Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan penyakit,
tetapi sering sekali menyebabkan komplikasi akibat berbagai perubahan anatomic serta
fisiologik dalam tubuh ibu. Salah satu perubahan fisiologik yang terjadi adalah
perubahan hemodinamik. Selain itu, darah yang terdiri atas cairan dan sel-sel darah
berpotensi menyebabkan komplikasi perdarahan dan thrombosis jika terjadi
ketidakseimbangan faktor-faktor prokoagulasi dan hemostasis (Sarwono, 2010).
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah
(eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang
lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Sarwono, 2010).
Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung
eritrosit dibawah batas “normal”. Namun nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit
dipastikan karena ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode
kehamilan. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin dibawah 11
g/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Dalam praktik rutin, konsentrasi Hb < 11 g/dl
pada akhir trimester pertama, dan 10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga diusulkan
menjadi batas bawah untuk mencari penyebab anemia dalam kehamilan. Nilai-nilai ini
kurang lebih sama dengan nilai Hb terendah pada ibu-ibu hamil yang mendapat
suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dl pada trimester pertama dan 10,5 g/dl pada trimester
kedua dan ketiga (Sarwono, 2010).
Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Sekitar 75% anemia
dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran
eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah
anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat dan defisiensi
vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah
hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan (Sarwono, 2010).
Menurut WHO pada tahun 1993-2005 prevalensi anemia diseluruh dunia tertinggi
terjadi pada anak yang belum sekolah yaitu 47,4%, kemudian pada ibu hamil 41,8%, dan
1
wanita tidak hamil 30,2%. Prevalensi anemia pada ibu hamil didaerah Afrika yaitu
57,1%, di Asia Tenggara 48,2%, di Eropa 25,1%, dan Amerika 24,1% (Repository
USU).
Menurut Health Nutrition and Population Statistic (2005) kejadian anemia pada ibu
hamil terjadi di semua negara baik negara belum berkembang, sedang berkembang, dan
negara maju. Prevalensi anemia pada ibu hamil tertinggi, terdapat di Negara Kongo
(67,3%), dan Ethiopia 62,68%. Di negara berkembang prevalensi anemia pada ibu hamil
cukup tinggi seperti di India (49,7%) dan Indonesia (44,3%). Sedangkan di Negara maju
prevalensi anemia pada ibu hamil cukup rendah seperti di Perancis (11,46% ) dan United
States (5,7%) (Repository USU).
Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 63,5%.
Lautan J dkk (2001) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23
(74 %) menderita anemia, dan 13 (42 %) menderita kekurangan zat besi. (Repository
USU). Sementara, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2010 menunjukkan,
80,7% perempuan usia 10-59 tahun telah mendapatkan Tablet Tambah Darah, namun
hanya 18% di antaranya yang mengonsumsi sebanyak 90 tablet. Data terbaru bahkan
menyebutkan bahwa ibu hamil yang terkena anemia mencapai 40%-50%.
Prevalensi anemia di DKI Jakarta sebesar 24,5% (Riskesdas, 2007). Sedangkan
prevalensi anemia di Puskesmas Kecamatan Setiabudi terhitung sejak Januari 2012
sampai dengan Desember 2012 tercatat 11,05% yang menderita anemia, dan sejak
Januari 2013 sampai denga Maret 2013 tercatat 14,13% yang menderita anemia.
Tingginya anemia yang menimpa ibu hamil memberikan dampak negatif terhadap
janin yang di kandung dari ibu dalam kehamilan, persalinan maupun nifas yang di
antaranya akan lahir janin dengan berat badan lahir rendah (BBLR), partus prematur,
abortus, pendarahan post partum, partus lama dan syok. Hal ini tersebut berkaitan
dengan banyak faktor antara lain status gizi, umur, pendidikan, dan pekerjaan (Sarwono,
2005).
Mengingat tingginya angka ibu hamil yang menderita anemia, juga bahaya yang
ditimbulkan akibat anemia baik untuk ibu maupun janin yang sedang dikandungnya,
maka penting kiranya dilakukan penelitian mengenai faktor penyebab dari anemia pada
ibu hamil, sebagai acuan untuk perbaikan dan pencegahan anemia ibu hamil di kemudian
hari.

2
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka akan dilakukan penelitian
mengenai faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran kejadian anemia dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi, Jakarta
Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas
Kecamatan Setiabudi.
b. Diketahuinya gambaran umur ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
c. Diketahuinya gambaran paritas ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi.
d. Diketahuinya gambaran usia kehamilan ibu hamil di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi.
e. Diketahuinya gambaran jarak kelahiran ibu hamil di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi.
f. Diketahuinya gambaran pemberian tablet Fe pada saat ANC di Puskesmas
Kecamatan Setiabudi.
g. Diketahuinya gambaran konsumsi vitamin C di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi.
h. Diketahuinya gambaran pendidikan ibu hamil di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi.
i. Diketahuinya gambaran pekerjaan ibu hamil di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi.
j. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi.
k. Diketahuinya hubungan umur dengan kejadian anemia.
l. Diketahuinya hubungan paritas dengan kejadian anemia.
m. Diketahuinya hubungan usia kehamilan dengan kejadian anemia.
n. Diketahuinya hubungan jarak kelahiran dengan kejadian anemia.
3
o. Diketahuinya hubungan pemberian tablet Fe dengan kejadian anemia.
p. Diketahuinya hubungan konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia.
q. Diketahuinya hubungan pendidikan dengan kejadian anemia.
r. Diketahuinya hubungan pekerjaan dengan kejadian anemia.
s. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan kejadian anemia.

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritik
Pengembangan substansi ilmu kedokteran khususnya mengenai anemia pada ibu
hamil dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Manfaat Metodologi
Mempelajari dan mempraktekkan ilmu metodologi dalam sebuah penelitian
“Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di
Puskesmas Kecamatan Setiabudi Tahun 2013”.
3. Manfaat Aplikatif
a. Puskesmas tempat dilakukan penelitian
Menjadi sumber masukan bagi Puskesmas dalam upaya penanganan ibu hamil
yang menderita anemia, serta pencegahan pada ibu hamil lainnya agar dapat
terjadi penurunan angka kejadian anemia pada ibu hamil.
b. Peneliti
Peneliti dapat mempelajari lebih mendalam mengenai anemia pada ibu hamil,
serta factor yang mempengaruhi. Mengaplikasikan secara langsung ilmu
metodologi penelitian, sekaligus memenuhi salah satu syarat kelulusan stase
KKOM I.
c. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Sebagai referensi tambahan di perpustakaan dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh
mahasiswa.
d. Peneliti lain
Sebagai bahan acuan atau pun perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

4
E. Ruang lingkup penelitian
Penelitian ini di lakukan di Puskesmas Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Sebagai responden adalah ibu hamil yang melakukan ANC dengan sampel sebanyak 106
orang. Variabel yang diteliti adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
anemia, yaitu biomedis ibu (umur, paritas, usia kehamilan, dan jarak kelahiran),
konsumsi tablet Fe, konsumsi Vitamin C, dan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan
pengetahuan) . Dilaksanakan bulan April 2013, penelitian ini menggunakan desain cross
sectional, pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan analisis data dilakukan dua
tahap yaitu univariat dan bivariat.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Anemia
1. Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis anemia
ditunjukkan oleh adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin,
kemudian hematokrit (Sudoyo, 2009).
Menurut (Corwin, 2009) anemia adalah penurunan kuantitas sel-sel darah merah
dalam sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah, atau
keduanya.
Berikut merupakan kriteria anemia menurut WHO (dikutip dari Hoffbrand AV,
et al, 2001).

Tabel 1
Kriteria Anemia menurut WHO
Kriteria Anemia Menurut WHO
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa < 13 gr/dl
Wanita dewasa tidak hamil < 12 gr/dl
Wanita hamil < 11 gr/dl

2. Etiologi
Menurut (Sudoyo, 2009) anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang
disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh
karena :
A. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang.
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit.
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
6
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloplastik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
4. Kehilangan darah (perdarahan).
a. Anemia pasca pendarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik

B. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).


1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan ensim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalassemia
- Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopati
c. Lain-lain

C. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang


kompleks. Berikut ini merupakan klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan
etiologinya:
1. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thallasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
7
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotioroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

3. Gejala Klinis
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia,
apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin di bawah harga tertentu. Gejala
umum anemia ini timbul karena anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh
terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas
apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum
anemia tergantung pada derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan
hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya. Gejala umum
anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemik organ target
serta akibat kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin sampai kadar
tertentu (Hb < 7g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah,
telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas dan
dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada
konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom
anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia
8
dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb <
7g/dl) (Sudoyo, 2009).

4. Diagnosis
Pemeriksaan untuk diagnosis anemia terdiri dari beberapa macam :
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam
diagnosis anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan penyaring (screening
test), pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan
khusus.
b. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar
hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan
adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk
pengarahan diagnosis lebih lanjut.
c. Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung jenis leukosit, trombosit, hitung
retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic
hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.
d. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga
mengenai keadaan sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk
diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang
mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta
pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid.
e. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada :
1) Anemia defisiensi besi : serum iron, TBC (total iron binding acapacity),
saturasi tranferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan
pengecatan besi pada sumsum tulang.
2) Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi
deoksiuridin dan tes Schiling.

9
3) Anemia hemolitik : bilirubin serum, test Coomb, elektroforesis hemoglobin
dan lain-lain.
4) Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang.
Juga diperlukan pemeriksaan non-hemtologik tertentu seperti misalnya
pemeriksaan faal hati, faal ginjal atau faal tiroid (Sudoyo, 2009).

5. Penatalaksanaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien
anemia adalah :
a. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan terlebih dahulu.
b. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan.
c. Pengobatan anemia dapat berupa :
1) Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut akibat
anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien atau pada anemia pasca
perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik.
2) Terapi suportif.
3) Terapi yang khas untuk masing-masing anemia.
4) Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut.
Dalam keadaan dimana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa
memberikan terapi percobaan. Disini harus dilakukan pemantauan yang ketat
terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan
evaluasi terus menerus tentang kemungkinan perubahan diagnosis.
Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia
bersifat simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Pada anemia kronik sering
dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transfusi diberikan diuretika
kerja cepat seperti furosemid sebelum transfusi (Sudoyo, 2009).

10
6. Kebutuhan Zat Besi
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di tubuh manusia
dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gr di dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier,
2002). Zat gizi besi (Fe) merupakan kelompok mineral yang diperlukan, sebagai inti
dari hemoglobin, unsur utama sel darah merah. Fungsi sel darah merah itu penting
mengingat tugasnya antara lain sebagai sarana transportasi zat gizi, dan terutama
juga oksigen yang diperlukan pada proses fisiologis dan biokimia dalam setiap
jaringan tubuh (Harli, 1999). Sediaoetama (1987) menyebutkan bahwa zat besi
merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan
dalam hemopoiesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin.
Kandungan besi dalam tubuh sangat kecil, yaitu sekitar 35 mg/kg berat badan
wanita atau 50 mg/kg berat badan pria. Besi yang ada dalam tubuh berasal dari tiga
sumber, yaitu besi yang diperoleh dari perusakan sel-sel darah merah (hemolisis),
besi yang diambil dari cadangan yang tersimpan dalam tubuh, serta besi hasil
penyerapan saluran cerna (Winarno, 1997). Besi dalam makanan terdapat dalam
bentuk besi heme seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan
hewani, dan besi non heme dalam makanan nabati. Besi heme merupakan bagian
kecil dari besi yang diperoleh makanan. Akan tetapi yang dapat diabsorbsi mencapai
25 % sedangkan besi non heme hanya 5 % (Almatsier, 2002).
Sumber zat besi yang terpenting dalam diet adalah daging dan hati, ikan dan
daging unggas yang harus dikonsumsi setiap hari karena selain sebagai sumber zat
besi, heme juga dapat mendorong absorbsi besi non heme. Sumber besi non heme
yang tinggi kandungan zat besinya adalah kacang-kacangan, sayuran berwarna hijau,
umbi-umbian, dan buah-buahan (Darlina, 2003).
Menurut Almatsier (2002), makan besi heme dan non heme secara bersama
dapat meningkatkan penyerapan besi non heme. Daging, ayam, dan ikan
mengandung suatu faktor yang membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri atas
asam amino yang mengikat besi dan membantu penyerapannya. Susu sapi, keju, dan
telur tidak mengandung faktor ini hingga tidak dapat membantu penyerapan besi.
Lebih lanjut Alsuhendra (2005) menyebutkan bahwa polifenol seperti tanin dalam
teh, kopi dan sayuran tertentu, mengikat besi heme membentuk kompleks besi-
tannat yang tidak larut sehingga zat besi tidak dapat diserap dengan baik.

11
Pembuangan zat besi dari tubuh terjadi melalui beberapa jalan, di antaranya
adalah melalui keringat (0.2-1.2 mg/hari), air seni (0.1 mg/hari) dan melalui feses
serta darah menstruasi sekitar 0.5-1.4 mg/hari (Winarno, 1997). Oleh karena itu
wanita membutuhkan jumlah unsur besi yang lebih banyak dikarenakan laju
kehilangan unsur besi dari tubuh meningkat 2-3 kali lipat selama masa menstruasi
(Ariyani, 2004). Winarno (1997) menganjurkan jumlah besi yang harus dikonsumsi
sebaiknya berdasarkan jumlah kehilangan besi dari dalam tubuh serta jumlah bahan
makanan hewani yang terdapat dalam menu.
Zat besi pada saat kehamilan digunakan untuk perkembangan janin, plasenta,
ekspansi sel darah merah, dan untuk kebutuhan basal tubuh (Darlina, 2003). Pasokan
zat besi tidak kalah penting karena pada masa hamil volume darah ibu akan
meningkat 30%. Di samping itu plasenta pun harus mengalirkan cukup zat besi
untuk perkembangan janin (Karyadi, 2001).

7. Dampak Anemia
Keluhan “3L” (lemah, letih, lesu) karena anemia adalah keluhan fisik yang
nyata dan dirasakan oleh penderita anemia (Wijianto, 2002). Di samping itu muka
tampak pucat, kehilangan selera makan, apatis, sering pusing, sulit berkonsentrasi,
serta mudah terserang penyakit (Harli, 1999). Karena menderita kekurangan darah,
maka tenaga yang dihasilkan oleh tubuh berkurang dan badan menjadi cepat lelah.
Rasa cepat lelah disebabkan pengolahan (metabolisme) energi untuk otot tidak
berjalan sempurna karena otot kekurangan oksigen.
Pada penderita anemia, jumlah hemoglobin yang berfungsi sebagai alat
pengangkut oksigen berkurang sehingga jatah oksigen untuk otot juga berkurang.
Berkurangnya jatah oksigen mengakibatkan otot membatasi produksi energi dan
akibatnya orang yang menderita anemia akan cepat lelah bila bekerja (Wijianto,
2002). Pada ibu hamil, anemia dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati, kelahiran
bayi dengan berat badan lahir rendah, perdarahan sebelum atau sewaktu melahirkan,
dan kematian ibu (Khomsan, 1997).

12
8. Pencegahan Anemia
Pencegahan dan penanggulangan anemia antara lain (Wirahadikusumah, 1999) :
 Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, seperti mengkonsumsi pangan
hewani (daging, hati, ikan dan telur) mengkonsumsi pangan nabati (sayuran hijau,
buah buahan, kacang-kacangan, padi-padian) buah-buahan yang segar dan
sayuran yang merupakan sumber vitamin C yang diperlukan untuk penyerapan
besi dalam tubuh. Hindari konsumsi bahan makanan yang mengandung zat
inhibitor saat bersamaan dengan makan nasi seperti teh karena mengandung
tanning yang akan mengurangi penyerapan zat besi.
 Suplemen zat besi yang berfungsi dapat memperbaiki Hb dalam waktu singkat
 Fortifikasi zat besi yaitu penambahan suatu zat gizi kedalam bahan pangan untuk
meningkatkan kualitas pangan.

B. Ibu hamil
1. Definisi
Ibu hamil adalah wanita yang sedang mengandung janin. Sedangkan kehamilan
merupakan urutan kejadian yang secara normal terdiri atas pembuahan, implantasi,
pertumbuhan embrio, pertumbuhan janin, dan berakhir pada kelahiran bayi (Yongky,
2004).

2. Antenatal care (ANC)


a. Definisi Antenatal Care (ANC)
Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi
persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan kembalinya kesehatan
reproduksi secara wajar (Manuaba, 2010).
Menurut Prawiroharjo (2005), pemeriksaan kehamilan merupakan pemeriksaan
ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,
persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal,
tidak hanya fisik tetapi juga mental.
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau
dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah
13
kontak ibu hamil dengan pemberian perawatan/asuhan dalam hal mengkaji
kesehatan dan kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi
bagi ibu dan petugas kesehatan.

b. Tujuan Antenatal Care (ANC)


Menurut Mochtar (2005) tujuan Antenatal Care (ANC) adalah menyiapkan
seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan,
persalinan dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.
Menurut Wiknjosastro (2005) tujuan Antenatal Care (ANC) adalah menyiapkan
wanita hamil sebaik-baiknya fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka pada post
partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.

c. Jadwal kunjungan Antenatal Care (ANC)


Kebijakan kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama
kehamilan dengan ketentuan satu kali pada trimester pertama, satu kali pada
trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Dengan pelayanan / asuhan
standar minimal 7T, yaitu :
1. Timbang berat badan atau tinggi badan
2. Ukur tekanan darah
3. Ukur tinggi fundus uteri
4. Tetanus toxoid
5. Pemberian tablet besi
6. Test laboratorium
7. Temu wicara
Pemeriksaan ini dengan tujuan untuk memantau dan mengenali secara dini
adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang terjadi selama hamil. Bahwa setiap
kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat, maka
sebab itu ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilan (Saifudin, 2002).

3. Anemia pada Ibu Hamil


Peningkatan volume plasma darah terjadi lebih dahulu dibandingkan produksi
sel darah merah. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar Hb dan hematokrit pada
14
trimester I dan II sedangkan pembentukan sel darah merah terjadi pada pertengahan
akhir kehamilan sehingga konsentrasi mulai meningkat pada trimester III kehamilan
(Darlina, 2003).
Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor langsung,
tidak langsung dan mendasar. Secara langsung anemia disebabkan oleh seringnya
mengkonsumsi zat penghambat absorbsi zat besi, kurangnya mengkonsumsi
promotor absorbsi zat besi non heme serta adanya infeksi parasit. Adapun kurang
diperhatikannya keadaan ibu pada waktu hamil merupakan faktor tidak langsung.
Namun secara mendasar anemia pada ibu hamil disebabkan oleh rendahnya
pendidikan dan pengetahuan serta faktor ekonomi yang masih rendah (Darlina,
2003). Penggolongan jenis anemia ibu hamil dapat dibedakan menjadi anemia
ringan dan anemia berat. Batasan anemia ringan adalah bila kadar Hb 8-10.9 g/dl
sedangkan anemia berat adalah apabila kadar Hb < 8 g/dl (Darlina, 2003).

4. Faktor-faktor yang Diduga Berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil


Djaja at all (1994) menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan
kejadian anemia pada ibu hamil adalah sebagai berikut :

Faktor dasar sosial Biomedis Ibu Anemia pada ibu


ekonomi hamil

Faktor sosial ekonomi yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan tingkat
pengetahuan merupakan salah satu penyebab mendasar terhadap penyebab anemia.
Faktor biomedis ibu meliputi umur ibu hamil, usia kehamilan, paritas, jarak
kelahiran. Serta konsumsi tablet Fe. Sedangkan menurut (Mochtar, 2005) penyebab
anemia umumnya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat
persalinan yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik.

a. Pendidikan
Faktor sosial ekonomi juga akan mempengaruhi pada pola konsumsi makan,
pola konsumsi makan sangat berdampak pada cukup tidaknya zat besi dalam
makanan (Djaja at all, 1994). Menurut (Manuaba, 2010) anemia defisiensi besi
mencerminkan kemampuan sosial ekonomi masyarakat untuk dapat memenuhi
kebutuhannya dalam jumlah dan kualitas gizi. Rendahnya tingkat pendidikan
15
ibu hamil dapat menyebabkan keterbatasan dalam upaya menangani masalah
gizi dalam kesehatan keluarga, (Hermina, 1992). Ibu hamil dengan pendidikan
rendah yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD sebanyak 66.15%
menderita anemia dan merupakan prevalensi terbesar dibandingkan dengan
kategori pendidkan sedang maupun tinggi (Wijianto, 2002). Ibu hamil dengan
tingkat pendidikan rendah akan mengalami resiko anemia lebih tinggi dibanding
dengan ibu hamil yang tingkat pendidikannya tinggi (Achadi, 1995). Menurut
Arisman (2004) faktor pendidikan juga berpengaruh saat pemberian tablet besi.
Efek samping dari tablet besi yang dapat mengganggu seperti mual muntah
sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut
sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan
mereka memerlukan tambahan zat besi. Handayani (2000) menyatakan bahwa
tingkat pendidikan yang dicapai seseorang mempunyai hubungan nyata dengan
pengetahuan gizi dari makanan yang dikosumsinya.

b. Pekerjaan
Berat ringannya pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi kondisi tubuh dan pada
akhirnya akan berpengaruh pada status kesehatannya. Ibu yang bekerja
mempunyai kecenderungan kurang istirahat, konsumsi makan yang tidak
seimbang sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk menderita anemia
dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Wijianto, 2002).

c. Pengetahuan
Anemia masih banyak dijumpai karena kemiskinan dan kurangnya pengetahuan
tentang makanan sehat. Bahkan pada waktu hamil banyak makanan yang
ditabukan karena kurangnya pengertian tentang makanan sehat yang bergizi
sehingga anemia semakin parah (Manuaba, 2010). Pengetahuan gizi dan
kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui
pendidikan. Pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola
konsumsi pangan. Semakin banyak pengetahuan tentang gizi dan kesehatan,
maka semakin beragam pula jenis makanan yang dikonsumsi sehingga dapat
memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu (Suhardjo,
1989). Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
16
menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Dari
kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang tanggap
adanya masalah defisiensi zat besi (Fe) pada ibu hamil dan bisa mengambil
tindakan secepatnya (Kodyat, 1993).

d. Umur
Faktor biomedis ibu meliputi umur ibu hamil, paritas, usia kehamilan, jarak
kelahiran, dan pemberian tablet Fe. Bila umur ibu pada saat hamil relatif muda
(<20 tahun) akan beresiko terkena anemia. Hal itu dikarenakan pada umur
tersebut masih terjadi pertumbuhan yang membutuhakn zat gizi lebih banyak
dibandingkan dengan umur di atasnya. Bila zat gizi yang dibutuhkan tidak
terpenuhi, akan terjadi kompetisi zat gizi antara ibu dengan bayinya (Wijianto,
2002). Menurut Depkes (2001), kadar Hb 7.0 - 10.0 g/dl banyak ditemukan pada
kelompok umur <20 tahun (46%) dan kelompok umur 35 tahun atau lebih
(48%).

e. Usia kehamilan
Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil terus meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia kehamilan. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan zat besi tanpa disertai
oleh pemasukan yang cukup, maka cadangan zat besi akan menurun dan dapat
mengakibatkan anemia (Lila, 1992). Darlina (2003), meningkatnya kejadian
anemia dengan bertambahnya umur kehamilan disebabkan terjadinya perubahan
fisiologis pada kehamilan yang dimulai pada minggu ke-6, yaitu bertambahnya
volume plasma dan mencapai puncaknya pada minggu ke-26 sehingga terjadi
penurunan kadar Hb. Wanita hamil cenderung terkena anemia pada trimester III
karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri
sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir. Kebutuhan zat besi ibu hamil
sehari akan meningkat 6 kali lebih besar pada trimester terakhir dibandingkan
wanita yang tidak hamil (Sin sin, 2008). Hasil penelitian (Martuti, 1996)
menyimpulkan adanya kecenderungan hubungan negatif antara umur kehamilan
dengan kadar Hb ibu hamil. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan fisiologis
pada kehamilan yang dimulai pada minggu ke-6 yaitu bertambahnya volume
plasma yang mencapai puncaknya pada minggu ke-26, sehingga mengakibatkan
17
penurunan kadar Hb. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar
hemoglobin dibawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Dalam praktik
rutin, konsentrasi Hb < 11 g/dl pada akhir trimester pertama, dan 10 g/dl pada
trimester kedua dan ketiga diusulkan menjadi batas bawah untuk mencari
penyebab anemia dalam kehamilan. Nilai-nilai ini kurang lebih sama dengan
nilai Hb terendah pada ibu-ibu hamil yang mendapat suplementasi besi, yaitu
11,0 g/dl pada trimester pertama dan 10,5 g/dl pada trimester kedua dan ketiga.
(Sarwono, 2010).

f. Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah
dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak diketahui, maka dipakai
umur kehamilan lebih dari 24 minggu (Sumarah, 2008). Paritas atau jumlah
persalinan juga berhubungan dengan anemia, menurut Soebroto (2010) bahwa
ibu yang mengalami kehamilan lebih dari 4 kali juga dapat meningkatkan resiko
mengalami anemia. Menurut Wijianto (2002) menyatakan bahwa prevalensi
anemia pada kelompok paritas 0 lebih rendah daripada paritas 5 ke atas.
Semakin sering seorang wanita melahirkan maka semakin besar resiko
kehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb. Setiap kali wanita
melahirkan, jumlah zat besi yang hilang diperkirakan sebesar 250 mg. Hal
tersebut akan lebih berat lagi apabila jarak melahirkan relatif pendek. Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal
(Saifuddin, 2008). Badan koordinasi keluarga berencana naasional (BKKBN,
1998) menganjurkan agar kesehatan ibu selama hamil dapat optimal dalam
menyongsong persalinannya maka jumlah persalinan yang telah dialami tidak
lebih dari 2 kali.

g. Jarak kelahiran
Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita
adalah jarak kelahiran yang pendek (Darlina, 2003). Hal ini disebabkan karena
adanya kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dari pemulihan
faktor hormonal (Darlina, 2003). Menurut data Badan Koordinasi Berencana
Nasional (BKKBN, 1998), jarak persalinan yang baik adalah minimal 24 bulan.
18
Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal
ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat
gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang
dikandung (Wiknjosastro, 2005). Jarak kelahiran mempunyai risiko 1,146 kali
lebih besar terhadap kejadian anemia (Amirrudin dan Wahyuddin, 2004).

h. Tablet Fe
Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429
kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet
Fe (Djamilus dan Herlina, 2008). Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari
ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet
Fe, frekuensi konsumsi per hari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe
merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi
anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara
efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus
dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009). Wanita
hamil memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah dan membentuk sel darah merah menjadi janin dan plasenta. Makin
sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan maka akan makin
banyak kehilangan zat besi dan menjadi semakin anemis.
Berikut gambaran berapa banyak kebutuhan zat besi pada setiap kehamilan :
Meningkatkan sel darah ibu 500 mgr Fe
Terdapat dalam plasenta 300 mgr Fe
Untuk darah janin 100 mgr Fe
Jumlah 900 mgr Fe

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada
trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu
hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90
tablet pada ibu-ibu hamil di puskesmas (Manuaba, 2010).

19
i. Konsumsi Vitami C
Gizi seimbang adalah pola konsumsi makanan sehari-hari yang sesuai dengan
kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Setiap orang
harus mengkonsumsi minimal satu jenis bahan makanan dari tiap-tiap golongan
bahan makanan (sumber karbohidrat, hewani, nabati, sayur, buah) dalam sehari
dengan jumlah yang mencukupi (Darlina, 2003). Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa ibu hamil, terutama di pedesaan Indonesia mengkonsumsi
pangan pokok, pangan hewani, dan buah dalam jumlah yang tidak memadai
(Hardinsyah, 2000). Hal tersebut berimplikasi pada tidak terpenuhinya
kebutuhan energi, protein, dan berbagai mineral yang penting bagi kehamilan
seperti Fe, I, dan Zn serta vitamin, terutama vitamin C (Riyadi, 1997). Vitamin
C adalah derivat heksosa yang cocok digolongkan sebagai suatu karbohidrat.
Vitamin ini dalam bentuk kristal berwarna putih, sangat larut dalam air dan
oksalat. Vitamin C stabil dalam keadaan kering, tetapi mudah teroksidasi dalam
keadaan larutan, apalagi dalam suasana basa. Asam askorbat adalah bahan yang
kuat kemampua reduksinya dan dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-
reaksi hidroksilasi (Suharjo,1992). Berikut merupakan tabel Angka Kecukupan
Vitamin C :

20
Tabel 2
Angka Kecukupan Vitamin C
Kelompok Umur V itamin C
0 - 11 bulan 40
1 - 3 tahun 40
4 - 9 tahun 45
Pria (tahun)
10 – 12 50
13 – 15 75
16 - 80+ 90
Wanita (tahun)
10 – 12 50
13 – 15 65
16 - 80+ 75
Hamil +10
Menyusui +25
Sumber : Kartono Djoko, 2012
Tabel 3
Nilai Vitamin C Berbagai Bahan Makanan
Bahan Makanan (mg) Bahan Makanan (mg)
Daun singkong (275) Jambu monyet (197)
Daun katuk (200) Gandaria (110)
Daun melinjo (150) Jambu biji (45)
Daun pepaya (140) Pepaya (78)
Sawi (102) Mangga muda (65)
Kol (50) Mangga masak (41)
Kembang kol (65) Durian (53)
Bayam (60) Kedondong (50)
Kemangi (50) Jeruk manis (45)
Tomat masak (40) Jeruk nipis (27)
Kangkung (30) Nanas (24)
Ketela (30) Rambutan (58)
Sumber : Widya Karya Pangan dan Gizi 1998

21
Dalam absorbsi dan metabolisme zat besi, vitamin C mereduksi ferri menjadi
ferro dalam usus halus sehingga mudah di absorbsi. Vitamin C menghambat
hemosiderin yang sukar di mobilisasi untuk membebaskan besi jika diperlukan.
Absprbsi besi dalam bentuk non heme meningkatkan empat kali lipat jika ada
vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin didalam plasma ke
feritin hati (Almatsier, 2002). Vitamin C diperlukan dalam penyerapan zat besi,
dengan demikian vitamin C berperan dalam pembentukan hemoglobin, sehingga
mempercepat penyembuhan Anemia (Moehji, 2002).

j. Infeksi dan penyakit


Seseorang dapat terkena anemia karena meningkatnya kebutuhan tubuh akibat
kondidi fisiologis (hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pasca bedah atau
menstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi cacing tambang,
malaria, TBC). Ibu yang sedang hamil sangat peka terhadap infeksi dan
penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa
ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat
mengakibatkan abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam
kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi yang diidap ibu hamil biasanya
tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi lahir dengan
kecacatan. Pada kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak
cairan tubuh serta zat gizi lainnya (Bahar, 2006). Penyakit yang diderita ibu
hamil sangat menentukan kualitas janin dan bayi yang akan dilahirkan. Penyakit
ibu yang berupa penyakit menular dapat mempengaruhi kesehatan janin apabila
plasenta rusak oleh bakteri atau virus penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak
langsung menderita penyakit, namun demam yang menyertai penyakit infeksi
sudah cukup untuk menyebabkan keguguran. Penyakit menular yang
disebabkan virus dapat menimbulkan cacat pada janin sedangkan penyakit tidak
menular dapat menimbulkan komplikasi kehamilan dan meningkatkan kematian
janin 30% (Bahar, 2006).

22
Kerangka Teori Kejadian Anemia pada Ibu hamil

Terdapat beberapa teori yang menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan dengan


anemia pada ibu hamil antara lain teori dari Djaja (1994) yang menyebutkan bahwa faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil adalah faktor sosial
ekonomi yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan tingkat pengetahuan merupakan salah
satu penyebab mendasar terhadap penyebab anemia dan faktor biomedis ibu meliputi umur
ibu hamil, paritas, usia kehamilan, jarak kelahiran, dan pemberian tablet Fe. Sedangkan
menurut Mochtar (2005) penyebab anemia umumnya adalah kurang gizi, kurang zat besi,
dan penyakit – penyakit kronik. Maka berdasarkan teori-teori tersebut kami membuat
modifikasi kerangka teori dan didapatkan variabel-variabel seperti yang tercantum pada
kerangka dibawah ini :
Gambar 1
Kerangka Teori

Kerangka Teori Kejadian Anemia pada Ibu


Sosial ekonomi : Hamil
Biomedis ibu :
• (Modifikasi
Pendidikan Djaja et all 1994, Mochtar
• Umur ibu 2005)
• Pekerjaan hamil,
• Tingkat • Usia
pengetahuan

ANEMIA PADA Infeksi dan


Konsumsi
IBU HAMIL Penyakit
Vitamin C

Konsumsi
tablet Fe
23
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep.
Kerangka konsep ini dimodifikasi berdasarkan teori Djaja at all (1994) diambil
variabel faktor biomedis ibu meliputi umur ibu hamil, paritas, usia kehamilan, jarak
kelahiran, dan pemberian tablet Fe dan dari variabel sosial ekonomi meliputi pendidikan,
pekerjaan, pengetahuan dengan skema kerangka konsep di bawah ini. Sedangkan
menurut Mochtar (2005) penyebab anemia umumnya adalah kurang zat gizi serta infeksi
dan penyakit. Dari teori tersebut yang tidak masuk dalam penelitian kami adalah infeksi
dan penyakit karena diagnosanya membutuhkan pemeriksaan yang lebih lanjut dan
waktu yang lama, sedangkan responden hanya melakukan ANC 1 kali.

Gambar 2
Kerangka Konsep

Biomedis ibu :

 Umur

 Paritas

 Usia kehamilan

 Jarak kelahiran

Tablet Fe
Kejadian Anemia
Konsumsi Vitamin C

Sosial Ekonomi :

 Pendidikan

 Pekerjaan

 Pengetahuan

24
B. Hipotesis Penelitian.
1. Ada hubungan antara umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
2. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
3. Ada hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
4. Ada hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
5. Ada hubungan antara konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil
6. Ada hubungan antara konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia pada ibu hamil
7. Ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
8. Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
9. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

C. Definisi Operasional.
Tabel 4
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Kategori Skala Cara Ukur
Ukur
1. Umur ibu hamil Bilangan yang dihitung dari 1. < 20 tahun dan > Interval Wawancara
tahun kelahiran hingga tahun 35 tahun
penelitian, dinyatakan dalam 2. ≥ 20 tahun sampai
satuan tahun. ≤ 35 tahun
2. Paritas Jumlah persalinan yang 1. Tinggi (> 2) Interval Wawancara
pernah dialami responden. 2. Rendah (≤ 2)
(Saifuddin, 2008)
3. Usia kehamilan Bilangan yang dihitung dari 1. Trimester I (0 - 3 Interval Wawancara
hari pertama haid terakhir bulan)
hingga saat dilakukan 2. Trimester II (4 - 6
penelitian, dinyatakan dalam bulan)
satuan bulan. 3. Trimester III ( 7 - 9
bulan)

4. Jarak kelahiran Lama waktu awal kehamilan 1. < 24 bulan Interval Wawancara
saat ini dengan kelahiran 2. ≥ 24 bulan
sebelumnya, dinyatakan
25
dalam tahun yang beresiko
terjadinya anemia. (BKKBN, 1995)
5. Tablet Fe Salah satu mineral penting a. Tidak rutin Nominal Wawancara
selama kehamilan yang b. Rutin
dikonsumsi oleh responden
(Sunrinah, 2008).

6. Konsumsi Jumlah asupan dari berbagai 1. Kurang Ordinal Food recall


Vitamin C jenis makanan yang 2. Cukup dengan
mengandung vitamin C yang wawancara
dikonsumsi oleh responden
dalam 1x24 jam terakhir.
7. Pendidikan Adalah tingkatan sekolah 1. Tidak sekolah Ordinal Wawancara
formal terakhir yang 2. SD
ditempuh dan diselesaikan 3. SMP
oleh responden sampai 4. SMU
mendapatkan ijazah. 5. PT
8. Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan oleh 1. Bekerja Nominal Wawancara
responden sehari-hari yang 2. Tidak Bekerja
dapat menghasilkan uang
untuk biaya hidup keluarga.
9. Pengetahuan Pengetahuan responden 1. Kurang < 60 % Ordinal Wawancara
tentang anemia pada ibu 2. Sedang 60-80 %
hamil meliputi : pengertian, 3. Baik >80%
penyebab, gejala, dampak, (Khomsan, 2000).
penatalaksanaan, dan
pencegahan.
10. Anemia Kadar Hb responden yang 1. Anemia Nominal Buku
didapatkan dari hasil 2. Tidak Anemia register
pemeriksaan laboratorium: ANC
 Trimester I < 11 g/dl.
 Trimester II&III < 10 g/dl.

26
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan disain cross sectional yaitu suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Artinya, tiap
subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status
karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Dibandingkan dengan penelitian –
penelitian yang lain, penelitian ini yang paling mudah dan sangat sederhana. (Soekidjo
Notoatmodjo, 2013)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di puskesmas Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan. Waktu
penelitian bulan April 2013.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Soekidjo Notoadmojo, 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang melakukan ANC di
puskesmas dari bulan Januari sampai Maret 2013 sebanyak 382 orang.

2. Sampel
a. Definisi sampel (teori)
Sampel adalah objek yang diteliti bisa dilakukan seluruh objek atau sebagian,
tetapi hasilnya bisa mewakili atau mencakup seluruh objek yang diteliti (Soekidjo
Notoadmodjo, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari ibu hamil
yang terpilih yang melakukan ANC di puskesmas pada saat penelitian dilakukan.
b. Jumlah sampel
Perhitungan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut :

n = Z21-α/2 P(1-P)

d2

27
Keterangan :
N = besar sampel minimum
Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) (95% = 1,96)
P = harga proporsi di populasi (0,50)
d = presisi mutlak/kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir (10%)

n = (1,96)2 x (0,50)(1-0,50)
(0,1)2
n = 3,84 x (0,50)(0,5)
0,01
n = 0,96
0,01
n = 96

Untuk menghindari terjadinya sampel yang tidak memenuhi syarat untuk


dianalisis disebabkan tidak lengkap data/informasi yang diberikan sehingga gugur
sebagai unit analisis, maka jumlah responden ditambah 10 % dari sampel hitung,
sehingga jumlah sampel penelitian ini menjadi sebanyak 106 responden.

c. Kriteria Sampel
1. Kriteria inklusi:
Datang melakukan ANC
2. Kriteria eksklusi
Tidak bersedia sebagai responden

d. Tekhnik pengambilan sampel


Accidental sampling adalah mengambil kasus atau responden yang kebetulan
ada atau tersedia suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Soekidjo
Notoatmodjo, 2013).

28
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer
Diperoleh dari kuisioner meliputi data mengenai semua variabel
b. Data sekunder
Berupa data tentang kejadian anemia hasil diagnosa yang tercantum dalam
rekam medis.

4. Pengamatan dan pengukuran variabel


Untuk pengukuran terhadap variabel penelitian dibuat instrument berupa kuesioner
untuk masing-masing variabel dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Umur Ibu
1) Umur ibu dinilai melalui pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.
2) Pertanyaan berjenis pertanyaan terbuka.
3) Pertanyaan berisi tentang umur ibu hamil.
4) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.
5) Untuk analisis dilakukan kategori interval dengan pada kelompok umur < 20
tahun dan > 35 tahun serta kelompok umur ≥ 20 tahun sampai ≤ 35 tahun.
b. Paritas
Diukur melalui pertanyaan dalam kuesioner berupa
1) Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2) Pertanyaan berisi tentang berapa kali melahirkan.
3) Pertanyaan berjumlah 1 buah.
4) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.
5) Dibuat dua kategori Rendah (≤ 2) dan Tinggi (> 2).
c. Usia kehamilan
Usia kehamilan diketahui melalui pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.
1) Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2) Pertanyaan berisi tentang trimester, dari trimester 1 - 3
3) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.

29
4) Dibuat tiga kategori Trimester I (0 – 3 bulan), Trimester II (4 - 6 bulan) dan
Trimester III (7 - 9 bulan)
d. Jarak kelahiran
Jarak kelahiran diketahui melalui isian dalam kuesioner.
1) Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup).
2) Pertanyaan berisi tentang jarak kehamilan.
3) Hasil ukur dengan kategori usia < 24 bulan dan ≥ 24 bulan.
4) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.
e. Tablet Fe
Tablet Fe diketahui melalui isian dalam kuesioner.
1) Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup).
2) Pertanyaan berisi tentang konsumsi tablet Fe.
3) Hasil ukur berupa mengkonsumsi tablet Fe yang rutin dan yang tidak rutin.
4) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.
f. Konsumsi vitamin C
Konsumsi vitamin C diketahui melalui food recall
1) Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup).
2) Pertanyaan berisi tentang konsumsi makanan yang mengandung vitamin C.
3) Hasil ukur berupa mengkonsumsi vitamin C yang kurang atau cukup
dilakukan analisis menggunakan food recall 1×24 jam.
4) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.
g. Pendidikan
Pendidikan terakhir diketahui melalui isian dalam kuesioner.
1) Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2) Pertanyaan berisi tentang tingkat pendidikan responden.
3) Kategori dibagi menjadi lima yaitu tidak sekolah, sekolah dasar, sekolah
menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi.
4) Untuk keperluan analisis bivariat, pendidikan dibuat menjadi 2 kategori yaitu
kategori pendidikan rendah (<SMA) dan pendidikan tinggi (≥SMA)

30
5) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.

h. Pekerjaan
Pekerjaan diketahui melalui isian dalam kuesioner.
1) Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2) Pertanyaan berisi tentang pertanyaan pekerjaan ibu
3) Kategori dibagi menjadi dua yaitu tidak bekerja dengan bekerja
4) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.
i. Pengetahuan
Pengetahuan dinilai melalui pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.
1) Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2) Pertanyaan berisi tentang anemia pada ibu hamil meliputi: pengertian,
penyebab, gejala, akibat, pencegahan, dan komplikasi.
3) Kategori dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan Baik >80%, Sedang 60-80 %
Kurang < 60 %
4) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.
j. Anemia
Anemia diketahui melalui pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.
1) Pertanyaan berjenis MCQ (pertanyaan tertutup)
2) Pertanyaan berjumlah 1 buah
3) Berisi tentang pertanyaan anemia jika Hb < 11 g/dl pada akhir trimester
pertama, 10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga diusulkan menjadi batas
bawah atau tidak anemia jika Hb > 11
4) Hasil ukur sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium saat periksa
5) Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari lembar kuesioner dan alat tulis yang
digunakan peneliti untuk mengisi jawaban berdasarkan keterangan responden.

5. Cara Pengumpulan Data


Data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap responden dan pengisian
kuisioner pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan data primer.
31
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Waktu pengumpulan data yaitu setiap hari
kerja selama jam pemeriksaan dan dilakukan di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan.

Uji coba Instrumen


Kuisioner ini dilakukan untuk pengambilan data penelitian terlebih dahulu dilakukan
uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan pada 20 orang
responden (ibu hamil) yang melakukan Ante Natal Care di KIA Puskesmas
Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan. Data dari uji coba dilakukan analisis untuk
mengetahui validitas dan reliabilitas menggunakan rumus product moment.

N( EXY ) ( EX EY )
R=
ѴI (NEX – EX) (NEX – EY)

Keterangan :
X : Pertanyaan
Y : Skors total
XY : Pertanyaan × Skors total

Validitas
Uji validitas instrumen yang dilakukan dengan menggunakan uji validitas konstrak.
Uji validitas konstrak yaitu menyusun indikator pengukuran item ( pertanyaan ) yang
ada di dalam kuisioner itu mengukur konsep yang akan diukur. Maka uji coba dengan
uji korelasi antara skor tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuisioner
tersebut. Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel pada taraf kepercayaan tertentu, berarti
instrumen tersebut memenuhi kriteria validitas. Taraf signifikasi yang digunakan
dalan uji validitas item (pertanyaan) pada penelitian ini adalah 95% dengan jumlah
responden 20 (N = 20). Item-item yang memiliki nilai r hitung > r tabel (0,360) itu
item (pertanyaan) yang valid.

32
Realibilitas
Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan metode alpha Cronbach untuk
menentukan apakah setiap instrumen reliabel atau tidak. Dari hasil reliabilitas dengan
menggunakan metode alpha Cronbach menunjukan bahwa semua variabel berada
pada kisaran 0,752 (karena R hitung lebih besar dari R tabel), ini berarti dapat
disimpulkan bahwa semua item untuk tiap variabel reliabel.

6. Manajemen Data
a. Pengkodean / coding
Pengkodean merupakan kegiatan merubah data berdasarkan golongan-golongan
yang telah ditetapkan dalam definisi operasional. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan peneliti ketika melakukan analisis data. Kode data ditetapkan oleh
peneliti.
b. Pengeditan / editing
Setelah dilakukan wawancara dan kuisioner telah terkumpul sesuai besar sampel,
dilakukan pengeditan/penyuntingan untuk memastikan kelengkapan data dan
meneliti tiap lembar data jawaban, apakah jawaban sudah relevan dan konsisten.
c. Pemasukan data / entry data
Pemasukan data dilakukan setelah selesai pengeditan dan dilakukan dengan
memasukkan kode yang telah ditetapkan ke dalam sistem data menggunakan
komputer.
d. Pembersihan / cleaning
Setelah data dimasukkan, dilakukan proses cleaning/pembersihan untuk
memeriksa kemballi untuk melihat kesalahan, missing data, variasi data, dan
ketidakkonsistenan jawaban.

7. Analisis data
Dilakukan dua tahap yaitu :
a. Univariat:
Untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.
Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Soekidjo
Notoadmodjo, 2013).
33
b. Bivariat:
Dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi maka
digunakan rumus Uji Chi Square digunakan untuk menilai beda proporsi pada
setiap variabel dengan signifikasi hubungan pada derajat penolakan α sebesar 5%
(p value 0,05). Jika nilai p<0,05, maka hipotesis alternatif diterima sehingga dua
variabel yang dianalisis memiliki hubungan yang bermakna (Soekidjo
Notoadmodjo, 2013).

Uji Chi Square dapat dirumuskan sebagai berikut:


N (ad-bc)2
X2 =
(a+c)(b+d)(a+b)(c+d)
atau,
Σ (O-E)2
X2 =
E
Disease (+) Disease (-) Total
Exposure (+) A B a+b
Exposure (-) C D c+d
Total a+c b+d a+b+c+d (N)

Untuk melihat besar/kekuatan hubungan antara variabel dependen dan independen


digunakan nilai OR (Odds Ratio)
Odds Expose a/(a+c):c(a+c) = a/c

Odds Ratio = =

Odds Non Expose b/(b+d):d(b+d) = b/d

Interpretasi OR :
OR = 1 artinya bukan faktor resiko terjadinya outcome / tidak ada hubungan
OR < 1 artinya mengurangi resiko terhadap terjadinya outcome / bersifat protektif (efek
perlingdungan atau menghambat)
OR > 1 artinya merupakan faktor resiko (mempertinggi terjadinya outcome)

34
Gambar 3
Alur Penelitian

Ibu hamil Izin penelitian

Informed Consent Tidak setuju

setuju

Pengisian Kuesioner :
1. Umur ibu hamil

2. Paritas

3. Usia kehamilan

4. Jarak kehamilan

5. Tablet Fe

6. Pendidikan

7. Pekerjaan

8. Pengetahuan

9. Anemia

Pengolahan Data

Analisis Data HASIL

35
8. Etika Penelitian
1. Subyek penelitian adalah orang yang bisa memutuskan apa yang ingin
dilakukannya.
2. Subyek penelitian mengikuti penelitian secara sukarela, bebas dari paksaan dan
imbalan
3. Peneliti memberikan penjelasan kepada subyek penelitian tentang tujuan
penelitian, apa yang akan dilakukan dalam penelitian, hal-hal yang mungkin
terjadi selama penelitian berlangsung, tindakan yang telah dipersiapkan
seandainya terjadi hal yang tidak diinginkan.
4. Subyek penelitian menandatangani “informed consent” sebagai tanda ia
menyetujui untuk mengikuti penelitian.
5. Subyek penelitian diperbolehkan untuk tidak melanjutkan kapan saja dia
menghendaki.
6. Semua informasi yang menyangkut subyek penelitian (sebagai individu) akan
dirahasiakan.
7. Prosedur penelitian tidak membahayakan subyek penelitian.
8. Penelitian memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan penelitian serupa yang
pernah dilakukan, atau paling tidak sama baik.
9. Peneliti tidak melakukan plagiat, dan akan menyebutkan sumber
10. Kutipan secara jelas.

36
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Puskesmas Kecamatan Setiabudi

Wilayah kerja puskesmas kecamatan setiabudi


Lokasi Puskesmas Kecamatan Setiabudi terletak di Jl. Halimun No.13 Kelurahan
Guntur Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Kecamatan Setiabudi merupakan bagian
dari puskesmas kecamatan yang berada diwilayah Kotamadya Jakarta Selatan dengan
jumlah RT/RW sebanyak 514 RT, dan 50 RW, luas wilayah 884.90 Ha.
Wilayah Kecamatan Setiabudi terdiri dari 8 (delapan) kelurahan, yaitu Kelurahan
Setiabudi, Kelurahan Guntur, Kelurahan Karet, Kelurahan Karet Semanggi, Kelurahan
Karet Kuningan, Kelurahan Kuningan Timur, Kelurahan Menteng Atas, Kelurahan Pasar
Manggis.
Penduduk Kecamatan Setiabudi berdasarkan BPS Jakarta Selatan tahun 2011
sebanyak 128.882 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 32.723 kepala keluarga.

Program Pelayanan Kesehatan


Kegiatan pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi meliputi :
1. Balai pengobatan umum
2. Balai pengobatan gigi
3. Poli kesehatan ibu dan anak
4. Poli KB
5. Poli Gizi
6. Poli TB / Paru
7. Poli MTBS
8. Poli remaja
9. Pelayanan konsultasi :
a. Konsultasi jiwa
b. Konsultasi remaja
c. Konsultasi HIV/AIDS

37
d. Konsultasi kesling
10. Poli lansia
11. Poli IMS
12. Poli imunisasi
13. Poli DM
14. Poli Jiwa
15. Pusling
16. Rumah bersalin
17. Pelayanan 24 jam
18. Pelayanan penunjang :
a. Laboratorium
b. Rontgen
c. Medical check up
d. Akupuntur
e. Senam hamil
f. USG kebidanan
g. Pergantian jarum suntik
19. Kegiatan kesehatan masyarakat
a. Kesehatan ibu dan anak
b. Keluarga berencana
c. Usaha peningkatan gizi
d. Kesehatan lingkungan
e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular :
Demam berdarah dengue, tuberculosis, diare, kusta, imunisasi.
f. Promosi kesehatan
g. Usaha kesehatan sekolah (UKS)
h. Usaha kesehatan gigi sekolah

38
B. Analisis Univariat
Tabel 5
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Biomedis (Umur, Paritas, Usia
Kehamilan, Jarak Kelahiran) Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013

Variabel Frekuensi (f) Presentase (%)

Umur

Berisiko 38 35,8

Tidak beresiko 68 64,2

Total 106 100

Paritas

Tinggi 42 39,6

Rendah 64 60,4

Total 106 100

Usia Kehamilan

Trimester 1 9 8,5

Trimester 2 19 17,9

Trimester 3 78 73,6

Total 106 100

Jarak kelahiran

< 24 bulan 51 48,1

≥ 24 bulan 55 51,9

Total 106 100

39
Berdasarkan data dalam tabel di atas dapat diketahui bahwa karakteristik ibu yang
dicantumkan dalam variabel adalah mengenai umur, paritas, usia kehamilan, dan jarak
kelahiran dengan adanya dugaan kemenderitaan terjadinya anemia pada ibu hamil.
Sebanyak 38 orang (35,8%) ibu yang termasuk dalam umur yang berisiko,
sedangkan 68 orang (64,2%) tergolong dalam umur yang tidak berisiko.
Untuk jumlah paritas yang berisiko (>2) terdapat 42 orang (39,6%), sedangkan
jumlah paritas yang tidak berisiko (≤2) sebanyak 64 orang (60,4%).
Usia kehamilan dibagi menjadi tiga yaitu, trimester 1 sebanyak 9 orang (8,5%),
trimester 2 sebanyak 19 orang (17,9%), dan trimester 3 sebanyak 78 orang (73,6%).
Jarak kelahiran didapatkan 51 orang (48,1%) ibu yang jarak kelahirannya berisiko,
dan 55 orang (51,9%) ibu yang jarak kelahirannya tidak berisiko.

Tabel 6
Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Tablet Fe
di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013

Variabel Frekuensi (f) Presentase (%)

Konsumsi Tablet Fe

Tidak rutin 45 42,5

Rutin 61 57,5

Total 106 100

Dari tabel di atas diketahui sebanyak 45 orang ibu (42,5%) mengaku tidak rutin
mengkonsumsi tablet Fe sedangkan 61 orang (57,5%) ibu mengaku rutin minum tablet Fe.

40
Tabel 7
Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Vitamin C pada Ibu Hamil
di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013

Variabel Frekuensi (f) Presentase (%)

Konsumsi Vitamin C

Tidak cukup 93 87,7

Cukup 13 12,3

Total 106 100

Berdasarkan table di atas, didapatkan 93 orang ibu (87,7%) tidak cukup asupan
konsumsi vitamin C, dan 13 orang ibu (12,3%) cukup asupan konsumsi vitamin C.

41
Tabel 8
Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi (Pendidikan, Pekerjaan,
Pengetahuan) Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013

Variabel Frekuensi (f) Presentase (%)

Pendidikan

Tidak Sekolah 0 0

SD 9 8,5

SMP 28 26,4

SMA 61 57,5

Perguruan Tinggi 8 7,5

Total 106 100

Pekerjaan

Bekerja 74 69,8

Tidak Bekerja 32 30,2

Total 106 100

Pengetahuan

Kurang < 60 % 23 21,7

Sedang 60-80 % 66 62,3

Baik > 80% 17 16

Total 106 100

Tingkat pendidikan ibu terbanyak adalah tamat SMA atau sederajat dengan jumlah
61 orang (57,5%) dilanjutkan dengan tamat SMP atau sederajat sebanyak 28 orang (26,4%),

42
tamat SD atau sederajat sebanyak 9 orang (8,5%), tamat Perguruan Tinggi sebanyak 8 orang
(7,5%), tidak ada responden yang tidak bersekolah.
Mayoritas ibu hamil yang menjadi responden yaitu sebanyak 74 orang (69,8%)
adalah ibu hamil yang bekerja, sedangkan 32 orang (30,2%) sisanya adalah ibu rumah tangga
(tidak bekerja).
Sebanyak 17 responden atau 16,0% memiliki pengetahuan yang baik, 66 responden
atau 62,3% memiliki pengetahuan sedang, dan 23 responden atau 21,7% masih memiliki
pengetahuan yang kurang tentang anemia.

Tabel 9
Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Tahun 2013

Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)

Kejadian anemia

Anemia 65 61,3

Tidak anemia 41 38,7

Total 106 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui kejadian ibu hamil yang menderita anemia
sebanyak 65 orang (61.3%) dan 41 orang (38.7%) ibu hamil tidak menderita anemia.

43
C. Analisis Bivariat
Tabel 10
Hubungan Karakteristik Biomedis Ibu (Umur, Paritas, Usia Kehamilan, Jarak
Kelahiran) dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil

Variabel Independen Kejadian Total P OR


Value

Anemia Tidak
Anemia

n % n % n %

Umur
Berisiko 26 68.4 12 31.6 38 100 0.262 1,611
Tidak Berisiko 39 57.4 29 42.6 68 100
Total 65 83.0 41 17.0 106 100

Paritas
Tinggi 27 64.3 15 35.7 42 100 0.612 1.232

Rendah 38 59.4 26 40.6 64 100


Total 65 61.3 41 38.7 106 100

Usia Kehamilan
Trimester 1 7 77.8 2 22.2 9 100 0.394 -
Trimester 2 13 68.4 6 31.6 19 100
Trimester 3 14 57.7 33 42.3 78 100
Total 65 61.3 41 38.7 106 100

Jarak Kelahiran
< 24 bulan 37 72.5 14 27.5 51 100 0.022 2.548
≥ 24 bulan 28 50.9 27 49.1 55 100
Total 65 61.3 41 38.7 106 100

a. Hubungan Umur terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


44
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi ibu dengan umur yang
berisiko untuk hamil menderita anemia sebesar 68.4% dan sisanya 31.6% tidak
menderita anemia. Sementara proporsi ibu dengan umur yang tidak berisiko yang
menderita anemia sebesar 57.4% dan 42.6% tidak menderita anemia. Hasil analisis
bivariat menggunakan Chi-square memperlihatkan nilai P sebesar 0.262 (P value >
0.05) menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian
anemia. Dilihat dari OR diketahui 1,611. Artinya Ibu hamil dengan umur beresiko (<
20 tahun dan > 35 tahun) memiliki risiko terjadinya anemia 1,611 kali lebih besar
kemungkinannya dibandingkan dengan ibu hamil dengan umur tidak beresiko (≥ 20
tahun sampai ≤ 35 tahun).

b. Hubungan Paritas terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


Berdasarkan hasil penelitian proporsi ibu hamil dengan paritas tinggi sebanyak 64,3%
menderita anemia dan sisanya sebanyak 35,7% tidak menderita anemia. Sedangkan
dari ibu hamil dengan paritas rendah yang menderita anemia sebanyak 59,4% dan
sisanya sebanyak 15.0% tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan
Chi-square memperlihatkan nilai P sebesar 0.612 (P value > 0.05) menunjukkan tidak
ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian anemia. Dilihat dari OR
diketahui 1,232. Artinya Ibu hamil dengan jumlah paritas tinggi (>2) memiliki risiko
terjadinya anemia 1,232 kali lebih besar kemungkinannya dibandingkan dengan ibu
hamil dengan paritas rendah (≤2).

c. Hubungan Usia Kehamilan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


Hasil analisis menunjukan bahwa proporsi ibu dengan usia kehamilan pada trimester 1
sebanyak 77,8% menderita anemia dan sisanya sebanyak 22,2% tidak menderita
anemia. Ibu hamil dengan usia kehamilan trimester 2 sebanyak 68,4% menderita
anemia dan sisanya 31,6% tidak menderita anemia. Ibu hamil dengan usia kehamilan
trimester 3 sebanyak 57.7% menderita anemia dan sisanya 42,3% tidak menderita
anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan Chi-square memperlihatkan nilai P
sebesar 0.394 (P value > 0.05) menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara paritas dengan kejadian anemia.

45
d. Hubungan Jarak Kelahiran terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Berdasarkan hasil penelitian proporsi ibu hamil dengan jarak kelahiran berisiko (<24
bulan) sebanyak 72,5% menderita anemia dan sisanya 36,8% tidak menderita anemia.
Sedangkan ibu hamil dengan jarak kelahiran tidak berisiko (≥ 24 bulan) sebanyak
50,9% menderita anemia dan sisanya 39,7% tidak menderita anemia. Hasil analisis
bivariat menggunakan Chi-square memperlihatkan nilai P sebesar 0.022 (P value <
0.05) menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan dengan
kejadian anemia. Dilihat dari OR diketahui 2.548. Artinya Ibu hamil dengan jarak
kelahiran < 24 bulan memiliki risiko terjadinya anemia 2,584 kali lebih besar
kemungkinannya dibandingkan dengan ibu hamil dengan jarak kelahiran ≥ 24 bulan.

Tabel 11
Hubungan Konsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Variabel Independen Kejadian Total P OR
Value

Anemia Tidak
Anemia

n % n % n %

Tablet Fe
Tidak Rutin 35 77.8 10 22.2 45 100 0.003 3.617
Rutin 30 49.2 31 50.8 61 100
Total 65 61.3 41 38.7 106 100

Berdasarkan hasil penelitian proporsi ibu hamil yang tidak rutin mengkonsumsi tablet
Fe sebanyak 77,8% menderita anemia dan sisanya 22,2% tidak menderita anemia.
Sedangkan yang rutin mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 49,2% menderita anemia dan
sisanya 50,8% tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan Chi-
square memperlihatkan nilai P sebesar 0.003 (P value < 0.05) menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia. Dilihat
dari OR diketahui 3.617. Artinya Ibu hamil dengan konsumsi tablet Fe yang tidak
rutin memiliki risiko terjadinya anemia 3,617 kali lebih besar kemungkinannya
dibandingkan dengan ibu hamil dengan konsumsi tablet Fe yang rutin.

46
Tabel 12
Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Variabel Independen Kejadian Total P OR
Value

Anemia Tidak
Anemia

n % n % n %

Konsumsi Vitamin C
Tidak Cukup 61 65,6 32 34,4 93 100 0,016 4,289
Cukup 4 30,8 9 69,2 13 100
Total 65 61,3 41 38,7 106 100

Berdasarkan hasil penelitian proporsi ibu hamil yang konsumsi vitamin C tidak cukup
sebanyak 65,6% menderita anemia dan sisanya 34,4% tidak menderita anemia.
Sedangkan ibu hamil dengan konsumsi Vitamin C cukup sebanyak 30,8% menderita
anemia dan sisanya 69,2% tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat
menggunakan Chi-square memperlihatkan nilai P sebesar 0,016 (P value < 0.05)
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara konsumsi vitamin C dengan
kejadian anemia. Dilihat dari OR diketahui 4,289 Artinya Ibu hamil dengan konsumsi
vitamin c yang tidak cukup memiliki risiko terjadinya anemia 4,289 kali lebih besar
kemungkinannya dibandingkan dengan ibu hamil dengan konsumsi vitamin c yang
cukup.

47
Tabel 13
Hubungan Sosial Ekonomi (Pendidikan , Pekerjaan, Pengetahuan) dengan Kejadian
Anemia pada Ibu Hamil

Variabel Independen Kejadian Total P OR


Value

Anemia Tidak
Anemia

n % n % n %

Pendidikan
23 68,4 14 31,6 37 100
Pendidikan Rendah 42 57,4 27 42,6 69 100 0,896 1,056
65 61,3 41 38,7 106 100
Pendidikan Tinggi
Total

Pekerjaan
Bekerja 42 56.8 32 43.2 74 100 0.142 0.514
23 71.9 9 28.1 32 100
Tidak Bekerja
Total 65 61.3 41 38.7 106 100

Pengetahuan

15 65.2 8 34.8 23
Kurang < 80% 41 62.1 25 37.9 66 100 0.716 -
9 52.9
Sedang 60-80 % 8 47.1 17 100

Baik > 80% 100

Total 65 61.3 41 38.7 106 100

a. Hubungan Pendidikan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui bahwa proporsi ibu hamil yang
berpendidikan rendah sebanyak 68.4% menderita anemia dan sisanya 31,6% tidak
menderita anemia. Sedangkan ibu hamil yang berpendidikan tinggi sebanyak 57,4%
menderita anemia dan sisanya 42,6% tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat
menggunakan Chi-square memperlihatkan nilai p sebesar 0.896 (p value <0.05)
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian
48
anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi Jakarta
Selatan tahun 2013. Ibu hamil yang berpendidikan rendah memiliki risiko untuk
terjadinya anemia 1,056 kali lebih besar di bandingkan dengan ibu hamil yang
berpendidikan tinggi.

b. Hubungan Pekerjaan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui proporsi ibu hamil yang tidak bekerja
sebanyak 71,9% menderita anemia dan sisanya 28,1% tidak menderita anemia.
Sedangkan ibu hamil yang bekerja sebanyak 56,8% menderita anemia dan sisanya
43,2% tidak menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan Chi-square
memperlihatkan nilai P sebesar 0.142 (P value > 0.05) menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian anemia. Dilihat dari OR
diketahui 0.514. Artinya Ibu hamil yang tidak bekerja memiliki risiko terjadinya
anemia 0,514 kali lebih besar kemungkinannya dibandingkan dengan ibu hamil yang
bekerja.

c. Hubungan Pengetahuan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil


Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui proporsi ibu hamil dengan tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 65,2% menderita anemia dan sisanya 34,8% tidak
menderita anemia. Sedangkan ibu hamil dengan tingkat pengetahuan sedang sebanyak
62,1% menderita anemia dan sisanya 37,9% tidak menderita anemia. Kemudian ibu
hamil dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 52,9% dan sisanya 47,1% tidak
menderita anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan Chi-square memperlihatkan
nilai P sebesar 0.716 (P value > 0.05) menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan kejadian anemia.

49
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

1. Desain penelitian : penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang
memiliki keterbatasan – keterbatasan diantaranya diperlukan subjek penelitian yang
besar, tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat, tidak valid
untuk menggambarkan suatu kecenderungan, dan kesimpulan dari korelasi
mempunyai efek paling lemah. Oleh karena itu, penelitian ini rawan terhadap bias.
Bias adalah kesalahan yang terjadi secara sistematik baik dalam desain, pelaksanaan,
maupun dalam menginterpretasi informasi tentang subjek penelitian.
2. Instrumen penelitian : penelitian ini menggunakan kuisioner yang kemungkinan
responden tidak jujur dalam memberikan jawaban.
Salah satu bias yang sering terjadi adalah bias informasi yaitu kesalahan sistematik
dalam mengamati, memilih instrumen, mengukur, mencatat informasi,
mengklarifikasi dan menginterpretasi status pajanan dan penyakit. Bias informasi
yang penting yaitu bias mengingat. Kemungkinan bias mengingat semakin besar jika
paparan telah berlangsung cukup lama atau menyangkut sejumlah faktor lainnya yang
mirip terhadap faktor penelitian (Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo).
3. Sampel : sampel penelitian ini hanya diambil di Puskesmas Kecamatan Setiabudi
Jakarta Selatan, sehingga tidak bisa di generalisasikan ke seluruh puskesmas yang ada
di wilayah Jakarta Selatan.
4. Variabel : masih terdapat variabel yang di duga menjadi penyebab kejadian anemia
yang tidak diteliti dalam penelitian ini misalnya infeksi dan penyakit penyerta karena
dalam pemeriksaan ANC pada ibu hamil tidak sampai ada diagnosa penyakit lain
pada ibu hamil.

B. Pembahasan
Hubungan umur ibu hamil dengan kejadian anemia

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa umur tidak berhubungan dengan kejadian
anemia. Berdasarkan proporsi data usia kehamilan terbanyak pada usia yang tidak

50
berisiko sebesar 64,2%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wara (2006) yang
berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Anemia pada Ibu Hamil di
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat” yang memperlihatkan tidak adanya
hubungan antara umur ibu hamil dengan kejadian anemia.
Menurut Wibowo dan Basuki (2006) usia seorang ibu berkaitan dengan
perkembangan alat-alat reproduksinya. usia reproduksi yang sehat dan aman adalah umur
20 sampai 35 tahun. kehamilan kurang dari 20 tahun secara biologi belum optimal
emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami
keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan
zat-zat gizi selama kehamilannya, sedangkan kehamilan pada usia >35 tahun menderita
dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit.
Depkes (2002) menyatakan bahwa hamil dan melahirkan dibawah umur 20 tahun
menurut ilmu kesehatan reproduksi masih terdapat bahaya-bahaya tertentu bagi ibu dan
anaknya. Angka kesakitan dan angka kematian ibu dan anak masih sangat tinggi bila
umur wanita tersebut kurang dari 20 tahun.

Hubungan Paritas dengan kejadian anemia


Hasil penelitian ini menyatakan bahwa paritas tidak berhubungan dengan
kejadian anemia. Berdasarkan proporsi data didapatkan kehamilan terbanyak pada paritas
rendah sebanyak 60,4%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Djamilus dan
Herlina (2008) bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian anemia
pada ibu hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali lebih besar
untuk mengalami anemia dibandingkan dengan yang paritas rendah.
Semakin sering seorang wanita melahirkan maka semakin besar risiko kehilangan
darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb (Wijianto 2002).
Badan koordinasi keluarga berencana naasional (BKKBN, 1998) menganjurkan
agar kesehatan ibu selama hamil dapat optimal dalam menyongsong persalinannya maka
jumlah persalinan yang telah dialami tidak lebih dari 2 kali.

Hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian anemia


Hasil penelitian ini menyatakan bahwa usia kehamilan tidak berhubungan dengan
kejadian anemia. Berdasarkan proporsi data didapatkan usia kehamilan terbanyak pada
trimester III.
51
Teori Sin sin (2008) bahwa wanita hamil cenderung terkena anemia pada
trimester III karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya
sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir. Kebutuhan zat besi ibu hamil
sehari akan meningkat 6 kali lebih besar pada trisemester terakhir dibandingkan wanita
yang tidak hamil.
Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil terus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia
kehamilan. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan zat besi tanpa disertai oleh pemasukan
yang cukup, maka cadangan zat besi akan menurun dan dapat mengakibatkan anemia
(Lila 1992).
Walaupun uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara
usia kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil, akan tetapi presentase anemia
cenderung lebih tinggi pada ibu dengan usia kehamilan trimester III yaitu 42,3%.

Hubungan antara Jarak kelahiran dengan kejadian anemia


Hasil penelitian ini menyatakan bahwa jarak kelahiran berhubungan dengan kejadian
anemia. Sesuai dengan teori Soejonoes 1991 diacu dalam Darlina 2003 salah satu
penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kelahiran
yang pendek. Hal ini disebabkan karena adanya kekurangan nutrisi yang merupakan
mekanisme biologis dari pemulihan faktor hormonal.
Menurut data Badan Koordinasi Berencana Naional [BKKBN] (1995) diacu dalam
Darlina (2003), jarak persalinan yang baik adalah minimal 24 bulan.
Dalam penelitian ini didapatkan OR 2,548 artinya ibu hamil yang memiliki jarak
kehamilan < 24 bulan memiliki risiko terkena anemia 2,548 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki jarak kehamilan ≥ 24 bulan. Hal itu
sesuai dengan teori Winkjosastro (2005) bahwa jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat
menyebakan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan
pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal tetapi sudah harus memenuhi kebutuhan
nutrisi janin yang dikandung.

Hubungan antara konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia


Hasil penelitian ini menyatakan bahwa konsumsi tablet Fe berhubungan dengan
kejadian anemia. Sesuai dengan pernyataan Depkes (2009) bahwa suplementasi besi atau

52
pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan
menanggulangi anemia.
Pada penelitian Djamilus dan Herlina tahun 2008 menyatakan bahwa semakin ibu
hamil minum tablet Fe semakin rendah kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil yang
tidak rutin mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk
mengalami anemia dibanding yang rutin konsumsi tablet.
Dalam penelitian ini didapatkan OR 3,617 artinya ibu hamil yang tidak rutin
mengkonsumsi tablet Fe memiliki risiko untuk terjadinya anemia 3,617 kali lebih besar
di bandingkan dengan ibu hamil yang rutin mengkonsumsi tablet Fe. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Chisilia Sero (2008) mengenai “Faktor – Faktor
Yang Berhubungan dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Puskesmas Pasar Minggu
Tahun 2008”. Dimana hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang bermakna
antara keteraturan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil.

Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kadar Hb


Hasil penelitian ini menyatakan bahwa konsumsi Vitamin C berhubungan dengan
kejadian anemia. Berdasarkan proporsi data didapatkan lebih banyak ibu hamil yang
asupan vitamin C tidak cukup yaitu 65,6%.
Di negara-negara yang sedang berkembang yang hanya sedikit memakan daging,
asam askorbat merupakan satu-satunya pemacu penyerapan zat besi yang paling penting.
Penambahan sekurang-kurangnya 50 mg asam askorbat ke dalam makanan, baik dalam
bentuk murni atau sayuran atau buahbuahan (Misalnya, sebuah jeruk atau 100 gram kol,
atau 100 gram amaranth) akan menggandakan penyerapan zat besi (DeMaeyer, 1993).
Asam organik, seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi non hem dengan
merubah bentuk feri menjadi bentuk fero. Bentuk fero lebih mudah diserap. Vitamin C di
samping itu membentuk gugus besi askorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi dalam
duodenum. Absprbsi besi dalam bentuk non heme meningkatkan empat kali lipat jika ada
vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin didalam plasma ke feritin
hati (Almatsier, 2002). Vitamin C diperlukan dalam penyerapan zat besi, dengan
demikian vitamin C berperan dalam pembentukan hemoglobin, sehingga mempercepat
penyembuhan Anemia (Moehji, 2002).

53
Hubungan Status Pendidikan dengan kejadian anemia
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pendidikan tidak berhubungan dengan
kejadian anemia. Berdasarkan proporsi data didapatkan pendidikan ibu hamil terbanyak
pada tingkat SMA yaitu 57,5%. Hal ini diduga karena tingkat pendidikan tidak secara
langsung berhubungan dengan status anemia. Selain dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, diduga status anemia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, seperti
misalnya perilaku sehat dalam pemilihan pangan (Wara, 2006).
Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah akan mengalami resiko anemia lebih
tinggi dibanding dengan ibu hamil yang tingkat pendidikannya tinggi (Achadi, dkk.
1995).
Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat pengertian tentang zat
besi serta kesadarannya terhadap konsumsi zat besi untuk ibu. Tingkat pendidikan turut
pula menentukan rendah tidaknya seseorang menyerap dan memakai pengetahuan
tentang zat besi yang mereka peroleh. Tingkat pendidikan ibu hamil yng rendah
mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang zat besi menjadi
terbatas dan berdampak pada terjadi defisiensi zat besi (Suhardjo dan Riyadi, 1990)

Hubungan Status Pekerjaan dengan kejadian anemia


Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pekerjaan tidak berhubungan dengan
kejadian anemia. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wara
(2006) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Dalam penelitian ini didapatkan OR 0,514 artinya ibu hamil yang bekerja memiliki
risiko 0,514 kali lebih tinggi terkena anemia dibandingkan ibu hamil yang tidak bekerja.
Hal ini sesuai dengan teori Wijianto (2002), ibu yang bekerja mempunyai kecenderungan
kurang istirahat, konsumsi makan yang tidak seimbang sehingga mempunyai resiko lebih
besar untuk menderita anemia dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Selain itu berat
ringannya pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi kondisi tubuh dan pada akhirnya
berpengaruh pada status kesehatan. Lebih lanjut dikatakan oleh Wijianto (2002) bahwa
status pekerjaan biasanya erat hubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga.
Ibu hamil yang tidak bekerja kemungkinan akan menderita anemia lebih besar
dibandingkan pada ibu yang bekerja. Hal ini disebabkan pada ibu yang bekerja akan

54
menyediakan makanan yang mengandung sumber zat besi dalam jumlah yang cukup
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Walaupun uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara
pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu hamil, akan tetapi presentase anemia
cenderung lebih tinggi pada ibu yang bekerja yaitu 69,8%.

Hubungan Status Pengetahuan dengan kejadian anemia


Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pengetahuan tidak berhubungan dengan
kejadian anemia. Berdasarkan proporsi data didapatkan ibu hamil terbanyak adalah yang
berpengetahuan sedang yaitu 62,3%.
Anemia masih banyak dijumpai karena kemiskinan dan kurangnya pengetahuan
tentang makanan sehat. Bahkan pada waktu hamil banyak makanan yang ditabukan
karena kurangnya pengertian tentang makanan sehat yang bergizi sehingga anemia
semakin parah (Manuaba 2004).
Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang
dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh
terhadap pola konsumsi pangan. Semakin banyak pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan, maka semakin beragam pula jenis makanan yang dikonsumsi sehingga dapat
memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu (Suhardjo 1989).

55
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan :

1. Gambaran variabel karakteristik ibu hamil Sebanyak 35,8% ibu termasuk dalam
usia yang beresiko untuk hamil yaitu pada rentang usia <20 tahun dan >35 tahun,
sedangkan jumlah ibu yang usianya tidak berisiko untuk hamil sebanyak 64,2%
yaitu pada rentang usia ≥20 tahun sampai ≤ 35 tahun.
2. Gambaran variabel karakteristik paritas yang berisiko (>2) terdapat 39,6%,
sedangkan jumlah paritas yang tidak berisiko (≤2) sebanyak 60,4%.
3. Usia kehamilan dibagi 3, yaitu trimester 1 (0-3 bulan) 8,5%, trimester 2 (4-6 bulan)
17,9%, trimester 3 ( 7-9 ) 73,6%.
4. Jarak Kehamilan dihitung berdasarkan usia anak terakhir dengan anak yang sedang
dikandung. Jarak usia kehamilan beresiko apabila < 24 bulan didapatkan 64,2%
dan jarak usia kehamilan tidak berisiko apabila ≥ 24 bulan didapatkan 35,8%
5. Variabel Fe dihitung berdasarkan rutin atau tidaknya ibu mengkonsumsi tablet Fe
tersebut. 42,5% mengaku tidak rutin mengkonsumsi tablet Fe sedangkan 57,5% ibu
mengaku rutin minum tablet Fe.
6. Vitamin C dihitung berdasarkan kurang atau cukupnya konsumsi vitamin C
tersebut. 87,7% mengaku kurang mengkonsumsi vitamin C sedangkan 12,3% ibu
mengaku cukup.
7. Tingkat pendidikan ibu terbanyak adalah tamat SMA atau sederajat 57,5% SMP
26,4%, tamat SD 8,5%, tamat Perguruan Tinggi 7,5%.
8. Mayoritas ibu hamil yang menjadi responden yaitu sebanyak 69,8% adalah ibu
hamil yang bekerja sedangkan 30,2% sisanya ibu rumah tangga (tidak bekerja).
9. Pengetahuan ibu hamil tentang anemia, sebanyak 16,0% berpengetahuan yang
baik, 62,3% pengetahuan sedang dan 21,7% pengetahuan yang kurang tentang
anemia.
10. Kejadian anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan
Setiabudi sebanyak 61.3% anemia dan sebanyak 38,7% tidak anemia.

56
11. Adanya hubungan yang bermakna antara jarak kelahiran, konsumsi Fe, dan
vitamin C dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi Jakarta Selatan tahun 2013..
12. Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu, usia kehamilan, paritas,
pekerjaan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan
Setiabudi Jakarta Selatan tahun 2013.
B. Saran
a. Bagi Pemegang program
1. Selalu mengingatkan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet Fe dan
vitamin C secara rutin pada saat melakukan ANC.
2. Meningkatkan efektifitas konseling individual mengenai anemia dan penyebab-
penyebabnya kepada ibu hamil yang berkunjung ke puskesmas.
3. Membuat program sosialisasi tentang keluarga berencana sehingga ibu-ibu dapat
memahami mengenai jarak kelahiran yang berisiko dan tidak berisiko.
4. Memaksimalkan peran posyandu sebagai sarana pemantauan kesehatan ibu hamil
terutama pemberian tablet Fe secara rutin.
5. Menunjuk PMO dari anggota keluarga ibu hamil (suami) untuk mengingatkan ibu
hamil agar rutin mengkonsumsi tablet Fe.
6. Memberikan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan secara masal kepada ibu –
ibu yang melakukan ANC setiap trimester kehamilan.

b. Bagi Dinas kesehatan


1. Melakukan peningkatan kualitas pemegang program melalui berbagai jalur
seperti pelatihan, seminar, workshop khususnya mengenai anemia pada ibu hamil.
2. Membuat berbagai media informasi seperti poster, leaflet, spanduk, dll untuk
dipergunakan sebagai media pendidikan oleh pemegang program.

c. Bagi Peneliti Lain


Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai variabel yang belum
diteliti dalam penelitian ini seperti infeksi dan faktor penyakit lainnya, dengan
jumlah sampel yang lebih besar dan wilayah yang lebih luas.

57
DAFTAR PUSTAKA

Achadi E Anhari, M.J Hansell N.L sloan & M A andersn. 1995. Momen nutritional status,
iron consumtion and weight gain during pregnancy in relation to neonatal weight and
lenght in west jawa. Indonesia. International journal of obstetric and gynecology, 48,
suppl, S1 10-119
Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Alsuhendra. 2005. Sudah Banyak Konsumsi Sayur Masih Saja Kurang Darah
Amirudin, Wahyuddin. 2004, Studi Kasus Kontrol Ibu Anemia, 2007 Jurnal
Medical UNHAS , Available from http:// med.unhas.ac.id/index.php?...studi-kasus-
kontrol...anemia-ibu
Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
Aryani D. 2004. Analisis Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi (Protein, Zat Besi, Vitamin
C, Asam Folat, Vitamin B12) pada Penderita Penyakit Gangguan Saluran Pencernaan
dan Hubungannya dengan Status Anemia di RSU PMI Bogor [skipsi]. Bogor :
Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Bahar H. 2006. Infeksi, Perbaiki Gizi Ibu Hamil
BKKBN. 1998. Gerakan keluarga berencana dan keluarga sejahtera. Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional, Jakarta
Cisilia Sero. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Besi Pada Ibu
Hamil di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu tahun 2008 [skripsi].
Corwin, Elizabeth. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Darlina. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi pada Ibu
Hamil [skipsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DeMaeyer. 1993. Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi Widya Medika,
Jakarta.
Depkes RI. 2001. Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001: Studi Tindak Lanjut Ibu
Hamil. Jakarta: Depkes RI
58
_________. 2002. Standar Acuan Pemeriksaan Kehamilan. Jakarta: Depkes RI
_________. 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Jakarta: Depkes RI
Djaja,S, S.Naseh, L.B.Ratna . 1994. Faktor resiko yang mempengaruhi anemia kehamilan.
Buletin penelitian kesehatan
Djamilus, Herlina. 2008. Faktor Risiko Kejadian Anemia Ibu Hamil Di Wilayah
Kerja Puskesmas Bogor
Harli M. 1999. Mengatasi Penyebab Anemia Kurang Gizi
Hermina. 1992. Keragaman pengetahuan gizi dan pengetahuan praktek pemberian makanan
bayi dan anak dari ibu dengan balita gizi buruk di daerah bogor dan sekitarnya.
Penelitia gizi dan makanan puslitbang gizi bogor
Hardinsyah. 2000. Studi Analisis Faktor-faktor Sosial, Ekonomi, dan Biologi Mempengaruhi
Kejadian KEK pada Ibu Hamil. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Iis, Sinsin. 2008. Masa kehamilan dan persalinan. Jakarta: Gramedia
Kartono Djoko, dkk. Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2012 untuk Orang Indonesia. WNPG
2012. Jakarta
Karyadi E. 2001. Mabuk Pagi, Ibu Hamil Bisa Kurang Gizi
Khomsan A. 1997. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Anemia pada Peserta dan
Bukan Peserta Program Suplementasi Tablet Besi pada Ibu Hamil. Media Gizi dan
Keluarga tahun XXI No 2 : 1-7
Lila IN, TG Oka, IWPS Yasa. 1992. Efektivitas Pemberian Zat Besi terhadap Peningkatan
Kadar Hb dan Serum Feritin Ibu Hamil di Puskesmas [skipsi]. Bogor : Departemen
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Martuti S dan Sukati S. 1996. Profil kesehatan ibu hamil di provinsi jawa barat dan nusa
tenggara barat. Penelitian gizi dn makanan puslitbang gizi bogor
Manuba, I.B.G dkk. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta: EGC
________________. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta: EGC
________________. 2004. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Edisi 2.
Jakarta: EGC
________________. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
59
________________. 2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan
Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC
Mochtar, Rustan. 2005. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
Moehji S. 2002. Ilmu Gizi (Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi). Jakarta : PT Bhratara
Notoatmodjo, Soekidjo. 2013. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Prawiharjo, Sarwono, dkk. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
_____________________.2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC
_____________________.2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC
Proverawati, Kusumawati. 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Riyadi H, Hardinsyah, F Anwar. 1997. Faktor-faktor Resiko Anemia pada Ibu Hamil. Media
Gizi dan Keluarga tahun XXI No 2
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Ilmu Kebidanan Ed. 3. Jakarta: EGC
__________________. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustala Sarwono Prawirohadjo
Sediaoetama A. D. 1987. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.
Sin – sin, 2008. Masa Kehamilan dan Persalinan, Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
Sudoyo, Aru.W, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. IPB-PAU Pangan dan Gizi: Bogor
_______. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius
Suhardjo & H. Riyadi. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat PAU Pangan dan Gizi.
Bogor: IPB
Sumarah. 2008. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakart: Fitramaya
Wara. 2006. Faktor-Fator yang Mempengaruhi Status Anemia Pada Ibu Hamil di
Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor
Wibowo A, Basuki H. 2006. Pola Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak pada Masyarakat
Mendatang. The Jurnal of Public Health Indonesian
Wijianto. 2002. Dampak Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) dan Faktor-faktor
yang Berpengaruh terhadap Anemia Gizi Ibu Hamil di Kabupaten Banggai, Propinsi
Sulawesi Tengah [skipsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Wiknjosastro Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
60
_________________.2005. Ilmu Kandungan Edisi ke dua Cetakan ke 4, Jakarta ; EGC.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Wirahadikusumah, Emma. S. 1999. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta : Trubus
Agriwidya
Yongky. 2004. Pertumbuhan dan Perkembangan Prenatal. Bogor [tesis]. Bogor : Program
Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor
Makalah oleh Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes, judul “Peranan Gizi Pada Anemia Ibu
Hamil“ Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin Makassar 2012 (http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/2696).
Riset Kesehatan Dasar 2010. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Tahun
2010http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesdas2010/
Laporan_riskesdas_2010.pdf).
USU Institutional Repository - Universitas Sumatera Utara Anemia Defisiensi Besi Pada
Wanita Hamil Di Beberapa Praktek Bidan Swasta Dalam Kota Madya Medan
Muhammad Riswan, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6334/3/penydalam-
muhammad%20riswan.pdf.txt).
USU Institutional Repository - Universitas Sumatera Utara
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30073/5/Chapter%20I.pdf).

61
KUISIONER

Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Survey pada Ibu Hamil yang melakukan ANC di Puskesmas Kecamatan Setiabudi,
Jakarta Selatan, 2013

Assalamualaikum/Selamat Pagi Ibu,


Kami mahasiswa dan mahasiswi FKK UMJ bermaksud mengadakan penelitian untuk
tugas kepaniteraan klinik stase ikakom yang berjudul “Analisis Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil, Survey pada ibu hamil yang melakukan
ANC di Puskesmas Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan, 2013”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan terhadap kejadian anemia pada ibu hamil.
Untuk itu kami meminta kesediaan dan partisipasi ibu untuk mengisi kuisioner yang
diberikan dengan jawaban sebenar-benarnya. Keikutsertaan dalam penelitian ini bersifat
sukarela dan Ibu berhak menolak jika berkeberatan. Jawaban ibu akan terjamin
kerahasiaannya. Atas kesediaan, kebaikan dan kerjasamanya kami mengucapkan terima
kasih.

Peneliti

62
Kuisioner Anemia dengan Ibu Hamil
(diisi lengkap)

Kota dan Kecamatan : Jakarta– Setiabudi


Kelurahan :
Pewawancara :
Tanggal Wawancara :
No. Responden :

1. Umur ibu :
 < 20 tahun dan > 35 tahun
 ≥ 20 tahun sampai ≤ 35 tahun

2. Berapa kali melahirkan :


 Tinggi (> 2)
 Rendah (≤ 2)

3. Usia Kehamilan :
 Trimester 1 (0-3 bulan)
 Trimester 2 (4-6 bulan)
 Trimester 3 (7-9 bulan)

4. Jarak Kehamilan :
 < 24 bulan  ≥24 bulan

5. Konsumsi tablet besi :


 Tidak Rutin
 Rutin

6. Konsumsi Vitamin C :
 Kurang
 Cukup

7. Pendidikan Terakhir :
 Tidak Sekolah
 SD
 SMP
 SMA
 Perguruan Tinggi

8. Pekerjaan :
 Bekerja
 Tidak Bekerja

63
Pengetahuan tentang anemia dan gizi :

1. Apa yang ibu ketahui tentang anemia?


a. Penurunan jumlah eritrosit
b. Penyakit keturunan
c. Penurunan jumlah hemoglobin sehingga akan menyebabkan pusing

2. Apa saja gejala yang ibu ketahui ketika terjadi anemia?


a. nafsu makan menurun, sering pipis malam, sering keringat malam
b. sakit di belakang leher, mual, muntah
c. lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,
sesak napas dan dispepia.

3. Apa saja yang dapat ibu lakukan untuk mencegah terjadinya anemia?
a. Meningkatkan konsumsi vitamin C dan perbanyak minum jus
b. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan dan mengkonsumsi tablet besi
c. Meningkatkan konsumsi vitamin A, D, E, K dan makan yang teratur

4. Apa saja akibat yang timbul karena anemia?


a. anemia dapat menyebabkan bayi lahir normal
b. anemia dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati, kelahiran bayi dengan berat badan
lahir rendah, perdarahan sebelum atau sewaktu melahirkan, dan kematian ibu
c. anemia dapat menyebabkan kelainan organ pada ibu hamil

5. Dari sumber karbohidrat dibawah ini,menurut ibu mana yang paling baik dikonsumsi selama
masa kehamilan?
a. Kentang rebus dan gandum
b. Ati ayam
c. Ayam goreng

6. Dari kombinasi protein hewani dan lemak dibawah ini, menurut ibu mana yang paling baik
dikonsumsi selama masa kehamilan?
a. Daging sapi bakar
b. Daging ayam tanpa kulit yang direbus
c. Ikan sarden

7. Menurut ibu, manakah jenis makanan dibawah ini yang harus dihindari selama masa
kehamilan?
a. Ikan laut, apel, kentang rebus
b. Mie instan dan durian
c. Gandum, susu, daging ayam

8. Menurut ibu, manakah sumber zat besi yang paling baik dikonsumsi selama masa kehamilan?
a. Daging, hati, ikan danbayam
b. Teh, kopi, dan gula
c. Air mineral, keju rendah lemak, telur, dan susu
64
9. Dari buah-buahan dibawah ini, mana yang paling baik dikonsumsi selama masa kehamilan?
a. Durian
b. Mengkudu
c. Apel

10. Apa dampak yang ditimbulkan pada janin apabila ibu kekurangan asupan energi
a. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
b. Bayi lahir sungsang
c. Bayi lahir dengan sesak nafas dan kebiruan

11. Minuman apa yang dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil ?
a. Air putih
b. Teh
c. Minuman beralkohol

12. Berapa konsumsi air paling baik dalam tubuh?


a. 14 – 16 gelas per-hari
b. 6 – 8 gelas per-hari
c. 10 – 12 gelas per-hari

13. Mengapa kalsium juga penting dikonsumsi selama masa kehamilan?


a. Karena mencegah terjadinya perlemakan bayi pada saat lahir
b. Karena semakin banyak kalsium yang dikonsumsi berat badan bayi akan bertambah
pesat
c. Karena bagus untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin serta kekuatan otot ibu

14. Mengapa suplai zat besi yang cukup dibutuhkan pada saat masa kehamilan?
a. Karena jika kekurangan zat besi akan terjadi anemia
b. Karena jika kekurangan zat besi akan terjadi mual muntah
c. Karena dengan zat besi yang cukup akan membantu proses kelahiran normal

15. Apa yang ibu ketahui tentang tablet zat besi ?


a. Tablet tambah darah yang berwarna merah
b. Tablet untuk kekebalan tubuh
c. Tablet penambah nafsu makan

16. Berapa Jumlah suplemen tablet zat besi yang diperlukan ibu hamil selama kehamilan?
a. 30 tablet
b. 80 tablet
c. 90 tablet

17. Agar ibu hamil terhindar dari anemia, berapa dalam sehari ibu mengkonsumsi zat besi?
a. 1 tablet sehari berturut-turut selama minimal 90 hari
b. 3 tablet sehari
c. 5 tablet sehari

18. Apa yang harus diperhatikan pada saat mengkonsumsi suplemen tablet zat besi?
a. Minum tablet zat besi dengan air putih
65
b. Sebaiknya usahakan dulu mengkonsumsi sejenis roti
c. Lebih bagus tablet zat besi diminum dalam keadaan perut kenyang

19. Pada saat usia kehamilan kapan ibu hamil sangat membutuhkan banyak asupan zat besi?
a. Trimester I
b. Trimester III
c. Trimester II dan III

20. Kapan sebaiknya pemeriksaan darah pada ibu hamil dilakukan?


a. Seperlunya saja
b. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I
dan trimester III
c. Jika ada gejala anemia berupa lelah, letih, lesu

21. Status Anemia : (sesuai hasil laboratorium saat periksa)


 Anemia (Hb < 11g/dL)
 Tidak Anemia (Hb ≥ 11g/dL)

JAWABAN:
1. C. Penurunan jumlah hemoglobin sehingga akan menyebabkan pusing
2. C. Lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa
dingin, sesak napas dan dispepsia
3. B. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan dan mengkonsumsi tablet besi
66
4. B. Anemia dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati, kelahiran bayi dengan berat
badan lahir rendah, perdarahan sebelum atau sewaktu melahirkan, dan kematian
ibu
5. A. Kentang rebus dan gandum
6. B. Daging ayam tanpa kulit yang direbus
7. B. Mie instan dan durian
8. A. Daging, hati, ikan dan bayam
9. C. Apel
10. A. Berat bayi lahir rendah
11. B. Teh
12. B. 6 - 8 gelas per-hari
13. C. Karena bagus untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin serta kekuatan otot ibu
14. A. Karena jika kekurangan zat besi akan terjadi anemia
15. A. Tablet tambah darah yang berwarna merah
16. C. 90 tablet
17. A. 1 tablet sehari berturut-turut selama minimal 90 hari
18. A. Minum tablet zat besi dengan air putih
19. C. Trimester II dan III
20. B. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada
trimester I dan trimester III

67
RECALL 1×24 JAM KONSUMSI MAKANAN DAN
MINUMAN RESPONDENIBU HAMIL

Tanggal wawancara :
No. Responden :

PAGI HARI (KEMARIN)


WAKTU BAHAN UKURAN BERAT (g) / JUMLAH
MAKANAN VITAMIN C (g) KALORI

SIANG HARI
WAKTU BAHAN UKURAN BERAT (g) / JUMLAH
MAKANAN VITAMIN C (g) KALORI

68
SORE HARI

WAKTU BAHAN UKURAN BERAT (g) / JUMLAH


MAKANAN VITAMIN C (g) KALORI

MALAM HARI

WAKTU BAHAN UKURAN BERAT (g) / JUMLAH


MAKANAN VITAMIN C (g) KALORI

PAGI HARI

WAKTU BAHAN UKURAN BERAT (g) / JUMLAH


MAKANAN VITAMIN C (g) KALORI

69
70

Anda mungkin juga menyukai