Anda di halaman 1dari 14

PEMERINTAH KABUPATEN MERAUKE

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS MUTING
Jln. Kai Hai Dei Km 5 Distrik Muting KabupatenMerauke – 99652
No. Tlpn 081343231876 e-mail pkmmuting17@gmail.com

PEDOMAN RUJUKAN PASIEN


UPTD PUSKESMAS PRINGAPUS

No Dokumen :

Tanggal Terbit :

No. Revisi :

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat perlu
melakukan penataan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berjenjang dan
berkesinambungan melalui mekanisme alur rujukan yang efektif dan efisien, serta
berpedoman kepada sistem rujukan pelayanan kesehatan dan sistem rujukan pelayanan
kesehatan perlu diatur di dalam sebuah Peraturan sebagai pedoman bagi petugas
kesehatan, penjamin dan masyarakat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan, kewenangan pelayanan, serta mengoptimalkan sumber daya
yang dimiliki.

Penataan penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui pengaturan sistem rujukan


merupakan upaya peningkatan pelayanan kesehatan yang dilakukan secara berjenjang,
berkesinambungan, efektif dan efisien. Dengan penataan sistem rujukan, masyarakat
akan memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-
masing individu. Pengaturan sistem rujukan dimaksudkan untuk meminimalisir ketidak
tepatan tingkat pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan yang menyebabkan biaya
tinggi di dalam pemeliharaan kesehatan. Untuk memberikan tingkat pelayanan
kesehatan yang sesuai tersebut maka jenjang rujukan perlu diatur dan dilaksanakan
secara baik. Dengan pengaturan tersebut fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan
dapat memberi pelayanan terbaik dan cepat memberi penanganan terhadap pasien atau
mengirim pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.

Sistem rujukan di Indonesia dibedakan atas 2 jenis yaitu rujukan medis dan rujukan
kesehatan.
 Rujukan medis adalah upaya rujukan kesehatan yang dapat bersifat vertikal,
horizontal atau timbal balik yang terutama berkaitan dengan upaya penyembuhan
dan rehabilitasi serta upaya yang bertujuan mendukungnya.
 Rujukan kesehatan adalah rujukan upaya kesehatan yang bersifat vertikal dan
horisontal yang terutama berkaitan dengan upaya peningkatan dan pencegahan
serta upaya yang mendukungnya

B. Definisi
o Sistem rujukan adalah pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas suatu
kasus/ masalah medik yang timbul, baik secara vertikal maupun harizontal
kepada yang lebih berwenang dan mampu, terjangkau dan rasional (Depkes RI,
1991).
o Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas
timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik
secara vertikal maupun horizontal, kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan
dilakukan secara rasional (Hatmoko, 2000).
o Rujukan kesehatan perorangan adalah rujukan kasus yang berkaitan dengan
diagnosis, terapi, tindakan medik berupa pengiriman pasien, rujukan bahan
pemeriksaan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium dan rujukan ilmu
pengetahuan tentang penyakit.
o Rujukan kesehatan masyarakat adalah rujukan sarana dan logistik, rujukan
tenaga dan rujukan operasional dalam upaya kesehatan masyarakat
o Pasien rujukan adalah pasien yang memerlukan pemeriksaan,pengobatan atau
fasilitas khusus yang tidak tersedia di Rumah Sakit. Pasien pindah rawat adalah
pasien yang dikirim ke rumah sakit lain karena permintaan pasien atau
keluarga,atau karena tempat rawat inap Rumah Sakit penuh.

C. Tujuan
Rujukan mempunyai berbagai macam tujuan antara lain :

1. Agar setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan sebaik-baiknya.


2. Agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan.
3. Menjalin kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium
dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap fasilitasnya.
Sedangkan menurut Hatmoko, 2000 Sistem rujukan mempunyai tujuan umum dan
khusus, antara lain :

1. Umum
Terlaksananya prosedur rujukan pelayanan Kesehatan perseorangan
mengikuti standar mutu dan keselamatan pasien sesuai dengan kriteria
rujukan, di semua tingkat fasilitas pelayanan Kesehatan perseorangan di
Indonesia.

2. Khusus
a. Meningkatnya kemampuan fasilitas pelayanan Kesehatan
perseorangan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas dan memuaskan, sehingga masyarakat bersedia
memanfaatkan sebagai kontak pertamanya, dalam mengawali proses
pelayanan Kesehatan perseorangan.
b. Tertatanya alur pelayanan Kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dua dan ketiga secara berkesinambungan, mengikuti prosedur di setiap
tingkatan, sesuai dengan kompetensi, kewenangan dan proporsi
masing-masing tingkatan, sehingga pelayanan dapat terlaksana secara
berdaya guna dan berhasil guna.
c. Meningkatnya akses dan cakupan pelayanan Kesehatan perseorangan
secara merata dan menyeluruh (universal coverage),yang didukung
oleh sistem jaminan Kesehatan sebagaimana diatur dalam peraturan.
d. Menjamin terselenggaranya pelayanan Kesehatan perseorangan yang
merata, berkualitas dan memuaskan, serta berkelanjutan (continuum of
care), dalam upaya mencapai target sasaran MDGs di Indonesia.
e. Memberikan petunjuk yang jelas dan kepastian hukum bagi Fasyankes
dalam memberikan pelayanan Kesehatan yang bermutu
D. Ruang lingkup
1. Pasien
2. Petugas pemberi pelayanan/ rujukan
3. Supir ambulan
4. Petugas penerima rujukan
E. Landasan Hukum
1. SK Kepala Puskesmas Pringapus tentang layanan klinis
2. PMK no 1 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Yankes Perorangan
3. PMK no. 19 tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
4. PMK 47 tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawat Daruratan
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Petugas pemberi pelayanan klinis
1. Dokter : profesi dokter
2. Perawat/ perawat gigi: minimal D3 keperawatan / D3 perawat gigi.
3. Bidan: minimal D3 Kebidanan
4. Rekam medis: SLTA sederajat dangan pelatihan tambahan rekam medis atau D3
rekam medis

Petugas gawat darurat dan petugas yang memonitor kondisi pasien selama proses
rujukan

1. Dokter : profesi dokter dengan pelatihan kegawat daruratan


2. Perawat / Bidan : minimal D3 Perawat / D3 Kebidanan dengan pelatihan kegawat
daruratan dan bersertifikat.
3. Pengemudi ambulans: pengemudi yang memiliki kualifikasi lulus SLTA
mempunyai SIM A, memahami tata tertib lalu lintas dan tata tertib mengemudikan
ambulans / telah mendapat pelatihan kerja mengemudikan ambulan.
B. Distribusi Ketenagaan
1. Ruang BP umum:
a. Dokter: 2 orang
b. Perawat: 2 orang
2. Ruang tindakan gawat darurat: perawat 4 / bidan 3 orang
3. Sopir ambulans 2 orang
C. Jadwal Kegiatan (pengaturan jaga)
Pengaturan jaga dokter diatur oleh koordinator dokter, pengaturan jaga perawat diatur
oleh koordinator keperawatan, supir setiap jam kerja dan terdapat pengaturan jaga.
BAB III
STANDART FASILITAS
A. Denah ruangan

B. Standar Fasilitas
1. Rekam medis
2. Blangko rujukan
3. Buku register rujukan
4. Sarana transportasi
5. Blangko monitoring pasien selama rujukan
6. Blangko serah terima pasien
7. Cek list persiapan rujukan
BAB IV

TATA LAKSANA

A. Lingkup Kegiatan
Proses rujukan dalam sistem rujukan di fasyankes tingkat pertama terdiri atas
proses merujuk ke fasyankes tingkat dua (RS tipe D, RS tipe C) serta menerima
rujukan balik vertikal dari fasyankes tingkat dua.
Proses di fasyankes tingkat pertama tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Rujukan Dari Fasyankes Tingkat Pertama ke Tingkat Dua
Pasien dengan masalah Kesehatan/penyakit yang berobat ke fasilitas
pelayanan Kesehatan perseorangan tingkat pertama memiliki kriteria/alasan
untuk dirujuk, akan dirujuk ke Fasilitas rujukan terdekat yang mampu
memberikan layanan yang dibutuhkan pasien, sebagai solusi atas penyakit atau
masalah Kesehatan nya, seperti di RS tipe D, RS tipe C, dengan
mempertimbangkan jenis penyakitnya dan kondisi umumnya, serta kemudahan
untuk mengakses fasyankes rujukan terdekat.Pasien yang telah dilayani di
Fasyankes tingat pertama sesuai dengan kebutuhan dalam mengatasi masalah
atau penyakitnya, apabila dapat diselesaikan secara tuntas di fasyankes
rujukan, harus dikembalikan ke fasyankes yang merujuk, disertai resume proses
dan hasil pelayanan serta saran-saran tindak lanjutnya. Akan tetapi bila ternyata
di fasyankes rujukan dipertimbangkan pasien harus dirujuk ke fasyankes yang
lebih mampu, maka prosedur rujukan kasus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuannya.

Adapun kriteria pasien yang di rujuk adalah apabila memenuhi salah satu dari :

1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat di pastikan tidak mampu diatasi di


puskesmas.
2. Hasil periksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak
mampu di atasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan ( Sarana dan
Prasarana yang tidak dimiliki oleh Puskesmas )
4. Apabila telah di obati dan di rawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang mampu
5. Tenaga professional ( ahli ) yang tidak dimiliki puskesmas.
6. Ruang Rawat Inap Puskesmas Penuh.
7. Atas permintaan pasien atau keluarga untuk pindah rawat di rumah sakit
yang dituju.
B. Kegiatan dan pelaksanaan rujukan
1. Kegiatan rujukan
Kegiatan rujukan meliputi
- Rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
- Rujukan berupa spesimen atau penunjang diagnostik lain nya
- Rujukan pengetahuan, ketrampilan dan penelitian.
2. Pelaksanaan Rujukan
Pelakasanaan rujukan harus memenuhi prosedur standart
- Merujuk pasien
- Menerima rujukan pasien
- Memberi rujukan balik pasien
- Menerima rujukan balik pasien
- Penanganan pasien di ambulance
- Rujukan maternal perinatal
o Rujukan kasus non emergensi.
Proses rujukan mengikuti prosedur rutin yang ditetapkan di fasyankes
tingkat pertama,
 Pasien mendaftar di pendaftaran
 petugas memanggil pasien sesuai dengan identitas nya.
 Petugas melakukan anamnesa dan di catat dalam rekam medis
 Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penujang yang mampu dilakukan di fasyankes tingkat pertama.
 Petugas membuatkan rujukan sesuai dengan status pasien
( umum atau BPJS ) disertai kelengkapan kode diagnosis.
o Rujukan kasus emergensi
 Petugas memeriksa vital sign pasien
 Petugas mengkonsulkan kepada dokter jaga
 Dokter jaga memeriksa pasien, melakukan pemeriksaan fisik
 Dokter memberikan advice kepada petugas IGD untuk
menstabilkan pasien dengan advice pemberian obat-obat
emergency dahulu dan alat bantu pernafasan dan cairan infus
 Dokter menyampaikan informed consent tentang kondisi pasien
dan menyampaikan kalo pasien akan dirujuk ke Rumah sakit
karena kondisi pasien yang gawat.
 Dokter memberikan informed consent untuk ditanda tangani
keluarga tentang persetujuan rujukan.
 Dokter membuat rujukan
 Sambil menunggu pasien stabil, petuas RGD memberitahukan
kepada petugas ambulance untuk menyiapkan ambulance
 Petugas RGD menelepon RS rujukan menanyakan apakah ada
tempat kosong untuk pasien tersebut dengan metode SBAR.
 Petugas RGD dengan membawa perlengkapan emergency
merujuk pasien dengan ambulance ke Rumah sakit rujukan
 Memonitoring tanda-tanda vital selama perjalanan
C. Syarat Rujukan
1) Pembuat rujukan harus
 Mempunyai kompetensi dan wewenang merujuk
 Mengetahui kompetensi dan wewenang sasaran/tujuan rujukan
 Memgetahui kondisi serta kebutuhan objek rujukan
2) Surat rujukan harus mencantumkan
 Unit yang mempunyai tanggung jawab dalam rujukan baik yang merujuk
ataupun yang menerima rujukan
 Alasan tindakan rujukan
 Pelayanan medis dan rujukan medis yang di butuhkan.
 Tanda tangan persetujuan pasien atau keluarga
3) Surat rujukan harus melampirkan

3. Formulir rujukan balik


4. Kartu jaminan kesehatan
5. Dokumen hasil pemeriksaan penujang

4) Agar rujukan dapat terselenggara tepat dan memadai maka suatu rujukan
hendak nya
 Adanya tenaga kesehatan yang berkompeten dan mempunyai
kewenangan dalam melaksanakan pelayanan medis dan rujukan
medis yang di butuhkan
 Adanya pengertian dan informasi timbal balik antara pengirim dan
penerima rujukan
 Adanya pengertian petugas tentang sistem rujukan
5) Untuk menjamin keadaan umum pasien agar tetap dalam kondisi stabil
selama perjalanan menuju ke tempat rujukan
 Sarana transportasi yang digunakan harus dilengkapi dengan alat
resusitasi, cairan infus, oksigen, dan dapat menjamin pasien sampai
ketempat rujukan tepat waktu
 Pasien di dampingi oleh dokter/bidan/perawat
 Sarana transportasi atau petugas kesehatan pendamping memiliki
fasilitas komunikasi

D. Daftar nama Rumah Sakit Rujukan


a. Rumah Sakit Sekunder ( Pemerintah dan Swasta )

 RSUD Gunawan Mangkukusumo


Jl. Kartini No 101, Ambarawa. Tlp (0298) 591020
 RS BINA KASIH AMBARAWA
Jl. Naryo Atmajan No.27, Ambarawa. Tlp ( 0298) 591280
 RS KEN SARAS
Jl. Soekarno Hatta KM 29, Bergas, Ungaran. Tlp ( 024) 692269
 RSUD GONDO SUWARNO
Jl. Diponegoro No. 125, Ungaran. Tlp. ( 024) 6921006
 RS HERMINA BANYUMANIK
Jl. Jenderal Pol Anton Sujarwo No. 195A, Srondol Wetan, Banyumanik,
Semarang. Tlp (024) 76488989
 RS NASIONAL DIPONEGORO SEMARANG
Jl. Professor Haji Soedarto S.H, Tembalang, Semarang. Tlp. (024)
76928020
 RS PELITA ANUGERAH DEMAK
Jl. Raya Bandungrejo, Mranggen, Demak. Tlp. (0291) 6725530
 KLINIK SARI MEDIKA AMBARAWA
jl. jendral sudirman no.38 kupangpete, Pete, Kupang, Ambarawa. Tlp
(0298) 594989
b. Balai Kesehatan Paru

 BKPM AMBARAWA
Jl. dr. Cipto No. 112, Ambarawa. Tlp. (0298) 591084
 BKPM SALATIGA
Jl. Brigjen Sudiarto, Salatiga. Tlp. (0298) 323264
c. Laboratorium Rujukan

LABORATORIUM KESEHATAN DAERAH KAB. SEMARANG.


Jl. Meyjen Sutoyo No. 15, Sidomulyo. Ungara
BAB IV

LOGISTIK

Kebutuhan logistik dipenuhi dengan mekanisme sebagai berikut:

1. petugas yang membutuhkan alat dan bahan menulis pada blangko yang telah
disediakan oleh tim pengadaan barang
2. tim pengadaan barang memverifikasi daftar kebutuhan
3. tim pengadaan meminta persetujuan kepala puskesmas
4. bila disetujui tim pengadaan barang menghubungi rekanan
5. barang yang telah datang diverifikasi oleh tim pengadaan dan petugas pengguna
barang bila telah sesuai spesifikasinya maka barang dapat diterima
BAB V
KESELAMATAN SASARAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. Keselamatan Pasien

Demi menjamin keselamatan pasien maka:

 petugas pemberi pelayanan harus memenuhi syarat kompetensi


 melakuakan komunikasi dengan tempat rujukan
 melakukan monitoring selama perjalanan
 membawa obat2 emergenci sesuai dengan kebutuhan pasien.
 resume klinis dibuat dengan baik sesuai kondisi pasien.
B. Keselamatan kerja diupayakan dengan:
 penggunaan APD
 penggunaan alat yang sesuai kebutuhan Pelayanan.
 mengevaluasi kondisi alat dan lingkungan kerja
BAB VI
PENGENDALIAN MUTU

Sistem kendali mutu yang dilakukan adalah:

1. petugas pemberi layanan klinis adalah petugas yang berkompeten


2. mengadakan audit klinis dan tindak lanjutnya
3. mengidentifikasi resiko pelayanan
4. mengevaluasi pelaksanaan informed consent
BAB VII

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Setiap fasilitas pelayanan Kesehatan wajib memiliki dan mengisi buku register rujukan
dan melakukan pencatatan dan pelaporan pasien rujukan

A. Pencatatan
Yang diuraikan dalam buku pedoman ini adalah pencatatan yang berkaitan
dengan kegiatan pelayanan dalam sistem rujukan pasien, sehingga format-format
pencatatan di fasyan kes bersangkutan secara lengkap dan data yang
berhubungan dengan pengiriman dan penerimaan pasien rujukan maupun
rujukan balik dicatat pada kolom-kolom yang disediakan untuk kepentingan
pencatatan aktivitas masing masing dalam proses rujukan, sebagaimana
terlampir. Kolom-kolom dalam register pasien rujukan seharusnya dapat
mencakup selengkap mungkin informasi yang perlu dicatat sebagai dokumentasi,

B. Pelaporan
Secara rutin setiap bulan melaporkan jumlah rujukan kepada ketua UKP. Hal
yang penting dalam penyelenggaraan sistem rujukan, adalah berbagi (sharing)
informasi tentang pelayanan dan informasi tentang penyakit yang dilayani di
fasyankes sebagai data di Puskesmas. Puskesmas harus mempunyai data
pelayanan dan penyakit dari pasien rujukan yang dilayani di Fasyankes
perseorangan tingkat pertama .
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi terpadu yang dilakukan berdasarkan pedoman ini adalah
terhadap seluruh rangkaian kegiatan pembangunan Kesehatan yang meliputi proses
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan kegiatan program.
Monitoring dan evaluasi internal (Monevin) merupakan kegiatan rutin yang
berkesinambungan dan harus terus menerus dilakukan. Pada dasarnya monevin
merupakan kegiatan pemantauan pelaksanaan kegiatan bukan suatu kegiatan untuk
mencari kesalahan, tetapi membantu melakukan tindakan perbaikan secara terus
menerus. Monitoring dan evaluasi (monev) dilakukan sebagai usaha untuk
menentukan apa yang sedang dilaksanakan dengan cara memantau hasil/prestasi
yang dicapai dan jika terdapat penyimpangan dari standar yang telah ditentukan, maka
segera diadakan perbaikan, sehingga semua hasil/prestasi yang dicapai dapat sesuai
dengan rencana. Manfaat dari monev ini adalah diperolehnya informasi tentang
gambaran proses manajemen serta penilaian kinerja program pembangunan
Kesehatan serta bagaimana cara mengatasinya, agar dapat meningkatkan efektivitas,
efisiensi, penggunaan sumber daya yang tersedia.

Anda mungkin juga menyukai