Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“ANEMIA DALAM KEHAMILAN”

Disusun oleh :
Kelompok 3
Kelas Batam 5

1. Chintia Amita 221015201320


2. Erien Shinta Devi 221015201242
3. Mellisya 221015201245
4. Marita miska mardalina 221015201244
5. Wilda Rizkiah 221015201210
6. Yessika Hasyyati Rahayu 221015201293
7. Yuliasni 221015201294

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN (S1)


UNIVERSITAS SUMATERA BARAT
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Anemia Dalam Kehamilan”. Penyusunan makalah ini merupakan tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Patofisiologi.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
dalam teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah ini.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada pihak - pihak yang membantu
dalam penyusunan makalah, terutama kepada Dosen mata kuliah Patofisiologi
karena telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk atau
pedoman untuk memahami dan mengatasi masalah tentang anemia dalam
kehamilan.

Batam, 21 Agustus 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................4
1.3 TUJUAN......................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1 Pengertian Anemia dalam Kehamilan..........................................................5
2.2 Penyebab Anemia dalam Kehamilan...........................................................6
2.3 Diagnosis Anemia dalam Kehamilan...........................................................7
2.4 Pengaruh Anemia dalam Kehamilan............................................................9
2.5 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan........................................................10
2.6 Gejala Anemia pada Ibu Hamil..................................................................13
2.7 Patofisiologis Anemia dalam Kehamilan...................................................14
2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil.....16
2.9 Pemeriksaan Penunjang Laboraturium pada Anemia dalam Kehamilan...21
BAB III..................................................................................................................23
PENUTUP..............................................................................................................23
3.1 Kesimpulan................................................................................................23
3.2 Saran...........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Anemia merupakan kondisi dimana sel darah merah tidak mencukupi
kebutuhan fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis tersebut berbeda pada
setiap orang, dimana dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, tempat tinggal,
perilaku merokok, dan tahap kehamilan. Berdasarkan WHO, anemia pada
kehamilan ditegakkan apabila kadar hemoglobin (Hb) <11 g/dL. Sedangkan
center of disease control and prevention mendefinisikan anemia sebagai
kondisi dengan kadar Hb <11 g/dL para trimester pertama dan ketiga, Hb
<10,5 g/dL pada trimester kedua, serta <10 g/dL pada pasca persalinan.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization / WHO)
melaporkan bahwa prevalensi ibu - ibu hamil yang mengalami anemia
sekitar 35 - 75% serta semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Sementara kejadian anemia atau kekurangan darah pada ibu
hamil di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu sebanyak 48,9% (menurut
Kemenkes RI tahun 2019). Kondisi ini mengatakan bahwa anemia cukup
tinggi di Indonesia dan menunjukkan angka mendekati masalah kesehatan
masyarakat berat (severe public health problem) dengan batas prevalensi
anemia lebih dari 40% (Kemenkes RI, 2013). Anemia bukan hanya
berdampak pada ibu, melainkan juga pada bayi yang dilahirkan. Bayi yang
dilahirkan kemungkinan besar mempunyai cadangan zat besi yang sedikit
atau bahkan tidak mempunyai persediaan sama sekali, sehingga akan
mengakibatkan anemia pada bayi yang dilahirkan. Dampak anemia pada ibu
hamil dapat diamati dari besarnya angkat kesakitan dan kematian maternal,
peningkatan angka kesakitan dan kematian janin, serta peningkatan resiko
terjadinya berat badan lahir rendah.

1
Anemia menyebabkan penurunan kapasitas darah untuk membawa
oksigen. Jantung berupaya mengompensasi kondisi ini dengan
meningkatkan curah jantung. Upaya ini meningkatkan kebebasan kerja
jantung dan menekan fungsi ventricular. Dengan demikian, anemia yang
menyertai komplikasi lain (misalnya, preeklampsia) dapat mengakibatkan
jantung kongestif.
Apabila seorang wanita mengalami anemia selama hamil, kehilangan
darah pada saat ia melahirkan, bahkan kalaupun minimal, tidak ditoleransi
dengan baik. Ia berisiko membutuhkan transfusi darah. Sekitar 80% kasus
anemia pada masa hamil merupakan anemia tipe defisiensi besi (Arias,
1993). Dua puluh persen (20%) sisanya mencakup kasus anemia herediter
dan berbagai variasi anemia didapat, termasuk anemia defisiensi asam folat,
anemia sel sabit dan talasemia.
Kejadian anemia yang tidak ditindaklanjuti dengan baik kemungkinan
besar akan berdampak semakin buruk pada kesehatan ibu dan bayi serta
meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Berdasarkan Supas tahun 2015
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2015 adalah 305 per
100.000 kelahiran hidup. Sementara pada tahun 2019 kematian ibu di
Indonesia sebanyak 4221 orang dari 4.778.621 kelahiran hidup atau angka
kematian ibu 88,33 per 100.000 kelahiran hidup. Perdarahan merupakan
penyebab kematian ibu terbanyak yaitu 1280 kasus (30,32%), hipertensi
dalam kehamilan 1066 kasus (25,2%) dan 207 kasus (4,9%) disebabkan
oleh karena infeksi (Kemenkes RI, 2020).
Dampak yang mungkin timbul pada ibu hamil dengan anemia adalah
abortus. Penelitian (Rosadi et al., 2019) menyatakan bahwa ada hubungan
antara ibu hamil anemia dengan kejadian abortus, sebesar 65,2% ibu hamil
dengan anemia mengalami abortus. Ibu hamil dengan anemia dapat
mengalami perpanjangan kala I atau terjadi partus lama. Hasil penelitian
(Latifa et al., 2014) menunjukkan bahwa ibu bersalin yang anemia dan
terjadi kala I lama sebanyak 68,4%. Anemia juga merupakan salah satu

2
penyebab terjadinya perdarahan post partum. Penelitian (Satriyandari &
Hariyati, 2017) menyatakan sebagian besar ibu hamil dengan anemia
mengalami perdarahan postpartum yaitu sebanyak 77,8%. Ibu dengan
anemia memiliki peluang 4,8 kali mengalami perdarahan postpartum
dibanding ibu yang tidak anemia. Anemia pada wanita hamil juga
berdampak pada beratnya infeksi selama kehamilan (Ani, 2013).
Dampak awal yang terjadi pada janin adalah gangguan pertumbuhan
janin dan partus prematurus yaitu bayi lahir sebelum waktunya yang dapat
menimbulkan masalah pada bayi seperti Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
yang berujung pada kematian bayi. Menurut Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2019 Angka Kematian Neonatal (AKN) adalah 4,44 per 1000
kelahiran hidup dengan penyebab utama BBLR sebanyak 14,9% kelahiran
hidup.
Penerapan standar pelayanan antenatal yang sesuai standar diharapkan
dapat menurunkan kejadian anemia pada ibu hamil. Standar pelayanan
khususnya dalam upaya pencegahan anemia pada ibu hamil diantaranya
adalah pemeriksaan hemoglobin, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD)
dan kegiatan temu wicara yang membahas materi tentang anemia. Konsumsi
TTD secara teratur pada ibu hamil dengan anemia yang disebabkan oleh
defisiensi besi akan meningkatkan kadar Hb dalam sebulan setelah
konsumsi TTD (Kementerian Kesehatan, 2020). Catatan ketiga indikator
diatas tertulis di dalam buku Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) sehingga
kepemilikan buku KIA menjadi sangat penting bagi semua ibu hamil.
Beberapa penelitian seperti (Bagu et al., 2019) dan (Widyarni, 2019)
mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
tentang gizi, asupan makanan dan kepatuhan minum tablet Fe dengan angka
kejadian anemia. Penelitian (Akmila et al., 2020) menyatakaan bahwa
adanya hubungan antara faktor antenatal care dengan kejadian anemia pada
ibu hamil.

3
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan anemia dalam kehamilan?
2. Apa penyebab anemia dalam kehamilan?
3. Bagaimana mendiagnosa anemia dalam kehamilan?
4. Apa pengaruh anemia dalam kehamilan?
5. Apa saja klasifikasi anemia dalam kehamilan?
6. Apa saja gejala anemia pada ibu hamil?
7. Bagaimana patofisiologis anemia dalam kehamilan?
8. Apa saja faktor - faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu
hamil?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang laboraturium pada anemia dalam
kehamilan?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi anemia dalam kehamilan
2. Untuk mengetahui penyebab anemia dalam kehamilan
3. Untuk mengetahui cara mendiagnosa anemia dalam kehamilan
4. Untuk mengetahui pengaruh anemia dalam kehamilan
5. Untuk mengetahui klasifikasi anemia dalam kehamilan
6. Untuk mengetahui gejala anemia pada ibu hamil
7. Untuk mengetahui patofisiologis anemia dalam kehamilan
8. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia
pada ibu hamil
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang laboraturium pada anemia
dalam kehamilan

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Anemia dalam Kehamilan


Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah lebih rendah dari normal (WHO, 2011). Hemoglobin adalah
salah satu komponen dalam sel darah merah / eritrosit yang berfungsi untuk
mengikat oksigen dan menghantarkannya keseluruh jaringan tubuh. Oksigen
diperlukan oleh jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya. Kekurangan
oksigen dalam jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain
kurangnya konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan aktivitas.
Hemoglobin dibentuk dari gabungan protein dan zat besi dan membentuk
sel darah merah / eritrosit. Anemia merupakan suatu gejala yang harus
dicari penyebabnya dan penanggulangannya dilakukan sesuai penyebabnya
(Briawan, 2013).
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi,
yang merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan
sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas
sumber daya manusia. Menurut WHO, kejadian anemia kehamilan berkisar
20 - 89% dengan menetapkan Hb 11g% (g/dl) sebagai dasarnya. Anemia
dalam kehamilan dapat diartikan ibu hamil mengalami defisiensi zat besi
dalam darah. Selain itu anemia dalam kehamilan dapat dikatakan suatu
kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) <11 gr% pada trimester I dan
trimester III sedangkan pada trimester II kadar haemoglobin sebesar <10,5
gr%. (Saifuddin, 2002) .

5
2.2 Penyebab Anemia dalam Kehamilan
Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh
bermacam - macam penyebab. Terjadinya anemia karena adanya beberapa
faktor yang saling berkaitan. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena
gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang belakang, kehilangan
darah keluar tubuh (pendarahan), dan proses penghancuran erirosit dalam
tubuh sebelum waktunya (hemolisis), faktor nutrisi, infeksi, dan pengaruh
genetik. Penyebab anemia yang lain antara lain pendarahan misalnya ulkus,
gastritis, tumor saluran pencernaan, malabsorpsi, kecelakaan yang
mengakibatkan kehilangan banyak darah, malabsorpsi besi, dan menoragia
(menstruasi berlebihan), defisiensi besi, asam folat, infeksi HIV, gangguan
struktur hemoglobin seperti thalassemia. Pada ibu hamil yang anemia harus
diketahui secara pasti penyebab anemianya sehingga dapat diberikan
intervensi yang tepat.
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi
dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi
(Safuddin, 2002). Anemia megaloblastik, jenis anemia kedua yang paling
sering, disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat. Jenis
anemia lainnya termasuk anemia hemolitik dan anemia hipoplastik.
(Prawirohardjo, 2010).
Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah
sebagai berikut :
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain -
lain
5. Penyakit - penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan
lain – lain

6
Faktor resiko lain terjadinya anemia pada ibu hamil diantaranya
adalah asupan nutrisi, diabetes gestasional, kehamilan multiple, kehamilan
remaja, inflamasi dan infeksi dalam kehamilan.

2.3 Diagnosis Anemia dalam Kehamilan


Untuk menegakkan diagnosis anemia pada kehamilan, dapat
dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat
lelah, sering pusing, mata berkunang - kunang dan mual muntah yang lebih
hebat dari hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat Sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat
digolongkan sebagai berikut :
1. Hb 11 gr% tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% anemia ringan
3. Hb 7-8 gr% anemia sedang
4. Hb <7 gr% anemia berat.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan,
yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa
sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian Fe
sebanyak 90 tablet pada ibu - ibu hamil di Puskesmas.
Langkah-langkah dalam mendiagnosa anemia harus dilakukan secara
sistematik. Langkah - langkah yang harus dilakukan sebagai berikut :
1. Anamnesis
Anamnesa yang dilakukan yaitu seperti anamnesa pada
umumnya. Anamnesa pada kasus anemia ditujukan untuk menggali
informasi dari pasien meliputi (Bakta, 2014) :
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat penyakit dahulu
c. Riwayat gizi
d. Riwayat social - ekonomi
e. Riwayat keluarga.

7
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus anemia harus dilakukan secara
sistematik dan menyeluruh, meliputi :
a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kuning pada telapak
tangan.
b. Purpura : petechie dan echymosis
c. Kuku : koilonychia
d. Mata : ikterus dan konjungtiva pucat
e. Mulut : ulserasi, perdarahan gusi atrofi papil lidah, glositis, dan
stomatitis angularis.
f. Limpadenopati.
g. Hepatomegali.
h. Nyeri tulang atau nyeri sternum
3. Pemeriksaan laboratorium
Evaluasi laboratorium hematologi terdiri dari beberapa tahap.
Setelah temuan pemeriksaan sebelumnya terungkap, pemeriksaan
berikutnya mungkin lebih tepat sasaran dan efektif. Berikut
pemeriksaan yang dilakukan, (Bakta, 2014) :
a) Tes penyaring
Tes ini dilakukan sesegera mungkin jika ada kecurigaan
anemia. Tes ini dapat mengungkapkan apakah pasien menderita
anemia atau tidak, serta morfologinya. Berikut adalah beberapa
contoh dari jenis tes ini: pengukuran kadar hemoglobin, indeks
eritrosit, dan apusan darah tepi.
b) Kadar hemoglobin
Jumlah eritrosit (MCV, MCH dan MCHC). Hasil instan
untuk hemoglobin, WBC, trombosit (PLT), dan indeks eritrosit
sekarang dapat diperoleh dengan menggunakan penghitungan
elektronik di bidang hematologi. Saat ini dikenal sebagai RDW
(lebar distribusi sel darah merah), yang mengukur anisositosis.

8
4. Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan rutin sistem leukosit dan trombosit dilakukan pada
semua kasus anemia untuk mendeteksi adanya anomali. Komponen
pemeriksaan meliputi :
a) Laju endap darah
b) Hitung retikulosit (Wells, 1962)
5. Pemeriksaan sumsum tulang
Sebagian besar waktu pemeriksaan sumsum tulang diperlukan
untuk membuat diagnosis pasti anemia. Namun, dalam beberapa
kasus, ini tidak perlu.
6. Pemeriksaan indikasi khusus
Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila ada indikator tertentu.
Setelah diagnosis pertama yang dicurigai telah diidentifikasi, perlu
dilakukan pemeriksaan indikasi khusus untuk memastikan diagnosis
awal yang dicurigai. Pemeriksaan indikasi khusus ini dibagi
berdasarkan klasifikasi dari anemia, meliputi (Bakta,2014) :
a) Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC (Total Iron Binding
Capacity), saturasi tranferin, dan feritin serum.
b) Anemia megaloblastik : asam folat darah / eritrosit, vitamin
B12.
c) Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs, dan
elektroforesis hemoglobin.
d) Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan non - hematologik
Pemeriksaan non hematologik tertentu yang dilakukan seperti
pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal, atau fungsi tiroid. (Setiati, et al,
2014).

9
2.4 Pengaruh Anemia dalam Kehamilan
Pengaruh anemia terhadap kehamilan, persalinan dan nifas adalah
keguguran, partus prematurus, inersia uteri, partus lama, ibu lemah, atonia
uteri, syok, afibrinogenemia dan hipofibrinogenemia, infeksi intrapartum
dan bila terjadi anemia gravis (Hb dibawah 4 gr%) terjadi payah jantung
yang bukan saja menyulitkan kehamilan dan persalinan, bahkan berakibat
fatal.
Ibu hamil dengan kadar heamoglobin (Hb) < 8 g/dl, dikaitkan dengan
peningkatan risiko berat badan lahir rendah dan bayi kecil untuk usia
kehamilan. Anemia defisiensi besi selama kehamilan diketahui menjadi
faktor risiko kelahiran prematur, meningkatkan risiko terjadinya perdarahan
postpartum dan kematian perinatal. Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan risiko kematian ibu dan memiliki konsekuensi negatif pada
kognitif dan fisik pengembangan anak - anak dan produktivitas kerja.
Anemia pada kehamilan dikaitkan dengan hasil kehamilan yang merugikan.
Manifestasi klinisnya meliputi pembatasan pertumbuhan janin, persalinan
prematur, IUGR, IUFD, berat lahir rendah, cacat bawaan, gangguan laktasi.
Interaksi yang buruk ibu atau bayi, depresi post partum, dan peningkatan
kematian bayi dan neonatal.

2.5 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan


Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah
sebagai berikut :
1. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Eritropoiesis selama kehamilan mengakibatkan anemia pada ibu hamil
karena zat besi ibu ditransfer ke janinnya (Prawirohardjo, 2010).
Tanda dan gejala berikut merupakan indikasi anemia defisiensi besi
(Bakta, 2014) :

10
a. Kondisi yang disebut koilonychia (kuku rapuh) dapat
menyebabkan kuku berbentuk sendok karena kuku menjadi
rapuh, bergaris vertikal, dan cekung.
b. Gangguan lainnya adalah atrofi papila lidah, yang menyebabkan
permukaan lidah menjadi halus dan mengkilat karena kurangnya
papila lidah.
c. Stomatitis sudut adalah istilah medis untuk peradangan sudut
mulut, yang bermanifestasi sebagai bercak putih.
d. Disfagia adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan
kesulitan menelan akibat cedera pada epitel hipofaring.
e. Atrofi mukosa lambung, menyebabkan akhloridia (refluks
asam).
Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil,
tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet
besi. Berikut cara pemberian tablet besi yaitu :
1) Terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu
fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian
preparat 60 mg / hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1
gr% / bulan. Saat ini program nasional menganjurkan
kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk
profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
2) Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak
tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan
penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian
preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000
mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus,
dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr%
(Manuaba, 2001).

11
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata - rata
mendekati 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg
diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan
untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200
mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu
hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8 – 10 mg zat besi.
Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan
sekitar 20 – 25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan
perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak
100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita
hamil (Manuaba, 2001).
2. Anemia Megaloblastik
Anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik,
jarang sekali karena kekurangan vitamin B12 dan beberapa kasus
karena sefisiensi vitamin B. Anemia ini erat kaitannya dengan
defisiensi makanan. Diagnosa anemia megaloblastik dibuat apabila
ditemukan megaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Diagnosis
pasti dapat ditegakkan dengan percobaan penyerapan dan pengeluaran
asam folik.
Pengobatannya :
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban
sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Istilah "anemia aplastik" telah digunakan di beberapa tempat
untuk menggambarkan anemia hipoplastik. Anemia yang disebabkan
oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru.
Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini belum

12
diketahui dengan pasti kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar
rontgen, racun atau obat-obatan. Untuk diagnostik diperlukan
pemeriksaan - pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap,
pemeriksaan fungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi. Untuk
memperbaiki keadaan penderita adalah dengan memberikan transfusi
darah karena obat - obat penambah darah tidak memberikan hasil.
Anemia hipoplastik berat yang tidak diobati akan mempunyai
prognosis buruk, baik bagi ibu maupun bagi anak.

4. Anemia Hemolitik
Anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel
darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah
anemia dengan kelainan - kelainan gambaran darah, kelelahan,
kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-
organ vital. Gejala yang dikeluhkan oleh penderita anemia hemolitik
biasanya berupa lemas, mudah lelah, dan sesak napas. Sedangkan
tanda klinisnya berupa konjungtiva pucat, sklera kekuningan,
splenomegali, dan urin berwarna merah gelap (Setiati et al, 2014).
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta
penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas
dan diberikan obat - obat penambah darah. Namun pada beberapa
jenis obat - obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi
darah berulang dapat membantu penderita ini.

2.6 Gejala Anemia pada Ibu Hamil


Gejala anemia pada kehamilan yaitu :
1. Ibu mengeluh cepat lelah,
2. Sering pusing,
3. Mata berkunang-kunang,

13
4. Malaise,
5. Lidah luka,
6. Nafsu makan turun (anoreksia),
7. Konsentrasi hilang,
8. Nafas pendek (pada anemia parah); dan
9. Keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.

2.7 Patofisiologis Anemia dalam Kehamilan


Perubahan fisiologis alami yang terjadi selama kehamilan akan
memengaruhi jumlah sel darah merah normal pada kehamilan. Peningkatan
volume darah ibu terutama terjadi akibat peningkatan plasma, bukan akibat
peningkatan sel darah merah. Walaupun ada peningkatan jumlah sel darah
merah di dalam sirkulasi, tetapi jumlahnya tidak seimbang dengan
peningkatan volume plasma. Ketidakseimbangan ini akan terlihat dalam
bentuk penurunan kadar Hb (hemoglobin). Peningkatan jumlah eritrosit ini
juga merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan kebutuhan akan zat
besi selama kehamilan sekaligus untuk janin Pada kehamilan relatif terjadi
anemia karena ibu hamil mengalami hemodelusi (pengenceran) dengan
peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32
sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30% dan
hemoglobin sekitar 19%. Namun demikian, pemeriksaan Hb pada ibu hamil
tetap dilakukan secara berkala. Umumnya anemia defisiensi zat besi dapat
diperkiran terjadi apabila hemoglobin ibu kurang dari 10,5 g% atau
hematokrit dibawah 33%.
Anemia pada kehamilan yang disebabkan kekurangan zat besi
mencapai kurang lebih 95%. Wanita hamil sangat rentan terjadi anemia
defisiensi besi karena pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi
sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume
plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika

14
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi. Cadangan zat besi pada
wanita yang hamil dapat rendah karena menstruasi dan diet yang buruk.
Kehamilan dapat meningkatkan kebutuhan zat besi sebanyak dua atau tiga
kali lipat. Zat besi diperlukan untuk produksi sel darah merah ekstra, untuk
enzim tertentu yang dibutuhkan untuk jaringan, janin dan plasenta, dan
untuk mengganti peningkatan kehilangan harian yang normal. Kebutuhan
zat besi janin yang paling besar terjadi selama empat minggu terakhir dalam
kehamilan, dan kebutuhan ini akan terpenuhi dengan mengorbankan
kebutuhan ibu. Kebutuhan zat besi selama kehamilan tercukupi sebagian
karena tidak terjadi menstruasi dan terjadi peningkatan absorbsi besi dari
diet oleh mukosa usus walaupun juga bergantung hanya pada cadangan besi
ibu. Zat besi yang terkandung dalam makanan hanya diabsorbsi kurang dari
10%, dan diet biasa tidak dapat mencukupi kebutuhan zat besi ibu hamil.
Kebutuhan zat besi yang tidak terpenuhi selama kehamilan dapat
menimbulkan konsekuensi anemia defisiensi besi sehingga dapat membawa
pengaruh buruk pada ibu maupun janin, hal ini dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan.
Timbulnya anemia juga mencerminkan adanya kegagalan sum - sum
tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Kegagalan sum - sum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi),
masalah terjadi akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system
fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan
limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk
dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan meningkatkan

15
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang) kadar 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya
kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah
membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini
kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat
menghambat kerja organ - organ penting.
2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Anemia pada kehamilan yang terjadi pada trimester pertama sampai
ketiga dapat dipengaruhi oleh factor - faktor sebagai berikut :
1. Umur
Anemia pada kehamilan berhubungan signifikan dengan umur
ibu hamil. Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang
sedang hamil akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang
diperlukan. Kurangnya pemenuhan zat - zat gizi selama hamil
terutama pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun akan
meningkatkan risiko terjadinya anemia. Menurut penelitian dari
Ningrum (2012) mengatakan bahwa ibu hamil pada kelompok umur
risiko tinggi mempunyai risiko mengalami anemia sebesar 3,4 kali.
Menurut Kristiyanasari (2010) dalam jurnal Melory dan Galuh
mengatakan bahwa ibu hamil pada umur muda atau <20 tahun perlu
tambahan gizi yang banyak, karena selain digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi
dengan janin yang sedang dikandung sedangkan untuk umur yang tua
>35 tahun perlu energi yang besar karena fungsi organ yang makin
melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan
tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang
berlangsung.
2. Paritas

16
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500
gram yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan
tidak diketahui, maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu.
Ibu yang mengalami kehamilan lebih dari empat kali dapat
meningkatkan resiko mengalami anemia. Paritas 2 - 3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas satu
dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi. Resiko paritas satu dapat ditangani dengan asuhan
obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat
dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian
kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. Penelitian
oleh Abriha et al (2014) menunjukkan bahwa ibu dengan paritas dua
atau lebih, berisiko 2,3 kali lebih besar mengalami anemia daripada
ibu dengan paritas kurang dari dua. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
wanita yang memiliki paritas tinggi umumnya dapat meningkatkan
kerentanan untuk perdarahan dan deplesi gizi ibu. Dalam kehamilan
yang sehat, perubahan hormonal menyebabkan peningkatan volume
plasma yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin namun tidak
turun dibawah tingkat tertentu (misalnya 11,0 g / dl). Penelitian yang
dilakukan oleh Ristica (2013) mengatakan bahwa paritas
menunjukkan hubungan sebab akibat dengan kejadian anemia pada
ibu hamil. Paritas >3 orang menyebabkan anemia kehamilan 3,2 kali
dibandingkan dengan paritas 1 - 3 orang. Dibandingkan dengan
keadaan tidak hamil, setiap kehamilan meningkatkan risiko
perdarahan sebelum, selama, dan setelah melahirkan. Paritas yang
lebih tinggi memperparah risiko perdarahan. Di sisi lain, seorang
wanita dengan paritas tinggi memiliki ukuran jumlah anak yang besar
yang berarti tingginya tingkat berbagi makanan yang tersedia dan
sumber daya keluarga lainnya dapat mengganggu asupan makanan
wanita hamil.

17
3. Antenatal Care (ANC)
Kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilan
berpengaruh terhadap kejadian anemia. Hal tersebut sesuai dengan
tujuan ANC yaitu mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau
komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat
penyakit secara umum, kebidanan, dan pendarahan. Kunjungan ibu
hamil yang sesuai standar akan memberikan kemudahan tenaga
kesehatan (dokter dan bidan) untuk mendeteksi kelainan - kelainan
yang akan timbul setiap saat termasuk kejadian anemia. Pelayanan
kesehatan ibu dan anak yang diberikan kepada ibu hamil oleh petugas
kesehatan terhadap pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilannya
dengan tujuan untuk dapat mengidentifikasi dan mengetahui masalah
yang timbul selama masa kehamilan sehingga kesehatan ibu dan bayi
yang dikandung akan sehat sampai persalinan. Pelayanan antenatal
care dapat dipantau dengan kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan
kehamilannya. Kebijakan program kunjungan ANC sebaiknya
dilakukan paling sedikit enam kali selama kehamilan yaitu satu kali
pada trimester I, dua kali pada trimester II, dan tiga kali pada trimester
III. Tujuan dari kunjungan ANC untuk mengenali secara dini adanya
ketidak normalan atau adanya komplikasi yang memungkinkan terjadi
selama kehamilan, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan dan perdarahan. Kunjungan antenatal merupakan upaya
preventif ibu hamil untuk menghasilkan kehamilan yang sehat melalui
pemeriksaan fisik, pemberian suplemen serta penyuluhan kesehatan
ibu hamil yang dapat memperkecil terjadinya anemia selama hamil.
Asumsi peneliti dari Hutahean bahwa frekuensi antenatal care dari
hasil penelitian yang dilakukan di Klinik Pratama Martua Sudarlis,
semakin jarang ibu hamil melakukan pemeriksaan ANC dapat
menyebabkan terjadinya anemia pada ibu hamil. Karena ibu hamil
mendapatkan sedikit pengetahuan, saran - saran dan nasehat yang baik

18
untuk menjaga kesehatan dan kehamilannya. Karena semua saran dan
nasehat yang baik untuk kesehatan ibu hamil dan janinnya didapatkan
ketika melakukan kunjungan memeriksakan kesehatan ke fasilitas
kesehatan.
4. Tingkat Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa anemia yang di
derita masyarakat adalah banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan
malnutrisi atau kekurangan gizi, kehamilan dan persalinan dengan
jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat
sosial ekonomi rendah. Pendidikan meliputi peranan penting dalam
menentukan kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia dianggap
akan memperoleh pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan, hidup
manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan yang tinggi akan
membuahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup yang
berkualitas. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam
pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang
yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih
rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh
mana keuntungan yang akan mereka dapatkan. Orang yang tidak
berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang kurang rasional
dan dalam pengambilan keputusan. Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya pengetahuan yang diselenggarakan
dengan sistem terbuka melalui tatap muka atau melalui jarak jauh.
Undang - Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa jenjang pendidikan
formal terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, sebagai
berikut :
a) Pendidikan Dasar

19
Pendidikan dasar meliputi Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah
(MTs) atau yang sederajat.
b) Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan
dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK),
atau bentuk lain yang sederajat.
c) Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Konsumsi tablet tambah darah dapat menimbulkan efek
samping yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak
diberikan tablet tambah darah. Penolakan tersebut berpangkal
pada ketidaktahuan mereka bahwa selama hamil memerlukan
tambahan zat besi. Agar ibu mengerti dan memahami, ibu perlu
diberikan pendidikan yang tepat, misalnya dengan diberikan
pengetahuan tentang bahaya anemia pada saat masa kehamilan.
Pendidikan adalah proses perubahan perilaku menuju
kedewasaan dan penyempurnaan hidup. Seorang ibu khususnya
ibu hamil yang memiliki pendidikan tinggi dapat
menyeimbangkan pola konsumsinya. Apabila pola konsumsinya
sesuai maka asupan zat gizi yang diperoleh akan tercukupi,
sehingga dapat terhindar dari masalah anemia. Apabila ibu
hamil tidak dapat memilih asupan zat gizi yang bagus untuk
tumbuh kembang janin, maka dapat terjadi anemia atau

20
komplikasi lain. Ibu hamil trimester III dengan pendidikan
SD/SMP berisiko 3,750 kali untuk mengalami anemia
dibandingkan ibu hamil trimester III dengan pendidikan
SMA/Sarjana.
5. Status KEK
Anemia lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan Kurang
Energi Kronis (LILA< 23,5 cm) dibandingkan dengan ibu hamil yang
bergizi baik. Hal tersebut mungkin terkait dengan efek negatif
kekurangan energi protein dan kekurangan nutrisi mikronutrien
lainnya dalam gangguan bioavailabilitas dan penyimpanan zat besi
dan nutrisi hematopoietik lainnya (asam folat dan vitamin B12). Status
KEK menunjukkan hubungan sebab akibat dengan kejadian anemia
pada ibu hamil. Status KEK dapat menyebabkan terjadinya anemia
pada ibu hamil 2,8 kali dibandingkan dengan ibu hamil tidak KEK.

2.9 Pemeriksaan Penunjang Laboraturium pada Anemia dalam Kehamilan


1. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun
2. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV
(molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular
rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB),
peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
3. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat
(respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah / hemolisis).
4. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk
(dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
5. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
6. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa
anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai
waktu hidup lebih pendek. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).

21
7. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial)
mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik). Jumlah
trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik)
8. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur
hemoglobin. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP,
hemolitik). Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa
anemia sehubungan dengan defisiensi masukan / absorpsi
9. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
10. TBC serum : meningkat (DB)
11. Feritin serum : meningkat (DB)
12. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
13. LDH serum : menurun (DB)
14. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
15. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
16. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak
adanya asam hidroklorik bebas (AP).
17. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsi : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan
tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum
dengan penurunan sel darah (aplastik).
18. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI (Doenges, 1999).

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam kehamilan yang sehat, perubahan hormonal menyebabkan
peningkatan volume plasma yang menyebabkan penurunan kadar
hemoglobin namun tidak turun dibawah tingkat tertentu (misalnya 11,0 g /
dl). Ibu yang mengalami kehamilan lebih dari empat kali dapat
meningkatkan resiko mengalami anemia. Paritas 2 - 3 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas satu dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Hal
ini dapat dijelaskan bahwa wanita yang memiliki paritas tinggi umumnya
dapat meningkatkan kerentanan untuk perdarahan dan deplesi gizi ibu.
Kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilan berpengaruh
terhadap kejadian anemia. Hal tersebut sesuai dengan tujuan ANC yaitu
mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum dan
pendarahan. Kunjungan ibu hamil yang sesuai standar akan memberikan
23
kemudahan tenaga kesehatan (dokter dan bidan) untuk mendeteksi kelainan
- kelainan yang akan timbul setiap saat termasuk kejadian anemia.
Kunjungan antenatal merupakan upaya preventif ibu hamil untuk
menghasilkan kehamilan yang sehat melalui pemeriksaan fisik, pemberian
suplemen serta penyuluhan kesehatan ibu hamil yang dapat memperkecil
terjadinya anemia selama hamil.
3.2 Saran
Untuk mencapai target kunjungan ANC sesuai dengan Kebijakan
program kunjungan ANC sebaiknya dilakukan paling sedikit enam kali
selama kehamilan yaitu satu kali pada trimester I, dua kali pada trimester II,
dan tiga kali pada trimester III maka diharapkan petugas di Puskesmas
membuat suatu program khusus seperti kelas ibu hamil yang rutin di
laksanakan disetiap kelurahan dan memberikan pelayanan kesehatan pada
ibu hamil sehingga target dapat tercapai.

24
DAFTAR PUSTAKA

 https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1132/anemia-dalam-kehamilan
 https://www.alomedika.com/penyakit/hematologi/anemia-hemolitik/
diagnosis
 https://www.alomedika.com/penyakit/hematologi/anemia-megaloblastik/
diagnosis
 Astutik, Reni Yuli, dan Dwi Ertiana. Anemia dalam Kehamilan. Jember :
CV. Pustaka Abadi, 2018.
 Yanti, Riska Ardila. “Hubungan Anemia dengan Ketuban Pecah Dini Tahun
2021”. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Mataram, 2021.

25

Anda mungkin juga menyukai