Anda di halaman 1dari 22

Anastesi Regional Neuroaxial

Disusun oleh:
Nina Dwivo Ratnasari
201820401011138

SMF ILMU ANESTESI


RSUD KABUPATEN JOMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes

(1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak,

dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau

sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa

terhadap suatu rangsangan. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut

sebagai anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik

lokal. Anestesi umum bekerja di Susunan Saraf Pusat, sedangkan anestetik lokal bekerja

langsung pada Serabut Saraf di Perifer.

Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri

baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada

tindakan yang berkaitan dengan pembedahan. Anestetikum yang diberikan pada hewan

akan membuat hewan tidak peka terhadap rasa nyeri sehingga hewan menjadi tenang,

dengan demikian tindakan diagnostik, terapeutik, atau pembedahan dapat dilaksanakan

lebih aman dan lancar. Pasien akan menerima anestesi dengan salah satu dari tiga cara

yaitu anastesi umu, regional, dan lokal.

Anastesi regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara

menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio

tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer.

Dapat pula di definisikan sebagai penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat

impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls
nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat

terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anestesi Regional

a. Definisi
Analgesia regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio
tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat
temporer. Dapat pula di definisikan sebagai penggunaan obat analgetik lokal untuk
menghambat impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik,
sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel).
Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.

b. Anatomi
a) Tulang Belakang ( Columna Vertebralis )

Gambar: Anatomi tulang punggung


Tulang belakang (Columna Vertebralis). Tulang belakang merupakan penopang tubuh
utama. Terdiri atas jejeran tulang-tulang belakang (vertebrae). Di antara tulang-tulang
vertebrae terdapat discus invertebralis merupakan tulang rawan yang membentuk sendi yang
kuat dan elastis. Discus invertebralis memungkinkan tulang belakang bergerak ke segala
arah. Jika dilihat dari samping, tulang belakang membentuk lekukan leher (cervix), lekukan
dada (thorax), lekukan pinggul (lumbal), dan lekukan selangkang (sacral).

b) Medulla Spinalis
Medulla spinalis berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinalis,
dibungkus meningen (Duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir
setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2.
Medulla spinalis diperdarahi oleh a. spinalis anterior dan a. spinalis posterior.

Gambar: Anatomi Medulla Spinalis

c) Lapisan jaringan punggung


Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum suntik akan menembus kulit:
Kulit  Subkutis  Ligamentum Supraspinosum  Ligamentum interspinosum 
Ligamentum Flavum  Ruang Epidural  Duramater  Ruang Subarakhnoid.

d) Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal merupaka ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari
pleksus arteria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Cairan jernih ini
tak bewarna mengisi ruang subarachnoid dengan jumlah total 100-150 ml, sedangkan
yang dipunggung sekitar 24-45 ml.

c. Pembagian Anestesi Regional


1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
Tindakan ini sering dikerjakan.

2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan,
dan analgesia regional intravena.

d. Keuntungan Anestesia Regional


1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh)
karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada p olusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.

e. Kerugian Anestesia Regional


1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

f. Persiapan Anastesi Regional


Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk
mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yang bisa berakibat fatal, perlu persiapan
resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah → kolaps
kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan,
sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum. Selain itu perlu diperhatikan hal-
hal dibawah ini:
 Informed Consent (Izin dari pasien).
 Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
dan lain-lainnya.
 Pemeriksaan laboratorium anjuran, misalnya hemoglobin, hematokrit, prothrombine
time dan partial trombloplastine time.

g. Klasifikasi Blok Sentral ( Blok Neuroaksial )

Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris
(tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).

a) Anastesi Spinal
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah pemberian
obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan
cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal.2
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis  subkutis  Lig. Supraspinosum  Lig. Interspinosum  Lig. Flavum 
ruang epidural  durameter  ruang subarachnoid.

Gambar: Anestesi Spinal

 Indikasi:
1.  Bedah ekstremitas bawah

2.  Bedah panggul

3.  Tindakan sekitar rektum perineum

4.  Bedah obstetrik-ginekologi

5.  Bedah urologi

6.  Bedah abdomen bawah

7.  Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan


dengan anestesi umum ringan
Kontra indikasi absolut:
1.  Pasien menolak

2.  Infeksi pada tempat suntikan

3.  Hipovolemia berat, syok

4.  Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

5.  Tekanan intrakranial meningkat

6.  Fasilitas resusitasi minim

7.  Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

 Kontra indikasi relatif:


1.  Infeksi sistemik ( sepsis, bakterimia )

2.  Infeksi sekitar tempat suntikan

3.  Kelainan neurologis

4.  Kelainan psikis

5.  Bedah lama

6.  Penyakit jantung

7.  Hipovolemia ringan

8.  Nyeri punggung kronik

 Persiapan analgesia spinal


Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan
hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent, kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui
anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran, Hemoglobin, Hematokrit, PT


(Prothrombine Time), PTT (Partial Thromboplastine Time)

 Peralatan analgesia spinal


1.      Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.

2.      Peralatan resusitasi

3.      Jarum spinal

Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau


jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)

Gambar: Jarum Spinal

 Anastetik lokal untuk analgesia spinal


Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003-1.008. 
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik
lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang
sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik
lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain
diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.

Anestetik lokal yang paling sering digunakan:


1. Lidokaine (xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-
100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033,
sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis
5-20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml).
 Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.


Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.

Gambar : Posisi Duduk dan Lateral Decubitus


2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin
ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah
jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
Gambar 4.Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ±
6cm.

 Penyebaran anastetik lokal tergantung:


1. Faktor utama:
a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik lokal

2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal

 Lama kerja anestetik lokal tergantung:


1.  Jenis anestesia lokal

2.  Besarnya dosis

3.  Ada tidaknya vasokonstriktor

4.  Besarnya penyebaran anestetik lokal

 Komplikasi tindakan anestesi spinal:


1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum
tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa  disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai
T-2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh darah
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
 Komplikasi pasca tindakan:
1.  Nyeri tempat suntikan

2.  Nyeri punggung

3.  Nyeri kepala karena kebocoran likuor

4.  Retensio urine

5.  Meningitis

b) Anestesia Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan
obat di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada diantara
ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian
posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal
yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi
spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.
Gambar 5.Anestesi Epidural

Keuntungan epidural dibandingkan spinal:

 Bisa segmental

 Tidak terjadi headache post op

 Hipotensi lambat terjadi

Kerugian epidural dibandingkan spinal:

 Teknik lebih sulit

 Jumlah obat anestesi lokal lebih besar

 Reaksi sistemis

Komplikasi anestesi / analgesi epidural2:

 Blok tidak merata

 Depresi kardiovaskular (hipotensi)

 Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)

 Mual – muntah

Indikasi analgesia epidural:


1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesi
epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan
tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup
untuk operasi.
2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan
pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya
histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah
vaskuler (misalnya perbaikan aneurisma aorta terbuka).
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling sering
operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural sebagai
teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang
dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk
analgesia.
4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan ke
dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah
dimasukkan.
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam
ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung.
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan
terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.

Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat
penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang
diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung)

Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada:

1. Kurangnya persetujuan
2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaanobat antikoagulan (misalnya
warfarin)
3. Risiko hematoma
4. Kompresi tulang belakang
5. Infeksi dekat titik penyisipan
6. Hipovolemia
Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung :
1. Volume obat yg disuntikan
2. Usia pasien
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
5. Ketinggian tempat suntikan
6. Posisi pasien
7. Panjang kolumna vetebralis
 Teknik anestesia epidural :

Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.2

1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.

2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.

3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:

a) jarum ujung tajam (Crawford)

b) jarum ujung khusus (Tuohy)

Gambar 6.Jarum Anestesi Epidural

4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.

a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)


Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi
yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan anestetik
lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian
udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong
jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum)
yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam
ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose)

b) Teknik tetes tergantung (hanging drop)


Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini
menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes Nacl
yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut
sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh
tersedotnyatetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis (test
dose)

5. Uji dosis (test dose)

Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung
jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu)
melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin
1:200.000.

 Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah
benar
 Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang
subarakhnoid karena terlalu dalam.
 Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena
epidural.

7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada
konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada
wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya
ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage

Melipat Lutut Melipat Jari

Blok tak ada ++ ++

Blok parsial + ++

Blok hampir lengkap - +

Blok lengkap - -

Tabel 1. Skala bromage untuk Blok Motorik

Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural

1. Lidokain (Xylokain, Lidonest)


Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik.
0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
1.5% lazim digunakan untuk pembedahan.
2% untuk relaksasi pasien berotot.
2. Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum yang
digunakan <20ml.
Komplikasi:

1. Blok tidak merata


2. Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual-muntah

Tabel 2. Obat Anestesi Epidural

c) Anestesia Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum
sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal
berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.

Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula


paraanal.

Kontra indikasi: Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.


Teknik anesthesia kaudal :

1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih
rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran
20-22 pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan
spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah
jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl
sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di
kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

Gambar 7. Anestesi Kaudal


BAB III

KESIMPULAN

Anastesi regional adalah tindakan anastesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan

obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu, yang

menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer.

Pembagian anestesi regional yaitu blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok

spinal, epidural, dan kaudal dan blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi

lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.


DAFTAR PUSTAKA

Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi. EGC, Jakarta , 1994

Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih


Bahasa: Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995

Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif FKUI. Jakarta, 2010

Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4th ed. Appleton & Lange.
Stamford, 1996

Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC, Jakarta, 1995

Soerasdi E., Satriyanto M.D., Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia Sehari-hari.
Bandung, 2010

Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. EGC, Jakarta, 2010

Miller, Ronald D., 1939-Basics of anesthesia/Ronald D. Miller, Manuel C. Pardo Jr. –


6th ed.p. ; cm. Rev. ed. of: Basics of anesthesia/Robert K. Stoelting and Ronald D. Miller.
5th ed. c2007.

Anda mungkin juga menyukai