PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-tidak, tanpa dan
aesthesos, persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Wikipedia, 2008). Istilah Anestesia
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1948 yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah
pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Sedangkan
Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran pasien (Latief, dkk, 2001).
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan
anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi
akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya tersebut
Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya
perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih
besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus buntu,
operasi pada lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius
pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di
dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di
area itu.
Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu
terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi
atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh
karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien
yang sudah di anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi,
walaupun tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi (Joomla, 2008).
Anestesi regional dapat meliputi spinal, epidural dan caudal. Anestesi spinal
juga disebut sebagai blok subarachnoid (SAB) umumnya digunakan pada operasi
tubuh bagian bawah, seperti ekstremitas bawah, perineum, maupun abdomen bagian
bawah. Anestesia regional dapat dipergunakan sebagai teknik anesthesia, namun
perlu diingat bahwa anestesia regional sering menyebabkan hipotensi akibat blok
simpatis dan ini sering dikaitkan pada pasien dengan keadaan hipovolemia.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Untuk mengetahui mengapa
dan bagimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik
tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Kebanyakan
fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan
tarikan. Trauma yang dapat menyebabkan fraktur ada yang bersifat trauma langsung
dan trauma tidak langsung.
Fraktur dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat
mengenai beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan
beberapa macam masalah. Menurut Black dan Matasarin (1997), fraktur dibagi
berdasarkan dengan kontak dunia luar, yaitu meliput fraktur tertutup dan terbuka.
Pada laporan kasus ini akan membahas mengenai ROI (removele Of Inplate)
fraktur femur 1/3 proximal dextra, dimana merupakan suatu tindakan operasi untuk
melepas kembali implan yang sudah terpasang ditulang yang berfungsi sebagai
fiksasi waktu fraktur dan dilakukan riliase guna untuk membebaskan perlengketan
jaringan yang ada pada paha kanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anestesi Blok Subaraknoid (Anestesi Spinal)
1. Definisi
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi
spinal atau blok subaraknoid disebut juga sebagai analgesi atau blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subaraknoid di daerah
antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.Jarum spinal hanya dapat
diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis. Batas atas ini
dikarenakan adanya ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan
penyatuan vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.
2. Anatomi Tulang Belakang
Untuk mempelajari kelainan Tulang Belakang atau Tulang Punggung
seperti scoliosis terlebih dahulu kita harus mengenal anatominya.
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau
procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek,
kecuali tulang ke-2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor
sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa
memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis.
Tulang punggung thorax
Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk.
Beberapa gerakan memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai
tulang punggung dorsal. Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
Tulang punggung lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan
menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan
gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan
derajat yang kecil.
Tulang punggung sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan
tidak memiliki celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.
Tulang punggung coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa
celah.
3.
Bedah panggul
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Pada
bedah
abdomen
atas
dan
bawah
pediatrik
biasanya
Pasien menolak
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
1.
2.
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung.
3.
1.
Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG.
2.
3.
Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing,
quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil
point whitecare).
5.
Bupivakain (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5-20 mg
Bupivakain
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain,
tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal
mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi
spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik),
maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih
kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila
sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
penyuntikan.
1.
Hipotensi berat
Efek samping penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah
terjadinya hipotensi. Kejadian hipotensi pada tindakan anestesi spinal
merupakan manifestasi fisiologis yang biasa terjadi. Hal ini terjadi
10
11
Bradikardia
Efek
samping
kardiovaskuler,
terutama
hipotensi
dan
Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4.
5.
Trauma saraf
6.
Mual-muntah
7.
Gangguan pendengaran
12
8.
13
duramater.
Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama 3
hari, hal ini akan menambah produksi CSF sebagai pengganti
yang hilang.
5. Meningitis.
8.
dirinya.
Memeriksa identitas pasien, bila perlu: tanggal lahir, jenis dan lokasi
15
Defenisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Rusaknya
16
kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisikondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis (Anonim, 2011).
Jenis jenis fraktur
Fraktur komplit: garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
Fraktur tidak komplit: garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
Fraktur terbuka: bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.
Oblik /miring
Kominuta
Spiral
Majemuk
Fraktur Femur
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat mengalami fraktur akibat trauma
langsung, puntiran, atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi
ketika kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000).
Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu
17
lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah
raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung
apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara
tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan
(Rahmad, 1996 ). Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga
yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
Patofisiologi
18
Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak,
sepsis pada fraktur.
Diagnosis
a. Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah
trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma).
Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari
kepala, muka, leher, dada, dan perut (Mansjoer, 2000).
b. Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel,
fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang
mengalami infeksi (Mansjoer, 2000).
c. Pemeriksaan Fisik
Menurut Rusdijas (2007), pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur
adalah:
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah pencitraan
menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minima yaitu antero posterior (AP)
atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) atau
indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi.
Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur
dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian).
Penatalaksanaan Fraktur
Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah
tulang supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap
menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal
4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama.
Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2010).
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing),
dan sirkulasi (circulating), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak
ada masalah lagi , baru lakukan amnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci.
Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama
sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam , bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat ,
singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan
untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto (Mansjoer, 2000). l
diperlukan 2 proyeksi fraktur terbuka dan deformitas.
Penatalaksanaan fraktur telah banyak mengalami perubahan dalam waktu
sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing mempunyai
banyak kerugian karena waktu berbaring lebih lama, meski pun merupakan
20
penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini
banyak dilakukan pada orang dewasa (Mansjoer, 2000).
Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi
dengan salah satu cara dibawah ini:
A. Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk
menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan.
Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme
otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk
mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang
dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar.
B. Fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan
atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan
pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi
(Djuwantoro, 1997).
C. Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem
muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang
mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang
ditempatkan di daerah sekeliling tulang (Anonim, 2010).
D. Pemasangan gips atau operasi dengan orif
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus
secara keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk
menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat
21
menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah
tersebut (Anonim, 2010).
E. Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang ,
sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih
awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana : reduksi,
mempertahankan dan lakukan latihan.
Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di
sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang
cukup berat dan bekuan darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah
akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang
primitif (osteogenik) dan berdiferensiasi menjadi krodoblas dan osteoblas. Krodoblas
akan mensekresi posfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal
(kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu
dengan lapisan kalus
Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula
oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.
Neglected
Neglected fraktur adalah yang penanganannya lebih dari 72 jam. sering terjadi
akibat penanganan fraktur pada extremitas yang salah oleh bone setter. Umumnya
terjadi pada yang berpendidikan dan berstatus sosioekonomi yang rendahNeglected
fraktur dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu:
a. Derajat 1 : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari -3 minggu
b. Derajat 2 : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu -3 bulan
c. Derajat 3 : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan 1 tahun
d. Derajat 4 : fraktur yang telah terjadi lebih dari satu tahun (Anonimd, 2011).
22
Pengobatan
Ceftriaxon
Cefriaxon adalah antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang memiliki
aktivitas bakterisidal yang luas dengan cara menghambat sintesis dinding sel, dan
mempunyai masa kerja yang panjang. Secara in vitro memiliki aktivitas luas terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif, memiliki stabilitas yang tinggi terhadap laktamase baik penisilase maupun sefalosporinase yang dihasilkan bakteri gram
positif dan gram negatif. dari fragmen tulang dan menyatu.
Cefriaxon diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yang sensitif terhadap cefriaxon antara lain: infeksi saluran pernafasan bawah
(pneumonia), infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi
intraabdominal, infeksi saluran kemih dan meningitis.
Ceftriaxon memiliki waktu paruh 7-8 jam dapat diinjeksikan sekali tiap 24
jam pada dosis 15-50 mg/kg/hari. Dosis harian tunggal 1 g ceftriaxone cukup untuk
mengatasi infeksi yang serius, dengan dosis 4 g sekali perhari dianjurkan untuk
pengobatan meningitis (Katzung, 2007). Ceftriaxon yang terikat pada protein plasma
umunya sekitar 83-96%, diekskresikan sebesar 3367% melalui ginjal dan sebesar
3545% melalui feses. Ceftriaxon dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat
mencapai kadar obat yang cukup tinggi dalam cairan cerebrospinal. Pemberian
cefriaxon bersamaan dengan aminoglikosida dapat meningkatkan efek nefrotoksik.
Pemberian bersama diuretik kuat seperti furosemida dapat mempengaruhi fungsi
ginjal (Mc Evoy, 2004).
Serbuk steril cefriaxone dalam vial dapat disimpan pada suhu tidak kurang 300
C dan larutan cefriaxone natrium disimpan pada suhu -200 C. Serbuk steril untuk
injeksi dan larutan cefriaxone harus dikemas dalam wadah yang gelap dan terhindar
dari cahaya matahari. Larutan dapat tahan selama 24 jam jika disimpan pada
temperatur ruang dan 5 hari jika disimpan di lemari es suhu 5 0C dan 13 minggu jika
dibekukan (Mc Evoy, 2004).
23
Ketorolak
Ketorolak adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid (NSAID),
yang biasa digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti inflamasi. Obat ini
menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG2
terganggu. Ketorolak merupakan penghambat siklooksigenase yang non selektif.
Ketorolak
dikontraindikasikan
terhadap
pasien
angioedema
atau
24
tinja. Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan iv dan 30% yang diberikan secara oral
diekskresi dalam urin dalam bentuk asal (Mc Evoy, 2004).
Parasetamol
Parasetamol merupakan metabolit fenacetin yang berkhasiat sebagai analgetik
dan antipiretik tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran serta tidak
menyebabkan ketagihan.
Daya antipiretik parasetamol didasarkan pada rangsangan pusat penghantar
kalor di hipotalamus, menimbulkan vasodilatasi perifer (di kulit) sehingga terjadi
pengeluaran panas yang disertai banyak keringat (Tjay, 2007).
Parasetamol diindikasikan untuk pengobatan demam (selesma, pilek), dan
nyeri ringan hingga sedang. Parasetamol tidak diberikan kepada pasien yang
mengalami kerusakan fungsi hati dan ginjal serta dengan ketergantungan akohol
(ISFI, 2008).
Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, kadar
plasma tertinggi dicapai dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh
plasma 1,2-5 jam (Siswandono dan Soekardjo, 1995).
Parasetamol diabsorpsi secara cepat dan sempurna di saluran gastro intestinal
pada pemberian oral. Parasetamol terdistribusi secara cepat dan merata pada
kebanyakan jaringan tubuh. Sekitar 25% parasetamol di dalam darah terikat pada
protein plasma, dimetabolisme oleh sistem enzim mikrosomonal di dalam hati.
Memilki waktu paruh plasma 1,25-3 jam, dan mungkin lebih lama pada pasien
dengan kerusakan hati.
Sekitar 80-85% parasetamol di dalam tubuh mengalami konjugasi terutama
dengan asam glukoronat dan asam sulfat. Dieksresi melalui urin kira-kira sebanyak
85% dalam bentuk bebas dan terkonjugasi. Efek samping yang timbul akibat
penggunaan parasetamol antara lain, reaksi hipersensitifitas, ruam kulit dan kelainan
darah, kerusakan hati. Dalam keadaan overdosis, mual, muntah dan anoreksia
25
26
fisiologi yang serius pada orang tua menjadi hal yang utama dalam
mengevaluasi
preoperative.
Perubahan
fisiologis
dapat
Sistem saraf. Masa otak menurun sesuai dengan usia; neuron yang
berkurang menonjol di kortek cerebral, terutama lobus frontal. CBF
menurun sekitar 10 20% sesuai dengan berkurangnya sel saraf. Ini
berhubungan erat dengan metabolisme ; autoregulasi masih baik.
Neuron
menurun
dalam
ukuran
dan
kehilangan
beberapa
27
terjadilah
hipoksemia.
Menurunnya
respons
terhadap
junction
28
menebal.
Receptor
acethylcholine
tampaknya
juga
tersebar
dibeberapa
extrajunctional.Kulit
menurun
sesuai
dengan
usia,
penurunan
clearence
ini
29
mempunyai volume plasma yang bisa sedikit atau bahkan tidak ada
perubahan sama sekali. Distribusi dan eliminasi juga dipengaruhi oleh
perubahan protein binding dalam plasma. Albumin yang cenderung
berikatan dengan obat yang besifat asam (spt. Barbiturat, Benzodiazepin,
agonis opioit), biasanya menurun sesuai dengan usia. Peningkatan ikatan
1-acid gycoprotein dengan bahan dasar obat (spt. Anesthesi local).
Ikatan obat protein tidak dapat berinteraksi dengan reseptor di endorgan dan tidak dapat dimetabolisme atau diekskresikan.
Prinsip perubahan farmakodinamik dihubungkan dengan
penuaan yang yang mengurangi kebutuhan anesthesi yang diperlukan,
yang ditunjukan dengan rendahnya MAC. Pemberian titrasi obat-obat
anesthesi yang hati-hati dapat membantu mencegah terjadinya efek
samping dan perpanjangan durasi obat; Short acting agent / obat dengan
cara kerja yang singkat seperti propofol, desfluran, remifentanyl, dan
suksinilkolin mungkin bermanfaat sekali pada pasien yang sudah tua.
Obat-obat yang tidak signifikan tergantung terhadap fungsi hati atau
ginjal atau aliran darah seperti mivacurium, atracurium dan cisatracurium
juga bermanfaat.
2.4 Hipertensi
1
30
b.
Conn
(hiperaldosteronisme
phaeochromacytoma, hipotiroidisme.
31
primer),
Neurogenik:
peningkatan
TIK,
psikis
(White
Coat
telah terjadi.
Penilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita.
Penentuan kelayakan penderita untuk dilakukan tindakan teknik
hipotensi, untuk prosedur pembedahan yang memerlukan teknik
hipotensi.
Semua data-data di atas bisa didapat dengan melakukan anamnesis
yang
rutin,
sering
menyebabkan
hipokalemia
dan
32
33
EKG: minimal lead V5 dan II atau analisis multipel lead ST, karena
34
Premedikasi
Premedikasi dapat menurunkan kecemasan preoperatif penderita
hipertensi. Untuk hipertensi yang ringan sampai dengan sedang mungkin
bisa menggunakan ansiolitik seperti golongan benzodiazepin atau
midazolam. Obat antihipertensi tetap dilanjutkan sampai pada hari
pembedahan sesuai jadwal minum obat dengan sedikit air non partikel.
Beberapa klinisi menghentikan penggunaan ACE inhibitor dengan alasan
bisa terjadi hipotensi intraoperatif.
Induksi Anestesi
Induksi anestesia dan intubasi endotrakea sering menimbulkan
goncangan hemodinamik pada pasien hipertensi. Saat induksi sering terjadi
hipotensi namun saat intubasi sering menimbulkan hipertensi. Hipotensi
diakibatkan vasodilatasi perifer terutama pada keadaan kekurangan volume
intravaskuler sehingga preloading cairan penting dilakukan untuk
tercapainya normovolemia sebelum induksi. Disamping itu hipotensi juga
sering terjadi akibat depresi sirkulasi karena efek dari obat anestesi dan
efek dari obat antihipertensi yang sedang dikonsumsi oleh penderita,
seperti ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker. Hipertensi yang
terjadi biasanya diakibatkan stimulus nyeri karena laringoskopi dan
intubasi endotrakea yang bisa menyebabkan takikardia dan dapat
menyebabkan iskemia miokard. Angka kejadian hipertensi akibat tindakan
laringoskopi-intubasi endotrakea bisa mencapai 25%. Dikatakan bahwa
durasi laringoskopi dibawah 15 detik dapat membantu meminimalkan
terjadinya fluktuasi hemodinamik Beberapa teknik dibawah ini bisa
35
sufentanil
0,25-
0,5
mikrogram/kgbb,
atau
36
hipoperfusi otak.
Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka
kejadian stroke.
Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal, kurang lebih
sama dengan yang terjadi pada serebral.
Anestesia aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi dengan
37
bronkospastik.
Nicardipine: digunakan pada pasien dengan penyakit bronkospastik.
Nifedipine: refleks takikardia setelah pemberian sublingual sering
dihubungkan
dengan
iskemia
miokard
dan
antihipertensi
yang
Hydralazine: bisa menjaga kestabilan TD, namun obat ini juga punya
onset yang lambat sehingga menyebabkan timbulnya respon takikardia.
d Krisis Hipertensi
Dikatakan krisis hipertensi jika TD lebih tinggi dari 180/120 mmHg dan
dapat dikategorikan dalam hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi,
38
39
tidak merupakan indikasi dan pada banyak kasus dapat ditangani dengan
kombinasi antihipertensi oral bertahap dalam beberapa hari.
e
Manajemen Postoperatif
Hipertensi yang terjadi pada periode pasca operasi sering terjadi pada
pasien yang menderita hipertensi esensial. Hipertensi dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard sehingga berpotensi menyebabkan iskemia
miokard, disritmia jantung dan CHF. Disamping itu bisa juga menyebabkan
stroke dan perdarahan ulang luka operasi akibat terjadinya disrupsi
vaskuler dan dapat berkonstribusi menyebabkan hematoma pada daerah
luka operasi sehingga menghambat penyembuhan luka operasi. Penyebab
terjadinya hipertensi pasca operasi ada banyak faktor, disamping secara
primer karena penyakit hipertensinya yang tidak teratasi dengan baik,
penyebab lainnya adalah gangguan sistem respirasi, nyeri, overload cairan
atau distensi dari kandung kemih. Sebelum diputuskan untuk memberikan
obat-obat antihipertensi, penyebab-penyebab sekunder tersebut harus
dikoreksi dulu. Nyeri merupakan salah satu faktor yang paling
berkonstribusi menyebabkan hipertensi pasca operasi, sehingga untuk
pasien yang berisiko, nyeri sebaiknya ditangani secara adekuat, misalnya
dengan morfin epidural secara infus kontinyu. Apabila hipertensi masih ada
meskipun nyeri sudah teratasi, maka intervensi secara farmakologi harus
segera dilakukan dan perlu diingat bahwa meskipun pasca operasi TD
kelihatannya normal, pasien yang prabedahnya sudah mempunyai riwayat
hipertensi, sebaiknya obat antihipertensi pasca bedah tetap diberikan.
Hipertensi pasca operasi sebaiknya diterapi dengan obat antihipertensi
secara parenteral misalnya dengan betablocker yang terutama digunakan
untuk mengatasi hipertensi dan takikardia yang terjadi. Apabila
penyebabnya karena overload cairan, bisa diberikan diuretika furosemid
dan apabila hipertensinya disertai dengan heart failure sebaiknya diberikan
ACE-inhibitor. Pasien dengan iskemia miokard yang aktif secara langsung
40
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
Identitas Pasien
Nama
: Ny. O.N
No. DM
:394041
41
Umur
: 69 tahun
Alamat
: Hamadi
BB
: 50 Kg
TB
: 153 cm
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Kristen Protestan
Pekerjaan
Suku bangsa
: Papua
Ruangan
: Bedah Wanita
Tanggal operasi
: 24 Mei 2016
: 27 Mei 2016
3.2.
Anamnesis
Keluhan utama
Ingin operasi lepas pen
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan utama ingin operasi lepas pen. sekitar
tahun 2015 (Oktober) pasien kecelakaan lalu lintas dan patah di daerah paha
kanan. Pasien di operasi dan dilakukan pemasangan pen pada paha kanan pada
tahun 2015 setelah pasien mengalami kecelakaan dan patah tulang. Saat ini
pasien datang dengan keluhan ingin lepas pen. Keluhan lain seperti demam,
sesak, batuk disangkal oleh pasien. Buang air besar dan buang air kecil lancar,
makan dan minum juga baik.
42
: tidak ada
Riwayat Anestesi
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit seperti pasien
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat jantung
: disangkal
Riwyata hipertensi
Riwayat Alergi
-
: disangkal
: disangkal
: disangkal
3.3.
Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
Keadaan umum
Kesadaran
GCS
TTV
: Compos Mentis
: E4V5M6
: Tekanan Darah = 140/90 mmHg, Nadi = 80 x/menit,
reguler, kuat angkat, terisi penuh Respirasi Rate = 20 x
/mnt, Suhu = 36,9oC
b. Status Generalis
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Leher
43
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Perkusi
Batas atas
Pinggang
Batas kiri
Batas kanan
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Superior
Inferior
Status Lokalis
Look (inspeksi)
44
Feel/palpasi
3.4.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium darah lengkap tanggal 10 Mei 2016
Pemeriksaan
Hasil
Hb
11,7 g/d
Leukosit
6660
Trombosit
193.000 /ult
Hasil
95 mg/dL
Ureum
46 mg/dL
Kreatinin
1,0 mg/dL
Protein
7,9 g/dl
Albumin
4,3 g/dl
Globulin
3,6 g/dl
SGOT
15 U/L
SGPT
11 U/L
Kalium
3,8 mmol/L
Natrium
140 mmol/L
Clorida
105 mmol/L
45
Hasil
CT
930
BT
300
: Non Reaktif
Hasil EKG
46
Poto Klinis
3.5.
Informed Consent
Infus RL 20 tpm
47
3.6.
Penentuan PS ASA
PS. ASA
Persiapan Anestesi
PS. ASA
II
Informed Consent
Hari/Tanggal
:
:
+
24/05/2016
Makan terakhir
BB
50 Kg
TTV
SpO2
100 %
B1
B2
B5
(+ 150 cc),
Perut tampak datar, palpasi: nyeri tekan (-),
B6
B3
B4
48
3.8.
Jenis Anestesi
Anestesi Dengan
Buvipakain 0,5% 15 mg
Teknik Anestesi
Pernafasan
Spontan
Posisi
Infus
Penyulit pembedahan
pembedahan
Pre Medikasi
RR: 22 x/m
-
Induksi
Maintenance
Post operasi
Bupivakain 0,5% 15 mg
Fentanyl 10 mg
Midazolam 25 mg
Ranitidine 50 mg
Ondansentron 4 mg
Metamezole 500 mg
Ceftriaxone 1 gr, skin test dulu
Furosemide 20 mg
49
Laporan Pembedahan
Nama Pasien / Umur
NO DM
Ahli Bedah
Jenis Pembedahan
Lama Operasi
Teknik Pembedahan
: Ny. O. N / 69 tahun
: 39 40 41
: dr. R. T. Sp.OT
: Remove of Implant
: 11.55 12.35 WIT (40 menit)
: - Informed Consent + Antibiotik Profilaksis
- Pasien posisi Supine dalam pengaruh SAB
- Desinfeksi lapangan operasi
- Incisi 10 cm diperdalam secara tumpul dan
tajam
- Plate and screw dilepaskan
- Cuci dengan NaCl 0,9 %
- Lapangan Operasi dijahit dan ditutup
- Operasi selesai.
Observasi Selama Operasi
3.9.
160
140
120
100
Sistolic
80
Diastolic
60
Nadi
40
20
0
11.511.55 12 12.0512.112.1512.212.2512.312.35
50
3.10.
Balance Cairan
Cairan yang dibutuhkan
Aktual
PRE OPERASI
1. Maintenance = BB x Kebutuhan cairan/jam =
50 kg x 1-2 cc/kgbb/jam = 50 100 cc/jam
Input : RL 1000 cc
Output : Urine : +
DURANTE OPERASI
Input :
Gelafusal 500 cc
1. Maintenance
PRC 350 cc
Output :
Urine = 150 cc
2. Replacement
Total Perdarahan = 60 cc
Perdarahan = 60 cc
Suction : -
EBV = 60 cc x BB = 60 cc x 50 kg = 3000 cc
Kasa : 60 cc (6 x 10 cc)
51
POST OPERASI
*24 Mei 2016 jam 12.35 sd 07.35 25 Mei 2016 (19 jam Input :
menit)
Volume cairan:
RL 1000 cc, D5 % 500 cc
Maintenance:
BB x Kebutuhan cairan/ jam x 19 jam =
50 kg x 1-2 cc/kgbb/jam x 19 jam = 950 - 1900 cc
-
Kandungan elektrolit:
RL 1000 cc : (Kalium 4
meq, Natrium 130 meq,
kalori - )
52
kkal,
Kalium
-,
natrium - )
Input :
Volume cairan:
Maintenance:
53
Mobilisasi
GV 1x/2hari
54
55
56
Planning
IVFD RL 1000 cc : D5
500 cc / 24 Jam
Ceftriaxone 2 x 1 gr
(H.1) (iv)
Ketorolac 3% 3 x 30 mg
(iv)
Ranitidine 2x50 mg (iv)
Amlodipin 1x5 mg
Losartan 1x60 mg
57
Planning
IVFD RL 1000 cc : D5 500
cc / 24 Jam
Cefriaxone 2 x 1 gr (H.II)
Ketorolac 3% 3 x 30 mg (iv)
Ranitidine 3x50 mg (iv)
Metamezole 2x500 mg (iv)
Amlodipin 1x5 mg
Losartan 1x60 mg
Meloxicam 2x7,5 mg
Planning
S : Nyeri di daerah bekas operasi berkurang
IVFD RL 1000 cc : D5 500
O:
cc / 24 Jam
Keadaan Umum = Tampak sakit ringan,
Cefriaxone 2 x 1 gr (H.III)
Kesadaran
=pupil bulat isokor, 3 mm.
(iv)
Tekanan Darah
= 120/70 mmHg
Ketorolac 3% 3 x 30 mg
Nadi
= 80x/m ,
(iv)
Respirasi
= 20x/m,
Metamezole 2x500 mg (iv)
o
Suhu Badan
= 36,6 C
Amlodipin 1x5 mg
Losartan
1x60 mg
B1
:
Bebas, gerak leher bebas,
simetris
+/+, suara
Meloxicam
2x7,5
napas vesikuler, ronkhi
-/-, wheezing
-/-,mg
RR: 20
x/m.
B2
:
Perfusi: hangat, kering, merah. Capilari Refill
Time < 2 detik, Nadi 80x/m, kuat angkat,
regular. BJ: I-II murni regular, murmur (-),
galop (-).
B3
:
pupil bulat isokor, 3 mm,riwayat pingsan (-),
riwayat kejang (-).
B4
:
DC (+), BAK (+) spontan, warna kuning jernih.
B5
B6
BAB IV
PEMBAHASAN
58
(-),
pemeriksaan fisik ditemukan adanya bekas operasi di paha kanan, nyeri tidak ada,
oedema tidak ada, dan gerakannya aktif. Pasien didiagnosis union remove of implant
fraktur femur 1/3 Proximal dextra. Klasifikasi status penderita digolongkan dalam PS.
ASA 2 (Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas).
Pasien dengan tekanan darah 140/90 mmHg, menurutu klasifikasi JNC VII termasuk
dalam kategori Hipertensi Grade I, dan umur pasien 69 tahun, termasuk kategori
geriatri.
Pada kasus ini dilakukan tindakan remove of implant dengan anestesi spinal
(blok subaraknoid). Hal ini sesuai dengan indikasi Anestesi blok subaraknoid yang
digunakan pada, bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum
perineum, bedah obstetrik-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, pada
bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anesthesia
umum ringan. Anestesi blok subaraknoid banyak digunakan karena relatif murah,
pengaruh sistemik minimal, menghasilkan analgesi adekuat dan kemampuan
mencegah respon stress lebih sempurna.
Pasien dianestesi spinal dengan Decain 0,5% 15 mg pada posisi duduk antara
vertebra L3L4. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik
lokal ke dalam ruang sub araknoid di daerah antara vertebra L2 - L3 atau L3 - L4 atau
L4 - L5. Jarum spinal hanya dapat diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas
vertebra sakralis. Batas atas ini dikarenakan pada batas atas adanya ujung medula
spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan vertebra sakralis yang tidak
memungkinkan dilakukan insersi.
Isi dari obat Decain 0,5% adalah Bupivakain HCl. Bupivakain merupakan
anestesi lokal isobarik. Bupivakain bekerja dengan cara berikatan secara intaselular
dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah
terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri
mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka
bupivakain dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan
59
dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin
dan ukuran serabut saraf lebih tebal.
Pada pasien ini kemudian dilakukan remove of implant dengan anestesi blok
subaraknoid dengan decain 0,5% 15 mg. Pemilihan jenis anestesi pada pasien ini
dianggap sudah tepat karena pengaruh sistemik minimal, menghasilkan analgesi
adekuat dan kemampuan mencegah respon stress serta memenuhi indikasi dari
anestesi block subaracnoid.
Pada pasien ini mengapa digunakan obat Bupivakain dan tidak menggunakan
Lidokain karena onset kerjanya lidokain cepat dengan lama kerja 60 120 menit
sedangkan bupivakain onset kerjanya lambat, lama kerjanya 240 480 menit,
Bupivakain termasuk golongan anestesi lokal onset lambat, durasi panjang, dan
potensi yang tinggi, blokade sensoriknya lebih dominan dibanding dengan blokade
motoriknya.
Salah satu efek samping anestesi blok subaraknoid adalah hipotensi. Untuk
mencegah hipotensi pasien diberi cairan prabedah yaitu Ringer Laktat sebanyak 1000
ml. Hal ini dikarenakan cairan kristaloid ini mudah didapat, komposisi menyerupai
plasma (acetated ringer, lactated ringer), bebas reaksi anafilaksis, dan dari segi
biayanya lebih ekonomis.
Beberapa hal harus sangat diperhatikan sebagai critical point dalam tatalaksana
anestesi pada kasus ini. Hal yang utama adalah menyangkut perfusi jaringan terkait
dengan fungsi jantung pasien, tindakan pembedahan pada kasus ini termasuk operasi
sedang dan dikarenakan pasien pada dengan Hipertensi Grade I dan geriatri.
Berdasarkan teori pada geriatri terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah karena
fibrosis pada tunika media, ini adalah proses normal dari proses penuaan. Penurunan
komplain arteri mengakibatkan peningkatan afterload, meningkatnya systolic blood
pressure, hipertrophy ventrikel kiri. Penebalan dinding ventrikel kiri ini
meningkatkan rongga dari ventrikel kiri. Beberapa kali sering terjadi. fibrosis
myocardial dan kalsifikasi pada katup. Bila penyakit penyerta tidak ada, maka
tekanan darah diastolik harus tetap dipertahankan atau menurun, karena jika tidak
60
bisa terjadi krisis hipertensi, sehingga perlu diawasi tanda-tanda vital pasien pada saat
operasi.
Setelah induksi, beberapa obat anestesi juga diberikan untuk rumatan anestesi
diantaranya Sedacum, Fentanil, Metamizole (Santagesik). Semuanya bertujuan untuk
mengurangi nyeri dan kecemasan selama operasi karena pasien tetap sadar pada
anestesi spinal. Pasien juga diberikan ranitidin, ondansentron, antrain dan lasix.
Ranitidin merupakan golongan obat antihistamin reseptor 2 (AH2). Mekanisme kerja
ranitidin adalah menghambat reseptor histamin 2 secara selektif dan reversibel
sehingga dapat menghambat sekresi cairan lambung. Ranitidin mengurangi volume
dan kadar ion hidrogen dari sel parietal akan menurun sejalan dengan penurunan
volume cairan lambung. Ondansetron suatu antagonis reseptor 5HT3 yang bekerja
secara selektif dan kompetitif dalam mencegah maupun mengatasi mual dan muntah.
Pada pasien tidak ditemukan mual dan muntah. Namun mual selama anestesi biasa
terjadi oleh karena hipoperfusi serebral atau terhalanginya stimulus vagus usus.
Biasanya mual adalah tanda awal hipotensi. Bahkan blok simpatis mengakibatkan tak
terhalangnya tonus parasimpatis yang berlebihan pada traktus gastrointestinal.
Furosemid adalah obat yang termasuk dalam golongan loop diuretic Obat
Furosemid bekerja pada glomerulus ginjal untuk menghambat penyerapan kembali
zat natrium oleh sel tubulus ginjal. Furosemid akan meningkatkan pengeluaran air,
natrium, klorida, dan kalium tanpa mempengaruhi tekanan darah normal. Setelah
pemakaian oral furosemid akan diabsorpsi sebagian secara cepat dengan awal kerja
obat terjadi dalam sampai 1 jam, dengan lama kerja yang pendek berkisar 6 sampai
8 jam, kemudian akan diekskresikan bersama dengan urin dan feses.
Selama perioperatif cairan kristaloid yang diberikan pada pasien adalah Ringer
Laktat (RL) yang merupakan larutan isotonik Natrium Klorida, kalium klorida,
kalsium klorida dan natrium laktat yang komposisinya serupa dengan cairan
ekstraseluler, mengandung ion-ion yang terdistribusi kedalam cairan intravaskular
sehingga bermanfaat untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit. Pada beberapa
penelitian menganjurkan cairan kristaloid untuk digunakan sebagai preload pada
tindakan anestesi spinal. Hal ini dikarenakan cairan kristaloid ini mudah didapat,
61
dengan
larutan
kristaloid
beberapa penelitian
kebutuhan cairan pasien sebelum operasi telah terpenuhi dengan pemberian cairan
tersebut.
Durante Operatif :
Perdarahan :
62
Post Operatif
Kebutuhan cairan post operasi ialah defisit cairan pada saat operasi
dijumlahkan dengan kebutuhan cairan rumatan pasien selama 9 jam ditambahkan
replecement. Maintenance selama 19 jam yaitu 950 - 1900 cc.
Selama perawatan di ruang RR 12.35 hingga pukul 08.00 wit esok harinya,
kebutuhan cairan post operasi tersebut dapat terpenuhi dengan pemberian cairan
post operatif adalah RL 1000 cc, D5 % 500 cc, sehingga jumlah volume cairan
yang diterima pasien yaitu 1500 cc. Pemilihan cairan tersebut dimaksudkan
untuk pemenuhan kebutuhan cairan pasien, kebutuhan elektrolit dan nutrisi
parenteral sebagai pengganti pada saat pasien puasa setelah operasi.
63
BAB V
PENUTUP
64
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis menderita union fraktur femur 1/3 proximal dextra.
Klasifikasi status penderita digolongkan dalam PS. ASA 2 (Pasien dengan
penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas).
Pasien dengan
tekanan darah 140/90 mmHg, menurutu klasifikasi JNC VII termasuk dalam
kategori Hipertensi Grade I, dan umur pasien 69 tahun, termasuk kategori
geriatri.
pasien dioperasi tanggal 24 Mei 2016. Pada kasus ini dilakukan tindakan
operasi remove of implant dan jenis anestesi regional berupa Sub Arachnoid
Block (SAB). Berdasarkan indikasi anestesi blok subaraknoid digunakan pada,
bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum perineum,
bedah obstetrik-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, pada bedah
abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anesthesia
umum ringan menghasilkan analgesi adekuat dan kemampuan mencegah respon
stres lebih sempurna.
Resusitasi dan terapi cairan perioperative kurang lebih telah memenuhi
kebutuhan cairan perioperative pada pasien ini, terbukti dengan stabilnya
hemodinamik durante dan post operatif.
5.2. Saran
Penatalaksanaan anestesi perlu dilakukan dengan baik mulai dari persiapan pre
anestesi, tindakan anestesi hingga observasi post operasi, terutama menyangkut
resusitasi cairan yang akan sangat mempengaruhi kestabilan hemodinamik
perioperative.
65