DISUSUN OLEH :
IVA MAKRIFA
151003015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Lehn jumlah air ketuban yang normal pada primigravida adalah 1 liter,pada
multigravida sebanyak 1,5 liter,dan sebanyak-banyaknya yang masih dalam batas normal adalah
2 liter. Warna : putih kekeruhan karena adanya lanugo dan verniks kaseosa.
Asal air ketuban adalah dari fetal urin,transudasi dari darah ibu,sekresi dari epitel
amnion,dan a mixed origin. Cairan amnion sangat penting artinya bagi tumbuh kembang janin
ke segala arah dengan jumlah sama sehingga pertumbuhannya menjadi simetris.Untuk pertama
kalinya,cairan amnion dibentuk oleh sel trofoblas sehingga morula dapat berubah menjadi
blastula.Selanjutnya,terjadi perubahan sel trofoblas sedemikian rupa sehingga mampu melakukan
tugas utamanya untuk berimplantasi di dinding uterus bagian depan atau belakang atasnya.
Cairan amnion selanjutnya dibentuk oleh sel amnion sehingga pertambahannya seiring
dengan makin tuanya usia kehamilan.Pada kehamilan sangat muda,air ketuban merupakan
ultrafiltrasi dari plasma maternal dan dibentuk oleh sel amnionnya. Pada trimester II
kehamilan,air ketuban dibentuk oleh difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga
komposisinya mirip dengan plasma janin.Selanjutnya,setelah trimester II, terjadi pembentukan
zat tanduk kulit janin dan menghalangi difusi plasma janin sehingga sebagian besar air
ketubannya dibentuk oleh sel amnionnya dan air kencing janin.
Jika produksinya makin berkurang,disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
insufisiensi plasenta,kehamilan post tergangguan organ perkemihan-ginjal, janin terlalu banyak
minum sehingga dapat menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri
“oligohidramnion” dengan criteria : jumlah kurang dari 200 cc, kental, dan bercampur dengan
mekonium.
1.2Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa Mampu Memberikan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan
Oligohidramnion
1.2.2Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien
b. Dapat menginterpretasikan data dasar klien
c. Dapat mengantisipasi masalah potensial pada klien
d. Dapat mengidentifiaksi kebutuhan segera klien
e. Dapat membuat rencana tindakan yang akan dilakukan
f. Dapat membuat tindakan perawatan pada klien
g. Dapat mengevaluasi Asuhan Kebidanan yang telah dilakukan.
2
h. Dapat mendokumentasikan Asuhan Kebidanan yang telah dilakukan
1.3 Manfaat
Sebagai salah satu bahan kepustakan pada penggunaan kasus pada klien dengan
keperluan pemenuhan asuhan kebidanan Ibu Hamil Dengan Oligohidramnion
1.3.2 Bagi Lahan Praktek
Dapat memberikan suatu masukan dalam upaya peningkatan mutu dan pelayanan pada
klien dengan keperluan pemenuhan asuhan kebidanan pada Ibu Hamil Dengan
Oligohidramnion
1.3.3 Bagi Penulis
Diharapkan mampu melaksakan dan menerapkan pemenuhan asuhan kebidanan,
Sesuai dengan kriteria dan teori yang didapat dan mendokumentasikannya dalam
bentuk tulisan
1.4.1 Anamnesa
Yaitu mengumpulkan data dengan cara tanya jawab secara langsung antara petugas
dengan klien dan keluarga.
1.4.2 Observasi
Yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap perubahan yang terjadi pada klien
Yaitu dengan mempelajari buku-buku dan makalah tentang Asuhan Kebidanan pada
Ibu Hamil Dengan Oligohidramnion
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Oligohidramnion
Oligohidramnion adalah kondisi di mana cairan ketuban terlalu sedikit, yang didefinisikan sebagai
indeks cairan amnion (AFI (amniotic fluid index)) di bawah persentil. Volume cairan ketuban meningkat
selama masa kehamilan, dengan volume sekitar 30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya sekitar
1 L di 34-36 minggu kehamilan.
Berkurangnya volume cairan amnion
Volume cairan amnion < 500 mL pada usia kehamilan 32-36 minggu
Single deepest pocket (SDP) < 2 cm
Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < 5 percentile dari umur kehamilan
Tidak ditemukan kantong yang bebas dari tali pusat pada pengukuran minimal 1 cm
pada pengukuran SDP
Volume cairan amnion bergantung pada usia kehamilan, karena itu , definisi yang paling baik
adalah Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < 5 percentile.1,2,3
Gambar 6: Hubungan antara ICA dengan usia kehamilan.
4
Dikutip dari Brace RA. Amniotic fluid dynamics. In: Maternal fetal medicine, 5th ed.
Philadelphia: WB Saunders; 2004: 45-54
B. Insiden
Insiden sekitar 3,9 % dari seluruh kehamilan, namun estimasi sekitar 12 % dari kehamilan
usia 40 minggu atau lebih.14
C. Oligohidramnion onset dini
Beberapa kondisi telah dikaitkan dengan berkurangnya cairan amnion. Oligohidramnion
hampir selalu merupakan bukti ketika terjadi obstruksi saluran kencing fetus atau agenesis renal.
Maka dari itu, anuria hampir selalu memiliki peranan secara etiologi pada kasus-kasus yang
demikian. Kebocoran kronis dari defek yang terdapat pada membran fetus akan menurunkan
volume cairan secara cukup besar, namun sebagian besar diikuti dengan terjadinya persalinan.
Paparan terhadap angiotensin converting enzim inhibitor dikaitkan dengan terjadinya
hidramnion. Dimanapun dari 15- 25 % kasus, dikaitkan dengan kelainan fetus seperti yang
ditampilkan dalam tabel 2. Pryde dkk. (2000) hanya mampu memvisualisasikan struktur fetus
pada 50 % dari wanita-wanita yang dirujuk untuk menjalani pemeriksaan ultrasonik pada
pertengahan trimester ketiga. Mereka menjalani amnioinfusion, baru kemudian dapat
divisualisasikan 77 % dari struktur pencitraan yang rutin dikerjakan. Identifikasi kelainan yang
berkaitan meningkat dari 12 % menjadi 31 % fetus.
Tabel 2 . Keadaan yang dikaitkan dengan oligohidramnion
Kelainan kromosom Insufisiensi uteroplasental
Kelainan kongenital Hipertensi
Hambatan pertumbuhan Preeklamsia
Kehamilan postterm Kematian Diabetes
Ruptur membran Obat-obatan
Plasenta Prostaglandin synthase
Abruptio inhibitor
Angiotensin converting enzim
inhibitor
5
D. Prognosis
Hasil yang buruk akan dijumpai pada fetus dengan riwayat oligohidramnion onset dini.
Shenker dkk. (1991) menjabarkan dari 80 kehamilan dan hanya setengah dari jumlah fetus
tersebut yang dapat bertahan hidup. Mercer dan Brown (1986) menjelaskan 34 kehamilan
trimester pertengahan terkomplikasi dengan oligohidramnion yang didiagnosis dengan USG
dengan tidak adanya kantong cairan amnion yang lebih besar dari 1 cm. Sembilan fetus
(seperempat) mengalami kelainan,dan 10 dari 25 fetus yang secara fenotip normal mengalami
abortus spontaneus atau lahir mati karena hipertensi berat yang dialami ibunya, hambatan
pertumbuhan fetus, atau abruptio plasenta. Dari 14 bayi yang lahir hidup, 8 adalah preterm dan
7meninggal. Enam bayi yang dilahirkan aterm juga mengalamihal yang sama. Garmel dkk.
(1997) mengamati pertumbuhan fetus berkaitan dengan oligohidramnion yang telah
adasebelumnya sampai usia kehamilan 37 minggu, di mana fetusakan mengalami peningkatan 3
kali lipat untuk lahir preterm namun tidak mengalami hambatan pertumbuhan selanjutnya atau
kematian. Newbould dkk. (1994) menjelaskan penemuan otopsi pada 89 bayi dengan
oligohidramnion atau Potter syndrome. Hanya 3% yang memiliki saluran ginjal yang normal;
34% mengalami agenesis renal; 34% mengalami bilateral cystic dysplasia; 9% dengan agenesis
unilateral dengan dysplasia; dan 10% dengan kelainan minorurinary. Sebaliknya bayi normal
kemungkinan akan mengalami akibat dari kurangnya cairan amnion onset dini yang berat.
Perlekatan antara amnion akan menjebak bagian fetus dan menyebabkan deformitas yang serius,
termasuk amputasi. Lebih daripada itu, akan terjadi penekanan dari semua arah, deformitas
muskuloskeletal seperti clubfoot sangat sering dijumpai.
6
komplikasi dari kelahiran preterm.14 Oz dkk. (2002) menyelidiki penyebab dari kejadian
oligohidramnion pada kehamilan postterm. Mereka menemukan reduksi kecepatan diastolik
akhir pada arteri renal, yang diperkirakan peningkatan hambatan arteri merupakan faktor
penting. Dengan menggunakan AFI yang kurang dari 5 cm.14 Casey dkk. (2000) menemukan
insiden oligohidramnion 2,3% pada lebih dari 6.400 kehamilan yang menjalani pemeriksaan
sonography setelah usia kehamilan 34 minggu di Parkland Hospital. Mereka memastikan
pengamatan sebelumnya bahwa penemuan ini berkaitan dengan peningkatan resiko buruk
perinatal.
Sebaliknya, dengan menggunakan database percobaan RADIUS, Zhang dkk. (2004)
melaporkan bahwa oligohidramnion pada derajat ini tidak dikaitkan dengan efek buruk
perinatal. Magann dkk. (1999) tidak menemukan hubungan bahwa oligohidramnion
meningkatkan resiko komplikasi antepartum. Chauhan dkk (1999) melakukan metaanalisis
dari 18 penelitian yang membandingkan 10.500 kehamilan dimana indeks cairan amnion
intrapartum kurang dari 5 cm. Dibandingkan dengan kontrol yang memiliki indeks lebih dari
5 cm, wanita dengan oligohidramnion memiliki peningkatan yang bermakna, 2,2 kali lipat,
akan resiko melahirkan dengan seksio sesaria atas indikasi fetal distress dan 5,2 kali lipat
peningkatan resiko untuk nilai APGAR menit ke-5 kurang dari 7. Kompresi tulang belakang
selama persalinan sering dijumpai pada oligohidramnion. melaporkan bahwa indeks 5 atau
kurang seringkali dikaitkan dengan peningkatan resiko sebesar 5 kali lipat untuk menjalani
persalinan secara seksio sesaria. melaporkan peningkatan sebesar 50% pada variabel deselerasi
selama persalinan dan peningkatan 7 kali lipat untuk menjalani persalinan dengan seksio sesaria
pada wanita-wanita tersebut. Sangat berbeda dengan Casey dkk. (2000) yang menunjukkan
peningkatan 25% pada denyut jantung janin yang tidak beraturan pada wanita dengan
oligohidramnion ketika dibandingkan dengan kontrol. Lebih daripada itu, angka seksio pada
kehamilan dengan temuan seperti ini meningkat hanya 3-5%. Divon dkk. (1995) mempelajari
638 wanita dengan kehamilan postterm pada proses persalinannya dan mengamati hanya yang
indeks cairan amnionnya 5 cm atau kurang atau yang memiliki denyut jantung janin yang
mengalami deselerasi dan mekonium.
F. Penanganan oligohidramnion
Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan aktif dengan
cara induksi persalinan atau penanganan ekspektatif dengan cara hidrasi dan pemantauan janin,
7
dan atau USG reguler untuk menilai volume cairan amnion. Ketika kedua pilihan tersedia,
penanganan aktif adalah pendekatan yang umum dilakukan pada wanita hamil aterm dengan atau
tanpa faktor resiko pada ibu atau fetus. Induksi persalinan pada wanita resiko rendah dengan
oligohidramnion paling umum dilakukan, meskipun tidak ditemukan perbaikan pada keluaran
neonatal. Pada sebuah penelitian prospektif (N=54), Ek dkk, menemukan bahwa penanganan
aktif dibandingkan dengan ekspektatif pada wanita dengan oligohidramnion tanpa penyulit lain
tidak ditemukan perbedaan pada keluaran maternal dan neonatal. Karena jumlah sampel yang
kecil pada penelitian ini, maka penelitian ini tidak punya kekuatan untuk menentukan hubungan
yang bermakna antara oligohidramnion dan keluaran neonatal.
Sebaliknya, penelitian prospektif oleh Alchabi dkk, membagi 180 wanita kehamilan
antara 37 dan 42 minggu yang dimasukkan untuk induksi persalinan kedalam 2 grup: satu grup
dengan ICA ≤ 5 cm, dan grup yang lain dengan ICA > 5 cm. Meskipun kedua grup dapat
dibandingkan demografi dan karakteristik obstetrik sebelum induksi, wanita dengan ICA yang
rendah, angka SC meningkat sekunder akibat fetal disstres. Conway dkk mengacak 61 wanita
dengan oligohidramnion hamil aterm diinduksi atau ekspektatif menemukan tidak adaperbedaan
pada keluaran maternal dan neonatal. Mereka menyimpulkan bahwa penanganan ekspektatif
dengan pemantauan fetus 2 kali seminggu adalah alternatif yang sensibel terhadap induksi
persalianan, dan kebanyakan (67%) wanita akan masuk persalinan spontan dalam 3 hari sesudah
diagnosis.
Meskipun kekuatannya kecil dan insufisien, penelitian ini menyarankan bahwa
oligohidramnion tidak memperlihatkan hubungan dengan keluran tambahan, tapi menyebabkan
intoleransi persalinan pada fetal, yang menghasilkan angka SC yang lebih tinggi. Penanganan
ekspektatif mempunyai keluaran neonatal yang sama baik, pendekatan itu belum digunakan
secara luas.15 Amnioinfusion merupakan suatu prosedur melakukan infus larutan NaCl fisiologis
atau ringer laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan amnion. Tindakan ini
dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat berkurangnya volume cairan amnion,
seperti deselerasi variabel berat dan sindroma aspirasi mekonium dalam persalinan. Tindakan
amnioinfusion cukup efektif, aman, mudah dikerjakan, dan biayanya murah. Pada tahun 1976,
Gabbe dkk pertama kali melaporkan tindakan amnio infusion pada kera rhesus yang hamil.
Dalam percobaannya, janin kera memperlihatkan gambaran deselerasi variable menyusul
pengeluaran cairan amnion dari kavum uteri; dan gambaran deselerasi variable menghilang
8
setelah kavum uteri diisi kembali dengan cairan. Penelitian pada manusia baru dilaporkan pada
tahun 1983 oleh Miyazaki dan Taylor, yang menyatakan bahwa tindakan amnioinfusion dapat
menghilangkan gambaran deselerasi variabel yang timbul akibat oligohidramnion.14
Amnioinfusion dapat dilakukan dengan cara transabdominal atau transservikal (transvaginal).
Pada cara transabdominal, amnioinfusion dilakukan dengan bimbingan ultrasonografi (USG).
Cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat dimasukkan melalui jarum spinal yang ditusukkan ke
dalam kantung amnion dengan tuntunan ultrasonografi.
Pada cara transservikal, cairan dimasukkan melalui kateter yang dipasang ke dalam
kavum uteri melalui serviks uteri. Selama tindakan amnioinfusion, denyut jantung janin
dimonitor terus dengan alat kardiotokografi (KTG) untuk melihat perubahan pada denyut jantung
janin. Mula-mula dimasukkan 250 ml bolus cairan NaCI atau ringer laktat selama 20-30 menit.
Kemudian dilanjutkan dengan infus 10-20 ml/jam sebanyak 600 ml. Jumlah tetesan infus
disesuaikan dengan perubahan pada gambaran KTG. Apabila deselerasi variabel menghilang,
infuse dilanjutkan sampai 250 ml, kemudian tindakan dihentikan, kecuali bila deselerasi variabel
timbul kembali. Jumlah maksimal cairan yang dimasukkan adalah 800-1000 ml. Apabila setelah
800- 1000 ml cairan yang dimasukkan tidak menghilangkan deselerasi variabel, maka
tindakan dianggap gagal. Terdapat beberapa kontraindikasi untuk tindakan amnioinfusion, antara
lain: amnionitis, hidramnion, uterus hipertonik, kehamilan kembar, kelainan kongenital janin,
kelainan uterus, gawat janin yang berat, malpresentasi janin, pH darah janin 7, 20, plasenta
previa atau solusio plasenta. Meskipun amnioinfusion cukup mudah dan aman dilakukan,
beberapa komplikasi mungkin terjadi selama tindakan, antara lain: prolapsus tali pusat, ruptura
pada jaringan parutbekas seksio sesarea, hidramnion iatrogenik, emboli cairan amnion, febris
intrapartum.
9
BAB III
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
Langkah I: Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk pengumpulan data, pengelompokan data
dan menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan keadaan klien. Pada langkah
pertama ini dikumpulkan semua data atau informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. Data – data yang di kumpulkan meliputi :
1. Data subjektif
a. Biodata atau identitas klien dan suami
Yang dikaji : nama,umur,agama,suku,pendidikan,pekerjaan dan alamat.
Gunanya adalah untuk mengenal klien dan membedakan antara pasien yang satu dengan pasien
yang lainnya.
b. Keluhan utama
Merupakan alasan kenapa ibu berkunjung ke BPS dan apa-apa saja yang dirasakan ibu dan ibu
merasakan nyeri perut saat pergerakan anak.
c. riwayat perkawinan
kemungkinan ditemukan status perkawinan,umur waktu kawin,berapa lama kawin.karena ini
akan mempengaruhi kehamilan ibu.
d. Riwayat menstruasi
Yang ditanyakan disini adalah kapan HPHT untuk menentukan usia kehamilan dan tafsiran
persalinan, bagaimana siklus haid, berapa lama, berapa banyaknya, kapan pertama kali haid dan
apakah ada merasakan nyeri saat haid.
e. Riwayat obstetric
Ditanyakan tentang:
Kehamilan yang lalu
Untuk mengetahui ibu pernah hamil berapa kali,apakah ibu mersakan mual muntah,dll.
Persalinan yang lalu
Meliputi jenis persalinan,di tolong siapa,dimana dan bagaimana keadaan bayi bayi saat lahir
(PB/BB),dan apakah ada penyulit.
Nifas yang lalu
10
Kemungkinan adanya penyulit selam nifas,dan bagaimana dengan laktasinya.
f. Riwayat kehamilan sekarang
Kemungkinan klien merasakan mula muntah dan perdarahan.
Kapan klien merasakan pergerakan pertama kali.
Apakan pasien ada melakukan pemeriksaan sebelumnya.
Dan apakah pasien sudah mendapat imunisasi TT.
g. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang lalu:
Kemungkinan klien pernah mengalami penyakit jantung,hipertensi,DM,dll.
Riwayat kesehatan sekarang:
Kemungkinan klien mengalami penyakit jantung,hipertensi,DM,dll.
h. Riwayat kesehatan keluarga
kemungkinan ada anggota keluarga menderita penyakit keturunan,penyakit menular, riwayat
kehamilan kembar,dll.
i. Riwayat kontrasepsi
klien pernah menggunakan kontrasepsi atau tidak.
j. Riwayat seksualitas
apakah klien ada mengalami gangguan dengan aktifitas seksualnya.
k. Riwayat social,ekonomi,dan budaya
Bagaimana hubungan klien dengan suami, keluarga, dan masyarakat. kemungkinan ekonomi
yang kurang mencukupi, dan adanya kemungkinan kebudayaan yang mempengaruhi kesehatan
klien.
l. Riwayat spiritual
klien melakukan ibadah agama dan kepercayaan dengan baik.
m. Riwayat psikologis
kemungkinan adanya tanggapan klien dan keluarga dengan kehamilan
ini.misalnya:takut,cemas,atau senang
2. Data objektif
Dikumpulkan dari hasil pemeriksaan.
a. pemeriksaan umum:untuk mengetahui keadaan ibu secara umum.
11
b. TTV:meliputi pemeriksaan tekanan darah,suhu,nadi,dan pernafasan.
c. pemeriksaaan fisik
Secara inspeksi :yaitu pemeriksaan pandang dari kepala sampai kaki
Mata : oedema, Konjungtiva tidak pucat, Sclera tidak ikhterik
Mulut dan gigi : lidah bersih atau tidak, gigi tidak ada karies
Leher : kelenjar tiroid tidak ada pembesaran, kelenjar getah bening tidak ada
pembengkakan
Payudara : simetris, putting susu menonjol
Abdomen : ada luka operasi atau tidak, tinggi TFU tidak sesuai dengan usia
kehamilan (lebih kecil)
Vulva : bersih atau tidak, tidak ada varies, tidak oedema
Vagina : ada pengeluaran dari vagina (air ketuban)
Anus : tidak ada haemoraid
Ekstremitas : tidak ada kelainan
Secara palpasi
Leopold I : Untuk menentukan TFU, apa kemungkinan yang terdapat di
fundus,mis:kepala,bokong atau yang lainnya.
Leopold II : Untuk menentukan apa yang terdapat pad bagian kiri dan kanan perut
klien,kemungkinan teraba punggung,anggota gerak,bokong atau kepala.
Leopold III : Untuk menentukan apa yang teraba pada bagian terbawah dari perut
ibu,kemungkinan teraba kepala,bokong atau yang lainnya.
Leopold IV : Untuk menentukan sejauh mana kepala masuk ke rongga panggul ibu
dan seberapa masuknya dihititung dengan perlimaan.
auskultrasi
terdengar DJJ, berapa frekuensinya, teratur atau tidak, bagaimana intensitasnya dan dimana
punctum maximumnya.
perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan kekurangan vitamin B dan
penyakit syaraf.
12
pemeriksaan tafsiran TBBJ
BB janin normal atau tidak dengan menggunakan rumus:
(TFU dalam Cm – 13 ) x 155
3. Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan labor)
Darah :Hb,hematongkrit,golongan darah,dan kadar sterol.
Urine :untuk pemeriksaan protein urine,glukosa urine dan aseton urine.
13
3. Hidrasi.
Dasar : kebutuhan cairan yang cendrung meningkat pada ibu hamil.
4. Nutrisi.
Dasar : ibu membutuhkan asupan gizi yang cukup .
5. Pemantauan kesejahteraan janin.
Dasar :cairan amnion yang sedikit membuat janin sukar beraktifitas.
14
3) Pemberian cairan oral maupun parenteral (infuse dextrose 10 % tetesan cepat )
b. Kolaborasi dengan tim medis untuk rencana asuhan lanjutan.
Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Suatu rencana asuhan harus di setujui oleh kedua belah pihak baik dan maupun klien agar
perencanaan dapat dilakukan dengan dengan efektif.Semua keputusan harus bersifat rasional dan
valid berdasarkan teori serta asumsi yang berlaku tentang apa yang akan dan tidak dilakukan.
Perencanaan tindakan yang mungkin dilakukan antara lain:
1. Jelaskan pada ibu dan keluarga, keadaan ibu dan janin saat ini
2. Beritahu keluarga bahwa ibu membutuhkan perhatian yang intensif
3. Berikan dukungan psikologis pada ibu dan keluarga
4. Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
5. Anjurkan ibu untuk tidak melakukan perkerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan sebelum
hamil
6. Anjurkan ibu memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan ibu
7. Anjurkan ibu untuk makan makanan yang berserat
8. Waspadai adanya komplikasi dalam kehamilan polihidramnion
9. Anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan USG atau amnioscopi
10. Jadwalkan kunjungan ulang
11. kolaborasi dengan dokter kandungan
12. Jika terjadi masalah yang serius segera rujuk ibu.
15
1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga, keadaan ibu dan janin saat ini
2. Memberitahu keluarga bahwa ibu membutuhkan perhatian yang intensif
3. Memberikan dukungan psikologis pada ibu dan keluarga
4. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
5. Menganjurkan ibu untuk tidak melakukan perkerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan
sebelum hamil
6. menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan ibu
7. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang berserat
8. Waspadai adanya komplikasi dalam kehamilan polihidramnion
9. Menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan USG atau amnioscopi
10. Menjadwalkan kunjungan ulang
11. Kolaborasi dengan dokter kandungan
12.Jika terjadi masalah yang serius segera rujuk ibu.
Langkah ini sebagai pengecekan apakah rencana asuhan tersebut efektif jika memang
bear efektif dalam pelaksanaannya. Evaluasi dilakukan dalam bentuk SOAP :
16
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kandungan . Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Manuwaba, Ida Bagus Gde. 2010 . Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
17