Anda di halaman 1dari 31

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.


Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada
umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang
masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42
minggu) juga mengalami oligohidramnion.1

Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Penyebab yang


telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/membran cairan
ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari wanita yang
mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan
saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang.1,2

Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk


prognosisnya. Jika terjadi pada trimester II, 80-90% akan mengakibatkan mortalitas.3

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi syarat dari
Program Pendidikan Internsip Dokter Indonesia di RSU Dr. Ferdinand Lumban
Tobing Sibolga secara umumnya, dan dapat menjadi panduan untuk para pembaca
secara khususnya. Pengetahuan mengenai abortus secara komprehensif penting untuk
membantu dokter dalam menangani kasus ini dengan tepat sehingga dapat melakukan
upaya pelayanan kesehatan maksimal baik dari segi preventif maupun kuratif.
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Oligohidramnion

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari


normal, yaitu kurang dari 500 cc.3

Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena
volume air ketuban tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat
adalah AFI yang kurang dari presentil 5 (lebih kurang AFI yang <6,8 cm saat hamil
cukup bulan).3

Gambar 1. Grafik yang menunjukkan perubahan volume cairan amnion


sesuai dengan penambahan usia gestasi

2.2. Etiologi Oligohidramnion

Fetal:
Abnormalitas kromosom
Anomali kongenital
3

Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim


Kehamilan post term
Premature ROM (rupture of amniotic membrane)

Maternal
Insufiensi Uteroplasental
Hipertensi
Preeklamsia
Diabetes

Obat-obatan
Inhibitor sintesa prostaglandin
ACE inhibitor

Idiopatik4

2.3. Cairan Amnion

2.3.1. Fisiologi Cairan Amnion


Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7
atau ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu
amnion, berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan
dorsal mudigah. Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan
mudigah yang sedang tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion.1,
2, 5
4

Gambar 2. Tampak gambar kantong amnion

Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya
campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel
epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar
800 ml, atau antara 400ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu
rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml.
Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan
janin sendiri. Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya
memiliki peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan
amnion sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan
bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin
dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai
kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam
memproduksi cairan amnion. Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan
amnion di sekresikan dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada
penelitian dengan menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam
antara plasma ibu dan cairan amnion.5
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis
ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada
janin, seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion.2
5

2.3.2. Fungsi Cairan Amnion


Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion
merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua
arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk
uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa
menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan
permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa
cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang
memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus
pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal. Cairan amnion juga
berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid antimikrobial terhadap
beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion adalah 98% air
dan elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa
penelitian, komponen-komponen cairan amnion ditemukan memiliki fungsi
sebagai biomarker potensial bagi abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan.
Beberapa tahun belakangan, sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion
diketahui sebagai faktor pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-
ubah sesuai dengan usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi
dalam pengembangan medikasi stem cell.1, 2, 5, 6

2.3.4. Pengukuran Cairan Amnion


Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan
amnion, dengan teknik single pocket, dengan memakai Indeks Cairan Amnion
(ICA), dan secara subjektif pemeriksa.7

Pemeriksaan dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan oleh


Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari pemeriksaan biofisik,
dimana 2 cm dianggap sebagai batas minimal dan 8 cm dianggap sebagai
polihidramnion.7,8
6

Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan


amniosintesis sebagai gold standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa
metode pengukuran cairan ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA)
memiliki korelasi yang lemah dengan volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55,
0.30 dan 0.24) dan dua dari tiga penelitian ini menunjukkan bahwa teknik single
pocket memiliki kemampuan yang lebih baik. 8

Gambar 3 . Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran.

Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya menggunakan


parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Pada dasarnya, cairan ketuban sudah bisa
dideteksi dengan USG jika terlihat kantung janin, karena berarti sudah terbentuk
cairan ketuban. 8

2.3.5. Distribusi Cairan Amnion

1. Urin Janin

Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai
memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai
kehamilan aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin janin
7

secara 3 dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi urin janin
adalah sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang akan
meningkat sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm. Rabinowitz dan kawan-
kawan, dengan menggunakan teknik yang sama dengan yang dilakukan Wladimirof
dan Campbell, namun dengan cara setiap 2 sampai 5 menit, dan menemukan
volume produksi urin janin sebesar 1224 ml/hari. Pada tabel menunjukkan rata-rata
volume produksi urin per hari yang didapatkan dari beberapa penelitian. Jadi,
produksi urin janin rata-rata adalah sekitar 1000-1200 ml/hari pada kehamilan
aterm.1, 2, 5, 7, 8, 9

2. Cairan Paru
Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan
amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-paru
janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari produksi
tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut. Meskipun
pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan, namun data ini
memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan normal, janin
bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan masuk dan keluar
melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru janin juga berperan
dalam pembentukan cairan amnion.1, 2, 5, 7, 8, 9

3. Gerakan menelan
Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin domba,
proses menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia
kehamilan.Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan
secara bertahap dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari. Banyak teknik berbeda
yang dicoba untuk mengukur rata-rata volume cairan amnion yang ditelan dengan
menggunakan hewan, namun pada manusia, pengukuran yang tepat sangat sulit
untuk dilakukan. Pritchard meneliti proses menelan pada janin dengan menginjeksi
kromium aktif pada kompartemen amniotik, dan menemukan rata-rata menelan
janin adalah 72 sampai 262ml/kg/hari.1, 5, 6, 7, 8, 9
8

Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan


menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan pada masa sekarang
ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas bahwa kemampuan janin
menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan amnion dari produksi urin dan
paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme serupa dalam mengurangi volume
cairan amnion.1, 5, 7, 8, 9

Gambar 4. Distribusi cairan amnion pada kehamilan

4. Absorpsi Intramembran
Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah
ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan
konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan
konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu saja
ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa
penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi
melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan amnion pada fetus.
Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa terdapat
keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion pada
kehamilan normal.9

2.3.6. Kandungan Cairan Amnion


Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu.
Pada awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi
9

melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun setelah
20 minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan amnion
terutama terdiri dari urin janin.Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin,
dan asam urat dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang
mengalami deskuamasi, verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini
bersifat hipotonik, maka seiring bertambahnya usia gestasi, osmolalitas cairan
amnion berkurang. Cairan paru memberi kontribusi kecil terhadap volume amnion
secara keseluruhandan cairan yang tersaring melalui plasenta berperan membentuk
sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein, peptid,
karbohidrat, lipid, dan hormon.2, 7, 8
Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya
adalah protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat
aminotransferase, alkalinfosfatase, -transpeptidase, kolinesterase, kreatinin
kinase, isoenzim keratin kinase, dehidrogenase laktat, dehidrogenase
hidroksibutirat, amilase, glukosa, kolesterol, trigliserida, High Density Lipoprotein
(HDL), low-density lipoprotein (LDL), very-low-density lipoprotein (VLDL),
apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek,
sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat, magnesium, bikarbonat, urea, kreatinin,
anion gap , urea, dan osmolalitas.2, 7, 8
Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor
pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-, terdapat di cairan
amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin
meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan
inspirasi dan menelan cairan amnion. 1-7 Beberapa penanda (tumor marker) juga
terdapat di cairan amnion termasuk -fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik
(CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-125), dan 199 (CA-199).1, 2, 5, 7, 9

2.4. Patofisiologi Oligohidramnion

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan


dengan adanya sindroma potter dan fenotip potter, dimana Sindroma Potter dan
Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal
10

ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang


sedikit).10

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru
lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dindind rahim. Tekanan dari
dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah potter). Selain itu,
karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal
atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.10,11

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru


(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada sindroma potter, kelainan yanh utama adalah gagal
ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal maupun karena
penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.10,11

Dalam keadaan normal, ginjal membetuk cairan ketuban (sebagai air


kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambran yang khas dari
Sindroma Potter

Gejala Sindroma Potter berupa:

Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal
hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang)
Tidak terbentuk air kemih
Gawat pernapasan12

2.5. Tanda dan Gejala Klinis Oligohidramnion

Tanda dan gejala klinis oligohidramnion adalah, pada saat inspeksi uterus
terlihat lebih kecil dan tidak sesuai dengan usia kehamilan yang seharusnya. Ibu
yang sebelumnya pernah hamil dan normal, akan mengeluhkan adanya penurunan
gerakan janin. Saat dilakukan palpasi abdomen, uterus akan teraba lebih kecil dari
ukuran normal dan bagian bagian janin mudah diraba. Presentasi bokong dapat
11

terjadi. Pemeriksaan auskultasi normal, denyut jantung janin sudah terdengan lebih
dini dan lebih jelas, ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan anak, persalinan
lebih lama dari biasanya, sewaktu his/mules akan terasa sakit sekali, bila ketuban
pecah, air ketuban akan sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.13

2.6. Diagnosis Oligohidramnion

Wanita hamil yang dicurigai mengalami oligohidramnion, harus dilakukan


pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan jumlah cairan amnion, dan
memastikan diagnosis oligohidramnion6. Oligohidramnion dapat dicurigai bila
terdaat kantung amnion yang kurang dari 2x2cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran
kurang dari 5cm. setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi pada postterm
oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium.14

Amnionic fluid index (AFI) diukur pertama dengan membagi uterus menjadi
empat kuadran dengan menggunakan linea nigra sebagai divisi kanan dan kiri,
umbilikus untuk kuadran atas dan bawah. Diameter maksimum vertikal kantong
amnion di setiap kuadran yang tidak mengandung tali pusat atau ekstremitas janin
diukur dalam sentimeter; jumlah pengukuran ini adalah AFI. Sebuah AFI normal
adalah 5,1-25 cm, dengan oligohidramnion didefinisikan sebagai kurang dari 5,0
cm dan polihidramnion karena lebih dari 25 cm (Tabel 1).15

Tabel 1. Kategori Diagnostik Amnionic Fluid Index (AFI)

Volume Cairan Amnion Nilai AFI (cm)

Severe Oligohydramnion 5

Moderate Oligohydramnion 5.1-8.0

Normal 8.1-24.0

Polyhydramnion >24
12

Penilaian jumlah cairan amnion melalui pemeriksaan ultrasonografi dapat


dilakukan dengan cara subjektif ataupun semikuantitatif.14

Penilaian subjektif 14

Dalam keadaan normal, janin tampak bergerak bebas dan dikelilingi oleh
cairan amnion. Struktur organ janin, plasenta, dan tali pusat dapat terlihat jelas.
Kantung-kantung amnion terlihat di beberapa tempat, terutama pada daerah
diantara kedua tungkai bawah dan diantara dinding depan dan belakang uterus.
Pada kehamilan trimester III biasanya terlihat sebagian dari tubuh janin
bersentuhan dengan dinding depan uterus.

Pada keadaan oligohidramnion, cairan amnion disebut berkurang bila


kantung amnion hanya terlihat di daerah tungkai bawah dan disebut habis bila tidak
terlihat lagi kantung amnion. Pada keadaan ini aktivitas gerakan janin menjadi
berkurang. Struktur janin sulit dipelajari dan ekstremitas tampak berdesakan.

Penilaian Semikuantitatif 14

Penilaian semikuantitatif dapat dilakukan melalui beberapa cara,


diantaranya: (1) Pengukuran diameter vertikal yang terbesar pada salah satu
kantong amnion. Morbiditas dan mortalitas perinatal akan meningkat bila diameter
vertikal terbesar kantong amnion < 2cm pada oligohidramnion. (2) pengukuran
indeks cairan amnion (ICA). Pengukuran ICA uterus dibagi kedalam 4 kuadran,
pada setiap kuadran uterus dicari kantong amnion terbesar, bebas dari bagian tali
pusat dan ekstremitas janin. Indeks cairan amnion merupakan hasil penjumlahan
dari diameter vertikal terbesar kantong amnion pada setiap kuadran. Nilai ICA yang
normal adalah antara 5-20 cm. Penulis lain menggunakan batasan 5-18 cm atau 5-
25 cm. Disebut oligohidramnion bila ICA < 5cm.

Pemeriksaan laboratorium pada persalinan prematur dapat membantu untuk


menilai maturitas dari paru-paru fetus sehingga bisa mendeteksi kemungkinan
terjadinya respiratory distress syndrome. Pemeriksaan dilakukan dengan menilai
rasio lecithin-sphingomyelin (L:S) dan konsentrasi phosphatidylglycerol (PG).
Selain itu, pada oligohidramnion dapat dilakukan tes SLE (yang menyebabkan
13

infark pada plasenta dan insufisiensi plasenta). Evaluasi untuk hemolisis,


peningkatan enzim hati, dan rendahnya jumlah platelet (HELLP syndrome);
peningkatan tekanan darah tinggi, proteinuria, peningkatan asam urat, dan
peningkatan fungsi hatim dan rendahnya jumlah platelet juga dapat dilakukan.13

2.7. Terapi Oligohidramnion

Pertimbangkan untuk hospitalisasi pada kasus yang didiagnosa setelah usia


kehamilan 26-33 minggu. Jika fetus tidak memiliki anomali, persalinan sebaiknya
dilakukan. Ibu disarankan untuk tirah baring dan hidrasi guna meningkatkan
produksi cairan ketuban dengan meningkatkan ruang intravaskular ibu13. Studi
menunjukkan bahwa dengan minum 2 liter air , dapat meningkatkan AFI sebesar
30 %.13 Jika anomali janin tidak dianggap mematikan atau penyebab
oligohidramnion tidak diketahui, amnioinfusion profilaktik dengan normal
salin, ringer laktat, atau glukosa 5% dapat dilakukan untuk mencegah deformitas
kompresi dan penyakit paru hipoplastik, dan juga untuk memperpanjang usia
kehamilan.

Amnioinfusion adalah pemberian infuse normal salin 0,9% ke dalam uterus


selama persalinan untuk menghindari kompresi pada tali pusat atau untuk
melarutkan mekonium yang bercampur dengan cairan amnion atau yang disebut
juga dengan Transcervical Amnioinfusion. Pada prosedur ini, cairan diberikan bila
ketuban telah pecah dan ibu dalam keadaan intrapartum. Alternatif lain, cairan
dapat diinfus melalui jarum secara transabdominal, yaitu kebalikan dari
amniocentesis dimana cairan diberikan antepartum untuk mencegah komplikasi
pada fetus setidaknya sampai tercapai pematangan paru.

Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan


pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak
baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada
oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan
14

pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion. Selain itu, pertimbangan untuk


melakukan SC karena :

1. Indeks cairan amnion (ICA) 5 cm atau kurang

2. Instabilitas frekuensi detak jantung janin

3. Kemungkinan aspirasi mekonium pada kehamilan postterm.

2.7.1. Transcervical Amnioinfusion17


Merupakan pemberian infuse normal saline 0,9% ke dalam uterus selama
persalinan untuk menghindari kompresi pada tali pusat atau untuk melarutkan
mekonium yang bercampur dengan cairan amnion.

Studi menunjukkan bahwa larutan garam fisiologis tidak akan


mempengaruhi keseimbangan elektrolit fetus. Pada kehamilan preterm
direkomendasikan menggunakan cairan hangat, sedangkan untuk kehamilan aterm
dianjurkan cairan pada suhu ruangan.

Amnioinfusion dilakukan dengan menggunakan intrauterine pressure


catheter (IUPC). Prosedur melakukannya yakni:

1. Menghubungkan kantong cairan infuse ke IV tubing;

2. Flush tubing, untuk menghindari masuknya udara ke dalam uterus;

3. Menjelaskan kepada pasien bahwa prosedur infuse tidak akan menyakitkan.


Insersi IUPC mungkin akan tidak nyaman;

4. Menyiapkan sarung tangan steril, lubrikan, IUPC, dan selang;

5. Atur IUPC pada tekanan nol atmosfer;

6. Setelah IUPC dimasukkan, nilai tonus uterus saat pasien istirahat pada sisi kiri,
kanan, dan punggung, lalu rekam

7. Pasang IV tubing pada AMNIO port di IUPC

8. Bolus dengan 250-600 ml, 250 ml akan menghasilkan 6cm kantung cairan
amnion;
15

9. Gunakan infuse pump setelah bolus, maintenance cairan 150-180ml per jam,
yang paling sering digunakan adalah 180 ml per jam. Interpretasinya dikatakan
hasilnya positif jika didapati penurunan keparahan deselerasi, mekonium
berkurang viskositasnya dan warnanya lebih cerah. Sedangkan dikatakan
negatif jika terjadi peningkatan tonus uterus saat istirahat dan tidak ada
peningkatan pada pola DJJ.

Kontraindikasi dari amnioinfusion seperti plasenta previa, korioamnionitis,


fetal anomali, malpresentasi janin, impending delivery, kehamilan multipel,
kelainan uterus, serviks yang tidak berdilatasi, perdarahan pada trimester III
yang tidak terdiagnosa.

Adapun komplikasi dari tindakan ini yaitu hidramnion, prolaps tali pusat,
tekanan intra uterus yang tinggi, abruptio plasenta, infeksi uterus, maternal
chilling (karena cairan terlalu dingin), fetal bradikardi (karena cairan terlalu
dingin), fetal takikardi (karena cairan terlalu panas) (Gambar 5).

Gambar 5. Prosedur amnioinfusion

2.7.2. Transabdominal Amnioinfusion18


Antepartum transabdominal amnioinfusion adalah metode atau teknik
penambahan volume cairan amnion, dengan tujuan untuk memperpanjang masa
gestasi dan mencegah komplikasi fetal sampai sekurangnya tercapainya
pematangan pulmonal. Teknik ini sama dengan amniocentesis; dilakukan dengan
16

atau tanpa anestesi lokal, biasanya dengan jarum amniocentesis 150mm 20 22


gauge, yang simasukkan secara transabdominal ke kantung amnion terbesar
menggunakan guidance dari ultrasound. Digunakan infus kristaloid 0,9% salin
solution atau Ringers Lactate pada suhu tubuh, yang keduanya meruakan larutan
isotonik dan tidak menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit pada janin.

Pada studi yang dilakukan oleh Paztor, angka survival meningkat 49,1%
dan merupakan hasil yang memuaskan. Keberhasilan ini ditinjau dari tingginya
waktu laten dan penurunan drastis kejadian hipoplasia pulmonal. Komplikasi
metode ini berupa ketuban pecah dini iaotrgenik.

2.8. Komplikasi

Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk


pada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas
pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat, dan asipirasi mekonium pada masa intra
partum, dan kematian janin.14 Deformitas yang dapat terjadi pada janin misalnya
pada amniotic band syndrome , yaitu terjadinya adhesi antara amnion dengan fetus
yang menyebabkan deformitas yang serius termasuk amputasi pada ektremitas
bawah atau deformitas muskuloskeletal akibat kompresi pada
uterus (seperti clubfoot). Resiko infeksi pada fetus meningkat seiring dengan
pecahnya ketuban yang lama.19

2.9. Prognosis

Secara umum, oligohidramnion yang berkembang di awal kehamilan jarang


terjadi dan seringkali memiliki prognosis yang buruk. Saat didiagnosis pada
pertengahan kehamilan, kelainan ini sering berkaitan dengan agenesis renal (tidak
adanya ginjal). Pada agenesis ginjal, angka mortalitasnya mencapai 100%. 13

Pada renal dysplasia atau obstructive uropathy akan berkaitan erat dengan
hipoplasiapulmoner derajat ringan-sedang (sindrom Potter, yaitu bayi yang
menderita hypoplasia pulmoner) dan gagal ginjal jangka panjang. Dalam kasus
hipoplasia paru, efektivitas pengobatan seperti pemberian surfaktan , ventilasi
frekuensi tinggi , dan oksida nitrat belum diketahui efektivitasnya . Prognosis dalam
17

kasus ini berkaitan dengan volume cairan ketuban dan usia kehamilan saat
terjadinya oligohidramnion.13

Jika terdiagnosis sebelum kehamilan 37 minggu, hal ini kemungkinan


berkaitan dengan abnormalitas janin atau ketuban pecah dini yang menyebabkan
cairan amnion gagal berakumulasi kembali (Tabel 2).1

Tabel 2. Prognosis oligohidramnion pada 147 wanita 34 minggu kehamilan


18

BAB 3
LAPORAN KASUS

No RM : 16.79.76 Tanggal Masuk : 14 September 2017


Nama pasien : Ny. R Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam
J. Kelamin : Perempuan Suku : Batak
Alamat : Sibolga

Keluhan utama: Keluar air-air dari kemaluan

Anamnesis: Pasien G1P0A0, HPHT 30 November 2016, datang dengan keluhan keluar air-air dari
kemaluan yang dialami sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, air keluar sedikit-sedikit,
sehingga pasien harus mengganti celana 5 kali/hari. Riwayat merasakan pergerakan janin
berkurang dialami sekitar 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Riwayat mules-mules seperti mau
melahirkan tidak dijumpai. Riwayat keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak dijumpai.
Riwayat demam, pusing, mual dan muntah hebat tidak dijumpai. Riwayat menggunakan obat-
obatan selama kehamilan tidak dijumpai. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien rutin kontrol
kehamilan dengan bidan, Pasien control ke Sp.OG pada tanggal 13 September 2017 dari hasil USG
dinyatakan oligohidramnion berat dan dianjurkan untuk operasi SC.

RPT : Tidak ada


RPO : Multivitamin dan tablet besi
Riwayat Operasi : Tidak ada

Riwayat Menstruasi :
Usia Menarche : 14 thn Siklus haid : 28 hari Lama Haid : 4-5 hari
Dismenorrhea (-) Menorrhagia (-) Metrorrhagia (-)
HPHT : 30 November 2016 Perkiraan Lahir : 7 September 2017
19

Riwayat Perkawinan :
Nama Suami : Tn A
Pekerjaan : Nelayan
Usia : 28 thn
Menikah pada usia 26 thn dengan Ny. R pada usia 24 thn.

Riwayat Keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi, DM, dan perdarahan dalam kehamilan pada keluarga pasien.

Status presens
KU : baik Kesadaran: CM TD : 120/80 mmHg
Nadi :72x/i, reguler RR:16 x/i
Suhu: 37C Sianosis : (-)
Edema (-) Pucat (-)

Pemeriksaan Fisik:
Kepala : konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher: TVJ : R-2 cmH2O
Dinding toraks:
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : SF Kanan = Kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
Jantung: S1 (N) S2 (N) S3 (-) S4 (-) Regular, HR 72x/i regular Murmur (-)
Paru: Suara pernafasan vesikuler
Suara tambahan : ronki basah basal (-/-) wheezing (-/-)

Abdomen :
20

Inspeksi : asimetris membesar


Ekstremitas : Superior : sianosis (-) Clubbing : (-)
Inferior : edema (-/-) Pulsasi arteri : (+)
Akral : hangat
Status Obstetrik
Abdomen : Asimetris membesar
TFU : 32 cm
Leopold I : Bokong
Leopold II : Punggung Kanan
Leopold III : Kepala
Leopold IV : Belum masuk PAP
DJJ : 165 x/i
Gerak : (+)
HIS : (-)

Inspekulo
Tidak dilakukan pemeriksaan
VT
Tidak dilakukan pemeriksaan

Interpretasi Hasil USG (13 September 2017) :


21

- Jumlah Janin : Tunggal - BPD : 8,85 cm


- Gerak (+) - FL : 7,31 cm
- DJJ 155 x/I - AC : 31,62 cm
- AFI 1 cm - EBW : 2935 gr
Kesan : KDR (post date 6 hari) + PK + AH + Oligohidramnion berat
Hasil Laboratorium (14 September 2017) :
PEMERIKSAAN HASIL UNIT NILAI NORMAL
Hemoglobin 13,3 mg/dl 13-18
Leukosit 10,2 103/mm3 5-11
Eritrosit 3,64 106/mm3 4,5-5,5
Hematokrit 39,8 % 37-47
Trombosit 304 103/mm3 150-450
LED 14 mm/jam <15
MCV 87,3 FI 74-96
MCH 31,5 Fg 27-32
MCHC 36,1 % 30-65
Waktu 3 menit <5
Perdarahan
Waktu 630 menit < 5-11
Pembekuan
Hitung Jenis 1/-/-/66/27/06 Eo/Bas/Staf/Segmen/Lim/Mon = 0-1/1-
E/B/Nst/NSg/L/M 3/2-6/50-70/20-40/2-8

PEMERIKSAAN HASIL UNIT NILAI NORMAL


RFT
Ureum 13 mg/dl 10-50
Creatinin 0.71 mg/dl 0,7-1,4
Elektrolit
Natrium mEq/L 135.37-145.00
Kalium mEq/L 3.48-5.50
22

Chlorida mEq/L 96.00-106.00


Urnine
Protein negatif negatif

KGD Adrandom 90 mg/dl <200


Fungsi Hati
SGOT 29 U/L Lk < 38
Pr < 35
SGPT 20 U/L Lk < 40
Pr < 32
Penanda Infeksi
HbsAg -
Sifilis -
HCV -
Anti HIV -

Diagnosa Kerja : Fetal Distress + Oligohidramnion Berat + PG + KDR (Post Date 7 hari)
+ PK + AH
Pengobatan:
- Tirah baring total
- Konsul Sp.OG
- Oksigen 2-4 lpm nasal kanul
- IVFD RL 20 gtt/i
- Ij. Ceftriaxone 2g/ST (profilaksis)
- Ij. Dexamethasone 3 amp
- Pantau DJJ
- Persiapan operasi SC

Laporan Tindakan Operasi SC ( 14 September 2017 )


Operator : dr. Juhriyani M Lubis, Sp.OG
23

Diagnosis Prabedah : Fetal Distress + Oligohidramnion Berat + PG + KDR (Post Date 7 hari) +
PK + AH
Diagnosis Pascabedah : Post operasi SC atas indikasi fetal distress + oligohidramnion berat

- Insisi kutis pfanenstiel


- Insisi uterus low cervical, selaput ketuban dipecahkan, air ketuban <<
- Lahir bayi laki-laki, 3000 gr, 49 cm, AS 8/9, Anus (+), plasenta lahir lengkap
- Uterus dijahit continuous, reperitonealisasi
- Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
- KU ibu post SC : stabil
- Terapi paska tindakan :
o IVFD RL + oksitosin 10-10-10 20 gtt/i
o Ij. Ceftriaxone 1g/12j
o Drip Metronidazole 500mg/8j
o Ij. Methylergometrin 1amp/8j
o Ij. Ketorolac 1amp/8j
o Ij. Ranitidine 1amp/12j
o Cek Darah Rutin pasca operasi
o Awasi tanda perdarahan

FOLLOW UP (14 September 2017 16 September 2017)

Tanggal Vital Sign & PF Diagnosa Penatalaksanaan


14/9/17 S: post op. Post operasi SC - Bedrest
O: Sens: CM atas indikasi fetal - IVFD RL + oksitosin 10-
TD: 110/70 mmHg distress + 10-10 20 gtt/i
HR : 80 x/i reguler oligohidramnion - Ij. Ceftriaxone 1g/12j
RR : 16 x/i berat + NH0 - Drip Metronidazole
Temp: 36.5C 500mg/8j
Kepala : mata: anemia (-), sklera - Ij. Methylergometrin
ikterik (-) 1amp/8j
24

Leher : TVJ R -2 cm H2O - Ij. Ketorolac 1amp/8j


Auskultasi - Ij. Ranitidine 1amp/12j
Jantung: Normal. Murmur : (-) - Folley kateter terpasang
Paru:
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : (-)
Abdomen:
Soepel, Peristaltik (+) N
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi
kuat
P/V : (-)
BAK : via kateter, UOP 70 cc/jam,
kuning jernih
BAB : (-) flatus (+)
Ekstremitas:
Akral hangat, Oedem (-/-)
Hasil lab pasca operasi :
Hb/Leu/Plt : 11,0 / 17700 / 406000
15/9/17 S: post op Post operasi SC
O: Sens: CM atas indikasi fetal - IVFD RL + oksitosin 10-
TD: 120/80 mmHg distress + 10-10 20 gtt/i
HR : 82 x/i reguler oligohidramnion - Ij. Ceftriaxone 1g/12j
RR : 17 x/i berat + NH1 - Drip Metronidazole
Temp: 37C 500mg/8j
Kepala : mata: anemia (-), sklera - Ij. Ketorolac 1amp/8j
ikterik (-) - Ij. Ranitidine 1amp/12j
Leher : TVJ R -2 cm H2O - Neurodex 2x1
Auskultasi - Mobilisasi
Jantung: Normal. Murmur : (-) - Aff Foley Kateter
Paru:
Suara pernafasan : Vesikuler
25

Suara tambahan : (-)


Abdomen:
Soepel, Peristaltik (+) N
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi
kuat
P/V : (-)
BAK : via kateter, UOP 70 cc/jam,
kuning jernih
BAB : (-) flatus (+)
Ekstremitas:
Akral hangat, Oedem (-/-)
16/9/17 S: post op Post operasi SC - Cefadroxil 2x500 mg
O: Sens: CM atas indikasi fetal - Metronidazole 3x500
TD: 120/80 mmHg distress + - As. Mefenamat 3x500mg
HR : 72 x/i reguler oligohidramnion - Neurodex 2x1
RR : 16 x/i berat + NH2 - Lansoprazole 2x1
Temp: 37,2 C
Kepala : mata: anemia (-), sklera
ikterik (-)
Leher : TVJ R -2 cm H2O
Auskultasi
Jantung: Normal. Murmur : (-)
Paru:
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : (-)
Abdomen:
Soepel, Peristaltik (+) N
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi
kuat
P/V : (-)
BAK : normal
26

BAB : (-) flatus (+)


Ekstremitas:
Akral hangat, Oedem (-/-)
17/9/17 S: post op Post operasi SC - Cefadroxil 2x500 mg
O: Sens: CM atas indikasi fetal - Metronidazole 3x500
TD: 110/80 mmHg distress + - As. Mefenamat 3x500mg
HR : 72 x/i reguler oligohidramnion - Neurodex 2x1
RR : 15 x/i berat + NH3 - Pasien Pulang Berobat
Temp: 37,2 C Jalan
Kepala : mata: anemia (-), sklera
ikterik (-)
Leher : TVJ R -2 cm H2O
Auskultasi
Jantung: Normal. Murmur : (-)
Paru:
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : (-)
Abdomen:
Soepel, Peristaltik (+) N
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi
kuat
P/V : (-)
BAK : normal
BAB : (-) flatus (+)
Ekstremitas:
Akral hangat, Oedem (-/-)
27

BAB 4
DISKUSI DAN ANALISIS KASUS

4.1. Analisis Kasus


Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc. Etiologi oligohidramnion adalah factor fetal,
maternal, obat-obatan, dan idiopatik

Tanda dan gejala klinis oligohidramnion adalah, pada saat inspeksi uterus
terlihat lebih kecil dan tidak sesuai dengan usia kehamilan yang seharusnya. Ibu
yang sebelumnya pernah hamil dan normal, akan mengeluhkan adanya penurunan
gerakan janin. Saat dilakukan palpasi abdomen, uterus akan teraba lebih kecil dari
ukuran normal dan bagian bagian janin mudah diraba.

Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan


amnion, dengan teknik single pocket, dengan memakai Indeks Cairan Amnion
(ICA), dan secara subjektif pemeriksa.

Wanita hamil yang dicurigai mengalami oligohidramnion, harus dilakukan


pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan jumlah cairan amnion, dan
memastikan diagnosis oligohidramnion.

Pertimbangkan untuk hospitalisasi pada kasus yang didiagnosa setelah usia


kehamilan 26-33 minggu. Jika fetus tidak memiliki anomali, persalinan sebaiknya
dilakukan. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada
oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan
pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion.

Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk


pada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas
pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat, dan asipirasi mekonium pada masa intra
partum, dan kematian janin.

Secara umum, oligohidramnion yang berkembang di awal kehamilan jarang


terjadi dan seringkali memiliki prognosis yang buruk.
28

4.2. Diskusi Kasus


Pasien G1P0A0, HPHT 30 November 2016, datang dengan keluhan keluar
air-air dari kemaluan yang dialami sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, air
keluar sedikit-sedikit, sehingga pasien harus mengganti celana 5 kali/hari. Riwayat
merasakan pergerakan janin berkurang dialami sekitar 4 jam sebelum masuk rumah
sakit. Riwayat mules-mules seperti mau melahirkan tidak dijumpai. Riwayat keluar
lendir bercampur darah dari kemaluan tidak dijumpai. Riwayat demam, pusing,
mual dan muntah hebat tidak dijumpai. Riwayat menggunakan obat-obatan selama
kehamilan tidak dijumpai. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien rutin kontrol
kehamilan dengan bidan, Pasien control ke Sp.OG pada tanggal 13 September 2017
dari hasil USG dinyatakan oligohidramnion berat dan dianjurkan untuk operasi SC.
Pada pemeriksaan obstetri didapatkan abdomen asimetris membesar, tinggi
fundus uteri 32 cm, punggung kanan, terbawah kepala, belum masuk PAP, denyut
jantung janin 165 x/I (fetal distress), gerak janin (+), HIS (-). Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan hasil USG dengan kesan oligohidramnion berat.

TEORI KASUS
Etiologi
Fetal: Pada pasien ini, PROM (+),
Abnormalitas kromosom kehamilan post term (+)
Anomali kongenital
Hambatan pertumbuhan janin
dalam rahim
Kehamilan post term
Premature ROM (rupture of
amniotic membrane)

Maternal
Insufiensi Uteroplasental
Hipertensi
29

Preeklamsia
Diabetes

Obat-obatan
Inhibitor sintesa prostaglandin
ACE inhibitor

Idiopatik4

Tanda dan gejala


TFU rendah menurut usia kehamilan Faktor risiko yang di dapatkan pada
Penurunan gerakan janin pasien:
Bagian janin lebih mudah diraba Penurunan gerakan janin dan keluar

Keluar air-air dari kemaluan air-air dari kemaluan

Pemeriksaan Penunjang
USG : AFI < 8.1 cm AFI pada pasien 1 cm
Penatalaksanaan Persalinan dengan sectio caesarea
Kompresi tali pusat selama proses
persalinan biasa terjadi pada
oligohidramnion, oleh karena itu persalinan
dengan sectio caesarea merupakan pilihan
terbaik pada kasus oligohidramnion.

Prognosis
Fetal distress Fetal Takikardia
Aspirasi meconium
Kematian neonates
Pertumbuhan janin terhambat
Malformasi janin
30

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K. Williams
obstetrics. 22nd. NewYork: McGRAW Hill Medical Publishing Division. 2005:296-299.

2. Laughlin D, Knuppel R. Maternal-placental-fetal unit;fetal & early neonatal physiology.


In: DeCherney A, Nathan L, editors. Current obstetric & gynecologic diagnosis &
treatment. 9th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2003.

3. Neilson J. Fetal medicine in clinical practice. Dewhursts Textbook of Obstetrics and


Gynaecology for Postgraduates. Oxford: Blackwell Science. 1999;153.

4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kandungan. Edisi ke-2. 2005.

5. Fox H. The placenta, membranes, and umbilical cord. In: Chamberlain G, Steer P, editors.
Turnbull's obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002.

6. Chamberlain G. Obstetrics by 10 teachers. 16th ed: Oxford University Press; 1997. p. 13-
14.

7. Owen P. Fetal assessment in the third trimester: fetal growth and biophysical methods. In:
Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London: Churchill
Livingstone; 2002. p. 147-149, 141-143.

8. Tong X-L, Wang L, Gao T-B, Qin Y-G, Qi Y-Q, Xu Y-P. Potential function of amniotic
fluid in fetal developmentnovel insights by comparing the composition of human
amniotic fluid with umbilical cord and maternal serum at mid and late gestation. Journal
of the Chinese Medical Association. 2009;72(7):368-373.

9. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics. NeoReviews. 2006;7(6):e292-e299.

10. Danforth DN, Gibbs RS. Danforth's obstetrics and gynecology: Lippincott Williams &
Wilkins. 2008.

11. Neilson J. Fetal medicine in clinical practice. In: Edmonds K, editor. Dewhursts textbook
of obstetrics and gynaecology for postgraduates. 6th ed. London: Blackwell Publishing;
1999.
31

12. Barbati A, Di Renzo GC. Main clinical analyses on amniotic fluid. Acta bio-medica: Atenei
Parmensis. 2003;75:14-17.

13. Carter BS, Boyd RL. Polyhydramnios and Oligohydramnios. 2015. Available from:
http://reference.medscape.com/article/975821-overview. [Accessed 15 September 2017]

14. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 4 ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka. 2010.

15. Lockwood CJ, Queenan JT, Spong CY. Management of High-risk Pregnancy: An
Evidence-based Approach: Blackwell Publishing. 2007.

16. Suchet IB. Ultrasound Assessment of Amniotic Fluid Canada. 2013. Available from:
http://www.fetalultrasound.com/online/text/3-063.HTM. [Accessed 15 September 2017]

17. Weismiller DG. Transcervical amnioinfusion. American family physician.


1998;57(3):504-510.

18. Psztor N. Management of severe oligohydramnios with antepartum transabdominal


amnioinfusion: szte; 2014.

19. Norwitz ER, Schorge JO. Obstetrics and Gynecology at a Glance: Blackwell Science.
2001.

Anda mungkin juga menyukai