Anda di halaman 1dari 59

GAMBARAN KASUS IBU BERSALIN DENGAN OLIGOHIDRAMNION DI

RSUD KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2016

STUDI KASUS

Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar


Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb)

Oleh :

CARIN MEISA
NPM : 0200130055

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA
2016
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tujuan program dalam Millenium Development Goals (MDGs) adalah

menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Namun, untuk mencapai sasaran dalam

MDGs tersebut, Indonesia belum berhasil dalam menurunkan angka kematian.

Berdasarkan Hasil Survei Demografi Kesehatan Indoensia (SDKI) 2012 angka

kematian ibu adalah 359/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi

32/1000 kelahiran hidup hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil SDKI

tahun 2007 dimana kematian ibu sebesar 288/100.000 kelahiran hidup dan

kematian bayi 34/1000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2013).

Menurut Saifuddin (2010) penyebab utama dari kematian ibu yang terjadi

adalah karena terjadinya pendarahan, infeksi, eklampsia, sepsis, aborsi, partus

macet, kehamilan tidak diinginkan, dan lain-lain. Penyebab langsung ini, 90%

terjadi pada saat persalinan. Sedangkan penyebab tidak langsung dari kematian

ibu dikarenakan 3 (tiga) faktor terlambat seperti terlambat mengetahui tanda

bahaya, terlambat ke fasilitas rujukan dan terlambat mendapat pertolongan serta 4

(empat) faktor terlalu seperti terlalu tua, terlalu muda, terlalu dekat dan terlalu

banyak.

Salah satu komplikasi kehamilan dan persalinan yang dapat memberikan

kontribusi pada tingginya kematian ibu dan anak adalah oligohidramnion yaitu

1
2

kurangnya cairan amnion dari 500 cc. Prevalensi oligohidramnion di Indonesia

sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Sekitar 12%

wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia

kehamilan 42 minggu) juga mengalami olygohydramnion.

Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas

wanita hamil yang mengalami tidak tahu pasti apa penyebabnya. Penyebab

oligohidramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya

kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.

Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat

bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang

diproduksi janin berkurang (Saifuddin. 2010:41).

Umumnya, oligohidramnion disebabkan oleh keadaan-keadaan yang

menghalangi atau mengurangi produksi cairan ketuban. Beberapa faktor yang

berhubungan dengan oligohidramnion antara lain ketuban pecah dini, kehamilan

postmatur (usia kehamilan lebih dari 42 minggu), gangguan pertumbuhan janin

(IUGR Intrauterine Growth Restriction), cacat bawaan, terutama malformasi

ginjal dan saluran kemih dan janin yang meninggal. Selain itu, ada beberapa

faktor penyebab oligohidramnion yang berasal dari ibu, antara lain dehidrasi pada

ibu seperti insufisiensi uteroplasenta, hipertensi, pre-eklampsia, diabetes dan

hipoksia kronis (Suryoprayogo. 2012:2).

Menurut Hayley (2011:3) komplikasi yang terjadi pada janin sebagai

dampak oligohidramnion diantaranya adalah dapat mengganggu tumbuh kembang


3

janin, cacat bawaan seperti club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi

tenal dan kering dan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi selama kelahiran

seperti tidak efektifnya kontraksi rahim akibat tekanan di dalam rahim

Berdasarkan data dari rekam medis RSUD Kabupaten Ciamis pada tahun

2013, kasus oligohidramnion sebanyak 75 kasus (5.6%) dari 1339 persalinan,

tahun 2014 sebanyak 88 kasus (6.2%) dari 1412 persalinan, dan pada tahun 2015

sebanyak 121 kasus (9.8%) dari 1228 persalinan. Komplikasi oligohidramnian

yang terjadi dari oligohidramnion diantaranya adalah cacat bawaaan 1 kasus,

perdarahan 3 kasus dan partus lama 47 kasus.

Data tersebut menunjukkan kasus oligohidramnion mengalami

peningkatan, hal ini mengindikasikan faktor penyebab mengalami peningkatan

dan pentalaksanaan perlu segera dilakukan secara optimal untuk menekan

komplikasi yang lebih berat.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang gambaran kasus ibu bersalin dengan oligohidramnion di RSUD

Kabupaten Ciamis tahun 2016

B. Rumusan Masalah

Oligohidramnion merupakan salah satu komplikasi pada kehamilan yaitu

cairan ketuban kudang dari 500 ml. Hasil studi pendahuluan diketahui bahwa

terjadi peningkatan sebesar 27.3% kasus oligohidramnion di RSUD Kabupaten

Ciamis, walaupun dalam jumlah sedikit dari seluruh persalinan namun kondisi ini
4

dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin. Oleh karena

itu, penulis menetapkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana

gambaran kasus ibu bersalin dengan oligohidramnion di RSUD Kabupaten

Ciamis tahun 2016?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kasus ibu

bersalin dengan oligohidramnion di RSUD Kabupaten Ciamis tahun 2016.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui dasar penegakkan diagnosa ibu bersalin dengan

oligohidramnion di RSUD Kabupaten Ciamis tahun 2016

b. Mengetahui faktor resiko ibu bersalin dengan oligohidramnion di RSUD

Kabupaten Ciamis tahun 2016

c. Mengetahui penatalaksanaan ibu bersalin dengan oligohidramnion di

RSUD Kabupaten Ciamis tahun 2016

d. Mengetahui komplikasi ibu bersalin dengan oligohidramnion di RSUD

Kabupaten Ciamis tahun 2016


5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pada pengembangan ilmu kebidanan khususnya tentang kasus ibu bersalin

dengan oligohidramnion di RSUD Kabupaten Ciamis tahun 2016.

2. Manfaat praktis

a. Bagi RSUD

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya

bidan tentang kasus ibu bersalin dengan oligohidramnion di RSUD

Kabupaten Ciamis.

b. Bagi Bidan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam memberikan

informasi bagi bidan mengenai faktor penyebab, tanda dan gejala sehingga

dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan

oligohidramnion secara optimal.

c. Bagi Ibu Hamil

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi ibu hamil agar

melakukan pemeriksaan kehamilan dan melakukan upaya pencegahan

kehamilan dengan oligohidramnion.


6

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai oligohidramnion telah dilakukan oleh Lumentut

(2015) mengenai resiko maternal dan luaran perinatal dengan oligohidramnion di

BLU RSU prof. Dr. R.D . Kandou Manado, dalam penelitiannya menemukan

insiden oligohidramanion paling banyak ditemukan pada kelompok primigravida

sebesar 55% dan morbiditas operatif juga ditemukan pada primigravida.

Penyebab terbanyak oligohidramnion adalah idiopatik sebesar 42%. Kedua

terbanyak didapatkan pada kelompok dengan hipertensi dalam kehamilan yaitu

sebesar 35%. Adanya hubungan peningkatan seksio sesarea pada oligohidramnion

dengan NST non-reaktif sebesar 36% dan oligohidramnion berhubungan dengan

peningkatan perawatan bayi di NICU.

Perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu dengan judul

gambaran kasus ibu bersalin dengan oligohidramnion menggunakan metode studi

kasus dan pendekatan observasional, data diperoleh menggunakan format

wawancara, observasi dan dilakukan pemeriksaan fisik pada ibu dengan

oligohidramnion dan pemeriksaan menunjang menggunakan USG.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persalinan

1. Pengertian persalinan

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan

lain (Mocthar, 2008:43). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses

pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 42

minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung

dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada bayi (Saifuddin,

2001:100).

2. Sebab Terjadinya Proses Persalinan

a. Penurunan fungsi plasenta : kadar progesteron dan estrogen menurun

mendadak, nutrisi janin dari plasenta berkurang.

b. Tekanan pada ganglion servikale dari fleksus frankenhauser, menjadi

stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot polos uterus.

c. Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban, semakin

merangsang terjadinya kontraksi.

7
8

d. Peningkatan beban/stress pada maternal maupun fetal dan peningkatan

estrogen mengakibatkan peningkatan aktivitas kortison, prostaglandin,

oxytosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses persalinan.

3. Tanda-Tanda Permulaan Persalinan

a. Turunnya kepala, masuk pintu atas panggul, terutama pada primigravida

minggu ke-36 dapat menimbulkan sesak di bagian bawah di atas sympisis

pubis, dan sering ingin kencing atau susah kencing karena kandung kemih

tertekan kepala.

b. Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.

c. Terjadi perasaan sakit di daerah pinggang karena kontraksi ringan otot

rahim.

d. Terjadi perlunakan cervix karena terdapat kontraksi otot rahim.

e. Terjadi pengeluaran lendir, dimana lendir penutup cervix dilepaskan.

4. Tanda-Tanda Persalinan

a. Rasa sakit oleh adanya his yang lebih kuat, sering dan teratur.

b. Keluarnya blood show yang lebih banyak karena robekan kecil pada

cervix.

c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.

d. Pada pemeriksaan dalam cervix mendatar dan pembukaan telah ada.


9

5. Faktor-Faktor Penting dalam Persalinan

1) Power (kekuatan mendorong janin keluar)

a) His (kontraksi otot rahim)

His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding

uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri dimana tuba falopii

memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari

pacemaker yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut. Resultante

efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke

daerah lobus minoris yaitu daerah canalis cervikalis (jalan lahir) yang

membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar. Terjadinya his, akibat :

(1) Kerja hormon oxytocin.

(2) Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi.

(3) Rangsangan terhadap fleksus saraf frankenhauser yang tertekan

massa konsepsi.

His yang baik dan ideal meliputi :

(1) Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus.

(2) Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus.

(3) Terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi.

(4) Terdapat retraksi otot-otot corpus uteri setiap sesudah his.

(5) Cervix uteri yang banyak mengandung colagen dan kurang

mengandung serabut otot, akan tertarik ke atas oleh retraksi otot-

otot corpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar (cervical


10

effacement). Ostium uteri externum dan internum pun akan

terbuka.

b) Tenaga mengejan (kontraksi dinding perut yang menimbulkan tekanan

intraabdominal) :

(1) Kontraksi otot-otot dinding perut.

(2) Kontraksi diafragma pelvis.

c) Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum.

Ligamentum rotundum yang berfungsi untuk menyesuaikan antara

jalan rahim dan jalan lahir.

2) Passage (jalan lahir)

a) Jalan lahir lunak : Otot dan ligamen.

b) Jalan lahir tulang : Pintu atas panggul dan pintu bawah panggul.

3) Passanger (penumpang) : Bayi, plasenta dan air ketuban.

4) Psikis (psikologis ibu) : Keadaan ibu selama berlangsungnya proses

persalinan.

5) Physician (penolong) : Orang yang melakukan pertolongan saat

persalinan, misalnya tenaga kesehatan diantaranya bidan dan dokter

spesialis kebidanan dan kandungan (obgyn).

6. Jenis jenis Persalinan

1) Menurut cara persalinan

a) Partus biasa (normal) disebut juga partus spontan, adalah bila bayi

lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat alat atau
11

pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya

berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.

b) Partus luar biasa (abnormal) adalah bila bayi dilahirkan pervaginam

dengan cunam atau ekstraktor vacum atau dengan alat alat

pertolongan persalinan lainnya.

2) Menurut tua (umur) kehamilan:

a) Abortus (keguguran) adalah terhentinya dan dikeluarkannya hasil

konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan, berat janin

dibawah 1000 gram, atau tua kehamilan dibawah 28 minggu.

b) Partus prematurus

Adalah persalinan dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum

aterm atau cukup bulan, berat janin kurang dari 2.449 gram atau tua

kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu.

c) Partus maturus atau aterm (cukup bulan)

Adalah partus pada kehamilan 37-42 minggu, janin matur, berat badan

diatas 2500 gr.

d) Partus serotin

Adalah persalinan yang terjadi 42 minggu atau lebih dari waktu

partus yang diperkirakan.

e) Partus presipitarus

Adalah partus yang berlangsung cepat kurang dari 3 jam

(Manuaba, 2002:157)
12

7. Tanda tanda bahaya persalinan

a. Bayi tidak lahir dalam 12 jam sejak terasa mulas.

b. Keluar darah dari jalan lahir sebelum melahirkan.

c. Tali pusat atau tangan atau kaki bayi keluar lebih dulu dari jalan lahir.

d. Tidak kuat mengejan, Mengalami kejang kejang.

e. Air ketuban keruh dan berbau

f. air ketuban keluar dari jalan lahir sebelum terasa mulas.

g. Setelah bayi lahir, plasenta tidak keluar.

h. Gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat.

i. Keluar darah banyak setelah bayi lahir.

(Depkes RI, 2009:3).

8. Pembagian tahap persalinan

a. Kala I

Kala I adalah kala pembukaan yang dimulai dimulai dari saaat persalinan

dimulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). proses ini terbagi dari dua fase,

fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam)

serviks emmbuka dari 3-10 cm. kontraksi lebih kuat dan sering selama fase

aktif..

b. Kala II

Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses

ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
13

c. Kala III

Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang

berlangsung tidak lebuh dari 30 menit.

d. Kala IV

Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post

partum (Wiknjosasatro, 2007:100).

B. Oligohidramnion

1. Definisi

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari

normal, yaitu kurang dari 500 cc. Air ketuban berfungsi sebagai media bagi

janin untuk tumbuh dan berkembang dengan normal, penting bagi janin untuk

dapat bergerak bebas, melindungi janin dari trauma atau cedera, menjaga

stabilitas suhu tubuh janin, dan berperan dalam proses pembesaran rongga

amnion dan uterus ( Derek Llewellyn Jones. 2002:157).

Oligohidramnion adalah suatu keadaan ketika cairan amnion sangat

sedikit. Kondisi ini biasanya terjadi akibat insufisiensi uteroplasenta. Dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara volume cairan yang kecil dengan

peningkatan angka kematian perinatal. (Varney, Helen. 2008:95).

Sedangkan menurut Kurniawati (2009:2) oligohidramnion adalah

jumlah cairan amnion abnormal yang jumlahnya kurang dari 500 ml dan dapat

menyebabkan agenesis ginjal. Adapun menurut Manuaba (2008:278)


14

oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari

normal, yaitu kurang dari 500 cc.

Oligohidramnion adalah indeks cairan amnion 5 cm atau kurang dari

12% dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu atau lebih. (Dexa

Media no.3 tahun 2007).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal

yaitu kurang dari 500 mL.

2. Klasifikasi oligohidramnion

a. Oligohidramnion awitan dini

Sejumlah keadaan dilaporkan berkaitan dengan berkurangnya

cairan amnion. Oligohidramnion hampir selalu nyata apabila terjadi

obstruksi saluran kemih janin atau agnesis ginjal. Oleh karenanya, anuria

hampir pasti merupakan etiologi pada kasus-ksus seperti itu. Kebocoran

kronik suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume cairan

dalam jumlah bermakna, tetapi seringkali kemudian segera terjadi

persalinan. Pajanan ke inhibitor enzim pengubah angiostetin (ACEI)

dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion. Sebanyak 15 sampai 25

persen kasus berkaitan kasus berkaitan dengan anomali janin mampu

memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya separuh dari wanita

yang dirujuk untuk evaluasi ultrasonografi terhadap oligohidramnion

midtrimester. Mereka melakukan amnionfusi dan kemudian mampu


15

melihat 77 persen dari struktur-struktur yang dicitrakan secara rutin.

Indentifikasi anomali terkait meningkat dari 12 menjadi 13 persen.

b. Oligohidramnion pada tahap lanjut

Volume cairan ketuban secara normal berkurang setelah usia

gestasi 35 minggu. Dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang

dari 5 cm, Casey dkk, mendapatkan insidensi oligohidramnion pada 2,3

persen dari 6400 kehamilan lebih yang menjalani sonografi setelah

minggu ke-34 di Parkland hospital. Mereka memastikan pengamatan-

pengamatan sebelumnya bahwa hal ini berkaitan dengan peningkatan

resiko hasil perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih

karena resiko tinggi, Magann, dkk, tidak mendapatkan bahwa

oligohidramnion ( indeks cairan kurang dari 5 cm ) meningkatkan resiko

penyulit intrapartum seperti mekonium kental, deselerasi variabel

frekuensi denyut jantung, seksio sesarea atas indikasi gawat janin, atau

asidemia neonatus.

Chaunhan melakukan meta analisis terhadap 18 penelitian yang

meliputi lebih dari 10.500 kehamilan yang indeks cairan amnion

intrapartumnya kurang dari 5 cm. Dibandingkan dengan kontrol yang

indeksnya lebih dari 5 cm, wanita dengan oligohidramnion

memperhatikan peningkatan resiko bermakna untuk seksio.


16

3. Etiologi

Penyebab dari oligohidramnion belum dapat dijelaskan secara pasti,

tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenosis janin. Etiologi primer

lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik pertumbuhannya dan

etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini.

Masalah kongenital tidak adanya jaringan ginjal fungsional atau uropati

obstruktif seperti kondisi yang mencegah pembentukan urin atau masuknya

urin ke dalam kantung ketuban dan malformasi saluran kemih janin.

Kelainan ginjal bawaan pada janin sehingga produksi urinnya sedikit.

Padahal urin termasuk sumber utama air ketuban. Kelainan bawaan pada

ginjal dan saluran kemih lebih sering ditemukan dibanding kelainan bawaan

lainnya. Kelainan bawaan yang menyebabkan sumbatan menyebabkan air

kemih tertahan, sehingga bisa menyebabkan terjadinya infeksi atau

pembentukan batu ginjal. Kelainan bawaan pada saluran kemih dan kelamin

pada janin bisa menyebabkan gangguan fungsi ginjal sehingga tidak mampu

memproduksi ketuban

4. Faktor Resiko

Adapun pendapat lain, menurut W, Hayley (2011:4) faktor resiko

oligohidramnion meliputi :
17

a. Faktor Ibu

1) Dehidrasi

Menurut Maryunani (2013:21) dehidrasi adalah berkurangnya

cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari

natrium (dehidrasi hipertonik). Atau hilangnya natrium dalam jumlah

yang sama (dehidrasi isotonik) atau hilangnya natrium lebih banyak

dari pada air (dehidrasi hipotonik).

Risiko dehidrasi dapat mengakibatkan sejumlah gangguan yang

berhubungan dengan oligohidramnion, kontstipasi dan kesehatan

selama kehamilan. Sungkar (2013:2) menjelaskan pada kehamilan

trimester 2 hingga 3, komponen penting dari sistem sirkulasi dan

regulator volume cairan ketuban adalah aliran air dari cairan ketuban

menuju sirkulasi fetus melalui ketuban.

Rekomendasi angka kecukupan air pada ibu hamil, melahirkan

dan menyusui dibuat untuk kondisi faali (fisiologi) ibu. Pada beberapa

keadaan khusus (patologis) seperti kekurangan cairan tidak dapat

memproduksi air ketuban sebagai janin.

2) Pre-eklampsia

Preeklampsia adalah penyulit kehamilan yang akut dan dapat

terjadi ante, intra dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik pre

eklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan berat. Penyebabnya

hingga kini belum dapat diketahui, teori-teori yang sekarang banyak


18

dianut adalah teori kelainan vaskularisasi plasenta, iskemia plasenta,

defisiensi gizi dan teori inflamasi (Saifuddin, 2010).

Preeklamsia atau biasa juga disebut toxemia atau keracunan

kehamilan adalah suatu gangguan yang muncul pada masa kehamilan,

umumnya terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Gejala-gejala

yang umum terjadi adalah tingginya tekanan darah, pembengkakan

(edema) yang tak kunjung sembuh dan tingginya jumlah protein di

urin (proteinuri). Maka penderita preeklamsia mengalami kejang yang

kemudian disusul dengan koma maka dikenal dengan istilah eklamsia.

Kejang yang terjadi pada penderita eklamsia bukan sebagai akibat

kelainan neurologic (Sulistyoningsih, 2010:18).

Komplikasi yang terjadi pada kehamilan seperti pre-eklampsia/

Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin

dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan

karena Pre-eklampsia/Eklampsia pada ibu akan menyebabkan

perkapuran di daerah plasenta, sedangkan bayi memperoleh makanan

dan oksigen dari plasenta, dengan adanya perkapuran di daerah

plasenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang.

Plasenta yang tidak normal akibat mikrotrombosis difus, akan

menurunkan aliran darah dari rahim ke plasenta. Hal tersebut akan

mempengaruhi kehidupan janin dan bermanifestasi secara klinis dalam


19

bentuk pertumbuhan janin terhambat di dalam kandungan/ rahim dan

oligohidramnion (cairan ketuban sedikit) (Sungkar, 2013:5).

3) Diabetes.

Gestational diabetes (diabetes melitus gestasional atau, GDM)

adalah suatu kondisi di mana perempuan tanpa sebelumnya

didiagnosis diabetes menunjukkan kadar glukosa darah tinggi selama

kehamilan.

Gestational diabetes umumnya memiliki sedikit gejala dan hal

ini paling sering didiagnosis dengan pemeriksaan selama kehamilan.

Tes diagnostik tidak tepat mendeteksi kadar tinggi glukosa dalam

sampel darah.

4) Ketuban Pecah dini

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban

sebelum proses persalinan pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal

ini dapat terjadi akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu

melahirkan. Komplikasi adanya pecahnya ketuban dapat menyebabkan

korioamnionitis atau radang amnion sehingga menyebbakan

rembesnya cairan amnion (Nugroho, 2012:48).

b. Faktor Janin

1) Pembatasan pertumbuhan intrauterin (IUGR)

IUGR merupakan kondisi janin yang mengalami pertumbuhan

yang terhambat adalah janin yang mengalami kegagalan dalam


20

mencapai berat standard atau ukuran standard yang sesuai dengan usia

kehamilannya. Definisi yang sering dipakai adalah bayi-bayi yang

mempunyai berat badan dibawah 10 persentil dari kurva berat badan

bayi yang normal).

Menurut Andonomoto (2013:2) pada hambatan pertumbuhan

janin, penurunan jumlah dari cairan amnion mungkin diobservasi hal

ini merupakan hasil langsung dari penurunan fungsi ginjal dan

penurunan produksi urin. Manning dan rekan-rekan sejawatnya, telah

menunjukkan bahwa oligohidramnion ditentukan oleh USG dimana

tidak adanya dari kantong / selaput cairan amnion yang tebalnya 1 cm,

kemungkinan diprediksi dengan benar bahwa pertumbuhan janin

terbatasi. Kelompok belajar mereka memasukkan pasien dengan resiko

tinggi untuk IUGR. Pada kelompok oligohidramnion ditemukan lebih

sensitif (84% dan 97%) dengan nilai prediksi mencapai 90%.

Sayangnya, pengurangan pertumbuhan yang progresif biasanya diobati

tanpa memperlihatkan cairan amnion yang signifikan. Parameter ini

sangat tidak sensitif untuk menunjukan IUGR. Seperti yang telah

ditunjukan sebelumnya, kegunaan terbesarnya adalah untuk diagnosis

IUGR.

Pengurangan volume air ketuban (VAK) berhubungan dengan

pertumbuhan janin atau kematian janin dalam kandungan. Hal ini


21

disebabkan karena adanya penurunan fungsi ginjal dan penurunan

produksi urin yang dihasilkan oleh janin.

Gangguan sirkulasi oksigen pada janin melalui plasenta dapat

menyebabkan pertumbuhan janin terlambat. Hal ini dapat

meningkatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin

terutama saluran oksigen pasokan otak dan jantung dan penurunan

fungsi ginjal sehingga terjadi penurunan produksi urin.

2) Kehamilan lewat waktu

Kehamilan Lewat waktu (PosT Term) adalah kehamilan yang

melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu Lengkap. ( ILmu

kebidanan: hal 317).

Postmatur menunjukan atau menggambarkan kaadaan janin

yang lahir telah melampaui batas waktu persalinannya, sehingga

dapat menyebabkan beberapa komplikasi (Buku Pengantar Kuliah

Obsetri: hal 450).

Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari

setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah

ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak

menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan

dan maturitas janin. ( Varney Helen, 2007:157).


22

Etiologi menurut Nwosu dkk factor-faktor yg menyebabkan

post matur stress, sehingga tidak timbulnya His Kurangnya air

ketuban Insufisiensi plasenta.

Namun ada juga yang berpendapat Etiologinya masih belum

pasti. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu kadar

progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,

sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Diduga

adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu,

kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga

berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.

Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang

beresiko tinggi, di mana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin.

Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,

kemudain menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya

kadar estrogen dan laktogen plasenta.

Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi

absorps, hal ini disebabkan karena pada kehamilan lewat waktu

terjadi perfusi hipotiroidisme janin tidak cukup menyebabkan cairan

ketuban berkurang dari 20% sampai 30%.

5. Tanda dan gejala

Menurut Wiknjosastro (2010:305) penilaian cairan ketuban dapat dideteksi

dengan pengukuran tingggi fundus uteri atau dengan pemeriksaan USG dan
23

penentuan dengan palpasi. Keadaan TFU yang melebih batas normal dapat

dimungkinkan cairan yang berlebih.

a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.

b. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

c. Sering berakhir dengan partus prematurus.

d. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar

lebih jelas.

e. Persalinan lebih lama dari biasanya.

f. Sewaktu his akan sakit sekali.

g. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang

keluar.

h. Janin mudah berpindah tempat.

i. Perlambatan tinggi fundus.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang biasa dilakukan:

a. USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal janin

atau ginjal yang sangat abnormal)

b. Rontgen perut bayi

c. Rontgen paru-paru bayi

d. Analisa gas darah.


24

Dengan memeriksa indeks cairan ketuban, yakni jumlah pengukuran

kedalaman gambaran air ketuban di empat sisi kuadran perut ibu. Dilakukan

lewat USG (ultrasonografi). Nilai nominalnya berkisar antara 10-20 cm. Bila

kurang dari 10 cm disebut air ketuban telah berkurang. Jika kurang dari 5 cm,

inilah yang disebut oligohidramnion.

7. Patofisiologis

Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks

yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan

oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru

lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion

menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan

dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter).

Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh

menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi

abnormal.

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-

paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak

berfungsi sebagaimana mestinya.

Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan,

baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun

karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
25

Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air

kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas

dari sindroma Potter.

8. Komplikasi

Menurut Hayley (2011:3) komplikasi yang terjadi pada kasus

oligohidramnion diantaranya :

a. Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita cacat

bawaan, keguguran, janin meninggal dan pertumbuhan janin dapat

terganggu bahkan bisa terjadi partus prematurus yaitu picak seperti kertas

kusut karena janin mengalami tekanan dinding rahim.

b. Jika terjadi pada trimester kedua kehamilan, akan amat mengganggu

tumbuh kembang janin.

c. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan

seperti club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan

kering (lethery appereance).

d. Jika terjadi menjelang persalinan, meningkatkan risiko terjadinya

komplikasi selama kelahiran. Seperti tidak efektifnya kontraksi rahim

akibat tekanan di dalam rahim yang tidak seragam ke segala arah.

buntutnya, persalinan jadi lama atau bahkan macet.

9. Prognosis

Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan hanya separuh

janin yang hidup. Sering terjadi persalinan prematur dan kematian neonatus.
26

Oligohidramnion dilaporkan berkaitan dengan pelekatan antara amnion dan

bagian-bagian janin serta dapat menyebabkan cacat serius termasuk amputasi.

Selain itu, dengan tidak adanya cairan amnion,janin mengalami tekanan dari

semua sisi dan menunjukkan penampilan yang aneh disertai cacat

musculoskeletal seperti jari tubuh.

10. Penatalaksanaan

a. USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal janin

atau ginjal yang sangat abnormal)

b. Makan makanan yang sehat dan bergizi seimbang serta tingkatkan

konsumsi cairan

c. Banyak istirahat

d. Stop merokok dan/atau jadi perokok pasif

e. Amati frekuensi gerakan atau aktivitas janin

f. Laporkan segera ke dokter jika terjadi tanda-tanda kelahiran prematur

seperti pendarahan atau keluar cairan dari vagina.

Adapun tindakan Konservatif pada kasus oligohidramnion menurut

Sastrawinata (2009:87) diantaranya adalah

a. Tirah baring.

b. Hidrasi.

c. Perbaikan nutrisi.

d. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin, NST, Bpp).

e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.


27

f. Amnion infusion.

g. Induksi dan kelahiran.

STANDAR OPERASIOANAL PROSEDUR

OLIGOHIDRAMNION
No. Dokumen No. Revisi Halaman
./Yanmed/RSUD.KPS/VIII/2010 0 1 dari 1
RSUD Tanggal Terbit Ditetapkan oleh

Direktur RSU

Pengertian Suatu kondisi kehamilan dimana volum cairan amnion di bawah normal
Prinsip Dasar Kejadian oligohidramnion lebih dini berakibat lebih berat terhadap
janin. Adhesi antara amnion dan janin menyebabkan pertumbuhan
janin terjadi dan abnormalitas cukup serius.
Bila diketahui pada kehamilan muda, efek terhadap janin lebih
disebabkan akibat efek penekanan seperti deformitas janin dan
amputasi ekstremitas.
Berhubungan dengan adanya abnormalitas traktus genitourinaria,
seperti agenesis ginjal, obstruksi traktus urinarius. Insufisiensi
plasenta dapat merupakan faktor predisposisi.
Dapat menyebabkan hipoplasi pulmoner, karena kompresi akibat
tidak ada cairan, terjadi inhalasi cairan yang menghambat
pertumbuhan paruparu dan terjadi defek paru intrinsik.
Sering ditemukan janin dengan presentasi bokong, dengan posisi
fleksi ekstrim dan rapat.
Sering menyebabkan persalinan prematur
Diagnosa Ultrasonografi : Oligohidramnion berat bila indeks cairan amnion < 5 cm
Manajemen Jika tanpa kelainan kongenital mayor dapat dicoba amnio infusi Pada
umumnya persalinan tidak berbeda bila janin dalam keadaan normal
Seksio sesarea atas indikasi obstetri atau deselerasi berulang setelah
amnioinfusi
Resusitasi jantung pulmoner untuk kemungkinan hipoplasia paru
Bila terdapat kelainan kongenital upayakan lahir pervaginam
Prognosis Untuk ibu baik
Untuk bayi buruk
28

C. Kerangka Alur Pikir

Persalinan

Fisiologis Patologis

Polihidramnion Oligohidramnion
(Manuaba, 2007)

Diagnosis : pengukuran TFU, Palpasi, Anamnesis,


USG, Rontgen, Analisa gas darah (Wiknjosastro,(2007)

Faktor Resiko Ibu (Hayley


(2011):
a. Dehidrasi
b. Pre-eklampsia
c. Diabetes
d. Ketuban Pecah dini
Penatalaksanaan
Faktor Bayi : (Sastrawinata (2009)
a. Pembatasan pertumbuhan
intrauterin (IUGR)
b. Kehamilan lewat waktu
Bersalin Bersalin
Pervaginam perabdominal

Atonia uteri, persalinan Infeksi luka


lama, macet

Sumber : Sastrawinata (2009), Wiknjosastro (2010)


29

BAB III

DEFINISI ISTILAH

1. Oligohidramnion

Suatu keadaan pada ibu bersalin dimana cairan ketuban atau amnion kurang dari

500 cc

2. Faktor Resiko Oligohidramnion

a. Solusio keadaan dimana lepasnya sebagian atau seluruh plasenta


plasenta dimana pada keadaan normal implantasinya diatas
22 minggu.
b. Dehidrasi suatu keadaan dimana ibu mengalami kekurangan cairan
ditandai dengan pengembalian kulit > 2 detik.
c. Pre-eklampsia preklampsia adalah suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah yang disertai dengan protein
urin yang diperoleh dari hasil pemeriksaan petugas
kesehatan
d. Diabetes suatu keadaan dimana dalam kehamilan ibu terdapat
intoleransi karbohidrat berat dalam glukosa darah
e. Kehamilan kehamilan yang melebihi batas waktu yang dihitung dari
lewat waktu hari pertama haid terakhir
f. KPD Suatu kondisi dimana ibu bersalin mengalami ketuban
pecah sebelum proses persalinan dan setelah 1 jam tidak
menunjukan tanda-tanda inpartu.
g. Kematian janin suatu keadaan dimana janin tidak menunjukkan adanya
tanda kehidupan seperti tidak ada gerakan janin atau
tidak ada DJJ

29
30

h. IUGR Janin yang mengalami kegagalan dalam mencapai


standar atau ukuran standar yang sesuai dengan
kehamilan karena terjadi gangguan nutrisi dan
pertumbuhan janin.

3. Komplikasi oligohidramnion

Suatu keadaan yang bersifat negatif yang terjadi pada ibu (atonia uteri, persalinan

lama dan macet) atupun pada bayi (cacat bawaan, keguguran, pertumbuhan janin

terhambat) sebagai akibat dari oligohidramnion

4. Penatalaksanaan

Suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan pada ibu bersalin dengan

oligohidramnion.
31

BAB IV

METODE STUDI KASUS

A. Pendekatan / Strategi Penelitian

Pendekatan pada penelitian ini yaitu berupa studi kasus dengan

menggunakan metode deskriptif untuk menggambarkan ibu bersalin dengan

oligohidramnion di RSUD Kabupaten Ciamis meliputi penegakkan diagnosa,

faktor resiko, penatalaksanaan dan komplikasi oligohidramnion.

B. Subjek Studi Kasus

Subjek pada penelitian ini adalah Ny. E usia 22 tahun G1P0A0 hamil 36

minggu 5 hari dengan oligohidramnion di RSUD Kabupaten Ciamis.

C. Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Wawancara

Yaitu melakukan tanya jawab kepada ibu yang mengalami

oligohidramnion untuk memperoleh keluhan ibu, hari pertama haid

terakhir kemudian mengkaji faktor resiko seperti solusio plasenta,

dehidrasi, preeklmapsia, diabetes, kehamilan lewat waktu, KPD

31
32

b. Observasi

Pengambilan data langsung melalui observasi pada pasien untuk menilai

penatalaksanaan dan komplikasi baik pada ibu maupun janin.

c. Pemeriksaan Fisik

Palpasi melakukan pemeriksaan melalui pemeriksaan dengan inspeksi,

palpasi dan perkusi untuk memperkirakan usia kehamilan, penentuan

letak, posisi dan bagian bawah janin.

2. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari hasil catatan pasien atau laboratorium yaitu

mengenai jumlah cairan amnion, kondisi kesehatan janin melalui USG.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2016.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di RSUD Kabupaten Ciamis .

E. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini

adalah

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk menggali informasi yang berkaitan

dengan faktor resiko oligohidramnion pada ibu dan kepada bidan atau dokter.
33

2. Lembar observasi

Untuk memperoleh data-data dan pentalaksanaan yang dilakukan oleh dokter

pada ibu bersalin dengan oligohidramnion.

3. Rekam Medik

Untuk memperoleh data-data yang sudah tersedia dalam rekam medik yang

kemudian di rekap ke dalam format isian.

F. Etika Studi Kasus

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting. Karena

penelitian yang dilakukan langsung berhubungan dengan manusia. Etika

penelitian yang akan digunakan penulis menurut Hidayat (2007), yaitu :

1. Self determination

Peneliti memperlakukan responden secara manusiawi sehingga tidak

ada paksaan pada responden untuk dijadikan subjek penelitian dengan cara

memberikan informed consent.

2. Privacy

Peneliti memberikan jaminan kepada subjek penelitian bahwa semua

data yang telah diperoleh dirahasiakan dan hanya data yang diperlukan untuk

disajikan, meliputi kerahasian identitas responden, dan data yang telah

diperoleh dari responden terkait dengan penelitian ini.


34

3. Anonymity dan confidentialyty

Peneliti menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

nama subjek penelitian, hanya untuk lebih memudahkan dalam mengenali

identitas, Peneliti telah menggunakan kode responden. Kerahasiaan data

yang didapat dari responden dijamin oleh peneliti. Hal ini untuk

menghormati hak responden untuk tidak dipublikasikan secara langsung.

Adapun pada keadaan khusus seperti forum ilmiah atau pengembangan ilmu,

baru akan diungkap data yang didapat tanpa memakai nama asli subjek

penelitian.

4. Fair treatment

Peneliti memperlakukan sama semua subjek penelitian tanpa

membeda-bedakan status sosial, suku bangsa, agama, dan ras, serta tidak ada

diskriminasi dalam melakukan penelitian.

5. Protect from discomfort and harm

Peneliti melindungi privasi dan kerahasiaan data tentang responden dan

menjaga dampak buruk dan akibat lain yang ditimbulkan dari penelitian ini.

G. Analisa Data

Analisi data yang digunakan untuk menganalisa data disajikan dalam

bentuk tabel kemudian dideskripsikan dalam bentuk narasi.


35

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum tempat Penelitian

1. Keadaan Umum Rumah Sakit

RSUD Ciamis adalah rumah sakit negeri kelas C didirikan pada tahun

1942 dengan luas lahan 19.305 M2. Rumah sakit ini mampu memberikan

pelayanan kedokeran spesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung

pelayanan rujukan dari puskesmas. Tempat ini tersedia 244 tempat tidur inap,

lebih banyak dibanding setiap rumah sakit di Jawa Barat yang tersedia rata-

rata 68 tempat tidur inap. Dengan 29 dokter, rumah sakit ini tersedia lebih

sedikit dibanding rata-rata rumah sakit di Jawa Barat.

2. Ruang VK

Tenaga kesehatan di ruang VK terdiri dari dokter sebanyak 4 orang, Bidan

sebanyak 19 orang. Ruangan tindakan, ruang USG, Ruang Isolasi, Ruang

Ginekologi dan Ruang observasi. Sedangkan sarana kesehatan yang ada di

VK yaitu bed 15 buah dan inkubator 1 buah, kursi roda 2 buah.

35
36

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi subjek penelitian

Tabel 5.1
Identitas subjek 1
Ibu Suami
Nama Ny. E Tn. N
Usia 22 tahun 25 tahun
Jumlah anak 0 0
Pekerjaan IRT Buruh

Subjek pada penelitian ini adalah bernama Ny. E usia 22 tahun,

Pendidikan dari SD, Pekerjaan IRT, dan beralamat di Payung Ageung RT 04

RW 01 Kecamatan Panumbangan.

2. Diagnosis olighohidramnion

Pada tanggal 20 April 2016 pukul 14.00 WIB ibu datang tempat

praktik dr. Nanang Sp.OG dari hasil pemeriksaan dr. Nanang diperoleh hasil

TD 110/80 mmHg, Nadi 82 x/mnt, P 20 x/menit dan suhu 36,5OC, turgor kulit

baik, TFU 29 cm, TBBJ 2430-2790 gram DJJ 146 x/menit. Hasil

pemeriksaan leopold I diketahui di fundus teraba bokong, leopold II sebelah

kiri teraba ekstremitas, dan disebelah kanan teraba punggung, leopold III

bagian terbawah janin teraba kelapa dan sudah masuk pintu atas panggul

(PAP), leopold IV penurunan kepala 4/5 (Divergent).

Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam diketahui vulva vagina tidak

ada kelainan, portio tebal lembek, pembukaan 1 jari sempit, dan dilakukan
37

pemeriksaan air ketuban dengan kertas lakmus dengan hasuil tes lakmus

berubah biru. Kemudian oleh dr. Nanang dilakukan USG dengan hasil cairan

amnion kurang. berdasarkan data tersebut dapat didiagnosis bahwa Ny. E usia

22 tahun G1P0A0 hamil 36 minggu 5 hari dengan oligohidramnion dengan

KPD.

Tanggal 21 April 2016 pada pukul 13.15 WIB ibu di rujuk ke RSUD

Ciamis akan memeriksakan kehamilannya dengan keluhan sakit perut apabila

janin bergerak.. Hasil pemeriksaan di ruang Ponek diperoleh data Ny. E

mengatakan HPHT tanggal 3 Agustus 2015 kemudian dilakukan perhitungan

dengan rumus neagle diketahui usia kehamilan Ny. E 36 minggu dan taksiran

persalinan tanggal 10 Mei 2016. Hasil pemeriksaan objektif diketahui tanda-

tanda vital normal yaitu TD 110/80 mmHg, Nadi 80 x/mnt, P 20 x/menit dan

suhu 36OC, turgor kulit baik, TFU 29 cm, TBBJ 2430-2790 gram DJJ 146

x/menit.

Pada pukul 14.00 WIB pasien dipindahkan ke Ruang VK setelah

dilakukan anamnesa Ny. E mengatakan keluar air-air sebulan yang lalu namun

rembes cairan tersebut tidak setiap hari, ibu juga mengatakan tidak merasakan

mules-mules sehingga ibu tidak memeriksakan kehamilannya ke bidan. Ibu

mengatakan merakan nyeri perut setiap pergerakan janin. Hasil pemeriksaan

objektif diketahui tanda-tanda vital normal yaitu TD 110/80 mmHg, Nadi 80

x/mnt, P 20 x/menit dan suhu 36OC, turgor kulit baik, TFU 29 cm, TBBJ

2430-2790 gram DJJ 160 x/menit. Hasil pemeriksaan Leopold I diketahui di


38

fundus teraba bokong, Leopold II Disebelah kiri teraba esktremitas dan

disebelah kanan teraba punggung, Leopold III Bagian terbawah janin teraba

kepala. Kepala sudah masuk pintu atas panggul (PAP), Leopold IV Penurunan

kepala 4/5 (divergent). Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam diketahui

vulva vagina tidak ada kelainan, portio tebal lembek, pembukaan 1 jari

sempit. Hasil pemeriksaan Hb diperoleh 11.0 gr%, selanjutnya

penatalaksanaan yang dilakukan adalah pemasangan infus RL.

Hasil pemeriksaan diperoleh data bahwa hasil sebagai berikut : TFU

29 cm, kemudian pemeriksaan palpasi diketahui hasil pemeriksaan Leopold

dapat diindikasikan ketuban kurang, janin tunggal hidup intrauterin. Hasil

analisis penulis dari pemeriksaan USG pada hari 20 April 2016 cairan

ketuban kurang (400 cc). Hasil diagnosis dari RSUD Ciamis diketahui bahwa

Ny. E usia 22 tahun G1P0A0 hamil 36 minggu 6 hari janin tunggal hidup

intrauterin dengan oligohidramnion dan KPD.

3. Faktor resiko

Tabel 5.2
Faktor resiko oligohidramnion
Faktor resiko Hasil
Solusio Plasenta Tidak pernah mengalami
perdarahan selmaa kehamilan
Dehidrasi Tidak, minum kurang lebih 8 gelas
Preeklampsia Tidak, TD 110/80 mmHg
Diabetes Tidak, glukosa urine (-)
Keamilan lewat waktu Tidak, 36 minggu 4 hari
KPD Ya, sisa cairan jernih
Kematian janin Hasil USG, janin tunggal hidup
intra uterin
IUGR Tidak, DJJ 160 x/menit
39

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa Ny. E diketahui bahwa ibu

tidak pernah mengalami perdarahan selama masa kehamilan. Ny. E yang

mengatakan bahwa ibu minum setiap hari kurang lebih 8 gelas, minum air

putih. Kemudian untuk memastikan kondisi ibu dilakukan pemeriksaan

ekstremitas atas diketahui kulit ibu dapat kembali kurang dari 2 detik.

Hasil pemeriksaan fisik ditemukan bahwa hasil pemeriksaan TD 110/80

mmHg, didukung dari hasil pemeriksaan penunjang tidak ada protein

urine. Hasil pemeriksaan laboratorium diketahui tidak ditemukan adanya

indikasi penyakit diabetes melitus.Berdasarkan hasil wawancara dengan

Ny. E diketahui bahwa hari pertama haid terakhir ibu adalah tanggal 03

Agustus 2015. Dari hasil hasil USG yaitu pada tanggal 20 April 2016

dimana usia kehamilan ibu adalah 36 minggu 6 hari.

Ny. E mengatakan keluar air-air, kemudian diperiksa ke dr. Nanang

Sp. OG oleh keluarganya. Dari hasil pemeriksaan diketahui TFU 29 cm.

DJJ 160x/menit, his negatif, vulva vagina tidak ada kelainan, portio tebal

lembek, ada pembukaan 1 jari sempit, tes lakmus berubah biru.

Hasil pemeriksaan USG di RSUD Ciamis dimana terlihat gerakan

janin. Dari analisis tersebut dapat dinyatakan kejadian oligohidramnion

disebabkan oleh ketuban pecah dini.


40

4. Penatalaksanaan

Hasil penelitian diketahui data dari Ruang VK RSUD Ciamis pada

tanggal 21 April 2016 pukul 20.15 menganjurkan pada ibu untuk puasa

karena rencana dilakukan SC. Pada tanggal 22 April 2016 pukul 08.10

berikan cefotaxime 1 gr dioplos dengan 5 cc aquabides, dipasang DC dan

cukur pubis. Kemudian pada pukul 12.20 dilakukan SC dengan hasil lancar.

Bayi lahir pukul 12.23 langsung menangis, kulit kemerahan, jenis kelamin

perempuan. A/S 7/9, gerakan aktif, otot kuat, BB 2750 gram, panjang badan

48 cm, LILA 11 cm LK 32 cm LD 31 cm.

Pada pukul 12.45 dilakukan pemeriksaan TD 120/80, N 82, R 24, S

36,4, TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus kurat, perdarahan 500 cc plus

air ketuban, kandung kemih diuresis 100 cc, kosong. Kemudian dilakukan

terapi Infus RL + oxy 2 ampul. Pada pukul 13.00 WIB, Ny. E dipindahkan ke

ruang nifas. Kemudian dilakukan pemantauan persalinan kala IV dengan

hasil :

COPI DISINI

Pada tanggal 22 April 2016 diberikan terapi berupa cefazoline 1 gram

3x1, ketorolac 3x1,. Kemudian pada tanggal 23 April 2016 di berikan


41

tromadol 3 x50 mg, sulfus ferusus 2x1, B compleks 2x1. Pada tanggal 24

April 2016 up infus, up DC dan pada pukul 09.00 WIB ibu diperbolehkan

pulang.

5. Komplikasi pada bayi

Tabel 5.4
Komplikasi pada bayi

Komplikasi Hasil Keterangan


Cacat Bawaan Tidak Bayi lahir dengan SC,
pemeriksaaan fisik seara head
to toe fisik bayi normal.
Keguguran Tidak Bayi lahir pada usia
kehamilan 36 minggu 6 hari
Pertumbuhan janin Tidak A/S 7/9, gerakan aktif, otot
terhambat kuat, BB 2750 gram, panjang
badan 48 cm, LILA 11 cm
LK 32 cm LD 31 cm.

Berdasarkan hasil observasi terhadap Ny. E diketahui bahwa janin yang

dilahirkan tidak mengalami komplikasi. Hal ini dapat dilihat dari Hasil

pemeriksaan fisik bayi yaitu langsung menangis, kulit kemerahan, jenis

kelamin perempuan. A/S 7/9, gerakan aktif, otot kuat, BB 2750 gram, panjang

badan 48 cm, LILA 11 cm LK 32 cm LD 31 cm.


42

C. Pembahasan

1. Penegakkan Diagnosis Oligohidramnion

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui anamnesis

diketahui Ny. E mengatakan keluar air-air, dan merasakan nyeri saat adanya

pergerakan janin. Dari pemeriksaan palpasi diketahui hasil pemeriksaan TFU

28 cm, Leopold dapat diindikasikan ketuban kurang, janin tunggal hidup

intrauterin. Hasil analisis penulis dari pemeriksaan USG pada hari 20 April

2016 cairan ketuban kurang (400 cc). Hasil diagnosis dari RSUD Ciamis

diketahui bahwa Ny. E usia 22 tahun G1P0A0 hamil 36 6 hari minggu janin

tunggal hidup intrauterin dengan oligohidramnion dan KPD.

Hal ini sesuai dengan Derek Llewellyn Jones (2002:157) yang

mengatakan bahwa oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban

kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Air ketuban berfungsi sebagai

media bagi janin untuk tumbuh dan berkembang dengan normal, penting bagi

janin untuk dapat bergerak bebas, melindungi janin dari trauma atau cedera,

menjaga stabilitas suhu tubuh janin, dan berperan dalam proses pembesaran

rongga amnion dan uterus.

Berdasarkan dari tanda dan gejala yang dirasakan oleh ibu, dapat

mengidentifikasikan bahwa ibu mengalami oligohidramnion, hal ini sesuai

dengan Wiknjosastro (2007) dimana tanda gejala oligohidramnion diantara

adanya uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada

ballotemen dan ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
43

Menurut Varney (2008) oligohidramnion adalah suatu keadaan ketika

cairan amnion sangat sedikit. Kondisi ini biasanya terjadi akibat insufisiensi

uteroplasenta. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara volume cairan

yang kecil dengan peningkatan angka kematian perinatal.

2. Faktor Oligohidramnion

a. Solusio plasenta

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Ny. E tidak memiliki

riwayat solusi plasenta pada kehamilan ini dan pada saat persalinan yang

lalu. Menurut analisis penulis, ibu yang mengalami solusio plasenta akan

berdampak pada oligohidramnion karena pertumbuhan janin akan

terganggu sehingga menurunkan produksi urin

Hal ini sesuai dengan teori Wiknjosastro (2007) yang mengatakan

bahwa solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan

antepartum. Pada setiap perdarahan antepartum dapat menyebabkan

kelainan plasenta sehingga menimbulkan pertumbuhan janin terhambat.

Pertumbuhan dan perkembangan janin yang terhambat dapat menurunkan

fungsi ginjal sehingga menurunkan produksi urin, dengan demikian

turunnya produksi urin tersebut dapat menyebabkan kekurangan cairan

atau disebut oligohidramnion.

Hasil penelitian Lumentut (2015) mengenai resiko maternal dengan

olighohidramnion menemukan bahwa tidak ada pengaruh perdarahan


44

selama kehamilan dengan kurangnya cairan amnion pada ibu bersalin.

Namun jika ditemukan air ketuban yang terlalu sedikit dapat disebabkan

oleh kondisi dimana plasenta mengalami kelainan tidak dapat memberikan

asupan darah dan nutrisi yang cukup untuk bayi. Hal ini dapat

menyebabkan masalah pada air ketuban karena air ketuban dihasilkan dari

sistem ekskresi janin melalui plasenta.

b. Dehidrasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ny. E yang mengatakan

bahwa ibu minum setiap hari kurang lebih 8 gelas, minum air putih.

Kemudian untuk memastikan kondisi ibu dilakukan pemeriskaan

ekstremitas atas diketahui kulit ibu dapat kembali kurang dari 2 detik.

Menurut analisis penulis, kejadian oligohidramnion bukan

disebabkan oleh dehidrasi, karena ibu dapat memenuihi kebutuhan cairan

selama kehamilan, hal ini tidak sesuai dengan teori seperti yang

dikemuakakan Sungkar (2013) Risiko dehidrasi dapat mengakibatkan

sejumlah gangguan yang berhubungan dengan oligohidramnion,

kontstipasi dan kesehatan selama kehamilan. Pada kehamilan trimester 2

hingga 3, komponen penting dari sistem sirkulasi dan regulator volume

cairan ketuban adalah aliran air dari cairan ketuban menuju sirkulasi fetus

melalui ketuban.
45

Hasil penelitian Lumentut (2015) mengenai resiko maternal dan

keluaran perinatal pada ibu olighohidramnion menemukan bahwa tidak

ada pengaruh dehidrasi selama kehamilan dengan kurangnya cairan

amnion pada ibu bersalin.

c. Pre-eklampsia

Dari hasil wawancara diketahui bahwa selama hamil ibu tidak

pernah mengeluh sakit kepala, atau saat bangun pagi merasa sakit kepala.

Dari hasil wawancara juga ditemukan ibu tidak pernah mengeluh nyeri

perut bagian bahwa, atau mengalami edema pada muka, tangan dan kaki.

Hal ini menunjukan ibu tidak mengalami preeklampsia, kemudian dari

data penunjang ditemukan bahwa hasil pemeriksaan TD 110/80 mmHg,

tidak ada protein urine negatif.

Walaupun dalam penelitian ini oligohidramnion bukan disebabkan

oleh preeklampsia, namun apabila ibu mengalami komplikasi kehamilan

seperti preklampsia maka akan cenderung mengakibatkan

oligohidramnion. Hal ini disebabkan adanya pengkapuran pada plasenta

yang menyebabkan aliran nutrisi ke jani berkurang sehingga janin tidak

dapat memproduksi urin. (Saifuddin, 2010)

Plasenta yang tidak normal akibat mikrotrombosis difus, akan

menurunkan aliran darah dari rahim ke plasenta. Hal tersebut akan


46

mempengaruhi kehidupan janin dan bermanifestasi secara klinis dalam

bentuk pertumbuhan janin terhambat di dalam kandungan/ rahim dan

oligohidramnion (cairan ketuban sedikit).

Hasil penelitian Lumentut (2015) menemukan bahwa insiden

oligohidramanion paling banyak ditemukan pada kelompok hipertensi

dalam kehamilan yaitu sebesar 35%..

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kejadian

oligohidramnion bukan disebabkan oleh dehidrasi selama kehamilan.

d. Diabetes

Menurut informasi yang diperoleh dari Ny. E diketahui bahwa

selama hamil sekarang ini ibu pernah diperiksa glukosa urin melalui USG,

dan hasilnya tidak ditemukan adanya indikasi penyakit diabetes melitus.

Kemudian wawancara juga ditemukan bahwa apabila ibu mempunyai luka

tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh.

Menurut analisis penulis, ibu yang menderita diabetes cenderung

akan mengalami oligohidramnion, namun pada penelitian ini berbeda

dengan teori dimana kejadian oligohidramnion bukan disebabkan oleh

diabetes. Menurut Hayley (2014) Gestational diabetes umumnya memiliki

sedikit gejala dan hal ini paling sering didiagnosis dengan pemeriksaan

selama kehamilan. Tes diagnostik tidak tepat mendeteksi kadar tinggi

glukosa dalam sampel darah.


47

Penelitian Barhava dalam (Adimerta (2014) dalam penelitiannya

menemukan hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin yang

menimbulkan diuresis osmotik. volume air ketuban trimester ketiga pada

399 kasus diabetes gestasional mencerminkan status glikemik terakhir.

Peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetik yang puasa

dibandingkan dengan kontrol non diabetik.

e. Kehamilan lewat waktu

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ny. E diketahui bahwa hari

pertama haid terakhir ibu adalah tanggal 3 Agustus 2015, kemudian

dilakukan perhitungan dengan rumus neagle bahwa usia kehamilan ibu 36

minggu 5 hari. Hal ini juga didukung dari hasil USG yaitu pada tanggal 20

April 2016 dimana usia kehamilan ibu adalah 36 minggu 5 hari. Sehingga

dengan demikian kehamilan ibu sekarang termasuk aterm.

Usia kehamilan pada penelitian ini adalah aterm, sehingga kejadian

oligohidramnion pada kasus Ny. E bukan disebabkan oleh kehamilan

lewat waktu.

Menuirut Mansjoer (2009) postmatur menunjukan atau

menggambarkan kaadaan janin yang lahir telah melampauhi batas waktu

persalinannya, sehingga dapat menyebabkan beberapa komplikasi

Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang beresiko

tinggi, di mana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Fungsi
48

plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudain

menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan

laktogen plasenta.

Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorps,

hal ini disebabkan karena pada kehamilan lewat waktu terjadi perfusi

hipotiroidisme janin tidak cukup menyebabkan cairan ketuban berkurang

dari 20% sampai 30%.

Hasil penelitian Shenker dkk dalam Adimerta (2014) menemukan

dari 80 kehamilan dan hanya sebagian kecil dari jumlah tersebut

mengalami kehamilan lewat waktu. sebanyak 34 kehamilan trimester

akhir terkomplikasi dengan oligohidramnion yang didiagnosis akibat

kehamilan post term.

f. Ketuban Pecah dini

Ny. E mengatakan keluar air-air, kemudian dari hasil pemeriksaan

di dr. Nanang Sp.OG diketahui bahwa Ny. E mengalami ketuban pecah

dini, hal ini didukung dari hasil test lakmus berubah menjadi biru.

Menurut analisis penulis, kejadian oligohidramnion disebabkan oleh

ketuban yang keluar sebelum adanya tanda-tanda inpartu, dimana ibu

sendiri tidak merasakan adanya mules-mules sehingga secara tidak sadar,

ketuban terus keluar yang mengakibatkan cairan ketuban dalam uterus

berkurang.
49

Setelah pecahnya ketuban dan mengalami kebocoran, sedikit-demi

sedikit carain amnion terus berkurang sehingga cairan amnion berkurang.

Padahal normal cairan amnion adalah 500 cc, hal ini sesuai dengan

Varney (2008) mengatakan bahwa Oligohidramnion adalah suatu keadaan

dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.

Nugroho (2012) mengatakan bahwa ketuban pecah dini adalah

keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum proses persalinan pada

pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi akhir kehamilan

maupun jauh sebelum waktu melahirkan. Komplikasi adanya pecahnya

ketuban dapat menyebabkan korioamnionitis atau radang amnion sehingga

menyebbakan rembesnya cairan amnion.

Menurut Saifuddin (2010) mengatakan terjadinya KPD adalah

terjadinya pembukaan serviks yang terlalu dini atau disebut pembukaan

prematur serviks, kemudian terjadi pemutusan atau berkurangnya sirkulasi

darah yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah yang menuju

ke selaput ketuban (devaskularisasi). Setelah itu jaringan mati (nekrosis)

sehingga jaringan ikat yang menyangga membran ketuban semakin

berkurang dan semakin melemah lalu diikuti dengan pecahnya ketuban

secara spontan.

Oligohdramnion karena ketuban pecah dini menurut Ryan (2009)

menyebutkan bahwa adanya robekan kecil pada membran kantung cairan


50

ketuban sehingga mengalami kebocoran dan dapat menyebabkan cairan

amnion dalam uterus terus berkurang. Pada awalnya Ketuban pecah dalam

persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan

berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi pe-

rubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,

bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Perubahan struktur, jumlah

sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

menyebabkan selaput ketuban pecah.

Penelitian Flack dalam Adimerta (2014) melaporkan dalam

penelitiannya wanita hamil preterm yang mengalami pecah ketuban

dengan hidrasi maternal intravena dapat meningkatkan kejadian

oligohidramnion.

Berdasarkan uraian tersebut, kejadian oligohidramnion pada Ny. E

disebabkan karena adanya kebocoran cairan amnion pada kantong selaput

ketuban sehingga menyebabkan cairan amnion berkurang.

g. Kematian janin

Berdasarkan hasil wawancara diketahui ibu masih merasakan

gerakan janin yang dirasakan dalam sehari kurang lebih 20 kali. Hal ini

ditunjang dari hasil pemeriksaan USG dimana terlihat gerakan janin.


51

Menurut analisis penulis, dapat dikatakan kejadian oligohidramnion bukan

disebabkan oleh kematian janin dalam kandungan.

Namun, menurut Mochtar (2006) Intra uterine fetal deadth (IUFD)

atau kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam kehamilan

sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas

atau berat janin 1000 gram. Janin yang mati dalam kandungan dapat

menyebabkan kurangnya cairan dalam uterus karena janin sudah tidak

memproduksi urin.

Menurut penelitian Carlson dalam Adimerta (2014) menemukan

dalam penelitiannya mengenai 49 wanita hamil yang mengalami

malformasi janin dan 6 dari mereka juga mengalami kekurangan cairan

amnion.

h. IUGR

Berdasarkan hasil pemeriksaan melalui pemeriksaan TBBJ yaitu

TFU dikurangi 11 x 135 atau 155 dengan taksiran 3100 gram kemudian

didukung dari hasil USG dimana janin masih bergerak. Satu jam segera

setelah lahir bayi ditimbang dengan hasil 2750 gram.

Perkembangan janin yang terhambat dapat mengakibatkan

gangguan atau penurunan fungsi ginjal dan penurunan produksi urin. Hal

ini sesuai dengan Ryan (2009) yang mengatakan bahwa pengurangan


52

volume air ketuban (VAK) berhubungan dengan pertumbuhan janin atau

kematian janin dalam kandungan. Hal ini disebabkan karena adanya

penurunan fungsi ginjal dan penurunan produksi urin yang dihasilkan oleh

janin.

Gangguan sirkulasi oksigen pada janin melalui plasenta dapat

menyebabkan pertumbuhan janin terlambat. Hal ini dapat meningkatkan

gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin terutama saluran oksigen

pasokan otak dan jantung dan penurunan fungsi ginjal sehingga terjadi

penurunan produksi urin.

Menurut penelitian Carlson dalam Adimerta (2014) menemukan

dalam penelitiannya mengenai 49 wanita hamil yang mengalami

malformasi janin dan terjadi 14 kematian perinatal diantara ke-49 wanita

tersebut adalah IUGR.

Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat bahwa kejadian

oligohidramnion pada Ny. E dapat disebabkan oleh ketuban pecah dini,

dan bukan disebabkan oleh solusio plasenta dehidrasi, Pre-eklampsia,

Diabetes, Kehamilan lewat waktu, Kematian janin dan IUGR

3. Penatalaksanaan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui pada tanggal 21 April 2016

pukul 20.15 menganjurkan pada ibu untuk puasa karena rencana dilakukan

SC. Pada tanggal 22 April 2016 pukul 08.10 berikan cefotaxime 1 gr dioplos
53

dengan 5 cc aquabides, dipasang DC dan cukur pubis. Kemudian pada pukul

12.20 dilakukan SC dengan hasil lancar. Bayi lahir pukul 12.23 langsung

menangis, kulit kemerahan, jenis kelamin perempuan. A/S 7/9, gerakan aktif,

otot kuat, BB 2750 gram, panjang badan 48 cm, LILA 11 cm LK 32 cm LD

31 cm. Pada tanggal 22 April 2016 diberikan terapi berupa cefazoline 1 gram

3x1, ketorolac 3x1,. Kemudian pada tanggal 23 April 2016 di berikan

tromadol 3 x50 mg, sulfus ferusus 2x1, B compleks 2x1. Pada tanggal 24

April 2016 up infus, up DC dan pada pukul 09.00 WIB ibu diperbolehkan

pulang.

Pada dasarnya penatalaksanaan persalinan dengan oligohidramnion di

ruang persalinan RSUD Kabupaten Ciamis pada intinya untuk pencegahan

infeksi dengan antibiotik, pemberian drip untuk meningkatkan kontraksi.

Setelah persalinan dilakukan asuhan yaitu pemantauan kontraksi,

perdarahan, kandung kemih, dan tanda-tanda vital. Terapi yang diberikan

diantaanya infus RL. Infus RL merupakan larutan isotoni Natrium Klorida,

Kalium Klorida, Kalsium Klorida, dan Natrium Laktat yang komposisinya

mirip dengan cairan ekstraseluler. Merupakan cairan pengganti pada kasus-

kasus kehilangan cairan ekstraselular, merupakan larutan non-koloid,

mengandung ion-ion yang terdistribusi kedalam cairan intravaskuler dan

interststel (ekstravaskuler) Indikasinya adalah untuk mengembalikan

keseimbangan elektrolit pada dehidrasi (Suryoprayogo, 2012).


54

4. Komplikasi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak terjadi komplikasi

pada ibu maupun janin, hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan fisik

dimana bayi langsung menangis, kulit kemerahan, jenis kelamin perempuan.

A/S 7/9, gerakan aktif, otot kuat, BB 2750 gram, panjang badan 48 cm, LILA

11 cm LK 32 cm LD 31 cm.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan oligohidramnion dapat

meningkatkan kemungkinan komplikasi medis bagi bayi, terutama masalah

pertumbuhan dan perkembangan janin. Menurut Maryunani (2013) gangguan

kesehatan pada kehamilan oligohidramnion adalah BBLR. Karakteristik untuk

BBLR adalah berat lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang

badan kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm. Kepala relatif

lebih besar dari badannya.


55

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai analisis kasus pada ibu

bersalin dengan oligohidramnion di RSUD Kabupaten Ciamis tahun 2016, maka

penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil diagnosis oligohidramnion pada Ny. E merasa keluar air-air dan sakit

perut apabila ada pergerakan janin

2. Faktor resiko yang berhubungan dengan oligohidramnion adalah ketuban

pecah dini.

3. Penatalaksanaan pada kasus Ny. E dengan oligohidramnion adalah sesuai

dengan protap rumah sakit.

4. Dari hasil penelitian ini tidak terjadi komplikasi baik pada ibu maupun pada

janin.

B. Saran

1. Bagi ibu hamil

Disarankan ibu hamil dapat meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya

kehamilan melalui pemeriksaan ANC ke petugas kesehatan secara rutin

minimal 4 kali selama kehamilan.

55
56

2. Bagi Bidan

Sebaiknya bidan dapat mencegah dan mendeteksi dini komplikasi kehamilan

dan persalinan melalui pelaksanaan kelas ibu hamil secara rutin, secara

proaktif bidan dapat memberikan penyuluhan pada ibu hamil tentang ANC,

tanda bahaya kehamilan dengan melibatkan suami/keluarga.

3. Rumah Sakit

Perlu dilakukan optimalisasi dalam pelayanan kebidanan khususnya ibu

bersalin dengan oligohidramnion melalui deteksi dini, pengenalan faktor

resiko dan penatalaksanaan yang optimal melalui prosedur tetap atau Standar

Operasional Prosedur (SOP).

4. Bagi Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan disarankan dapat menciptakan calon tenaga kesehatan

yang profesional melalui pengabdian masyarakat sehingga mahasiswa dapart

menrapkan atau mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam bangku kuliah

saat praktik ke lapangan.


57

DAFTAR PUSTAKA

Andonomoto, 2012 Inovasi Online Vol 5/xvii/Nov 2005 : Available from :


http//10.ppi.jepang.org/article.phb? id112

Cunningham F.G.,dkk. 2005. Obstetri Wiliams. Jakarta:EGC

Dexamedika 2007. Jurnal Kedokteran No tahun 2007.

Diane M. Fraser, 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta EGC

Kurniawati. 2009. Komplikasi Kehamilan : Oligohidramnion


http://tutorialkuliah.wordpress.com

Llewellyn Derek, Jones. 2005. Setiap Wanita. Jakarta: Delapratasa Publising.

Manuaba, IGD. 2007. Ilmun Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Jakarata: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Maryunani (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Trans Info


Media. Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT.BPSP

Renata Komalasari, dkk. 2009.buku saku kebidanan. Jakarta : EGC

Riyan, 2009. Oligohidramnion. Tersedia : http://tutorialkuliah.wordpress.com/

Saifuddin. 2010.Apakah preeclampsia itu [online] Tersedia :


http://www.bayikoo.co.id/

Sulistyoningsih, 2010. Gizi Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu. Jogjakarta

Sungkar.2013.preeklamsia pada ibu hamil. Tersedia : http://digilib.unimus.ac.id/

Suryoprayogo. 2012. Indikasi dan Indikasi dalam Farmakologi.


http://www.farmakologi.com

Varney, Helen. 2008. Buku Saku Kebidanan. Obstetri William.

W, Hayley. 2011 . Oligohydramnios. Tersedia : http://www.patient.co.uk


58

Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai