Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional (FOGI) kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan

dilanjutkan dengan nidasi atau inplantasi. Bila dihitung dari saat inplantasi hingga

lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlansung dalam waktu 40 minggu atau 10

bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional (Sarwowno,2010).

Kehamilan normal berakhir dengan lahirnya bayi yang cukup bulan dan tidak

cacat. Tetapi hal tersebut tidak selalu terjadi, selain kehamilan normal, didalam

rahim juga dapat berkembang suatu kehamilan abnormal. Salah satu bentuk

kehamilan abnormal adalah penyakit trofoblas gestasional (PTG) merupakan

spektrum proliferasi seluler yang berkembang dari trofoblas vili placenta.

Klasifikasi PTG meliputi mola hidatidosa dan neoplasia trofoblastik gestasional

dengan 4 bentuk klinikopatologi utama, diantaranya mola hidatidosa (komplit dan

parsial), mola invasif, koriokarsinoma dan tumor trofoblas placenta (PSTT) (Lurai

JR,2010).

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana

tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan

berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal

yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,


1
dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm. Gambaran

histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak ada

pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas

(Sarwono,2016,h.488)

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan

kehamilan biasa,yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain. Uterus lebih besar dari

usia kehamilan. Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan

perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit

(Sarwono,2016,h.488)

Mola hidatidosa yang dikenal awam sebagai hamil anggur merupakan

kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan

pembentukan bakal janin, sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (villi)

yang mirip gerombolan buah anggur (Norma & Dwi,2013,h.161)

Menurut Mattheew Anyamwu,Kajaly Bah, University of the Gambia, West

Africa,2020, Mola bukan merupakan suatu keganasan yang berasal dari jaringan

trofoblas kehamilan. Prevalensi 1:250 -1:500 kehamilan yang dilaporkan setiap

tahunnya dan berbeda di setiap negara. Usia yang paling banyak di temukan antara

26-46 tahun 10% (diatas 39 tahun), pencapaian Asia lebih beresiko terkena mola

hidatidosa pada usia reproduktif yang ekstrim (usia muda) <19 tahun (5%)

Meskipun begitu jumlah prevalensi dan faktor resiko yang berhubungan di teliti

untuk mencari penatalaksanaan terhadap mola hidatidosa..

2
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013 menunjukkan

bahwa prevalensi kejadian Molahidatidosa yaitu berkisar 64per100.000 kelahiran

hidup. Sedangkan pada tahun 2014 bahwa kejadian molahidatidosa yaitu berkisar

67 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk Negara maju seperti

Thailand dan Philipina pada tahun 2013 angka kejadian molahidatidosa sebanyak

27 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2014 angka kejadian

Molahidatidosa sebanyak 31 per 100.000 kelahiran hidup. (WHO,2014)

Dari 119 kasus Penyakit Trofoblas gestasional (PTG) di laporkan di propinsi

Limpopo Afrika Selatan terdapat 84 (70,6%) kasus dengan mola hidatidosa,

sisanya sebanyak 35 (24,9%) kasus dengan lesi maligna (Bogaert LJJV,2013).

Studi epidemiologi yang dilakukan di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru,

dan Eropa telah menunjukkan kejadian mola hidatidosa berkisar 0,57-1,1 per 1000

kehamilan, sedangkan penelitian di Asia Tenggara dan Jepang setinggi 2,0 per

1000 kehamilan (Lurain JR,2010)

Mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit penting di Indonesia. Hal tersebut

terjadi karena prevalensi mola hidatidosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 10-20%

dapat berkembang menjadi tumor trofoblas gestasional. Insiden mola hidatidosa

yang terjadi di beberapa rumah sakit besar di Indonesia pada tahun 2009 tercatat

di RS Dr.Cipto mangunkusumo Jakarta persalinan dan 1: 49 kehamilan, 11,16 per

1000 kehamilan, Soetomo Surabaya tercatat 1:80 persalinan dan di RS Dhamhoer

Martadisoebrata Bandung 9-21 per 1000 kehamilan (Sofian,2012,h.167).

3
Sedangkan kejadian mola hidatidosa di RS HAMBA Muara bulian pada tahun

2021 sebanyak 2 pasien.

Penyulit pada kasus molahidatidosa, memperburuk prognosis dari penyakit

ini, seperti: preeklampsia, tirotoksikosis, anemia, dan hipotensi (Sarwono,2016).

Apabila penanganan pada penyakit ini kurang baik tidak jarang menimbukan

kematian.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis termotivasi untuk melakukan asuhan

kebidanan tentang Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil dengan Mola

hidatidosa.

B. Rumusan Kebidanan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam laporan ini

adalah “Bagaimana Asuhan kebidanan Patologi pada Ny M dengan

Molahidatidosa + anemia di RSUD HAMBA Muara Bulian Tahun 2022

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan kebidanan Patologi pada Ny M dengan

Molahidatidosa + anemia di RSUD HAMBA Muara Bulian Tahun 2022

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan pengkajian data dengan pendekatan manajemen

kebidanan pada Ny M dengan Molahidatidosa + anemia di RSUD

HAMBA Muara Bulian Tahun 2022

4
b. Mampu melakukan Interpretasi data dengan pendekatan manajemen

kebidanan pada Ny M dengan Molahidatidosa + anemia di RSUD

HAMBA Muara Bulian Tahun 2022.

c. Mampu melakukan identifikasi masalah dengan diagnosa potensial

pada Ny M dengan Molahidatidosa+ anemia di RSUD HAMBA

Muara Bulian Tahun 2022.

d. Mampu melakukan tindakan segera pada Ny M dengan

Molahidatidosa + anemia di RSUD HAMBA Muara Bulian Tahun

2022.

e. Mampu merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada Ny M

dengan Molahidatidosa + anemia di RSUD HAMBA Muara Bulian

Tahun 2022

f. Mampu melaksanakan rencana tindakan yang sudah ditentukan pada

Ny M dengan Molahidatidosa + anemia di RSUD HAMBA Muara

Bulian Tahun 2022

g. Mampu melaksanakan evaluasi atas tindakan yang akan dilakukan

pada Ny M dengan Molahidatidosa + anemia di RSUD HAMBA

Muara Bulian Tahun 2022

5
D. Manfaat

1. Bagi Institusi

a. Sebagai bahan referensi bagi pembaca mengenai kasus mola hidatidosa.

b. Sebagai bahan masukan bagi institusi, pembaca, dan pengembangan program

pendidikan sehingga dapat memberikan pelayanan kebidanan yang aktual

dan profesional pada masyarakat.

2. Bagi RSUD HAMBA Muara Bulian

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada klien dengan penerapan

manajemen asuhan kebidanan pada kasus mola hidatidosa + anemia

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KEHAMILAN

Masa kehamilan adalah sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa

dan ovum dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Lamanya hamil normal 40

minggu atau 9 bulan 7 hari di hitung dari hari pertama haid terakhir.

(prawirahardjo.2010 ).

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin melalui

sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. (Khumaira,2012; h.97).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kehamilan merupakan proses

alamiah (normal) dari pertumbuhan dan perkembangan janin sejak dari konsepsi

dan berakhir sampai lahirnya janin

Menurut federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan

sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan

dengan nidasi atau inplantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya

bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu menurut

kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester

kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13

hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (Minggu ke-28 hingga ke-40)

(Sarwono, 2016, H: 213)

7
1. Tanda–tanda Kehamilan

Agar dapat menegakan kehamilan ditetapkan dengan melakukan

penilaian terhadap tanda dan gejala pada kehamilan, diantaranya:

a. Tanda dugaan kehamilan

Beberapa tanda dugaan kehamilan,yaitu:

1) Amenorhea (Tidak dapat haid)

Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak

dapat haid lagi. Penting diketahui tanggal hari pertama haid terakhir,

supaya dapat ditentukan tuanya kehamilan dan persalinan bila

diperkirakan akan terjadi. ( Wiknjosastro H,2007;h.125).

2) Mual dan muntah

Mual dan muntah merupakan gejala umum, pengaruh estrogen

dan progesteron yang menyebabkan pengeluaran asam lambung yang

berlebihan. Mual muntah terjadi dari rasa tidak enak sampai muntah

yang berkepanjangan, yang sering disebut juga dengan morning

sickness kerena munculnya sering kali pada pagi hari. Dalam batasan

yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi. Akibat terjadinya mual dan

muntah maka nafsu makan menjadi berkurang (Manuaba,2010;h.107)

3) Ngidam

Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan

yang demikian disebut ngidam. (Manuaba, 2010;h.107)

8
4) Sinkope atau pingsan

Terjadi gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan

iskemia susunan syaraf pusat dan menimbulkan sinkope atau

pingsan. Keadaan ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu

(Manuaba,2010;h.107)

5) Payudara tegang

Pengaruh estrogen–progesteron dan somatomamotrofin

menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara.

Sehingga payudara membesar dan tegang dan ujung saraf tertekan

menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama.

(Manuaba,2010;h.107)

6) Sering miksi(buang air kecil)

Desakan rahim kedepan menyebabkan kandung kemih cepat terasa

penuh dan sering miksi atau buang air kecil. Pada triwulan kedua,

gejala ini sudah menghilang. (Manuaba,2010;h.107).

7) Konstipasi atau obstipasi

Pengaruh progesterone dapat menghambat peristaltic usus,

menyebabkan kesulitan untuk buang air besar.

(Manuaba,2010;h.107).

8) Pigmentasi kulit

Terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi, hidung, dahi

kadang-kadang tampak deposit pigmen yang berlebihan, dikenal

9
sebagai klaosma gravidarum. Areola mammae juga menjadi lebih

hitam karena didapatkan deposit pigmen yang berlebihan. Daerah

leher menjadi lebih hitam. Pigmentasi ini terjadi karena pengaruh

dari hormon kortiko-steroid plasenta yang meragsang melanofor dan

kulit.(WiknjosastroH,2007;h.126).

9) Epulsi

Adalah suatu hipertrofi papilla ginggivae. Sering terjadi pada

triwulan pertama. (WiknjosastroH,2007;h.126).

10) Varises atau penampakan pembuluh darah vena

Varises atau penampakan pembuluh darah vena terjadi karena

pengaruh dari estrogen dan progesteron, terutama bagi mereka yang

mempunyai bakat. Penampakan pembuluh darah vena itu terjadi di

sekitar genitalia eksterna, kaki betis, dan payudara. Penampakan

pembuluh darah ini dapat menghilang setelah persalinan.

(Manuaba,2010;h.108)

b. Tanda tidak pasti kehamilan

Tanda tidak pasti kehamilan dapat ditentukan oleh:

1) Rahim membesar, sesuai dengan umur kehamilan. (Manuaba,

2010;h.108).

2) Pada pemeriksaan dalam, tanda Hegar, tanda Chadwick, tanda

piscaseck, kontraksi Braxton Hicks, dan teraba Ballottement.

(WiknjosastroH, 2007;h.126).

10
3) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif. Tetapi sebagian

kemungkinan positif palsu. (Manuaba, 2010; h.108).

c. Tanda pasti kehamilan

Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan, melalui:

1) Gerakan janin pada primigravida dapat dirasakan oleh ibu pada

kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida pada 16 minggu,

oleh karena sudah Berpengalaman dari kehamilan terdahulu.

(WiknjosastroH, 2007;h.129).

2) Terlihat atau teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin.

(Manuaba,2010;h.108).

3) Denyut jantung janin. Didengar dengan stetoskop laenec, alat Doppler,

di dengar dari uterus yang sinkron dengan nadi ibu karena pembuluh-

pembuluh darah uterus membesar. (Wiknjosastro H, 2007;h.129).

d. Penyulit yang menyertai kehamilan

Penyulit yang menyertai kehamilan ditandai dengan bahaya ibu dan

janin pada kehamilan muda dimana kehamilan tersebut merupakan hal yang

fisiologis. Pada hakekatnya kehamilan yang normal dapat berubah menjadi

kehamilan yang patologis. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh seorang

bidan untuk menapis resiko yaitu dengan melakukan pendeteksi dini adanya

komplikasi ataupun penyulit yang kemungkinan terjadi selama hamil muda.

Komplikasi ibu dan janin yang mungkin terjadi pada masa kehamilan muda

meliputi, emesis dan hiperemesis gravidarum, anemia pada kehamilan.

11
(Manuaba,2010;h.227-237)

Perdarahan selama kehamilan terbagi menjadi dua yaitu perdarahan

pada kehamilan muda atau umur kehamilan <20 minggu seperti abortus,

kehamilan ektopik dan kehamilan mola hidatidosa. Sedangkan perdarahan

yang terjadi pada kehamilan lanjut atau umur kehamilan >20 minggu seperti

plasenta previa, solusio plasenta, dan ruptur uteri. (Prawirohardjo, 2008; h.

460-488).

B. ANEMIA

1. Devinisi

Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah

merah atau hemoglobin

2. Diagnosa

Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester 1 dan III) atau < 10,5 g/dl pada

trimester II)

3. Faktor predisposisi

a. Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat

b. Kelainan gastrointestinal

c. Penyakit kronis

d. Riwayatbkeluarga

4. Tatalaksana

a. Tatalaksana umum

12
1) Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan

asupan darah tepi untuk melihat morfologi sel darah merah

2) Bila pemeriksaan asupan darah tepi tidak tersedia, berikan

suplementasi dan asam folat.

b. Tatalaksana khusus

1) Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab

anemia berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan

apus darah tepi

2) Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan

a) Defisiensi besi : Lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila

ditemukan kadar ferritin <15 ng/ml, berikan terapi besi dengan

dosis setara180 mg besi elemental per hari. Apabila kadar

ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC

b) Thalassemia. Pasien dengan kecurigaan Thalasemia perlu

dilakukan tatalaksana bersama dokter spesialis penyakit dalam

untuk perawatan yang lebih spesifik.

3) Anemia normositik normokram dapat ditemukan pada keadaan

a) Perdarahan : tayakan riwayat dan cari tanda dan gejala aborsi,

mola, kehamilan ektopik, atau perdarahan paska persalinan

b) Infeksi kronik.

4) Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan:

13
a) Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1x2

mg dan vitamin B12 1x250-1000 pg

5) Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi

berikut

a) Kadar Hb< 7g/dl atau kadar hematocrit<20%

b) Kadar Hb >7g/dl dengan gejala klinis pusing, pandangan

berkunang kunang, atau takikardi (frekwensi nadi > 100x per

menit)

6) Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan

memantau pertambahan tinggi fundus, melakukan emeriksaan

USG, dan pemeriksaan denyut jantung janin secara berkala.

C. MOLA HIDATIDOSA

1. Defenisi

Yang di maksud dengan Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan yang

berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh

villi korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara

makrokopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-

gelembung putih, tembus padang berisi cairan jernih, dengan ukuran

bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm.

14
Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema

stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada villi/ degenerasi hidropik dan

proliferensi se-sel trofoblas. (Sarwono,2010)

2. Etiologi

Menurutt Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah

pembengkakan pada vili (degenerasi pada hidrofik) dan poliferasi trofoblas.

Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain:

a. Faktor ovum: ovum patologik sehingga mati dan terlambat dikeluarkan

b. Imunoselektif dari trofoblas

c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

d. Paritas tinggi

e. Kekurangan protein

f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

Faktor resiko lainnya yang diketahui adalah status sosio ekonomi rendah,

keguguran sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional sebelumnya, dan

usia yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia yang sangat jelas terlihat

adalah pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, ketika frekuensi lesi yang

terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada wanita yang

berusia diantara 20-40 tahun. (Reeder, 2011)

15
3. Patofisiologi

Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa


yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel
telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur
kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka
terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi.

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola


memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan
mola hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX.
Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari
ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari
pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan
komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46
XY.

Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu
triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX
atau 69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan
mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu
biasanya triploid dan cacat.

16
Gambar Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari
mola lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid

Patogenesis terjadinya kehamilan mola secara umum terbagi menjadi dua,


yaitu ovum difertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian menggandakan
kromosomnya setelah meiosis. Kromosom dari ovum tidak didapatkan atau
tidak teraktivasi. Proses terjadinya mola hidatidosa komplet dengan cara ini
berkisar kurang lebih 80 persen. (Vassilakos, 1977; Kajii, 1977; Yamashita,
1979) Cara yang lain terjadinya mola hidatidosa komplet adalah fertilisasi oleh
dua sperma, yang disebut sebagai dispermic fertilization atau dispermy dengan
komposisi pola kromosom berupa 46, XY atau 46, XX yang berkisar sekitar 20
persen. ( Lipata, 2010)
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblas:

a. Teori missed abortion.


Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5
minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan
mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan

17
gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21.
Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.

b. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit
trofoblas, yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga
menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan
yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan gelembung.
Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa


gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari
trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3)
Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel
polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant
cells). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda
berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur
mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

4. Klasifikasi

Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009 yaitu :

a. Mola hidatidosa komplet

Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali

pusat, atau membran. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi

plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang

18
menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan memberi tampilan

seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari yang sulit dilihat

sampai yang berdiameter beberapa sentimeter. Hiperplasia menyerang

lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas Massa mengisi rongga uterus dan

dapat cukup besar untuk menyerupai kehamilan. Pada kehamilan normal,

trofoblas meluruhkan desidua untuk menambatkan hasil konsepsi. Hal ini

berarti bahwa mola yang sedang berkembang dapat berpenetrasi ke tempat

implantasi. Miometrium dapat terlibat, begitu pula dengan vena walaupun

jarang terjadi. Ruptur uterus dengan perdarahan massif merupakan salah

satu akibat yang dapat terjadi. Mola komplet biasanya memiliki 46

kromosom yang hanya berasal dari pihak ayah (paternal). Sperma haploid

memfertilasi telur yang kosong yang tidak mengandung kromosom

maternal. Kromosom paternal berduplikasi sendiri. Korsiokarsioma dapat

terjadi dari mola jenis ini.

Mola hidatidosa komplit

19
b. Mola hidatidosa partial

Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong amnion

dapat ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8 atau ke-9.

Hiperplasia trofoblas hanya terjadi pada lapisan sinsitotrofoblas tunggal

dan tidak menyebar luas dibandingkan dengan mola komplet. Analisis

kromosom biasanya akan menunjukan adanya triploid dengan 69

kromosom, yaitu tiga set kromosom: satu maternal dan dua paternal. Secara

histologi, membedakan antara mola parsial dan keguguran laten merupakan

hal yang sulit dilakukan. Hal ini memiliki signifikansi klinis karena

walaupun risiko ibu untuk menderita koriokarsinoma dari mola parsial

hanya sedikit, tetapi pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal yang

sangat penting.

. Mola hidatidosa persial

5. Tanda dan Gejala

Menurut Mochtar, 2005 terdapat beberapa tanda dan gejala pada mola dilihat

dari keluhan dan beberapa pemeriksaan khusus obstetri yang dilakukan pada

penderita:
20
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata

dari kehamilan biasa. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.

b. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna

tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.

c. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan

seharusnya.

d. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu

ada), yang merupakan diagnosa pasti.

e. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan,

yang disebut muka mola (mola face).

f. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin.

g. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan

fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.

h. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

i. Terdengar bising dan bunyi khas.

j. Perdarahan tidak teratur.

k. Penurunan berat badan yang berlebihan. (Purwaningsih, 2010)

6. Manifestasi Klinik

Mola hidatidosa adalah tumor plasenta yang terbentuk saat telah terjadi

kehamilan. Untuk beberapa alasan yang belum jelas, embrio mati dalam

uterus, tetapi plasenta tetap berkembang. Pada tahap awal penyakit,

21
manifestasi yang terjadi sulit dibedakan dengan manifestasi yang terjadi pada

kehamilan normal. Abnormalitas genetik yang terjadi pada saat pembuahan

tampak menjadi penyebab penyakit tersebut.

Gambaran klinis pada kehamilan akan terlihat normal awalnya, walaupun

pada sekitar sepertiga sampai setengah wanita yang mengalami mola komplit,

uterus akan membesar lebih dari massa gestasi yang diperkirakan. Perdarahan

merupakan gejala yang umum terjadi dan dapat bervariasi dari perdarahan ,

bercak-bercak merah kecoklatan sampai perdarahan hebat berwarna merah

segar. Muntah yang berlebihan dan parah akan muncul pada tahap awal.

Denyut jantung janin tidak terdengar walaupun terdapat tanda-tanda

kehamilan yang lain. Preeklampsia dapat terjadi sebelum gestasi minggu yang

ke-20. Wanita yang mengalami mola hidatidosa sebagian biasanya memiliki

diagnosis klinis aborsi spontan missed abortion. Vesikel akan terlihat pada

rabas vagina saat terjadinya abortus.

Kadar β – hCG darah atau urine akan sangat positif (sangat meningkat

saat dibandingkan dengan kadarnya pada kehamilan yang normal). Pada

kehamilan mola, kadar β – hCG serum masih sangat tinggi dalam seratus hari

setelah menstruasi terakhir, ketika kadarnya seharusnya telah mengalami

penurunan. Walaupun demikian, nilai ini juga harus dievaluasi dengan cermat,

karena kadar yang sangat tinggi juga dapat dikaitkan dengan gestasi multipel

dengan lebih dari satu plasenta. Kadar hCG awal mungkin relatif pada pasien

22
yang mengalami mola sebagian daripada pasien yang mengalami mola

komplit.

7. Diagnosis

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan

amenorea, perdarahan pervaginam uterus yang lebih tua dari tuanya

kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti bolotemen dan

detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan

pemeriksaan kadar humen chorionic gonadotropin (HCG) dalam darah atau

urin, baik secara bioasay, immunoasay, maupun radio immunoasay.

Peninggian HCG terutama dari hari ke 100 sangat sugestik. Bila belum jelas

dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola menunjukan gambaran

yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti

sarang lebah

Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung

mola. Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya

sudah terlambat karna pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan

yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat

mendiagnosis mola sebelum keluar.

Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik

sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed

abortion, abortus inkomplit, pletus, atau mioma uteri pada kehamilan trimester

23
ke II gamabran molahidatidosa umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi

massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekoik vesikuler berdiameter

antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat di banyangkan seperti gambaran

sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20-50% kasus

di jumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut

berasal dari kista teka-letein.

Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian

berisi janin yang ukurannya relatif kecil dari umum kehamilannya di sebut

mola parsialis. Umunya janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang

hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan

histopatologik tampak di beberapa tempat villa yang edema dengan sel

trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan ditempat lain masih

tampak villa yang normal.

8. Penanganan

Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu:

a. Perbaikan keadaan umum

Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :

1) Koreksi dehidrasi

2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr % atau kurang)

24
3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati

sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetrik dan

ginekologi

4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian

penyakit dalam

c. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi

1) Kuretase pada pasien mola hidatidosa:

a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan


darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila
jaringan mola sudah keluar spontan.

b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan


pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.

c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang


infuse dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose
5%. Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1
minggu.

d) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.

2) Histerektomi.

Syarat melakukan histerektomi adalah :

a) Umur ibu 35 tahun atau lebih.

b) Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.

25
e. Pemeriksaan tindak lanjut

Menurut Sujiyatini, 2009 pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola

hidatidosa meliputi : Lama pengawasan 1-2 tahun.

1) Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi

kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan

setiap kali pasien datang untuk kontrol.

2) Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai

ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.

3) Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan

kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.

4) Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan fisik,

dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut

dapat berhenti menggunakan kontraasepsi dan dapat hamil kembali.

5) Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan

pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda

metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian

kemoterapi.

D Teori Manejemen Kebidanan

1. Pengertian manajemen kebidanan

Pengertian manajemen sering dikenal orang dengan definisi

“proses melaksanakan pekerjaan melalui orang lain”. Dalam

pelayanan kebidanan, manajemen adalah proses pelaksanaan

26
pemberian pelayanan kebidanan kepada klien dengan tujuan

menciptakan kesejahteraan bagi ibu dan anak, kepuasan

pelanggan dan kepuasan bidan tentu sebagai provide( Erna,2008)

Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan

pemecahan masalah ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh

bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu,

keluarga dan masyarakat (DepkesRI).

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah

yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasi pikiran

dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan–penemuan,

keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk

pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney).

2. Langkah–langkah dalam manajemen kebidanan

Langkah 1: Pengumpulan data dasar

a. Pada langkah pertama ini, dilakukan pengkajian dengan

mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk

mengevaluasi keadaan klien secara lengkap seperti: Riwayat

kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, peninjauan

catatan terbaru, atau catatan sebelumnya, dan data

laboratorium.

Pada pengkajian didapatkan data subjektif adanya

pengeluaran darah sebelum usia kehamilan 12 minggu. Pada

27
data objektif pemeriksaan fisik didapatkan usia kehamilan

tidak sesuai dengan pembesaran perut, tidak teraba bagian-

bagian janin serta adanya pengeluaran darah.

Diagnosis kehamilan molahidatidosa ditegakkan pada

gambaran USG (Ultrasonografi ) : ditemukan tidak terlihat

rangka janin, terlihat gelembung-gelembung mola seperti

buah anggur gambaran seperti sarang tawon, seperti badai

salju (obstetri patologi:2012).

b. Langkah 2: Interpretasi data dasar

Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan

adalah pengelolaan/analisis data yaitu menggabungkan dan

menghubungkan data satu dengan data lainnya sehingga

tergambar fakta.

Diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan gejala hamil

muda yang sangat menonjol seperti emesis

gravidarum/hiperemesis gravidarum, terdapat komplikasi

seperti tirotoksikosis, hipertensi/preeklamsia, serta anemia

akibat perdarahan. Kemudian pemeriksaan palpasi teraba

lunak seluruhnya, tidak teraba janin, terdapat bentuk

simetris, bagian menonjol agak padat.

c. Langkah 3: Identifikasi diagnosis dan masalah potensial

Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah potensial

28
atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang

sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi,

bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil

mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila

diagnosis/masalah potensial ini benar benar terjadi. Langkah

ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.

Pada kehamilan molahidatidosa, masalah-masalah yang akan

terjadi pada ibu yaitu: Dapat mengalami syok, kalau tidak

segera ditolong dapat berakibat fatal, perdarahan berulang-

ulang yang dapat menyebabkan anemis, infeksi sekunder,

perforasi uterus, krisis tiroid serta keganasan, akan menjadi

moladestruens atau koriokarsinoma.

d. Langkah 4: Identifikasi kebutuhan segera/kolaborasi

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan

belum teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang

didapatkan dengan melakukan analisis data. Pada langkah

ini, bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera,

melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan

lain berdasarkan kondisi klien. Setelah itu mengidentifikasi

perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/untuk

dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim

kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.

29
Pada kehamilan molahidatidosa tindakan segera yang

dilakukan adalah memperbaiki keadaan umum klien,

melakukan pemasangan infus dan melakukan transfusi

darah.

e. Langkah 5: Intervensi (Perencanaan)

Melakukan perencanaan secara menyuluruh yang rasional

terhadap masalah sesuai dengan langkah sebelumnya

(Muslihatun,2010). Rencana asuhan yang akan diberikan

disetujui oleh pasien agar pasien dapat menentukan apakah

tindakan yang telah direncanakan bersedia untuk

dilaksanakan atau tidak. Rencana asuhan pada ibu yaitu :

Memperbaiki keadaan umum ibu, Bila mola sudah keluar

spontan maka dilakukan kuret atau kuret isap, Selanjutnya

bila canalis servikalis belum terbuka memasangkan

laminaria dan 12 jam kemudian melakukan kuret, Setelah itu

memasang infuse, selanjutnya memberikan obat-obatan

antibiotik uretronika dan memperbaiki keadaan umum ibu,

tunggu sampai 7-8 hari setelah kerokan pertama, melakukan

kerokan kedua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan.

f. Langkah 6: Pelaksanaan rencana asuhan (implementasi)

Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung

secara efisien dan aman. Pada langkah keenam ini, rencana

30
asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada

langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.

Memperbaiki keadaan umum ibu, Bila mola sudah keluar

spontan maka dilakukan kuret atau kerut isap, Selanjutnya

bila canalis servikalis belum terbuka memasangkan

laminaria dan 12 jam kemudian melakukan kuret, setelah

itu memasang infuse, selanjutnya memberikan obat-obatan

antibiotik uterotonika dan memperbaiki keadaan umum

ibu, tunggu sampai 7-8 hari setelah kerokan pertama,

melakukan kerokan kedua untuk membersihkan sisa-sisa

jaringan.

g. Langkah7: Evaluasi

Langkah terakhir dalam manajemen kebidanan, yaitu

melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan

yang dilakukan. Setelah dilakukan asuhan, hasilnya mola

hidatidosa sudah teratasi, anemia ringan sudah teratasi,

kemudian kecemasan ibu sudah teratasi.

Setelah dilakukan pelaksanaan asuhan pada ibu:

masalah/komplikasi yang terjadi pada ibu dapat teratasi

dan ibu dalam keadaan umum baik.

h. Pendokumentasian asuhan SOAP

Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh

31
seorang bidan melalui proses berpikir yang sistimatis,

didokumentasikan dalam bentuk SOAP.

S (Subjektif), adalah hasil pengumpulan data pasien

yang diperoleh melalui anamnesis. Data yang di peroleh

melalui wawancara.

O (Objektif), adalah data yang mendapat hasil

observasi melalui pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan

penunjang (pemeriksaan laboratorium).

A( Assesment), Berdasarkan data yang terkumpul

kemudian di buat kesimpulan yang meliputi diagnosis,

antisipasi atau masalah potensial tentang Kehamilan

Molahidatidosa.

P(Planning), merupakan rencana tindakan yang akan

diberikan termasuk asuhan mandiri, Kolaborasi serta

konseling untuk tindak lanjut.

SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas,

logis dan tertulis. Seorang bidan hendaknya menggunakan

SOAP setiap kali ia bertemu dengan pasiennya. Selama

masa antepartum, seorang bidan dapat menuliskan satu

catatan SOAP untuk setiap kali kunjungan; sementara

dalam masa intrapartum, seorang bidan boleh menuliskan

lebih dari satu catatan untuk satu pasien dalam satu hari.

32
Selain itu juga, seorang bidan harus melihat catatan-

catatan SOAP terdahulu bilamana ia merawat seorang

klien untuk mengevaluasi kondisinya sekarang

(Rita,2014).

E Discharge Planning

Discharge Planning (perencanaan pulang) adalah

serangkaian keputusan dan aktivitas-aktivitasnya yang terlibat

dalam pemberian asuhan keperawatan yang kontinu dan

terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan

kesehatan (Potter & Perry,2005:1106)

Dischare Planning Association (2008) dalam Siahaan

(2009:21) menyatakan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada

sebuah form perencanaan pemulangan antara lain:

a. Pengobatan di rumah, mencakup resep baru, pengobatan yang

sangat dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan.

b. Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek

samping yang umum terjadi.

c. Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan

pemeriksaan lain, dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh

atau bilamana waktu akan diadakannya.

d. Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan

33
aktivitas, latihan, diet makanan yang dianjurkan dan

pembatasannya.

e. Petunjuk perawatan diri (perawatan post curetase)

f. Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang

akan dihadapi setelah dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu,

tanggal, dan lokasi setiap janji untuk kontrol.

g. Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon

yang bisa dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk

pemulangan.

h. Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di

rumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan/walker,

kanul, oksigen, dan lain-lain) beerta nama dan nomor telepon setiap

institusi yang bertanggung jawab untuk penyediaan layanan.

Perawatan yang dapat dilakukan di rumah adalah:

a. Istirahat selama 2 hari sesuai kebutuhan. Kembali keaktivitas normal

setelah 24 hingga 48 jam.Klien juga dapat kembali bekerja pada saat

itu.

b. Makan makanan yang bergizi

c. Minumlah pereda nyeri yang dijual bebas untuk nyeri, jika perlu.

d. Jangan berhubungan seks atau menggunakan tanpom sampai dokter

mengatakan itu aman untuk dilakukan.

e. Mengikuti buat janji tindak lanjut, atau sesuai petunjuk.

34
f. Kapan harus menghubungi dokter

g. Hubungi dokter segera jika memilih salah satu dari yang berikut:

1) Perdarahan yang membasahi lebih dari satu pembalut dalam satu

jam sakit perut yang parah, kram parah, demam di atas 380C

2) Keputihanyang berbau busuk

3) Gunakan pembalut jika perlu. Anda mungkin mengalami

pendarahan ringan hingga 2 minggu. Jangan gunakan tampon.

Gunakan pembalut sebagai gantinya. Ini akan membantu

mencegah infeksi vagina.

4) Istirahat seperlunya. Perlahan mulailah melakukan lebih banyak

setiap hari. Kembali ke aktivitas harian Anda sesuai arahan

5) Jangan berhubungan seks minimal 2 minggu setelah prosedur Ini

akan membantu mencegah infeksi.

6) Gunakan alat kontrasepsi tepat setelah prosedur Anda. Periode

bulanan Anda akan dimulai lagi dalam 4 hingga 8 minggu.

Selama ini, Anda masih bisa berovulasi (melepaskan sel telur).

Gunakan alat kontrasepsi sesuai petunjuk untuk mencegah

kehamilan selama ini.

F. Teori EBM (Evidence Based Midwifery)

1. Pengertian

Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi

berdasarkan pengalaman atau kebiasaaan semata. Evidence based midwifery

35
adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti dari penelitian yang

bisa dipertanggung jawabkan (Gray, 1997).

Praktik kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil

penelitian dan pengalaman praktik dari para praktisi dari seluruh penjuru

dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi

(Jayanti, 2021).

2. Manfaaat Evidence based Midwifery dalam Praktik Kebidanan

Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang berdasarkan

evidence based tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi angka

kematian ibu hamil dan risiko-risiko yang dialami selama persalinan bagi ibu

dan bayi serta bermanfaat juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan

masyarakat.

3. Kategori Evidence Based Menurut World Health Organization (2017)

Menurut WHO, Evidence based terbagi sebagai berikut:

a. Evidenve-based Medicine adalah pemberian informasi obat-obatan

berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.

Temuan obat baru yang dapat saja segera ditarik dan peredaran hanya

dalam waktu beberapa bulan setelah obat tersebut dipasarkan, karena di

populasi terbukti memberikan efek samping yang berat pada sebagian

penggunanya.

36
b. Evidence-based Policy adalah satu sistem peningkatan mutu pelayanan

kesehatan dan kedokteran (Clinical Governance): suatu tantangan profesi

kesehatan dan kedokteran di masa mendatang.

c. Evidence based Midwifery adalah pemberian informasi kebidanan

berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.

d. Evidence based report adalah mengumpamakan bentuk penulisan laporan

kasus yang baru berkembang, memperlihatkan bagaimana hasil penelitian

dapat diterapkan pada semua tahapan penatalaksanaan pasien.

4. Sumber Evidence Based

Sumber EBM dapat diperoleh melalui bukti publikasi jurnal dari internet

maupun berlangganan baik hardcopy seperti majalah, bulletin, atau CD, situs

internet yang ada dapat diakses, ada yang harus dibayar namun banyak pula

yang public domain.

a. Penelitian yang dilakukan oleh Ria, dkk, 2020. Pada penelitian yang

berjudul Kehamilan Molahidatidosa Yang disertai Hipertiroid Pasien Ny.

S usia 23 tahun hamil 12 minggu (Gravida 2, Para 1, Abortus 0) dimana os

datang ke rumah sakit rujukan pada tanggal 28 Februari 2020, hasil

penelitian menunjukkan bahwa Mola hidatidosa dapat menyebabkan

kondisi tirotoksikosis karena hormon hCG memiliki struktur yang mirip

dengan TSH. Dokter harus selalu memperkirakan kemungkinan

hipertiroidisme pada kehamilan mola.

37
b. Penelitian yang dilakukan oleh vanessa, dkk(2017) mengenai Hubungan

antara Karakteristik Klinis Pasien Mola Hidatidosa dengan Performa

Reproduksi Pascaevakuasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Penelitian mencari hubungan antara variabel karakteristik klinis risiko

tinggi (gambaran histopatologi proliferasi berlebih, besar uterus, kista

lutein, dan kadar β-hCG) dengan variabel luaran kehamilan

pascaevakuasi. Analisis data menggunakan uji Eksak Fisher dengan

interval kepercayaan 95%. Subjek penelitian berjumlah 51orang, terdapat

28 orang berkarakteristik klinis risiko tinggi. Hasil penelitian

menunjukkan karakteristik klinis dan luaran kehamilan pada tipe mola

komplit dan mola parsial tidak memiliki perbedaan signifikan (p>0,05).

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gambaran histopatologi

proliferasi berlebih, besar uterus, kista lutein, dan kadar β-hCG dengan

luaran kehamilan pascaevakuasi(p>0,05). Penelitian ini menyimpulkan

tidak terdapat hubungan antara karakteristik klinis pasien mola hidatidosa

dengan performa reproduksi pascaevakuasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin

Bandung.

c. Penelitian yang dilakukan oleh harya, dkk( 2019) mengenai Kehamilan

Kembar Disertai Mola Hidatidosa. Pada laporan kasus ini terdapat seorang

wanita berusia 26 tahun dengan kehamilan pertama yang merupakan

kehamilan kembar dengan penyulit mola hidatidosa. Upaya diagnostik

pada kasus ini telah dilakukan berupa pemeriksaan ultrasonografi, yang

38
dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang

sayangnya sebagian tidak dapat dilakukan akibat keluhan perdarahan per

vaginam yang semakin berat. Kasus ini berakhir dengan persalinan

preterm yang melahiran dua bayi disertai jaringan plasenta yang berisi

vesikel-vesikel yang merupakan ciri khas dari mola hidatidosa.

39

Anda mungkin juga menyukai