Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

A. ALUR RUJUKAN DAN RENCANA ASUHAN PADA KASUS KOMPLEKS


a. Sistem Rujukan
Rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan Tanggung Jawab secara timbal-balik atas
masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal ke fasilitas yang lebih
kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
Salah satu aspek penting dari fasilitas kesehatan adalah sistem rujukan,
terutama dalam kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatus. Menurut WHO
rujukan dapat didefinisikan sebagai proses di mana petugas kesehatan pada satu
tingkat sistem perawatan kesehatan, memiliki sumber daya yang tidak mencukupi
(obat-obatan, peralatan, keterampilan) untuk mengelola suatu kondisi klinis, mencari
bantuan dari fasilitas dengan sumber daya yang lebih baik atau berbeda pada tingkat
yang sama atau lebih tinggi untuk membantu, atau mengambil alih pengelolaan kasus
klien. Sistem rujukan terdiri dari empat komponen utama fasilitas awal, fasilitas
penerima, sistem kesehatan, serta pengawasan dan peningkatan kapasitas
(Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Sistem rujukan menurut WHO terdiri dari fasilitas inisiasi, fasilitas penerima,
supervisi dan peningkatan kapasitas, dan masalah sistem kesehatan. Fasilitas yang
memulai proses rujukan disebut fasilitas inisiasi, sedangkan fasilitas yang menerima
kasus yang dirujuk disebut fasilitas penerima. Supervisi dan peningkatan kapasitas
dapat dilakukan oleh manajer fasilitas dan supervisor di semua tingkatan, untuk
memantau efektivitas dan efisiensi semua rujukan yang dibuat di fasilitas atau area
mereka (Izzaty et al.,1967).
Saat pasien datang, fasilitas awal menyediakan perawatan yang sesuai dan
menstabilkan kondisi pasien berdasarkan protokol perawatan. Jika diperlukan rujukan,
fasilitas yang akan merujuk akan menyediakan formulir rujukan, berkomunikasi
dengan fasilitas penerima untuk membuat pengaturan rujukan, dan memberikan
informasi kepada pasien atau keluarganya tentang rujukan. Fasilitas penerima
mengantisipasi kedatangan dan menerima pasien dengan formulir rujukan mereka,
kemudian fasilitas penerima memberikan perawatan dan tindak lanjut untuk pasien,
dan mengirimkan kembali formulir rujukan dan umpan balik ke fasilitas awal tentang
kesesuaian rujukan. Setiap fasilitas juga membutuhkan daftar rujukan untuk melacak
dan memantau semua rujukan yang dibuat dan diterima (Kusumawati, 2016).
Semua tingkatan sistem kesehatan harus berfungsi dengan baik, termasuk
system perawatan kesehatan primer. Peran, tanggung jawab, dan batasan harus jelas,
memiliki protokol perawatan yang tersedia untuk kondisi tingkat layanan tersebut,
dan memiliki alat komunikasi dan transportasi yang sesuai. Manajer fasilitas dan
supervisor di semua tingkatan harus memantau semua rujukan yang dibuat dari
fasilitas di daerah mereka setiap bulan untuk mengidentifikasi apa yang diperlukan
seperti memberikan pelatihan klinis atau memperkuat bagian tertentu dari system
rujukan atau prosedurnya. Ada beberapa standar yang perlu dibuat untuk memastikan
keberhasilan rujukan, terutama dalam kasus rujukan darurat. Rujukan ke tingkat
perawatan yang lebih tinggi harus sejalan dengan SPO, dan mencakup keadaan
darurat, termasuk keadaan darurat obstetrik, dan mungkin termasuk kasus elektif.
Pengaturan rujukan harus dibuat dengan rumah sakit rujukan nasional kabupaten atau
regional yang menawarkan perawatan kebidanan dan bedah komprehensif, dan
layanan ambulans harus tersedia 24 jam setiap hari (Kemenkes RI, 2013).
Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal baik baik secara vertikal maupun horizontal (Permenkes RI, 2012).
b. Tujuan Rujukan
1) Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaik-baiknya.
2) Menjalin kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium
dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap fasilitasnya.
3) Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and
skill) melalui pendidikan dan pelatihan antara pusat dan daerah.
c. Jenis Rujukan
1) Rujukan Medik
 Transfer of Patient, Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik,
pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
 Transfer of Specimen, Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
 Transfer of Knowledge/Personel, Mendatangkan atau mengirim tenaga yang
lebih kompeten atau ahli untuk meninngkatkan mutu pelayanan pengobatan
setempat.
2) Rujukan kesehatan adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan
masyarakat yang bersifat preventif dan promotive.
d. Tatalaksana Rujukan:
1) Internal antar petugas disatu rumah.
2) Antar puskesmas pembantu dan puskesmas.
3) Antar masyarakat dan puskesmas.
4) Antar satu puskesmas dan puskesmas lainnya.
5) Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium, atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
6) Internal antar bagian atau unit pelayanan didalam satu rumah sakit.
7) Antar rumah sakit, laboratorium, atau faslitas pelayanan lain dari rumah sakit
e. Jalur Rujukan
Jalur rujukan untuk kasus kegawatdaruratan menururt Pudiastuti (2011) dapat
dilaksanakan sebagai berikut:
1) Dari kader
Dapat langsung merujuk ke:
 Pondok bersalin/ bidan di desa
 Puskesmas pembantu
 Puskesmas dengan rawat inap
 Rumah sakit pemerintah/ swasta
Bergantung fasilitas mana yang terdekat.
2) Dari posyandu
Dapat langsung merujuk ke:
 Pondok bersalin atau bidan di desa
 Puskesmas pembantu
 Puskesmas dengan rawat inap
 Rumah sakit pemerintah atau swasta
3) Dari puskesmas pembantu
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D atau C atau rumah sakit swasta.
4) Dari pondok bersalin/ bidan desa
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D atau C atau rumah sakit swasta.
Pada rujukan penderita gawat darurat, batas wilayah administrasi (geografis)
dapat diabaikan karena yang penting penderita mendapat pertolongan yang cepat
dan tepat.
f. Rujukan Maternal dan Neonatal
Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola secara
strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat
yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada
dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai peningkatan derajat
kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka berada (Kementerian
Kesehatan RI, 2018).
Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal mengacu
pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai
dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan
kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas PONED harus
langsung dikelola sesuai dengan prosedur.
Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah
pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan ke
RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya
dengan alur sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
1) Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan
kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal.
2) Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan
normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi
tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan
rujukan pada puskesmas, puskesmas mampu PONED dan RS PONEK sesuai
dengan tingkat pelayanan yang sesuai.
3) Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan stabilisasi
pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang sendiri
maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa sebelum melakukan rujukan
ke puskesmas mampu PONED dan RS PONEK.
4) Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang
datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan puskesmas.
Puskesmas mampu PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dengan
komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau
melakukan rujukan pada RS PONEK.
5) RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan PONEK
langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang
datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan puskesmas,
puskesmas mampu PONED. 6. Pemerintah provinsi/kabupaten melalui kebijakan
sesuai dengan tingkat kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen,
administratif maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON
(Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus).
6) Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat
dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan pada
persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan komplikasi
kehamilan dan persalinan.
7) Pokja/ satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama lintas sektoral ditingkat
propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan kewaspadaan
masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta kegawatdaruratan
yang mungkin timbul. Melalui penyampaian pesan ke berbagai instansi/institusi
lintas sektoral, maka dapat diharapkan adanya dukungan nyata masyarakat
terhadap sistem rujukan PONEK 24 jam.
8) RS swasta, rumah bersalin, dan dokter/bidan praktek dalam sistem rujukan
PONEK 24 jam, puskesmas mampu PONED dan bidan dalam jajaran pelayanan
rujukan, institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam kegiatan pelayanan
rujukan PONEK 24 jam sebagai kelengkapan pembinaan pra RS. (Kemenkes,
2012).

Model pola rujukan kegawat-daruratan medik/PONED yang ideal adalah


dengan regionalisasi pelayanan kesehatan dengan cara (Kemenkes RI, 2013)
1. Pemetaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam wilayah
kabupaten/kota:
a. Setiap Puskesmas dengan jejaring pelayanan dalam lingkup wilayah kerjanya,
perlu dipetakan secara jelas dengan jalur rujukan pelayanan dasar yang
memungkinkan dapat dibangun b. Puskesmas non PONED/Puskesmas mampu
PONED, bersama RS kabupaten/kota dalam satu wilayah kabupaten/kota atau
dengan RS Kabupaten/kota tetangganya, perlu dipetakan dalam membangun
sistem medik spesialisistik pada tingkat rujukan kabupaten/kota.
b. Puskesmas non PONED di sepanjang perbatasan negara tetangga dan fasilitas
rujukan medik di negara tetangga, perlu dipetakan dalam rangka membangun
satu sistem rujukan medik/PONED terdekat, bilamana dianggap perlu,
didukung dengan satu kebijakan khusus, melalui hubungan antar pemerintah.
c. Keterlibatan Provinsi dalam kondisi wilayah kabupaten mempunyai daerah-
daerah sulit yang harus dilayani Tim Pelayanan Kesehatan Bergerak (TPKB)
Provinsi melalui Flying Health Care perlu dipetakan dalam sistem rujukan
medik di Provinsi.
2. Pemetaan sumberdaya:
a. Tenaga kesehatan: Medis, Keperawatan (Bidan, Perawat) dan tenaga
pendukung lainnya, dengan kemampuan pelayanan dan kewenangannya.
b. Kelengkapan peralatannya, dipetakan di setiap fasilitas pelayanan dalam peta
sistem rujukan, sehingga dapat digambarkan kondisi kemampuan fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut dalam satu sistem rujukan medik.
3. Alur rujukan kasus obstetrik dan neonatal secara timbal balik.
a. Dari tingkat masyarakat/UKBM:
1) Masyarakat hendaknya telah terdidik dengan baik untuk mengenal tanda
bahaya kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir, tahu kemana
mencari pertolongan segera, tepat waktu, tepat tujuan.
2) Posyandu, UKBM lainnya, Kader Kesehatan, dapat membantu pasien
untuk menunjukkan dan atau menuju fasilitas mengantarkannya pelayanan
kesehatan yang tepat serta mampu memberikan layanan sesuai
kebutuhannya.
b. Mekanisme rujukan pasien maternal dan atau neonatal, dalam kondisi
bermasalah atau kegawatdaruratan medik:
1) Pasien maternal/neonatal dari Keluarga, Masyarakat Umum, Polindes,
Poskesdes, dengan masalah dan atau emergensi/komplikasi, dapat
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat layanan
sesuai kebutuhan layanan.
2) Pasien obstetri dan neonatal, dalam kondisi kegawatdaruratan medik
obstetrik/neonatal, dapat dibawa ke semua fasilitas pelayanan kesehatan
yang mampu menangani kasusnya, misalnya ke Puskesmas mampu
PONED dan bila dipandang perlu dapat langsung ke RS rujukan
PONEK/RSSIB terdekat.
c. Puskesmas akan mengirimkan pasiennya tepat waktu dan tepat tujuan ke:
1) Puskesmas dengan fasilitas rawat inap mampu PONED, dengan kinerja
(performance) yang baik
2) RS rujukan medik spesialistik/PONEK, RSSIB terdekat. d. Pada kondisi
Puskesmas yang difungsikan sebagai pusat rujukan antara tidak mampu
memberi layanan rujukan medis pada kasus obstetri dan neonatal
(PONED), pasien harus secepatnya dirujuk ke RS rujukan
(PONEK/RSSIB) dan secepatnya diberikan latihan ulang.
4. Pada lokasi-lokasi tertentu seperti di lokasi terpencil /sangat terpencil, merujuk
pasien ke RS rujukan medik spesialistik/ PONEK terdekat hampir tidak
mungkin, dan atas dasar kebutuhan pelayanan rujukan, Puskesmas dengan
fasilitas rawat inap di lokasi-lokasi terpencil dan sangat terpencil di pusat
gugus pulau atau pusat cluster daratan terpencil/sangat terpencil, perlu
dipertimbangkan untuk ditingkatkankan kemampuannya, sebagai pusat
rujukan medik spesialistik terbatas.
5. Pada kondisi kabupaten berada di daerah terpencil, atau sebagian wilayah
kabupaten berada di daerah terpencil, maka:
a. Apabila RS Kabupaten tidak memiliki dokter spesialis (SPOG dan Sp.A),
maka RS tidak dapat difungsikan sebagai pusat rujukan medik
spesialistik/PONEK.
b. Pada kondisi demikian, pasien yang membutuhan rujukan spesialistik
maternal/obstetri dan neonatal emergensi tidak dapat dilayani.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten melalui Pemda Kabupaten, dapat meminta
bantuan Provinsi, mendukung penyelenggaraan pelayanan rujukan obstetri
dan neonatal, di RS Kabupaten dan pelayanan kesehatan bagi
masyarakatnya di daerah terpencil/sangat terpencil.
d. Provinsi harus membantu kabupaten untuk mendukung penyelenggaraan
pelayanan melalui kunjungan Tim Pelayanan Kesehatan Bergerak (TPKB)
Provinsi dalam upaya skreening kasus risiko maternal/neonatal sesuai
standar yang mewajibkan ibu hamil minimal 1 kali diperiksa dokter.
e. TPKB daerah terpencil, yang datang ke RS Kabupaten atau Puskesmas
perawatan, dapat memberikan layanan rujukan medik spesialistik, dan
umpan balik serta tindak lanjutnya.
6. Rujukan yang dikirim ke fasilitas pelayanan rujukan medik
spesialistik/spesialistik terbatas (PONEK), harus menerima umpan balik
rujukan, sehingga kebutuhan pelayaan kesehatan dapat secara tuntas dilayani.
g. Penatalaksanaan Rujukan Kebidanan
1) Menentukan kegawatdaruratan penderita
 Pada tingkat kader.
Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga
atau kader, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan terdekat.
 Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas.
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut
harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai
kewenangan dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana
yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
2) Menentukan tempat tujuan rujukan
Pilih tempat pelayanan kesehatan yang terdekat termasuk fasilitas swasta
dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
3) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya
Penderita dan keluarganya perlu diberi informasi tentang perlunya penderita
segera dirujuk untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih mampui.
4) Mengirimkan informasi ke tempat rujukan
Tujuan mengirimkan informasi ke tempat rujukan adalah :
 Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
 Memberitahukan bahwa aka nada penderita yang dirujuk.
 Meminta petunjuk cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita
tidak mungkin dikirim.
5) Persiapan penderita
 Perbaiki keadaan umum terlebih dahulu, infuse maupun obat-obatan yang
diperlukan untuk mempertahankan keadaan umum perlu disertakan pada
waktu pasien dirujuk.
 Surat rujukan perlu disiapka sesuai formatnya.
 Bidan perlu mendampingi untuk menjaga keadaan umum penderita.
6) Pengiriman penderita tindak lanjut penderita
Perlu diupayakan kendaraan atau sarana transportasi yang nyaman dan tepat
untuk mengangkut penderita.
7) Tindak lanjut penderita
 Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka perlu
dilakukan kunjungan rumah.
 Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memerlukan tindak lanjut
dilakukan tindakan sesuai saran yang diberikan.
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan disingkat :
BAKSOKU yaitu yang dijabarkan sebagai berikut.
B: (Bidang) pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang
kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan.
A: (Alat) bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti spuit,
infuse set, tensimeter, dan stetoskop.
K: (Keluarga) beritahu keluarga tentang kondisi terakhir klien dan alasan
mengapa ia dirujuk. Anggota keluarga yang lain harus menemani klien ke
tempat rujukan.
S: (Surat) beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi klien, alasan
dirujuk, uraian hasil rujukan, asuhan atau obat-obatan yang telah diterima
klien.
O: (Obat) bawa obat-obatan esensial diperlukan selama perjalanan merujuk.
K: (Kendaraan) siapkan kendaraan yang cukup baik untuk membawa klien ke
tempat rujukan.
U: (Uang) ingatkan keluarga untuk membawa uang yang cukup untuk
membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan ditempat rujukan.

B. KONSEP DAN PRINSIP ALUR RUJUKAN


1. Pengertian
a. Tenaga kesehatan yang terlatih adalah Dokter Spesial Obgyn, Anak, Anastesi, dr,
Umum, Bidan dan perawat yang telah mengikuti pelatihan APN, PONED,
PPGDON, PI, ACLS, BTLS.
b. Fasilitas Kesehatan yang memadai adalah Puskesmas rawat inap PONED, RS
PONEK dan fasilitas kesehatan lainnya yang memenuhi standar PONED dan
PONEK.
c. Rujukan satelit adalah penjemputan ibu hamil normal dari Polindes/Poskesdes
untuk melahirkan di puskesmas PONED / Puskesmas rawat Inap bersalin yang
memenuhi syarat.
d. Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang mampu memberikan
pelayanan dasar, esensial dan pelayanan emergency dasar obstetri dan Neonatal
bagi ibu hamil,ibu melahirkan, ibu nifas serta bayi baru lahir.
e. Rumah sakit PONEK adalah Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
PONED ditambah pelayanan transfusi darah dan Operasi Caesar serta pelayanan
Neonatal secara intensif dan menerima rujukan dari dan oleh tenaga atau fasilitas
kesehatan di tingkat desa dan masyarakat atau RS. Lainya.
f. Rumah tunggu adalah Fasilitas tempat tinggal bagi pasien beserta keluarganya
selama menunggu pertolongan persalinan.
g. AKI adalah angka kematian ibu melahirkan dibandingkan dengan 100.000 jumlah
kelahiran hidup dalam jangka waktu 1 tahun.
h. AKB adalah angka kematian bayi umur 0 s/d < 1 tahun dibandingkan dengan
1000 jumlah kelahiran hidup dalam jangka waktu 1 tahun.
i. Ibu hamil Resiko adalah ibu hamil dengan penyulit kehamilan menurut diagnose
medis, atau ibu hamil dengan penyulit akses dan transportasi ke dan dari
puskesmas PONED dan RS. PONEK.
j. Bayi baru lahir (neonatus) Adalah Bayi mulai dari usia 0 hari hingga 28 hari
k. Kelahiran preterm: Kelahiran yang terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 37
minggu
l. Berat lahir: Berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir
m. Bayi berat lahir rendah (BBLR): Bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa kehamilan
n. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR): Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500
gram tanpa memandang masa kehamilan 15. Bayi berat lahir ekstrim rendah
(BBLER) Bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram tanpa memandang masa
kehamilan.
2. Kebijakan dan Prinsip Dasar
Prinsip Umum
a. Prinsip utama adalah mengurangi kepanikan dan kegaduhan yang tidak perlu
dengan cara menyiapkan persalinan (rujukan terencana) bagi yang membutuhkan
(pre-emptive strategy). Sementara itu bagi persalinan emergency harus ada alur
yang jelas.
b. Bertumpu pada proses pelayanan KIA yang menggunakan continuum of care
dengan sumber dana yang jelas.
c. Sarana pelayanan kesehatan dibagi menjadi 3 jenis: RS PONEK 24 jam,
Puskesmas PONED dan Sarana Pelayanan Kesehatan lainnya seperti Puskesmas,
bidan praktek, Rumah Bersalin, Dokter Praktek Umum, dan lain-lain
d. Harus ada RS PONEK 24 jam dengan hotline yang dapat dihubungi 24 jam.
e. Sebaiknya ada hotline di Dinas Kesehatan 24 jam dengan sistem jaga untuk
mendukung kegiatan persalinan di RS.
f. Memperhatikan secara maksimal ibu-ibu yang masuk dalam:
1) Kelompok A atau kelompok ibu hamil yang bermasalah Ibu-ibu yang
mengalami masalah dalam kehamilan saat pemeriksaan kehamilan (ANC)
dan diprediksi akan mempunyai masalah dalam persalinan yang perlu dirujuk
secara terencana ke RS PONEK dan Puskesmas PONED
 Kelompok A1: ANC lanjut di RS PONEK
 Kelompok A2: ANC lanjut bisa di Puskesmas PONED.
2) Kelompok B: Kelompok ibu hamil yang tidak bermasalah Ibu-ibu yang
dalam ANC tidak bermasalah, namun dalam persalinan, ternyata ada yang
bermasalah sehingga membutuhkan penangganan emergency. Kelompok B
dibagi menjadi 3:
 Kelompok B1. Ibu-ibu bersalin yang membutuhkan rujukan emergency
ke RS PONEK 24 jam.
 Kelompok B2. Ibu-ibu bersalin yang ada kesulitan namun tidak perlu
dirujuk ke RS PONEK 24 jam, dapat dilakukan di puskesmas PONED
 Kelompok B3. Ibu-ibu yang mengalami persalinan normal.
3) Kelompok C : Ibu Nifas
 Kelompok C1. : Ibu-ibu nifas yang memerlukan perawatan nifas di RS
PONEK
 Kelompok C2. : Ibu-ibu nifas yang memerlukan perawatan nifas di
PONED
 Kelompok C3 : Ibu-ibu nifas yang melakukan perawatan nifas di rumah
4) Kelompok D : Bayi baru lahir:
 Kelompok D1 : Bayi baru lahir yang mempunyai masalah sehingga perlu
dirujuk ke Rumah sakit PONEK 24 jam.
 Kelompok D2 : Bayi baru lahir yang mempunyai masalah sehingga perlu
dirujuk ke Puskesmas PONED 24 jam.
 Kelompok D3 : Bayi baru lahir normal dan tidak mempunyai masalah
sehingga tidak perlu dirujuk dan dapat dilakukan perawatan di
Puskesmas, Bidan praktek mandiri maupun rumah bersalin.
g. Menekankan pada koordinasi antar lembaga seperti LKMD, PKK, dan pelaku
h. Memberikan petunjuk rinci dan jelas mengenai pembiayaan, khususnya untuk
mendanai ibu-ibu kelompok A dan kelompok B dan C dan D.
i. Juga dilihat bagaimana konsidi bayinya: kelainan lahir, kelainan genetik, gawat
janin, kelainan genetik dan anechephali, dan bayi yang bermasalah lainnya.
Penjelasan
a. Ibu Hamil dapat memperoleh pelayanan ANC di berbagai Sarana Pelayanan Kesehatan
(Bidan, Puskesmas biasa, Puskesmas PONED, RB, RS biasa atau RS PONEK);
b. Sarana Pelayanan Kesehatan mengidentifikasi jenis kehamilan dan perkiraan jenis
persalinan dari ibu-ibu yang mendapatkan pelayanan ANC dimasing-masing sarana;
c. Sarana Pelayanan Kesehatan mengelompokan jenis kehamilan dan jenis persalinan
menjadi 2 kelompok.

 Kelompok A: merupakan ibu-ibu yang dideteksi mempunyai permasalahan dalam


kehamilan dan diprediksi akan mempunyai permasalahan dalam persalinan;

 Kelompok B: merupakan ibu-ibu yang dalam ANC tidak ditemukan permasalahan.

d. Untuk kelompok A, Rujukan bisa dilakukan pada saat ANC/sebelum persalinan dimana
Sarana Pelayanan Kesehatan akan merujuk Ibu Hamil Kelompok A1 ke RS PONEK dan
A2 ke Puskesmas PONED (kecuali ibu hamil tersebut sudah ditangani di RS PONEK dan
Puskesmas PONED tersebut sejak ANC).
e. Sarana Pelayanan Kesehatan akan menangani persalinan ibu Hamil Kelompok B
f. Pada saat persalinan Sarana Pelayanan Kesehatan akan mengidentifikasi kemungkinan
terjadinya penyulit pada persalinan menggunakan proses dan tehnik yang baik (misalnya
penggunaan partograf)
g. Sarana pelayanan kesehatan mengelompokkan jenis persalinan menjadi 3 kelompok:

 Kelompok B1: Ibu-ibu yang mengalami permasalahan di dalam persalinan dan harus
dirujuk emergency (dirujuk dalam keadaan in-partu) di RS PONEK (kecuali
persalinan memang sudah ditangani di RS PONEK ;

 Kelompok B2: Ibu-ibu yang mengalami permasalahan di dalam persalinan tapi tidak
memerlukan rujukan ke RS PONEK tetapi cukup di Puskesmas PONED

 Kelompok B3: Ibu-ibu dengan persalinan normal dapat ditangani di semua sarana
pelayanan kesehatan/ pelayanan persalinan; (Puskesmas, BPM, RB, RS non PONEK)
h. Bayi baru lahir yang dimaksud dalam manual ini adalah neonatus berusia antara 0-28
hari.
i. Bayi baru lahir tanpa komplikasi dapat ditangani di seluruh jenis sarana pelayanan
kesehatan termasuk RS PONEK apabila sang ibu bersalin di RS PONEK tersebut (karena
masuk kelompok A1 dan B1).
j. Bayi baru lahir dengan komplikasi dapat lahir dari ibu dengan komplikasi persalinan
maupun dari ibu yang melahirkan normal, baik di Rumah Sakit PONEK atau di sarana
pelayanan kesehatan primer.
k. Bayi baru lahir yang telah pulang pasca kelahiran dan kemudian kembali lagi ke fasilitas
kesehatan karena menderita sakit juga termasuk dalam manual rujukan ini.
l. Bayi baru lahir kontrol ke sarana pelayanan kesehatan sesuai dengan surat kontrol yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan di tempat kelahiran.
m. Pengelompokan tingkat kegawatan bayi baru lahir dilakukan berdasarkan algoritme
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Bayi baru lahir dengan sakit berat dirujuk ke
Rumah Sakit PONEK, bayi baru lahir dengan sakit sedang dirujuk ke Puskesmas
PONED, sementara bayi baru lahir sakit ringan ditangani di sarana pelayanan kesehatan
primer atau di sarana pelayanan kesehatan tempat bayi melakukan kontrol.
C. ASUHAN PADA KASUS KOMPLEKS
Penderita atau pasien gawat darurat adalah pasien yang perlu pertolongan tepat,
cermat, dan cepat untuk mencegah kematian/kecacatan. Ukuran keberhasilan dari
pertolongan ini adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong. Penderita gawat
darurat adalah penderita yang bila tidak ditolong segera akan meninggal atau menjadi
cacat, sehingga diperlukan tindakan diagnosis dan penanggulangan segera (Kementerian
Kesehatan RI, 2018).
Istilah kegawatdaruratan adalah suatu keadaan yang serius, yang harus
mendapatkan pertolongan segera. Bila terlambat atau terlantar akan berakibat buruk, baik
memburuknya penyakit atau kematian. Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam
kebidanan adalah kegawatan atau kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil,
melahirkan atau nifas. Kegawatdaruratan dalam kebidanan dapat terjadi secara tiba tiba,
bisa disertai dengan kejang, atau dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi yang tidak
dikelola atau dipantau dengan tepat (Yuliyanti, 2019).
Cara mencegah terjadinya kegawat daruratan adalah dengan melakukan
perencanaan yang baik, mengikuti panduan yang baik dan melakukan pemantauan yang
terus menerus terhadap ibu/klien (Kusumawati, 2016).

Pengkajian awal kasus kegawatdaruratan kebidanan secara cepat:


1. Jalan nafas dan pernafasan
Perhatikan adanya cyanosis, gawat nafas, lakukan pemeriksaan pada kulit: adakah
pucat, suara paru: adakah weezhing, kaji kulit (dingin), nadi (cepat >110 kali/menit
dan lemah), tekanan darah rendah (sistolik < 90 mmHg).
2. Perdarahan pervaginam
Bila ada perdarahan pervaginam, tanyakan : Apakah ibu sedang hamil, usia
kehamilan, riwayat persalinan sebelumnya dan sekarang, bagaimana proses kelahiran
plasenta, kaji kondisi vulva (jumlah darah yang keluar, placenta tertahan), uterus
(adakah atonia uteri), dan kondisi kandung kemih (apakah penuh).
3. Klien tidak sadar/kejang
Tanyakan pada keluarga, apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, periksa: tekanan
darah (diastolik >90 mmHg), temperatur (>38°C).

4. Demam yang berbahaya


Tanyakan apakah ibu lemah, letargi, sering nyeri saat berkemih. Suhu badan
meningkat, tingkat kesadaran menurun, kaku kuduk, pernafasan dangkal, abdomen
(tegang), vulva (keluar cairan purulen), payudara bengkak.
5. Nyeri abdomen
Tanyakan Apakah ibu sedang hamil dan usia kehamilan. Periksa tekanan darah
(systolic < 90 mmHg), nadi (cepat, lebih dari 110 kali/menit) temperatur (> 38°C),
uterus (status kehamilan).
6. Perhatikan tanda-tanda berikut: Keluar darah, adanya kontraksi uterus, pucat, lemah,
pusing, sakit kepala, pandangan kabur, pecah ketuban, demam dan gawat nafas.

Dalam kegawatdaruratan, peran sebagai bidan antara lain (Kemenkes, 2016).


1. Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat
2. Stabilisasi klien (ibu), dengan oksigen, terapi cairan, dan medikamentosa dengan :
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi sistem respirasi dan
sirkulasi
b. Menghentikan perdarahan
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Mengatasi nyeri dan kegelisahan
3. Menyiapkan sarana dan prasarana di kamar bersalin, yaitu:
a. Menyiapkan radiant warmer/lampu pemanas untuk mencegah kehilangan panas
pada bayi
b. Menyiapkan alat resusitasi untuk ibu dan bayi
c. Menyiapkan alat pelindung diri
d. Menyiapkan obat obatan emergensi
4. Memiliki ketrampilan klinik, yaitu:
a. Mampu melakukan resusitasi pada ibu dan bayi
b. Memahami dan mampu melakukan metode efektif dalam pelayanan ibu dan bayi
baru lahir.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut WHO rujukan dapat didefinisikan sebagai proses di mana petugas
kesehatan pada satu tingkat sistem perawatan kesehatan, memiliki sumber daya yang
tidak mencukupi (obat-obatan, peralatan, keterampilan) untuk mengelola suatu
kondisi klinis, mencari bantuan dari fasilitas dengan sumber daya yang lebih baik atau
berbeda pada tingkat yang sama atau lebih tinggi untuk membantu, atau mengambil
alih pengelolaan kasus klien.

Jika diperlukan rujukan, fasilitas yang akan merujuk akan menyediakan


formulir rujukan, berkomunikasi dengan fasilitas penerima untuk membuat
pengaturan rujukan, dan memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya
tentang rujukan.

Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau


kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas. Jalan nafas
dan pernafasan Perhatikan adanya cyanosis, gawat nafas, lakukan pemeriksaan pada
kulit: adakah pucat, suara paru: adakah weezhing, kaji kulit (dingin), nadi (cepat >110
kali/menit dan lemah), tekanan darah rendah (sistolik < 90 mmHg).

3.2 Saran
1. Bagi Institusi Menambah refrensi keilmuan terutama berkaitan dengan rujukan.
2. Bagi Bidan, dapat menambah pengetahuan tentang rujukan, mekanismedan
hirarki pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Izzaty, R. E., Astuti, B., & Cholimah, N. 1967. Sistem pelayanan kesehatan dan sistem
rujukan.
In Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951-952. (pp. 5-24).
Kemenkes. 2016. Asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal neonatal.
https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas Mampu PONED.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Angka Kematian Pada Ibu.
https://indonesia.unfpa.org/sites/default/files/pub-pdf/
Manual_Rujukan_Maternal_Neonatal_Kab_Jayapura_BIndo_2015.pdf
Kusumawati, P. 2016. Sistem Rujukan Kasus Gawat Darurat Maternal dan Neonatal.
Laili, F., Garna, H., Irawan, G., Husin, F., Wirakusumah, F. F., Sunjaya, D. K., & Susiarno,
H.
2017. Hubungan Faktor Risiko Kegawatdaruratan Obstetri Menurut Rochjati dengan
Pelaksanaan Rujukan oleh Bidan di RSUD Gambiran Kediri. Jurnal Pendidikan Dan
Pelayanan Kebidanan Indonesia, 2(2), 7. https://doi.org/10.24198/ijemc.v2i2.11
Permenkes RI. 2012. Permenkes RI Nomor 001 tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan
Pelayanan
Kesehatan Perorangan. 7(122), 1- 25.
Permenkes RI. 2014. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan,
dan
Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta
Pelayanan Kesehatan Seksual.
https://doi.org/10.1300/J064v05n01_12
Yuliyanti, S. 2019. Rujukan MATERNAL NEONATAL (pp. 1-13).
Sulistiyowati, A.N., dkk. 2023. Asuhan Kebidanan pada Kasus Kompleks. Padang, Sumatera
Barat: PT GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI.
Kelompok Kerja Pelayanan Rujukan KIA Jayapura, 2014-2015. Manual Rujukan Maternal
dan Neonatal di Kabupaten Jayapura. Jayapura: DINKES Jayapura.

Anda mungkin juga menyukai