KELOMPOK U2
UNIERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya yang selalu
dicurahkan kepada seluruh makhlukNya. Salawat serta salam dikirimkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan hidayahNya, penulis telah dapat
menyelesaikan makalah seminar kasus ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. W (28
Tahun) P1A0H1 Post Sectio Caesarea Atas Indikasi Ologohidromnion + IUGR”
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Ibu Ns. Yelly Herien, S.Kep,
M.Kep sebagai pembimbing yang telah dengan telaten dan penuh kesabaran membimbing kami
dalam menyusun Laporan Ilmiah Akhir ini. Selain itu saya juga mengucapkan terima kasih pada
Perawat di Ruang Kebidanan Lantai II RSUP M.Djamil Padang yang telah membantu, menerima
dan memimbing penulis selama melakukan praktek.
Besar harapan penulis makalah ini dapat memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dalam keperawatan yang bisa bermanfaat nantinya. Penulis menyadari bahwa
Makalah Seminar Kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
Laporan Ilmiah Akhir ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga Laporan Ilmiah Akhir ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah (normal) dan bukan proses patologi
tetapi kondisi normal dapat menjadi patologi atau abnormal. Persalinan adalah proses dimana
bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika
prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit.
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan indikator
yang sangat sensitif terhadap upaya pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan
bayi baru lahir perinatal dan neonatal. Angka Kematian Bayi adalah angka yang
menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup pada
tahun tertentu.
Oligohidramnion merupakan suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu
500 ml yang mempunyai resiko terjadinya gawat janin maupun infeksi.5 Terdapat insiden
oligohidramnion sekitar 3,9 % dari seluruh kehamilan, namun estimasi sekitar 12 % dari
kehamilan usia 40 minggu atau lebih. Di RSUD Cimacan terdapat 18 kasus kejadian
oligohidramnion.
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa keadaan
berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obsrtuksi saluran
traktus urinarius janin atau renal agenesis. Sebab oligohidramnion secara primer karena
pertumbuhan amnion yang kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini.
Oligohidramnion mempunyai hubungan erat dengan mortalitas dan morbiditas perinatal.
Kurangnya cairan ketuban tentu saja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan dapat
mengakibatkan kondisi gawat janin dan bisa menyebabkan kematian janin. Efek lainnya
janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran kemih, pertumbuhannya
terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan. Sesaat setelah dilahirkan pun, sangat
mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara spontan dan teratur.
Oligohidramnion dapat terjadi dimasa kehamilan trimester pertama dapat menekan organ-
organ janin dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.
Oligohidramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatkan resiko
keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika oligohidramnion
terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan
pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamilan, oligohidramnion dapat
meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari
memutuskan saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin.
Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya. Jika
terjadi pada trimester II, 80-90% akan mengakibatkan mortalitas. Bila terjadi pada kehamilan
lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal dan kering.1
Dengan demikian bila bidan menghadapi kecurigaan terhadap oligohidramnion maka
merujuk pasien merupakan sikap yang paling tepat.
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dan
memaparkan dalam sebuah makalah seminar kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada Ny. W (28 Tahun) P1A0H1 Post Sectio Caesarea Atas Indikasi Ologohidromnion +
IUGR”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep dasar teoritis sectio caesarea dengan inidikasi olighidromnio + IUGR
menurut tinjauan kepustakaan?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea inidikasi
olighidromnio + IUGR secara teoritis?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea di ruang rawat
gynekologi RSUP DR. M. Djamil Padang mulai dari tahap pengkajian, diagnose,
perencanaan intervensi, pengimplementasian, hingga evaluasi?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker ovarium.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian keperawatan pada pada pasien dengan section caesarea
b. Mampu menegakkan diagnose keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
c. Mampu menentukan intervensi keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
d. Mampu memberikan implementasi keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
e. Mampu memberikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan sectio caesarea
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa
keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan
dengan obsrtuksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis. Sebab
oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion yang kurang baik,
sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini.
Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya.
Penyebab oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan
bocornya kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.
Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat
bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang
diproduksi janin berkurang.
Kromosom
Kongenital
Kehamilan postter
Dehidrasi
Insufisiensi uteroplasental
Preeklamsia
Diabetes
Hypoxia kronis
b. Obstruksi ginjal janin atau agenesis yang menyebabkan produksi urin berkurang
dan mencegah masuknya urin kedalam rongga amnion sehingga menurunnya
cairan ketuban.
3. Patofisiologi
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru
lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan
dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter).
Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh
menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi
abnormal.
Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
Palpasi
Indeks cairan amnion (AFI) dihitung dengan membagi uterus menjadi empat
kuadran dan meletakan tranduser di perut ibu sepanjang sumbu longitudinal.
Dilakukan pengukuran garis tengah vertical kantong cairan amnion yang paling
besar di masing-masing kuadran dengan tranduser diletakan tegak lurus terhadap
lantai. Hasil pengukuran dijumlah dan dicatat sebagai AFI. Nilai normal AFI untuk
kehamilan normal dari 16 hingga 42 minggu tercantum di apendiks B, “table acuan
ultrasound”. Indeks cairan amnion cukup andal untuk menentukan normal atau
meningkatnya cairan amnion, tetapi kurang akurat untuk menentukan
oligohidramnion. Bebrapa faktor mungkin mempengaruhi indeks cairan amnion,
termasuk ketinggian, dan pembatasan cairan ibuatau dehidrasi.
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif
Penatalaksanaan pada ibu dengan oligohidramnion yaitu :
Tirah baring
Perbaikan nutrisi
C. SECTIO CAESAREA
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak pada dinding
abdomen dan uterus. Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
2. Jenis-jenis Sectio Caesarea
Sectio Caesarea klasik/korporal yaitu dengan melakukan sayatan vertical
sehingga memungkin ruangan yang lebih baik untuk jalan keluar bayi.
Sectio Caesarea Ismika/Profundal (low servical dengan insisi bawah Rahim).
Dilakukan dengan sayatan melintang konkat pada segmen bawah Rahim.
Sectio Caesarea ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneumparietalis
dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
Sectio Caesarea vaginal Hiterektomi caesarian.
3. Indikasi
Indikasi dari Sectio Caesarea menurut Rasyidi (2009) , yaitu :
1) Indikasi mutlak
a) Indikasi ibu
Panggul sempit absolut
Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi.
Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruks
Stenosis serviks atau vagina
Plasenta previa
Disproporsi sefalopelfik
Rupture uteri
b) Indikasi janin
Kelainan letak
Gawat janin
Propapsus plasenta
Perkembangan bayi yang terhambat
Mencegah hipoksia janin misalnya karena preeclampsia
Bayi besar (BBL lebih dari 4.2 kg).
4. Etiologi Sectio Caesarea
Tidakan Sectio Caesarea dilakukan apabila tidak memungkinkan dilakukan
persalinan pervaginam karena mempunyai resiko pada ibu dan janin. Dengan
pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan Sectio Caesarea seperti proses persalinan
lami/ kegagalan proses persalinan normal.
5. Dampak Sectio Caesarea
Operasi sectio caesarea akan memberikan dampak bagi ibu dan bayi, nyeri yang
hilang timbul yang terjadi karena dilakukan pembedahan pada dinding abdomen dan
dinding Rahim. Nyeri ini tidak hilang hanya dalam satu hari. Sehingga hal ini
memberikan dampak seperti mobilisasi terbatas, bounding attachment (ikatan kasih
sayang) terganggu/ tidak terpenuhi, ADL terganggu pada ibu dan akibatnya nutrisi
bayi berkurang sebab tertundanya pemberian ASI sejak awal, selain itu juga
mempengaruhi inisiasi menyusui dini (IMD) yang akan mempengaruhi daya tahan
tubuh bayi yang dilahirkan secara section caesarea.
D. Postpartum
1. Definisi Postpartu
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta
keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan
(Suherni, 2009). Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut
masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah
masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ- organ reproduksi sampai kembali ke
keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
2. Adaptasi Postpartum
a. Infolusi uterus
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2
minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan
esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus
selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormone menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil
b. Kontraksi
d. Adaptasi Psikologis
Menurut Hamilton adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase
yaitu :
Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkandimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan.
Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama
fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang
membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat
istirahat dengan baik
Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem
keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh
pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan
seksualnya telah dilakukan kembali.
a. Sistem reproduksi
1) Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi
otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan
uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-
60gr. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormone menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.
Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat
dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis. Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus
bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan
segera setelah plasenta lahir.
3) Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular
dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan
bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan
pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
menjadi karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai
pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat
plasenta.
4) Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra
terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik.
Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari
darah lama, serum, leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi
lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea alba mengandung leukosit,
desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6
minggu setelah bayi lahir.
5) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap
edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.
b. Sistem endokrin
1) Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol,
serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan.
Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa
puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun secara mencolok
setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan
pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang
terakumulasi selama masa hamil.
2) Hormon hipofisi
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita
menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-
stimulating hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui
di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar
prolactin meningkat (Bowes, 1991).
c. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hamil.
d. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum
hamil.
e. Sistem cerna
1) Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dankeletihan,
ibu merasa sangat lapar.
2) Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
3) Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan.
f. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara
selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionic gonadotropin,
prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
i. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup
hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan
pusat berat ibu akibat pemsaran rahim.
j. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut
akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan
panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang seluruhnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
g. Abdomen
Pada klien Post Sectio caesarea di lakukan pemeriksaan inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi, biasanya pada saat inspeksi adanya bekas
luka operasi, warna kulit sekitar luka memerah atau sama dengan warna
kulit lain, pada auskultasi pada hari ke3 biasanya bising usus sudah mulai
terdengar, pada palpasi, biasanya perut teraba keras di sekitar atas simpisis
pubis.pada perkusi biasanya tympani.
h. Genitalia
Biasanya pada klien post operasi Section Caesarea, Mengeluarkan darah
campur lendir dan mengeluarkan lochea
i. Ekstermitas
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion
adanya kelainan- kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
j. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post operasi Section Caesarea tekanan
darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
B. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan masalah keperawatan Sectio Caesarea Secara teori menurut NANDA,
2015:
1. Menyusui tidak efektif
2. Nyeri akut
3. Kerusakkan integritas jaringan
4. Defisit perawatan diri
5. Resiko infeksi
6. Konstipasi
C. Intervensi
Administrasi analgetik :.
- Cek program pemberian analgetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
- Cek riwayat alergi.
- Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
- Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
- Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
- Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
3. Kerusakkan integritas jaringan NOC Perawatan luka:
- Integritas jaringan: kulit dan membran - Ukur luas luka yang sesuai
mukosa - Bersihkan dengan normal saline atau
- Penyembuhan luka primer pembersih yang tidak beracun
- Keparahan infeksi - Berikan rawatan insisi pada luka, yang di
perlukan
- Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
Kriteria Hasil :
- Berikan balutan yang sesuai dengan luka
- Pertahankan tehik balutan steril ketika
- Di pertahankan pada skala cukup terganggu melakukan perawatan luka
jarang di tingkatkan skala ke tidak - Ganti balutan sesuai dengan jumlah
terganggu drainase
- Periksa luka setiap ganti balutan
- Di pertahankan pada penyembuhan yang - Dorong cairan
sedang di tingkatkan ke penyembuhan yang - Anjurkan pasien dan anggota keluarga pada
besar prosedur perawatan luka
- Anjurkan pasien dan keluarga untuk
- Di pertahankan pada skala sedang di mengenal tanda dan gejala infeksi
tingkat kan ke skala tidak ada
4 Defisit perawatan diri NOC : Self Care assistane : ADLs
- Monitor kemempuan klien untuk perawatan
Self care : Activity of Daily Living (ADLs) diri yang mandiri.
- Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat
Kriteria hasil :
bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
Di pertahankan cukup terganggu, di berhias, toileting dan makan.
tingkatkan ke tidak terganggu - Sediakan bantuan sampai klien mampu
secara utuh untuk melakukan self-care.
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal sesuai kemampuan
yang dimiliki.
- Dorong untuk melakukan secara mandiri,
tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
- Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
5 Risiko infeksi NOC : NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
- Status imun - Batasi pengunjung bila perlu
- kontrol resikol - Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
Kriteria Hasil :
berkunjung meninggalkan pasien
- Di pertahankan pada banyak terganggu, di - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
tingkatkan ke tidak terganggu tangan
- Di pertahankan pada jarang menunjukan di - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tingkatkan ke sering menunjukkan tindakan kperawtan
- Gunakan sarung tangan sebagai alat
pelindung
- Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuairesep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
E. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakukan
dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa dan planning).
Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan kep
erawatan yang harus dimodifikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS
I. PENGKAJIAN
Hari/ tanggal : 23/11/2021
Oleh : ..................................
A. Identitas
Pasien Penanggung Jawab :
Nama : Ny. W
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Batusangkar
Tanggal Partus : 23 November
Jenis Partus : Sectio Caesarea
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada area bekas luka jahitan dan ASI belum
keluar semenjak kelahiran bayinya.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. W dengan status obstecric G1P0A0H0, klien masuk RSUP Dr.Djamil
Padang atas rujukan dari RSIA Sayang Ibu Batusangkar karena berat badan janin
< 2.500 kg tetapi usia janin sudah mencapai hari perkiraan lahir (HPL). Klien juga
mengatakan air ketuban sedikit. Saat dikaji pada hari selasa 23 November 2021
saat malam kelahiran bayi, ibu mengatakan nyeri di uterus pada area bekas jahitan
SC dengan skala nyeri 6, nyerinya seperti tersayat dan ngilu saat digerakkan. Ibu
hanya terbaring tidak bisa miring kiri dan kanan karena nyeri. Ibu juga
mengatakan ASI susah untuk dikeluarkan, puting terlihat datar hampir sama
dengan areola. Ibu mengatakan saat ini bayinya masih di inkubator karena bayi
lahir dengan berat badan rendah dengan BB : 1.600 kg dan PB : 41 cm. APGAR
SCORE : 7-9, tidak tampak air ketuban, letak kepala keluar terlebih dahulu, dan
plasenta melilit 2x dileher bayi.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan ada riwayat Hipertensi saat Trimester ke II.
C. Riwayat Obstetri G? P ? A ?
No L/P Usia BBL Cara Penolong ASI Komplikasi
Lahir Persalinan
1 Perempuan 1 hari 1.600 gr SC Dokter Fortifikasi
ASI
2
Dst
E. Riwayat persalinan
1. Jenis persalinan : SC
2. Lama persalinan : ± 1 jam
3. Jumlah perdarahan : ± 250 cc
4. Keadaan umum : Compos Mentis (GCS = 15)
F. Riwayat Kontrasepsi
1. Jadi akseptor / tidak : Tidak
2. Jenis kontrasepsi : Akan dikonsultasikan dengan dokter mengenai alat
3. Lama :-
4. Keluhan selama menjadi akseptor : Tidak ada
G. Data Psikologis
1. Empati Sensitivitas terhadap Isyarat Bayi : Ibu ingin bertemu dengan bayinya
karena saat bayi lahir ibu belum melihat bayinya
2. Respon ibu ketika bayi menangis : Perasaan ibu bayi senang dan terharu
mendengarkan suara bayinya
3.Konsep diri
a. Kepuasan ibu terhadap kelahiran : Klien merasa puas dengan kelahiran
bayinya karena bayinya dapat lahir dengan selamat dan sehat. Namun ibu
belum bertemu dengan bayinya.
b. Penerimaan diri ibu : Klien menerima perannya sebagai ibu dengan
senang hati karena ini anak pertamanya setelah 10 bulan menikah.
c. Harga diri :
1) Perubahan apa yang ibu rasakan setelah mengalami persalinan :
Setelah persalinan klien merasa nyeri pada daerah luka bekas SC dan
perut terasa melebar
2) Apakah ada hal penting yang dipikirkan saat ini : Ibu cemas karena
belum bertemu dengan bayinya sampai saat ini
3) Kesesuaian antara harapan dan kenyataan : Klien berharap saat
persalinan dapat melahirkan dengan normal, namun karena keadaan
berat badan janin kurang dari normal dan air ketuban sedikit
sehingga klien disarankan persalinan dengan tindakan SC. Namun
klien tetap bersyukur karena klien dan bayi selamat dan dalam
keadaan sehat.
4) Sikap ibu terhadap persalinan dan merawat bayi : Klien terlihat
senang ketika bayinya lahir dan terharu ketika mendengar suara
bayinya karena klien dan suami sudah menanti-nantikan kelahiran
bayinya. Namun ibu tampak sedih karena bayinya dirawat di NICU
karena bayi harus di inkubator.
4. Pengalaman melahirkan: Bagaimana persepsi ibu terhadap pengalaman
melahirkan ?
Klien mengatakan persalinan terasa menegangkan karena baru pertama
kalinya melahirkan anak.
5. Kecemasan.
a. Apa respon ibu jika bayi sakit : Ibu tampak sedih karena bayinya harus
di inkubator sehingga membuat ibu cemas
b. Perilaku ibu saat bayi sakit : ibu makan dan berusaha menghabisakan
makanan yang disediakan di Rumah Sakit
6. Depresi
a. Apakah ibu tampak diam dan menarik diri : Tidak
b. Apakah ibu tampak menangis : Tidak
7. Konflik peran.
a. Apakah ibu menerima peran sebagai ibu : Ya
b. Bagaimana dengan pekerjaan ibu : Ibu sebagai wiraswasta sekaligus
sebagai Ibu Rumah Tangga, sehingga klien dapat merawat bayinya dengan
baik.
c. Bagaimana menjalankan tugas sebagai istri : Klien tetap dapat
menjalankan tugas sebagai istri seperti biasanya, untuk merawat bayi klien
dibantu oleh suaminya
8. Dukungan Sosial ( suami dan keluarga)
Klien mengatakan suami dan keluarganya sangat mendukung kelahiran
anak pertamanya ini.
9. Bonding Attachment: score gray
Antibody meningkat
DO Autoimun
- pasien tampak meringis saat
bergerak miring kiri dan Inflamasi sitemik
kanan
- tampak luka operasi di perut Kerusakan jaringan
kurang lebih 10 cm (lukanya
gataau berapa) Risiko infeksi
- luka hari ke- masih tertutup
kasaa
- leukosit 25.87 10^3/mm^3
- -suhu 37˚c
Ds: Post Sectio Menyusui Tidak
Caesaria
- Ibu mengatakan ASI Efektif
belum keluar
- Ibu mengatakan anak Nifas
Oksitosin meningkat
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasien dilakukan section caesarea karena pasien terindikasi oligohidramnion
diman klien juga mengatakan air ketuban sedikit. Cairan ketuban mempunyai peranan
yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan
ketuban dapat terjadi, dan seringkali merupakan pertanda yang paling awal terlihat pada
janin yang mengalami gangguan. Selain itu ibu mengatakan nyeri di uterus pada area
bekas jahitan SC dengan skala nyeri 6, nyerinya seperti tersayat dan ngilu saat
digerakkan. Ibu hanya terbaring tidak bisa miring kiri dan kanan karena nyeri. Ibu juga
mengatakan ASI susah untuk dikeluarkan, puting terlihat datar hampir sama dengan
areola. Ibu mengatakan saat ini bayinya masih di inkubator karena bayi lahir dengan berat
badan rendah dengan BB : 1.600 kg dan PB : 41 cm. APGAR SCORE : 7-9, tidak tampak
air ketuban, letak kepala keluar terlebih dahulu, dan plasenta melilit 2x dileher bayi.
Sectio Caesarea ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit. Ibu post partum dengan operasi sesar mengalami kecemasan dan adanya nyeri
pada luka jahitan yang berdampak terhadap kelancaran produksi ASI. Nyeri, kecemasan
dan stress menyebabkan pelepasan adrenalin yang mengakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah alveoli sehingga menghambat produksi ASI (Jannah, 2011). Kondisi
psikologis dan emosi ibu berpengaruh terhadap kelancaran produksi ASI. Apabila ibu
merasa tidak nyaman, stres, kondisi tertekan, cemas, sedih dan tegang pasti
mempengaruhi kelancaran produksi ASI (Riksani, 2012).
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien Ny. W didapatkan 3
diagnosa keperawatan yaitu Nyeri akut, risiko infeksi, menyusui tidak efektif. Diagnosa
pertama diangkat karena pada saat pengkajian pasien merasakan nyeri dengan skala 6
pada bekas operasinya, karena nyeri tersebut aktivitas pasien ikut terhambat, selain itu
pasien juga merasakan ketidaknyamanan. Nyeri tersebut disebabkan karena kontinuitas
jaringan pada pasien. Diagnosa keperawatan yang kedua diangkat berdasarkan kasus
adalah resiko infeksi. Diagnosa ini diangkat karena pasien telah dilakukan prosedur
invasif (SC) yang dapat menimbulkan supresi respon imun sehingga antibody meningkat
sehingga terjadi autoimun. Didapatkan data pada pemeriksaan penunjang leukosit 25.87
10^3/mm^3. Diagnosa keperawatan yang ketiga diangkat berdasarkan kasus adalah
menyusui tidak efektif. Pasien post sectio caesarias biasanya mengalami kelelahan,
kecapekan, kesakitan dan mengalami kecemasan yang membuat hormon kortisol naik
dalam darah.
B. Saran
Perawat harus lebih memperhatikan pasien dalam memberikan asuhan keperawatan
hendaknya harus sesuai dengan standar yang berlaku dan meningkatkan kerja sama
dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya. Penulisan ini juga bisa menjadi
acuan, tambahan, serta wawasan bagi pelaksanaan asuhan keperawatan sebagai salah satu
intervensu pada pasien post sectio caesarea, oligohidramnion
DAFTAR PUSTAKA
Anggorowati, dkk. (2007). Efektifitas Pemberian Intervensi Spiritual “Spirit Ibu” terhadap
Nyeri Post Sectio Caesarean (SC) pada RS Sultan Agung dan RSRoemani Semarang.
Journal Media Ners Vol 1, No 1, Tahun 2007: 10 –15.
Bobak, Lowdermilk, Jansen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta :
EGC.
Bobak IM, Lowdermilk DL, Perry SE. (2005) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi
IV. Jakarta EGC
Dekker GA, Walker JJ. (1997). Maternal Assesment in Pregnancy Induced Hypertensive
Disorder : Special Investigation and Their Pathophysiological Hypertension in
pregnancy. London : Chapman&Hall..
Delahaije D, dkk. (2010). Cost-effectiveness of recurrence risk guided care versus care as
usual in women who suffered from early-onset preeclampsia including HELLP
syndrome in their previous pregnancy (the PreCare study). BMC Pregnancy and
childbirth. Volume. 10 no. 10 hal : 60-71.
Machmudah. (2015). Gangguan Psikologis Pada Ibu Postpartum; Postpartum Blues. Jurnal
Keperawatan Maternitas . Volume 3, No. 2 hal : 118-125
Manuwaba, Ida Bagus Gde. 2010 . Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
HUBUNGAN KONDISI FISIK PAYUDARA IBU DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Empat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Widiastuti, Y. P., & Jati, R. P. (2020). KELANCARAN PRODUKSI ASI PADA IBU POST
Roito, J., & Mardiah. (2010). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Penunntun Belajar Praktik Klinik.