sonor, batas absolut paru hepar SIC V linea
midclavicularis dekstra
Kiri : Sonor, mulai redup pada batas paru jantung dan lobus
inferior pulmo dextra dan sinistra , batas paru lambung
SIC VI linea axillaris anterior sinistra
d. Pemeriksaan Abdomen
• Inspeksi • Auskultasi
• Perkusi
: datar, distensi (-), venektasi (-), sikatrik (-),
striae (-)
: Bising usus (+) normal
: timpani, Pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi
(-)
• Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (+) epigastric, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba
Total 26 (Toksik)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CBC
Diff Count
Neutrofil L 29.6 % 42– 74
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 126 mg/dl <140
Ureum 30.0 mg/dl 10– 50
Creatinin 1.00 mg/dl 0.8 - 1.3
Interpretasi:
Irama Sinus, reguler Kompleks QRS:
HR: 100x/menit
• Q patologis (-)
P wave: 1,5 kk (normal)
• RVH (-); LVH (-)
Interval PR: 4 kk (0.16 s) • ST Segmen: normal
Aksis: Normal • Interval QT: 3 kk (0.12s)
T wave: normal
Kesan: Sinus takikardia
3. Urin Rutin (01/02/2020)
Makroskopis
Mikroskopis Urine
Epitel Squamous 0–2 /LPK
Epitel Transisional Negatif /LPK
Epitel Kuboid Negatif /LPK
Leukosit 0–1 /LPK < 10
Eritrosit 0–1 /LPK <5
Bakteri Negatif
Lain - Lain Negatif
E. DIAGNOSIS KERJA
F. PENATALAKSANAAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Terminologi tirotoksikosis dan hipertiroid sering digunakan, bahkan secara bergantian
untuk mendefinisikan manifestasi fisiologis akibat kadar hormon tiroid yang
berlebihan. Tirotoksikosis merupakan suatu kondisi klinis akibat kerja hormon tiroid
secara berlebihan yang secara umum disebabkan kadar hormon jaringan tiroid yang
1,2
berlebih. Hipertiroid merupakan bagian dari tirotoksikosis yang disebabkan
peningkatan kerja kelenjar tiroid melalui reseptor TSH dan mutasi reseptor TSH,
selain itu dapat juga disebabkan karena adanya pelepasan hormon tiroid secara pasif,
1,2,5,6
inflamasi kelenjar tiroid akibat autoimun, infeksi virus atau diinduksi obat.
Penyakit grave/Grave’s disease merupakan salah satu penyakit autoimun dengan organ
spesifik pada tiroid yang diakibatkan stimulasi pertumbuhan dan fungsi kelenjar tiroid
melalui antibodi yang beredar melawan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan
5-7
mengalami fungsi yang mimikri dengan fungsi TSH.
2. Epidemiologi
Prevalensi hipertiroid di dunia memiliki range antara 0.2% hingga 1.3% pada
negara-negara yang memiliki kecukupan intake iodium. Di benua Asia, prevalensi
kejadian hipertiroid terbanyak terjadi di Tiongkok dengan prevalensi mencapai ±
1.25% dan di India dengan prevalensi mencapai ± 0.12%. Penyebab tersering
hipertiroid di negara-negara tersebut ialah Grave’s disease. Hampir 70-80% pasien
dengan hipertiroid merupakan Grave’s disease, sedangkan di negara-negara
dengan kecukupan intake iodium, sekitar 50% kasus hipertiroidnya adalah Grave’s
b) Infeksi
Infeksi dapat memicu terjadinya Grave’s disease melalui konsep mimikri
molekuler. Berbagai mikroba penyebab penyakit infeksius seperti H. pylori
dan Y. enterolitica dikaitkan dengan terjadinya Grave’s disease. Infeksi pada
kelenjar tiroid dapat diasosiasikan dengan penyakit autoimun, namun belum
prediktif untuk terjadinya Grave’s disease. Infeksi diduga memilili
karakteristik epigenetik terhadap kerentanan gen masih menjadi hipotesis
terjadinya Grave’s disease.
c) Stres
Kejadian tirotoksikosis seringkali meningkat dengan tingkat stress individu,
terutama stress emosional yang berat, seperti kehilangan seseorang baik
asmara maupun kecelakaan. Stres emosional mampu menyebabkan supresi
imun melalui mekanisme nonspesifik sehingga pada orang-orang yang rentan
terhadap autoimun, penyakit autoimun dapat muncul.
d) Jenis Kelamin
Wanita memiliki risiko Grave’s disease sekitar 4-5x dibandingkan dengan
pria. Diduga kecenderungan terjadinya penyakit tersebut terkait dengan
hormon seks wanita. Kadar hormon estrogen dan progesteron pada wanita
mempengaruhi sistem imun terkait dengan sel B. Selain itu 2 kromosom X
yang dimiliki wanita, meningkatkan risiko kerentanan gen menjadi 2x lipat.
e) Kehamilan
Hipertiroidisme memiliki kecenderungan menurunkan fertilitas. Pada wanita
dengan hipertiroid derajat ringan memiliki risiko untuk mengalami keguguran
dan kehamilan berisiko akibat tingginya kadar hormon tiroid. Hormon tiroid
bersifat toksik langsung terhadap janin. Pada kondisi hamil, wanita
mengalami kondisi imunosupresi sehingga kejadian Grave’s disease selama
hamil jarang karena fungsi sel B dan sel T terhambat. Namun, risiko kembali
meningkat setelah terminasi kehamilan.
f) Obat-obatan
Obat-obatan yang mengandung iodine, seperti amiodaron dan media kontras
mengandung iodin dapat mempresipitasi terjadinya Grave’s disease. Iodine
meningkatkan kerja TRAbs dan menstimulasi pembentukan hormon tiroid.
g) Radiasi
Autoantibodi tiroid lebih sering muncul pada populasi yang terpapar dengan
radiasi dan meningkatkan kejadian tiroiditis autoimun. Pengobatan dengan
iodine radioaktif dapat meningkatkan kadar TRAb, dibandingkan dengan
pemberian obat antitiroid ataupun pembedahan.
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada Grave’s disease terbagi atas dua kelompok, yaitu
gejala tiroid dan ekstratiroid. Gejala tiroid pada Grave’s disease dapat tampak pada
tirotoksikosis lain. Kelenjar tiroid pada Grave’s disease membesar secara simetris,
5,7
namun tidak menutup kemungkinan kelenjar berukuran normal. Pada kondisi
dengan goiter atau pembesaran kelenjar, ukuran kelenjar dapat menjadi dua sampai
tiga kali ukuran normalnya dengan konsistensi bervariasi dari lunak hingga teraba
5-7
padat, permukaan yang rata dan terkadang lobuler. Beberapa kasus Grave’s disease
berat dapat teraba thrill pada pole atas atau bawah lokasi a. thyroidalis superior dan
inferior. Bruit dapat diketahui dengan auskultasi leher dengan volume
yang lebih keras pada kelenjar tiroid dibandingkan dengan area superolateral kiri
sternum.6-7
6
Gambar 2.6 Pre-tibial Myxedema pada Grave’s disease
Dermopati Grave terjadi akibat penebalan kulit terutama daerah di distal
tibia akibat akumulasi glikosaminoglikan. Tanda yang muncul adalah penebalan
kulit dengan gambaran permukaan peau d’orange dan sulit diangkat dengan
menggunakan jari. Dermopati dapat memburuk dengan keterlibatan tulang
(akropaki/osteopati) dengan gambaran pembentukan tulang subperiosteal dan
pembengkakan terutama pada tulang-tulang metacarpal dan clubbing finger.
Temuan lain yang dapat ditemukan pada Grave’s disease adalah
onycholysis/Plummer nails yaitu pemisahan kuku dari tempat tumbuhnya (nail
6. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Grave’s disease dapat ditegakkan secara klinis dan dikonfirmasi dengan
beberapa pemeriksaan penunjang. Pasien-pasien dengan klinis hipertiroid perlu
dilakukan pemeriksaan untuk membedakan antara tirotoksikosis dengan
hipertiroid atau tanpa hipertiroid. Berdasarkan guideline dari NICE, pemeriksaan
TSH receptor antibodies (TRAbs) dilakukan untuk konfirmasi Grave’s disease
dan pemeriksaan scan technetium kelenjar tiroid bila TRAbs negatif, serta
ultrasonografi tiroid pada pasien dengan nodul tiroid yang terpalpasi.5,6,9
Berdasarkan pedoman PERKENI 2017 tentang penatalaksanaan penyakit
hipertiroid, beberapa modalitas pemeriksaan penyakit hipertiroid yang dapat
dilakukan antara lain:9
Intepretasi Skor
> 19 = toksik
11-19 = equifoval
<11 = eutiroid/non-toksik
13
Gambar 2.9 Algoritma Diagnosis Hipertiroid
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertiroid dilakukan untuk menekan sekresi hormon baik
melalui zat kimia yang menghambat sintesis dan pelepasan hormon atau
dengan mengurangi kuantitas jaringan tiroid. Terdapat tiga metode dalam
penatalaksanaan untuk hipertiroid, khususnya untuk penatalaksanaan Grave’s
disease, antara lain dengan pemberian antitiroid (ATD), pemberian iodin
5-7,9-10
radioaktif, dan pembedahan.
a) Obat Anti-Tiroid (ATD)
Anti-tiroid untuk Grave’s disease adalah obat golongan thionamid, yang
terdiri atas methimazole, carbimazole, dan propiltiourasil (PTU).
Mekanisme utama golongan tiroid adalah untuk menghambar organifikasi
5-7,9-10
5-7,9-10
iodine dan coupling iodotyrosine serta menghambat sintesis hormon. PTU memiliki efek lain untuk menghambat konversi T4 dan T3 pada jaringan perifer, sedangkan methimazole memiliki kemampuan yang 10x lebih poten dari PTU. Pemberian ATD untuk Grave’s disease dapat diberikan dalam jangka panjang selama satu hingga dua tahun. Indikasi
pemberian ATD, antara lain: untuk pasien dengan kecenderungan remisi yang tinggi (jenis kelamin perempuan, derajat penyakit ringan, goiter dengan ukuran kecil dan titer TRAb rendah atau negatif); usia tua atau dengan komorbid, pasien geriatri, atau yang tidak dapat melakukan terapi radiasi, riwayat operasi atau terapi radiasi di leher, dan oftalmopati
Grave aktif derajat sedang-berat.
Pemberian ATD dapat dilakukan secara titrasi dan block-supplement. Metode titrasi dilakukan dengan pemberian methimazole 20-30 mg/hari atau PTU 300-600 mg/hari sampai tercapai keadaan eutiroid kemudian perlahan diturunkan hingga 2.5 mg untuk methimazole dan 100 mg
untuk PTU. Metode block-supplement dilakukan saat keadaan eutiroid. Pemberian levotiroksin 100-150 mcg/hari bertujuan untuk mencegah terjadinya hipotiroid pasca pemberian ATD. Remisi tercapai apabila kadar TSHs, fT4 dan total T3 normal setelah satu tahun ATD dihentikan.
8. Komplikasi
Grave’s disease yang tak tertangani dapat menimbulkan komplikasi yang serius,
berupa krisis tiroid. Krisis tiroid merupakan eksaserbasi akut dari seluruh gejala
tirotoksikosis dengan kondisi yang mengancam nyawa. Krisis tiroid dapat
dipresipitasi oleh adanya trauma, infeksi, atau pembedahan pada pasien dengan
hipertiroid. Gejala klinis yang dapat ditemui adalah peningkatan gejala
hipertiroid, demam tinggi hingga hiperpireksia, mual, muntah serta diare secara
berlebih, gangguan hemodinamik, hingga gangguan kesadaran. Pemantauan krisis
tiroid dapat dilakukan dengan skoring Burch-Wartofsky Point Scale.
Pemeriksaan penunjang untuk krisis tiroid, antara lain peningkatan fT4 dan T3
serta TSH yang tidak terdeteksi, disertai adanya anemia, leukositotsis,
hiperglikemia, hiperkalsemia dan peningkatan fungsi hepar.
9. Prognosis
Prognosis Grave’s disease umumnya baik. Remisi sempurna dapat dicapai apabila
kadar hormon tiroid dalam batas normal dengan pengobatan, serta pengangkatan
kelenjar dengan iodine radioaktif atau dengan pembedahan. Risiko relaps pada
Grave’s disease cenderung tinggi pada penggunaan obat-obat oral ATD,
dikarenakan pengendalian faktor risiko yang masih kurang.
BAB 3
PEMBAHASAN
Seorang wanita usia 36 tahun datang ke IGD RSUD Kab. Batang dengan keluhan
dada terasa berdebar-debar sejak 1 minggu SMRS. Keluhan berdebar-debar dirasakan
memberat sehingga saat ini mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Keluhan dada
berdebar-debar disertai dengan tangan yang seringkali gemetaran, merasa gerah
dalam kondisi udara dingin, nafsu makan meningkat namun berat badan semakin
menurun. Keluhan disertai dengan nyeri perut di ulu hati terasa panas/perih tanpa
penjalaran, membaik dengan makan, dan memburuk dalam keadaan perut kosong.
Pemeriksaan didapatkan eksopthalmus dengan lid lag dan lid retraction,
pembesaran kelenjar tiroid secara simetris, baik secara inspeksi maupun palpasi, fine
tremor. Pemeriksaan penunjang didapatkan hasil EKG sinus takikardi, laboratorium
menunjukkan hipertiroid, Indeks Wayne menunjukkan angka 26 (toksik). Diagnosis
diffuse toxic goitre ec Grave’s disease dapat ditegakkan.
Tatalaksana pada pasien ini diberikan terapi berupa PTU (propyltiourasil)
sebagai obat anti-tiroid. Propanolol yang merupakan golongan beta bloker untuk
mengatasi manifestasi kardiovaskuler Grave’s disease dengan bekerja melalui
reseptor katekolamin. Golongan PPI (lansoprazol maupun pantoprazol) dan
ondansetron diberikan untuk mengatasi keluhan nyeri perut dan mual/muntah.
Paracetamol sebagai obat antiinflamasi dan keluhan febris. Dexamethasone, obat
golongan glukokortikoid untuk menghambat konversi T4 menjadi T3.
DAFTAR PUSTAKA
Tanggal S O P
Nadi : 84 kali/menit
Laju pernapasan : 24 kali
o
Suhu : 36,6 C
PF Tiroid:
Palpasi teraba massa difus ± 3
cm, NT (-)
Auskultasi: Bruit (-)
Inspeksi: Exophtalmus (+/+),
fine tremor (+/+)
Thorax : dbn
Cor : dbn
Pulmo : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn
GDS 21: 211 mg/dl
GDS 06: 183 mg/dl
Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn
GDS 21: 149 mg/dl
GDS 06: 178 mg/dl
Pulmo : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn