Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN SEMINAR KASUS MATERNITAS MAKALAH ASUHAN

KEPERAWATAN PADA NY. W (28 TAHUN) P1A0H1 POST


SECTIO CAESAREA DI RUANG RAWAT KEBIDANAN
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

KELOMPOK U2

Putri Indah Permata 2141312081


Choriati Nuormanisa 2141312040
Rahtu Suzi Amelia 2141312079
Afifah mardatilah 2141312077
Uthari Chintya Dewi 2141312062
Rahmah Er Ramadhani 2141312082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya yang selalu
dicurahkan kepada seluruh makhlukNya. Salawat serta salam dikirimkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan hidayahNya, penulis telah dapat
menyelesaikan makalah seminar kasus ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. W (28
Tahun) P1A0H1 Post Sectio Caesarea Atas Indikasi Ologohidromnion + IUGR”

Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Ibu Ns. Yelly Herien, S.Kep,
M.Kep sebagai pembimbing yang telah dengan telaten dan penuh kesabaran membimbing kami
dalam menyusun Laporan Ilmiah Akhir ini. Selain itu saya juga mengucapkan terima kasih pada
Perawat di Ruang Kebidanan Lantai II RSUP M.Djamil Padang yang telah membantu, menerima
dan memimbing penulis selama melakukan praktek.

Besar harapan penulis makalah ini dapat memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dalam keperawatan yang bisa bermanfaat nantinya. Penulis menyadari bahwa
Makalah Seminar Kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
Laporan Ilmiah Akhir ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga Laporan Ilmiah Akhir ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Padang, 27 November 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah (normal) dan bukan proses patologi
tetapi kondisi normal dapat menjadi patologi atau abnormal. Persalinan adalah proses dimana
bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika
prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit.
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan indikator
yang sangat sensitif terhadap upaya pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan
bayi baru lahir perinatal dan neonatal. Angka Kematian Bayi adalah angka yang
menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup pada
tahun tertentu.
Oligohidramnion merupakan suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu
500 ml yang mempunyai resiko terjadinya gawat janin maupun infeksi.5 Terdapat insiden
oligohidramnion sekitar 3,9 % dari seluruh kehamilan, namun estimasi sekitar 12 % dari
kehamilan usia 40 minggu atau lebih. Di RSUD Cimacan terdapat 18 kasus kejadian
oligohidramnion.
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa keadaan
berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obsrtuksi saluran
traktus urinarius janin atau renal agenesis. Sebab oligohidramnion secara primer karena
pertumbuhan amnion yang kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini.
Oligohidramnion mempunyai hubungan erat dengan mortalitas dan morbiditas perinatal.
Kurangnya cairan ketuban tentu saja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan dapat
mengakibatkan kondisi gawat janin dan bisa menyebabkan kematian janin. Efek lainnya
janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran kemih, pertumbuhannya
terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan. Sesaat setelah dilahirkan pun, sangat
mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara spontan dan teratur.
Oligohidramnion dapat terjadi dimasa kehamilan trimester pertama dapat menekan organ-
organ janin dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.
Oligohidramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatkan resiko
keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika oligohidramnion
terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan
pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamilan, oligohidramnion dapat
meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari
memutuskan saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin.
Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya. Jika
terjadi pada trimester II, 80-90% akan mengakibatkan mortalitas. Bila terjadi pada kehamilan
lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal dan kering.1
Dengan demikian bila bidan menghadapi kecurigaan terhadap oligohidramnion maka
merujuk pasien merupakan sikap yang paling tepat.
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dan
memaparkan dalam sebuah makalah seminar kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada Ny. W (28 Tahun) P1A0H1 Post Sectio Caesarea Atas Indikasi Ologohidromnion +
IUGR”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep dasar teoritis sectio caesarea dengan inidikasi olighidromnio + IUGR
menurut tinjauan kepustakaan?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea inidikasi
olighidromnio + IUGR secara teoritis?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea di ruang rawat
gynekologi RSUP DR. M. Djamil Padang mulai dari tahap pengkajian, diagnose,
perencanaan intervensi, pengimplementasian, hingga evaluasi?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker ovarium.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian keperawatan pada pada pasien dengan section caesarea
b. Mampu menegakkan diagnose keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
c. Mampu menentukan intervensi keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
d. Mampu memberikan implementasi keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
e. Mampu memberikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teoritis Penyakit


A. Oligohidromnion
1. Definisi
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc. Oligohidramnion kurang
baik untuk pertumbuhan janin karena pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan
antara janin dan amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim.
Oligohidramnion di definisikan sebagai volume cairan ketuban <200/<500 ml atau
indeks cairan ketuban <5cm.
Jika produksinya semakin berkurang, disebabkan beberapa hal diantaranya:
insufisiensi plasenta, kehamilan post term, gangguan organ perkemihan-ginjal, janin
terlalau banyak minum sehingga dapat menimbulkan makin berkurangnya jumlah air
ketuban intrauteri “oligohidramnion” dengan kriteria :
 Jumlah kurang dari 500 cc
 Kental
 Bercampur mekonium
Oligohidramnion jarang dijumpai, yang paling penting diperhatikan adalah pada
kehamilan serotinus. Pada keadaan ini, sejak usia kehamilan 39 minggu telah terjadi
pengeluaran meconium sebanyak 14%. Semakin tua kehamilan semakin tinggi
pengeluaran meconium di dalam air ketubannya. Usia kehamilan 42 minggu menjadi
30% dan diikuti dengan jumlah air ketuban yang semakin berkurang. Air ketuban
kurang dari 500 cc atau indeks cairan amnion kurang dari 5 cm, terjadi pada 12%
dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu atau lebih.

Oligohidramnion memengaruhi umbilicus sehingga menimbulkan gangguan aliran


darah menuju janin serta menimbulkan asfiksia intrauterine. Air ketuban yang kental
akan diaspirasi dan menambah kejadian asfiksia neonatorum. Oligohidramnion akan
menimbulkan tekanan fisik pada janin sehingga terjadi deformitas tepat di tempat
yang terkena tekanan langsung dengan dinding uterus.

2. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa
keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan
dengan obsrtuksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis. Sebab
oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion yang kurang baik,
sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini.

Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya.
Penyebab oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan
bocornya kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.
Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat
bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang
diproduksi janin berkurang.

Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan


oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada
plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah
tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme inhibitor
(misalnya captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan
oligohydramnion parah dan kematian janin.
i. Jika dilihat dari segi Fetal, penyebabnya bisa karena :

 Kromosom

 Kongenital

 Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim

 Kehamilan postter

 Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

ii. Jika dilihat dari sisi Maternal, penyebabnya :

 Dehidrasi

 Insufisiensi uteroplasental

 Preeklamsia

 Diabetes

 Hypoxia kronis

Menurut Sinclair (2009) oligohidramnion dapat disebabkan oleh:


a. Insufisiensi plasenta pada pertumbuhan janin terhambat. Berdasarkan teori
Benson, 2008 waktu paling aman untuk persalinan ialah 39-41 minggu. Setelah
minggu ke 41, terdapat peningkatan mortalitas secara tetap (misalnya
insufisiensi plasenta).

b. Obstruksi ginjal janin atau agenesis yang menyebabkan produksi urin berkurang
dan mencegah masuknya urin kedalam rongga amnion sehingga menurunnya
cairan ketuban.

c. Kebocoran cairan yang kronis yang menyebabkan berkurangnya cairan ketuban.

3. Patofisiologi

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan


dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter
dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan
gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban
yang sedikit).

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru
lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan
dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter).
Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh
menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi
abnormal.

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-


paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah
gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal
bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal
gagal berfungsi.

Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air


kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari
sindroma Potter.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah
kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban pecah,
kehamilan postterm, insufiensi plasenta dan obat-obatan (misalnya dari
golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering
menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih dan
kelainan kromosom.

Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan hipoksia


janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu mekanisme
redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah
ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion.
a. Gambaran klinis

 Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.

 Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

 Sering berakhir dengan partus prematurus.

 Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima


dan terdengar lebih jelas.

 Persalinan berlangsung cukup lama karena kurangnya


cairan ketubanyang mengakibatkan persalinan menjadi cukup lama.

 Sewaktu his akan sakit sekali.

 Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan


tidak ada yangkeluar.
b. Diagnosis

1) Anamnesis

 Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan janin.

 Sewaktu his terasa sakit sekali.

2) Pemeriksaan fisik

 Inspeksi : Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
 Palpasi

 Molding : uterus mengelilingi janin

 Janin dapat diraba dengan mudah

 Tidak ada efek pantul pada janin

 Auskultasi : Bunyi jantung sudah terdengar mulai bulan


kelima danterdengar lebih jelas.
4. Pemeriksaan penunjang

Menurut Manuaba (2015) untuk mendiagnosis oligohidramnion, dapat


mempergunakan ultrasonografi yang dapat menentukan:

 Jika air ketuban kurang dari 500 cc.

 Amniotic fluid index (AFI) kurang dari 5 cm.

 AFI kurang dari 3 cm disebut moderate oligohidramnion

 AFI kurang dari 1-2 cm disebut severe oligohidramnion.

Gambar 6. Pengukuran volume cairan amnion

Indeks cairan amnion (AFI) dihitung dengan membagi uterus menjadi empat
kuadran dan meletakan tranduser di perut ibu sepanjang sumbu longitudinal.
Dilakukan pengukuran garis tengah vertical kantong cairan amnion yang paling
besar di masing-masing kuadran dengan tranduser diletakan tegak lurus terhadap
lantai. Hasil pengukuran dijumlah dan dicatat sebagai AFI. Nilai normal AFI untuk
kehamilan normal dari 16 hingga 42 minggu tercantum di apendiks B, “table acuan
ultrasound”. Indeks cairan amnion cukup andal untuk menentukan normal atau
meningkatnya cairan amnion, tetapi kurang akurat untuk menentukan
oligohidramnion. Bebrapa faktor mungkin mempengaruhi indeks cairan amnion,
termasuk ketinggian, dan pembatasan cairan ibuatau dehidrasi.

Prosedur pelaksanaan indeks cairan amnion (AFI)

 Atur pada posisi telentang dan sedikit miring ke kiri

 Identifikasi keempat kuadran pada abdomen ibu

 Lakukan pemidaian dengan tranduser diletakan tegak


lurus longitudinal terhadap tulang belakang ibu
 Ukur kedalaman vertical kantung jernih cairan amnion
yang terbesar pada masing-masing kuadran.

5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif
Penatalaksanaan pada ibu dengan oligohidramnion yaitu :

 Tirah baring

 Hidrasi dengan kecukupan cairan

 Perbaikan nutrisi

 Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)

 Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan


amnion

 Amnioinfusion yaitu suatu prosedur melakukan infus


larutan NaCl fisiologis atau ringer laktat ke dalam kavum uteri untuk
menambah volume cairan amnion.
b. Penatalaksanaan aktif

Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan


aktif dengan cara induksi persalinan. Induksi persalinan adalah dimulainya
kontraksi persalinan awitan spontan dengan tujuan mempercepat persalinan.
Induksi dapat diindikasikan untuk berbagai alasan medis dan kebidanan.
Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan aktif
dengan cara induksi persalinan atau penanganan ekspektatif dengan cara
hidrasi dan pemantauan janin, dan atau USG reguler untuk menilai volume
cairan amnion. Ketika kedua pilihan tersedia, penanganan aktif adalah
pendekatan yang umum dilakukan pada wanita hamil aterm dengan atau
tanpa faktor resiko pada ibu atau fetus.

Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin,


dokter mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin
melalui leher rahim kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi
selama persalinan dan kelahiran juga menghindari persalinan lewat operasi
caesar. Studi menunjukan bahwa pendekatan ini sangat berarti pada saat
dilakukan monitor terhadap denyut jantung janin yang menunjukan adanya
kesulitan. Beberapa studi juga menganjurkan para wanita dengan
oligohydramnion dapat membantu meningkatkan jumlah cairan ketubannya
dengan minum banyak air. Juga banyak dokter menganjurkan untuk
mengurangi aktivitas fisik bahkan melakukan bedrest.

C. SECTIO CAESAREA
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak pada dinding
abdomen dan uterus. Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
2. Jenis-jenis Sectio Caesarea
 Sectio Caesarea klasik/korporal yaitu dengan melakukan sayatan vertical
sehingga memungkin ruangan yang lebih baik untuk jalan keluar bayi.
 Sectio Caesarea Ismika/Profundal (low servical dengan insisi bawah Rahim).
Dilakukan dengan sayatan melintang konkat pada segmen bawah Rahim.
 Sectio Caesarea ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneumparietalis
dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
 Sectio Caesarea vaginal Hiterektomi caesarian.
3. Indikasi
Indikasi dari Sectio Caesarea menurut Rasyidi (2009) , yaitu :

1) Indikasi mutlak
a) Indikasi ibu
 Panggul sempit absolut
 Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi.
 Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruks
 Stenosis serviks atau vagina
 Plasenta previa
 Disproporsi sefalopelfik
 Rupture uteri

b) Indikasi janin
 Kelainan letak
 Gawat janin
 Propapsus plasenta
 Perkembangan bayi yang terhambat
 Mencegah hipoksia janin misalnya karena preeclampsia
 Bayi besar (BBL lebih dari 4.2 kg).
4. Etiologi Sectio Caesarea
Tidakan Sectio Caesarea dilakukan apabila tidak memungkinkan dilakukan
persalinan pervaginam karena mempunyai resiko pada ibu dan janin. Dengan
pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan Sectio Caesarea seperti proses persalinan
lami/ kegagalan proses persalinan normal.
5. Dampak Sectio Caesarea
Operasi sectio caesarea akan memberikan dampak bagi ibu dan bayi, nyeri yang
hilang timbul yang terjadi karena dilakukan pembedahan pada dinding abdomen dan
dinding Rahim. Nyeri ini tidak hilang hanya dalam satu hari. Sehingga hal ini
memberikan dampak seperti mobilisasi terbatas, bounding attachment (ikatan kasih
sayang) terganggu/ tidak terpenuhi, ADL terganggu pada ibu dan akibatnya nutrisi
bayi berkurang sebab tertundanya pemberian ASI sejak awal, selain itu juga
mempengaruhi inisiasi menyusui dini (IMD) yang akan mempengaruhi daya tahan
tubuh bayi yang dilahirkan secara section caesarea.

D. Postpartum
1. Definisi Postpartu
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta
keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan
(Suherni, 2009). Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut
masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah
masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ- organ reproduksi sampai kembali ke
keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
2. Adaptasi Postpartum

a. Infolusi uterus

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,


proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-
kira 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang
lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24
jam. Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis.

Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2
minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan
esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus
selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormone menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil

b. Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi


lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan
membantu hemostasis. Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau
intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah
lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.

d. Adaptasi Psikologis

Menurut Hamilton adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase
yaitu :
 Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkandimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan.
 Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
 Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama
fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang
membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat
istirahat dengan baik
 Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem
keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh
pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan
seksualnya telah dilakukan kembali.

3. Manifestasi klinis postpartum


Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-
kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2004)

a. Sistem reproduksi
1) Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi
otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan
uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-
60gr. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormone menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.
Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat
dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis. Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus
bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan
segera setelah plasenta lahir.

3) Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular
dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan
bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan
pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
menjadi karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai
pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat
plasenta.

4) Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra
terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik.
Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari
darah lama, serum, leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi
lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea alba mengandung leukosit,
desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6
minggu setelah bayi lahir.

5) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap
edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.

6) Vagina dan perineum


Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada
wanita nulipara

b. Sistem endokrin
1) Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol,
serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan.
Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa
puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun secara mencolok
setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan
pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang
terakumulasi selama masa hamil.

2) Hormon hipofisi
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita
menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-
stimulating hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui
di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar
prolactin meningkat (Bowes, 1991).

c. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hamil.

d. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum
hamil.

e. Sistem cerna
1) Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dankeletihan,
ibu merasa sangat lapar.
2) Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
3) Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan.

f. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara
selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionic gonadotropin,
prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.

1) Ibu tidak menyusui


Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak
menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan
pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum
bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan,
dan hangat jika di raba.
2) Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba
hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar
48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.
g. Sistem kardiovaskuler
1) Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran
cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan
volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi
perpindahan normal cairan tubuh yang menyebapkan volume darah
menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi
lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum
lahir.
2) Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena
darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tibatiba kembali ke
sirkulasi umum (Bowes, 1991).
3) Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam
keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan
darah sistol maupun diastol dapat timbul dan berlangsung selama sekitar
empat hari setelah wanita melahirkan (Bowes, 1991).
h. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan
adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma
yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.

i. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup
hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan
pusat berat ibu akibat pemsaran rahim.
j. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut
akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan
panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang seluruhnya.

2. Landasan Teorits Asuhan Keperawatan


Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Post Operasi Sectio
Caesarea dengan Indikasi Oligohidramnion hendaknya dilakukan secara komperhensif
dengan menggunakan proses keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh
melalui anamnesa pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Biodata
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nama penanggung jawab,
hubungan dengan klien, pekerjaan penanggung jawab, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama di kumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi
keperawatan dan Mengambarkan kondisi kehamilan selama di rumah atau
sebelum di lakukan tindakan section caesarea, biasa pada klien
oligohidromnion di temukan adanya keluar lendir bercampur darah,
keluarnya cairan ketuban pervagina secara sepontankemudian tidak di
ikuti tanda tanda persalinan, sebelum melakukan operasi section caesarea.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan klien saat di lakukan pengkajian pada klien post operasi
section caesarea di temukan adanya rasa nyeri pada luka operasi, pusing,
mual dan muntah setelah operasi.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah menderita penyakit
yang sama pada kehamilan sebelumnya, apakah sebelumnya klien pernah
mengalami penyakit CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), pre eklamsi
berat, ketuban pecah dini, riwayat Section Caesarea, bayi kembar, faktor
hambatan jalan lahir, dan letak sungsang. Faktor predisposisi, Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya tidak terdapat angota keluarga
menderita penyakit yang berkaitan dengan oligohidramnion, tetapi
terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita penyakit
keturunan seperti hipertensi, diabetes militus, jantung dan penyakit
menular seperti TBC.
f. Riwayat ginekologi dan menstruasi
1) Riwayat menstruasi
Usia pertama kali haid, lamanya haid, siklus haid, banyaknya darah,
keluhan saat haid.
2) Riwayat perkawinan
Usia saat menikah, dan pernikahan ke berapa bagi klien dan suami
3) Riwayat keluarga berencana
Jenis kontrasepsi yang di gunakan sebelum hamil, waktu dan lama
nya, rencana kontrasepsi yang akan di gunakan.
g. Adaptasi psikososial
1) Fase taking in
Selama 1-2 hari pertama, dependensi sangat dominasi pada ibu dan
ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah
melahirkan akan menangguhkan keterlibatanya dalam tanggung
jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayai kepada orang
lain dan ibu akan lebih menigkatkan kebutuhan akan nutrisi dan
istirahat. Menunjukan kegembiraan yang sangat, misalnya
menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
tidakkenyamanan.
2) Fase taking hold
Fase taking hold adalah: Ibu sudah menunjukan perluasan fokus
perhatianya yaitu dengan memperlihatkan bayinya, Ibu mulai tertarik
melakukan pemeliharaan pada bayinya, dan ibu mulai terbuka untuk
menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya.
3) Fase letting go
Merupakan suatu kemajuan menuju peran baru, ketidak
ketergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih menigkat, dan
mampu mengenal bayinya terpisah dari dirinya.

h. Pola pola fungsi kesehatan


1) Pola Aktivitas
Pada pasien post section caesarea klien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya, tidak membutuhkan tenaga banyak, klien cepat
lelah, pada klien post operas section caesarea di dapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan Nyeri.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien post operasi sectio caesarea biasanya terjadi penigkatan
nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola Eliminasi
Pada klien post operasi sectio caesarea hari pertama klien terpasang
kateter, dan hari kedua biasanya klien sudah mobilsasi, klien dengan
post operasi sering terjadi konstipasi karena peristaltik usus belum
bekerja secara optimal.
4) Istirahat dan tidur
Pada klien post section caesarea terjadi perubahan pola istirahat dan
tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri pada luka post
operasi di abdomen.
5) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada luka post operasi, dan nyeri
perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif terjadinya kurang
pengetahuan merawat bayi, mobilisasi, dan proses penyembuhan
luka.
6) Pola reproduksi
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat, karena adanya proses
persalinan dan masa nifas.

3. Pemeriksaan fisik

a. Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat


adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
b. Mata
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion
biasanya di temukan pada pemeriksaan mata, konjungtiva anemis, karena
proses persalinanyang mengalami perdarahan.
c. Leher
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion
biasanya tidak di temukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran
kelenjar limfe, dan pembesaran vena jugularis.
d. Telinga
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion
Biasanya bentuk telingga simetris, bagaimana kebersihanya, tidak
ditemukan cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion
biasanya ditemukan hari pertama klien menggunakan pernapasan cuping
hidung.
f. Dada
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion
biasanya ditemukan adanya pembesaran payudara, adanya hiper
pigmentasi areola mamae dan papila mamae, adanya pengeluaran ASI,
payudara teraba padat dan bengkak.

g. Abdomen
Pada klien Post Sectio caesarea di lakukan pemeriksaan inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi, biasanya pada saat inspeksi adanya bekas
luka operasi, warna kulit sekitar luka memerah atau sama dengan warna
kulit lain, pada auskultasi pada hari ke3 biasanya bising usus sudah mulai
terdengar, pada palpasi, biasanya perut teraba keras di sekitar atas simpisis
pubis.pada perkusi biasanya tympani.
h. Genitalia
Biasanya pada klien post operasi Section Caesarea, Mengeluarkan darah
campur lendir dan mengeluarkan lochea
i. Ekstermitas
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion
adanya kelainan- kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
j. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post operasi Section Caesarea tekanan
darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan masalah keperawatan Sectio Caesarea Secara teori menurut NANDA,
2015:
1. Menyusui tidak efektif
2. Nyeri akut
3. Kerusakkan integritas jaringan
4. Defisit perawatan diri
5. Resiko infeksi
6. Konstipasi
C. Intervensi

No Diagnosa keperawatan NOC NIC


1. Menyusui tidak efektif NOC : Breastfeeding assistance:
- Fasilitasi kontak ibu dengan bayi sering
- Keberhasilan menyusui bayi mungkin (maksimal per 2 jam)
- Monitor kemampuan bayi untuk menghisap
- Dorong orang tua untuk meminta perawat
Kriteria Hasil :
untuk menemani saat menyusui sebanyak 8-
- Dipertahankan skala cukup adekuat di 10 kali/hari
tingkatkan ke sekala sepenuhnya adekuat - Sediakan kenyamanan dan privasi selama
menyusui
- Dorong ibu untuk tidak membatasi bayi
menyusu
- Monitor integritas kulit sekitar putting
- Instruksikan perawatan putting untuk
mencegah lecet
- Diskusikan penggunaan pompa ASI kalau
bayi tidak mampu menyusu
- Monitor penigkatan pengisian ASI
- Jelaskan penggunaan susu formula hanya
jika di perlukan
- Instruksikan ibu untuk makan makanan
bergizi selama menyusui
- Dorong ibu minum jika merasa haus
- Anjurkan ibu untuk memakai Bra yang
nyaman, terbuat dari cooton dan
menyokong payudara.
- Dorong ibu untuk melanjutkan laktsi

2. Nyeri akut NOC : Manajemen nyeri :


- Kaji tingkat nyeri secara komprehensif
- Control nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
- Tingkat nyeri frekuensi, kualitas
- Observasi reaksi nonverbal dari
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan.
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik
- Di pertahankan sekala jarang menunjukan untuk mengetahui pengalam nyeri klien
nyeri di tingkatkan sekala tidak sebelumnya.
menunjukan nyeri - Kontrol lingkungan yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
- Di pertahankan nyeri yang ringan di kebisingan.
tingkatkan pada nyeri yang tidak ada - Kurangi presipitasi nyeri.
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
- Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
- Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
- Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
- Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
- Cek program pemberian analgetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
- Cek riwayat alergi.
- Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
- Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
- Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
- Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
3. Kerusakkan integritas jaringan NOC Perawatan luka:

- Integritas jaringan: kulit dan membran - Ukur luas luka yang sesuai
mukosa - Bersihkan dengan normal saline atau
- Penyembuhan luka primer pembersih yang tidak beracun
- Keparahan infeksi - Berikan rawatan insisi pada luka, yang di
perlukan
- Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
Kriteria Hasil :
- Berikan balutan yang sesuai dengan luka
- Pertahankan tehik balutan steril ketika
- Di pertahankan pada skala cukup terganggu melakukan perawatan luka
jarang di tingkatkan skala ke tidak - Ganti balutan sesuai dengan jumlah
terganggu drainase
- Periksa luka setiap ganti balutan
- Di pertahankan pada penyembuhan yang - Dorong cairan
sedang di tingkatkan ke penyembuhan yang - Anjurkan pasien dan anggota keluarga pada
besar prosedur perawatan luka
- Anjurkan pasien dan keluarga untuk
- Di pertahankan pada skala sedang di mengenal tanda dan gejala infeksi
tingkat kan ke skala tidak ada
4 Defisit perawatan diri NOC : Self Care assistane : ADLs
- Monitor kemempuan klien untuk perawatan
Self care : Activity of Daily Living (ADLs) diri yang mandiri.
- Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat
Kriteria hasil :
bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
Di pertahankan cukup terganggu, di berhias, toileting dan makan.
tingkatkan ke tidak terganggu - Sediakan bantuan sampai klien mampu
secara utuh untuk melakukan self-care.
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal sesuai kemampuan
yang dimiliki.
- Dorong untuk melakukan secara mandiri,
tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
- Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
5 Risiko infeksi NOC : NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
- Status imun - Batasi pengunjung bila perlu
- kontrol resikol - Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
Kriteria Hasil :
berkunjung meninggalkan pasien
- Di pertahankan pada banyak terganggu, di - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
tingkatkan ke tidak terganggu tangan
- Di pertahankan pada jarang menunjukan di - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tingkatkan ke sering menunjukkan tindakan kperawtan
- Gunakan sarung tangan sebagai alat
pelindung
- Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuairesep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi

6. Konstipasi NOC: Constipation / impaction

- Fungsi Gastroinestinal - Identifikasi faktor-faktor yangmenyebabkan


- Kontinensi usus konstipasi
- Monitor tanda-tanda
Kriteria Hasil : rupturebowel/peritonitis
- Jelaskan penyebab dan
- Di pertahankan secara konsisten rasionalisasitindakan pada pasien
menggeluarkan feses - Konsultasikan dengan dokter
- Di pertahankan sedikit terganggu di tentangpeningkatan dan penurunan
bisingusus
tingkatkan tidak terganggu
- Kolaburasi jika ada tanda dan
gejalakonstipasi yang menetap
- Jelaskan pada pasien manfaat diet(cairan
dan serat) terhadap eliminasi
- Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggiserat
- Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
- Sediakan privacy dan keamananselama
D. Implementasi

Setelah rencanatindakan di susun maka untuks elanjutnya adalah pengolahan data


dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah
disusun tersebut. Dalam pelaksanaan implementasi maka perawat dapat melakukan
observasi atau da pat mendiskusikan dengan klien atau keluarg atentang tindakan yang
akan kita lakukan.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakukan
dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa dan planning).
Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan kep
erawatan yang harus dimodifikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS

I. PENGKAJIAN
Hari/ tanggal : 23/11/2021
Oleh : ..................................
A. Identitas
Pasien Penanggung Jawab :
Nama : Ny. W
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Batusangkar
Tanggal Partus : 23 November
Jenis Partus : Sectio Caesarea
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada area bekas luka jahitan dan ASI belum
keluar semenjak kelahiran bayinya.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. W dengan status obstecric G1P0A0H0, klien masuk RSUP Dr.Djamil
Padang atas rujukan dari RSIA Sayang Ibu Batusangkar karena berat badan janin
< 2.500 kg tetapi usia janin sudah mencapai hari perkiraan lahir (HPL). Klien juga
mengatakan air ketuban sedikit. Saat dikaji pada hari selasa 23 November 2021
saat malam kelahiran bayi, ibu mengatakan nyeri di uterus pada area bekas jahitan
SC dengan skala nyeri 6, nyerinya seperti tersayat dan ngilu saat digerakkan. Ibu
hanya terbaring tidak bisa miring kiri dan kanan karena nyeri. Ibu juga
mengatakan ASI susah untuk dikeluarkan, puting terlihat datar hampir sama
dengan areola. Ibu mengatakan saat ini bayinya masih di inkubator karena bayi
lahir dengan berat badan rendah dengan BB : 1.600 kg dan PB : 41 cm. APGAR
SCORE : 7-9, tidak tampak air ketuban, letak kepala keluar terlebih dahulu, dan
plasenta melilit 2x dileher bayi.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan ada riwayat Hipertensi saat Trimester ke II.

C. Riwayat Obstetri G? P ? A ?
No L/P Usia BBL Cara Penolong ASI Komplikasi
Lahir Persalinan
1 Perempuan 1 hari 1.600 gr SC Dokter Fortifikasi
ASI
2
Dst

D. Riwayat Kehamilan Sekarang


1. Gangguan pada hamil muda
Pada saat hamil klien sering mengalami gejala mual muntah, pada
Trimester I, muntah sering pada pagi hingga malam. Pada Trimester ke II ibu
mengalami penurunan nafsu makan, ibu hanya mengkonsumsi susu + roti tanpa
diimbangi dengan makanan yang berprotein dan sayur-sayuran.
2. Tempat memeriksakan kehamilan
Klien memeriksa kehamilan biasanya di RSIA Sayang Ibu. Pada saat
trimester II ibu konsul 1 kali dan trimester ke III konsul III kali ke dokter
kandungan.
3. Obat yang diberikan
Tablet Fe
4. Nutrisi selama hamil
Selama hamil klien rutin mengkonsumi susu ibu hamil, buah-buahan dan
porsi makan berkurang saat trimester ke II jarang mengkonsusmsi protein hewani
dan sayur-sayuran.

E. Riwayat persalinan
1. Jenis persalinan : SC
2. Lama persalinan : ± 1 jam
3. Jumlah perdarahan : ± 250 cc
4. Keadaan umum : Compos Mentis (GCS = 15)
F. Riwayat Kontrasepsi
1. Jadi akseptor / tidak : Tidak
2. Jenis kontrasepsi : Akan dikonsultasikan dengan dokter mengenai alat
3. Lama :-
4. Keluhan selama menjadi akseptor : Tidak ada
G. Data Psikologis
1. Empati Sensitivitas terhadap Isyarat Bayi : Ibu ingin bertemu dengan bayinya
karena saat bayi lahir ibu belum melihat bayinya
2. Respon ibu ketika bayi menangis : Perasaan ibu bayi senang dan terharu
mendengarkan suara bayinya
3.Konsep diri
a. Kepuasan ibu terhadap kelahiran : Klien merasa puas dengan kelahiran
bayinya karena bayinya dapat lahir dengan selamat dan sehat. Namun ibu
belum bertemu dengan bayinya.
b. Penerimaan diri ibu : Klien menerima perannya sebagai ibu dengan
senang hati karena ini anak pertamanya setelah 10 bulan menikah.
c. Harga diri :
1) Perubahan apa yang ibu rasakan setelah mengalami persalinan :
Setelah persalinan klien merasa nyeri pada daerah luka bekas SC dan
perut terasa melebar
2) Apakah ada hal penting yang dipikirkan saat ini : Ibu cemas karena
belum bertemu dengan bayinya sampai saat ini
3) Kesesuaian antara harapan dan kenyataan : Klien berharap saat
persalinan dapat melahirkan dengan normal, namun karena keadaan
berat badan janin kurang dari normal dan air ketuban sedikit
sehingga klien disarankan persalinan dengan tindakan SC. Namun
klien tetap bersyukur karena klien dan bayi selamat dan dalam
keadaan sehat.
4) Sikap ibu terhadap persalinan dan merawat bayi : Klien terlihat
senang ketika bayinya lahir dan terharu ketika mendengar suara
bayinya karena klien dan suami sudah menanti-nantikan kelahiran
bayinya. Namun ibu tampak sedih karena bayinya dirawat di NICU
karena bayi harus di inkubator.
4. Pengalaman melahirkan: Bagaimana persepsi ibu terhadap pengalaman
melahirkan ?
Klien mengatakan persalinan terasa menegangkan karena baru pertama
kalinya melahirkan anak.
5. Kecemasan.
a. Apa respon ibu jika bayi sakit : Ibu tampak sedih karena bayinya harus
di inkubator sehingga membuat ibu cemas
b. Perilaku ibu saat bayi sakit : ibu makan dan berusaha menghabisakan
makanan yang disediakan di Rumah Sakit
6. Depresi
a. Apakah ibu tampak diam dan menarik diri : Tidak
b. Apakah ibu tampak menangis : Tidak
7. Konflik peran.
a. Apakah ibu menerima peran sebagai ibu : Ya
b. Bagaimana dengan pekerjaan ibu : Ibu sebagai wiraswasta sekaligus
sebagai Ibu Rumah Tangga, sehingga klien dapat merawat bayinya dengan
baik.
c. Bagaimana menjalankan tugas sebagai istri : Klien tetap dapat
menjalankan tugas sebagai istri seperti biasanya, untuk merawat bayi klien
dibantu oleh suaminya
8. Dukungan Sosial ( suami dan keluarga)
Klien mengatakan suami dan keluarganya sangat mendukung kelahiran
anak pertamanya ini.
9. Bonding Attachment: score gray

H. Pemenuhan kebutuhan dasar


a. Nutrisi : Klien makan 3x sehari dan mengalami penurunan nafsu makan. Di
pagi hari klien biasanya sarapan susu + roti, di siang dan malam hari klien makan
nasi putih dengan lauk pauk dan sayur, makan nasi kadang minum susu dan roti
saja
b. Eliminasi : Klien tidak mengalami masalah dalam BAB dan BAK. BAB klien
1x / hari dengan konsistensi padat dan berwarna kuning kecoklatan. BAK 5-6x /
hari berwarna kekuningan dan tidak ada darah.
c. Oksigenasi : Klien tidak terpasang oksigen dan tidak mengeluh sesak nafas (P :
21x /menit)
d. Aktivitas dan Istirahat : Klien sedikit kesulitan untuk beraktivitas atau bergerak
karena nyeri pada luka jahitan yang dirasakan, pada saat beraktivitas klien dibantu
oleh perawat
e. Pola Tidur : Klien sedikit kesulitan untuk beraktivitas atau bergerak karena
nyeri pada luka jahitan yang dirasakan, pada saat beraktivitas klien dibantu oleh
suami.
f. Seksualitas : Tidak DIKAJI
I. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Compos Mentis (GCS = 15), kesadaran : sedang
TTV : TD : 110/70 mmHg
N : 82 x/i
S : 37’C
P : 19 x/i
2. Mata : Konjungtiva anemis (-) / sclera (-)
3. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
4. Dada/ mammae
a. Inspeksi : Payudara tampak bersih dan simetris kiri-kanan, Areola
hiperpigmentasi, puting terlihat datar hampir sama dengan areola, tidak
ada massa abnormal.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, kolostrum sudah keluar
5. Abdomen
a. Inspeksi : Inspeksi : bulat bergelembir, bersih, striae (-), stretch mark
tampak pada bagian bawah perut, hiperpigmentasi (-), linea nigra (+)
b. Palpasi : nyeri tekan (-), TFU = 2 jari di bawah umbilikus, kontrasi (-),
luka post op 0.5x12 cm, keadaan luka : baik, bersih, tidak ada pus,
massa (-).
c. Auskultasi : Bising usus (+)
6. Genetalia
a. Vagina : jenis lokhea : rubra
jumlah : pembalut penuh setelah ± 12 jam
konsistensi : darah tidak menggumpal
b. Perineum : utuh
7. Ektrimitas
a. Edema : Tidak ada
b. Tanda Homan : Normal
c. Infus : RL 500 cc (20 tetes/ menit)
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tanggal : 24/11/2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13,4 g/dL 12.0 - 14.0
Leukosit 25,87 103/mm3 5.0 - 10.0
Hematokrit 37 % 37.0 - 43.0
Trombosit 249 103/mm3 150 – 400
MCV 86 fL 82.0 – 92.0
MCH 31 pg 27.0 – 31.0
MCHC 36 % 32.0 – 36.0
RDW-CV 13,6 % 11.5 – 14.5

K. Tindakan yang dilakukan


1. Jenis tindakan : SC
2. Tanggal : 23/11/2021
L. Terapi obat
IVFD RL 500cc, 20 tetes / menit
Oxitosin 2 amp, drip / 8 jam
Lidocain 1 amp
Dexametason 2x2 amp
Paracetamol 3x500mg
Vit c 3x10mg
II. ANALISA DATA
no data etiologi masalah
1 Ds: Operasi sectio Nyeri Akut
- Ibu mengatakan nyeri
bekas luka operasi masih Caesaria Luka
terasa karena beliau baru
siuman. insisi
P: luka post operasi
sesar. Terputusnya kontinuitas
Q: disayat-sayat jaringan
R: tidak menyebar, pada luka
post operasi. Nyeri Akut
S: skala 6
T: saat bergerak sedikit.
Do:
- Terdapat luka pada
perut bagian bawah.
- Ibu tampak meringis sedikit
menahan luka saat akan
bergerak sedikit.
2 Ds : Prosedur invasif Risiko Infeksi
- pasien mengatakan baru
melahirkan secara SC
Faktor eksogen/endogen
- pasien mengatakan nyeri
dibagian luka bekas operasi
Supresi respon imun
dengan skala nyeri

Antibody meningkat
DO Autoimun
- pasien tampak meringis saat
bergerak miring kiri dan Inflamasi sitemik
kanan
- tampak luka operasi di perut Kerusakan jaringan
kurang lebih 10 cm (lukanya
gataau berapa) Risiko infeksi
- luka hari ke- masih tertutup
kasaa
- leukosit 25.87 10^3/mm^3
- -suhu 37˚c
Ds: Post Sectio Menyusui Tidak
Caesaria
- Ibu mengatakan ASI Efektif
belum keluar
- Ibu mengatakan anak Nifas

masih di NICU, belum


dirawat bersama ibu Laktasi
Do:
- Tampak kedua Progesteron dan

payudara tidak keluar esterogen menurun

asi saat di palpasi


Prolaktin meningkat
- Anak tidak berada disamping
ibu dan dirawat di NICU.
Pertumbuhan kelenjer susu
terangsang

Oksitosin meningkat

Ejeksi ASI tidak adekuat

ASI tidak keluar


Ibu dan anak tidak rawat
gabung

Ibu tidak bisa menyusui

Menyusui Tidak Efektif

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


SDKI SLKI SIKI
Nyeri Akut b.d Post Tingkat Nyeri (L. 08066) Manajemen Nyeri (I. 08238)
Kriteria hasil :
Operasi Sectio O
- Keluhan nyeri (5)
Caesaria - Identifikasi lokasi, karateristik, durasi,
- Meringis (5)
d.d Klien frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
- Kesulitan tidur (5)
tampak - Identifikasi skala nyeri.
- Pola tidur (5)
meringis - Identifikasi faktor yang memperberat
nyeri dan memperingan nyeri.
T
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
- Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri.
- Fasilitasi istirahat dan tidur.
E
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan nyeri.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
K
- Kolaborasikan pemberian analgetik, jika
perlu.

Terapi Relaksasi (I. 09326)


O
- Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkosentrasi, atau
gejala lain yang mengganggu
kemampuan kognitif.
- Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya.
- Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan.
- Monitor respons terhadap terapi
relaksasi.
T
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan.
- Gunakan pakaian longgar.
- Gunakan nada lembut dengan irama
lambat dan berirama.
E
- Anjurkan mengambil posisi nyaman.
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi.

- Anjurkan sering mengulangi.


Risiko Infeksi b.d Tingkat Infeksi (L.14137) Perawatan Luka (I.14564)
Kriteria hasil :
efek prosedur invasif O
- Kemerahan (5)
- Monitor karakteristik luka
- Nyeri (5)
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Kultur area luka
membaik (5) T
- Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi pasien
- Berikan suplemen vitamin dan mineral
(mis. Vit A, vit C, Zinc, asam amino)
sesuai indikasi
- Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
E
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggia kalori dan protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
K
- Kolaborasi pemberian antibiotic, jika
perlu
Menyusui Tidak Status Menyusui (L. 03029) Konseling Laktasi (I. 03093)
Efektif Kriteria hasil : O
b.d Ejeksi ASI tidak
- Perlekatan bayi - Identifikasi keadaan emosional ibu saat
adekuat d.d ASI
pada payudara ibu akan dilakukan konseling menyusui.
belum keluar
(5) - Identifikasi permasalahan yang ibu alami
- Kemampuan ibu selama proses menyusui.
memposisikan T
bayi dengan - Gunakan teknik mendengarkan aktif.
benar (4) - Berikan pujian terhadap perilaku ibu
- Tetesan dan pancaran yang benar.
ASI (5) E
- Suplai ASI adekuat (5) Ajarkan teknik menyusui yang tepat
- Kepercayaan diri ibu sesuai kebutuhan ibu.
(5)

- Payudara ibu kosong


setelah menyusui
(5)
IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari/ Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi

Nyeri Akut Manajemen nyeri S:


- Melakukan
pengkajian nyeri  Pasien mengatakan sedikit nyeri
- Mengajarkan pada bekas operasinya dengan
teknik nafas dalam nyeri skala 6 nyeri seperti disayat-
- Memberikan terapi sayat saat bergerak
analgesik  Pasien paham mengenai
melakukan teknik nafas dalam
O:

 Pasien tampak sedikit


meringis
 Mengernyit dan mengeluhkanrasa
nyerinya
 Nyeri skala 3
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
monitor nyeri
Risiko infeksi - Monitor karakteristik S :
luka Pasien mengatakan nyeri saat
- Monitor tanda-tanda bergerak
infeksi O:
- Melakukan perawatan - Panjang luka 12 cm, lebar  0,5 cm
luka
- Jadwalkan perubahan - Luka bersih
posisi setiap 2 jam - Balutan bersih
- Luka menyempit
- Luka kering
A:
Masalah sebagian teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan

Menyusui tidak - Menjelaskan S:


efektif prosedur perawatan - Pasien mengatakan sudah
payudara. memahami prosedur perawatan
- Mengajarkan payudara
pasien prosedur - Pasien mengatakan akan
perawatan payudara mencoba melakukan pumping
- Menyarankan pumping ASI dan mengonsumsi
pasien melakukan makanan yang disarankan.
pumping ASI untuk O:
memancing - Tampak memahami
keluarmya ASI -
A:
- Menyarankan
konsumsi makanan Masalah sebagian teratasi
yang dapat
P:
memperlancar ASI
Intervensi dilanjutkan
BAB III

PEMBAHASAN

1. Menganalisis pengkajian keperawatan pada pasien dengan Sectio Caesarea


Dari pengkajian pasien didapatkan data bahwa pasien masuk RSUP Dr.Djamil Padang
atas rujukan dari RSIA Sayang Ibu Batusangkar karena berat badan janin < 2.500 kg tetapi
usia janin sudah mencapai hari perkiraan lahir (HPL). Klien juga mengatakan air ketuban
sedikit. Cairan ketuban mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan
pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan ketuban dapat terjadi, dan seringkali merupakan
pertanda yang paling awal terlihat pada janin yang mengalami gangguan. Di pihak lain,
kelainan jumlah cairan ketuban dapat menimbulkan gangguan pada janin, seperti hipoplasia
paru, deformitas janin, kompresi tali pusat, pertumbuhan janin terhambat (PJT),
prematuritas, kelainan letak dan kematian janin. Oleh sebab itu, kelainan jumlah amnion
yang terjadi oleh sebab apapun akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Wiknosastro,
2009:267).
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion. Namun,
tidak adanya produksi urine janin atau penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga
menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang terjadi secara
fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan
oligohidramnion adalah kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban
pecah, kehamilan postterm, insufiensi plasenta dan obat-obatan (misalnya dari golongan
antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering menimbulkan oligohidramnion
adalah kelainan sistem saluran kemih dan kelainan kromosom (Prawirohardjo, 2011).
Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi kehamilan muda
akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin, bahkan bisa terjadi foetus
papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena tekanan-tekanan (Khumaira, 2012:189).
Pasien dilakukan section caesarea karena pasien terindikasi Oligohidramnion. Saat
dikaji pada hari selasa 23 November 2021 saat malam kelahiran bayi, ibu mengatakan nyeri
di uterus pada area bekas jahitan SC dengan skala nyeri 6, nyerinya seperti tersayat dan
ngilu saat digerakkan. Ibu hanya terbaring tidak bisa miring kiri dan kanan karena nyeri. Ibu
juga mengatakan ASI susah untuk dikeluarkan, puting terlihat datar hampir sama dengan
areola. Ibu mengatakan saat ini bayinya masih di inkubator karena bayi lahir dengan berat
badan rendah dengan BB : 1.600 kg dan PB : 41 cm. APGAR SCORE : 7-9, tidak tampak
air ketuban, letak kepala keluar terlebih dahulu, dan plasenta melilit 2x dileher bayi.
Sectio Caesarea ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit. Selain itu
adaptasi post partum mempengaruhi psikologis yakni kecemasan. Kecemasan pada ibu juga
mengakibatkan ketidakefektifan menyesui pada ibu. Selain itu, kegelisahan, kurang percaya
diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional. Semua itu membuat ibu tidak
berhasil menyusui bayinya dengan baik. Pada dasrnya keberhasilan menyusui bayi di
tentuhkan oleh dua hal, yaitu reflek prolaktin didasrkan pada kondisi kejiwaan ibu yang
mempengaruhi rangsangan hormonal untuk memproduksi Asi (Julu et al., 2019). Ibu post
partum dengan operasi sesar mengalami kecemasan dan adanya nyeri pada luka jahitan yang
berdampak terhadap kelancaran produksi ASI. Nyeri, kecemasan dan stress menyebabkan
pelepasan adrenalin yang mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah alveoli sehingga
menghambat produksi ASI (Jannah, 2011). Kondisi psikologis dan emosi ibu berpengaruh
terhadap kelancaran produksi ASI. Apabila ibu merasa tidak nyaman, stres, kondisi tertekan,
cemas, sedih dan tegang pasti mempengaruhi kelancaran produksi ASI (Riksani, 2012).
Ukuran payudara biasanya akan meningkat selama kehamilan terutama selama
trimester ketiga saat alveoli ( sel yang memproduksi Asi) dan milik duct (saluran yang
membawa Asi ke putting) tumbuh dan berkembang secara signifikan. Tetapi ukuran
payudara tidak mempengaruhi berapah banyak Asi yang bisa dihasilkan. Karena ukuran
payudar lebih tergantung pada jumlah pendukung dan lemak jaringan fibrosa dari jumlah
kelenjar susu. Wanita dengan payudara besar tidak selalu menghasilkan Asi yang
banyak,karena ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan kemampuan memproduksi
Asi dan menyusui. Tidak benar bila ukuran payudara yang kecil hanya menghasilkan sedikit
Asi. Asi di produksi oleh kelenjar Asi/alveoli sehingga besar kecilnya payudara tidak
berpengaruh kepada banyak atau sedikitnya jumlah asi yang di hasilkan (Julu et al., 2019).
Luka dari insisi akan menjadi post dentris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
2. Menganalisis diagnosa keperawatan pada pasien dengan keperawatan pada pasien
dengan Sectio Caesarea
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien Ny. W didapatkan 3
diagnosa keperawatan yaitu Nyeri akut, risiko infeksi, menyusui tidak efektif. Diagnosa
pertama diangkat karena pada saat pengkajian pasien merasakan nyeri dengan skala 6 pada
bekas operasinya, karena nyeri tersebut aktivitas pasien ikut terhambat, selain itu pasien juga
merasakan ketidaknyamanan. Nyeri tersebut disebabkan karena kontinuitas jaringan pada
pasien.
Diagnosa keperawatan yang kedua diangkat berdasarkan kasus adalah resiko infeksi.
Diagnosa ini diangkat karena pasien telah dilakukan prosedur invasif (SC) yang dapat
menimbulkan supresi respon imun sehingga antibody meningkat sehingga terjadi autoimun.
Didapatkan data pada pemeriksaan penunjang leukosit 25.87 10^3/mm^3.
Diagnosa keperawatan yang ketiga diangkat berdasarkan kasus adalah menyusui
tidak efektif. Pasien post sectio caesarias biasanya mengalami kelelahan, kecapekan,
kesakitan dan mengalami kecemasan yang membuat hormon kortisol naik dalam darah.
Hormon kortisol yang tinggi akan mempengaruhi laktasi, kortisol yang tinggi menyebabkan
produksi hormon oksitosin 288 terhambat sehingga berpengaruh dengan tidak sempurnanya
refleks letdown untuk merangsang produksi dan pengeluaran ASI (Widiastuti & Jati, 2020).
Masalah kelancaran Produksi ASI sebagian besar dialami oleh ibu post partum dengan
operasi sesar, hal ini disebabkan karena adanya nyeri pada lokasi jahitan menghambat
produksi prolactin dan oksitosin (Bobak, 2005). Pengeluaran ASI dikatakan tidak lancar
apabila produksi ASI yang ditandai dengan ASI yang tidak keluar atau menetes dan
memancar deras saat diisap oleh bayi. Selain ASI yang tidak keluar, ibu dan anak tidak
dirawat secara gabung, sehingga ibu tidak bisa menyusui bayi.

3. Menganalisis intervensi keperawatan pada pasien dengan Abdominal Pain di ruangan


Kebidanan RSUP Dr. M.Djamil Padang
Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien (Ny. N). Intervensi keperawatan berpedoman pada Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) dengan luarannya yaitu Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI). Intervensi dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kriteria hasil (SLKI).
Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa nyeri akut dengan luaran tingkat nyeri
mneurun, kriteria hasil yang diharapkan yakni keluhan nyeri menurun, meringis menurun,
kesulitan tidur menurun dan pola tidur membaik dengan rencana tindakan yaitu manajemen
nyeri dan terapi relaksasi.
Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa risiko infeksi dengan kriteria hasil yang
diharapkan kemerahan menurun, nyeri menurun, dan kultur area luka membaik dengan
rencana tindakan yaitu perawatan luka.
Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa risiko infeksi Menyusui Tidak Efektif
b.d Ejeksi ASI tidak adekuat d.d ASI belum keluar. Luaran yang diharapkan status menyusui
meningkat dengan kriteria hasil yang diharapkan Perlekatan bayi pada payudara ibu
meningkat, Kemampuan ibu memposisikan bayi dengan benar meningkat, Tetesan dan
pancaran ASI meningkat, suplai ASI adekuat meningkat, kepercayaan diri ibu meningkat,
payudara ibu kosong setelah menyusui meningkat.

4. Menganalisis implementasi keperawatan


Diagnosa pertamaya yaitu resiko infeksi, tindakan yang dilakukan yaitu Monitor TTV,
Melakukan pengkajian nyeri, Mengajarkan teknik nafas dalam, Memberikan terapi analgesik.
Diagnosa selanjutnya yaitu risiko infeksi, tindakan yang dilakukan yaitu Monitor
karakteristik luka, Monitor tanda-tanda infeksi, Melakukan perawatan luka Jadwalkan
perubahan posisi setiap 2 jam. Diagnosa yang ketiga yaitu nyeri akut, tindakan yang
dilakukan yaitu Menjelaskan prosedur perawatan payudara, Mengajarkan pasien prosedur
perawatan payudara, Menyarankan pasien melakukan pumping ASI untuk memancing
keluarmya ASI, Menyarankan konsumsi makanan yang dapat memperlancar ASI.
Memonitor tanda-tanda vital (TTV) meliputi suhu tubuh, denyut nadi, pernapasan dan
tekanan darah merupakan cara yang cepat dan efisien untuk memantau kondisi pasien atau
mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi respon pasien terhadap intervensi (Sulistyowati,
2016). Monitor TTV dilakukan secara berkala, agar dapat mengetahui keadaan umum pasien
dan jika terjadi perburukan dapat diberi tindakan secepatnya. Pengkajian nyeri secara
komprehensi dilakukan untuk memantau apakah nyeri pada pasien berkurang atau tidak,
apakah terapi yang diberikan dapat mengurangi nyeri atau tidak. Teknik relaksasi
merupakan salah satu metode nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri. Teknik ini diberikan
secara terusmenerus hingga pasien dapat melakukannya secara mandiri. Jika pasien tidak
dapat menoleransi nyerinya walaupun sudah diberikan teknik nonfarmakologis, tindakan
kolaborasi dilakukan dengan pemberian analgetik.
Teknik relaksasi bertujuan untuk Memberikan ketenangan pada klien, mengurangi
drajat nyeri, mengurangi ketengan pada otot-otot, merilekskan tubuh dan megurangi nyeri
yang dialami. Nyeri yang berkelanjutan akan meningkatkan tanda-tanda vital. Prinsip steril
dalam perawatan luka dilakukan untuk mencegah kontaminasi kuman masuk ke luka insisi
sehingga menurunkan resiko terjadinya infeksi. Tanda-tanda peradangan tidak ada, luka
bersih,luka kering, tidak ada pus. Untuk tidak terjadi infeksi luka harus benar- benar sembuh
sehingga intervensi dilanjutkan dengan ganti balutan dengan prinsip steril dan pemberian
antibiotik sesuai program dokter.
Prosedur perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama
pada masa nifas (masa menyusui) untuk memperlancarkan pengeluaran ASI. Perawatan
payudara adalah perawatan payudara setelah ibu melahirkan dan menyusui yang merupakan
suatu cara yang dilakukan untuk merawat payudara agar air susu keluar dengan lancar.
Perawatan payudara sangat penting dilakuakn selama hamil sampai saat menyusui. Hal ini
dikarenakan payudara merupakan satu-satu penghasil ASI yang merupakan makanan pokok
bayi yang baru lahir sehingga harus dilakukan sedini mungkin. Tujuan perawatan Payudara
adalah memelihara hygene payudara, melenturkan dan menguatkan puting susu, payudara
yang terawat akan memproduksi ASI cukup untuk kebutuhan bayi, dengan perawatan
payudara yang baik ibu tidak perlu khawatir bentuk payudara akan cepat berubah sehingga
kurang menarik (Amaliya, 2017).
Cara perawatan puting susu yang tenggelam peratama kompres kedua puting susu,
kompres yang digunakan adalah kaps yang telah dibasahi minyak (baby iol), jangan dengan
sabun atau alkohol, kompres selama 5 menit agar kotoran sekitar puting terangkat. Kedua
jika puting susu datar atau masuk kedalam, lakukan gerakan pijat puting susu ke arah
samping dengan kedua ibu jari, kedua ibu jari diletakkan pada samping kiri dan samping
kanan puting susu, kemudian tekan dan hentakkan ke arah luar. Gerakan dilakukan perlahan
dan lembut agar puting tidak lecet. Pijat puting susu kearah atas dan bawah dengan kedua
ibu jari, kedua ibu jari diletakkan pada bagian atas dan bagian bawah puting susu lalu tekan
dan hentakkan keluar. Ketiga bersihakn puting susu dengan mengguanakan waslap, waslap
dibasahi dengan air hangat untuk mengangkat sisa minyak, keringkan payudara dengan
handuk. Mengeringkan cukup dengan menekan saja jangan menggosok (Roito, 2010).

5. Menganalisa evaluasi keperawataan pada pasien


Pada masalah nyeri akut setelah dilakukan implementasi keperawatan didapatkan
bahwa Pasien mengatakan sedikit nyeri pada bekas operasinya dengan nyeri skala 6 nyeri
seperti disayat-sayat saat bergerak, Pasien paham mengenai melakukan teknik nafas dalam,
Pasien tampak sedikit meringis, mengernyit dan mengeluhkan rasa nyerinya, nyeri skala 6,
untuk Masalah belum teratasi dan Intervensi dilanjutkan dengan memonitor nyeri. Untuk
masalah resiko infeksi didapatkan panjang luka 12 cm, lebar  0,5 cm, luka bersih, balutan
bersih, luka menyempit, luka kering. Untuk masalah sebagian teratasi dan Intervensi
dilanjutkan. Pada masalah Menyusui tidak efekti Pasien mengatakan sudah memahami
prosedur perawatan payudara, Pasien mengatakan akan mencoba melakukan pumping
pumping ASI dan mengonsumsi makanan yang disarankan, pasien juga ampak memahami
apa yang disampaikan, untuk Masalah sebagian teratasi dan Intervensi dilanjutkan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pasien dilakukan section caesarea karena pasien terindikasi oligohidramnion
diman klien juga mengatakan air ketuban sedikit. Cairan ketuban mempunyai peranan
yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan
ketuban dapat terjadi, dan seringkali merupakan pertanda yang paling awal terlihat pada
janin yang mengalami gangguan. Selain itu ibu mengatakan nyeri di uterus pada area
bekas jahitan SC dengan skala nyeri 6, nyerinya seperti tersayat dan ngilu saat
digerakkan. Ibu hanya terbaring tidak bisa miring kiri dan kanan karena nyeri. Ibu juga
mengatakan ASI susah untuk dikeluarkan, puting terlihat datar hampir sama dengan
areola. Ibu mengatakan saat ini bayinya masih di inkubator karena bayi lahir dengan berat
badan rendah dengan BB : 1.600 kg dan PB : 41 cm. APGAR SCORE : 7-9, tidak tampak
air ketuban, letak kepala keluar terlebih dahulu, dan plasenta melilit 2x dileher bayi.
Sectio Caesarea ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit. Ibu post partum dengan operasi sesar mengalami kecemasan dan adanya nyeri
pada luka jahitan yang berdampak terhadap kelancaran produksi ASI. Nyeri, kecemasan
dan stress menyebabkan pelepasan adrenalin yang mengakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah alveoli sehingga menghambat produksi ASI (Jannah, 2011). Kondisi
psikologis dan emosi ibu berpengaruh terhadap kelancaran produksi ASI. Apabila ibu
merasa tidak nyaman, stres, kondisi tertekan, cemas, sedih dan tegang pasti
mempengaruhi kelancaran produksi ASI (Riksani, 2012).
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien Ny. W didapatkan 3
diagnosa keperawatan yaitu Nyeri akut, risiko infeksi, menyusui tidak efektif. Diagnosa
pertama diangkat karena pada saat pengkajian pasien merasakan nyeri dengan skala 6
pada bekas operasinya, karena nyeri tersebut aktivitas pasien ikut terhambat, selain itu
pasien juga merasakan ketidaknyamanan. Nyeri tersebut disebabkan karena kontinuitas
jaringan pada pasien. Diagnosa keperawatan yang kedua diangkat berdasarkan kasus
adalah resiko infeksi. Diagnosa ini diangkat karena pasien telah dilakukan prosedur
invasif (SC) yang dapat menimbulkan supresi respon imun sehingga antibody meningkat
sehingga terjadi autoimun. Didapatkan data pada pemeriksaan penunjang leukosit 25.87
10^3/mm^3. Diagnosa keperawatan yang ketiga diangkat berdasarkan kasus adalah
menyusui tidak efektif. Pasien post sectio caesarias biasanya mengalami kelelahan,
kecapekan, kesakitan dan mengalami kecemasan yang membuat hormon kortisol naik
dalam darah.

B. Saran
Perawat harus lebih memperhatikan pasien dalam memberikan asuhan keperawatan
hendaknya harus sesuai dengan standar yang berlaku dan meningkatkan kerja sama
dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya. Penulisan ini juga bisa menjadi
acuan, tambahan, serta wawasan bagi pelaksanaan asuhan keperawatan sebagai salah satu
intervensu pada pasien post sectio caesarea, oligohidramnion
DAFTAR PUSTAKA

Anggorowati, dkk. (2007). Efektifitas Pemberian Intervensi Spiritual “Spirit Ibu” terhadap
Nyeri Post Sectio Caesarean (SC) pada RS Sultan Agung dan RSRoemani Semarang.
Journal Media Ners Vol 1, No 1, Tahun 2007: 10 –15.

Anggraini Yetti, (2010), Asuhan Kebidanan Masa Nifas, PustakaRihana,Yogyakarta.

Bobak, Lowdermilk, Jansen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta :
EGC.

Bobak IM, Lowdermilk DL, Perry SE. (2005) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi
IV. Jakarta EGC

Cunningham GF, dkk. (2010). Obstetri williams. Jakarta: EGC

Dekker GA, Walker JJ. (1997). Maternal Assesment in Pregnancy Induced Hypertensive
Disorder : Special Investigation and Their Pathophysiological Hypertension in
pregnancy. London : Chapman&Hall..

Delahaije D, dkk. (2010). Cost-effectiveness of recurrence risk guided care versus care as
usual in women who suffered from early-onset preeclampsia including HELLP
syndrome in their previous pregnancy (the PreCare study). BMC Pregnancy and
childbirth. Volume. 10 no. 10 hal : 60-71.

Machmudah. (2015). Gangguan Psikologis Pada Ibu Postpartum; Postpartum Blues. Jurnal
Keperawatan Maternitas . Volume 3, No. 2 hal : 118-125

Doengoes , Marilyn E, 2001. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien (Edisi 2) Jakarta : EGC
F. Gary Cunningham .2005 Ilmu Obstetri. Jakarta. EGC

Manuwaba, Ida Bagus Gde. 2010 . Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Mochtar. 2010. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC


Julu, K., Prasetyawati, E., Muliarini, P., StudiKebidanan, P., & Nusantara, A. (2019).

HUBUNGAN KONDISI FISIK PAYUDARA IBU DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU

MENYUSUI BAYI USIA 3 BULAN. 9..

Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Empat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo ; 2011. h. 140-5; 158; 177-9; 183-5; 213; 282-7.

Khumaira, M. (2012). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Mitra Setia.

Widiastuti, Y. P., & Jati, R. P. (2020). KELANCARAN PRODUKSI ASI PADA IBU POST

PARTUM DENGAN OPERASI SESAR. 9.

Amaliya, K. (2017). PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. 22.

Riksani, R. (2011). Keajaiban ASI. Jakarta: Dunia Sehat

Roito, J., & Mardiah. (2010). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Penunntun Belajar Praktik Klinik.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai