Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANEMIA PADA MASA KEHAMILAN


KEPERAWATAN MATERNITAS II

DISUSUN OLEH :
Fazira Andika (204201416163)
Gita Gartika (204201416144)
Vina Nursinta (204201416015)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini secara maksimal dan optimal. Sholawat serta salam
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Yang telah begitu
banyak mengajarkan kebijakan dan menyebarkan ilmunya pada semua umatnya dan yang kita
nanti-nantikan syafaatnya diakhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Maternitas II yang berjudul “ Anemia Pada Masa
Kehamilan ”.

Makalah ini kami susun berdasarkan informasi dari berbagai sumber. Dikemas dengan
ringkas materi yang menarik untuk memudahkan mahasiswa/i dalam proses kegiatan belajar.
Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca untuk ke depannya.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya
bisa terselesaikan dengan baik. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan dalam
penulisan makalah ini mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Jakarta 16 Oktober 2022


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anemia khususnya pada ibu hamil sepertinya masih merupakan masalah klasik
yang tidak pernah bisa ditangani dan memiliki dampak yang serius pada ibu dan bayi.
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu hamil dengan kadar hemoglobin (Hb) <
11g/dl pada trimester I dan III, sedangkan pada trimester II kadar Hb < 10,5g/dl
(Kemenkes RI, 2013). Sebagian besar penyebab anemia pada ibu hamil di Indonesia
adalah kekurangan zat besi. Kebutuhan yang meningkat pada masa kehamilan,
rendahnya asupan zat besi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya anemia
defisiensi besi. Volume darah pada saat hamil meningkat 50%, karena kebutuhan
meningkat untuk mensuplai oksigen dan makanan bagi pertumbuhan janin.
Anemia dalam kehamilan merupakan masalah yang perlu mendapat penanganan
khusus oleh karena prevalensinya yang masih tinggi. Berbagai negara termasuk
Indonesia melaporkan angka prevalensi anemia pada wanita hamil masih tinggi. Badan
Kesehatan Dunia (World Health Organizatin/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-
ibu hamil yang mengalami anemia sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya usia kehamilan. Kemenkes RI (2020), melaporkan bahwa menurut
laporan Riskesdas 2018 sebanyak 48,9% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia dan
persentase ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013
yaitu 37,1%. Angka kejadian anemia di Provinsi Bali tahun 2019 adalah 5,07% (Dinas
Kesehatan Provinsi Bali, 2020) meningkat menjadi 5,78% pada tahun 2020. Sementara
itu angka kejadian 2 anemia di Kota Denpasar sebesar 4,7% meningkat menjadi 7,55%
pada tahun 2020 dengan angka tertinggi ada di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara yaitu 10,11% tahun 2019 dan
meningkat menjadi 16,46% pada tahun 2020.
Kejadian anemia yang tidak ditindaklanjuti dengan baik kemungkinan besar akan
berdampak semakin buruk pada kesehatan ibu dan bayi serta meningkatkan angka
kematian ibu dan bayi. Berdasarkan Supas tahun 2015 Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia pada tahun 2015 adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara pada
tahun 2019 kematian ibu di Indonesia sebanyak 4221 orang dari 4.778.621 kelahiran
hidup atau angka kematian ibu 88,33 per 100.000 kelahiran hidup. Perdarahan
merupakan penyebab kematian ibu terbanyak yaitu 1280 kasus (30,32%), hipertensi
dalam kehamilan 1066 kasus (25,2%) dan 207 kasus (4,9%) disebabkan oleh karena
infeksi (Kemenkes RI, 2020). Angka kematian ibu di Provinsi Bali tahun 2019 adalah
67,6 per 100.000 kelahiran hidup dan 26,09% disebabkan oleh karena perdarahan.
Dampak yang mungkin timbul pada ibu hamil dengan anemia adalah abortus.
Penelitian (Rosadi et al., 2019) menyatakan bahwa ada hubungan antara ibu hamil
anemia dengan kejadian abortus, sebesar 65,2% ibu hamil dengan anemia mengalami
abortus. Ibu hamil dengan anemia dapat mengalami perpanjangan kala I atau terjadi
partus lama. Hasil penelitian (Latifa et al., 2014) menunjukkan bahwa ibu bersalin yang
anemia dan terjadi kala I lama sebanyak 68,4%. Anemia juga merupakan salah satu
penyebab terjadinya perdarahan post partum. Penelitian (Satriyandari & Hariyati, 2017)
menyatakan sebagian besar ibu hamil dengan anemia mengalami perdarahan postpartum
yaitu sebanyak 77,8%. Ibu dengan 3 anemia memiliki peluang 4,8 kali mengalami
perdarahan postpartum dibanding ibu yang tidak anemia. Anemia pada wanita hamil
juga berdampak pada beratnya infeksi selama kehamilan (Ani, 2013).
Dampak awal yang terjadi pada janin adalah gangguan pertumbuhan janin dan
partus prematurus yaitu bayi lahir sebelum waktunya yang dapat menimbulkan masalah
pada bayi seperti Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang berujung pada kematian bayi.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019 Angka Kematian Neonatal (AKN)
adalah 4,44 per 1000 kelahiran hidup dengan penyebab utama BBLR sebanyak 14,9%
kelahiran hidup. Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2020) melaporkan bahwa Angka
Kematian Neonatal (AKN) adalah 3,5 per 1000 kelahiran hidup dengan BBLR menjadi
penyebab utama sebesar 42%.
Penerapan standar pelayanan antenatal yang sesuai standar diharapkan dapat
menurunkan kejadian anemia pada ibu hamil. Standar pelayanan khususnya dalam upaya
pencegahan anemia pada ibu hamil diantaranya adalah pemeriksaan hemoglobin,
pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) dan kegiatan temu wicara yang membahas
materi tentang anemia. Konsumsi TTD secara teratur pada ibu hamil dengan anemia
yang disebabkan oleh defisiensi besi akan meningkatkan kadar Hb dalam sebulan setelah
konsumsi TTD (Kementerian Kesehatan, 2020). Catatan ketiga indikator diatas tertulis
di dalam buku Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) sehingga kepemilikan buku KIA menjadi
sangat penting bagi semua ibu hamil.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami Definisi Anemia pada ibu hamil
2. Mahasiswa mampu memahami Etiologi Anemia pada ibu hamil
3. Mahasiswa mampu memahami Tanda dan Gejala Anemia pada ibu hamil
4. Mahasiswa mampu memahami Patofisiologi Anemia pada ibu hamil
5. Mahasiswa mampu memahami Penganan Anemia pada ibu hamil
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Kehamilan


Kehamilan adalah masa kehidupan yang penting. Dimana ibuharus
mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menyambut kelahiranbayinya. Ketika seorang
wanita dinyatakan hamil, perubahanfisiologis tubuh turut berubah, sehingga kebutuhan
gizinya punjugaberubah (Waryana, 2010). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin. Konsepsi adalah peristies bertemunya sel telur dengan sperma. Lamanya
seorang perempuan hamil normal adalah38-40 minggu (9 bulan 7 hari) dihitung dari saat
hari pertama haidterakhir sampai lahirnya bayi (Mochtar, R, 2012). Pada masakehamilan
asupan zat gizi ibu hamil meningkat, hal tersebut akanmempengaruhi status gizi ibu
hamil. Jika status gizi hamil buruk, maka dapat berpengaruh terhadap janin, ibu hamil,
dan saat persalinan. Salah satu pengaruh terhadap ibu hamil adalah anemia (Proverawati,
2009).

2.2 Anemia Pada Masa Kehamilan


Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darahmerah (eritrosit) dalam
sirkulasi darah atau masa hemoglobinyang rendah sehingga tidak mampu memenuhi
fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan (Tarwoto dan Warsidar, 2007).
Anemia pada ibu hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari
12 g/dl dan kurang dari 10g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi
hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dankembali
menjelang persalinan, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat memiliki
cadangan zat besi yaitu 11g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for disease control
(1990) mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurangdari 11g/dl pada
trimester pertama dan ketiga dan kurang dari 10,5g/dl pada trimester kedua. (Irianto, K.
2014).
Menurut Arief (2008), mengatakan bahwa proseskekurangan zat besi sampai menjadi
anemia melalui beberapatahap. Awalnya, terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi.
Bila belum juga dipenuhi dengan masukan zat besi, lamakelamaan timbul gejala anemia
disertai penurunan Hb.

2.3 Klasifikasi anemia selama kehamilan


Pembagian anemia dalam kehamilan menurut Wiknjosastro(2007) anemia dalam
kehamilan meliputi:
- Anemia defisiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur
besi denganmakanan, karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena
terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan.
- Anemia megaloblastic
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkankarena defisiensi asam folik,
jarang sekali karena defisiensi vitamin B12. Berbeda di Eropa dan di Amerika Serikat
frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di Asia, seperti di
India, Malaysia, dan di Indonesia. Hal ituerat hubungannya dengan defisiensi
makanan.
- Anemia hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karenasumsum tulang kurang mampu
membuat sel-sel darahbaru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan.
- Anemia hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung
lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi
hamil, apabilaia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat.

2.4 Etiologi
Menurut Mochtar (2013) pada umumnya, penyebab anemia pada kehamilan adalah:
- Kurang zat besi
Kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi dari mengkonsumsi
makanan saja, walaupun makanan yang dikonsumsi memiliki kualitas yang baik
ketersediaan zat besi yang tinggi. Peningkatan kebutuhan zat besi meningkat karena
kehamilan. Sebagian kebutuhan zat besi dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan
presentase zat besi yang diserap, namun apabila simpanan zat besi rendah atau zat
besi yang diserap sedikit maka diperlukan suplemen preparat zat besi agar ibu hamil
tidak mengalami anemia (Bakta, I.M., & Dkk, 2009).

- Ibu yang memiliki penyakit kronik


mengalami inflamasi yang lama dan dapat mempengaruhi produksi sel darah merah
yang sehat. Ibu hamil dengan penyakit kronis lebih berisiko mengalami anemia akibat
inflamasi dan infeksi akut (Bothamley & Maureen, 2013).
- Kehilangan banyak darah saat persalinan sebelumnya
Perdarahan yang hebat dan tiba-tiba seperti perdarahan saat persalinan merupakan
penyebab tersering terjadinya anemia, jika kehilangan darah yang abnyak, tubuh
segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah agar darah dalam
pembuluh darah tetap tersedia. Banyak kehilangan darah saat persalinan akan
mengakibatkan anemia (Ananya, 2012). Dibutuhkan waktu untuk memulihkan
kondisi fisiologis ibu dan memenuhi cadangan zat besi ibu hamil (Manuaba & Dkk,
2010).
- Jarak kehamilan
Hasil penelitian dari Amiruddin (2007) menyatakan kematian terbanyak terjadi pada
ibu dengan prioritas 1 sampai 3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan
ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukkan kematian maternal lebih banyak.
Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat
untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya.
Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat dapat menyebabkan resiko terjadi
anemia dalam kehamilan. Dibutuhkan waktu untuk memulihkan kondisi fisiologis ibu
adalah dua tahun. Karena cadangan zat besi ibu hamil belum pulih. Akhirnya
berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya (Manuaba & Dkk, 2010).

- Paritas

Hasil penelitian Herlina (2013) menyatakan paritas merupakan salah satu faktor
penting dalam kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil dengan paritas tinggi
mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami anemia dibandingkan dengan paritas
rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas),
maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
- Ibu dengan hamil gemeli dan hidramnion
Derajat perubahan fisiologis maternal pada kehamilan gemeli lebih besar dari pada
dibandingkan kehamilan tunggal. Pada kehamilan gemeli yang dikomplikasikan
dengan hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat mengalami komplikasi yang serius
dan besar. Peningkatan volume darah juga lebih besar pada kehamilan ini. Rata-rata
kehilangan darah melalui persalinan pervaginam juga lebih banyak (Wiknjosastro,
2010).

2.5 Tanda dan Gejala

Tanda ibu hamil mengalami anemia adalah pucat, glossitis, stomatitis, eodema pada kaki
karena hypoproteinemia. Gejala ibu hamil yang mengalami anemia adalah lesu dan
perasaan kelelahan atau merasa lemah, gangguan pencernaan dan kehilangan nafsu
makan (Tewary, 2011).

2.6 Patofisiologi
Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan dan
maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekita 1000 ml, menurun sedikit
menjelang aterm serta kembali normal pada 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldesteron (Rukiyah, 2010).
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia
atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah menjadi kurang dibandingkan
dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut
adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19%. Secara
fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang
semakin berat dengan adanya kehamilan (Manoe, 2010).

2.7 Upaya pencegahan anemia

Pencegahan dapat dilakukan dengan mengatur pola makan yaitu dengan


mengkombinasikan menu makanan serta konsumsi buah dan sayuran yang mengandunG
vitamin C (seperti tomat, jeruk, jambu) dan mengandung zat besi (sayuran berwarna hijau
tua seperti bayam). Kopi dan teh adalah minuman yang dapat menghambat penyerapan
zat besi sehingga tidak dianjurkan untuk dikonsumsi (Arantika dan Fatimah, 2019)

2.8 Dampak Anemia


a. Abortus
Penelitian yang dilakukan oleh Aryanti (2016) menyebutkan bawah terdapat
hubungan antara anemia dengan abortus. Hal ini disebabkan oleh metabolisme ibu
yang terganggu karena kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen. Efek
tidak langsung yang dapat diakibatkan oleh ibu dan janin antara lain terjadinya
abortus, selain itu ibu lebih rentan terhadap infeksi dan kemungkinan bayi lahir
premature.
b. Perdarahan postpartum
Penelitian Frass (2015) dalam Rizky, dkk. (2017) yang melaporkan bahwa terdapat
hubungan antara anemia dengan risiko perdarahan postpartum. Anemia pada
kehamilan menyebabkan oksigen yang diikat dalam darah kurang sehingga jumlah
oksigen berkurang dalam uterus dan menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi
dengan adekuat sehingga menimbulkan perdarahan postpartum, sehingga ibu hamil
yang mengalami anemia memiliki kemungkinan terjadi perdarahan postpartum 15,62
kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak mengalami anemia.
c. Berat badan lahir rendah (BBLR)
Penelitian yang dilakukan oleh Siti dan Siti (2018) menyebutkan bahwa terdapat
hubungan antara anemia dan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR). Anemia pada
kehamilan akan menyebabkan terganggunya oksigenasi maupun suplai nutrisi dari
ibu terhadap janin, akibatnya janin akan mengalami gangguan penambahan berat
badan sehingga terjadi BBLR
2.9 Penanganan Anemia
Perawatan di arahkan untuk mengatasi anemia yang di derita ibu hamil, bila tidak
di tangani dengan baik akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bahkan
janin didalam kandungan. Berikut ini penanganan anemia pada ibu hamil menurut
beberapa ahli :
Penanganan Anemia ringan dan sedang menurut Arisman (2004) adalah :
(1).Anemia Ringan dengan kadar Haemoglobin 9-10 gr% masih dianggap ringan
sehingga hanya perlu diberikan kombinasi 60 mg/ hari besi dan 400 mg asam
folat peroral sekali sehari.
(2).Anemia Sedang pengobatannya dengan kombinasi 120 mg zat besi dan 500 mg
asam folat peroral sekali sehari.
Penanganan anemia berat menurut Prawirohardjo yaitu:
Pemberian preparat parenteral yaitu dengan fero dextrin sebanyak 1000 mg (20 ml)
intravena atau 2x10 ml intramuskuler. Transfusi darah kehamilan lanjut dapat diberikan
walaupun sangat jarang diberikan mengingat resiko transfuse bagi ibu dan janin.

Menurut Syafrudin, dkk, (2011) penanganan untuk anemia ringan antara lain :
(1).Ibu tidak membutuhkan supelement besi, lebih tepat bila ibu hamil memperbaiki
menu makanan, misalnya dengan meningkatkan konsumsi makanan yang banyak
mengadung zat besi seperti: telur, susu, ikan, hati, ikan, daging, kacang-kacangan
(tempe, tahu, oncom, kedelai, kacang hijau) sayuran berwarna hijau tua (kangkung,
bayam, daun katuk) dan buah-buahan (Jeruk, jambu biji dan pisang).
(2). Perhatikan gizi makanan dalam sarapan dan frekuensi makan yang teratur,
terutama bagi ibu yang berdiet.
(3).Biasakan untuk menambah substansi yang memudahkan penyerapan zat besi seperti
: vitamin C, air jeruk, daging, daging ayam dan ikan.
(4).Hindari substansi penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi.

2.10 Pemeriksaan diagnostic


pemeriksaan untuk diagnosis anemia terdiri dari beberapa macam:
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam
diagnosisanemia. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan penyaring
(screening test),pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang,
pemeriksaan khusus.
b. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran
kadarhemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini
dapat dipastikanadanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang
sangat berguna untukpengarahan diagnosis lebih lanjut.
c. Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung jenis leukosit,
trombosit, hitungretikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah
banyak dipakai automatichematology analyzer yang dapat memberikan
presisi hasil yang lebih baik.
d. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga
mengenaikeadaan sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk
diagnosis definitifpada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang
mutlak diperlukan untukdiagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik,
serta pada kelainan hematologikyang dapat mensupresi sistem eritroide.

e. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada:
1. Anemia defisiensi besi : serum iron, TBC (total iron binding acapacity),
saturasitranferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin
dan pengecatanbesi pada sumsum tulang.
2. Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi
deoksiuridindan tes Schiling.
3. Anemia hemolitik : bilirubin serum, test Coomb, elektroforesis hemoglobin
danlain-lain.
4. Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang (Sudoyo, 2009)

2.11 Komplikasi
a. Komplikasi anemia pada ibu hamil
Menurut (Pratami, 2016) kondisi anemia sanggat menggangu kesehatan ibu
hamilsejak awal kehamilan hingga masa nifas. Anemia yang terjadi
selama masakehamilan dapat menyebabkan abortus, persalinan
prematur, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, peningkatan
resiko terjadinya infeksi, ancaman dekompensasi jantung jika Hb
kurang dari 6,0 g/dl, mola hidatidosa, hiperemisgravidarum,
perdarahan ante partum, atau ketuban pecah dini. Anemia juga
dapatmenyebabkan gangguan selama persalinan seperti gangguan his,
gangguan kekuatanmengejan, kala pertama yang berlangsung lama, kala
kedua yang lama hingga dapatmelelahkan ibu dan sering kali mengakibatkan
tindakan operasi, kala ketiga yangretensi plasenta dan perdaraan
postpartum akibat atonia uterus, atau perdarahanpostpartum sekunder
dan atonia uterus pada kala keempat.Bahaya yang dapat timbuladalah resiko
terjadinya sub involusi uteri yang mengakibatkan
perdarahanpostpartum, resiko terjadinya dekompensasi jantung segera setelah
persalinan, resikoinfeksi selama masa puerperium, atau peningkatan
resiko terjadinya infeksipayudara.

b. Komplikasi anemia pada janin


Menurut (Pratami, 2016) anemia yang terjadi pada ibu hamil juga
membahayakanjanin yang dikandungnya. Karena asupan nutrisi, O2 dan
plasenta menurun ke dalamtubuh janin sehingga dapat timbul pada janin
adalah resiko terjadinya kematianintrauteri, resiko terjadinya abortus, berat
badan lahir rendah, resiko terjadinya cacatbawaan, peningkatan resiko infeksi
pada bayi hingga kematian perinatal, atau tingkatintiligensi bayi rendah.
2.12 Pentalaksanaan
2.13 Konsep masalah keperawatan
2.14 Pathway

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai